Anda di halaman 1dari 16

REFERAT

Hyaline Membrane Disease

Pembimbing:
dr. Lisa Irawati, Sp. Rad

Oleh:
Rani Afriyanti
406201042

KEPANITERAAN KLINIK RADIOLOGI


RS HUSADA
PERIODE 12 SEPTEMBER 2022 - 08 OKTOBER 2022
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
JAKARTA
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Rani Afriyanti


NIM : 406201042
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Tarumanagara
Bagian : Ilmu Radiologi
Judul Referat : Hyaline Membrane Disease
Diajukan : September 2022

Telah diperiksa dan diajukan tanggal September 2022

Mengetahui,
Kepala SMF Ilmu Radiologi Pembimbing

dr. Pramlin Gunawan, Sp. Rad(K)RI dr. Lisa Irawati, Sp. Rad

i
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN i
DAFTAR ISI ii
BAB 1 PENDAHULUAN 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .2
2.1 Definisi 2
2.2 Epidemiologi 2
2.3 Patofisiologi 2
2.4 Manifestasi Klinis 3
2.5 Pemeriksaan Laboratorium 4
2.6 Gambaran Radiologis PMH 4
2.7 Diagnosa Banding 7
2.8 Tatalaksana 8
2.9 Pencegahan 9
2.10 Komplikasi 9
2.11Prognosis 10
BAB 3 KESIMPULAN 12
DAFTAR PUSTAKA 13

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

Salah satu penyebab kematian untuk masalah respirasi pada bayi baru lahir
adalah Sindrom gawat napas neonatus (SGNN) atau yang lebih dikenal sebagai
penyakit membran hialin (PMH). Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor
yaitu penyakit pada ibu (diabetes gestasional), bayi lahir prematur, kelahiran
multipel, operasi caesar, dan adanya infeksi. Insidensi terjadinya penyakit
membran hialin berbanding terbalik dengan usia gestasi. Di Indonesia, dari
950.000 BBLR yang lahir setiap tahun diperkirakan 150.000 bayi di antaranya
menderita SGNN, dan sebagian besar berupa PMH. Bayi prematur lahir dengan
kondisi paru yang belum siap sepenuhnya untuk berfungsi sebagai organ
pertukaran gas yang efektif. Hal ini merupakan faktor utama terjadinya SGNN.
Ketidaksiapan paru menjalankan fungsinya tersebut terutama disebabkan oleh
kekurangan atau tidak adanya surfaktan.

1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Sindrom gawat napas neonatus (SGNN) merupakan suatu sindrom yang
sering ditemukan pada neonatus dan menjadi penyebab morbiditas utama
1
pada bayi berat lahir rendah (BBLR). Sindrom ini disebut juga sebagai
penyakit membran hialin (PMH), yang merupakan bagian terbesar dari
sindrom gawat nafas pada masa neonatus. Penyakit membran hialin
merupakan disfungsi pernapasan pada neonatus yang berhubungan dengan
keterlambatan perkembangan maturitas paru.1,2

2.2 Epidemiologi
Insidensi terjadinya penyakit membran hialin berbanding terbalik dengan
usia gestasi; 95-98% pada bayi yang lahir usia 22-24 minggu, 70% pada usia
gestasi 28 minggu, 25% pada usia gestasi 32 minggu, dan 5% pada usia
gestasi 36 minggu. Di negara maju PMH terjadi pada 0,3-1% kelahiran hidup
dan merupakan 15-20% penyebab kematian neonatus.3 Di Indonesia, dari
950.000 BBLR yang lahir setiap tahun diperkirakan 150.000 bayi di antaranya
menderita SGNN, dan sebagian besar berupa PMH.4
Faktor risiko terbesar yaitu usia gestasi dan berat badan lahir yang
kurang. Menunda persalinan hingga usia gestasi 39 minggu terbukti dapat
menurunkan morbiditas neonatus. Laki-laki terkena dua kali lebih banyak
dibandingkan perempuan, dan PMH ditemukan lebih banyak pada orang
yang berkulit putih. Faktor risiko lain yang terlibat yaitu diabetes gestasional,
kehamilan kembar, dan operasi caesar.1,3

2.3 Patofisiologi 3,5


Bayi prematur lahir dengan kondisi paru yang belum siap sepenuhnya untuk
berfungsi sebagai organ pertukaran gas yang efektif. Hal ini merupakan
faktor utama terjadinya SGNN. Ketidaksiapan paru menjalankan fungsinya
tersebut terutama disebabkan oleh kekurangan atau tidak adanya surfaktan.

2
Sintesis surfaktan dipengaruhi sebagian oleh pH, suhu dan perfusi normal,
asfiksia, hipoksemia dan iskemia paru terutama dalam hubungannya dengan
hipovolemia, hipotensi dan stress dingin dapat menekan sintesis surfaktan.
Tanpa surfaktan, janin tidak dapat menjaga parunya tetap mengembang
yang dapat menyebabkan atelektasis.
Atelektasis akan menyebabkan terganggunya ventilasi pulmonal
sehingga terjadi hipoperfusi sistemik dan hipoksemia yang parah, yang
menyebabkan penurunan oksigenasi jaringan dan selanjutnya menyebabkan
metabolisme anaerobik. Metabolisme anaerobik menghasilkan timbunan
asam laktat sehingga terjadi asidosis metabolik pada bayi. Atelektasis juga
menyebabkan paru tidak mampu mengeluarkan karbon dioksida dari sisa
pernapasan sehingga terjadi asidosis respiratorik.
Lapisan epitel paru dapat juga terkena trauma akibat kadar oksigen
yang tinggi dan pengaruh penatalaksanaan pernapasan yang mengakibatkan
penurunan surfaktan lebih lanjut. Akibat lain adalah kerusakan endotel
kapiler dan epitel duktus alveolus yang menyebabkan terjadinya transudasi
ke dalam alveoli dan terbentuknya fibrin, selanjutnya fibrin bersama-sama
dengan jaringan epitel yang nekrotik membentuk suatu lapisan yang disebut
membran hialin. Membran hialin ini melapisi alveoli dan menghambat
pertukaran gas sehingga timbul masalah gangguan pertukaran gas.

2.4 Manifestasi Klinis6,7


Berat dan ringannya gejala klinis pada penyakit membran hialin ini sangat
dipengaruhi oleh tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan
usia kehamilan maka semakin berat gejala klinis yang ditemukan. Terdapat
dua bentuk gejala klinis PMH yaitu akut dan kronis. Pada bentuk akut, gejala
klinis mulai terlihat pada beberapa jam setelah bayi lahir, terutama dispnea
dan takipnea (laju napas lebih dari 60 x/menit), retraksi dinding dada dan
merintih, seterusnya meningkat dalam 48-72 jam pertama, keadaan ini akan
tetap bertahan sampai kira-kira satu minggu, kemudian menurun dan hilang.
Pada bentuk kronis, kesulitan napas baru dijumpai setelah 24-36 jam
kelahiran, ditandai dengan sesak napas, sianosis, dan apnea. Gejala ini
terlihat jelas pada hari ke 4-7 dan menetap hingga tiga minggu.
Patologi utama yang terjadi pada PMH yaitu atelektasis, sehingga
3
terjadi penurunan volume dada, yang dapat dilihat dengan adanya retraksi di
daerah interkostal dan suprasternal ketika inspirasi. Pengembangan paru
yang tidak merata yang menyebabkan terperangkapnya udara di bagian
distal, sehingga timbul suara merintih saat ekspirasi diakibatkan tekanan
yang besar. Secara klinis, gejala lain yang dapat diamati adanya bradikardi,
hipotermi, hipotensi, tonus otot menurun, dan apnea. Terjadi sianosis karena
penurunan jumlah oksigen yang diambil oleh paru dengan kondisi atelektasis.
Dengan berkurangnya oksigen, maka terjadi asidosis yang dapat
meningkatkan frekuensi napas.

2.5 Pemeriksaan Laboratorium2


Beberapa pemeriksaan penunjang untuk membantu penegakan diagnosis
penyakit membran hialin yaitu pemeriksaan darah lengkap dan kultur darah,
analisa gas darah, dan uji kematangan paru. Pada pemeriksaan gas darah
biasanya menunjukkan adanya hipoksia, asidosis metabolik / respiratorik /
kombinasi, dan saturasi oksigen yag tidak normal. Uji kematangan paru yang
dapat diakukan antara lain rasio lesitin-spingomielin (L:S), uji gelembung
mikro dan uji kocok cairan lambung. Tanda kemungkinan bayi menderita
PMH jika rasio L:S < 2:1 dan tidak ada gelembung pada uji kocok cairan
lambung. Penggunaan cairan lambung sebagai bahan uji kocok karena
surfaktan diproduksi sel-sel epitel saluran nafas dan dilepas ke saluran
napas (cairan paru), paru bayi berhubungan dengan air ketuban. Di dalam
kandungan bayi menelan air ketuban yang dibuktikan dengan kesamaan pH
antara air ketuban dengan cairan lambung.

2.6 Gambaran Radiologis PMH5,8


Penyakit membran hialin didiagnosis pada bayi yang lahir prematur dan
memiliki rontgen dada yang menunjukkan kekeruhan granular halus atau
gambaran ground-glass appearance bilateral, dengan air bronchogram.
Gambaran retikular granular disebabkan adanya atelektasis alveolus dan
edema paru. Air bronchogram yang menetap menunjukkan bronkiolus yang
berisi udara tumpang tindih dengan alevoli yang tidak berisi udara. Air
bronchogram dianggap normal apabila berada di lobus kiri bawah yang
tertutupi oleh siluet jantung, namun pada PMH, air bronchogram terdapat
4
secara luas, terutama pada bagian lobus atas. Ketika distensi bronkiolus
sudah berkurang dan gambaran retikuler menghilang, maka dapat ditemukan
gambaran putih total pada seluruh lapang paru dengan kehilangan gambaran
tepi jantung. Ukuran jantung biasanya normal dan mungkin dapat sedikit
membesar.

Berdasarkan pemeriksaan radiologi, maka penyakit membran hialin


dapat dibedakan dalam kriteria Bomsel dengan empat stadium yaitu:9
 Stadium I : terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit
air bronchogram
 Stadium II : bercak retikulogranular homogen pada kedua
lapangan paru dan gambaran air bronchogram lebih jelas dan
meluas sampai ke perifer menutupi bayangan jantung dengan
penurunan aerasi paru
 Stadium III : kumpulan alveoli yang kolaps bergabung sehingga
kedua lapangan paru terlihat lebih opak dan bayangan jantung
hampir tak terlihat, air bronchogram lebih luas; batas jantung
kabur
 Stadium IV : kolaps seluruh lapangan paru (white lung)

5
Gambar 1. Bercak retikular granular pada
5
kedua lapang paru

Gambar 2. Bercak retikular granular dengan air


bronchograms5

Gambar 3. Air bronchogram lebih luas; batas


jantung kabur8

Gambar 4. White lung5


2.7 Diagnosis Banding2,4
Ada banyak penyebab sindrom gangguan pernapasan neonatal, termasuk
transient tachypnea of the newborn, gangguan kebocoran udara paru
(pneumotoraks, pneumomediastinum), pneumonia neonatal, aspirasi
mekonium, hipertensi paru persisten pada bayi baru lahir, dan kategori luas
penyakit jantung bawaan.
 Transient tachypnea of the newborn pada bayi baru lahir mengalami
gangguan resorpsi cairan paru janin dan memiliki takipnea yang nyata
segera setelah lahir, tetapi gejala umumnya membaik setelah 24 jam.
Rontgen dada menunjukkan corakan perihilar, menunjukkan edema
interstisial perihilar, tanpa gambaran ground glass dan retikulo-
granular difus dari PMH.
 Aspirasi mekonium: biasanya terjadi pada bayi cukup bulan atau lewat
bulan. Di dalam uterus atau lebih sering pada pernafasan pertama,
mekonium yang kental teraspirasi ke dalam paru-paru yang
mengakibatkan obstruksi jalan nafas sehingga menimbulkan gejala
kegawatan pernafasan. Rontgen dada bersifat khas ditandai dengan
bercak-bercak infiltrat, corak kedua lapang paru kasar, diameter
antero posterior tambah dan diafragma mendatar.
 Kebocoran udara pada paru seperti pneumotoraks dan
pneumomediastinum juga dapat muncul sebagai gangguan
pernapasan, tetapi timbulnya gejala mungkin lebih akut. Petunjuk
klinis lainnya yaitu dada naik asimetris dan suara napas berkurang di
satu sisi dada. Area hiperlusen pada radiografi dada dapat dinilai jika
kebocoran udara signifikan. Emfisema interstisial paru mempengaruhi
bayi yang menggunakan ventilasi mekanik; gejala gangguan
pernapasan sering terjadi lebih lambat dari yang diharapkan dengan
PMH, dan udara yang terperangkap di dalam jaringan perivaskular
memiliki tampilan karakteristik lusensi kistik pada radiografi dada.
 Pneumonia bakterial, terutama yang berhubungan dengan
Streptokokus Grup B pada bayi baru lahir seringkali secara klinis dan
radiografis tidak dapat dibedakan dari PMH. Tatalaksana yang

7
diberikan yaitu antibiotik empiris selain manajemen pernapasan.
 Penyakit jantung bawaan sianotik, mungkin memiliki gejala yang
serupa secara klinis, tetapi tidak akan memiliki gambaran ground
glass retikulo-granular difus pada radiografi dada. Temuan radiologis
tergantung pada kelainan anatomi yang mendasarinya.

1,3,6
2.8 Tatalaksana
Tatalaksana neonatus dengan PMH meliputi terapi oksigen, antibiotik, dan
pemberian surfaktan. Pada bayi yang dicurigai menderita PMH dengan PO2
dibawah 50 mmHg dengan FiO2 70% merupakan indikasi untuk pemakaian
CPAP (Countinous Positive Airway Pressure) dengan tekanan 6-10 cm H2O
atau dapat menggunakan kotak kepala atau CNCP (Countinouse Negative
Chest Pressure).
Ventilator mekanik digunakan pada bayi dengan PMH berat atau
komplikasi yang menimbulkan apneu persisten. Indikasi rasional
penggunaan ventilator yaitu pH darah arteri < 7,2, pCO2 darah arteri 60
mmHg atau lebih, pO2 darah arteri 50mmHg atau kurang pada konsentrasi
oksigen 70-100% dan tekanan CPAP 6-10 cmH2O, atau apneu persisten.
Antibiotik diberikan dalam spektrum luas, biasanya dimulai dengan
ampisilin 50 mg/kg intravena tiap 12 jam dan gentamisin, untuk berat lahir <
2 kg dosis akn menjadi 3 mg/kgBB per hari. Jika tak terbukti ada infeksi,
maka hentikan pemberian antibiotik. Surfaktan diberikan dalam 24 jam
pertama jika bayi terbukti mengalami PMH, diberikan dalam bentuk dosis
berulang melalui pipa endotrakeal setiap 6-12 jam untuk total 2-4 dosis,
tergantung preparat yang digunakan. Bayi tidak perlu dimiringkan ke kanan
atau ke kiri setelah pemberian surfaktan karena surfaktan dapat menyebar
sendiri melalui pipa endotrakea. Selama pemberian surfaktan dapat terjadi
obstruksi jalan napas yang disebabkan oleh viskositas obat.

2.9 Pencegahan1,2
Tindakan preventif yang paling penting adalah mencegah terjadinya
prematuritas, menghindari tindakan caesar yang tidak diindikasikan dan
penanganan kehamilan risiko tinggi. Pemberian kortikosteroid sintetik pada

8
wanita yang tidak mengalami toksemia, diabetes dan penyakit ginjal 48-72
jam sebelum melahirkan janin yang berusia 32 minggu atau kurang dapat
menurunkan insidensi dan angka kematian PMH. Kortikosteroid yang bisa
digunakan adalah injeksi betametason intramuskular 12 mg sekali sehari
selama dua hari atau injeksi deksametason intramuskular sehari 2 kali
selama dua hari. Pemberian kortikosteroid antenatal dapat menurunkan
kematian bayi sebesar 30%, menurunkan kejadian PMH sebesar 50% serta
menurunkan perdarahan periventrikular dan leukomalasia sebesar 70%.

2.10 Komplikasi4,6
Komplikasi yang menyertai penyakit membran hialin tergantung pada
beratnya kasus bayi tersebut. Komplikasi paru-paru mungkin termasuk
atelektasis dan pendarahan di paru-paru, bronchopulmonary dysplasia, serta
gangguan pernapasan lain.

Komplikasi jangka pendek (akut) dapat terjadi:


 Ruptur alveoli
Dicurigai terjadi kebocoran udara (pneumomediastinum,
pneumopericardium, emfisema interstisial), pada bayi dengan PMH
yang tiba-tiba memburuk dengan gejala klinis hipotensi, apnea, atau
bradikardi atau adanya asidosis yang menetap.
 Infeksi
Prosedur invasif misalnya penggunaan kateter atau alat bantu
pernapasan dan penggunaan steroid postnatal menyediakan akses
bagi agen infeksius. Temuan yang mendukung bahwa telah terjadi
infeksi yaitu leukositosis dan trombositopenia. Apabila terdapat
infeksi, maka akan mempersulit penatalaksanaan PMH.
 Perdarahan intrakranial
Perdarahan intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan
frekuensi terbanyak pada bayi PMH dengan ventilasi mekanik.
 PDA (Patent Ductus Arteriosus)
Dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan

9
komplikasi bayi dengan PMH terutama pada bayi yang dihentikan
terapi surfaktannya. Meskipun membantu dalam diagnosis PDA,
murmur jantung dan tekanan nadi lebar tidak selalu jelas pada bayi
yang kritis

Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan oleh toksisitas oksigen,


tekanan yang tinggi dalam paru, memberatnya penyakit dan kurangnya
oksigen yang menuju ke otak dan organ lain. Komplikasi jangka panjang
yang sering terjadi sebagai berikut:
 Bronchopulmonary dysplasia (BPD): penyakit paru kronik yang
disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi
36 minggu. BPD berhubungan dengan tingginya volume dan
tekanan yang digunakan pada waktu menggunakan ventilasi
mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A.
Insiden BPD meningkat dengan menurunnya masa gestasi.

 Perdarahan paru
Terjadinya peningkatan perdarahan paru pada bayi prematur,
terutama setelah terapi surfaktan. Pada beberapa pasien,
perdarahan paru mungkin berhubungan dengan PDA.
 Apnea prematuritas
Apnea prematuritas umum terjadi pada bayi yang imatur dan
insiden meningkat dengan terapi surfaktan, mungkin karena
ekstubasi awal. Mengelola apnea prematuritas dengan
continuous positive airway pressure (CPAP) atau ventilasi
mekanik.

2.11 Prognosis2,3,5
Secara umum prognosis bayi yang dikirim ke perawatan intensif bayi risiko
tinggi tergantung dari tenaga yang terampil, fasilitas rumah sakit yang
tersedia dan dari bayinya sendiri ada tidaknya komplikasi seperti asfiksi yang
berat, perdarahan intraventrikular atau malformasi konginetal yang tidak

10
dapat diperbaiki.
Prognosis dari bayi yang menderita PMH sangat tergantung pada berat
badan lahir bayi. Berat badan kurang dari 500 gram memiliki harapan hidup
10% dibandingkan dengan berat badan diatas 1000 gram memiliki harapan
hidup hampir 96%.

11
BAB 3
PENUTUP

Penyakit membran hialin merupakan disfungsi pernapasan pada neonatus yang


berhubungan dengan keterlambatan perkembangan maturitas paru. Faktor risiko
terbesar yaitu usia gestasi dan berat badan lahir yang kurang. Ketidaksiapan paru
menjalankan fungsinya tersebut terutama disebabkan oleh kekurangan atau tidak
adanya surfaktan. Gejala klinis yang dapat ditemukan adalah merintih, takipnea,
retraksi dinding dada, napas cuping hidung, serta sianosis.
Beberapa pemeriksaan penunjang untuk membantu penegakan diagnosis
penyakit membran hialin yaitu pemeriksaan darah lengkap dan kultur darah,
analisa gas darah, dan uji kematangan paru. Pada pemeriksaan radiologi
ditemukan gambaran granular halus atau gambaran ground-glass appearance
bilateral, air bronchogram, atau seluruh lapang paru tampak putih (white lungs).
Tatalaksana neonatus dengan PMH meliputi terapi oksigen, antibiotik, dan
pemberian surfaktan.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Wambach JA, Hamvas A. Respiratory Distress Syndrome in the Neonate.


Dalam: Martin RJ, Fanaroff AA, Walsh MC, Fanaroff & Matin’s Neonatal-
Perinatal medicine 10th ed. Philadelphia: Elsevier; 2015.
2. Ikatan dokter anak Indonesia. Penyakit Membran Hialin. Dalam: Pedoman
pelayanan medis IDAI. Jakarta: IDAI; 2009.
3. Mellins RB, Jobe AH. Respiratory Distress of The Newborn Infant. Dalam :
Fishman AP, Penyunting. Pulmonary Distress And Disorders, Edisi ke-2. USA :
Mc Graw Hill Coy, 1988. h. 2251 – 61
4. Markum HA, Ismael S, Alatas H, Akib A. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak.
Jakarta: FKUI, 1991. h. 302-567
5. Donoghue V. Hyaline Membrane Disease and Complication Of Its Treatment.
Dalam: Radiological Imaging Of The Neonatal Chest 2nd ed. Germany:
Springer; 2008.
6. Chiswick M. Respiratory Distress Syndrome. Dalam: Rennie JM, Rennie &
Roberton’s Textbook Of Neonatology 5th ed. China: Elsevier; 2012.
7. Donn SM, Sinha SK. Respiratory Distress Syndrome. Dalam: Manual of
Neonatal Respiratory Care 4th ed. Switzerland: Springer; 2017.
8. Young CH, One KI. Neonatal Chest Imaging. Dalam: Radiology Illustrated
Pediatric Radiology. London: Springer; 2014.
9. Dwiristayana F, Sarosa GI, Rini AE. Faktor Risiko Penyakit Membran Hialin
Pada Bayi Berat Lahir Rendah. Universitas Diponogoro; 2015.

13

Anda mungkin juga menyukai