Anda di halaman 1dari 18

HALAMAN 1 Mata Kuliah : KMB Nama : Arumingtyas P. Tingkat/Semester : 1/1 Tempat Praktek : RSUD dr. Darsono / R.

DAHLIA

Disetujui
JUDUL
LAPORAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
Clinical Instructure Clinical Teacher

PENDAHULUAN DENGAN
Ery Dwi Indaryani, S.Kep. Ns Ros Endah Happy P., M.Kep.
RESPIRATION DISTRESS SYNDROM (RDS)
NIP. 19850104 200903 2 006 NIP. 19730518 199803 2 002
A. Pengertian
RDS (Respiratori Distress Syndrom) adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi premature dengan tanda-tanda takipnue (>60
x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara kamar, yang menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik.
Tanda-tanda klinik sesuai dengan besarnya bayi, berat penyakit, adanya infeksi dan ada tidaknya shunting darah melalui PDA . Sindrom distres
pernafasan adalah perkembangan yang imatur pada sistem pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan
sebagai Hyaline Membrane Disesae (Suriadi dan Yuliani, 2016). Sindrom gawat napas atau Respiratory Distress Syndrom adalah istilah yang
digunakan untuk disfungsi pernapasan pada neonatus. Sindrom ini merupakan penyakit yang berhubungan dengan keterlambatan perkembangan
maturitas paru (Surasmi & Handayani, 2016). RDS disebut juga sebagai penyakit membran hialin ( hyalin membrane disease, (HMD)) atau penyakit
paru akibat difisiensi surfaktan (surfactant deficient lung disease (SDLD) (Agrina & Toyibah, 2016)
B. Etiologi
Menurut Suriadi dan Yuliani (2016) etiologi dari RDS yaitu :
1) Ketidakmampuan paru untuk mengembang dan alveoli terbuka.
2) Alveoli masih kecil sehingga mengalami kesulitan berkembang dan pengembangan kurang sempurna. Fungsi surfaktan untuk menjaga agar
kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi prematur dimana surfaktan masih belum berkembang menyebabkan
daya berkembang paru kurang dan bayi akan mengalami sesak nafas.
3) Membran hialin berisi debris dari sel yang nekrosis yang tertangkap dalam proteinaceous filtrat serum (saringan serum protein), di fagosit oleh
makrofag.
4) Berat badan bayi lahir kurang dari 2500 gram.
5) Adanya kelainan di dalam dan di luar paru
6) Kelainan dalam paru yang menunjukan sindrom ini adalah pneumothoraks/pneumomediastinum, penyakit membran hialin (PMH).
7) Bayi prematur atau kurang bulan
Diakibatkan oleh kurangnya produksi surfaktan. Produksi surfaktan ini dimulai sejak kehamilan minggu ke-22, semakin muda usia
kehamilan, maka semakin besar pula kemungkinan terjadi RDS.
C. Manifestasi Klinik
Berat dan ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat dipengaruhi oleh tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan usia
kehamilan, semakin berat gejala klinis yang ditujukan. Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerosakan sel dan
selanjutnya menyebabkan kebocoran serum protein ke dalam alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan. Gejala klinikal yang timbul yaitu  :
adanya sesak nafas pada bayi prematur segera setelah lahir, yang ditandai dengan takipnea (> 60 x/m enit), pernafasan cuping hidung, grunting,
retraksi dinding dada, dan sianosis, dan gejala menetap dalam 48-96 jam pertama setelah lahir (Surasmi, dkk. 2016)
D. Patofisiologi
Faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur disebabkan oleh alveoli masih kecil sehingga sulit berkembang, pengembangan
kurangsempurna karena dinding thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada
alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru (compliance)
menurun 25 % dari normal, pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi yang
menyebabkan asidosis respiratorik. Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein, lipoprotein ini berfungsi
menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli tetap mengembang. Secara makroskopik, paru-paru tampak tidak berisi udara dan
berwarna kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi untuk mengembang. Secara histologi,
adanya atelektasis yang luas dari rongga udara bagian distal menyebabkan edem interstisial dan kongesti dinding alveoli sehingga menyebabkan
desquamasi dari epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi tertarik karena adanya defisiensi surfaktan ini. Dengan
adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma atau volutrauma dan toksisitas oksigen, menyebabkan kerusakan pada endothelial dan
epithelial sel jalan napas bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang berasal dari darah. Membran hyaline yang meliputi
alveoli dibentuk dalam satu setengah jam setelah lahir. Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk pada 36- 72 jam setelah lahir.
Proses penyembuhan ini adalah komplek; pada bayi yang immatur dan mengalami sakit yang berat dan bayi yang dilahirkan dari ibu dengan
chorioamnionitis sering berlanjut menjadi BDP.
E. Pemeriksaan Diagnostik
1) Seri rontqen dada, untuk  melihat  densitas  atelektasis dan elevasi diaphragma dengan   overdistensi duktus alveolar.
2) Bronchogram udara, untuk menentukan ventilasi jalan nafas.
3) Data laboratorium
4) Profil paru
a. Untuk  menentukan  maturitas paru, dengan bahan cairan amnion (untuk janin yang mempunyai predisposisi RDS) Lecitin/Sphingomielin (L/S)
ratio 2 : 1 atau lebih mengindikasikan maturitas paru Phospatidyglicerol : meningkat saat usia gestasi 35 minggu
b. Analisa Gas Darah, PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 kurang dari 60 mmHg,  saturasi oksigen 92% – 94%, pH 7,31 – 7,45
c. Level pottasium, meningkat sebagai hasil dari release potassium dari sel alveolar yang rusak
F. Komplikasi
1) Komplikasi jangka pendek dapat terjadi :
a. kebocoran alveoli : Apabila dicurigai terjadi kebocoran udara ( pneumothorak, pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel
), pada bayi dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan gejala klinikal hipotensi, apnea, atau bradikardi atau adanya asidosis yang
menetap.
b. Jangkitan penyakit karena keadaan penderita yang memburuk dan adanya perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat
timbul kerana tindakan invasiv seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-alat respirasi.
c. Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular : perdarahan intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi
terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.
2) Komplikasi jangka panjang
Dapat disebabkan oleh keracunan oksigen, tekanan yang tinggi dalam paru, memberatkan penyakit dan kekurangan oksigen yang menuju ke
otak dan organ lain. Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi :
a. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi
36 minggu. BPD berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang digunakan pada waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya
infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan menurunnya masa gestasi.
b. Retinopathy prematur Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia,
komplikasi intrakranial, dan adanya infeksi.
G. Penatalaksaan
Menurut Suriadi dan Yuliani (2016) dan Surasmi,dkk (2017) tindakan untuk mengatasi masalah kegawatan pernafasan meliputi :
1) Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat.
2) Mempertahankan keseimbangan asam basa.
3) Mempertahankan suhu lingkungan netral.
4) Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.
5) Mencegah hipotermia.
6) Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.
Penatalaksanaan secara umum :
1) Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling sering dan bila  bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infus dektrosa
5%
a. Pantau selalu tanda vital
b. Jaga kepatenan jalan nafas
c. Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal)
2) Jika bayi mengalami apneu
a. Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan
b. Lakukan penilaian lanjut
3) Bila terjadi kejang potong kejang
4) Segera periksa kadar gula darah
Gangguan nafas ringan :
Pemberian nutrisi adekuat  Setelah menajemen umum, segera dilakukan menajemen lanjut sesuai dengan kemungkinan penyebab dan jenis atau
derajat gangguan nafas. Menajemen spesifik atau menajemen lanjut :
Beberapa bayi cukup bulan yang mengalami gangguan napas ringan pada waktu lahir tanpa gejala-gejala lain disebut “Transient Tacypnea of the
Newborn” (TTN). Terutama terjadi setelah bedah sesar. Biasanya kondisi tersebut akan membaik dan sembuh sendiri tanpa pengobatan. Meskipun
demikian, pada beberapa kasus. Gangguan napas ringan merupakan tanda awal dari infeksi sistemik.
Gangguan nafas sedang :
1) Lakukan pemberian O2 2-3 liter/ menit dengan kateter nasal, bila masih sesak dapat diberikan o2 4-5 liter/menit dengan sungkup
2) Bayi jangan diberi minum
3) Jika ada tanda berikut, berikan antibiotika (ampisilin dan gentamisin) untuk terapi kemungkinan besar sepsis.
4) Suhu aksiler <> 39˚C
5) Air ketuban bercampur mekonium
6) Riwayat infeksi intrauterin, demam curiga infeksi berat atau ketuban pecah dini (> 18 jam) .
7) Bila suhu aksiler 34- 36,5 ˚C atau 37,5-39˚C tangani untuk masalah suhu abnormal dan nilai ulang setelah 2 jam:
8) Bila suhu masih belum stabil atau gangguan nafas belum ada perbaikan, berikan  antibiotika untuk terapi kemungkinan besar seposis
9) Jika suhu normal, teruskan amati bayi. Apabila suhu kembali abnormal ulangi tahapan tersebut diatas.
10) Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis, nilai kembali bayi setelah 2 jam
11) Apabila bayi tidak menunjukan perbaikan atau tanda-tanda perburukan setelah 2 jam, terapi untuk kemungkinan besar sepsis
12) Bila bayi mulai menunjukan tanda-tanda perbaikan kurangai terapi o2 secara bertahap . Pasang pipa lambung, berikan ASI peras setiap 2 jam.
Jika tidak dapat menyusu, berikan ASI peras dengan memakai salah satu cara pemberian minum
13) Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik dihentikan. Bila bayi kembali tampak kemerahan tanpa pemberian O2 selama 3 hari,
minumbaik dan tak ada alasan bayi tatap tinggal di Rumah Sakit bayi dapat dipulangkan .
Gangguan nafas berat :
1) Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya.
2) Bila dalam pengamatan ganguan nafas memburuk atau timbul gejala sepsis lainnya. Terapi untuk kemungkinan kesar sepsis dan tangani
gangguan nafas sedang dan dan segera dirujuk di rumah sakit rujukan.
3) Berikan ASI bila bayi mampu mengisap. Bila tidak berikan ASI peras dengan menggunakan salah satu cara alternatif pemberian minuman.
4) Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada perbaikan gangguan napas. Hentikan pemberian O2 jika frekuensi napas antara 40-60
kali/menit.
Penatalaksanaan medis :
1) Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah:
2) Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder
3) Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan caiaran paru
4) Fenobarbital
5) Vitamin E menurunkan produksi radikalbebas oksigen
6) Metilksantin (teofilin dan kafein ) untuk mengobati apnea dan untuk pemberhentian dari pemakaian ventilasi mekanik.
7) Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan dalam pengobatan RDS adalah pemberian surfaktan eksogen ( derifat dari
sumber alami misalnya manusia, didapat dari cairan amnion atau paru sapi, tetapi bisa juga berbentuk surfaktan buatan.
H
HALAMAN 2

CLINICAL PATHWAY

Sumber : Dahlan & Aminullah, 2017


HALAMAN 3 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN RDS

MODEL KONSEP ASKEP : SDKI, SLKI, SIKI

EVALUASI
PENGKAJIAN DIAGNOSA KEPERAWATAN PERENCANAAN (KRITERIA KEBERHASILAN)
a. Identitas Klien Pemantauan Respirasi (I.01014) Pola napas membaik (L.01004)
Pola napas tidak efektif b/d
Meliputi nama bayi , umur, jenis Observasi Kriteria Hasil
imaturitas neurologis (defisiensi
kelamin, alamat, agama, suku  Monitor frekuensi, irama, 1. Ventilasi semenit meningkat
surfaktan dan ketidakstabilan
bangsa, tanggal dan jam MRS, kedalaman, dan upaya napas 2. Kapasitas vital meningkat
alveolar)
nomor register, dan diagnosis  Monitor pola napas 3. Diameter thoraks anterior-
medis. (seperti bradipnea, takipnea, posterior meningkat
b. Keluhan utama hiperventilasi, Kussmaul, Cheyne- 4. Tekanan ekspirasi
Pasien dengan RDS didapatkan Stokes, Biot, ataksik meningkat
keluhan seperti sesak, mengorok  Monitor kemampuan batuk 5. Tingkat inspirasi meningkat
ekspiratori, pernapasan cuping efektif 6. Dispnea menurun
hidung, lemah, lesu, apneu, tidak  Monitor adanya produksi 7. Penggunaan otot bantu
responsive, penurunan bunyi napas sputum napas menurun
c. Riwayat penyakit sekarang  Monitor adanya sumbatan 8. Pemanjangan fase ekspirasi
Pada pasien RDS, biasanya akan jalan napas menurun
diawali dengan tanda-tanda mudah  Palpasi kesimetrisan 9. Ortopnea menurun
letih, dispnea, sianosis, bradikardi, ekspansi paru 10. Pernapasan pursed lip
hipotensi, hipotermi, tonus otot  Auskultasi bunyi napas menurun
menurun, edema terutama di  Monitor saturasi oksigen 11. Pernapasan cuping hidung
daerah dorsal tangan atau kaki,  Monitor nilai AGD menurun
retraksi supersternal/ epigastrik/  Monitor hasil x-ray toraks 12. Frekuensi napas membaik
intercosta, grunting expirasi. Perlu Terapeutik 13. Kedalaman napas membaik
juga ditanyakan mulai kapan  Atur interval waktu 14. Ekskursi dada membaik
keluhan itu muncul. Apa tindakan pemantauan respirasi sesuai
yang telah dilakukan untuk kondisi pasien
menurunkan atau menghilangkan  Dokumentasikan hasil
keluhan-keluhan tersebut. pemantauan
d. Riwayat penyakit dahulu Edukasi
Perlu ditanyakan apakah pasien  Jelaskan tujuan dan
mengalami prematuritas dengan prosedur pemantauan
paru-paru yang imatur (gestasi  Informasikan hasil
dibawah 32 minggu), gangguan pemantauan, jika perlu
surfactan, lahir premature dengan Menejemen Jalan Napas (I. 01011)
operasi Caesar serta penurunan Observasi
suplay oksigen saat janin saat  Monitor pola napas
kelahiran pada bayi matur atau (frekuensi, kedalaman, usaha
premature, atelektasis, diabetes napas)
mellitus, hipoksia, asidosis  Monitor bunyi napas
e. Riwayat penyakit keluarga tambahan (mis. Gurgling, mengi,
Perlu ditanyakan apakah ada weezing, ronkhi kering)
anggota keluarga yang terkena  Monitor sputum (jumlah,
penyakit -penyakit yang disinyalir warna, aroma)
sebagai penyebab kelahiran Terapeutik
premature / Caesar sehinnga  Pertahankan kepatenan
menimbulakan membrane hyialin jalan napas dengan head-tilt dan
disease chin-lift (jaw-thrust jika curiga
f. Riwayat Maternal trauma cervical)
Meliputi riwayat menderita penyakit  Posisikan semi-Fowler
seperti diabetes mellitus, kondisi atau Fowler
seperti perdarahan placenta,  Berikan minum hangat
placenta previa, tipe dan lama  Lakukan fisioterapi dada,
persalinan, stress fetal atau  jika perlu
intrapartus, dan  makrosomnia (bayi  Lakukan penghisapan
dengan ukuran besar akibat ibu lendir kurang dari 15 detik
yang memiliki riwayat sebagai  Lakukan hiperoksigenasi
perokok, dan  pengkonsumsi sebelum
minuman keras serta tidak  Penghisapan endotrakeal
memperhatikan gizi yang baik bagi  Keluarkan sumbatan
janin) benda padat dengan forsepMcGill
g. Riwayat psikososial  Berikan oksigen, jika perlu
Meliputi perasaan keluarga pasien Edukasi
terhadap penyakitnya, bagaimana  Anjurkan asupan cairan
cara mengatasinya serta 2000 ml/hari, jika tidak
bagaimana perilaku keluarga pasien kontraindikasi.
terhadap tindakan yang dilakukan  Ajarkan teknik batuk efektif
terhadap bayinya Kolaborasi
h. Status Infant saat Lahir  Kolaborasi pemberian
a) Prematur, umur kehamilan. bronkodilator, ekspektoran,
b) Apgar score, apakah terjadi mukolitik, jika perlu.
aspiksia. Gangguan pertukaran gas b/d Pemantauan Respirasi (I.01014) Pertukaran gas meningkat
c) Apgar score adalah : Suatu perubahan membran kapiler- Observasi (L.01003)
ukuran yang dipakai untuk alveolar  Monitor frekuensi, irama, Kriteria Hasil
mengevaluasi keadaan umum kedalaman, dan upaya napas 1. Tingkat kesadaran meningkat
bayi baru lahir.  Monitor pola napas 2. Dispnea menurun
d) Bayi premature yang lahir melalui (seperti bradipnea, takipnea, 3. Bunyi napas tambahan
operasi Caesar hiperventilasi, Kussmaul, Cheyne- menurun
i. Pemeriksaan fisik Stokes, Biot, ataksik0 4. Pusing menurun
Pada pemeriksaan fisik akan  Monitor kemampuan batuk 5. Penglihatan kabur menurun
ditemukan takhipneu (> 60 efektif 6. Diaforesis menurun
kali/menit), pernafasan  Monitor adanya produksi 7. Gelisah menurun
mendengkur, retraksi subkostal sputum 8. Napas cuping hidung
/interkostal, pernafasan cuping  Monitor adanya sumbatan menurun
hidung, sianosis dan pucat, jalan napas 9. PCO2 membaik
hipotonus, apneu, gerakan tubuh  Palpasi kesimetrisan 10. PO2 membaik
berirama, sulit bernafas dan ekspansi paru 11. Takikardia membaik
sentakan dagu. Pada awalnya  Auskultasi bunyi napas 12. PH arteri membaik
suara nafas mungkin normal  Monitor saturasi oksigen 13. Sianosis membaik
kemudian dengan menurunnya  Monitor nilai AGD 14. Pola napas membaik
pertukaran udara, nafas menjadi  Monitor hasil x-ray toraks 15. Warna kulit membaik
parau dan pernapasan dalam. Terapeutik
Pengkajian fisik pada bayi dan  Atur interval waktu
anak dengan kegawatan pemantauan respirasi sesuai
pernafasan dapat dilihat dari kondisi pasien
penilaian fungsi respirasi dan  Dokumentasikan hasil
penilaian fungsi kardiovaskuler pemantauan
j. Fungsi Respirasi Edukasi
a. Frekuensi nafas  Jelaskan tujuan dan
Takhipneu adalah manifestasi prosedur pemantauan
awal distress pernafasan pada  Informasikan hasil
bayi. Takhipneu tanpa tanda pemantauan, jika perlu
lain berupa distress pernafasan Terapi Oksigen (I.01026)
merupakan usaha kompensasi Observasi
terhadap terjadinya asidosis  Monitor kecepatan aliran
metabolik seperti pada syok, oksigen
diare, dehidrasi, ketoasidosis,  Monitor posisi alat terapi
diabetikum, keracunan salisilat, oksigen
dan insufisiensi ginjal kronik.  Monitor aliran oksigen
Frekuensi nafas yang sangat secara periodic dan pastikan
lambat dan ireguler sering fraksi yang diberikan cukup
terjadi pada hipotermi,  Monitor efektifitas terapi
kelelahan dan depresi SSP oksigen (mis. oksimetri, analisa
yang merupakan tanda gas darah ), jika perlu
memburuknya keadaan klinik.  Monitor kemampuan
b. Mekanika usaha pernafasan melepaskan oksigen saat makan
Meningkatnya usaha nafas  Monitor tanda-tanda
ditandai dengan respirasi hipoventilasi
cuping hidung, retraksi dinding  Monitor tanda dan gejala
dada, yang sering dijumpai toksikasi oksigen dan atelektasis
pada obtruksi jalan nafas dan  Monitor tingkat kecemasan
penyakit alveolar. Anggukan akibat terapi oksigen
kepala ke atas, merintih, stridor  Monitor integritas mukosa
dan ekspansi memanjang hidung akibat pemasangan
menandakan terjadi gangguan oksigen
mekanik usaha pernafasan. Terapeutik
c. Warna kulit/membran mukosa  Bersihkan secret pada
Pada keadaan perfusi dan mulut, hidung dan trachea, jika
hipoksemia, warna kulit tubuh perlu
terlihat berbercak (mottled),  Pertahankan kepatenan
tangan dan kaki terlihat kelabu, jalan nafas
pucat dan teraba dingin.  Berikan oksigen
k. Kardiovaskuler tambahan, jika perlu
a) Frekuensi jantung dan tekanan  Tetap berikan oksigen saat
darah. Adanya sinus tachikardi pasien ditransportasi
merupakan respon umum  Gunakan perangkat
adanya stress, ansietas, nyeri, oksigen yang sesuai dengat
demam, hiperkapnia, dan atau tingkat mobilisasi pasien
kelainan fungsi jantung. Edukasi
b) Kualitas nadi  Ajarkan pasien dan
Pemeriksaan kualitas nadi keluarga cara menggunakan
sangat penting untuk oksigen dirumah
mengetahui volume dan aliran Kolaborasi
sirkulasi perifer nadi yang tidak  Kolaborasi penentuan
adekwat dan tidak teraba pada dosis oksigen
satu sisi menandakan  Kolaborasi penggunaan
berkurangnya aliran darah atau oksigen saat aktivitas dan/atau
tersumbatnya aliran darah pada tidur
Defisit nutrisi b/d intake yang tidak Manajemen Nutrisi (I. 03119) Status nurisi membaik
daerah tersebut. Perfusi kulit
adekuat Observasi (L.03030)
kulit yang memburuk dapat
 Identifikasi status nutrisi Kriteria Hasil
dilihat dengan adanya bercak,
 Identifikasi alergi dan 1. Porsi makan yang
pucat dan sianosis.
intoleransi makanan dihabiskan meningkat
l. Pemeriksaan pada pengisian
 Identifikasi makanan yang 2. Kekuatan otot pengunyah
kapiler dapat dilakukan dengan
disukai meningkat
cara :
 Identifikasi kebutuhan 3. Kekuatan otot menelan
a) Nail Bed Pressure ( tekan pada
kalori dan jenis nutrient meningkat
kuku)
 Identifikasi perlunya 4. Serum albumin meningkat
b) Blancing Skin Test, caranya
penggunaan selang nasogastrik 5. Verbalisasi keinginan untuk
yaitu dengan meninggikan
 Monitor asupan makanan meningkatkan nutrisi
sedikit ekstremitas
 Monitor berat badan 6. Pengetahuan tentang
dibandingkan jantung kemudian
 Monitor hasil pemeriksaan pilihan makanan yang sehat
tekan telapak tangan atau kaki
laboratorium meningkat
tersebut selama 5 detik,
Terapeutik 7. Pengetahuan tentang
biasanya tampak kepucatan.
 Lakukan oral hygiene pilihan minuman yang sehat
Selanjutnya tekanan dilepaskan
sebelum makan, jika perlu 8. Pengetahuan tentang
pucat akan menghilang 2-3
 Fasilitasi menentukan standar asupan nutrisi yang
detik.
c) Perfusi pada otak dan respirasi pedoman diet (mis. Piramida tepat meningkat
Gangguan fungsi serebral makanan) 9. Penyiapan dan
awalnya adalah gaduh gelisah  Sajikan makanan secara penyimpanan makanan
diselingi agitasi dan menarik dan suhu yang sesuai yang aman
letargi. Pada iskemia otak  Berikan makan tinggi serat 10. Sikap terhadap makanan/
mendadak selain terjadi untuk mencegah konstipasi minuman sesuai dengan
penurunan kesadaran juga  Berikan makanan tinggi tujuan kesehatan meingkat
terjadi kelemahan otot, kejang kalori dan tinggi protein 11. Perasaan cepat kenyang
dan dilatasi pupil.  Berikan suplemen menurun
m.ADL (Activity daily life) makanan, jika perlu 12. Nyeri abdomen menurun
a. Nutrisi :  Hentikan pemberian 13. Sariawan menurun
Bayi dapat kekeurangan cairan makan melalui selang nasigastrik 14. Rambut rontok menurun
sebagai akibat  bayi belum jika asupan oral dapat ditoleransi 15. Diare menurun
minum atau menghisap Edukasi 16. Berat badan membaik
b. Istirahat tidur  Anjurkan posisi duduk, jika 17. IMT membaik
Kebutuhan istirahat terganggu mampu 18. Frekuensi makan membaik
karena adanya sesak nafas  Ajarkan diet yang 19. Nafsu makan membaik
ataupun kebutulan nyaman diprogramkan 20. Bising usus membaik
tergangu akibat tindakan medis Kolaborasi 21. Tebal lipatan kulit trisep
c. Eliminasi    Kolaborasi pemberian membaik
Penurunan pengeluaran urine medikasi sebelum makan (mis. 22. Membran mukosa membaik
Pereda nyeri, antiemetik), jika
perlu
 Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah kalori
dan jenis nutrient yang
dibutuhkan, jika perlu
Promosi Berat Badan
Observasi
 Identifikasi kemungkinan
penyebab BB kurang
 Monitor adanya mual dan
muntah
 Monitor jumlah
kalorimyang dikomsumsi sehari-
hari
 Monitor berat badan
 Monitor albumin, limfosit,
dan elektrolit serum
Terapeutik
 Berikan perawatan mulut
sebelum pemberian makan, jika
perlu
 Sediakan makan yang
tepat sesuai kondisi pasien( mis.
Makanan dengan tekstur halus,
makanan yang diblander,
makanan cair yang diberikan
melalui NGT atau Gastrostomi,
total perenteral nutritition sesui
indikasi)
 Hidangkan makan secara
menarik
 Berikan suplemen, jika
perlu
 Berikan pujian pada
pasien atau keluarga untuk
peningkatan yang dicapai
Edukasi
 Jelaskan jenis makanan
yang bergizi tinggi, namuntetap
terjangkau
 Jelaskan peningkatan
asupan kalori yang dibutuhkan

Sumber Pustaka :
Agrina,F. Meta & Afnani, J. Toyyibah.2016. Tingkat kejadian. Jurnal Sain Veteriner, JSV 34 (1)(2), 125–131
Asrining Surasmi, Siti Handayani, H. N. K. (2016). Perawatan Bayi Risiko Tinggi. (M. Ester, Ed.) (1st ed.). Jakarta: EGC. Diakses pada 14/12/2020 :
https://onesearch.id/Record/IOS3955.ai:slims-1350/TOC
Dahlan A, Aminullah A. Buku kuliah ilmu kesehatan anak. Jilid II. 11 th ed. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2017
Suriadi, Yuliani. 2016. Asuhan Keperawatan pada Anak Edisi 2. Jakarta : CV. Sagung Seto
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta : PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta : PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta : PPNI

Anda mungkin juga menyukai