Anda di halaman 1dari 20

Departemen Medikal Bedah

LAPORAN PENDAHULUAN
RESPIRATORY DISTRESS OF THE NEWBORN (RDN)
DI RUANGAN NICU RSUP DR WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR

Oleh :

A.NUR SETYAWATI DWI SUHARDINI, S.Kep.


NIM: 70900119009

PRESEPTOR LAHAN PRESEPTOR INSTITUSI

(…………………….……..) (…………………………......)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UIN ALAUDDIN MAKASSAR

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya, saya bisa menyusun dan
menyajikan laporan pendahuluan ini.
Saya menyadari bahwa dalam penyusunan laporan pendahuluan ini masih
terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saya
mengharapkan kritik serta saran yang membangun guna menyempurnakan laporan
pendahuluan ini dan dapat menjadi acuan dalam menyusun laporan pendahuluan
selanjutnya.
Akhir kata, semoga segala bantuan dari berbagai pihak demi perbaikan dan
penyempurnaan laporan pendahuluan ini mendapat balasan di sisi Allah Swt dan
dengan kerendahan hati saya berharap semoga laporan pendahuluan ini dapat
memberikan manfaat kepada saya khususnya dan pembaca pada umumnya.

Makassar, 25 November 2019

A.Nur Setyawati DS, S.Kep


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………………. i


DAFTAR ISI …………………………………………………………………… ii
BAB I KONSEP MEDIS ……………………….…………………………......... 3
A. Definisi……..…………………………………………………………. 3
B. Etiologi …,,……………………………………………………………. 3
C. Patofisiologi…………………………..……………………………. … 4
D. Manifestasi klinis…………..…………………………………………… 5
E. Pemeriksaan diagnostik ……….………………………………………. 6
F. Penatalaksanaan medis……………………..………………………… 9
G. Komplikasi..…………………………..……………………………….. 8
BAB II KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian……………………………………………………..……… 12
B. Diagnosa Keperawatan………...……………………………….......... 13
C. Rencana Keperawatan….…...……………………………………..... 19
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… 25
PENYIMPANGAN KDM ……………………….………………………… 26
BAB I

KONSEP MEDIS

A. Definisi
Respiratory Distress of the Newborn (RDN) atau biasa juga disebut
Respiratory Distress Syndrome (RDS) biasa juga disebut Hyaline
Membrane Disease (HMD) merupakan suatu sindroma yang terjadi pada
bayi premature karena imaturitas struktur paru dan insufisiensi produksi
surfaktan. Surfaktan biasanya didapatkan pada paru yang matur,
sedangkan pada bayi prematur produksi surfaktan berkurang (Rodriguez,
2018).
Pada bayi prematur, defisiensi surfaktan, baik produksi maupun
sekresi surfaktan, akan menurunkan simpanan surfaktan intraseluler dan
ekstraseluler, yang selanjutnya mengakibatkan insufisiensi surfaktan
alveolar dan atelektasis..Sindrom ini terjadi pada bayi prematur segera atau
beberapa saat setelah lahir (4-6 jam) yang ditandai adanya pemapasan
cuping hidung, dispnu atau takipnu, retraksi (suprastemal, interkostal, atau
epigastrium), sianosis, suara merintih saat ekspirasi, yang menetap dan
menjadi progresif dalam 48-96 jam pertama kehidupan (Rodriguez, 2018).
B. Etiologi
Penyebab utama terjadinya RDN atau RDS adalah defesiensi atau
kerusakan surfaktan. Faktor penting penyebab defisiensi surfaktan pada
antara lain (Rodriguez, 2018).:
1. Premature (Usia gestasi dibawah 32 minggu)
2. Asfiksia perinatal
3. Maternal diabetes,
4. Bayi prematur yang lahir dengan operasi caesar
Menurut Suriadi dan Yulianni (2006) penyebab dari RDN yaitu:
1. Ketidakmampuan paru untuk mengembang dan alveoli terbuka.
2. Alveoli masih kecil sehingga mengalami kesulitan berkembang dan
pengembangan kurang sempurna. Fungsi surfaktan untuk menjaga agar
kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi
prematur dimana surfaktan masih belum berkembang menyebabkan
daya berkembang paru kurang dan bayi akan mengalami sesak nafas.
3. Membran hialin berisi debris dari sel yang nekrosis yang tertangkap
dalam proteinaceous filtrat serum (saringan serum protein), di fagosit
oleh makrofag.
4. Berat badan bayi lahir kurang dari 2500 gram.
5. Adanya kelainan di dalam dan di luar paru
Kelainan dalam paru yang menunjukan sindrom ini adalah
pneumothoraks/pneumomediastinum, penyakit membran hialin (PMH).
6. Bayi prematur atau kurang bulan
Diakibatkan oleh kurangnya produksi surfaktan. Produksi surfaktan
ini dimulai sejak kehamilan minggu ke-22, semakin muda usia
kehamilan, maka semakin besar pula kemungkinan terjadi RDS.
C. Patofisiologi
Respiratory Distress of the Newborn (RDN) merupakan suatu
keadaan dimana paru secara anatomis maupun fisiologis imatur. Secara
anatomis, paru tidak mampu melakukan ventilasi secara adekuat karena
alveolus tidak berkembang dengan baik sehingga permukaan area untuk
teijadinya pertukaran gas kurang. Pada penyakit membrane hyalin juga
terdapat ketidaksempurnaan kapiler paru, serta banyak terdapat mesenkim
interstisial sehingga memperjauh jarak antara alveolus dan membrane sel
endothelial (Whitsett, 2017).
Defisiensi surfaktan pada RDN terjadi karena kurangnya sel- sel
pneumosit tipe II yang matur, yang menghasilkan surfaktan. Secara
fisiologi, jumlah surfaktan yang kurang akan menyebabkan alveoli kolaps
setiap akhir ekspirasi, sehingga untuk pemapasan berikutnya dibutuhkan
tekanan negatif intratoraks yang lebih besar dan usaha inspirasi yang lebih
kuat. Kolaps paru ini akan menyebabkan terganggunya ventilasi sehingga
terjadi hipoksia alveolar, retensi C02 dan asidosis. Hipoksia alveolar akan
menimbulkan: (1) oksigenasi jaringan menurun, dan asidosis. Hipoksia
alveolar akan menimbulkan: (1) oksigenasi jaringan menurun, sehingga
akan teijadi metabolisme anaerob dengan penimbunan asam laktat dan
asam organik lainnya yang menyebabkan teijadinya asidosis metabolik
pada bayi, (2) kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolaris akan
menyebabkan terjadinya transudasi ke dalam alveoli dan terbentuknya
fibrin. Selanjutnya fibrin bersama-sama dengan jaringan epitel yang
nekrotik membentuk suatu lapisan yang disebut membran hialin. Asidosis
dan atelektasis juga menyebabkan terganggunya sirkulasi darah dari dan
ke jantung. Demikian pula aliran darah paru akan menurun dan hal ini
akan mengakibatkan berkurangnya pembentukan substansi surfaktan
(Whitsett, 2017).

D. Manifestasi Klinis

Berat dan ringannya gejala pada penyakit RDN ini sangat dipengaruhi
oleh tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan usia
kehamilan, semakin berat gejala klinis yang ditujukan. Manifestasi dari
RDN disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerusakan sel dan
selanjutnya menyebabkan kebocoran serum protein ke dalam alveoli
sehingga menghambat fungsi surfaktan. Gejala klinikal yang timbul yaitu :
adanya sesak nafas pada bayi prematur segera setelah lahir, yang ditandai
dengan takipnea (> 60 x/menit), pernafasan cuping hidung, expiratory
grunting (merintih), sianosis, pernafasan terlihat paradox, murmur, retraksi
dinding dada, dan sianosis, dan gejala menetap dalam 48-96 jam pertama
setelah lahir (Yuliani, 2016).
Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS
yaitu :
1. Terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram
udara.
2. Bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan
gambaran udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer
menutupi bayangan jantung dengan penurunan aerasi paru.
3. Alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru
terlihat lebih opaque dan bayangan jantung hampir tak terlihat,
bronchogram udara lebih luas. keempat, seluruh thorax sangat
opaque (white lung) sehingga jantung tak dapat dilihat.
E. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Suriadi dan Yuliani (2016), pemeriksaan penunjang yang dapat


dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosa antara lain :
1. Rontgen dada, untuk melihat densitas atelektasis dan elevasi
diaphragma dengan overdistensi duktus alveolar.
2. Bronchogram udara, untuk menentukan ventilasi jalan nafas.
3. Pemeriksaan laboratorium
4. Pemeriksaan Profil paru :
a. Untuk menentukan maturitas paru, dengan bahan cairan
amnion (untuk janin yang mempunyai predisposisi RDS)
Lecitin/Sphingomielin (L/S) ratio 2 : 1 atau lebih
mengindikasikan maturitas paru Phospatidyglicerol : meningkat
saat usia gestasi 35 minggu Tingkat phosphatydylinosito
b. Analisa Gas Darah, PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 kurang
dari 60 mmHg, saturasi oksigen 92% – 94%, pH 7,31 – 7,45
c. Level pottasium, meningkat sebagai hasil dari release potassium
dari sel alveolar yang rusak.
F. Penatalaksanaan
Menurut Suriadi dan Yuliani (2016) penatalaksanaan umum yang
dapat dilakukan untuk mengatasi masalah kegawatan pernafasan meliputi:
1. Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling
sering dan bila bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infus
dektrosa 5 %
2. Pantau selalu tanda vital
3. Jaga kepatenan jalan nafas
4. Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal) Jika bayi
mengalami apneu
5. Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan
6. Bila terjadi kejang segera periksa kadar gula darah
7. Pemberian nutrisi adekuat Setelah menajemen umum, segera dilakukan
menajemen lanjut sesuai dengan kemungkinan penyebab dan jenis atau
derajat gangguan nafas. Menajemen spesifik atau menajemen lanjut :
a. Gangguan nafas ringan
Beberapa bayi cukup bulan yang mengalami gangguan
napas ringan pada waktu lahir tanpa gejala-gejala lain disebut
“Transient Tacypnea of the Newborn” (TTN). Terutama terjadi
setelah bedah sesar. Biasanya kondisi tersebut akan membaik dan
sembuh sendiri tanpa pengobatan. Meskipun demikian, pada
beberapa kasus. Gangguan napas ringan merupakan tanda awal dari
infeksi sistemik.
b. Gangguan nafas sedang
1) Lakukan pemberian O2 2-3 liter/ menit dengan kateter nasal, bila
masih sesak dapat diberikan o2 4-5 liter/menit dengan sungkup
2) Bayi jangan diberi minum
3) Jika ada tanda berikut, berikan antibiotika (ampisilin dan
gentamisin) untuk terapi kemungkinan besar sepsis.
 Suhu aksiler > 39˚C
 Air ketuban bercampur mekonium
4) Riwayat infeksi intrauterin, demam curiga infeksi berat atau
ketuban pecah dini (> 18 jam) .
5) Bila suhu aksiler 34- 36,5 ˚C atau 37,5-39˚C tangani untuk
masalah suhu abnormal dan nilai ulang setelah 2 jam:
 Bila suhu masih belum stabil atau gangguan nafas belum ada
perbaikan, berikan antibiotika untuk terapi kemungkinan besar
seposis
 Jika suhu normal, teruskan amati bayi. Apabila suhu kembali
abnormal ulangi tahapan tersebut diatas.
6) Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis, nilai kembali bayi
setelah 2 jam Apabila bayi tidak menunjukan perbaikan atau
tanda-tanda perburukan setelah 2 jam, terapi untuk kemungkinan
besar sepsis
7) Bila bayi mulai menunjukan tanda-tanda perbaikan kurangai
terapi o2secara bertahap . Pasang pipa lambung, berikan ASI
peras setiap 2 jam. Jika tidak dapat menyusu, berikan ASI peras
dengan memakai salah satu cara pemberian minum
8) Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik
dihentikan. Bila bayi kembali tampak kemerahan tanpa
pemberian O2 selama 3 hari, minumbaik dan tak ada alasan bayi
tatap tinggal di Rumah Sakit bayi dapat dipulangkan .
c. Gangguan nafas berat
1) Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya.
2) Bila dalam pengamatan ganguan nafas memburuk atau timbul
gejala sepsis lainnya. Terapi untuk kemungkinan kesar sepsis dan
tangani gangguan nafas sedang dan dan segera dirujuk di rumah
sakit rujukan.
3) Berikan ASI bila bayi mampu mengisap. Bila tidak berikan ASI
peras dengan menggunakan salah satu cara alternatif pemberian
minuman.
4) Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada perbaikan
gangguan napas. Hentikan pemberian O2 jika frekuensi napas
antara 30-60 kali/menit.
Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan dalam
pengobatan RDS adalah pemberian surfaktan eksogen ( derifat dari sumber
alami misalnya manusia, didapat dari cairan amnion atau paru sapi, tetapi
bisa juga berbentuk surfaktan buatan .
G. Komplikasi

1. Komplikasi jangka pendek dapat terjadi :


a. kebocoran alveoli : Apabila dicurigai terjadi kebocoran udara
( pneumothorak, pneumomediastinum, pneumopericardium,
emfisema intersisiel ), pada bayi dengan RDS yang tiba-tiba
memburuk dengan gejala klinikal hipotensi, apnea, atau bradikardi
atau adanya asidosis yang menetap.
b. Jangkitan penyakit karena keadaan penderita yang memburuk dan
adanya perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi
dapat timbul kerana tindakan invasiv seperti pemasangan jarum
vena, kateter, dan alat-alat respirasi.
c. Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular :
perdarahan intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur
dengan frekuensi terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi
mekanik.
2. Komplikasi jangka panjang
Dapat disebabkan oleh keracunan oksigen, tekanan yang tinggi dalam
paru, memberatkan penyakit dan kekurangan oksigen yang menuju ke
otak dan organ lain. Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi :
a. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru
kronik yang disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa
gestasi 36 minggu. BPD berhubungan dengan tingginya volume
dan tekanan yang digunakan pada waktu menggunakan ventilasi
mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A.
Insiden BPD meningkat dengan menurunnya masa gestasi.
b. Retinopathy prematur Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar
10-70% bayi yang berhubungan dengan masa gestasi, adanya
hipoxia, komplikasi intrakranial, dan adanya infeksi.

BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1) Anamnesa :
a. Data Demografi
a) Nama
b) Usia : bayi yang lahir sebelum gestasi 29 minggu.
c) Jenis Kelamin
d) Suku / Bangsa
e) Alamat
b. Keluhan Utama :
Pasien dengan RDS didapatkan keluhan seperti sesak, mengorok
ekspiratori, pernapasan cuping hidung, lemah, lesu, apneu, tidak
responsive, penurunan bunyi napas.
c. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pada pasien RDS, biasanya akan diawali dengan tanda-tanda mudah
letih, dispnea, sianosis, bradikardi, hipotensi, hipotermi, tonus otot
menurun, edema terutama di daerah dorsal tangan atau kaki, retraksi
supersternal/ epigastrik/ intercosta, grunting expirasi. Perlu juga
ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah
dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhan
tersebut.
d. Riwayat Penyakit Dahulu :
Perlu ditanyakan apakah pasien mengalami prematuritas dengan
paru-paru yang imatur (gestasi dibawah 32 minggu), gangguan
surfactan, lahir premature dengan operasi Caesar serta penurunan
suplay oksigen saat janin saat kelahiran pada bayi matur atau
premature, atelektasis, diabetes mellitus, hipoksia, asidosis
e. Riwayat Maternal
Meliputi riwayat menderita penyakit seperti diabetes mellitus,
kondisi seperti perdarahan placenta, placenta previa, tipe dan lama
persalinan, stress fetal atau intrapartus, dan makrosomnia (bayi
dengan ukuran besar akibat ibu yang memiliki riwayat sebagai
perokok, dan pengkonsumsi minuman keras serta tidak
memperhatikan gizi yang baik bagi janin).
f. Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang terkena penyakit
-penyakit yang disinyalir sebagai penyebab kelahiran premature /
Caesar sehinnga menimbulakan membrane hyialin disease.
g. Riwayat psikososial
Meliputi perasaan keluarga pasien terhadap penyakitnya, bagaimana
cara mengatasinya serta bagaimana perilaku keluarga pasien
terhadap tindakan yang dilakukan terhadap bayinya.
h. Status Infant saat Lahir
a) Prematur, umur kehamilan.
b) Apgar score, apakah terjadi aspiksia.
c) Apgar score adalah : Suatu ukuran yang dipakai untuk
mengevaluasi keadaan umum bayi baru lahir.
d) Bayi premature yang lahir melalui operasi Caesar
2) Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan takhipneu (> 60 kali/menit),
pernafasan mendengkur, retraksi subkostal/interkostal, pernafasan
cuping hidung, sianosis dan pucat, hipotonus, apneu, gerakan tubuh
berirama, sulit bernafas dan sentakan dagu. Pada awalnya suara nafas
mungkin normal kemudian dengan menurunnya pertukaran udara, nafas
menjadi parau dan pernapasan dalam.
Pengkajian fisik pada bayi dan anak dengan kegawatan pernafasan
dapat dilihat dari penilaian fungsi respirasi dan penilaian fungsi
kardiovaskuler. Penilaian fungsi respirasi meliputi :
a. Frekuensi nafas
Takhipneu adalah manifestasi awal distress pernafasan pada bayi.
Takhipneu tanpa tanda lain berupa distress pernafasan merupakan
usaha kompensasi terhadap terjadinya asidosis metabolik seperti
pada syok, diare, dehidrasi, ketoasidosis, diabetikum, keracunan
salisilat, dan insufisiensi ginjal kronik. Frekuensi nafas yang sangat
lambat dan ireguler sering terjadi pada hipotermi, kelelahan dan
depresi SSP yang merupakan tanda memburuknya keadaan klinik.
b. Mekanika usaha pernafasan
Meningkatnya usaha nafas ditandai dengan respirasi cuping hidung,
retraksi dinding dada, yang sering dijumpai pada obtruksi jalan nafas
dan penyakit alveolar. Anggukan kepala ke atas, merintih, stridor dan
ekspansi memanjang menandakan terjadi gangguan mekanik usaha
pernafasan.
c. Warna kulit/membran mukosa
Pada keadaan perfusi dan hipoksemia, warna kulit tubuh terlihat
berbercak (mottled), tangan dan kaki terlihat kelabu, pucat dan teraba
dingin.
d. Kardiovaskuler
a) Frekuensi jantung dan tekanan darah
Adanya sinus tachikardi merupakan respon umum adanya stress,
ansietas, nyeri, demam, hiperkapnia, dan atau kelainan fungsi
jantung.
b) Kualitas nadi
Pemeriksaan kualitas nadi sangat penting untuk mengetahui
volume dan aliran sirkulasi perifer nadi yang tidak adekwat dan
tidak teraba pada satu sisi menandakan berkurangnya aliran darah
atau tersumbatnya aliran darah pada daerah tersebut. Perfusi kulit
kulit yang memburuk dapat dilihat dengan adanya bercak, pucat
dan sianosis.
e. Pemeriksaan pada pengisian kapiler dapat dilakukan dengan cara :
a) Nail Bed Pressure ( tekan pada kuku)
b) Blancing Skin Test, caranya yaitu dengan meninggikan sedikit
ekstremitas dibandingkan jantung kemudian tekan telapak tangan
atau kaki tersebut selama 5 detik, biasanya tampak kepucatan.
Selanjutnya tekanan dilepaskan pucat akan menghilang 2-3 detik.
c) Perfusi pada otak dan respirasi
Gangguan fungsi serebral awalnya adalah gaduh gelisah diselingi
agitasi dan letargi. Pada iskemia otak mendadak selain terjadi
penurunan kesadaran juga terjadi kelemahan otot, kejang dan
dilatasi pupil.
3) ADL (Activity daily life)
a. Nutrisi :
Bayi dapat kekeurangan cairan sebagai akibat bayi belum minum
atau menghisap
b. Istirahat tidur
Kebutuhan istirahat terganggu karena adanya sesak nafas ataupun
kebutulan nyaman tergangu akibat tindakan medis
c. Eliminasi
Penurunan pengeluaran urine
B. Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif
Kategori : Fisiologis
Subkategori : Respirasi
Kode : D0005
a. Definisi
Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi
adekuat
b. Gejala dan tanda mayor
Subjektif
a) Dispnea
Objektif
a) Penggunaan oto bantu pernapasan
b) Fase ekspirasi memanjang
c) Pola napas abnormal (mis takipnea, bradipnea, hiperventilasi,
kussmaul, cheyne-stokes)
c. Gejala dan tanda minor
Subjektif
a) Ortopnea
Objektif
a) Pernapasan pursed-lip
b) Pernapasan cuping hidung
c) Diameter thoraks anterior-posterior meningkat
d) Ventilasi semenit menurun
e) Kapasitas vital menurun’
f) Tekanan ekspirasi menurun
g) Tekanan inspirasi menurun
h) Ekskursi dada berubah
d. Kondisi klinis terkait
1) Depresi system saraf pusat
2) Cedera kepala
3) Trauma thoraks
4) Gullian barre syndrome
5) Multiple sclerosis
6) Myasthenia gravis
7) Stroke
8) Kuadriplegia
9) Intoksikasi alcohol
2. Gangguan Pertukaran Gas
Kategori : Fisiologis
Subkategori : Respirasi
Kode : D0003
a. Definisi
Kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan atau eliminasi
karbondioksida pada membrane alveolus-kapiler.
b. Penyebab
- Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
- Perubahan membrane alveolus-kapiler
c. Gejala dan tanda mayor
Subjektif : Dispnea
Objektif :
- PCO2 meningkat/menurun
- PO2 menurun
- Takikardia
- PH arteri menigkat/menurun
- Bunyi nafas tambahan
d. Gejala dan tanda minor
Subjektif :
- Pusing
- Penglihatan kabur
Objektif :
- Sianosis
- Diaphoresis
- Gelisah
- Nafas cuping hidung
- Pola nafas abnormal (cepat/lambat, regular/irregular,
dalam/dangkal)
- Warna kulit abnormal (mis.pucat, kebiruan)
- Kesadaran menurun
e. Kondisi klinis terkait
- Penyakit paru obstruktif kronik
- Gagal jantung kongestif
- Persistant pulmonary hypertension of newborn (PPHN)
- Pneumonia
- Prematuritas
- Penyakit membrane hialin
3. Hipotermia
Kategori : Lingkungan
Subkategori : Keamanan dan proteksi
Kode : D.0132
a. Definisi
Suhu tubuh berada dibawah rentang normal.
b. Penyebab
- Kerusakan hipotalamus
- Konsumsi alkohol
- Berat badan ekstrem
- Kekuarangan lemak subkutan
- Terpapar suhu lingkungan rendah
- Malnutrisi
- Pemakaian pakaian tipis
- Penurunan laju metabolisme
- Tidak beraktivitas
- Trauma
- Efek agen farmakologis
c. Gejala dan tanda mayor
Subjektif : ( tidak tersedia )
Objektif :
- Kulit teraba dingin
- Menggigil
- Suhu tubuh di bawah nilai normal
d. Gejala dan tanda minor
Subjektif : (tidak tersedia)
Objektif :
- Akrosianosis
- Bradikardia
- Dasar kuku sianotik
- Hipoglikemia
- Hipoksia
- Pengisian kapiler >2 detik
- Konsumsi oksigen meningkat
- Ventilasi menurun
- Kulit memorata (pada neonatus)
e. Kondisi klinis terkait
- Hipotiroidisme
- Anoreksia nervosa
- Cedera batang otak
- Prematuritas
- Berat badan lahir rendah
- Tenggelam
A. Perencanaan(SIKI, 2018 ; SLKI, 2019)
1. Pola Nafas Tidak Efektif
Manajemen Jalan Nafas
a. Tujuan dan kriteria hasil
Tujuan
Mengidentifikasi dan mengelola kepatenan jalan nafas
Kriteria Hasil
Inspirasi dan /atau ekspirasi yang memberikan ventilasi adekuat
dapat meningkat dengan kriteria hasil:
1) Dispnea menurun
2) Frekuensi nafas membaik
3) Kedalaman nafas membaik
b. Intervensi keperawatan dan rasional
1) Observasi
a) Monitor pola Nafas ( frekuensi, kedalaman dan usaha)
Rasional :mengetahui status dan kemungkinan perubahan
pada pola nafas pasien
b) Monitor bunyi nafas tambahas
Rasional :adanya bunyi nafas tambahan biasanya berkaitan
karena adanya hambatan pada jalan nafas
c) Monitor sputum
Rasional :adanya sputum yang berlebih dapat menjadi
hambatan dalam saluran pernapasan
2) Terapeutik
a) posisikan semi-fowler atau fowler
Rasional :mengurangi rasa sesak pada pasien
b) berikan minum air hangat
Rasional :melegahkan tenggorokan dan mengencerkan
dahak yang ada
c) lakukan fisioterapi dada
Rasional :mengelurkan secret pada saluran nafas
d) Berikan oksigen
Rasional : membantu mengurangi sesak pada pasien
3) Edukasi
a) Ajarkan teknik batuk efektif
Rasional :mengeluarkan secret secara maksimal
2. Gangguan Pertukaran Gas
Kriteria Hasil :
Oksigenasi dan atau eliminasi karbondioksida pada membran alveolus
kapiler dalam batas normal dengan kriteria :
1) Dispnea cukup menuru
2) Bunyi nafas tambahan cukup menurun
3) PCO2 cukup membaik membaik
4) PO2 cukup membaik
5) Takikardia cukup membaik
Intervensi Keperawatan :
Pemantauan Respirasi
1) Observasi
- Monitor irama, frekuensi, kedalaman dan upaya nafas
- Monitor pola nafas (seperti bradipnea, takipnea,
hiperventilasi, kusmaul)
- Monitor kemampuan batuk efektif
- Monitor adanya produksi sputum
- Monitor adanya sumbatan jalan nafas
- Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
- Auskultasi bunyi nafas
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor nilai AGD
- Monitor hasil X-Ray thoraks
2) Terapeutik
- Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan
3) Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
3. Hipotermia
Kriteria Hasil :
Pengaturan suhu tubuh agar tetap berada pada rentang normal
membaik dengan kriteria :
1) Suhu tubuh cukup membaik
2) Suhu kulit cukup membaik
3) Kutis memorata cukup membaik
4) Hipoksia cukup membaik
Intervensi Keperawatan :
Manajemen Hipotermia :
1) Observasi
- Monitor suhu tubuh
- Identifikasi penyebab hipotermia (mis.terpapar suhu
lingkungan rendah, pakaian tipis, kerusakan hipotalamus,
penurunan laju metabolisme, kekuarangan lemak
subkutan).
- Monitor tanda dan gejala akibat hipotermia (hipotermia
ringan: takipnea, disartria, menggigil, hipertensi,
dieresis,Hipotermia sedang : aritmia, hipotensi, apatis,
koagulopati, reflex menurun, Hipotermia berat : oliguria,
reflex menghilang, edema paru, asam-basa abnormal)
2) Terapeutik
- Sediakan lingkungan yang hangat (mis.atur suhu ruangan,
inkubator)
- Ganti pakaian dan atau linen yang basah
- Lakukan penghangatan pasif (mis,selimut, menutup
kepala,pakaian tebal)
- Lakukan penghangatan aktif eksternal (mis.kompres
hangat, botol hangat, selimut hangat, perawatan metode
kangguru).
- Lakukan penghangatan aktif internal (mis. Oksigen
hangat, lavase peritoneal dengan cairan hangat).
3) Edukasi
- Anjurkan makan/minum hangat
DAFTAR PUSTAKA
Rodriguez RJ,Martin R J, Fanaroff AA. Respiratory Distress Syndrome
and its Management. In: Martin R J, Fanaroff AA, editors.
Neonatal-Perinatal Medicine, Disease of the fetus and Infant. 8 th
edition. Philadelphia: Elsevier Mosby; 2018. p. 1097-1122.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia (SIKI) Edisi 1 Cetakan 2.Jakarta : Dewan Pengurus
Pusat PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan
Indonesia (SLKI) Edisi 1 Cetakan 2.Jakarta : Dewan Pengurus
Pusat PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia (SDKI) Edisi 1 Cetakan 3(Revisi) . Jakarta : Dewan
Pengurus Pusat PPNI
Whitsett JA, Rice WR, Warner BB, Wert SE, Pryhuber GS. Respiratory
Distress Syndrome. In: MacDonald MG, Mullet MD, Seshia MMK,
editors. Avery’s Neonatology. Patophysiology and Management of
the Newborn. 6th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins;
2017.p. 560-562 3 3
Whitsett JA , Stahlman MA. Impact of Advances in Physiology,
Biochemistry, and Molecular Biology on Pulmonary Disease. Am J
Respir Cnt Care. 2017 ;157: 67-71,.

Anda mungkin juga menyukai