Anda di halaman 1dari 26

Case Report Session

Stunting: Faktor resiko, Pencegahan, dan Tatalaksananya di Puskesmas


Andalas

Oleh:

Muhd Arif Shah Bin Jamaludin 2040312154

Preseptor:

Dr. dr. Yuniar Lestari, M.Kes

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat-Nya penulis

dapat menyelesaikan case report session dengan judul “Stunting: Faktor resiko,

Pencegahan, dan Tatalaksananya di Puskesmas Andaalas”.

Makalah ini merupakan salah satu syarat mengikuti kepaniteraan klinik di bagian Ilmu

Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Penulis mengucapkan

terima kasih kepada Dr. dr. Yuniar Lestari, M.Kes selaku pembimbing. Penulis mengucapkan

terima kasih juga kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan case report

session ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa case report session ini masih jauh dari

kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran untuk

menyempurnakan case report session ini. Semoga case report session ini dapat bermanfaat

bagi kita semua.

Padang, 13 Juli 2022

Penulis

i
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
DAFTAR ISI

Halaman
Kata Pengantar I
Daftar Isi II
Daftar Gambar III
Daftar Tabel IV

BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 2
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan Penelitian 2
1.3.1 Tujuan Umum 2
1.3.2 Tujuan Khusus 2
1.4 Metode Penulisan 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3


2.1 Definisi Stunting 3
2.2 Epidemiologi Stunting 3
2.3 Etiologi Stunting 4
2.4 Klasifikasi dan Diagnosis Stunting 5
2.5 Upaya Pencegahan Stunting 6
2.6 Kebijakan dan Program Pemerintah terkait Intervensi Stunting 11

BAB 3 ANALISIS SITUASI 16


3.1 Keadaan Geografis Puskemas Andalas 16
3.2 Keadaan Demografi Puskemas Andalas 17
3.3 Kondisi Sosial, Budaya, dan Ekonomi Puskemas Andalas 18
3.4 Struktur Organisasi, tugas dan fungsi 18
3.5 Visi, Misi, Strategi dan tujuan 21
3.6 Sumber Daya manusia Pukesma Andalas 28
3.7 Pendanaan 30
3.8 Standar Pelayanan Minimal bidang kesehatan 30
3.9 Faktor risiko stunting di Puskesmas Andalas 32
3.10 Pencegahan Stunting di Puskesmas Andalas 33
3.11 Tatalaksana stunting di Puskesmas Andalas 34
BAB 4 PEMBAHASAN 35

BAB 5 PENUTUP 37
5.1 Kesimpulan 37
5.2 Saran 37

DAFTAR PUSTAKA 38

ii
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Lima Pilar Penanganan Stunting 13

Gambar 3.1 Peta Wilayah Kerja Puskesmas Andalas Tahun 2021 16

iii
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Data Distribusi Penduduk Di Wilayah Kerja Puskesmas Andalas 17


2021

Tabel 3.2 Kepesertaan jaminan kesehatan nasional puskesmas andalas tahun 18


2021

Tabel 3.3 Data sarana umum dan lingkungan puskesmas andalas tahun 2021 23

Tabel 3.4 Distribusi jumlah fasilitas pendidikan per kelurahan di wilayah


kerja puskesmas andalas 2021 24

Tabel 3.5 Data sarana dan prasarana pukesmas andalas tahun 2021 25

Tabel 3.6 Ketenagaan di puskesmas perkotaan non rawatan menurut


permenkes 43 tahun 2021 28

Tabel 3.7 Distribusi tenaga kesehatan puskesmas andalas Berdasarkan


ketenagaan dan tingkat pendidikan Tahun 2021 29

Tabel 3.8 Sumber pendanaan kegiatan puskesmas andalas tahun 2021 30


Tabel 3.9 Capaian spm bidang kesehatan puskesmas andalas tahun 2021 31
Tabel 3.10 Data Stunting di puskesmas andalas tahun 2021
33

iv
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
v
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan masalah gizi di Indonesia saat ini semakin kompleks, selain masih
menghadapi masalah kekurangan gizi, masalah kelebihan gizi juga menjadi persoalan yang
harus atasi dengan serius. Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
2010-2014, perbaikan status gizi masyarakat merupakan salah satu prioritas dengan
menurunkan prevalensi anak balita (di bawah lima tahun) gizi kurang (underweight) menjadi
15% dan prevalensi anak balita pendek (stunting) menjadi 32% pada tahun 2014.1
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dari tahun 2013 ke tahun 2018 menunjukkan
prevalensi stunting menurun dari 36,8% menjadi 30,8%.1,2
Menurut World Health Organization (WHO) terdapat kurang lebih 178 juta anak
balita yang stunting, besarnya masalah stunting dan dampak yang ditimbulkan membuat
WHO melalui World Health Assembly (WHA) menargetkan prevalensi stunting pada tahun
2025 menurun sebanyak 40 % disemua negara yang mempunyai masalah stunting termasuk
Indonesia. Indonesia masuk lima besar negara di dunia dengan prevalensi stunting tertinggi
yaitu 36% dengan 8,8% adalah anak balita.3 Prevalensi stunting di Indonesia lebih tinggi dari
negara-negara lain di Asia Tenggara, seperti Myammar (35%), Vietnam (23%), dan Thailand
(16%). Lebih dari sepertiga anak berusia di bawah lima tahun di Indonesia tingginya berada
di bawah rata-rata.4
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak anak balita (bayi di bawah lima
tahun) akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya.
Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah bayi lahir
akan tetapi, kondisi stunting baru nampak setelah bayi berusia 2 tahun.5 Pengetahuan
masyarakat mengenai stunting masih rendah sehingga perlu dilakukan edukasi mengenai
pentingnya gizi bagi ibu hamil dan anak anak balita yang secara lansung ikut berperan dalam
komitmen global (SUN-Scalling Up Nutrition) dalam menurunkan stunting. Program 1000
hari pertama kehidupan (HPK) seorang anak adalah masa kritis yang menentukan masa
depannya, dan pada periode itu anak Indonesia menghadapi gangguan pertumbuhan yang
serius. Dampak buruk kekurangan gizi sangat sulit diobati setelah lewat 1000 hari tersebut.1
Indonesia telah memfokuskan kepada 1000 HPK yang terhitung sejak konsepsi hingga anak
berusia 2 tahun dalam menurunkan prevalensi stunting secara terintergrasi karena masalah

1
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
gizi tidak dapat diselesaikan oleh sektor kesehatan saja (intervensi spesifik) tetapi juga oleh
lintas sektor di luar kesehatan (intervensi sensitif).6
Kegiatan dalam rangka menyadarkan masyarakat dibidang gizi cukup banyak, seperti
yang tertuang dalam rencana aksi Kementrian Kesehatan (Kemenkes), yaitu meningkatkan
pendidikan gizi masyarakat melalui penyediaan materi Komunikasi Informasi dan Edukasi
(KIE) dan kampanye gizi. Selain itu, dilakukan promosi gizi, penyuluhan gizi, advokasi,
pelatihan, dan konsultasi gizi yang dilakukan oleh sektor kesehatan seperti puskesmas.
Bedasarkan masalah tersebut penulis ingin menyusun makalah tentang stunting di wilayah
kerja Puskesmas Andalas.
1.2 Rumusan Masalah
a. Bagaimana gambaran umum stunting di wilayah kerja Puskesmas Andalas?
b. Bagaimana upaya pelaksanaan program gizi dalam menanggulangan masalah
stunting di wilayah kerja Puskesmas Andalas?
c. Apa saja permasalahan dalam pelaksanaan program gizi dalam menanggulangi
masalah stunting di wilayah kerja Puskesmas Andalas?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui tentang pelaksanaan program gizi dalam penanggulangan masalah
stunting di wilayah kerja Puskesmas Andalas.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran umum stunting di wilayah kerja Puskesmas Andalas.
b. Mengetahui pelaksanaan program gizi dalam menanggulangan masalah stunting di
wilayah kerja Puskesmas Andalas.
c. Mengetahui permasalahan dalam pelaksanaan program gizi dalam menanggulangi
masalah stunting di wilayah kerja Puskesmas Andalas.
1.4 Metode Penulisan
Metode penulisan makalah ini berupa tinjauan pustaka yang merujuk dari berbagai
literatur, laporan tahunan Puskesmas Andalas, analisis, dan diskusi bersama pemegang
program gizi di Puskesmas Andalas.

2
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi Stunting


Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat dari kekurangan gizi
kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam
kandungan dan pada masa awal setelah bayi lahir akan tetapi, kondisi stunting baru nampak
setelah bayi berusia 2 tahun. Anak balita pendek (stunted) dan sangat pendek (severely
stunted) adalah anak balita dengan panjang badan (PB/U) atau tinggi badan (TB/U) menurut
umurnya dibandingkan dengan standar baku WHO-MGRS (Multicentre Growth Reference
Study) 2006. Sedangkan definisi stunting menurut Kemenkes adalah anak balita dengan nilai
z-scorenya kurang dari - 2SD/standar deviasi (stunted) dan kurang dari - 3SD (severely
stunted).5
Anak balita/ Baduta (dibawah usia dua tahun) yang mengalami stunting akan
memiliki tingkat kecerdasan tidak maksimal, menjadikan anak menjadi lebih rentan terhadap
penyakit dan di masa depan dapat berisiko pada menurunnya tingkat produktivitas. Pada
akhirnya secara luas stunting akan dapat menghambat pertumbuhan ekonomi, meningkatkan
kemiskinan dan memperlebar ketimpangan. Hal ini sesuai dengan pengalaman dan bukti
internasional menunjukkan bahwa stunting dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dan
menurunkan produktivitas pasar kerja, sehingga mengakibatkan hilangnya 11% GDP (Gross
Domestic Products) serta mengurangi pendapatan pekerja dewasa hingga 20%. Selain itu,
stunting juga dapat berkontribusi pada melebarnya kesenjangan sehingga mengurangi 10%
dari total pendapatan seumur hidup dan juga menyebabkan kemiskinan antar-generasi.5
Stunting terjadi akibat kekurangan gizi kronis yang umumnya dialami oleh rumah
tangga yang miskin dan kurang mampu. Namun, di Indonesia stunting juga dialami oleh
rumah tangga/keluarga yang tidak miskin/yang berada di atas 40% tingkat kesejahteraan
sosial dan ekonomi.3,5

2.2 Epidemiologi Stunting


Menurut World Health Organization (WHO) terdapat kurang lebih 178 juta anak
balita yang stunting, besarnya masalah stunting dan dampak yang ditimbulkan membuat
WHO melalui World Health Assembly (WHA) menargetkan prevalensi stunting pada tahun
2025 menurun sebanyak 40% disemua negara yang mempunyai masalah stunting termasuk
Indonesia. Indonesia masuk lima besar negara di dunia dengan prevalensi stunting tertinggi

3
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
yaitu 36% dengan 8,8% adalah anak balita.3 Prevalensi stunting di Indonesia lebih tinggi dari
negara-negara lain di Asia Tenggara, seperti Myammar (35%), Vietnam (23%), dan Thailand
(16%). Lebih dari sepertiga anak berusia di bawah lima tahun di Indonesia tingginya berada
di bawah rata-rata.4
Tiga dari sepuluh anak balita di Indonesia mengalami stunting atau memiliki tinggi
badan lebih rendah dari standar usianya. Tak hanya bertubuh pendek, efek domino pada anak
balita yang mengalami stunting lebih kompleks. Pemerintah telah menargetkan penurunan
stunting pada baduta dari 32,9 persen di tahun 2013 menjadi 28 persen di tahun 2019.7
Berdasarkan Riskesdas 2018, prevalensi stunting secara nasional adalah sebesar 30,8%,
sudah mengalami penurunan jika dibandingkan tahun 2013 yaitu sebesar 37,2%.2

2.3 Etiologi Stunting


Penyebab stunting mencangkup faktor multi dimensi dan tidak hanya disebabkan oleh
faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita.5 Faktor penyebab stunting
adalah kurangnya asupan gizi kronis dan adanya penyakit infeksi sedangkan penyebab tidak
langsungnya adalah pola asuh, pelayanan kesehatan, ketersedian pangan, faktor budaya,
ekonomi dan masih banyak lagi faktor lainnya.7 Program 1.000 HPK merupakan upaya
preventif yang harus dilakukan dalam menurunkan pervalensi stunting pada anak balita.
Faktor-faktor yang menjadi penyebab stunting secara umum sebagai berikut:5
1. Praktik pengasuhan
Praktik pengasuhan yang kurang baik, termasuk kurangnya pengetahuan ibu
mengenai kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan, serta setelah ibu
melahirkan. Fakta dan informasi yang ada menunjukkan bahwa 60% dari anak
usia 0-6 bulan tidak mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) secara ekslusif, dan 2 dari 3
anak usia 6-24 bulan tidak menerima Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-
ASI). Konsumsi MP-ASI diberikan/mulai diperkenalkan ketika anak balita berusia
diatas 6 bulan. Selain berfungsi untuk mengenalkan jenis makanan baru pada bayi,
MP-ASI juga dapat mencukupi kebutuhan nutrisi tubuh bayi yang tidak lagi dapat
disokong oleh ASI, serta membentuk daya tahan tubuh dan perkembangan sistem
imunologis anak terhadap makanan maupun minuman.
2. Pelayanan kesehatan terbatas
Pelayanan kesehatan termasuk layanan ANC-Ante Natal Care (pelayanan
kesehatan untuk ibu selama masa kehamilan), Post Natal Care dan pembelajaran
dini yang berkualitas masih terbatas. Informasi yang dikumpulkan dari publikasi

4
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Kemenkes dan Bank Dunia menyatakan bahwa tingkat kehadiran anak di
Posyandu semakin menurun dari 79% di tahun 2007 menjadi 64% di tahun 2013
dan anak belum mendapat akses yang memadai ke layanan imunisasi. Selain itu, 2
dari 3 ibu hamil belum mengkonsumsi sumplemen zat besi yang memadai serta
masih terbatasnya akses ke layanan pembelajaran dini yang berkualitas (baru satu
dari tiga anak usia 3-6 tahun belum terdaftar di layanan Pendidikan Anak Usia
Dini (PAUD).
3. Akses rumah tangga/keluarga ke makanan bergizi.
Akses rumah tangga/keluarga ke makanan bergizi masih rendah dikarenakan
makanan bergizi di Indonesia masih tergolong mahal. Rendahnya makanan bergizi
di Indonesia berdampak pada baru satu dari tiga ibu hamil yang mengalami
anemia.
4. Akses air bersih dan sanitasi.
Pada data yang diperoleh di lapangan menunjukkan baru satu dari lima rumah
tangga di Indonesia masih buang air besar (BAB) diruang terbuka, serta baru satu
dari tiga rumah tangga belum memiliki akses ke air minum bersih.
Bedasarkan penyebab diatas, diperlukan rencana intervensi yang komprehensif untuk
dapat mengurangi pervalensi stunting di Indonesia.

2.4 Klasifikasi dan Diagnosis Stunting4,8


Penilaian status gizi anak balita yang paling sering dilakukan adalah dengan cara
penilaian antropometri. Secara umum antropometri berhubungan dengan berbagai macam
pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.
Antropometri digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi.
Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan adalah berat badan menurut umur
(BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) yang
dinyatakan dengan standar deviasi unit z (Z- score).
Stunting dapat diketahui bila seorang anak balita sudah ditimbang berat badannya dan
diukur panjang atau tinggi badannya, lalu dibandingkan dengan standar, dan hasilnya berada
dibawah normal. Jadi secara fisik anak balita akan lebih pendek dibandingkan anak balita
seumurnya. Penghitungan ini menggunakan standar Z score dari WHO. Normal, pendek dan
sangat pendek adalah status gizi yang didasarkan pada indeks Panjang Badan menurut Umur
(PB/U) atau TB/U yang merupakan padanan istilah stunted dan severely stunted. Berikut
klasifikasi status gizi stunting berdasarkan indikator TB/U.

5
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
1. Sangat pendek : Zscore < -3,0
2. Pendek : Zscore < -2,0 s.d. Zscore ≥ -3,0
3. Normal : Zscore ≥ -2,0
Dan di bawah ini merupakan klasifikasi status gizi stunting berdasarkan indikator
TB/U dan BB/TB
1. Pendek-kurus : -Zscore TB/U < -2,0 dan Zscore BB/TB < -2,0
2. Pendek-normal : Z-score TB/U < -2,0 dan Zscore BB/TB antara - 2,0 s/d 2,0
3. Pendek-gemuk : Z-score ≥ -2,0 s/d Zscore ≤ 2,0

2.5 Upaya Pencegahan Stunting


Pada tahun 2010, gerakan global yang dikenal dengan Scaling-Up Nutrition (SUN)
diluncurkan dengan prinsip dasar bahwa semua penduduk berhak untuk memperoleh akses ke
makanan yang cukup dan bergizi. Pada 2012, Pemerintah Indonesia bergabung dalam
gerakan tersebut melalui perancangan dua kerangka besar Intervensi Stunting. Kerangka
tersebut kemudian diterjemahkan menjadi berbagai macam program yang dilakukan oleh
Kementerian dan Lembaga (K/L) terkait. Kerangka Intervensi Stunting yang telah dilakukan
oleh Pemerintah Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu:5
1. Intervensi Gizi Spesifik
Intervensi gizi spesifik ditujukan kepada anak dalam 1.000 HPK yang
berkontribusi pada 30% penurunan stunting. Kegiatan ini dilakukan oleh
Kemenkes melalui Puskesmas dan Posyandu. Intervensi ini bersifat jangka pendek
yang hasilnya dapat dicatat dalam waktu relatif pendek. Kegiatan yang idealnya
dilakukan untuk melaksanakan intervensi gizi spesifik dapat dibagi menjadi
beberapa intervensi utama yang dimulai dari masa kehamilan ibu, melahirkan
hingga anak usia anak batita.
a. Intervensi Gizi Spesifik dengan sasaran Ibu Hamil
Intervensi ini meliputi kegiatan memberikan makanan tambahan (PMT) pada
ibu hamil untuk mengatasi kekurangan energi dan protein kronis, mengatasi
kekurangan zat besi dan asam folat, mengatasi kekurangan iodium,
menanggulangi kecacingan pada ibu hamil serta melindungi ibu hamil dari
Malaria. Program kegiatan yang telah oleh pemerintah baik di tingkat nasional
maupun di tingkat lokal yaitu pemberian suplementasi besi folat minimal 90
tablet, memberikan dukungan kepada ibu hamil untuk melakukan pemeriksaan
kehamilan minimal 4 kali, memberikan imunisasi Tetanus Toksoid (TT),

6
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
pemberian makanan tambahan pada ibu hamil, melakukan upaya untuk
penanggulangan cacingan pada ibu hamil, dan memberikan kelambu serta
pengobatan bagi ibu hamil yang positif malaria.
b. Intervensi Gizi Spesifik dengan sasaran Ibu Menyusui dan Anak Usia 0-6
Bulan.
Intervensi ini dilakukan melalui beberapa kegiatan yang mendorong inisiasi
menyusui dini (IMD) terutama melalui pemberian ASI jolong/colostrum serta
mendorong pemberian ASI Eksklusif. Kegiatan terkait termasuk memberikan
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, IMD, promosi menyusui ASI
eksklusif (konseling individu dan kelompok), imunisasi dasar, pantau tumbuh
kembang secara rutin setiap bulan, dan penanganan bayi sakit secara tepat.
c. Intervensi Gizi Spesifik dengan sasaran Ibu Menyusui dan Anak Usia 7-23
bulan.
Intervensi ini meliputi kegiatan untuk mendorong penerusan pemberian ASI
hingga anak/bayi berusia 23 bulan. Kemudian, setelah bayi berusia diatas 6
bulan didampingi oleh pemberian MP-ASI, menyediakan obat cacing,
menyediakan suplementasi zink, melakukan fortifikasi zat besi ke dalam
makanan, memberikan perlindungan terhadap malaria, memberikan imunisasi
lengkap, serta melakukan pencegahan dan pengobatan diare. Program lain
yang dilakukan adalah PMT pada Anak balita Gizi Kurang oleh Kemenkes
melalui Puskesmas dan Posyandu. Program terkait meliputi pembinaan
Posyandu dan penyuluhan serta penyediaan makanan pendukung gizi untuk
anak balita kurang gizi usia 6-59 bulan berbasis pangan lokal (misalnya
melalui Hari Makan Anak/HMA). Anggaran program berasal dari Bantuan
Operasional Kesehatan (BOK) – Dana Alokasi Khusus (DAK) Non Fisik
sebesar Rp. 200.000.000 per tahun per Puskesmas di daerahnya masing
masing.
2. Intervensi Gizi Sensitif.
Intervensi gizi sensitif idealnya dilakukan melalui berbagai kegiatan
pembangunan diluar sektor kesehatan dan berkontribusi pada 70% penurunan
stunting. Sasaran yang dicapai adalah masyarakat secara umum dan tidak khusus
ibu hamil dan anak balita pada 1.000 HPK. Kegiatan yang dilaksanakan melalui
beberapa kegiatan yang umumnya makro dan dilakukan secara lintas Kementerian

7
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
dan Lembaga. Ada 12 kegiatan yang dapat berkontribusi pada penurunan stunting
melalui intervensi gizi sensitif sebagai berikut:
a. Menyediakan dan memastikan akses terhadap air bersih.
Program Penyediaan Air Bersih dan Sanitasi berbasis Masyarakat
(PAMSIMAS) yang dilakukan lintas K/L termasuk Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional/Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional
(Bappenas/Kementerian PPN), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat (KemenPUPERA), Kemenkes dan Kementerian Dalam Negeri
(Kemendagri). Selain pemerintah pusat, PAMSIMAS juga dilakukan dengan
kontribusi dari pemerintah daerah serta masyakart melalui pelaksanaan
beberapa jenis kegiatan seperti:
1) Meningkatkan praktik hidup bersih dan sehat di masyarakat
2) Meningkatkan jumlah masyarakat yang memiliki akses air minum dan
sanitasi yang berkelanjutan
3) Meningkatkan kapasitas masyarakat dan kelembagaan lokal (pemerintah
daerah maupun masyarakat) dalam penyelenggaraan layanan air minum
dan sanitasi berbasis masyarakat
4) Meningkatkan efektifitas dan kesinambungan jangka panjang
pembangunan sarana dan prasarana air minum dan sanitasi berbasis
masyarakat.
b. Menyediakan dan memastikan akses terhadap sanitasi.
Kebijakan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) yang pelaksanaanya
dilakukan oleh Kemenkes bersama dengan KemenPUPERA. Kegiatan ini
meliputi gerakan peningkatan gizi/Scaling Up Nutrition Movement yang
hingga 2015 telah menjangkau 26.417 desa/kelurahan.
c. Melakukan fortifikasi bahan pangan.
Program Fortifikasi Bahan Pangan (Garam, Terigu, dan Minyak Goreng),
umumnya dilakukan oleh Kementerian Pertanian.
d. Menyediakan akses kepada layanan kesehatan dan Keluarga Berencana (KB).
Akses layanan kesehatan dan KB dilakukan melalui dua program:
1) Program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga
(KKBPK) oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN) bekerjasama dengan Pemerintah Daerah (Kabupaten/Kota).
Kegiatan yang dilakukan meliputi:

8
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
a) Penguatan advokasi dan KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi)
terkait Program KKBPK
b) Peningkatan akses dan kualitas pelayanan KB yang merata
c) Peningkatan pemahaman dan kesadaran remaja mengenai kesehatan
reproduksi dan penyiapan kehidupan berkeluarga
d) Penguatan landasan hukum dalam rangka optimalisasi pelaksanaan
pembangunan bidang Kependudukan dan Keluarga Berencana (KKB)
e) Penguatan data dan informasi kependudukan, KB dan KS
2) Program Layanan KB dan Kesehatan Seksual serta Reproduksi (Kespro)
oleh LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) Perkumpulan Keluarga
Berencana Indonesia (PKBI). Kegiatan yang dilakukan meliputi:
a) Menyediakan pelayanan kesehatan seksual dan reproduksi yang
terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, termasuk difabel
(seseorang dengan kemampuan berbeda) dan kelompok marjinal
termasuk remaja
b) Menyediakan pelayanan penanganan kehamilan tak diinginkan yang
komprehensif yang terjangkau.
c) Mengembangkan standar pelayanan yang berkualitas di semua strata
pelayanan, termasuk mekanisme rujukan pelayanan kesehatan seksual
dan reproduksi
d) Melakukan studi untuk mengembangkan pelayanan yang berorientasi
pada kepuasan klien, pengembangan kapasitas dan kualitas provider.
e) Mengembangkan program penanganan kesehatan seksual dan
reproduksi pada situasi bencana, konflik dan situasi darurat lainnya.
f) Mengembangkan model pelayanan KB dan Kesehatan Produksi
(Kespro) melalui pendekatan pengembangan masyarakat.
e. Menyediakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Kementerian Kesehatan telah melakukan Program JKN - Penerima Bantuan
Iuran (PBI) berupa pemberian layanan kesehatan kepada keluarga miskin dan
saat ini telah menjangkau sekitar 96 juta individu dari keluarga miskin dan
rentan.
f. Menyediakan Jaminan Persalinan Universal (Jampersal).

9
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Program yang dilaksanakan oleh Kemenkes dengan memberikan layanan
kesehatan kepada ibu hamil dari keluarga/rumah tangga miskin yang belum
mendapatkan JKN-PBI.
g. Memberikan pendidikan pengasuhan pada orang tua.
h. Memberikan PAUD Universal.
Program ini dilakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud) melalui Program PAUD. Beberapa kegiatan yang dilakukan
berupa:
1) Perluasan dan peningkatan mutu satuan PAUD.
2) Peningkatan jumlah dan mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK)
PAUD.
3) Penguatan orang tua dan masyarakat.
4) Penguatan dan pemberdayaan mitra (pemangku kepentingan,
stakeholders).
i. Memberikan pendidikan gizi masyarakat.
Program Perbaikan Gizi Masyarakat yang dilaksanakan oleh Kemenkes
melalui Puskesmas dan Posyandu. Kegiatan yang dilakukan berupa:
1) Peningkatan pendidikan gizi.
2) Penanggulangan Kurang Energi Protein.
3) Menurunkan prevalansi anemia, mengatasi kekurangan zinc dan zat besi,
mengatasi Ganguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) serta
kekurangan Vitamin A
4) Perbaikan keadaan zat gizi lebih.
5) Peningkatan Survailans Gizi.
6) Pemberdayaan Usaha Perbaikan Gizi Keluarga/Masyarakat.
j. Memberikan edukasi kesehatan seksual dan reproduksi, serta gizi pada remaja.
Pelayanan Kesehatan Reproduksi Remaja yang dilaksanakan oleh Kemenkes
melalui Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) termasuk pemberian
layanan konseling dan peningkatan kemampuan remaja dalam menerapkan
Pendidikan dan Keterampilan Hidup Sehat (PKHS).
k. Menyediakan bantuan dan jaminan sosial bagi keluarga miskin.
Kegiatan yang dilakukan misalnya melalui Program Subsidi Beras Masyarakat
Berpenghasilan Rendah (Raskin/Rastra) dan Program Keluarga Harapan
(PKH) yang dilaksanakan oleh Kementerian Sosial (Kemensos). Kegiatannya

10
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
berupa pemberian subsidi untuk mengakses pangan (beras dan telur) dan
pemberian bantuan tunai bersyarat kepada ibu hamil, menyusui dan anak
balita.
l. Meningkatkan ketahanan pangan dan gizi
Pogram ketahanan pangan dan gizi yang dilaksanakan lintas K/L yaitu
Kementerian Pertanian, Kementerian Koperasi, Kemendagri. Kegiatan yang
dilakukan berupa:
1) Menjamin akses pangan yang memenuhi kebutuhan gizi terutama ibu
hamil, ibu menyusui, dan anak-anak.
2) Menjamin pemanfaatan optimal pangan yang tersedia bagi semua
golongan penduduk.
3) Memberi perhatian pada petani kecil, nelayan, dan kesetaraan gender.
4) Pemberdayaan Ekonomi Mikro bagi Keluarga dengan Bumil KEK
(Kurang Energi Protein).
5) Peningkatan Layanan KB.
Intervensi Stunting memerlukan konvergensi program/intervensi dan upaya sinergis
dari kementerian/lembaga, pemerintah daerah serta dunia usaha/masyarakat.

2.6 Kebijakan dan Program Pemerintah terkait Intrevensi Stunting


Pemerintah Indonesia membuat kebijakan serta regulasi yang diharapkan dapat
berkontribusi dalam penurunan stunting, meliputi:5
1. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005–2025.
Pemerintah melalui program pembangunan nasional Akses Universal Air Minum
dan Sanitasi Tahun 2019, menetapkan bahwa tahun 2019, Indonesia dapat
menyediakan layanan air minum dan sanitasi yang layak bagi 100% rakyat
Indonesia.
2. Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2015-2019.
Target penurunan prevalensi stunting menjadi 28% pada 2019.
3. Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi 2011-2015, Bappenas, 2011.
4. Undang-Undang (UU) No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
5. Peraturan Pemerintah (PP) No.33 tahun 2012 tentang Air Susu Ibu Eksklusif.
6. Peraturan Presiden (Perpres) No. 42 tahun 2013 tentang Gerakan Nasional
Percepatan Perbaikan Gizi.

11
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
7. Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) No. 450/Menkes/SK/IV/2004 tentang
Pemberian ASI Eksklusif pada bayi di Indonesia.
8. Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No.15 tahun 2013 tentang Tata Cara
Penyediaan Fasilitas Khusus Menyusui dan/atau Memerah Air Susu Ibu.
9. Permenkes No.3 tahun 2014 tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM).
10. Permenkes No.23 tahun 2014 tentang Upaya Perbaikan Gizi.
11. Kerangka Kebijakan Gerakan Nasional Percepatan Gizi Dalam Rangka Gerakan
1.000 HPK, 2013.
12. Gerakan 1000 HPK, 2013.
Efektifitas suatu kebijakan serta program intervensi stunting bisa belum berjalan
dengan baik. Hal tersebut bisa saja disebabkan oleh:5
1. Kebijakan dan regulasi terkait intervensi stunting belum secara maksimal
dijadikan landasan bersama untuk menangani stunting, contohnya belum
maksimalnya fungsi alokasi anggaran kesehatan.
2. Kementerian/Lembaga melaksanakan program masing-masing tanpa koordinasi
yang cukup.
3. Program-program intervensi stunting yang telah direncanakan belum seluruhnya
dilaksanakan.
4. Program/intervensi yang ada (baik yang bersifat spesifik gizi maupun sensitif gizi)
masih perlu ditingkatkan rancangannya, cakupannya, kualitasnya dan sasarannya.
5. Program yang secara efektif mendorong peningkatan pengetahuan gizi yang baik
dan perubahan perilaku hidup sehat masyarakat belum banyak dilakukan.
6. Program-program berbasis komunitas yang efektif di masa lalu tidak lagi
dijalankan secara maksimal seperti sebelumnya misalnya akses ke Posyandu,
PLKB, kader PKK, Dasawisma, dan lainnya
7. Pengetahuan dan kapasitas pemerintah baik pusat maupun daerah dalam
menangani stunting perlu ditingkatkan.

Pada 2017 dilakukan rapat terbatas tentang Intervensi Stunting yang dipimpin oleh
Wakil Presiden Republik Indonesia, Jusuf Kalla, selaku Ketua Tim Nasional Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) mengundang jajaran menteri dan kepala lembaga
yang memiliki dan melaksanakan kebijakan dan program sebagai upaya untuk menangani
stunting dengan diusulkannya beberapa rekomendasi rencana aksi untuk menangani masalah
stunting.5

12
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Rekomendasi rencana aksi intervensi stunting tersebut diusulkan menjadi 5 pilar
utama dengan penjelasan sebagai berikut:

Gambar 2.1 Lima Pilar Penanganan Stunting5


Keterangan :5
Pilar 1: Komitmen dan Visi Pimpinan Tertinggi Negara.
Pada pilar ini, dibutuhkan Komitmen dari Presiden/Wakil Presiden untuk
mengarahkan K/L terkait Intervensi Stunting baik di pusat maupun daerah. Selain itu,
diperlukan juga adanya penetapan strategi dan kebijakan, serta target nasional maupun
daerah (baik provinsi maupun kab/kota) dan memanfaatkan Sekretariat Sustainable
Development Goals/SDGs dan Sekretariat TNP2K sebagai lembaga koordinasi dan
pengendalian program program terkait Intervensi Stunting.
Pilar 2: Kampanye Nasional berfokus pada Peningkatan Pemahaman,
Perubahan Perilaku, Komitmen Politik dan Akuntabilitas.
Pada pilar ini, berdasarkan pengalaman dan bukti internasional terkait program-
program yang dapat secara efektif mengurangi pervalensi stunting, salah satu strategi
utama yang perlu segera dilaksanakan adalah melalui kampanye secara nasional baik
melalui media masa, maupun melalui komunikasi kepada keluarga serta advokasi
secara berkelanjutan.
Pilar 3: Konvergensi, Koordinasi, dan Konsolidasi Program Nasional, Daerah,
dan Masyarakat.
Pilar ini bertujuan untuk memperkuat konvergensi, koordinasi, dan konsolidasi, serta
memperluas cakupan program yang dilakukan oleh K/L terkait. Di samping itu,
dibutuhkan perbaikan kualitas dari layanan program yang ada (Puskesmas, Posyandu,
PAUD, BPSPAM, PKH dll) terutama dalam memberikan dukungan kepada ibu hamil,
ibu menyusui dan anak balita pada 1.000 HPK serta pemberian insentif dari kinerja
program Intervensi Stunting di wilayah sasaran yang berhasil menurunkan angka
stunting di wilayahnya. Terakhir, pilar ini juga dapatmdilakukan dengan

13
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
memaksimalkan pemanfaatan Dana Alokasi Khusus dan Dana Desa untuk
mengarahkan pengeluaran tingkat daerah ke intervensi prioritas intervensi stunting.
Pilar 4: Mendorong Kebijakan “Food Nutritional Security”.
Pilar ini berfokus pada:
1. Mendorong kebijakan yang memastikan akses pangan bergizi, khususnya di
daerah dengan kasus stunting tinggi
2. Melaksanakan rencana fortifikasi bio-energi, makanan dan pupuk yang
komprehensif
3. Pengurangan kontaminasi pangan
4. Melaksanakan program pemberian makanan tambahan
5. Mengupayakan investasi melalui Kemitraan dengan dunia usaha, dana desa, dan
lain-lain dalam infrastruktur pasar pangan baik ditingkat urban maupun rural.
Pilar 5: Pemantauan dan Evaluasi.
Pilar yang terakhir ini mencakup pemantauan exposure terhadap kampanye nasional,
pemahaman serta perubahan perilaku sebagai hasil kampanye nasional stunting,
pemantauan dan evaluasi secara berkala untuk memastikan pemberian dan
kualitasdari layanan program intervensi stunting, pengukuran dan publikasi secara
berkala hasil intervensi stunting dan perkembangan anak setiap tahun untuk
akuntabilitas, penganggaran dan perencanaan berbasis hasil program pusat dan
daerah, dan pengendalian program-program intervensi stunting.
Puskesmas merupakan fasilitas kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan
tingkat pertama, promotif dan preventif kepada masyarakat di wilayah kerjanya. Idealnya
puskesmas memiliki sedikitnya satu bidan yang salah satu tugasnya memberikan pelayanan
pemeriksaan berkala kepada ibu hamil, ibu menyusui, dan anak balita. Posyandu juga
berperan dalam memberikan pelayanan kesehatan bagi ibu, bayi, dan anak balita di tingkat
kelurahan/desa. Beberapa kegiatannya termasuk memberikan imunisasi kepada anak balita,
pengukuran tinggi badan, dan penimbangan berat badan secara berkala.5
Fasilitas kesehatan tingkat pertama dan tenaga kesehatan yang memadai untuk dapat
secara efektif berkontribusi pada penurunan stunting. Idealnya, proporsi kecamatan dengan
dokter cukup adalah 1 dokter per 2.500 penduduk . Secara umum di 100 Kabupaten/Kota
untuk wilayah intervensi penanganan stunting, rasio jumlah penduduk untuk setiap dokter
belum memenuhi rasio ideal 1: 2.500, sebagai contoh di Kabupaten Manggarai Timur,
dimana satu dokter melayani 38.345 penduduk. Terkait perbandingan jumlah bidan dan
jumlah desa dalam satu kabupaten/kota dikatakan baik jika minimal ada 3 bidan di setiap

14
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
desa. Proporsi desa dengan bidan dikatakan cukup jika 1 bidan tersedia untuk 1.000
penduduk. 5
Kondisi rumah tangga pada kelompok 40% kesejahteraan terbawah khususnya yang
mempengaruhi stunting. Informasi mengenai kondisi rumah tangga pada kelompok 40%
kesejahteraan terbawah khususnya yang berada di 100 kabupaten/kota prioritas intervensi
stunting diperoleh dari Basis Data Terpadu (BDT). Informasi terkait stunting dari kelompok
rumah tangga tersebut mencakup akses pada yang tidak mempunyai akses terhadap sumber
air minum, fasilitas tempat buang air besar, dan tempat pembuangan akhir tinja.5

15
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
BAB 3
ANALISIS SITUASI

3.1 Kondisi Geografis11


Puskesmas Andalas terletak di Kelurahan Andalas dengan wilayah kerja
meliputi 10 Kelurahan dengan luas 16,06 Km2 , terletak 00 58’ 4” LS/LU dan
100021’ 11” BT, dengan batas-batas sebagai berikut:
Sebelah Utara : Kecamatan Padang Utara,
KuranjiSebelah Selatan : Kecamatan Padang Selatan
Sebelah Barat : Kecamatan Padang Barat
Sebelah Timur : Kecamatan Lubuk Begalung, Pauh
Sepuluh kelurahan yang menjadi wilayah kerja Puskesmas Andalas
adalahsebagai berikut:

1. Kelurahan Sawahan
2. Kelurahan Jati Baru
3. Kelurahan Jati
4. Kelurahan Sawahan Timur
5. Kelurahan Kb.Marapalam
6. Kelurahan Andalas
7. Kelurahan Kubu Dalam Parak Karakah
8. Kelurahan Parak Gadang Timur
9. Kelurahan Simpang Haru
10. Kelurahan Ganting Parak Gadang

Gambar 3. 1 Peta Lokasi Kelurahan Padang Timur

16
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
3.2 Kondisi Demografis Dan Sasaran Puskesmas
Penduduk di wilayah kerja Puskesmas Andalas berdasarkan Pusat data
dan Informasi Kementerian Kesehatan Indonesia tahun 2021 berjumlah 90.091
jiwa, terdiri dari penduduk asli dan pendatang. Sejumlah 31.550 orang di antara
tercatat sebagai Keluarga Miskin (Gakin) dan telah mendapatkan penjaminan
pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dalam bentuk Jamkesmas dan
Jamkesda.
Tabel 1 menggambarkan distribusi jumlah penduduk tahun 2021 di
wilayah kerja Puskesmas Andalas berdasarkan kelompok sasaran
memperlihatkan distribusi kepesertaan BPJS dari bulan Januari sampai bulan
Desember Tahun 2021.

Tabel 3. 1 Data distribusi penduduk berdasarkan umur di wilayah


kerjaPuskesmas Andalas 202111

JML PENDUDUK ANAK USIA


BULIN/ BALIT
NO KELURAHAN BUMIL BAYI BALIT PRODU WUS LANSIA
BUFAS A
A KTIF
LK P TOTAL

1SAWAHAN 2982 2985 5967 105 100 267 376 566 4290 1794 425
2JATI BARU 3747 3785 7499 132 126 335 472 712 5392 2255 534

3JATI 5504 5510 11014 194 185 492 693 1045 7919 3312 784
SAWAHAN
4TIMUR 2531 2535 5066 89 85 226 318 481 3642 1523 360
5SP.HARU 2622 2625 5247 92 88 234 330 498 3773 1578 373
KB.MARAPAL
6AM 3382 3387 6769 119 114 303 425 642 4867 2036 482

7ANDALAS 5814 5820 11634 205 196 520 731 1104 8365 3499 828
KB.DL.PARKE
8R 7575 7584 15159 267 255 678 953 1439 10899 4559 1079

9PR.GD.TIMUR 4868 4874 9742 172 164 435 613 925 7004 2930 693
GT.PR.GADAN
10G 5993 6001 11994 211 202 536 754 1138 8624 3607 853

TOTAL 45.019 45.072 90.091 1.585 1.513 4.028 5.665 8.550 64.774 27.092 6.411

Sumber : Pusdatin 2021

Tabel 3.1 Menjelaskan sasaran penduduk di Kecamatan Padang Timur wilayah kerja Puskesmas
Andalas pada tahun 2021 (90.091 jiwa). Jumlah pendudukterbanyak berada di Kelurahan Kubu
Dalam Parak Kerakah (15.159 jiwa).

17
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Tabel 3. 2 Kepesertaan jaminan kesehatan nasional puskesmas andalas tahun 202111
Pekerja
Askes
Pekerja Bukan
Sosial
Penerim Penerima Bukan
No Bulan Kapitasi (PNS, Jamkesmas Jamkesda
Upah Upah Pekerja
TNI
(PPU) (PBPU),
Polri)
Mandiri
1 Januari 31,211 5,092 2,168 1,425 8,68517,574 4,952
2 Februari 31,386 5,129 2,062 1,419 8,61017,938 4,838
3 Maret 31,403 5,214 2,020 1,414 8,64817,010 4,845
4 April 31,605 5,315 2,120 1,416 8,85117,918 4,836
5 Mei 31,521 5,340 2,040 1,428 8,80817,892 4,821
6 Juni 31,640 5,377 2,137 1,429 8,94317,881 4,816
7 Juli 31,808 5,427 2,267 1,424 9,11817,872 4,818
8 Agustus 31,665 5,467 2,128 1,422 9,01717,841 4,807
9 September 31,731 5,499 2,171 1,422 9,09217,827 4,812
10 Oktober 30,525 5,508 2,143 1,419 9,07016,648 4,807
11 November 30,428 5,530 2,244 1,318 9,09216,600 4,736
12 Desember 30,443 5,568 2,204 1,334 9,10616,684 4,653
Sumber : BPJS Tahun 2021

Dari tabel 3.2 Kapitasi Puskesmas Andalas pada kondisi Desember


tahun 2021 adalah 30.443 jiwa, kepesertaan terbanyak adalah peserta
Jamkesmas (16.684) diikuti oleh dari Askes Sosial ( dari TNI, Polri dan PNS)
sebesar 9.106
3.3 Kondisi Sosial Budaya Dan Ekonomi
Penduduk di wilayah kerja Puskesmas Andalas sebagian besar beragama
Islam. Warga non muslim, umumnya adalah kaum pendatang dari luar propinsi.
Di tengah perbedaan suku, agama dan budaya, aktifitas sosial dan peribadatan
penduduk berjalan dengan baik.
Mata pencaharian penduduk di Kecamatan Padang Timur beraneka
ragam, mulai dari pedagang, wiraswasta, pegawai swasta, pegawai negeri,
ABRI, bertani, buruh dan lain-lain. Pekerjaan sebagai buruh umumnya adalah
buruh pabrik dan industri rumah tangga yang terdapat di beberapa kelurahan.
Aktifitas perekonomian dalam lingkungan menengah ke bawah, juga berjalan
sangat dinamis.

3.4 Struktur Organisasi, Tugas Dan Fungsi


Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
43Tahun 2021 organisasi Puskesmas terdiri dari :

1. Kepala Puskemas

2. Kepala Tata usaha

18
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
3. Penanggung Jawab yang terdiri dari :

a. Penanggung Jawab UKM dan keperawatan kesehatan nasional.

b. Pennaggung jawab UKP, kefarmasiaan dan laboratorium.

c. Penanggung jawab jaringan pelayanan puskesmas,dan


jejaringpuskesmas.

d. Penanggung jawab bangunan, prasarana, dan peralatan puskesmas.

e. Penanggung Jawab Mutu


Kepala Puskesmas merupakan penanggung jawab atas seluruh
penyelenggaraan kegiatan di Puskesmas, pembinaan kepegawaian di satuan
kerjanya, pengelola keuangan, dan pengelolaan bangunan, prasarana dan
peralatan. Dalam melaksanakan tugas, Kepala Puskesmas menetapkan prinsip
koordinasi, integrasi dan sinkronisasi dalam lingkungan Puskesmas maupun
dengan satuan organisasi di luar lingkungan Puskesmas.
Kepala Tata Usaha memiliki tugas dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan
administrasi perkantoran puskesmas. Penanggung jawab membawahi pelayanan.

19
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Anda mungkin juga menyukai