PNEUMONIA NEONATUS
Oleh :
Adelin Prima Devita 1740312402
Hengki Prasetia 1840312468
Nadrah 1840312302
Widiya Tussakinah 1840312312
Preseptor :
BAGIAN RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunian-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah yang
berjudul “Pneumonia Neonatus”.
Penulis
i
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
Daftar Gambar iii
BAB 1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Batasan Masalah 1
1.3. Tujuan Penulisan 1
1.4. Manfaat Penulisan 1
BAB 3. Kesimpulan 9
Daftar Pustaka 21
ii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 3.1: Skabies pada sela jari tangan 11
Gambar 3.2: Hasil pemeriksaan KOH 13
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
iv
1.4 Metode Penulisan
Penulisan referat ini menggunakan tinjauan kepustakaan yang merujuk pada
berbagai literatur
v
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Pneumonia adalah kelainan pada saluran nafas, terutama parenkim paru
yang terjadi akibat infeksi dari mikroorganisme, kecuali Mycobacterium
tuberculosis. Kelainan pada parenkim paru tersebut akan mengakibatkan
akumulasi cairan di alveolus sebagai hasil dari reaksi inflamasi yang terjadi, hal
ini akan menyebabkan gangguan pertukaran oksigen dan carbondioksida di dalam
alveoli, pada akhirnya akan terjadi gangguan perfusi oksigen ke berbagai sel tubuh
sebagai sumber utama untuk proses metabolisme.1,2
Pneumonia neonatus merupakan varian dari kasus pneumonia yang terjadi
pada seorang individu dimulai sejak saat setelah lahir sampai dengan usia 28 hari.
Pneumonia neonatus merupakan kasus yang cukup serius pada anak-anak, karena
10% kematian pada anak-anak disebabkan oleh penyakit ini. Gejala awal yang
sering timbul pada neonatus yang diduga menderita pneumonia adalah distress
pernafasan dan juga demam yang biasanya muncul lebih lambat. Gejala klinis
yang muncul bisa dalam 48 jam pertama setelah kelahiran, namun onset juga bisa
terjadi lebih lambat dimana terjadi pada usia 3 minggu. 2,3 Gangguan pernapasan
dapat berupa takipneu, bising, sulit bernapas, retraksi dinding dada, batuk, atau
pun mendengus. Karena angka kematian yang cukup tinggi, maka pemberian
antibiotik perlu dipertimbangkan pada bayi baru lahir yang mengalami distress
pernafasan. 2
2.2. Epidemiologi
1
pneumonia dalam 20-38% kasus, dengan insiden tertinggi pada kelompok sosial
ekonomi rendah. Berat lahir dan onset usia sangat menentukan risiko kematian
akibat pneumonia. Tingkat kasus kematian yang lebih tinggi untuk bayi berat
badan lahir rendah, infeksi intrauterin dan onset awal pneumonia. Epidemiologi
dari postpartum terutama pada onset akhir pada umumnya cenderung terkait
dengan infeksi nosokomial, seperti bakteri pathogen yang berasal dari
chorioamnionitis atau intervensi medis. 3
Pneumonia yang didapat dalam komunitas merupakan salah satu infeksi
yang paling serius pada masa kanak-kanak, yang menyebabkan angka morbiditas
dan mortalitas yang signifikan di Amerika Amerika. Di Eropa dan Amerika Utara
dalam setahun didapatkan anak-anak dibawah umur 5 tahun ditemukan 34-40
kasus per 1000 penduduk. Meskipun ada beberapa definisi untuk pneumonia,
namun defenisi yang paling umum diterima adalah adanya demam, gejala
pernapasan akut, atau keduanya, ditambah bukti foto toraks dimana didapatkan
infiltrat pada parenkim paru. 4
2.3. Etiologi
Penyebab pneumonia adalah mikroorganisme selain Mycobacterium
tuberculosis. Mikroorganisme penyebab bervariasi sesuai dengan kelompok usia.
Pada neonatus, kelompok mikroorganisme yang umum didapatkan ialah
Streptokokus B dan bakteri gram negati seperti Escherichia coli. Biasaya bakteri
tersebut menginfeksi bayi baru lahir akibat penularan yang bersumber dari ibu.
Keberadaan flora normal di sistem genitourinaria ibu dan flora normal pada
saluran pencernaan akan semakin memungkinkan terjadi penularan bakteri pada
neonates.4 Infeksi oleh bakteri streptokokus Grup B biasanya menginfeksi janin
akibat dari kolonisasi bakteri di vagina dan leher rahim. Selain penularan
intrauterine, mikroorganisme ini juga dapat diperoleh melalui aspirasi saat proses
persalinan, atau melalui kontak setelah kelahiran dengan orang lain atau peralatan
yang terkontaminasi. 5
Penyebab nosokomial tersering adalah bakteri gram negatif, terutama
klebsiella spp. Agen infeksi kongenital kronis, seperti CMV, Treponema pallidum
(penyebab pneumonia alba), Toxoplasma gondii, dan lain-lain, dapat
menyebabkan pneumonia pada 24 jam pertama kehidupan. 5
2
Infeksi virus yang didapat dalam komunitas masyarakat sering juga terjadi
pada pada bayi baru lahir dan jarang pada bayi yang lebih tua. Virus yang paling
sering terisolasi adalah respiratory syncytial virus (RSV), human rhinovirus, dan
virus influenza. Infeksi akibat virus biasa disebabkan akibat nosokomial. Antibodi
yang berasal dari ibu penting dalam melindungi bayi baru lahir dari infeksi
tersebut. Pada bayi prematur diduga tidak mendapatkan cukup imunoglobulin
transplasenta igg, sehingga sangat rentan untuk mendapatkan infeksi. 5
3
2.4. Patogenesis
4
radiografi thorax didapatkan infiltrat baru atau efusi pleura. Tanda akhir
pneumonia pada neonates tidak spesifik seperti apnea, takipnea, malas makan,
distensi abdomen, jaundice, muntah, respirasi distress, dan kolaps sirkulasi.8
2.5 Diagnosis
Kultur bakteriologis konvensional merupakan tes yang paling banyak
digunakan untuk . Aerobik inkubasi dari kultur sudah cukup untuk mendapatkan
agen pathogen yang menyebabkan infeksi. Meskipun air ketuban berbau busuk
yang sering disebabkan oleh bakteri anaerob, tetapi organisme ini jarang menjadi
penyebab infeksi. Kultur jamur, virus, dan U. urealyticum merupakan tes yang
lainnya yang dapat dilakukan tetapi harus didasarkan pada gejala klinis yang ada.9
Selain pengujian hematologi, biokimia darah, dan kultur bakteri,pencitraan
dada radiografi dianggap komponen penting dalam membuat diagnosis
pneumonia neonatal. Pencitraan diagnostik tidak hanya dilakukan pada penilaian
awal kondisi neonatus dan untuk menegakkan diagnosis, tetapi juga untuk
memantau perkembangan penyakit dan efek dari tindakan terapi intervensi.
Penyakit paru merupakan penyebab utama dari distres pernapasan pada neonatus
yang mana ini dapat menyebabkan gagal pernafasan dan juga kematian pada
beberapa kasus. Modalitas pencitraan dapat digunakan untuk mengetahui penyakit
pada paru ini. USG merupakan salah satu modalitas pencitraan yang dapat
dilakukan untuk mengetahui penyakit paru. Semua metode diagnostik ultrasound
didasarkan pada prinsipi USG yang tercermin antara media dengan impedensi
akustik yang berbeda. Garis pleural dan garis horizontal yang berulang
hiperechoic (A-lines) dapat. Garis pleural adalah garis hiperecoic yang halus dan
teratur yang bergerak-gerak selama respirasi (Sliding paru). Saat udara berkurang,
misal pada edema intersisial subpleural, sinar USG menghasilkan ketidakcocokan
akustik antara cairan yang dikelilingi udara berulang kali dan memantul pada
bagian yang lebih dalam, hal ini membentuk gema vertikal (B-Lines). B-lines
berkorelasi dengan kadar cairan intersisial paru-paru dengan penurunan kadar
udara paru-paru.Saat kandungan udara semakin menurun misalnya pada
konsolidasi paru-paru, parekinkim parusecara langsung dapat divisualisasikan
sebagai daerah perbatasan hiperecoic, kurang jelas atau berbentuk baji. Oleh
5
karena itu dengan adanya bronkogram udara atau pola vaskuler, maka kita dapat
membantuka identifikasi etiologi konsolidasi. 9,10,11
USG paru-paru adalah alat yang dapat diandalkan untuk mendiagnosis
pneumonia neonatal dan cocok digunakan sebagai modalitas pencitraan rutin yang
dilakukan di NICU. Dari beberapa penelitian dikatan bahwa USG memiliki
tingkat sensitiviatas dan spesifisitas yang tinggi yaitu 96% dan 93% , untuk
mendiagnostik pneumonia pada anak. Akan tetapi, ada tingkat keterbatasan
tertentu karena sensitivitas rendah pada USG untuk menilai pneumonia didaerah
perihiler. Temuan USG pada pneumonia neonatus adalah adanya konsolidasi
paru-paru dengan garis tepi tidak teratur dan adanya B-line, garis pleural tidak
terlihat dan juga tidak ada terlihat “sliding paru”, bronkogram udara terlihat pada
konsolidasi besar.10,11,12
Gambar 1. A-line pada paru normal dan B-line pada saat udara paru
berkurang
6
Gambar 4. Konsolidasi paru subpleural dengan bronkogram udara
Aerasi normal pada paru neonatal akan sempurna kurang lebih dalam 2
atau 3 kali siklus respiratori setelah kelahiran dan lapangan paru akan tampak
simetris aerasinya pada X-Ray apabila diafragma turun hingga kosta 8 pada
posterior dan kosta 6 pada anterior. Ukuran jantung sering sulit dinilai karena
proyeksi supinasi AP dan adanya bayangan timus. Umumnya penyakit yang
berdampak pada aerasi paru neonatus berhubungan dengan kelainan opasitas paru
pada X-Ray Toraks. Opasitas paru akan meningkat pada keadaan: inspirasi yang
buruk, TTN, IRDS, infeksi streptococcus grup B, sindrom aspirasi mekonium,
Oedema paru, aspirasi dan efusi paru bilateral. Radiografi thorax konvensional
tetap menjadi diagnosis andalan pada neonatus dengan gejala distress pernapasan.
Pada neonatus, radiografi thorax sebagian besar dilakukan dengan posisi supine
7
dan dalam proyeksi anteroposterior.12 Gambaran X-Ray pada pneumonia neonatal
adalah infiltrat paru yang menyebar atau konfluen atau bisa juga meningkatnya
bayangan intersisial. Selain itu pada pneumonia didapatkan gambaran infiltrat
dengan pola garis di perihilar yang dapat menyerupai TTN, Perbercakan pada
pneumonia akibat S. Pneumonia group B dapat menyerupai HMD (IRDS) dengan
penurunan volume paru. Bayi aterm dengan gambaran HMD (IRDS) harus
dianggap sebagai pneumonia sampai terbukti sebaliknya. Efusi pleura pada 25%
kasus. Oleh karena itu pneumonia neonatal sering di diagnosis banding dengan
HMD (IRDS) dan TTN karena dapat memberikan gambaran yang hampir sama. 13,
14, 15,16
8
Gambar 7. Perbercakan asimetris dan hiperaerasi.
9
Gambar 10. Penyakit b-hemolytic streptococcal grup B dan efusi pleura
10
Hiperinflasi terkait dengan konsolidasi merata menunjukkan obstruksi
jalan napas parsial yang disebabkan oleh sumbatan lender dan debris inflamasi.
Tanda air bronchogram biasanya menunjukkan konsolidasi yang luas, tetapi tanda
ini tidak spesifik dan mungkin berkaitan dengan perdarahan paru atau edema.
Kehadiran pneumatoceles terkait dengan efusi pleura menunjukkan proses infeksi
pneumonia.13
Dalam sebuah studi tentang radiografi thorax didapatkan 30 bayi yang di
otopsi dengan paru-paru yang terinfeksi, kelainan yang paling umum
diidentifikasi adalah densitas alveolar bilateral (77%). Dari pasien ini, sepertiga
memiliki karakteristik yang luas, perubahan densitas alveolar dengan air
bronchograms yang banyak. Kehadiran efusi pleura pada penyakit membran hialin
dan transien takipnea yang menetap selama 1-2 hari merupakan tanda yang sangat
membantu membantu dalam diagnosis pneumonia neonatal. Perubahan radiografi
yang didapat dapat membantu dalam diagnosis pneumonia neonatal, terutama jika
informasi ini berkorelasi dengan gambaran klinis.13
CT scan dapat membantu menyingkirkankan kemungkinan tumor,
kelainan pembuluh darah, kelainan lobus, dan untuk menetapkan adanya infiltrate.
11
Tabel . Diagnosis banding pneumonia neonatal
12
Gambar 13. Respiratory Distress Syndrome
13
dan meluas hingga perifer lapangan paru dan ini juga adapat disertai dengan
normal atau sedikit pembesaran jantung dan adanya efusi pleura minimal. 12,15
B
A
2.5. Tatalaksana
14
Dalam sebuah percobaan acak pada bayi Kenya, pemberian sehari
sekali gentamicin dengan dosis loading 8 mg/kg, pada bayi < 2 kg diberikan 2
mg/kb, sedangkan pada bayi > 2 kg diberikan 4 mg dalam minggu pertama
kehidupan. Pemberian 4 mg/kg pada bayi yang berat < 2 kg atau 6 mg/kg dengan
berat > 2 kg dalam minggu kedua tau lebih. Jika bayi tidak berespon terhadap
pemberian antibiok lini pertama, WHO merekomendasikan untuk mengganti
antibiotic dengan generasi ketiga cephalosporin atau kloramfenikol terutama pada
bayi yang tidak premature dan level obat dapat di monitor.3
Prinsip-prinsip umum pengobatan serupa dengan anak, yaitu
hidrasi, anti-piretik dan ventilasi dukungan jika diperlukan. Pada bayi yang
berumur kurang dari 1 bulan jika penyebabnya bakteri dapat diberikan ampicillin
75-100 mg/kg/hr dan gentamicin 5 mg/kg, untuk umur 1-3 bulan dapat diberikan
Cefuroxime 75–150 mg/kg/hr atau co-amoxiclav 40 mg/kg/hari. Sedangkan pada
umur lebih dari 3 bulan diberikan Benzylpenicillin atau erythromycin, jika tidak
berespon segera ganti dengan cefuroxime atau amoxicillin.5
Pengobatan pendukung pada pneumonia non bakteri, jika
penyebabnya Chlamydia dan mycoplasma harus diterpi dengan erythromycin 40–
50 mg/kg/hari dan diberikan peroral. Jika pneumonia yang disebabkan oleh
pneumocystis carinii dapat diberikan co-trimoxazole 18–27 mg/kg/hr.13
Prioritas awal pada anak dengan pneumonia meliputi identifikasi dan
pengobatan gangguan pernapasan, hipoksemia, dan hiperkarbia. Pada neonatus
dengan hipoksia, dibantu dengan oksigen, nasal continous positive airflow
pressure, ventilasi mekanis mungkin diperlukan. Anak-anak yang berada dalam
kesulitan pernapasan yang parah harus menjalani intubasi trakea jika mereka tidak
mampu untuk mempertahankan oksigenasi atau mengalami penurunan tingkat
kesadaran.14
Rekomendasi WHO, bayi yang dirawat di rumah sakit dan dengan infeksi
berat diberikan terapi antibiotik parenteral; ampicillin (50 kg/kg setiap 8 jam)
pada minggu pertama kehidupan dan aminoglikosida (seperti gentamisin 7.5
mg/kg perhari). Bila terdapat sepsis Listeria Monocytogenes pemberian ampicillin
dapat di ganti dengan penicillin.14
15
2.8.1. Perawatan Supportif
2.6. Pencegahan
Strategi untuk mencegah dan mengobati pneumonia neonatal
membutuhkan intervensi di semua tingkat penyediaan layanan kesehatan, yaitu
masyarakat, perawatan primer, kabupaten dan rumah sakit tersier.3
Langkah-langkah yang telah terbukti efektif dalam pencegahan pneumonia
neonatal meliputi: (1) manajemen aktif pada penanganan pecah ketuban (2)
Inisiasi menyusi dini dan pemberian ASI eksklusif, dan (3) Menghindari
pneumonia nosokomial pada unit perawatan intensif di mana akibat infeksi yang
umum ditemukan seperti enterik basil Gram negatif (E. coli, Klebsiella,
Enterobacter dan Pseudomonas spp), staphylococcus koagulase negatif dan S.
Aureus multiresisten. Bakteri kolonisasi pada tabung endotrakeal, humidifers,
ventilator tabung, infus, probe temperatur. Peralatan (misalnya stetoskop) dan
sarung tangan tangan merupakan awal terjadinya infeksi neonatal. Mencuci tangan
adalah hal yang paling sederhana dan dan paling efektif untuk mencegah
terjadinya infeksi nosokomial. Identifikasi dan pembersihan peralatan yang
terkontaminasi juga mencegah infeksi nosokomial.3
Pencegahan antenatal dapat dilakukan dengan tatalaksana infeksi
maternal, peningkatan kewaspadaan tindakan kebidanan, dan kontrol infeksi pada
layanan neonatus. Imunisasi ibu influenza, pertusis dan RSV masih dalam
16
perkembangan. Pada ibu dengan HIV disarankan untuk pemberian ARV dan
profilaksis trimethoprim-cotrimoxazole.14
2.7. Prognosis
Bayi yang sembuh dari infeksi neonatus dapat menyebabkan perburukan
perkembangan saraf. Penelitian systematic review dan meta analisis di Asia
Selatan, Sub-sahara Afrika, dan Amerika Latin pada bayi premature (usia gestasi
kurang dari 32 minggu), tercata 1,7 juta kasus sepsis neonatal, dengan 510.000
diantaranya merupakan kasus pneumonia.15 Perburukan perkembangan saraf
sedang-berat di temukan terjadi pada kurang lebih 23% bayi yang sembuh dari
meningitis, namun minimnya data perburukan perkembangan saraf pada neonatus
akibat pneumonia.16
Penegakkan diagnosis dan tatalaksana segera infeksi neonatal dapat
mengurangi angka kematian dan meningkatkan hasil jangka panjang. Hipotermia,
pneumonia, premature, nilai APGAR rendah pada menit pertama, dan BBLR
merupakan faktor mortalitas pada bayi dan perawatan yang lebih lama di NICU.
Pneumonia adalah penyebab tersering hipoksia, apabila perawatan medis tidak
mencukupi dan sumber daya langka, kematian dapat terjadi akibat tidak
tersedianya oksigen di banyak negara.
17
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
18
DAFTAR PUSTAKA
19
21. Seale AC, Blencowe H, Zaidi A, Ganatra H, Syed S, Engmann C. Neonatal
severe bacterial infection impairment estimates in South Asia, sub-Saharan
Africa, and Latin America for 2010. Pediatr Res. 2013; 74(Suppl 1): p. 73-85
22. Shah S, Zemichael O, Meng HD. Factors associated with mortality and length
of stay in hospitalised neonates in Eritrea, Africa: a cross-sectional study.
BMJ Open. 2012; 2: p. e000792
23. Belle J, Cohen H, Shindo N, Lim M, Velazquez-Berumen A, Ndihokubwayo
JB. Influenza preparedness in low-resource settings: a look at oxygen delivery
in 12 African countries. J Infect Dev Ctries. 2010; 4: p. 419-24
20
1