Anda di halaman 1dari 52

MAKALAH

KEPERAWATAN KRITIS 2
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA
DECOMPENSASI CORDIS

Oleh :
Umul Hikmatin Arifa
20181660110

Dosen Pembimbing :
Nugroho Ari S.Kep., Ns., M.Kep

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
2021

2
KATA PENGANTAR

Puji syujur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karuniaNya kami
dapat menyelesaikan tugas makalah Keperawatan Kritis II dengan baik dan lancar. Dalam
rangka melengkapi tugas mata kuliah Keperawatan Kritis II. Penulisan Makalah ini bertujuan
untuk memenuhi salah satu tugas kelompok yang diberikan oleh dosen pembimbing mata
kuliah yaitu Bapak Nugroho Ari S.Kep., Ns., M.Kep
Makalah Keperawatan Kritis II ini disajikan dalam konsep dan bahasa yang sederhana
sehingga dapat membantu pembaca dalam memahami makalah ini. Dengan makalah ini
diharapkan pembaca dapat memahami Asuhan Keperawatan Kritis II Pada Pasien Dengan
Diagnosa Decompensasi Cordis dengan benar.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu baik
berupa ide-ide maupun yang terlibat langsung dalam pembuatan makalah ini.Kami juga
berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi semua untuk dijadikan penunjang dalam mata
kuliah Keperawatan Kritis II.
Demikianlah yang dapat kami sampaikan, apabila ada kesalahan atau kekurangan
kami mohon maaf. Kritik dan saran sangat terbuka supaya laporan ini dapat diperbaiki dan
menjadi lebih baik lagi untuk berikutnya.

Surabaya, 28 Oktober 2021

Kelompok 4

3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I 5
PENDAHULUAN 5
1.1 Latar Belakang 5
1.2 Rumusan Masalah 7
1.3 Tujuan 7
1.4 Manfaat 7
BAB II 8
TINJAUAN TEORI 8
2.1 Definisi 8
2.2 Patofisiologi 8
2.3 Klasifikasi 9
2.4 Etiologi 9
2.5 Manifestasi Klinis 10
2.6 Penatalaksanaan 10
2.7 Pemeriksaan Diagnostik 12
2.8 WOC 13
BAB III 14
ASUHAN KEPERAWATAN 14
3.1 Pengkajian 14
3.2 Analisa Data 18
3.3 Diagnosa Keperawatan 20
3.4 Intervensi 21
BAB IV 25
LITERATUR REVIEW 25
4.1 Rancangan 25
4.2 Strategi Pencarian 25
4.3 Kriteria Inklusi 25
4.4 Ekstasi Data 25
4.5 Sistesis Tematik 26
4.6 Tabel Matriks 27
BAB V 45
PENUTUP 45

4
5.1 Kesimpulan 45
5.2 Saran 45
DAFTAR PUSTAKA 46

5
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Decompensasi cordis atau yang biasa disebut gagal jantung merupakan
satu-satunya penyakit kardiovaskuler yang menempati urutan tertinggi penyebab
kematian di rumah sakit. Penderita penyakit gagal jantung sudah tidak dialami oleh
orang usia 50 tahun tahun keatas atau lansia, sekarang usia kisaran 30 tahun juga
banyak yang terkena gagal jantung (Kasron, 2016). Gagal jantung didefinisikan sebagai
ketidakmampuan jantung untuk mensuplai jaringan perifer dengan jumlah darah dan
oksigen yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan metaboliknya (Tanai & Stefen,
2016).
Gagal jantung dimanifestasikan dengan ciri pasien yang sesak napas dan
kadang disertai dengan nyeri dada. Menurut Muttaqin (2009) pola napas yang tidak
efektif pada pasien gagal jantung disebabkan karena pasien mengalami peningkatan
kongesti pulmonalis, yaitu keadaan dimana terdapat darah secara berlebihan atau
peningkatan jumlah darah di dalam pembuluh darah pada daerah paru kemudian yang
diikuti dengan peningkatan tekanan hidrostatis, kemudian akan terjdi perembesan cairan
ke alveoli dan akan terjadi kerusakan pertukaran gas.
Menurut World Health Organization (WHO, 2016) sebanyak 17,5 juta orang
meninggal akibat gangguan kardiovaskular. Lebih dari 75% penderita kardiovaskular
berada di negara-negara yang berpenghasilan rendah hingga menengah, dan 80%
disebabkan karena serangan jantung dan stroke. Data dari Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) Kementrian Kesehatan Indonesia pada tahun 2018, prevalensi penyakit
gagal jantung di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter diperkirakan sebesar 1,5% atau
diperkirakan sekitar 29.550 orang. Paling banyak terdapat di provinsi kaltara yaitu
29.340 orang atau sekitar 2,2% sedangkan yang paling sedikit penderitanya adalah pada
provinsi Maluku Utara yaitu sebanyak 144 orang atau sekitar 0,3%. Estimasi jumlah
penderita penyakit gagal jantung berdasarkan diagnosis atau gejala, terbanyak terdapat
di provinsi Jawa Barat sebanyak 96.487 orang atau sekitar (0,3%) sedangkan yang
paling sedikit adalah 945 orang atau (0,15) yaitu di provinsi kep Bangka Belitung.
Sedangkan untuk provinsi di Jawa Tengah. Berdasarkan diagnosis dokter prevalensi

6
penyakit gagal jantung adalah sekitar 1,5% atau 29.550 orang. Sedangkan menurut
diagnosis atau atau gejala, estimasi jumlah penderita gagal jantung 0,4% atau sekitar
29.880 orang (Riskesdas, 2018)
Menurut Pembaruan Statistik Penyakit Jantung dan Stroke American Heart
Association (AHA) 2017, prevalensi gagal jantung (HF) telah meningkat menjadi 6,5
juta di Amerika ≥ 20 tahun.1 Pada tahun 2030, kejadian HF diproyeksikan meningkat
sebesar 46%, mempengaruhi lebih dari 8 juta orang. Gagal jantung mempengaruhi
kedua jenis kelamin secara setara dan merupakan penyebab utama morbiditas dan
mortalitas. Angka kejadian gagal jantung pada pria kira-kira dua kali lipat dengan setiap
peningkatan 10 tahun pada usia 65-85 tahun; namun, tingkat kejadian HF tiga kali lipat
untuk wanita antara usia 65 hingga 74 dan 75 hingga 84 tahun.2 Demikian juga, pada
usia yang lebih muda, prevalensi kumulatif HF lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan
dengan perempuan, tetapi kesetaraan antara kedua jenis kelamin setelah usia 80 tahun.
(Bozkurt & Shaden, 2017)
Pada pasien gagal jantung memerlukan perawatan secara holistik dengan
memasangkan alat ventilasi mekanik untuk mempertahankan ventilasi dan memberikan
suplay oksigen dalam jangka waktu tertentu sebagai terapi definitif pada pasien kritis
yang mengalami gagal nafas dalam penurunan kesadaran. Pada pasien kritis seperti
gagal jantung berada pada risiko terbesar terjadinya dekubitus, karena semua aktivitas
fisik dan mobilitas sangat terbatas biasanya sebagai akibat dari imobilisasi pasien
jangka panjang, yang mengakibatkan penurunan kemampuan secara aktif untuk
merubah posisi sehingga mengalami cedera pada epidermis dan jaringan di bawahnya
(Zarei et al, 2019).
Pada buku Standart Intervensi Keperawatan Indonesia, masalah keperawatan
Gangguan pertukaran gas memiliki beberapa Intervensi dalam perawatannya, yang
salah satunya adalah monitor saturasi oksigen. Saturasi oksigen dapat dimonitor dengan
Pulse Oximetry. Pada artikel penelitiannya, Sahid Dwi Prasetyo, dkk mengatakan
bahwa Pulse Oximetry ini merupakan pengukur nilai saturasi oksigen yang terdiri dari 2
emitter diode cahaya (1 lampu merah dan 1 lampu inframerah) pada satu sisi probe
dengan cara kerja mentransmisikan lampu merah dan cahaya inframerah yang melewati
pembulu darah, biasannya diletakkan pada ujung jari atau daun telinga dengan
photodetektor di sisi lain probe.

7
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana efektifitas dari penggunaan Pulse Oximetry dalam mendeteksi saturasi
oksigen pada pasien Decompensasi Cordis?
1.3 Tujuan
Mengetahui efektifitas dari penggunaan Pulse Oximetry dalam memonitor
saturasi oksigen pada pasien Decompensasi Cordis
1.4 Manfaat
1. Bagi perawat
Dapat digunakan sebagai ajang optimalisasi dari pemberian asuhan keperawatan
pada pasien Decompensasi cordis
2. Bagi institusi pendidikan
Diharapkan mampu digunakan sebagai bahan dalam peningkatan keilmuan.

8
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi
Decompensasi Cordis adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah
ke seluruh tubuh. Resiko Decompensasi Cordis akan meningkat pada orang lanjut usisa
(lansia) karena penurunan fungsi ventrikel akibat penuaan. Decompensasi Cordis ini
dapat menjadi kronik apabila disertai dengan penyakit-penyakit seperti: hipertensi,
penyakit katub jantung, kardiomiopati, dan lain-lain. Decompensasi Cordis juga dapat
menjadi kondisi akut dan berkembang secara tiba-tiba pada miokard infark (Kasron,
2012)
Decompensasi Cordis atau dalam artian lain gagal jantung kronis merupakan
keadaan ketika jantung tidak mampu mempertahankan sirkulasi yang cukup bagi
kebutuhan tubuh meskipun tekanan pengisian vena dalam keadaan normal. Ketika
jantung gagal memompa darah, perfusi ginjal akan turun dan mengakibatkan retensi
natrium. Sehingga terjadi perkembangan edema perifer pada pasien gagal jantung yang
berhubungan dengan kelebihan volume cairan. (Pellicori, Kaur, & Clark, 2015)

2.2 Patofisiologi
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi menurunnya kemampuan
kontraktilitas jantung, sehingga darah yang dipompa pada saat kontriksi menurun dan
menyebabkan penurunan darah keseluruh tubuh. Apabila suplai darah kurang ke ginjal
dan mempengaruhi mekanisme pelepasan renin-angiotensin dan akhirnya terbentuk
angiotensin II mengakibatkan terangsangnya sekresi aldosteron dan menyebabkan
retensi natrium dan air, perubahan tersebut menignkatkan cairan ekstra- intervaskuler
sehingga terjadi ketidakseimbangan volume cairan dan tekanan selanjutnya terjadi
edema. Edema perifer terjadi akibat penimbunan cairan dalam ruang interstial. Proses
ini timbul masalah seperti nokturia dimana berkurangnya vasokontriksi ginjal pada
waktu istirahat dan juga redistribusi cairan dan absorpsi pada waktu berbaring. Gagal
jantung berlanjut dapat menimbulkan asites, dimana asites dapat menimbulkan
gejala-gejala gastrointestinal seperti mual, muntah, anoreksia.
Apabila suplai darah tidak lancar diparu-paru (darah tidak masuk kejantung),

9
menyebabkan penimbunan cairan diparu-paru yang dapat menurunkan pertukaran O2
dan CO2 antara udara dan darah diparu-paru. Sehingga oksigenasi arteri berkurang dan
terjadi peningkatan CO2, yang akan membentuk asam didalam tunuh. Situasi ini akan
memberikan suatu gejala sesak napas (dyspnea), orthopnea (dyspnea saat berbaring)
terjadi apabila aliran darah dari ekstermitas meningkatkan aliran balik vena ke jantung
dan paru-paru.
Apabila terjadi pembesaran vena dihepar mengakibatkan hepatomegali dan
nyeri tekan pada kuadran kanan. Suplai darah yang kurang didaerah otot dan kulit,
menyebabkan kulit menjadi pucat dan dingin serta timbul gejala letih, lemah lesu.

2.3 Klasifikasi
Secara umum klasifikasi gagal jantung adalah sebagai berikut :
a. Gagal jantung kiri
Terjadi karena ventrikel gagal untuk memompa darah secara adekuat sehingga
menyebabkan kongesti pulmonal, hipertensi dan kelainan pada katub aorta/mitral
b. Gagal jantung kanan
Disebabkan peningkatkan tekanan pulmo akibat gagal jantung kiri yang berlansung
cukup lama sehingga cairan yang terbendung akan berakumulasi secara sistemik di
kaki, asites, hepatomegaly, efusi pleura. Dll.
Sedangkan menurut NYHA (New York Heart Association) berdasarkan gejala dan
aktifitas fisik, antara lain:
a. Class I :
Pasien dapat melakukan beraktivitas berat tanpa keluhan.
b. Class II :
Pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari aktivitas sehari-hari tanpa
keluhan.
c. Class III :
Pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa keluhan. 4) Class IV :
pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas apa pun dan harus tirah baring.

10
2.4 Etiologi
Smeltzer and Bare (2002) menyebutkan tentang penyebab gagal jantung sebagai berikut
:
a. Kemampuan kontraktilitas yang menyebabkan kerusakan serabut otot jantung.
b. Penurunan volume sekuncup.
c. Penurunan curah jantung.
d. Aterosklerosis coroner.
e. Hipertensi sistemik atau pulmonal.
f. Peradangan dan penyakit miocardium degeneratif.
g. Penyakit jantung lain.

2.5 Manifestasi Klinis


a. Gagal jantung kiri
1) Dispnea
2) Orthopnea
3) Sianosis
4) Batuk
5) Dahak berdarah
6) Mudah Lelah
7) Peningkatan tekanan pulmonari kapiller
8) Peningkatan tekanan vena perifer
b. Gagal jantung kanan
1) Oedem perifer
2) Peningkatan BB
3) Distensi vena
4) Nocturia
5) Asites
6) Peningkatan tekanan atrium kanan
7) Anorexia
8) Peningkatan tekanan vena perifer

11
2.6 Penatalaksanaan
Ada beberapa penatalaksanaan decompensasi cordis. Tidak ada pengobatan
secara spesifik untuk proses penyembuhan penyakit gagal jantung, akan tetapi secara
umum ada beberapa penatalaksanaan pengobatan untuk gagal jantung adalah sebagai
berikut (Nurarif, 2015)
a. Perawatan
1) Tirah baring/bedrest
Kerja jantung dalam keadaan dekompensasi harus benar-benar dikurangi,
mengingat kebutuhan oksigen yang relatif meningkat.

2) Pemberian oksigen
Pemberian oksigen secara rumat biasanya diperlukan 2 liter/menit dalam
keadaan sianosis sekali dapat lebih tinggi.
3) Diet
Umumnya diberikan makanan lunak dengan rendah (pembatasan) garam.
Jumlah kalori sesuai kebutuhan, pasien dengan gizi kurang diberi makanan
tinggi kalori tinggi protein. Cairan diberikan 80-100 ml/kgBB/hari.
b. Penatalaksanaan medis
1) Digitalisasi
Digitalis akan memperbaiki kerja jantung dengan memperlambat dan
memperkuat kontraksi jantung serta meninggikan curah jantung.
Dosis digitalis :
a) Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5 – 2 mg dalam 4 – 6 dosis selama 24
jam dan dilanjutkan 2 x 0,5 mg selama 2 – 4 hari.
b) Cedilanid IV 1,2 – 1, 6 mg dalam 24 jam.
Dosis penunjang untuk gagal jantung :
a) Digoksin 0,25 mg sehari untuk pasien usia lanjut dan gagal ginjal dosis
disesuaikan.
b) Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg.
2) Diuretik
Diuresis dapat mengurangi beban awal (preload), tekanan pengisian yang
berlebihan dan secara umum untuk mengatasi retensi cairan yang berlebihan.

12
Yang digunakan : furosemid 40 – 80 mg. Pemberian dosis penunjang bergantung
pada respon, rata-rata 20 mg sehari.
3) Vasodilator
Obat vasodilator menurunkan tekanan akhir diastolic ventrikel kiri dan
menghilangkan bendungan paru serta beban kerja jantung jadi berkurang.
Preparat vasodilator yang digunakan :
a) Nitrogliserin 0,4–0,6 mg sublingual atau 0,2–2 mg/kgBB/menit IV
b) Nitroprusid 0,5 – 1 mg/kgBB/menit IV
c. Pengobatan penunjang lainnya bersifat simptomatik
1) Jika terjadi anemia, maka harus ditanggulangi dengan pemberian sulfa ferosus,
atau tranfusi darah jika anemia berat.

2) Jika terdapat infeksi sistemik berikan antibiotik


Untuk penderita gagal jantung anak-anak yang gelisah, dapat di-berikan
penenang; luminal dan morfin dianjurkan terutama pada anak yang gelisah.
(Long, Barbara C, Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan, 2013).
3) Operatif
Pemakaian Alat dan Tindakan Bedah antara lain :
1. Revaskularisasi (perkutan, bedah).
2. Operasi katup mitral.
3. Aneurismektomi.
4. Kardiomioplasti.
5. External cardiac support.
6. Pacu jantung, konvensional, resinkronisasi pacu jantung biventricular.
7. Implantable cardioverter defibrillators (ICD).
8. Heart transplantation, ventricular assist devices, artificial heart.

2.7 Pemeriksaan Diagnostik


Menurut Beck (2011), pemeriksaan diagnostik antara lain:
a. Electrocardiogram (EKG)
b. Foto thorax

13
c. Enchocardiogram
d. Laboratorium

2.8 WOC

14
(Sumber : Nanda, 2015)
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
1. Identitas
Penyakit decompensasi cordis dapat terjadi pada laki-laki maupun perempuan,
namun laki-laki memiliki faktor resiko yang lebih tinggi, biasanya klien berusia
lebih dari 40 tahun
2. Keadaan Umum
Pada pemeriksaan keadaan umum klien gagal jantung biasanya didapatkan
kesadaran yang baik atau compos mentis dan akan berubah sesuai tingkat gangguan
yang melibatkan perfusi sistem saraf pusat
a. Keluhan utama
Klien mengeluh sesak nafas, batuk, mudah lelah, dan merasakan gelisah
b. Riwayat penyakit sekarang
Gejala yang ditimbulkan yaitu klien akan merasakan dipsnea, batuk, mudah
lelah, gelisah, sianosis
c. Riwayat penyakit dahulu
Klien dengan gagal jantung biasanya memiliki riwayat penyakit hipertensi renal,
angina, infark miokard kronis, diabetes melitus, bedah jantung dan distritmia
3. Pemeriksaan fisik
a. Aktivitas dan istirahat
Kelemahan, kelelahan, ketidakmampuan untuk tidur (didapatkan takikardi dan
dispnea pada saat beristirahat atau pada saat beraktivitas)
b. Respirasi
Dispnea, batuk produktif, Riwayat perokok dengan penyakit pernafasan kronis.
Pada pemeriksaan didapatkan peningkatan respirasi, pucat atau sianosis, suara
nafas crackles atau wheezing, sputum jernih/merah/pink tinged
c. Sirkulasi
1) Mempunyai Riwayat IMA, penyakit jantung coroner, CHF, tekanan darah
tinggi, diabetes Melitus

15
2) Tekanan darah mungkin normal atau meningkat, nadi mungkin normal atau
terlambatnya capillary refill time, disritmia
3) Suara jantung tambahan s3 atau s4, mungkin mencerminkan terjadinya
kegagalan jantung/ventrikel kehilangan kontraktilitasnya
4) Murmur jika ada merupakan akibat dari insufisensi katub atau muskulus
papilaris yang tidak berfungsi
5) Heart rate mungkin meningkat atau mengalami penurunan
(takikardi/brakikardi)
6) Irama jantung mungkin ireguler atau juga normal
7) Edema : jugular vena distension, oedema anasarca, crackles mungkin timbul
dengan gagal jantung
8) Warna kulit mungkin pucat baik di bibir dan di kuku
d. Neurosensori
Nyeri kepala yang hebat
e. Nutrisi dan metabolik
Terdapat mual, muntah, kehilangan nafsu makan, perubahan berat badan
pemberian diet rendah natrium dan pengurangan asupan lemak
f. Kenyamanan
1) Timbulnya nyeri dada yang tiba-tiba yang tidak hilang dengan beristirahat
atau dengan nitrogliserin
2) Lokasi nyeri dada bagian depan substerbnal yang mungkin menyebar sampai
ke lengan, rahang dan wajah
3) Karakteristik nyeri dapat dikatakan sebagai rasa nyeri yang pernah dialami
g. Eliminasi
Penurunan volume urine, urine yang pekat, nokturia, diare, dan konstipasi
h. Interaksi sosial
Stress, kesulitan dalam beradaptasi dengan stressor, emosi yang tak terkontrol
4. Pemeriksaan B1-B6
a. B1 (Breathing)
Pengkajian yang di dapat adalah adanya tanda kongesti vaskular pulmonal akut.
Crackles atau ronki basah halus secara umum terdengar pada dasar posterior
paru.

16
b. B2 (Bleeding)
1) Inspeksi
Inspeksi adanya parut pasca pembedahan jantung. Lihat adanya dampak
penurunan penurunan curah jantung. Klien dapat mengeluh lemah, mudah
lelah, apatis, letargi, kesulitan konsentrasi, defisit memori, dan penurunan
toleransi latihan.
2) Palpasi
Karena peningkatan frekuensi jantung merupakan awal jantung terhadap
stres, bisa dicurigai sinus takikardia dan sering di temukan pada pemeriksaan
klien dengan kegagalan pompa jantung. Irama lain yang berhubungan
dengan kegagalan pompa meliputi: kontraksi atrium prematur, takikardia
atrium proksimal, dan denyut ventrikel prematur.
3) Auskultasi
Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan isi sekuncup. Tanda fisik
yang berkitan dengan kegagalan ventrikel kiri dapat dikenali dengan mudah
dibagian yang meliputi:bunyi jantung ketiga dan keempat (S3,S4) serta
crakles pada paru-paru. S4 atau gallop atrium, mengikuti kontraksi atrium.
4) Perkusi
Batas jantung ada pergeseran yang menandakan adanya hipertrofi jantung
(kardiomegali).
c. B3 (Brain)
Kesadaran compos mentis, didapatkan sianosis perifer apabila gangguan perfusi
jaringan berat. Pengkajian obyektif klien: wajah meringis, menangis,
merintih,meregang, dan menggeliat.
d. B4 (Bladder)
Pengukuran volume keluaran urin berhubungan dengan asupan cairan, karena
itu perawat perlu memantau adanya oliguria karena merupakan tanda awal dari
syok kardiogenik. Adanya edema ekstremitas menandakan adanya retensi cairan
yang parah.
e. B5 (Bowl)
Klien biasanya didapatkan mual dan muntah, penurunan nafsu makan akibat
pembesaran vena dan statis vena di dalam rongga abnomen, serta penurunan

17
berat badan. Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abnomen
terjadi akibat pembesaran vena di hepar merupakan manisfestasi dari kegagalan
jantung.

f. B6 (Bone)
Hal-hal biasanya terjadi dan ditemukan pada pengkajian B6 adalah sebagai
berikut.
1) Kulit dingin
Gagal depan pada ventrikel kiri meninbulkan tanda-tanda berkurangnya
perfusi ke organ. Karena darah di alihkan dari organ-organ non-vital demi
mempertahankan perfusi ke jantung dan otak, maka manisfestasi paling dini
paling depan adalah berkurangnya perfusi organ- organ seperti kulit dan
otot-otot rangka. Kulit yang pucat dan dingin di akibatkan oleh vasokontriksi
perifer, penurunan lebih lanjut dari curah jantung dan meningkatnya kadar
hemoglobin tereduksi mengakibatkan sianosis.
2) Mudah lelah
Mudah lelah terjadi akibat curah jantung yang kurang, sehingga
menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya
pembuangan sisa hasil katabolisme.

18
19
KASUS
Tn. K berumur 70 tahun datang ke IGD. Klien, mengeluh sesak nafas dirasakan sejak
3 hari yang lalu dan kambuh kambuhan, nafas berat, pusing, badan lemas, mudah lelah saat
beraktivitas, BAK keluar hanya sedikit, klien khawatir penyakit hipertensinya bertambah
parah. Riwayat penyakit dahulu yaitu riwayat penyakit hipertensi sejak 5 tahun terakhir dan
pernah dirawat di rumah sakit dengan keluhan yang sama, didalam keluarga mempunyai
riwayat hipertensi, tidak mempunyai riwayat penyakit asma, diabetes mellitus, penyakit
menular dan berbahaya lainnya. Pengkajian primer didapatkan Airway: tidak terdapat
sumbatan jalan nafas, vesikuler, lidah tidak jatuh kebelakang. Breathing: sesak saat bernafas,
RR 38 x/menit, nafas cepat, pendek, menggunakan otot bantu pernafasan, vesikuler. Sirkulasi
: nadi karotis dan perifer teraba, capillary refill kembali 3 detik, akral dingin, ujung
ekstremitas bawah pucat, TD: 180/110 mmHg, N: 108 x/menit. Disability: keadaan umum
lemah, kesadaran composmentis. Exposure: Ujung ekstremitas bawah pucat, edema
ekstremitas bawah, capillary refill kembali 3 detik, suhu 36,5 °C.

3.2 Analisa Data


Data Etiologi Masalah Keperawatan
DS : respon kenaikan frekuensi penurunan curah
klien mengatakan dada sebelah kiri jantung jantung
terasa sakit (P: suplai oksigen ke
jaringan berkurang. Q: peningkatan kebutuhan
ditusuk-tusuk dan diperas, R: dada oksigen
kiri, S: 6, T: hilang timbul), klien
mengatakan dada terasa ampeg asidosis tingkat jaringan
dan nafas berat, klien mengatakan
kepala terasa pusing dan badan pengaruh jaringan tingkat
terasa lemas, klien mengatakan lanjut
sesak saat bernafas dirasakan sejak
3 hari yang lalu, klien mengatakan iskemi miokard
mudah lelah saat beraktivitas,klien
penurunan curah jantung

20
mengatakan BAK hanya keluar
sedikit
DO:
keadaan umum lemah, kesadaran
composmentis GCS 15 (E4V5M6),
ekspresi wajah menahan sakit,
berkeringat dingin, ujung
ekstremitas bawah pucat, edema
ekstremitas bawah, TTV: TD:
180/110 mmHg, N: 108 x/menit, t:
36,5 °C, RR: 38 x/menit
DS: disfungsi ventrikel kiri Gangguan Pertukaran
klien mengatakan sesak saat gas
bernafas dirasakan sejak 3 hari preload meningkat
yang lalu, klien mengatakan dada
terasa ampeg dan nafas berat kongesti vaskular pulmonal
DO :
RR: 38 x/menit edema pulmonal

gangguan pertukaran gas


DS: disfungsi ventrikel kiri Intoleransi Aktivitas
klien mengatakan mudah lelah saat
beraktivitas, preload meningkat
DO:
keadaan umum lemah kongesti vaskular pulmonal

edema pulmonal

gangguan pertukaran gas

intoleransi aktifitas

21
DS: - Gangguan integritas
DO : kulit
Kerusakan jaringan dan lapisan
kulit, nyeri, kemerahan

3.3 Diagnosa Keperawatan


1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload di tandai dengan
tekanan darah meningkat atau turun
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
ditandai dengan dipsnea,bunyi nafas tambahan
3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan
4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan penurunan mobilitas ditandai dengan
kerusakan jaringan/lapisan kulit, nyeri dan kemerahan

22
23
3.4 Intervensi
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Penurunan curah jantung Setelah dilakukan tindakan Observasi Observasi
berhubungan dengan perubahan keperawatan selama 1x24 jam 1. identifikasi tanda/gejala primer 1. mengidentifikasi tanda/gejala
afterload di tandai dengan diharapkan gangguan penurunan penurunan curah jantung primer penurunan curah jantung
tekanan darah meningkat atau curah jantung dapat teratasi 2. monitor tekanan darah 2. memonitor tekanan darah
menurun dengan kriteria hasil : 3. monitor intake output cairan 3. memonitor intake output cairan
1. Edema menurun Terapeutik Terapeutik
2. Kekuatan nadi perifer 1. posisikan pasien semi fowler 1. memposisikan semi fowler
meningkat atau fowler atau fowler
2. berikan diet jantung yang 2. memberikan diet jantung yang
sesuai sesuai
3. berikan terapi relaksasi untuk 3. berikan terapi relaksasi untuk
mengurangi stres mengurangi stres
Edukasi Edukasi
1.anjurkan beraktifitas fisik sesuai 1. menganjurkan berakifitas
dengan toleransi sesuai toleransi
2. anjurkan beraktifitas fisik 2. menganjurkan beraktifitas fisik
secara bertahap secara bertahap
Kolaborasi Kolaborasi

24
rujuk ke program rehabilitasi merujuk ke program rehabilitasi
jantung jantung
Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan Observasi Observasi
berhubungan dengan keperawatan 1x24jam di 1. monitor frekuensi, irama, 1. memonitor frekuensi, irama,
ketidakseimbangan harapkan masalah gangguan kedalaman dan upaya nafas kedalaman dan upaya nafas
ventilasi-perfusi ditandai dengan pertukaran gas dapat teratasi 2. monitor adanya sumbatan 2. memonitor adanya sumbatan
dipsnea,bunyi nafas tambahan dengan kriteria hasil : jalan nafas jalan nafas
1. Dispnea menurun
Terapeutik Terapeutik
2. Tidak ada bunyi nafas
1. atur interval pemantauan 1. mengatur interval
respirasi pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien

Edukasi Edukasi
1. jelaskan tujuan dan prosedur 1. menjelaskan tujuan dan
pemantauan prosedur pemantauan
2. informasikan hasil 2. menginformasikan hasil
pemantauan pemantauan

Intoleransi aktifitas berhubungan Setelah dilakukan Tindakan Observasi Observasi


dengan kelemahan keperawatan 1x24 jam

25
diharapkan masalah intoleransi 1. Identifikasi gangguan fungsi 1. Untuk mengetahui gangguan
aktivitas dapat ditangani tubuh yang mengakibatkan fungsi tubuh yang
Dengan kriteria hasil: kelelahan mengakibatkan kelelahan
1. Keluhan lelah menurun 2. Monitor kelelahan fisik dan 2. Untuk mengetahui kelelahan
2. Dispnea saat aktivitas emosional fisik dan emosional klien
menurun 3. Monitor pola dan jam tidur
3. Dispnea setelah aktivitas
Terapeutik Terapeutik
menurun
1. Sediakan lingkungan nyaman 1. Agar klien merasa nyaman
4. Frekuensi nadi meningkat
dan rendah stimulus
2. Lakukan latihan rentang 2. Agar sendi-sendi klien tidak
gerak pasif dan/atau aktif kaku
3. Berikan aktivitas distraksi 3. Agar klien merasa nyaman
yang menenangkan dan tenang

Edukasi Edukasi
1. Anjurkan tirah baring 1. Agar klien dapat beristirahat
2. Anjurkan melakukan aktivitas 2. Agar sendi-sendi klien tidak
secara bertahap kaku

Kolaborasi Kolaborasi

26
1. Kolaborasi dengan ahli gizi 1. Agar kebutuhan gizi klien
tentang cara meningkatkan terpenuhi
asupan makanan

Gangguan integritas kulit Setelah dilakukan Tindakan Observasi Observasi


berhubungan dengan penurunan keperawatan 1x24 jam 1. Identifikasi penyebab 1. Untuk mengetahui penyebab
mobilitas ditandai dengan diharapkan masalah integritas gangguan integritas kulit dari gangguan integritas kulit
kerusakan jaringan/lapisan kulit, kulit dan jaringan meningkat
Terapeutik Terapeutik
nyeri dan kemerahan Dengan kriteria hasil:
1. Ubah posisi tiap 2 jam jika 1. Untuk mengurangi terjadinya
1. Kerusakan jaringan menurun
tirah baring ganguan integritas kulit
2. Nyeri menurun
2. Lakukan pemijatan pada area 2. Agar tulang tidak kaku dan
3. Kemerahan menurun
penonjolam tulang, jika perlu bisa lebih rileks
3. Hindari produk berbahan 3. Agar kulit tidak panas atau
dasar alkohol pada kulit seperti terbakar
kering 4. Untuk mencegah luka tekan
4. Pemberian olive oil

Edukasi Edukasi
1. Anjurkan menggunakan 1. Agar kulit lebih lembab dan
pelembab(mis:lotion, serum) sehat

27
2. Anjurkan meningkatkan 2. Agar asupan nutrisiklien
asupan nutrisi tetap terpenuhi

28
BAB IV
LITERATUR REVIEW
4.1 Rancangan
Penggunaan literatur review dalam malakah ini adalah untuk penunjang
penggunaan Pulse Oximetry untuk mendeteksi saturasi oksigen pada pasien
Decompensasi Cordis. Literatur review adalah sebuah penulisan ilmiah yang menyajikan
kumpulan beberapa literatur pengetahuan, penelitian, penemuan terbaru yang
berhubungan pada topik tertentu dan bisa didapat dari berbagai sumber seperti jurnal
penelitian, artikel, dan pustaka lainnya
4.2 Strategi Pencarian
Strategi dalam mencari literatur review adalah menggunakan database jurnal
penelitian dan melakukan pencarian melalui internet. Adapun database yang digunakan
adalah Mendeley literatur yang digunakan dari tahun 2017 sampai tahun 2021. kata kunci
yang digunakan untuk mencari artikel yaitu “Pulse Oximetry”, “Heart Failure”,
“Oximetry”. Jumlah artikel yang akan direview adalah 5 artikel.
4.3 Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi yang akan digunakan adalah:
1. Artikel menggunakan bahasa Inggris
2. Diterbitkan dari tahun 2017 hingga 2021
3. Ketersediaan teks yaitu Full Text
4. Atribut pada artikel yaitu Associated Data
5. Type artikel Clinical Trial, Meta-Analysis, Randomized Controlled Trial, Review
4.4 Ekstasi Data
Ekstraksi data yang digunakan dalam meriview literatur yaitu dengan
mengekstraksi semua hasil penelitian pada artikel yang sesuai dengan penggunaan Pulse
Oximetry, tujuan peneliti yaitu efektifitas dari penggunaan Pulse Oximetry sebagai untuk
mendetekso saturasi oksigen pada pasien Decomposisi kordis

29
4.5 Sistesis Tematik

30
4.6 Tabel Matriks
No Tahun Penulis Judul Tujuan Studi design, sampel, teknik Hasil
sampling, variabel,
instrument, dan analisis
data
1 2017 Basavaraj M. USE OF PULSE Untuk mengetahui Studi design : studi Pada penelitian ini ditemukan
Patili, Bhimalli OXIMETER AS A ketepatan oksimetri deskriptif dan inferensial kelainan pulse oximetry pada
Shivanand, MD TOOL IN nadi sebagai alat 3 bayi yang terdeteksi:
Aejaz Ahmed SCREENING OF untuk skrining Sampel : bayi baru lahir Memiliki Critical Congenital
CRITICAL penyakit gagal jantung dengan kelainan jantung Heart Disease (CCHD) pada
CONGENITAL pada bayi baru lahir ekokardiografi. Kami
HEART DISEASE Teknik sampling : menyaring total bayi baru
IN NEWBORN lahir 2015 dengan oksimetri
Variabel independen : pulse nadi untuk mendeteksi
oximeter Penyakit Jantung Bawaan
Variabel dependen : critical Kritis (CCHD). Semua bayi
congenital heart disease memenuhi kriteria inklusi
kami. Informed dan
Instrumen : oksimetri nadi persetujuan tertulis diperoleh
dalam bentuk yang ditentukan

31
Analisa data : dari orang tua untuk
penelitian. Semua pengamatan
dilakukan dan dicatat sesuai
proforma. Semua bayi tanpa
gejala diskrining
menggunakan oksimetri nadi
pada 12 dan 48 jam setelah
lahir di empat ekstremitas (ibu
jari kanan, jempol kiri, jempol
kaki kiri dan jempol kaki
kanan) jika pembacaan
saturasi oksigen turun di
bawah 95% di salah satu
anggota badan; mereka
menjadi sasaran evaluasi lebih
lanjut, yaitu ekokardiografi,
EKG dan rontgen dada.
2 2018 William Ottestad; Arterial Oxygen Untuk mengeksplorasi Studi design : uji Allen dan Sembilan subjek direkrut: usia
Jan Ivar Kåsin; Saturation, Pulse kesepakatan antara verifikasi dengan USG 31 (27-48) tahun, berat badan
Oximetry, and SAHai2 dan tiga 85 (75-95) kg, tinggi badan

32
Lars Øivind Cerebral and pengukuran arteri ulnaris ipsilateral 183 (174-193) cm [median
Høiseth Tissue Oximetry in hipoksemia noninvasif paten (kisaran)]. Satu subjek diberi
Hypobaric oksigen tambahan setelah
Hypoxia Sampel : 9 pria mengalami kehilangan
kesadaran yang berguna
Variabel independen : setelah 4 menit pada tekanan
Arterial Oxygen Saturation, 370 hPa [sesuai dengan 7740
Pulse Oximetry, and m (25.400 kaki)] dan
Cerebral and Tissue dikeluarkan dari analisis.
Oximetry Semua mata pelajaran lain
Variabel dependen : menyelesaikan protokol.
Hypobaric hypoxia Dalam satu mata pelajaran,
lengan bawah STHai2 tidak
Instrumen : dicatat karena pemutusan
yang tidak disengaja selama
Analisis data: squat. SAHai2 melalui
Data dari 3 menit pertama percobaan ditunjukkan pada
proses dibuang, karena Gambar. 2. Scatterplots dan
mewakili perubahan yang plot Bland-Altman disajikan
sangat cepat yang membuat dalam Gambar 3. Bias

33
sinkronisasi menjadi sulit, konvensional6LOA antara
seperti yang ditunjukkan SAHai2 dan pengukuran
pada Gambar 2.. Oleh lainnya adalah SPHai2 -5.8
karena itu, analisis 616%, SCHai2 -3.4 6 11%
dilakukan pada data mulai dan STHai2 176 30%. Bias
3,5 menit dari awal paparan antara SAHai2 dan SPHai2
hipoksia. Analisis gas darah jelas tergantung pada
dicocokkan dengan SPHai2, rata-ratanya, dan
SCHai2, dan STHai2 menambahkan kemiringan ke
nilai-nilai garis bias kira-kira membagi
LOA menjadi 6 8,2%.
rata-rata lebih dari 15 detik Meskipun memiliki
mulai saat gas darah kemiringan bias yang
diambil untuk signifikan secara statistik,
memperhitungkan LOA dari SAHai2 vs. SCHai2
penundaan dari deteksi atau SAHai2 vs. STHai2 tidak
sinyal dan pemrosesan dikurangi dengan kemiringan
hingga keluaran perangkat. bias.
Meskipun plot
Bland-Altman dimaksudkan

34
untuk membandingkan dua
metode pengukuran dari
variabel yang sama,
SAHai2 juga dibandingkan
dengan SCHai2 dan STHai2
dihitung sebagai 6 1.96 3
(varians antara subjek +
varians dalam subjek). Plot
Bland-Altman klasik
mengasumsikan bahwa
perbedaan antara metode
stabil di seluruh rentang
pengukuran. Untuk
memperhitungkan
pelanggaran asumsi ini, bias
dan batas kesepakatan
(LOA) juga dihitung
sebagai fungsi rata-rata dari
dua pengukuran (bias
miring6 LOAline).2

35
Analisis dilakukan di R
3.4.0 (The R Foundation for
Statistical Computing,
Wina, Austria) di RStudio
1.0.143 (RStudio Inc.,
Boston, MA). Tidak ada
analisis kekuatan terpisah
yang dilakukan untuk
analisis dalam naskah ini.

3 2020 Claire J. Accuracy and menganalisis saturasi Studi design : Perbedaan antara data detak
Lauterbach , Reliability of oksigen darah perifer jantung yang disediakan oleh
Phebe A. Romano Commercial (SPHAI2) dan Sampel : 13 wanita dan 10 Garmin fEjam tangan nix®
, Luke A. Wrist-Worn Pulse pengukuran detak pria yang tidak memiliki 5X Plus dan oksimeter pulsa
Greislera, Richard Oximeter During jantung (HR) yang penyakit kardiovaskuler tingkat medis diplot terhadap
A. Brindle , Kevin Normobaric dilakukan pada rata-rata dari dua pengukuran
R. Forda, and Hypoxia Exposure Garmin, Teknik sampling : (Gambar 3). Seperti yang
Matthew R. Under Resting membandingkannya Variabel independen : ditunjukkan, jam tangan
Kuennen Conditions dengan pengukuran Commercial Wrist-Worn Garmin secara konsisten
yang dilakukan pada Pulse Oximeter meremehkan (dibandingkan

36
oksimeter pulsa Variabel dependen : dengan oksimeter pulsa
standar medis selama Normobaric Hypoxia tingkat medis Nonin) selama
paparan hipoksia Exposure Under Resting simulasi paparan ketinggian.
normobarik dalam Conditions Namun, secara umum
kondisi istirahat underestimasi tersebut cukup
Instrumen : rendah, dengan semua
ketidaksesuaian yang
Analisa data : ditunjukkan adalah
Prosedur Bland-Altman
menggunakan penilaian
skala data untuk memplot
95% batas kesepakatan
(bias rata-rata ± 1,96
standar deviasi), yang
memungkinkan penilaian
visual dan numerik dari
akurasi (misalnya, Bias)
dan tingkat variasi
(misalnya, presisi) antara
dua pengukuran (Bland &

37
Altman, 1986). Kesesuaian
antara dua sistem
pemantauan fisiologis
ditentukan dengan memplot
mean dari dua metode
terhadap perbedaan antara
dua metode, di mana: Bias
= Garmin fEnix® 5X
Plus—Oksimeter Denyut
Nonin 7500. Proses ini
diulang untuk SPHAI2 dan
data HR di masing-masing
dari lima tingkat simulasi
penilaian ketinggian,
sebagaimana diuraikan
dalam skema studi (Gambar
1).
4 2021 Aaron Louie, B.S., Four Types of Mengevaluasi empat Studi desain : Pembacaan oksimeter
John R. Feiner, Pulse Oximeters oksimeter pulsa nadi yang sesuai dengan
M.D., Philip E. Accurately Detect toleran gerakan dan Sample : 10 pasien sehat 190 sampel darah

38
Bickler, M.D., Hypoxia during perfusi rendah yang dianalisis. Semua
Ph.D., Laura Low Perfusion and tersedia secara Teknik sampling : oksimeter mendeteksi
Rhodes, B.S., Motion komersial selama hipoksia tetapi gerakan
Michael Bernstein, berbagai jenis gerakan Variabel indeenden : pulse dan perfusi rendah
B.S., Jennifer terkontrol dan rentang oximeters menurunkan kinerja. Tiga
Lucero, M.D perfusi. Variabel dependen : dari empat oksimeter
hypoxia during low (Masimo, Nellcor, dan
perfusion and motion Philips) memiliki root
mean square error lebih
Instrumen : besar dari 3% untuk
Analisa data : SaHAI 70 hingga 100%
Perhitungan daya khusus selama gerakan apa pun,
untuk studi yang melibatkan dibandingkan dengan
model efek campuran rumit kesalahan kuadrat
dan tidak dilakukan. rata-rata akar sebesar
Namun, berdasarkan studi 1,8% untuk kontrol
kinerja oksimeter pulsa stasioner. Indeks perfusi
yang diterbitkan yang rendah
sebelumnya menggunakan meningkatkan kesalahan
desain pengukuran berulang

39
dan kumpulan 10 subjek,
kami telah menemukan
perbedaan yang signifikan
secara statistik dalam
kinerja oksimeter pulsa
yang lebih kecil daripada
efek yang relevan secara
klinis menggunakan ukuran
subjek yang sama.18 Selain
itu, penelitian terhadap 10
subjek sesuai dengan
pedoman FDA untuk desain
penelitian terkait dengan
klaim kinerja gerakan
oksimetri nadi.3
Selanjutnya, studi
percontohan yang tidak
dipublikasikan di
laboratorium kami
dilakukan dengan 10 subjek

40
menggunakan protokol
gerak yang identik, dan
hasilnya mengungkapkan
kekuatan untuk
membedakan perbedaan 5%
dalam pembacaan yang
tidak terjawab. Studi ini
tidak didukung untuk
menguji perbedaan jenis
kelamin, warna kulit, dan
etnis, tetapi menggunakan
kelompok subjek yang
seimbang dalam
faktorfaktor ini sesuai
dengan persyaratan FDA.
5. 2019 Neil R Ward, Utility of Menentukan apakah Studi design : Tiga ratus lima puluh empat
Martin R Cowie, overnight pulse oksimeter nadi yang pasien dengan CHF
Stuart D Rosen, oximetry and heart ditempatkan di dahi Sampel : 180 pasien CHF diidentifikasi yang memenuhi
Vitor Roldao, rate variability lebih akurat jika kriteria perekrutan, 180 di
Manuel De Villa, analysis to screen dibandingkan dengan Teknik sampling : antaranya setuju untuk

41
Theresa A for oksimeter nadi yang berpartisipasi. Seratus tujuh
McDonagh, Anita sleep-disordered diletakkan di jari pada Variabel independen : Pulse puluh tiga pasien dengan data
Simonds, Mary J breathing in pasien gagal jantung oximetry and heart rate polisomnografi yang memadai
Morrell chronic heart selama tes latihan variability dimasukkan dalam analisis,
failure tambahan Variabel dependen : sleep dengan usia rata-rata 69,8
disordered breathing (58,8e76,8) tahun dan 86%
adalah laki-laki . Sebagian
Instrumen : besar pasien memiliki gejala
Oksimetri nadi CHF ringan sampai sedang
dengan gejala kelas I atau II
Analisa data : Asosiasi Jantung New York
Ukuran sampel apriori dari pada 77% dan median fraksi
180 pasien dengan CHF ejeksi ventrikel kiri 40%
dihitung untuk mendapat (28e59%). Seratus tiga puluh
daya yang memadai dua (73%) pasien melakukan
(1-B¼80%) untuk pemantauan semalam di
mendeteksi satu sisi rumah mereka.
perbedaan >10% antara
sensitivitas/spesifisitas
HRV dan polisomnografi,

42
pada tingkat signifikansi
(A) 0,05. Hasil disajikan
sebagai median dan IQR.
Variabel kontinu
dibandingkan dengan
ManneWhitney atau
KruskaleTes Wallis.
Variabel kategori
dibandingkan menggunakan
uji eksak Fisher atauC2 tes.
Akurasi diagnostik dari %
VLFI dan 3% ODI
dibandingkan dengan
pengukuran area di bawah
kurva karakteristik operasi
penerima (ROC).
Sensitivitas, spesifisitas,
nilai prediksi dan rasio
kemungkinan untuk %VLFI
dan 3% ODI ditentukan

43
pada apriori cutoff. Analisis
statistik dilakukan dengan
menggunakan SPSS V.16.0.

44
1. Accuracy and Reliability of Commercial Wrist Worn Pulse Oximeter During
Normobaric Hypoxia Exposure Under Resting Conditions

Oksimetri nadi adalah alat untuk memantau saturasi oksigen darah. Alat ini telah
terbukti memberikan pembacaan denyut jantung dan saturasi oksigen yang akurat. Alat
ini memerlukan penempatan LED dan fotodetektor di sisi berlawanan dari embel tubuh
tipis. Hal ini dicapai melalui penempatan "klip" di atas jari telunjuk, yang berarti
perangkat ini tidak cocok untuk pemantauan terus menerus dalam situasi yang
membutuhkan mobilitas. hemoglobin terdeoksigenasi menyerap lebih banyak cahaya
pada 660 nm, sedangkan hemoglobin teroksigenasi menyerap lebih banyak cahaya pada
910 nm, memungkinkan nilai saturasi oksihemoglobin dihitung sebagai persentase dari
hemoglobin aktif yang tersedia dalam sirkulasi.

Ada juga perangkat oksimetri nadi yang baru dikenakan di pergelangan tangan.
Oksimetri pulsa reflektif memungkinkan LED dan fotodetektor diposisikan berdekatan
satu sama lain yang berarti perangkat ini "bebas genggam" dan karenanya lebih ramah
pengguna. Perangkat ini memiliki banyak kegunaan potensial. Misalnya, pengkondisian
atlet, di mana pemantauan saturasi oksigen dan data detak jantung secara real-time
dapat digunakan untuk memberikan bantuan keputusan kepada atlet yang mengambil
bagian dalam latihan olahraga di ketinggian dan juga di permukaan laut.

45
2. Four Types of Pulse Oximeters Accurately Detect Hypoxia during Low Perfusion and
Motion
Oksimetri nadi adalah teknologi non-invasif untuk pemantauan terus menerus
saturasi oksigen arteri dan telah menjadi alat standar yang digunakan untuk menilai
oksigenasi dan fungsi pernapasan pada pasien. Oksimeter nadi mentransmisikan cahaya
merah dan inframerah dekat melintasi tempat tidur jaringan (misalnya, jari, jari kaki,
atau daun telinga) dan mendeteksi perubahan absorbansi cahaya untuk menghitung
perkiraan saturasi oksigen berdasarkan fotoplethysmography.
Keterbatasan dari alat ini adalah pada pasien yang banyak bergerak seperti
mengetuk, acak, dan menggosok. Hal itu akan mempengaruhi nilai dari saturasi oksigen
yang terdeteksi oleh oksimeter nadi. Oksimetri nadi adalah untuk menentukan apakah
pasien normal atau hipoksia.
Gerakan dan perfusi rendah menurunkan kinerja empat jenis oksimeter pulsa yang
dipasarkan sebagai perangkat tahan gerak, tetapi keempat jenis yang diuji mendeteksi
hipoksia dengan spesifisitas lebih dari 95%.

46
3. USE OF PULSE OXIMETER AS A TOOL IN SCREENING OF CRITICAL
CONGENITAL HEART DISEASE IN NEWBORN

Pulse oksimtri merupakan salah satu alat skrinning pada bayi baru lahir.
Pelaksanaan skrining oksimetri nadi pra-pemulangan untuk bayi baru lahir dapat
meningkatkan deteksi tepat waktu malformasi kardiovaskular kongenital kritis
asimtomatik. Skrinning tersebut dilakukan pada 12 dan 48 jam setelah lahir di empat
ekstremitas (ibu jari kanan, jempol kiri, jempol kaki kiri dan jempol kaki kanan) jika
pembacaan saturasi oksigen turun di bawah 95% di salah satu anggota badan; mereka
menjadi sasaran evaluasi lebih lanjut, yaitu ekokardiografi, EKG dan rontgen dada.

47
4. Arterial Oxygen Saturation, Pulse Oximetry, and Cerebral and Tissue Oximetry in
Hypobaric Hypoxia

Pulse oksimetri merupakan alat yang digunakan untuk mendeteksi saturasi


oksigen. Oksimetri nadi lebih disukai di sebagian besar keadaan klinis dan
eksperimental, karena pemantauan dapat dicapai secara terus menerus dan non-invasif.

48
5. Judul artikel: Utility of overnight pulse oximetry and heart rate variability analysis to
screen for sleep-disordered breathing in chronic heart failure

Pada jurnal ini dijelaskan bahwa, pulse oksimetri digunakan untuk mendeteksi
gangguan pernafasan pada saat tidur pada pasien dengan gagal jantung. Oksimetri nadi
akan menjadi penggunaan klinis terbesar untuk menyingkirkan SDB pada pasien dengan
CHF, membantu mengurangi tekanan pada fasilitas laboratorium tidur dan
memprioritaskan pasien yang mungkin memerlukan studi tidur yang lebih rinci.
Gangguan pernafasan pada saat tidur terdeteksi dengan hasil pengukuran oksimetri nadi
dengan hasil desaturasi oksigen ≥2% atau ≥4%.

49
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Decomp Cordis terjadi saat jantung tidak mampu memompa darah secara efisien
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Pada pasien dengan Decomp Cordis
akan terjadi masalah pada pertukaran gas. Hal itu terjadi akibat pola napas yang tidak
efektif yang disebabkan karena pasien mengalami peningkatan kongesti pulmonalis, yaitu
keadaan dimana terdapat darah secara berlebihan atau peningkatan jumlah darah di dalam
pembuluh darah pada daerah paru kemudian yang diikuti dengan peningkatan tekanan
hidrostatis, kemudian akan terjdi perembesan cairan ke alveoli, sehingga terjadi
kerusakan pertukaran gas. Dalam mengkaji permasalahan pada pertukaran gas diperluka
adanya nilai saturasi oksigen yang dapat dideteksi dengan Pulse Oksimetri

5.2 Saran
Untuk melakukan observasi pada pasien dengan Decomp Cordis sehingga
gangguan pertukaran gas dapat cepat dideteksi. Serta diharapkan kedepanya makalah ini
dapat bermanfaat bagi pembaca sehingga dapat di amalkan secara baik.

50
DAFTAR PUSTAKA

Padila. 2012. Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah, dilengkapi asuhan keperawatan pada
sistem cardio, perkemihan, integument, persyarafan, gastrointestinal, muskuluskeletal,
reproduksi dan respirasi. Yogyakarta: Nuha Medika.

Kasron. 2016. Buku Ajar Keperawatan Sistem Kardiovaskuler. Jakarta : Trans Info Media

Riskesdas. 2018. Prevalansi gagal jantung di indonesia.

Tanai, E & Stefan F. 2016. Pathophysiology of Heart Failure. Volume 6. DOI:


https://doi.org/10.1002/cphy.c140055

Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardhi. 2015, Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Edisi Revisi Jilid 2. Yogyakarta: Mediaction.

Dr Baljit S.B., Dr Gurdit S.R., Dr AS Sohal. 2017. Use of Olive Oil in Prevention of
Bedsores in Intensive Care Unit. Vol 5 Issue 3. DOI:
https://dx.doi.org/10.18535/jmscr/v5i3.108

Diaz V.A., et al. 2019. Effectiveness and safety of olive oil preparation for topical use in
pressure ulcer prevention: Multicentre, controlled, randomised, and double-blinded
clinical trial. DOI: https://doi.org/10.1111/iwj.13191

Zarai Ehsan., et al. 2019. Incidence of pressure ulcers in intensive care units and direct costs
of treatment: Evidence from Iran. DOI: https://doi.org/10.1016/j.jtv.2019.02.001

Tim Pokja DPP PPNI. 2017. Standart Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta : DPP PPNI

Tim Pokja DPP PPNI. 2017. Standart Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta : DPP PPNI

Tim Pokja DPP PPNI. 2017. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta : DPP PPNI

51
Samsi, B., & Susilo, C. B. (2018). PENERAPAN PEMBERIAN OKSIGEN PADA PASIEN
CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF) DENGAN GANGGUAN KEBUTUHAN
OKSIGENASI DI RSUD WATES KULON PROGO (Doctoral dissertation, Poltekkes
Kemenkes Yogyakarta).

52

Anda mungkin juga menyukai