Pembimbing:
dr. Lisa Irawati, Sp. Rad
Oleh:
Rani Afriyanti
406201042
Mengetahui,
Kepala SMF Ilmu Radiologi Pembimbing
dr. Pramlin Gunawan, Sp. Rad(K)RI dr. Lisa Irawati, Sp. Rad
i
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN i
DAFTAR ISI ii
BAB 1 PENDAHULUAN 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .2
2.1 Definisi 2
2.2 Epidemiologi 2
2.3 Patofisiologi 2
2.4 Manifestasi Klinis 3
2.5 Pemeriksaan Laboratorium 4
2.6 Gambaran Radiologis PMH 4
2.7 Diagnosa Banding 7
2.8 Tatalaksana 8
2.9 Pencegahan 9
2.10 Komplikasi 9
2.11Prognosis 10
BAB 3 KESIMPULAN 12
DAFTAR PUSTAKA 13
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
Salah satu penyebab kematian untuk masalah respirasi pada bayi baru lahir
adalah Sindrom gawat napas neonatus (SGNN) atau yang lebih dikenal sebagai
penyakit membran hialin (PMH). Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor
yaitu penyakit pada ibu (diabetes gestasional), bayi lahir prematur, kelahiran
multipel, operasi caesar, dan adanya infeksi. Insidensi terjadinya penyakit
membran hialin berbanding terbalik dengan usia gestasi. Di Indonesia, dari
950.000 BBLR yang lahir setiap tahun diperkirakan 150.000 bayi di antaranya
menderita SGNN, dan sebagian besar berupa PMH. Bayi prematur lahir dengan
kondisi paru yang belum siap sepenuhnya untuk berfungsi sebagai organ
pertukaran gas yang efektif. Hal ini merupakan faktor utama terjadinya SGNN.
Ketidaksiapan paru menjalankan fungsinya tersebut terutama disebabkan oleh
kekurangan atau tidak adanya surfaktan.
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Sindrom gawat napas neonatus (SGNN) merupakan suatu sindrom yang
sering ditemukan pada neonatus dan menjadi penyebab morbiditas utama
1
pada bayi berat lahir rendah (BBLR). Sindrom ini disebut juga sebagai
penyakit membran hialin (PMH), yang merupakan bagian terbesar dari
sindrom gawat nafas pada masa neonatus. Penyakit membran hialin
merupakan disfungsi pernapasan pada neonatus yang berhubungan dengan
keterlambatan perkembangan maturitas paru.1,2
2.2 Epidemiologi
Insidensi terjadinya penyakit membran hialin berbanding terbalik dengan
usia gestasi; 95-98% pada bayi yang lahir usia 22-24 minggu, 70% pada usia
gestasi 28 minggu, 25% pada usia gestasi 32 minggu, dan 5% pada usia
gestasi 36 minggu. Di negara maju PMH terjadi pada 0,3-1% kelahiran hidup
dan merupakan 15-20% penyebab kematian neonatus.3 Di Indonesia, dari
950.000 BBLR yang lahir setiap tahun diperkirakan 150.000 bayi di antaranya
menderita SGNN, dan sebagian besar berupa PMH.4
Faktor risiko terbesar yaitu usia gestasi dan berat badan lahir yang
kurang. Menunda persalinan hingga usia gestasi 39 minggu terbukti dapat
menurunkan morbiditas neonatus. Laki-laki terkena dua kali lebih banyak
dibandingkan perempuan, dan PMH ditemukan lebih banyak pada orang
yang berkulit putih. Faktor risiko lain yang terlibat yaitu diabetes gestasional,
kehamilan kembar, dan operasi caesar.1,3
2
Sintesis surfaktan dipengaruhi sebagian oleh pH, suhu dan perfusi normal,
asfiksia, hipoksemia dan iskemia paru terutama dalam hubungannya dengan
hipovolemia, hipotensi dan stress dingin dapat menekan sintesis surfaktan.
Tanpa surfaktan, janin tidak dapat menjaga parunya tetap mengembang
yang dapat menyebabkan atelektasis.
Atelektasis akan menyebabkan terganggunya ventilasi pulmonal
sehingga terjadi hipoperfusi sistemik dan hipoksemia yang parah, yang
menyebabkan penurunan oksigenasi jaringan dan selanjutnya menyebabkan
metabolisme anaerobik. Metabolisme anaerobik menghasilkan timbunan
asam laktat sehingga terjadi asidosis metabolik pada bayi. Atelektasis juga
menyebabkan paru tidak mampu mengeluarkan karbon dioksida dari sisa
pernapasan sehingga terjadi asidosis respiratorik.
Lapisan epitel paru dapat juga terkena trauma akibat kadar oksigen
yang tinggi dan pengaruh penatalaksanaan pernapasan yang mengakibatkan
penurunan surfaktan lebih lanjut. Akibat lain adalah kerusakan endotel
kapiler dan epitel duktus alveolus yang menyebabkan terjadinya transudasi
ke dalam alveoli dan terbentuknya fibrin, selanjutnya fibrin bersama-sama
dengan jaringan epitel yang nekrotik membentuk suatu lapisan yang disebut
membran hialin. Membran hialin ini melapisi alveoli dan menghambat
pertukaran gas sehingga timbul masalah gangguan pertukaran gas.
5
Gambar 1. Bercak retikular granular pada
5
kedua lapang paru
7
diberikan yaitu antibiotik empiris selain manajemen pernapasan.
Penyakit jantung bawaan sianotik, mungkin memiliki gejala yang
serupa secara klinis, tetapi tidak akan memiliki gambaran ground
glass retikulo-granular difus pada radiografi dada. Temuan radiologis
tergantung pada kelainan anatomi yang mendasarinya.
1,3,6
2.8 Tatalaksana
Tatalaksana neonatus dengan PMH meliputi terapi oksigen, antibiotik, dan
pemberian surfaktan. Pada bayi yang dicurigai menderita PMH dengan PO2
dibawah 50 mmHg dengan FiO2 70% merupakan indikasi untuk pemakaian
CPAP (Countinous Positive Airway Pressure) dengan tekanan 6-10 cm H2O
atau dapat menggunakan kotak kepala atau CNCP (Countinouse Negative
Chest Pressure).
Ventilator mekanik digunakan pada bayi dengan PMH berat atau
komplikasi yang menimbulkan apneu persisten. Indikasi rasional
penggunaan ventilator yaitu pH darah arteri < 7,2, pCO2 darah arteri 60
mmHg atau lebih, pO2 darah arteri 50mmHg atau kurang pada konsentrasi
oksigen 70-100% dan tekanan CPAP 6-10 cmH2O, atau apneu persisten.
Antibiotik diberikan dalam spektrum luas, biasanya dimulai dengan
ampisilin 50 mg/kg intravena tiap 12 jam dan gentamisin, untuk berat lahir <
2 kg dosis akn menjadi 3 mg/kgBB per hari. Jika tak terbukti ada infeksi,
maka hentikan pemberian antibiotik. Surfaktan diberikan dalam 24 jam
pertama jika bayi terbukti mengalami PMH, diberikan dalam bentuk dosis
berulang melalui pipa endotrakeal setiap 6-12 jam untuk total 2-4 dosis,
tergantung preparat yang digunakan. Bayi tidak perlu dimiringkan ke kanan
atau ke kiri setelah pemberian surfaktan karena surfaktan dapat menyebar
sendiri melalui pipa endotrakea. Selama pemberian surfaktan dapat terjadi
obstruksi jalan napas yang disebabkan oleh viskositas obat.
2.9 Pencegahan1,2
Tindakan preventif yang paling penting adalah mencegah terjadinya
prematuritas, menghindari tindakan caesar yang tidak diindikasikan dan
penanganan kehamilan risiko tinggi. Pemberian kortikosteroid sintetik pada
8
wanita yang tidak mengalami toksemia, diabetes dan penyakit ginjal 48-72
jam sebelum melahirkan janin yang berusia 32 minggu atau kurang dapat
menurunkan insidensi dan angka kematian PMH. Kortikosteroid yang bisa
digunakan adalah injeksi betametason intramuskular 12 mg sekali sehari
selama dua hari atau injeksi deksametason intramuskular sehari 2 kali
selama dua hari. Pemberian kortikosteroid antenatal dapat menurunkan
kematian bayi sebesar 30%, menurunkan kejadian PMH sebesar 50% serta
menurunkan perdarahan periventrikular dan leukomalasia sebesar 70%.
2.10 Komplikasi4,6
Komplikasi yang menyertai penyakit membran hialin tergantung pada
beratnya kasus bayi tersebut. Komplikasi paru-paru mungkin termasuk
atelektasis dan pendarahan di paru-paru, bronchopulmonary dysplasia, serta
gangguan pernapasan lain.
9
komplikasi bayi dengan PMH terutama pada bayi yang dihentikan
terapi surfaktannya. Meskipun membantu dalam diagnosis PDA,
murmur jantung dan tekanan nadi lebar tidak selalu jelas pada bayi
yang kritis
Perdarahan paru
Terjadinya peningkatan perdarahan paru pada bayi prematur,
terutama setelah terapi surfaktan. Pada beberapa pasien,
perdarahan paru mungkin berhubungan dengan PDA.
Apnea prematuritas
Apnea prematuritas umum terjadi pada bayi yang imatur dan
insiden meningkat dengan terapi surfaktan, mungkin karena
ekstubasi awal. Mengelola apnea prematuritas dengan
continuous positive airway pressure (CPAP) atau ventilasi
mekanik.
2.11 Prognosis2,3,5
Secara umum prognosis bayi yang dikirim ke perawatan intensif bayi risiko
tinggi tergantung dari tenaga yang terampil, fasilitas rumah sakit yang
tersedia dan dari bayinya sendiri ada tidaknya komplikasi seperti asfiksi yang
berat, perdarahan intraventrikular atau malformasi konginetal yang tidak
10
dapat diperbaiki.
Prognosis dari bayi yang menderita PMH sangat tergantung pada berat
badan lahir bayi. Berat badan kurang dari 500 gram memiliki harapan hidup
10% dibandingkan dengan berat badan diatas 1000 gram memiliki harapan
hidup hampir 96%.
11
BAB 3
PENUTUP
12
DAFTAR PUSTAKA
13