Anda di halaman 1dari 32

 

Referat 

GAMBARAN RADIOLOGI PADA ATELEKTASIS

Oleh:

IKRIMAH SUKMANIUS 1840312259

KHAIRUNNISA 1510311001

M. RAHMAD TISYA 1510311012

Preseptor:

dr. Dina Arfiani, Sp.Rad

BAGIAN RADIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS ANDALAS

RSUP DR M DJAMIL PADANG

2019 

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamiin. Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena


atas nikmat, rahmat dan karunia-Nya, penulis mampu menyelesaikan makalah yang

 berjudul “Gambaran Radiologi pada Stroke Iskemik ” dengan baik.

Penyusunan makalah ini merupakan salah satu syarat untuk mengikuti


kepaniteraan klinik di Bagian Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Dina Arfiani, Sp.Rad selaku pembimbing
yang telah memberikan masukan dan bimbingan dalam pembuatan makalah ini.
Penulis mengucapkan terimakasih juga kepada semua pihak yang telah membantu
menyelesaikan makalah ini.

Penulis Menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari


kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik untuk
menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Padang, September 2019

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR  ii

DAFTAR ISI  iii

BAB I PENDAHULUAN  1

 
1.1   1
Latar Belakang
1.2   Batasan Masalah  2

1.3   Tujuan Penulisan  2

1.4   Metode Penulisan  2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA  3

2.1.1   Definisi  Error! Bookmark not defined. 

2.1.2   Epidemiologi  Error! Bookmark not defined. 

2.1.3   Etiologi  Error! Bookmark not defined. 

2.1.4   Anatomi  Error! Bookmark not defined. 

    6
2.1.4 Patofisiologi
2.1.5   Gejala Klinis  8

2.1.6   Diagnosis Banding  23

2.1.7   Tatalaksana  25

DAFTAR PUSTAKA  27
BAB I
PENDAHULUAN

1.1   Latar Belakang

Atelektasis adalah suatu keadaan paru atau sebagian paru yang mengalami
hambatan berkembang secara sempurna sehingga aerasi paru berkurang atau sama
sekali tidak berisi udara.1 Atelektasis merupakan salah satu dari berbagai abnormalitas
 pada radiologi thorax yang paling sering.2 Penyebab tidak masuknya udara ke dalam
 paru disebabkan oleh sumbatan lumen saluran pernafasan maupun terhimpit dari luar
yang mengakibatkan tertutupnya saluran pernafasan.3 

Himpitan saluran pernapasan yang disebabkan oleh pembesaran limfe nodus,


tumor, dan aneurisma mengakibatkan atelektasis obstruktif. Tetapi terdapat juga

atelektasis nonobstruktif. Tidak tercukupinya surfaktan dan adanya kompresi paru dari
luar, seperti pada pneumotoraks dan efusi pleura dapat menyebabkan atelektasis.
Dalam hal ini, disebut sebagai atelektasis pasif. Atelektasis juga dapat menjadi akut
dan kronik.3 

Atelektasis berkenaan dengan kolaps dari bagian paru. Kolaps ini dapat
meliputi sub segmen paru atau seluruh paru. Stenosis dengan penyumbatan efektif
dari suatu bronkus lobar mengakibatkan atelektasis (kolaps) dari suatu lobus, dan
radiograf akan menunjukkan suatu bayangan yang homogen dengan tanda
pengempisan lobus. 4 

Atelektasis dapat terjadi pada wanita atau pria dan dapat terjadi pada semua ras.
Atelektasis lebih sering terjadi pada anak yang lebih muda dari pada anak yang lebih
tua dan remaja.5 

Saat mengevaluasi pasien dengan atelektasis, sangat penting untuk


memahami mekanisme, penyebab dan signifikansi fungsional dari atelektasis pada
pasien sebelum strategi tatalaksana yang optimal dapat ditentukan, karena tidak ada
terapi tunggal yang mungkin berhasil pada berbagai bentuk atelektasis.6 

1
1.2   Batasan Masalah
Makalah ini membahas tentang definisi, epidemiologi, etiologi, dan faktor
risiko, klasifikasi, patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan radiologi dan
 penunjang lainnya, diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi dan prognosis atelektasis.

1.3   Tujuan Penulisan


Makalah ini bertujuan untuk membahas tentang definisi, epidemiologi, etiologi,
dan faktor risiko, klasifikasi, patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan radiologi
dan penunjang lainnya, diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi dan prognosis
atelektasis.

1.4   Metode Penulisan


Makalah ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang dirujuk
dari berbagai literatur.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1   Definisi

Atelektasis adalah kolapsnya sebagian atau seluruh bagian paru, disebabkan


oleh salah satu dari tiga hal yaitu kompresi dari parenkim paru, absorpsi udara alveolar,
atau produksi surfaktan yang terganggu.7 

2.1.2   Epidemiologi

Atelektasis dapat terjadi pada wanita atau pria dan dapat terjadi pada semua ras.
Atelektasis lebih sering terjadi pada anak yang lebih muda dari pada anak yang lebih
tua dan remaja.5 

Menurut penelitian pada tahun 1994, secara keseluruhan terdapat 74,4 juta
 penderita penyakit paru yang mengalami atelektasis. Di Inggris sekitar 2,1 juta
 penderita penyakit paru yang mengalami atelektasis yang perlu pengobatan dan
 pengawasan secara komprehensif. Di Amerika serikat diperkirakan 5,5 juta penduduk
menderita penyakit paru yang mengalami atelektasis. Di Jerman 6 juta penduduk 4,8 

2.1.1  Etiologi

Atelektasis bisa disebabkan resorpsi udara (atelektasis resorptif), kompresi paru


(atelektasis kompresi), atau hilangnya surfaktan pada gangguan pernapasan akut
sindrom (ARDS) dan penyakit membran hialin (sindrom gangguan pernapasan) pada
 bayi prematur (microatelectasis).9 

Sebab utama dari atelektasis adalah penyumbatan sebuah bronkus.


Penyumbatan juga bisa terjadi pada saluran pernafasan yang lebih kecil.
Penyumbatan
 bisa disebabkan oleh adanya gumpalan lendir, tumor atau benda asing yang terhisap ke
dalam bronkus, atau bronkus bisa tersumbat oleh sesuatu yang menekan dari luar,
seperti tumor atau pembesaran kelenjar getah bening. Jika saluran pernafasan
tersumbat, udara di dalam alveoli akan terserap ke dalam aliran darah sehingga
alveoli akan menciut dan memadat. Jaringan paru-paru yang mengkerut biasanya
terisi dengan

sel darah, serum, lendir dan kemudian akan mengalami infeksi. 10,11 

Faktor resiko terjadinya atelektasis:


•   Pembiusan (anestesia)/pembedahan
•   Tirah baring jangka panjang tanpa perubahan posisi
•   Pernafasan dangkal
•   Penyakit paru-paru.

2.1.3 Anatomi

Gambar 1.1 Anatomi Paru-paru normal11 


Dari gambar dapat kita lihat bahwa cabang utama bronkus kanan dan kiri akan
 bercabang menjadi bronkus lobaris dan bronkus segmentalis. Percabangan ini
 berjalan terus-menerus menjadi bronkus yang ukurannya semakin kecil sampai
akhirnya menjadi bronkiolus terminalis, yaitu bronkiolus yang tidak mengandung
alveoli. Bronkiolus terminalis mempunyai diameter kurang lebih 1 mm. Bronkiolus
tidak diperkuat oleh kartilago tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya
dapat berubah. Seluruh saluran udara sampai pada tingkat ini disebut saluran
 penghantar udara karena fungsinya menghantarkan udara ke tempat pertukaran gas
terjadi.4 
Setelah bronkiolus terdapat asinus yang merupakan unit fungsional dari paru-
 paru. Asinus terdiri atas bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan sakkus

alveolaris terminalis. Asinus atau kadang disebut lobulus primer memiliki diameter
0,5 sampai 1 cm. Terdapat sekitar 23 percabangan mulai dari trakea sampai sakkus
alveolaris terminalis. Alveolus dipisahkan dari alveolus di dekatnya oleh septum.
Lubang pada dinding ini dinamakan pori-pori Kohn yang memungkinkan
komunikasi antara sakkus. Alveolus hanya selapis sel saja, namun jika seluruh
alveolus yang
 berjumlah sekitar 300 juta itu dibentangkan akan seluas satu lapangan tennis.4 
Alveolus pada hakikatnya merupakan gelembung yang dikelilingi oleh
kapiler-kapiler darah. Batas antara cairan dengan gas akan membentuk suatu
tegangan permukaan yang cenderung mencegah ekspansi pada saat inspirasi dan
cenderung kolaps saat ekspirasi. Di sinilah letak peranan surfaktan sebagai
lipoprotein yang mengurangi tegangan permukaan dan mengurangi resistensi saat
inspirasi sekaligus mencegah kolaps saat ekspirasi.4 
Pembentukan surfaktan oleh sel pembatas alveolus dipengaruhi oleh
kematangan sel-sel alveolus, enzim biosintetik utamanya alfa anti tripsin, kecepatan
regenerasi, ventilasi yang adekuat serta perfusi ke dinding alveolus. Defisiensi
surfaktan, enzim biosintesis serta mekanisme inflamasi yang berjung pada pelepasan
 produk yang mempengaruhi elastisitas paru menjadi dasar patogenesis emphysema,

dan penyakit lainnya.Bronkus merupakan percabangan dari trachea. Terdiri dari


 bronkus dextra dan bronchus sinistra.4 
Bronkus Dextra mempunyai bentuk yang lebih besar, lebih pendek dan
letaknya lebih vertikal daripada bronkus sinistra. Hal ini disebabkan oleh desakan
dari arcus aortae pada ujung caudal trachea ke arah kanan, sehingga benda-benda
asing mudah masuk ke dalam bronkus dextra. Panjangnya kira-kira 2,5 cm dan
masuk kedalam hilus pulmonis setinggi vertebra thoracalis VI. Vena Azygos
melengkung di sebelah cranialnya. Ateria pulmonalis pada mulanya berada di
sebelah inferior, kemudian berada di sebelah ventralnya. Membentuk tiga cabang
(bronkus sekunder),
masing-masing menuju ke lobus superior, lobus medius, dan lobus inferior. Bronkus
sekunder yang menuju ke lobus superior letaknya disebelah cranial a.pulmonalis .
Cabang bronkus yang menuju ke lobus medius dan lobus inferior berada di
sebelah caudal a.pulmonalis. Selanjutnya bronkus sekunder tersebut

mempercabangkan bronkus tertier yang menuju ke segmen pulmo.4 


Bronkus Sinistra mempunyai diameter yang lebih kecil, tetapi bentuknya lebih
 panjang daripada bronkus dextra.Berada disebelah caudal arcus aortae, menyilang di
sebelah ventral oesophagus, ductus thoracicus, dan aorta thoracalis. Pada mulanya
 berada disebelah superior arteri pulmonalis, lalu di sebelah dorsalnya dan akhirnya
 berada di sebelah inferiornya sebelum bronkus bercabang menuju ke lobus
superior dan lobus inferior, disebut letak bronkus hyparterialis .Pada tepi lateral batas
trachea dan bronkus terdapat lymphonodus tracheobronchialis superior dan pada
 bifurcatio trachea (di sebelah caudal) terdapat lymphonodus tracheobronchialis
inferior.4 

2.1.2   Patofisiologi
Penyebab terjadinya atelektasis biasanya disebabkan akibat komplikasi dari
 penyakit tertentu. Secara garis besar terjadinya atelektasis dapat dibagi berdasarkan
 patomekanismenya yaitu Atelektasis obstruktif dan atelektasis nonobstruktif, selain
itu dapat pula dibagi berdasarkan waktu kejadiannya yaitu : atelektasis akut dan
atelektasis kronik, yang pembagian berdasarkan kecepatan dari onset terjadinya
atelektasis. Atelektasis akut dan massive tidak jarang terjadi pada kasus pasca bedah
toraks maupun bedah rongga abdomen bagian atas. Pemberian obat jenis
narkotik dan sedative dalam dosis tinggi juga dapat menimbulkan atelektasis akut
massive. Contoh atelektasis kronik adalah sindrom lobus tengah yang disebabkan
oleh terhimpitnya
 bronkus oleh nodus limfa yang membesar atau tumor sehingga perlangsungannya
 perlahan-lahan memperberat terja..dinya atelektasis seiring dengan membesarnya
 jaringan limfe atau tumor tersebut.4 
•   Atelektasis Obstruktif

Berhubungan dengan obstruksi bronkus, kapiler darah akan mengabsorbsi udara


di sekitar alveolus, dan menyebabkan retraksi paru dan akan terjadi kolaps dalam
 beberapa jam. Pada stadium awal, darah melakukan perfusi paru tanpa udara, hal ini
mengakibatkan ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi sehingga arterial mengalami
hipoksemia. Jaringan hipoksia hasil dari transudasi cairan ke dalam alveoli

menyebabkan edema paru, yang mencegah atelektasis komplit. Ketika paru-paru


kehilangan udara, bentuknya akan menjadi kaku dan mengakibatkan dyspnea, jika
obstruksi berlanjut dapat mengakibatkan fibrosis dan bronkiektasis.8,11 

•   Atelektasis Non-Obstruktif

Penyebab utama yaitu oleh karena tidak adanya hubungan antara pleura viseralis
dan pleura parietalis. Efusi pleura maupun pneumothorax menyebabkan atelektasis
 pasif. Efusi pleura yang mengenai lobus bawah lebih sering dibanding dengan
 pneumothorax yang sering menyebabkan kolaps pada lobus atas. Atelektasis adhesive
lebih sering dihubungkan dengan kurangnya surfaktan. Surfaktan mengandung
 phispolipid dipalmitoy phosphatidyicholine, yang mencegah kolaps paru dengan
mengurangi tegangan permukaan alveoli. Berkurang atau tidaknya produksi surfaktan
 biasanya terjadi pada ARDS, pneumonitis radiasi, ataupun akibat trauma paru sehingga
alveoli tidak stabil dan kolaps. Kerusakan parenkim paru pun dapat menyebabkan
atelektasis sikatrik yang membuat tarikan tarikan yang bila terlalu banyak membuat
 paru kolaps, sedangkan replacement atelektasis dapat disebabkan oleh tumor seperti
 bronchialveolar carcinoma. 8,11

•   Platlike atelektasis (Focal atelectasis)

Disebut juga discoid atau subsegmental atelektasis, tipe ini sering ditemukan
 pada penderita obstruksi bronkus dan didapatkan pada keadaan hipoventilasi, emboli
 paru, infeksi saluran pernafasan bagian bawah dengan horizontal atau “platlike”.
Atelektasis minimal dapat terjadi karena ventilasi regional yang tidak adekuat dan
abnormalitas formasi surfaktan akibat hipoksia, iskemia, hiperoxia, dan ekspos berbagai
toksin. 8,11

•   Postoperative atelektasis
Atelektasis merupakan komplikasi yang umum terjadi pada pasien yang
melakukan anastesi ataupun bedah dapat mengakibatkan atelektasis karena disfungsi
dari diafragma dan berkurangnya aktivitas surfaktan. Atelektasis ini biasanya pada
 bagian basal (bawah) paru ataupun segmen tertentu.11

2.1.3   Gejala Klinis

Gejala dan tanda atelektasis berdasarkan kecepatan dengan tempat bagian


 bronkus yang mengalami oklusi, luas area yang terdampak, dan ada atau tidaknya
komplikasi infeksi. Oklusi bronkus yang cepat dengan area kolaps paru yang luas
menyebabkan rasa sakit pada bagian yang terdampak, dapat terjadi onset segera
dispnea, sianosis. Hipotensi, takikardi, demam dan syok juga dapat terjadi.5 

Pasien dengan atelektasis sering muncul dengan dispneu, takipneu, batuk, dan

nyeri dada pleural saat inspirasi. Hipoksemia dapat disebabkan oleh atelektasis karena
 penurunan perfusi ventilasi ekuilibrium.9 
Atelektasis dapat terjadi pasca operasi mengikuti prosedur perut toraks atau
atas. Meskipun atelektasis dianggap menjadi penyebab paling umum dari demam pasca
operasi awal, bukti yang ada bertentangan, dalam sebuah studi oleh Mavros et al,
mereka tidak menemukan bukti klinis yang mendukung konsep bahwa atelektasis
 berhubungan dengan demam pasca operasi awal Kebanyakan gejala dan tanda-tanda
yang ditentukan oleh kecepatan dengan yang terjadi oklusi bronkial, ukuran daerah
yang terkena paru-paru, dan ada tidaknya komplikasi infeksi. Oklusi bronkial yang
cepat dengan area besar kolaps paru menyebabkan nyeri pada sisi yang terkena, tiba-
tiba mengalami dyspnea, dan sianosis. Hipotensi, takikardia, demam, dan syok juga
dapat terjadi. Perlahan-lahan berkembang atelektasis mungkin asimtomatik atau
mungkin hanya menyebabkan gejala ringan. Sindrom lobus tengah sering
asimtomatik.10,11 
2.1.4   Pemeriksaan Radiografi
Secara dasar, Gambaran radiologik atelektasis menunjukan gambaran
 pengurangan volume pada bagian paru baik lobaris, segmental, atau seluruh paru,

dengan akibat kurangnya aerasi sehingga bayangan opasifikasi dengan penarikan


mediastinum ke arah atelektasis, sedangkan diafragma tertarik ke atas dan sela iga
menyempit. Dengan adanya atelektasis, maka bagian paru sekitarnya mengalami
suatu emfisema kompensasi yang kadang-kadang begitu hebatnya sehingga terjadi
herniasi hemitoraks yang sehat ke arah hemitoraks yang atelektasis. 1,3 

Pada foto thoraks dan CT-Scans menunjukkan tanda-tanda atelektasis dapat


 bersifat langsung maupun tidak langsung, seperti tertera di bawah ini: 12

Direct Sign :

Vascular crowding

Peningkatan densitas

(opasifikasi) Berpindahnya posisi

Fisura Paru Indirect Sign :

Pergeseran hilus

Pergeseram mediastinum ke arah paru yang

kollaps. Perubahan Volume paru

Diagfragma terangkat secara ipsilateral pada hemitoraks

Penyempitan ICS

Tanda-tanda atelektasis pada foto thorax:9 

 
a. Elevasi diafragma karna pengurangan volume paru
 b.  Pergeseran celah horizontal kanan ke atas karena lobus atas kolaps
Gambar 1. Foto thorax PA pada pasien yang menunjukan pergeseran
mediastinum ke arah kiri akibat kolaps paru kiri9 
c.   Atelektasis pada lobus medial kanan (RML) dan lobus inferior kiri

(LLL)nterletak di belakang jantung, dapat dilihat sebagai segitiga radio-opak


yang tebal di balik bayangan jantung (Gambar 3.3.2 dan 3.3.3). Hal ini
terlewatkan jika atelektasis diperiksa jika hanya melihat foto PA; foto lateral
disarankan jika RML atau LLL dicurigai atelektasis.
Gambar 2. (a) PA dan (B) lateral foto polos thorax, tanda panah menunjukkan
ateleksasis lobus medial kanan.9 
eral menunjukkan opasitas sinus anterior menyempit didefinisikan oleh celah horisontal dan miring. Perpindahan celah mengonfirmasi hil

Gambar 4. Foto thorax PA dan lateral menunjukkan atelektasis pada lobus inferior kiri
 paru. Dapat diperhatikan vetebrae thorakal sebelah bawah densitasnya lebih daripada
vetebrae sebelah atas karena bayangan dari lobus yang mengalami atelektasis.9 
Gambar 5. Opasitas triangular di belakang jantung memiliki well defined lateral
border  karena fisura mayor telah bergeser. Ini adalah tampilan umum dari atelektasis lobus inferior kiri.13 

Gambar 6. Kolaps lobus inferior kiri12 

d.   Atelektasis lobus kiri superior (LUL) umumnya terlihat sebagai peningkatan


densitas paru pada foto PA. Foto lateral tampak dengan jelas sebagai
bayangan radio-opak mediastinum anterior yang mewakili lobus yang kolaps
Gambar 7. Atelektasis lobus superior kiri. Tampak densitas tinggi pada lapang paru
kiri9 

Gambar 8. (A) atelektasis lobus superior kiri menyebabkan peningkatan opasitas


medial, (B) peningkatan arteri pulmonalis kiri, dan penurunan jumlah dan kaliber

 pembuluh darah perifer. Area lusen memisahkan opasitas dari lengkungan aorta, yang
merupakan tanda Luftsichel. Kehilangan volume tidak mudah terdeteksi pada foto thoraks posteroanterior. (B)
menguraikan lengkungan aorta, yang menyumbang tanda Luftsichel. Lobus atas
 berlawanan dengan dinding dada anterior dan diuraikan oleh fisura yang terlantar.13 

e.   Atelektasis lobus superior kanan (RUL) tampak sebagai opasitas homogen yang
terletak di zona paru-paru kanan atas dan dibatasi secara inferior oleh fisura
transversal

Gambar 9. Atelektasis lobus superior kanan berbatasan sebelah bawah dengan fisura
transversal.9 
Gambar 10. (A) .Lobus kanan atas opasifikasi dengan elevasi celah, menunjukkan
atelektasis, dengan tambahan temuan mengaburkan hilus kanan dan batas jantung kanan atas. (B) Tampilan la
lobus inferior kanan. Pandangan lateral menegaskan diagnosis atelektasis lobus kanan
atas dan lobus tengah atelectasis.13

Gambar 11. Kolapsnya lobu


f.   Trakea dan mediastinum tertarik ke bagian yang kolaps
g.   Golden S sign: tanda ini tampak saat RUL kolaps akibat massa pada hilar
yang menghalangi bronkus utama kanan (e.g, pada Brock’s syndrome)
pasifikasi thorax kanan atas dikaitkan dengan peningkatan fisura minor dan hemidiafragma kanan dengan puncak juxtaphrenicus. Puncak
adalah opasifikasi segitiga di kubah hemidiafragma yang mengindikasikan hilangnya volume lobus atas. Ini adalah temuan tersering atelek

h.   Plate-like atelectasis (garis Fleischner) tampak adanya garis-garis horizontal


linear radioopak dan tipis biasanya terletak pada 1-3 cm diatas diafragma

Gambar 13. Plate-like atelectasis tampak sebagai bayangan radioopak tebal pada

sudut kostofrenikus kanan


Gambar 14. Atelectasis. (A) Postoperative. Characteristic bibasilar platelike atelectasis
(arrows).10 

Gambar 15. Gambaran atelektasi komplit pada paru kiri : Nampak pergeseran
mediastinum, opasifikasi, dan kehilangan volume pada hemitoraks kiri.5 
Gambar 16. Lobar collapse. Perhatikan peningkatan densitas pada lobus kiri
atas.10 

bkan perpindahan inferior dari fisura mayor. Perbatasan lateral yang tajam dari lobus atelektri opak ini dihasilkan oleh celah utama. Perhati
Gambar 17. Opasifikasi komplit dari hemitorak mungkin disebabkan atelektasis atau
efusi pleura. Atelektasis menyebabkan pendorongan mediastinum ke arah opasitas dengan over inflasi dari

mediastinal. Terminasi trakea pada kasus ini dari komplit atelektasi


adalah hasil dari endobronchialsquamous cell carcinoma.13 

Gambar 18. Radiografi dada posteroanterior: perifer, terdefinisi dengan baik


tidak menunjukkan perubahan dalam tes paru fungsional. opacity (atelektasis bulat).12 
2.  CT-Scan

Gambar 19. Gambaran Atelektasis pada paru kanan atas (RUL): Nampak opasifikasi
 pada paratrakea kanan.5 

Gambar 20. Gambaran CT-Scan diatas menunjukkan gambaran apex paru


sampai carina: Nampak opasifikasi fokal pada daerah paru yang didefinisikan dengan
 baik sebagai batas karakteristik dari atelektasis pada paru kanan atas (RUL).14 
Gambar 21. Pemeriksaan CT dada setelah pemberian media kontras (jendela
 pulmonal dan mediastinal) pada pasien ditunjukkan pada Gambar 1. Kepadatan
 jaringan lunak oval di kedua lobus bawah. Lesi melekat pada pleura, membentuk sudut akut. Tanda "Comet ta
 pleura bilateral.12 

Gambar 22. Atelektasis me


fisura mayor kiri tergeser (
Gambar 23. Efusi pleura dan atelektasis bulat mempengaruhi sebagian besar lobus
kanan bawah dan berdekatan dengan fisura miring yang terdistorsi dan tergeser. Bronkogram udara di ba

2.1.5   Diagnosis Banding


a.   Efusi Pleura

Pada foto thorax yang mengalami efusi pleura dan atelektasis mempunyai
 beberapa perbedaan dan persamaan, yaitu pada gambaran radiologis efusi pleura masif
dapat terjadi shift kearah yang berlawanan dari yang sakit sedangkan pada atelektasis
tertarik ke bagian yang sakit.1,10,11

Gambar 24. Foto Efusi pleura dari cairan pleural yang bermanifestasi pada
hemitoraks sinistra dan membentuk meniscus sign berupa sinus kostoprenicus yang
tumpul pada foto thorax PA diatas.1 
a.  Tumor Paru
Perbedaan mendasar antara atelektasis dan tumor pada gambaran radiologis tumor
 paru menyebabkan penekanan dan shifting ke arah pembesaran tumor dan dapat dilihat
 pada gambar radiologi dibawah ini:1,10,15 

•   Tampak perselubungan homogen yang berbatas tegas pada daerah paru dextra
•   Cor : Bentuk dan ukuran dalam batas normal
•   Kedua sinus intake dan diagfragma baik
•   Tulang-tulang intak
DD : Pneumonia /
Atelektasis Usul : CT
Thoraks

Gambar 24. Tampak bayangan radiopaque berbatas tegas pada bagian lobus tengah
dextra paru. Tumor paru yang berasal dari jaringan paru. 15 
 b.  TB Lama aktif
Gambaran Radiologi TB Lama aktif:
Tampak Bercak berawan pada lapangan paru dextra atas yang disertai cavitas,
 bintik-bintik kalsifikasi, garis fibrosis yang menyebabkan retraksi hilus ke atas
•   Cor : bentuk dan ukuran dalam batas normal
•   Kedua sinus dan diagfragma baik
•   Tulang-tulang intak
Kesan : KP dupleks lama aktif. 1,10 
Gambar 25 pada gambar radiologi diatas tampak perselubungan homogen pada
 paru sinistra disertai dengan kavitas dan garis-garis fibrotik kesan kp dextra lama aktif.1 

2.1.6   Tatalaksana
Terapi Konservatif:
Secara Umum, Tujuan pengobatan adalah untuk memperbaiki kualitas
hidup, untuk memperlambat kemajuan proses penyakit, dan untuk mengatasi,
obstruksi jalan napas untuk menghilangkan hipoksia.14,15
Secara Khusus, Pendekatan terapeutik mencakup:
a. Tindakan pengobatan untuk memperbaiki ventilasi dan menurunkan upaya
 bernapas
 b. Pencegahan dan pengobatan cepat terhadap infeksi
c.Teknik terapi fisik untuk memelihara dan meningkatkan ventilasi pulmonari
d.Pemeliharaan kondisi lingkungan yang sesuai untuk memudahkan pernapasan
e.Dukungan psikologis
f.Penyuluhan pasien dan rehabilitasi yang berkesinambungan
g.Bronkodilator  15,16
Terapi Simptomatik:
c.   Bronkodilator
Bronkodilator berfungsi untuk mendilatasi jalan nafas karena sediaan ini

melawan edema mukosa maupun spasme muskular dan membantu mengurangi


obstruksi jalan nafas serta memperbaiki pertukaran gas. Medikasi ini mencakup
antagonis β-adrenergik (metoproterenol, isoproterenol) dan metilxantin (teofilin,
aminofilin), yang menghasilkan dilatasi bronkial. Bronkodilator mungkin
diresepkan
 per oral, subkutan, intravena, per rektal atau inhalasi. Medikasi inhalasi dapat
diberikan melalui aerosol bertekanan, nebuliser.Bronkodilator mungkin menyebabkan
efek samping yang tidak diinginkan termasuk takikardia, disritmia jantung, dan
 perangsangan sisten saraf pusat. Metilxantin dapat juga menyebabkan gangguan
gastrointestinal seperti mual dan muntah.16
d.   Pengobatan Infeksi
Pasien dengan atelektasis rentan dengan infeksi paru dan harus diobati pada
saat awal timbulnya tanda-tanda infeksi seperti sputum purulen, batuk meningkat
dan demam. Organisme yang paling sering adalah S. pneumonia, H. influenzae,
dan

Branhamella catarrhalis. Terapi antimikroba dengan tetrasiklin, ampisilin, amoksisilin


atau trimetoprim-sulfametoxazol (Bactrim) mungkin diresepkan.15,16 
e.   Oksigenasi
Terapi oksigen dapat meningkatkan kelangsungan hidup pada pasien dengan
emfisema berat. Hipoksemia berat diatasi dengan konsentrasi oksigen rendah untuk
15,16
meningkatkan tekanan oksigen hingga antara 65 dan 80 mmHg.  
DAFTAR PUSTAKA
1.Rasad S. Radiologi Diagnostik. 2005. 109 – 110 p.
2.Woodring J, Reed J. Types and mechanisms of pulmonary atelectasis. J Thorac
Imaging. 1996;11(2):92 – 1  08.

3.Djojodibroto D. Penyakit yang sering melibatkan paru-paru. Jakarta: Penerbit


 buku kedokteran EGC; 2005. 231 –2  33 p.
4.Price, Sylvia A. Gangguan Sistem Pernapasan : Penyakit paru restriktif. In:
Patofisiologi dan Konsep klinis penyakit. 6th ed. Jakarta: EGC; 2006. p.
802 –  4.
5.Madappa T. Atelectasis [Internet]. 2018. Available from:
emedicine.medscape.com/article/296468-overview#a6
6.Schindler MB. Treatment of atelectasis : where is the evidence ? 2005;341 – 2. 7.
Grott K, Dunlap J. Atelectasis. StatPearls. 2019. p.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK545316/.
8.Ahuja, T A. Pleural Effusion. In: Case study in Medical Imaging. United
Kingdom: University of Cambridge; 2006. p. 35.
9.Al-Tubaikh JA. Atelectasis ( Lung Collapse ). In: Internal Medicine (An
Illustrated Radiological Guide). 2010. p. 119 – 22.
10. J T, Betty. Athelectasis. In: Chest Radiography. Lexington: University of
Kentucky; 2008. p. 1 – 5.
11. J A, Et.al. Disease of pleura. In: Pulmonary pathophysiologi. New York:

McGraw Gill Lange; 2008. p. 189 – 2  07.


12. Lobar Lung Collapse [Internet]. Available from:
https://radiopaedia.org/articles/lobar-lung-collapse?lang=us
13. Chest Radiology. 7th ed.
14. Miller, Wallace T. Acute Focal Opacitie and Atelectasis. In: Diagnostic
Thoracic Imaging. USA: The McGraw-Hill Companies; p. 217.
15. Hermawan AG. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid I. In: Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata K SS, editors. VI. Jakarta: Interna
Publishing; 2014.
16. Gunawan S. Saluran Napas: Bronkodilator. In: Farmakologi dan Terapi FKUI.
V. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2009. p. 92.

Anda mungkin juga menyukai