KELOMPOK 2
NAMA MAHASISWA
1. Amelia Agnes A (1021032001)
2. Dede Ratih A (1021032006)
3. Dian Anggraeni (1021032007)
4. Lili Subagya (1021032025)
5. Lulu Gita agustin (1021032026)
6. Mutia Nufus F (1021032032)
7. Rini Wulandari (1021032038
8. Siti Fuzi Rahayu (1021032039)
9. Yani Saputra (1021032044)
10. Yulia Indri Febriani (1021032048)
11. Dwi Yanwar (1021032051)
UNIVERSITAS FALETEHAN
2021/2022
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Chronic pulmonary obstructive disease (COPD)” ini tepat pada waktunya.
Dalam penulisan makalah ini penulis banyak mendapatkan bimbingan, baik berupa
informasi maupun bimbingan moril. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Bapa Tasbihul Anwar, S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen pengampu mata kuliah ilmu
dasar keperawatan III
2. Kepada semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan makalah ini yang tidak
dapat peulis sebutkan satu persatu.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
Untuk itu penulis mengharapkan saran dan keritik yang bersifat konstruktif demi
perbaikan makalah ini. Penyusun berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi
pembaca pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.
penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II PEMBAHASAN 3
2
A. Definisi 3
B. Etiologi 4
C. Klasifikasi 5
D. Epidemilogi 5
E. Manifestasi klinis 6
F. Komplikasi 7
G. Penatalaksanaan 8
H. Pemeriksaan Diagnostik 13
I. Patofisiologi 14
1
2
3
A. Kesimpulan 15
B. Saran 15
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
PPOK adalah suatu penyakit paru kronik yang ditandai oleh adanya hambatan aliran
udara di saluran nafas yang tidak sepenuhnya reversible. Penyakit tersebut biasanya progresif
dan berhubungan dengan respons inflamasi abnormal paru terhadap partikel berbahaya atau
gas beracun. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan salah satu dari kelompok
penyakit tidak menular yang telah menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Hal
ini disebabkan oleh meningkatnya usia harapan hidup dan semakin tingginya pajanan faktor
risiko, seperti faktor pejamu yang diduga berhubungan dengan kejadian PPOK, semakin
banyaknya jumlah perokok khususnya pada kelompok usia muda, serta pencemaran udara di
dalam ruangan maupun di luar ruangan dan di tempat kerja.
Penatalaksanaan PPOK secara umum bertujuan untuk mencegah progresivitas dari
penyakit, mengurangi gejala, meningkatkan toleransi terhadap aktivitas, meningkatkan status
kesehatan, mencegah dan menangani komplikasi, mencegah dan menangani eksaserbasi, dan
menurunkan angka kematian.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan COPD (Chronic Obstructive Pulmonary Disease)?
2. Bagaimana Etiologi dari COPD (Chronic Obstructive Pulmonary Disease)?
3. Bagaimana klasifikasi dari COPD (Chronic Obstructive Pulmonary Disease)?
4. Bagaimana Epidemiologi COPD (Chronic Obstructive Pulmonary Disease)?
5. Bagaimana Manifestasi klinis COPD (Chronic Obstructive Pulmonary Disease)?
6. Bagaimana Komplikasi COPD (Chronic Obstructive Pulmonary Disease)?
7. Bagaimana penatalaksanaan dari COPD (Chronic Obstructive Pulmonary Disease)?
8. Bagaimana pemeriksaan diagnostik COPD (Chronic Obstructive Pulmonary Disease)
4
9. Bagaimana patofisiologi dari COPD (Chronic Obstructive Pulmonary Disease)?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui definisi dari COPD (Chronic Obstructive Pulmonary Disease)?
2. Mengetahui etiologi dari COPD (Chronic Obstructive Pulmonary Disease)?
3. Mengetahui klasifikasi dari COPD (Chronic Obstructive Pulmonary Disease)?
4. Mengetahui Epidemiologi COPD (Chronic Obstructive Pulmonary Disease)?
5. Mengetahui manifestasi klinis COPD (Chronic Obstructive Pulmonary Disease)?
6. Mengetahui komplikasi COPD (Chronic Obstructive Pulmonary Disease)?
7. Mengetahui penatalaksanaan dari COPD (Chronic Obstructive Pulmonary Disease)?
8. Mengetahui pemeriksaan diagnostik dari COPD (Chronic Obstructive Pulmonary
Disease)??
9. mengetahui patofisiologi dari COPD (Chronic Obstructive Pulmonary Disease)?
D. Manfaat Penulisan
1. Penulisan ini dapat digunakan sebagai sarana untuk mengembangkan wawasan
tentang definisi dari anestesi dan jenis-jenisnya seperti anestesi umum dan lokal serta
bagaimana mekanisme kerja obat dari anestesi umum dan lokal.
2. Untuk menambah kajian ilmu pengetahuan tentang anestesi dan jenis-jenisnya
khususnya anestesi umum dan anestesi lokal.
5
BAB II
6
B. Etiologi Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD)
Etiologi penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau chronic obstructive pulmonary
disease (COPD) adalah kerusakan jalan nafas atau kerusakan parenkim paru.
Kerusakan ini dapat disebabkan oleh :
Merokok
Merokok hingga saat ini masih menjadi penyebab utama dari PPOK, termasuk perokok
pasif. World Health Organitation (WHO) memperkirakan pada tahun 2005, 5.4 juta
orang meninggal akibat konsumsi rokok. Kematian akibat rokok diperkirakan akan
meningkat hingga 8.3 juta kematian pertahun pada tahun 2030 [3].
Merokok merangsang makrofag melepaskan fator kemotaktik netrofil dan elastase yang
akan menyebabkan destruksi jaringan. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa
penurunnan fungsi paru dan perubahan struktur paru pada pasien yang merokok telah
terjadi jauh sebelum gejala klinis PPOK muncul.
Faktor Lingkungan
PPOK dapat muncul pada pasien yang tidak pernah merokok. Faktor lingkungan
dicurigai dapat menjadi penyebabnya namun mekanisme belum diketahui pasti. Pada
negara dengan penghasilan sedang hingga tinggi, merokok merupakan penyebab utama
PPOK, namun pada negara dengan penghasilan rendah paparan terhadap polusi udara
merupakan penyebabnya. Faktor risiko yang berasal dari lingkungan antara lain adalah
polusi dalam ruangan, polusi luar ruangan, zat kimia dan debu pada lingkungan kerja,
serta infeksi saluran nafas bagian bawah yang berulang pada usia anak.
AAT merupakan enzim yang berfungsi untuk menetralisir efek elastase neutrophil dan
melindungi parenkim paru dari efek elastase. Defisiensi AAT merupakan faktor
predisposisi pada Emfisema tipe panasinar. Defisiensi AAT yang berat akan
menyebabkan emfisema prematur pada usia rata-rata 53 tahun untuk pasien bukan
perokok dan 40 tahun pada pasien perokok.
7
Sindrom Immunodefisiensi
Sindrom vaskulitis
Kelompok penyakit yang masuk dalam jenis PPOK Klasifikasi penyakit paru
obstruksi kronik (PPOK) antara lain :
a. Asma
Asma merupakan penyakit obstruksi saluran napas yang bersifat reversibel baik
secara spontan maupun dengan pengobatan (Kosasih, 2008). Asma adalah penyakit
inflamasi kronis jalan napas yang ditandai dengan hiperresponsivitas jalan napas
terhadap berbagai rangsangan (Patricia, et.al, 2011).
b. Bronkitis kronis
Bronkitis kronis merupakan suatu keadaan adanya batuk produktif lebih dari 250 ml
sputum perhari selama minimal 3 bulan pertahun selama 2 tahun berturut-turut, tanpa
ada penyebab medis lain (Patricia, et.al, 2011). Sedangkan menurut GOLD (2017)
bronkitis kronis merupakan batuk produktif dan menetap minimal 3 bulan berturut-
turut dalam kurun waktu sedikitnya 2 tahun.
c. Emfisema
Emfisema adalah penyakit yang dimana terjadi kehilangan kehilangan paru dan
permanen pada ruang udara yang jauh dari bronkiolus terminal termasuk destruksi
dinding alveolar dan penutup kapiler tanpa fibrosis yang nyata.
d. Bronkiektasis
Bronkiektasis adalah gangguan pada saluran pernapasan yang terjadi akibat adanya
pelebaran bronkus dan bronkiolus akibat kerusakan otot dan jaringan elastik
8
penunjang, yang disebabkan oleh atau berkaitan dengan infeksi nekrotikan kronis.
Sekali terbentuk, bronkiektasis menimbulkan gejala kompleks yang didominasi oleh
batuk dan pengeluaran sputum purulen dalam jumlah besar (Robins, et.al 2007)
9
perasaan sesak di dada
mengi
kelelahan
demam ringan dan panas-dingin
Pada awalnya, Anda mungkin tidak merasakan gejala apa pun. Atau, kalaupun
gejalanya muncul Anda hanya mengalami gejala ringan sehingga tidak menyadari
bahwa Anda memiliki PPOK. Oleh karena merupakan penyakit progresif, gejalanya
baru benar-benar mengganggu jika penyakit ini sudah cukup lama bersarang dalam
tubuh Anda.
Masalah jantung: PPOK dapat menyebabkan detak jantung tidak teratur dan
mengalami perubahan. Kondisi ini disebut dengan aritmia. Masalah jantung lain yang
juga mungkin berisiko pada orang dengan PPOK adalah gagal jantung.
Tekanan darah tinggi: PPOK dapat menyebabkan tekanan darah tinggi pada
pembuluh darah yang memasok darah ke paru-paru. Kondisi ini disebut dengan
hipertensi paru.
Infeksi pernapasan: Ketika memiliki PPOK, Anda mungkin akan lebih sering untuk
terkena pilek, flu, atau bahkan pneumonia (infeksi paru serius yang disebabkan oleh
virus atau jamur). Infeksi ini dapat membuat gejala Anda memburuk atau
menyebabkan kerusakan paru lebih lanjut.
a. Terapi nonfarmakologi
Program aktivitas olahraga untuk PPOK dapat terdiri atas sepeda ergometri,
latihan treadmill, atau berjalan dengan diatur waktunya, dan frekuensinya dapat
berkisar setiap hari sampai setiap minggu dengan durasi 10 sampai 45 menit per
sesi, dan intensitas latihan dari 50% konsumsi oksigen puncak sampai yang
10
ditoleransi maksimum. Manfaat rehabilitasi paru-paru PPOK meliputi hal-hal
berikut :
2) Konseling nutrisi
malnutrisi adalah masalah umum pada pasien PP dan lebih dari 50 % pasien
PPOK yang masuk rumah sakit. Insiden malnutrisi bervariasi sesuai dengan
derajat abnormalitas pertukaran gas. Malnutrisi mengakibatkan penurunan otot
pernapasan dan kelemahan otot pernapasan lebih lanjut. Pengkajian nutrisi
yang menyeluruh harus dilakukan untuk mengidentifikasi strategi guna
memaksimalkan status nutrisi pasien. Tindakan pencegahan dapat mencakup
pemberian makan yang sedikit tapi sering untuk pasien yang mengalami sesak
napas ketika makan, memperbaiki pertumbuhan gigi yang buruk, dan mengatasi
komorbiditas (mis., sepsis pulmonal, tumor paru ) secara tepat. status nutrisi
pasien PPOK yang mengalami penurunan berat badan yang dapat menyebabkan
peningkatan kekuatan otot pernapasan.
3) Penyuluhan
Berhenti merokok adalah metode tunggal yang paling efektif dalam mengurangi
terjadinya PPOK dan memperlambat perkembangan penyakit. Sesi konseling
singkat ( 3 menit) untuk mendorong berhenti merokok menyebabkan angka
berhenti merokok 5% sampai 10%. Setiap aktivitas harus menjalani sesi konseling
pada setiap kunjungan ke pemberi perawatan kesehatan. Ada banyak
farmakoterapi yang efektif (mis., produk berhenti nikotin) saat ini untuk merokok
dan penggunaannya di anjurkan tidak berhasil dalam membantu pasien berhenti
meroko. Penting untuk pentingnya eliminasi atau pengurangan paparan terhadap
berbagai zat berbahaya di tempat kerja. Pencegahan sekunder dapat dicapai
melalui surveilans dan deteksi dini juga sangat penting.
B. Terapi farmakologi
1) Bronkodilator
Bronkodilator adalah bagian penting dari penatalaksanaan pada pasien PPOK dan
sesuai kebutuhan atau secara teratur untuk mencegah atau mengurangi gejala.
Bronkodilator memperbaiki pengosongan paru, mengurangi hiperinfasi pada saat
istirahat dan selama latihan, dan memperbaiki performa latihan. Bronkodilator
meningkatkan FEV1 dengan memperlebar tonus otot polos jalan napas, bukan
11
dengan mengubah sifat elastisitas paru. Bronkodilator paling sesuai dengan
kondisi ini. Inhalasi merupakan pemberian yang lebig dipilih. Agen bronkodila.
adalah agonis beta2 adrenergik, antikolinergik, dan tefilin. Pilihan bentuk
tertentu terapi bronkodilator bergantung pada ketersediaan dan respons pasien
dalam hal pengurangan gejala
2) Glukokortikoid
Terapi inhalasi glukokortikoid yang rutin untuk PPOK hanya sesuai pada pasien
dengan penyakit sistomatik dan respon spirometrik yang tercatat terhadap
glukokortikoid atau pada pasien dengan FEVI kurang dari 50% yang diprediksi dan
eksaserbasi berulang yang memerlukan terapi dengan antibiotik atau
glukokortikosteroid oral. Terapi inhalasi glukokortikosteroid yang lama dapat
mengurangi gejala, namun tidak mengubah penurunan panjang FEVI yang biasanya
terlihat pada pasien PPOK. Hubungan dosis-respons dan keamanan jangka panjang
glukokortikosteroid pada PPOK tidak diketahui sepenuhnya, dan tidak ada
rekomendasi terapi jangka panjang glukokortokosteroid.
C. Terapi oksigen
Terapi oksigen adalah salah satu terapi nonfarmakologi utama untuk pasien yang
mengalami PPOK berat. Terapi oksigen merupakan suatu terapi yang diberikan
dengan memberikan gas oksigen (02) lebih dari 21% pada tekanan 1 atmosfer
sehingga konsentrasi oksigen dalam tubuh meningkat. Terapi oksigen diberikan jika
terdapat kegagalan pernapasan karena hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas 02
(Kristina,2013).
12
H. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan pada penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau chronic obstructive
pulmonary disease (COPD) yang bermanfaat diantaranya adalah pemeriksaan fungsi
paru dan pemeriksaan radiologis.
Pada PPOK ditemukan penurunan nilai FEV1 dengan penurunan rasio FEV1/FVC.
Dapat juga dilakukan uji bronkodilator. Jika Nilai rasio FEV1/FVC post pemberian
bronkodilator <0.70, ini menunjukkan adanya keterbatasan aliran udara yang persisten.
- Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan pada PPOK adalah foto rontgen toraks dan
CT Scan toraks.
Pemeriksaan CT scan toraks dapat membantu dalam mendiagnosis berbagai tipe dari
PPOK. CT Scan lebih spesifik dalam mendiagnosa emfisema jika dibandingkan foto
thoraks polos.
13
Sumber: anonim, Openi, 2014.
I. Patofisiologi
Prinsip terjadinya penyakit paru obstruksi kronik yaitu adanya keterbatasan jalan
napas yang tidak dapat dibalikkan sepernuhnya. Secara progresif terjadi saat jalan
napas dan kehilangan daya elastisitas paru yang mengakibatkan penurunan FEV
(forced expiratory volume), ketidakadekuatan dalam pengosongan paru dan
hiperinflasi (Decramer, 2012). Adanya proses penuaan yang menyebabkan terjadinya
fungsi paru. penurunan elastisitas jaringan paru dan dinding dada yang
mengakibatkan terjadinya penurunan kekuatan kontraksi otot pernapasan dan
menyebabkan kesulitan dalam bernapas Selain faktor kebiasaan buruk merokok juga
dapat menyababkan cedera pada sel epitel jalan napas yang menyebabkan terjadinya
reaksi inflamasi, dimana pada kandungan asap rokok dapat memicu terjadinya kronis
pada paru-paru Mediator merusak dapat merusak struktur penunjang dari paru-paru.
Akibat hasil elastisitas saluran pernapasan dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi
paru berkuramg. Saluran udara yang mengalami kolaps terutama pada saat ekspirasi
dimana ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah
inspirasi. Jika tidak terjadi pengempisan pasif, maka udara akan terperangkap
didalam paru-paru dan saluran udara kolaps (Greace, 2011).
Fungsi paru menentukan jumlah kebutuhan yang masuk ke tubuh seseorang, yaitu
jumlah oksigen yang digunakan oleh darah untuk digunakan oleh tubuh. Kebutuhan
oksigen sangat erat kaitannya dengan aliran darah ke paru-paru. Berkurangnya fungsi
paru-paru juga disebabkan oleh berkurangnya fungsi respirasi sitem seperti fungsi
ventilasi paru. Faktor resiko merokok dan polusi udara menyebabkan proses
inflamasi bronkus dan juga dapat menimbulkan kerusakan pada dinding bronkiolus
terminalis.
Terjadinya kerusakan pada dinding bronkiolus terminalis dapat menyebabkan
obstruksi pada bronkiolus terminalis yang akan mengalami obstruksi pada fase awal
ekspirasi. Udara yang masuk ke alveoli pada saat inspirasi akan terjebak kedalam
alveolus pada saat ekspirasi sehingga akan menyebabkan terjadinya udara (air
trapping). Kondisi seperti ini yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan sesak
napas.
14
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah penyakit paru kronik yang ditandai
oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel
atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau
gabungan keduanya.
Merokok adalah faktor risiko yang dapat dimodifikasi utama untuk
pengembangan COPD, namun penyakit ini dapat dikaitkan dengan kombinasi dari
faktor-faktor risiko yang terkait dengan faktor pengembangan, dan umumnya,
interaksi antara risiko ini menyebabkan ekpession penyakit, faktor tuan rumah ,
seperti predisposisi genetik, mungkin tidak dimodifikasi tetapi penting untuk
mengidentifikasi pasien berisiko tinggi mengembangkan penyakit. faktor lingkungan,
seperti asap tembakau dan debu kerja dan bahan kimia, merupakan dua faktor itu, jika
dihindari, dapat mengurangi risiko pengembangan penyakit.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, kritik
dan saran yang bersifat membangun dari pembaca sangat penulis hharapkan
guna kesempurnaan makalah ini di masa mendatang.
15
DAFTAR PUSTAKA
Putra TR, Suega K, Artana B. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit
Dalam. Denpasar: SMF Penyakit Dalam FK Unud; 2013.
16
Kementerian Kesehatan RI. Petunjuk teknis penerapan pendekatan praktis
kesehatan paru di Indonesia. Jakarta: Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan; 2015.
17