Anda di halaman 1dari 21

BAB 4

PEMBAHASAN

Pada bab 4 ini akan diuraikan pembahasan dalam proses keperawatan komunitas
yang dilakukan selama 5 (lima) minggu berpraktik di lahan komunitas RW 21
Kelurahan Mekarjaya, Kecamatan Sukmajaya Kota Depok, Jawa Barat.
Pembahasan yang akan diuraikan meliputi pembahasan terkait kesesuaian ataupun
kesenjangan antara teori seperti pada bab sebelumnya dengan pelaksanaan asuhan
keperawatan yang dihadapi oleh kelompok yang terdiri dari tahap pengkajian,
skoring masalah, penetapan diagnosa, penyusunan perencanaan, pelaksanaan atau
implementasi, hingga evaluasi asuhan keperawatan. Model pengkajian yang
digunakan antara lain model pengkajian Community as a partner dengan teknik
pengumpulan data menggunakan kuisioner, wawancara, observasi, winshield
survey/walking survey, focus group discussion, literature review, serta data
sekunder dari puskesmas, kelurahan, RW, RT, dan kader. Dari itu diharapkan hasil
pengkajian yang didapatkan menjadi komprehensif dan mahasiswa dapat
memberikan asuhan keperawatan yang sesuai dengan masalah kesehatan yang
terdapat di komunitas.

4.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan proses pengumpulan data secara sistematis baik
data subjektif maupun objektif (wawancara, pemeriksaan fisik,
kuisioner/angket) dan informasi riwayat kesehatan saat ini dan masa
sebelumnya (Herdman & Kamitsuru, 2018). Sedangkan menurut Anderson &
Mc Farlane (2011), pengkajian komunitas merupakan proses berupa tindakan
mengenal komunitas yang bertujuan untuk mengidentifikasi faktor positif atau
negatif yang mempengaruhi kesehatan masyarakat dan untuk mengembangkan
strategi promosi kesehatan. Model pengkajian yang digunakan oleh kelompok
antara lain model pengkajian Community As Partner. Sedangkan, teknik
pengumpulan data menggunakan kuisioner, wawancara, observasi, winshield

1
survey/walking survey, focus group discussion, literature review, serta data
sekunder dari puskesmas, kelurahan, RW, RT, dan kader.
Model Pengkajian Community As Partner terdiri dari data umum dan 8
subsistem yaitu lingkungan, pelayanan kesehatan dan sosial, politik dan
pemerintahan, pendidikan, ekonomi, transportasi dan keamanan, rekreasi, dan
komunikasi. Terdapat 2 fokus utama dalam model pengkajian ini yaitu fokus
kepada komunitas sebagai partner dan penggunaan proses keperawatan. Pada
saat pelaksanaannya, kelompok melakukan pengumpulan data melalui
observasi dan winshield survey. Hasil pengumpulan data tersebut didapatkan
sejumlah informasi terkait dengan kondisi lingkungan, karakteristik penduduk
RW 21, jenis pelayanan kesehatan dan sosial. Lalu, kelompok melakukan
wawancara dengan ketua RW, ketua RT 01 sampai RT 09, dan para kader
mengenai masalah kesehatan yang paling diresahkan oleh warga RW 21 atau
masalah kesehatan warga 1 tahun terakhir mulai dari agregat ibu hamil, balita,
usia prasekolah, usia sekolah, remaja, dewasa, hingga lansia.
Berdasarkan data wawancara tersebut, didapatkan bahwa permasalahan
yang paling sering dialami oleh warga RW 21 adalah masalah hipertensi dan
diabetes melitus pada agregat dewasa hingga lansia. Selanjutnya kelompok
melakukan pengkajian dengan penyebaran angket kepada sampel sebagai data
primer masalah hipertensi dan diabetes melitus. Proses penyebaran angket
dilakukan secara acak kepada warga RW 21 oleh perwakilan mahasiswa
masing-masing RT. Penyusunan angket yang dilakukan berfokus kepada
pengetahuan, sikap, dan perilaku warga mengenai masalah hipertensi dan
diabetes mellitus secara umum. Hasil keseluruhan pengumpulan data tersebut
selanjutnya dapat diklasifikasikan kedalam model pengkajian Coommunity as
partner sesuai dengan core-nya.
Proses pengkajian atau pengumpulan data yang dilakukan kelompok
pada dasarnya sudah cukup baik, meskipun sedikit terkendala dengan geografis
RT 01 dan 04 yang terpisah cukup jauh dengan RT 02,03,05,06,07,08,09.
Kelompok mampu menyusun strategi untuk mengumpulkan data secara efektif
dan efisien. Selain itu, seluruh anggota kelompok berkontribusi aktif sehingga
waktu yang digunakan untuk pengumpulan data menjadi lebih efisien.

2
Dukungan dari ketua RW, para ketua RT, dan para kader sangat membantu
proses pengumpulan data dan penyebaran angket. Disisi lain, hal yang harus
ditingkatkan oleh mahasiswa antara lain proses penyusunan kisi-kisi angket
yang tepat, sehingga pertanyaan yang terdapat di dalam angket dapat menjawab
tujuan dari pengumpulan data yang ingin diketahui.

4.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosis keperawatan komunitas dirumuskan dengan merujuk pada
analisis dari data yang ditemukan pada saat dilakukan pengkajian dan
disesuaikan dengan menggunakan standar NANDA. Diagnosis keperawatan
yang diangkat berdasarkan pada data sekunder dari residen dan data primer
hasil wawancara, observasi serta pengkajian menggunakan angket yang
meliputi komponen pengetahuan, sikap dan perilaku atau keterampilan warga
RW 21. Diagnosis keperawatan komunitas yang diangkat adalah
ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan hipertensi dan diabetes mellitus pada
warga RW 21 Kelurahan Mekarjaya, Kecamatan Sukmajaya, Kota Depok,
Jawa Barat. Diagnosis ketidakefektifan manajemen kesehatan didefinisikan
sebagai pola pengaturan dan pengintegrasian kebiasaan terapeutik kehidupan
sehari-hari untuk pengobatan penyakit dan gejala sisa nya yang tidak
memuaskan dalam memenuhi tujuan kesehatan spesifik. Adapun batasan
karakteristik dari diagnosis tersebut meliputi adanya kegagalan memasukan
rejimen pengobatan dalam kehidupan sehari-hari, kegagalan melakukan
tindakan untuk mengurangi faktor resiko, dan pilihan yang tidak efektif dalam
kehidupan sehari-hari untuk mencapai tujuan kesehatan (Herdman &
Kamitsuru, 2018).
Data mengenai masalah kesehatan hipertensi berdasarkan data
pengkajian primer melalui angket, diperoleh data bahwa terdapat sebanyak 42
(71.2%) dari 59 warga warga teridentifikasi mengalami masalah hipertensi.
Mayoritas warga hipertensi di RW 21 (40.2%) jarang melakukan pemeriksan
tekanan darah secara rutin ke puskesmas atau pelayanan kesehatan terdekat.
Adapun terkait perilaku minum obat, diketahui sebanyak 49.2% warga sering
lupa dan malas minum obat, dan sebanyak 40.7% sering mengurangi atau

3
menghentikan konsumsi obat tanpa izin dokter. Berdasarkan data survei,
ditemukan sebanyak 34.9% mengalami obesitas dari 42 orang yang hipertensi.
Hal itu disebabkan karena pola makan yang kurang sehat, dan kurangnya
aktivitas fisik pada warga. Berdasarkan data survey, sebanyak 50.8% warga
memiliki kebiasaan konsumsi kopi, 40,2% masih mengonsumsi garam berlebih
(1/2 sdt anjuran kemenkes). Sebanyak 66.1% warga berperilaku kurang adaptif
terhadap perubahan lingkungan, seperti mengkonsumsi makanan seperti
gorengan mau pun makanan bersantan. Adapun sebanyak 33.9 % tidak
melakukan olahraga rutin, dikarenakan keterbatasan waktu dan juga sarana
olahraga di RW 21 Kelurahan Mekarjaya. Selain tidak memperhatikan pola
makan dan aktivitas fisik, masyarakat juga kurang memanfaatkan pelayanan
kesehatan dengan baik dan tidak patuh terhadap pengobatan.
Data mengenai masalah diabetes mellitus berdasarkan pada pengkajian
primer melalui angket, diperoleh data bahwa 29 (49.2%) dari 59 warga yang
mengalami diabetes mellitus. Dari data angket tersebut sebanyak 40,7% warga
memiliki kebiasaan konsumsi gula berlebih dan 30,5% konsumsi makanan
berlemak berlebih. Adapun 49,2% warga sering lupa dan malas minum obat
diabetes, dan sebanyak 40,7% sering mengurangi atau menghentikan konsumsi
obat tanpa izin dokter, dan 61,1 % tidak melakukan olahraga rutin, dikarenakan
keterbatasan waktu dan juga sarana olahraga di RW 21 Kelurahan Mekarjaya.
Selain tidak memperhatikan pola makan dan aktivitas fisik, masyarakat juga
kurang memanfaatkan pelayanan kesehatan dengan baik dan tidak patuh
terhadap pengobatan.
Diagnosis keperawatan yang telah ditegakkan kemudian dibuat
penetapan prioritas masalah dengan perwakilan perangkat RW 21 yang
dilakukan saat pertemuan-2. Prioritas masalah ditetapkan sesuai dengan teori
dan rancangan yang telah dibuat sebelumnya oleh kelompok. Penentuan
prioritas masalah kesehatan berdasarkan pada peran perawat komunitas,
kemungkinan untuk dilakukan pendidikan kesehatan, minat masyarakat,
kemungkinan untuk diatasi, penyesuaian dengan program pemerintah,
besarnya risiko pada masing-masing masalah kesehatan, dan sumber daya yang
ada di masyarakat untuk dapat mengatasi masalah kesehatan. Berdasarkan hasil

4
penetapan prioritas masalah atau skoring pada pertemuan-2 menggunakan
metode Stanhope diperoleh hasil atau skor untuk masalah hipertensi sebesar
307 dan masalah diabetes mellitus sebesar 201. Oleh karena itu, didapatkan
kesimpulan bahwa kelompok lebih memprioritaskan masalah ketidakefektifan
manajemen kesehatan hipertensi dibandingkan dengan masalah
ketidakefektifan manajemen kesehatan diabetes mellitus.

4.3 Rencana Keperawatan Komunitas


Rencana intervensi keperawatan komunitas yang dibuat berfokus pada
cara mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya
berdasarkan Nursing Intervention Classification (NIC) dan Nursing Outcome
Classification (NOC). Hal-hal yang dapat dilakukan dalam tahap implementasi
keperawatan komunitas meliputi promosi kesehatan, pemeliharaan
kesehatan/mengatasi kondisi tidak sehat, pencegahan penyakit dan dampak dari
penyakit. Perawat komunitas berfokus pada program kesehatan masyarakat
yang dibuat pada tahap perencanaan melalui beberapa strategi yaitu proses
kelompok, promosi kesehatan dan kemitraan/partnership (Riasmini, et al.,
2017).
Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan dua masalah utama dalam
komunitas yaitu hipertensi dan diabetes mellitus. Kelompok merencanakan
intervensi yang berfokus pada promosi kesehatan. Rencana intervensi
keperawatan utama yang dilakukan adalah (1) skrinning kesehatan untuk
mendeteksi warga dengan hipertensi, (2) pendidikan kesehatan mengenai
hipertensi dan manajemen nutrisi, (3) demonstrasi pemilihan makanan yang
boleh dan tidak boleh dikonsumsi bagi warga dengan hipertensi. Tujuan dari
intervensi ini adalah meningkatkan pengetahuan warga tentang hipertensi,
meliputi pengertian, faktor risiko dan komplikasi hipertensi serta diet untuk
hipertensi. Wujud pelaksanaan kegiatan yang direncanakan berupa skrining
kesehatan dan kemudian dilanjutkan penyuluhan diet hipertensi rendah garam
dan lemak disertai demonstrasi menajemen diet hipertensi dengan target usia
dewasa dan lansia di RW 21, Mekarjaya.

5
Sedangkan rencana intervensi untuk masalah kesehatan diabetes
mellitus berupa (1) penyuluhan kesehatan tentang penyakit diabetes mellitus,
faktor risiko, komplikasi dan diet untuk diabetes mellitus dengan menggunakan
metode ceramah, diskusi dan tanya jawab. (2) demonstrasi senam kaki. Tujuan
dari intervensi ini adalah meningkatkan pengetahuan warga tentang diabetes
mellitus, meliputi pengertian, faktor risiko dan komplikasi serta diet untuk
diabetes mellitus. Selain itu juga untuk meningkatkan kemampuan warga untuk
melakukan senam kaki. Wujud pelaksanaan kegiatan yang direncanakan berupa
penyuluhan, diet diabetes mellitus dan senam kaki dengan sasaran warga usia
dewasa dan lansia di RW 21, Mekarjaya.
Rencana keperawatan komunitas yang telah dibuat oleh kelompok
masih memerlukan beberapa perbaikan khususnya untuk tujuan intervensi
berdasarkan NOC. Tujuan intervensi seharusnya dibuat sedemikian rupa
sehingga dapat terukur dan mempermudah dalam melakukan evaluasi dari
ketercapaian diagnosis yang telah ditegakkan. Selain itu, dalam menentukan
rencana keperawatan, jika melihat teori penentuan rencana intervensi, hal yang
terlewat oleh kelompok adalah kegiatan yang dapat dilakukan warga secara
berkelanjutan. Kelompok sebaiknya memperhatikan keberlanjutan dari
kegiatan yang telah dilaksanakan sehingga ketika kelompok telah selesai
melakukan kegiatan, warga sebagai mitra yang diberdayakan dapat tetap
melanjutkan kegiatan tersebut.

4.4 Implementasi dan Evaluasi


4.4.1 Penyuluhan kesehatan tentang Diet rendah garam dan lemak serta
demonstrasi diet hipertensi
Implementasi merupakan tahapan dari proses keperawatan yang
dilakukan setelah perawat menyusun rencana keperawatan. Dalam
keperawatan komunitas, implementasi tidak hanya berfokus pada tindakan
keperawatan yang dilakukan tetapi juga kolaborasi dengan masyarakat dan
pihak-pihak terkait (Allender, Rector, & Warner, 2014). Implementasi yang
dilakukan dalam hal ini berupa pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan
merupakan kegiatan yang bersifat promotif dan preventif, dirancang sebagai

6
pembelajaran bagi masyarakat untuk memelihara dan meningkatkan taraf
kesehatannya (Stanhope & Lancester, 2016). Menurut Bulechek, Butcher,
Dotcherman, dan Wagner (2013), pendidikan kesehatan merupakan kegiatan
yang bertujuan untuk memberikan penjelasan serta pengalaman belajar untuk
memfasilitasi perubahan perilaku yang disadari terhadap kesehatan pada
masyarakat. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pendidikan kesehatan
merupakan kegiatan pembelajaran yang bersifat promotif dan perventif agar
masyarakat merubah perilaku secara disadari dalam memelihara dan
meningkatkan taraf kesehatan.
Berdasarkan hasil angket didapatkan data; 40.2% jarang melakukan
pemeriksan tekanan darah secara rutin ke puskesmas atau pelayanan
kesehatan terdekat. Adapun terkait perilaku minum obat, diketahui sebanyak
49.2% warga sering lupa dan malas minum obat, dan sebanyak 40.7% sering
mengurangi atau menghentikan konsumsi obat tanpa izin dokter. Berdasarkan
data survei, ditemukan sebanyak 34.9% mengalami obesitas dari 42 orang
yang hipertensi. 50.8% warga memiliki kebiasaan konsumsi kopi, 40,2%
masih mengonsumsi garam berlebih (1/2 sdt anjuran kemenkes). Sebanyak
66.1% warga berperilaku kurang adaptif terhadap perubahan lingkungan,
seperti mengkonsumsi makanan seperti gorengan mau pun makanan
bersantan. Adapun sebanyak 33.9 % tidak melakukan olahraga rutin. Oleh
karena itu, pendidikan kesehatan dipilih sebagai metode promosi kesehatan
hipertensi di RW 21 karena melalui metode ini diharapkan dapat memberikan
pengalaman belajar yang berpengaruh positif terhadap perubahan
pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat dalam menghadapi masalah
tertentu (Notoatmodjo, 2003). Hal ini didukung oleh hasil penelitian Susanti,
Suryani, dan Shobirun (n.d), bahwa terdapat pengaruh positif antara
pengetahuan dan sikap sebelum dan sesudah pemberian pendidikan kesehatan
tentang hipertensi. Pendidikan kesehatan terkait hipertensi yang dilakukan
pada masyarakat ini termasuk ke dalam pencegahan primer dan sekunder,
yaitu berfokus pada pencegahan hipertensi pada populasi sehat, berisiko, dan
sakit (Allender, Rector, & Warner, 2014). Pendidikan kesehatan tentang
hipertensi dan diet hipertensi ini menjadi fokus materi yang kami berikan pada

7
masyarakat RW 21 karena hal tersebut merupakan cara untuk mencegah atau
mengontrol hipertensi dan mengingatkan kembali warga pentingnya
mengontrol tekanan darah, yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat
RW 21. Menurut Kemenkes RI (2014), ada lima cara untuk mencegah atau
mengontrol hipertensi, diantaranya melaksanakan diet hipertensi, mengelola
stress, berhenti merokok, menjaga berat badan, olahraga secara rutin.
Implementasi yang dilakukan terbagi menjadi beberapa tahapan.
Implementasi-1 merupakan skrining kesehatan yang difokuskan pada
hipertensi dan diabetes mellitus dilakukan 2 hari yaitu tanggal 23 dan 24
November 2019. Hal ini dilakukan untuk mengakomodir warga RW 21 yang
terpisah di wilayah RT 01 dan RT 04. Jumlah warga yang datang untuk
dilakukan skrining total berjumlah 137 orang, dan didapatkan 57 orang
memiliki masalah hipertensi dan 15 orang memiliki masalah diabetes
mellitus. Salah satu kendala yang dihadapi saat pelaksanaan kegiatan
implementasi-1 ini adalah terbatasnya jumlah strip gula darah, sehingga
disepakati dengan kader bahwasanya untuk RT 01 dan RT 04 masing-masing
hanya 25 strip. Khusus untuk RT 01, dikarenakan belum terbentuk posbindu,
saat proses skrining, mahasiswa sekaligus melakukan bimbingan kepada
kader dalam hal dokumentasi, cara mengukur tinggi dan berat badan yang
benar dan mengukur lingkar perut serta lingkar lengan atas (LiLA). Kegiatan
ini pun dijadikan tonggak awal pembentukan posbindu di RT 01.
Selanjutnya dilakukan implementasi-2, yaitu penyuluhan hipertensi
yang dilakukan 27 november 2019 jam 13.00 – 14.30 WIB. Metode yang
digunakan adalah ceramah dan tanya jawab, dilanjutkan dengan demonstrasi
tentang makanan yang boleh dan tidak boleh di konsumsi oleh penderita
hipertansi. 36 orang peserta yang hadir menunjukan antusiasme yang tinggi
selama penyuluhan. Hanya, dari jumlah peserta tersebut tidak terdapat warga
RT 01 dan RT 04 yang hadir saat acara penyuluhan. Hal tersebut dikarenakan
jauh nya jarak RT 01 dan RT 04 dari tempat kegiatan penyuluhan. Hal ini
sudah di antisipasi dan disepakati sebelumnya dengan kader dan ketua RT
serta ketua RW, bahwasanya khusus RT 01 dan RT 04, penyuluhan dilakukan

8
saat skrining. Modifikasi seperti ini memang perlu dilakukan oleh kelompok
untuk menghindari kesenjangan.
Implementasi terdiri dari proses persiapan dan pelaksanaan, kemudian
dilanjutkan ke tahap evaluasi (Allender, Rector, & Warner, 2014). Pada
proses persiapan, mahasiswa telah membuat laporan pendahuluan dalam hal
ini mencakup rencana keperawatan, selain itu mahasiswa juga sudah
melakukan koordinasi dengan masyarakat RW 21 berkaitan dengan tempat
pelaksanaan dan waktu kegiatan, melakukan persiapan sesuai dengan peran
masing-masing, melakukan diskusi terkait kegiatan yang akan berlangsung,
menyiapkan media dan alat yang akan digunakan, dan melakukan promosi
kegiatan dengan menyebarkan brosur kepada warga. Hal ini sudah sejalan
dengan komponen persiapan dalam implementasi yang dikemukakan oleh
Allender, Rector, dan Warner (2014), yaitu membuat rencana atau rancangan
kegiatan, mencakup tujuan, hasil yang diharapkan, dan tindakan yang
direncanakan. Selain itu, pada saat persiapan perawat juga perlu menentukan
penanggung jawab kegiatan, pembagian peran, waktu dan tempat
pelaksanaan, materi yang akan disampaikan, media yang akan digunakan
juga sebaiknya dipersiapkan untuk mencapai tahap implementasi yang lancar.
Pada saat implementasi dilakukan, seluruh mahasiswa hadir tepat waktu dan
memastikan semua persiapan sudah dilakukan, melaksanakan kegiatan sesuai
dengan rancangan kegiatan yang telah dibuat, pemateri menyampaikan topik,
materi, demonstrasi sesuai yang dibuat pada rencana keperawatan, semua
mahasiwa mampu melaksanakan sesuai dengan perannya masing-masing,
mahasiswa mampu menyediakan tempat yang kondusif dan cukup luas untuk
penyuluhan, peserta penyuluhan terlibat aktif dalam kegiatan. Hal ini sudah
sesuai dengan komponen yang terdapat kegiatan dalam fase implementasi,
diantaranya melaksanakan kegiatan sesuai rencana, menciptakan lingkungan
yang kondusif selama kegiatan, membangun interaksi yang terbuka dengan
peserta, menggunakan cara penyampaian yang dapat dipahami oleh peserta,
dan memantau keberlangsungan acara dengan baik agar dapat ditentukan
rencana tindak lanjut (Allender, Rector, & Warner, 2014).

9
Dalam hal ini baik pemateri, fasilitator, observer, dan perangkat lainnya telah
bekerjasama untuk mewujudkan kelancaran dari kegiatan. Pada proses
kegiatan, pemateri menyampaikan dengan jelas dan menggunakan bahasa
yang dipahami oleh masyarakat. Hal ini penting karena bahasa yang
digunakan dalam pendidikan kesehatan dapat memengaruhi pengetahuan
masyarakat dari sebelum penyuluhan dan sesudah penyuluhan. Pada kegiatan
ini, terbukti hasil evaluasi adanya peningkatan pengetahuan sebelum
penyuluhan dan sesudah penyuluhan yang didapatkan dari hasil pretest
sebesar dan posttest. Peningkatkan pengetahuan ini akan mempengaruhi
kemampuan masyarkat dalam memelihara kesehatan (Friedman, Bowden &
Jones, 2003). Evaluasi merupakan alat ukur dan penentuan dari ketercapaian
suatu tujuan atau kriteria hasil (Allender, Rector, & Warner, 2014). Menurut
Riasmini et al (2017), evaluasi terbagi menjadi evaluasi formatif dan sumatif.
Evaluasi formatif dilakukan pada waktu pelaksanaan program, sedangkan
evaluasi sumatif dilakukan ketika pelaksanaan kegiatan telah selesai dengan
tujuan untuk menilai hasil pelaksanaan program dan temuan utama berupa
pencapaian yang diperoleh dari pelaksanaan program.
Evaluasi hasil kegiatan pendidikan kesehatan terkait hipertensi ini sudah
sangat baik. Dari segi jumlah peserta yaitu sebanyak 36 orang dari target awal
30 peserta yang mengikuti kegiatan, dimana 92% dari peserta yang hadir
mengikuti sesi edukasi dan demonstrasi diet hipertensi kesehatan hingga
selesai. Berdasarkan hasil posttest, terdapat peningkatan nilai rata-rata
sebelum (pre-test) dan sesudah (post-test) kegiatan dari 72 menjadi 84. Selain
itu, evaluasi juga dilakukan dengan meminta beberapa perwakilan peserta
untuk melakukan evaluasi kognitif dan 2 peserta melakukan evaluasi
psikomotor. Satu peserta yang dipilih mampu menjawab pertanyaan yang
diajukan oleh pemateri dengan benar dan dua peserta mampu mengulang
kembali cara melakukan teknik napas dalam sesuai dengan yang telah
diajarkan.

4.4.2 Pendidikan kesehatan tentang komplikasi diabetes melitus dan


perawatan kaki

10
Tahap implementasi berfokus pada bagaimana mencapai sasaran dan
tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Hal yang dapat dilakukan dalam
tahap implementasi keperawatan kesehatan komunitas berupa promosi
kesehatan, memelihara kesehatan/ mengatasi kondisi tidak sehat, mencegah
penyakit dan dampak pemulihan. Pengetahuan seseorang akan menentukan
perilaku yang diambil dalam meningkatkan status kesehatannya
(Notoatmodjo, 2010). Dengan meningkatnya pengetahuan diharapkan akan
berpengaruh pula pada peningkatan perilaku kesehatan masyarakat dalam
menangani masalah DM. Pendidikan kesehatan adalah suatu kegiatan dalam
rangka upaya promotif dan preventif dengan melakukan penyebaran informasi
dan meningkatkan motivasi masyarakat untuk berperilaku sehat (Stanhope &
Lancaster, 2016). Salah satu strategi pelaksanaan pendidikan kesehatan adalah
dengan kegiatan penyuluhan kesehatan. Penyuluhan kesehatan yang diberikan
kepada masyarakat bertujuan untuk meningkatkan perilaku kesehatan
terhadap pengendalian dan pencegahan komplikasi DM.
Pada pertemuan kedua telah dilakukan penjabaran data hasil
pengkajian yang berkaitan dengan DM, penentuan prioritas masalah, dan
diskusi rencana kegiatan. Pada Diskusi terkait rencana kegiatan didapatkan
hasil bahwa warga membutuhkan informasi lebih mendalam mengenai faktor
risiko, tanda dan gejala, pencegahan dan komplikasi DM, warga juga masih
belum mengetahui tentang diet yang sebaiknya dikonsumsi oleh penderita DM
atau menghindari gula darah tinggi, selain itu sebagian besar warga yang
terlibat dalam diskusi juga mengeluhkan sering kesemutan pada kaki, bahkan
ada yang sudah pernah mengalami luka yang lama sembuhnya. Oleh karena
itu, mahasiswa dan warga memutuskan bahwa kegiatan yang akan dilakukan
pada implementasi kedua adalah penyuluhan tentang proses penyakit DM,
perawatan dan pengaturan diet DM di rumah, dan demonstrasi senam kaki
diabetik. Kegiatan tersebut bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan serta
perilaku positif terhadap perawatan penyakit DM yang sebaiknya diterapkan
oleh warga RW 21 dan menguasai satu keterampilan yang dapat dilakukan di
rumah untuk mengurangi keluhan penyakit DM.

11
Adapun setiap pelaksanaan memiliki kriteria evaluasi. Evaluasi
merupakan kegiatan yang menjadi tolak ukur keberhasilan intervensi yang
juga dapat menjadi pertimbangan apakah intervensi cukup, dilanjutkan, atau
diganti. Terdapat jenis-jenis evaluasi menurut waktu pelaksanaan, yaitu
evaluasi formatif dan evaluasi sumatif (Riasmini et al, 2017). Evaluasi
formatif dilakukan pada waktu pelaksanaan program yang bertujuan untuk
memperbaiki pelaksanaan program dan kemungkinan terhadap temuan
masalah dan kendala dalam pelaksanaan program, sedangkan evaluasi sumatif
dilakukan ketika pelaksanaan kegiatan telah selesai dengan tujuan untuk
menilai hasil pelaksanaan program dan temuan utama berupa pencapaian yang
diperoleh dari pelaksanaan program.
Berdasarkan evaluasi struktur mahasiswa telah mengidentifikasi
masalah yang menjadi fokus penyuluhan kesehatan kelompok dewasa dan
lansia DM di RW 21 Kelurahan Curug dan telah menyusun laporan
pendahuluan, SAP dan media yang dikonsultasikan dengan dosen
pembimbing. Penanggung jawab kegiatan juga sudah membagi peran kepada
masing-masing mahasiswa dalam kegiatan. Materi dan media yang
dibutuhkan untuk memberikan pendidikan kesehatan berupa power point,
video senam kaki DM dan leaflet sudah disiapkan sebelum hari pelaksanaan
dan dikonsultasikan dengan pembimbing. Mahasiswa juga telah menyebarkan
undangan resmi kepada warga untuk mengikuti kegiatan.
Implementasi dilaksanakan dalam 2 tahap yaitu impleentasi 3 dan 4.
Implementasi-3 merupakan penyuluhan tentang diabetes mellitus yang
dilakukan tnggal 29 November 2019 jam 13.00 WIB di Kantor RW 21
sedangakan Implementasi-4 merupakan penyuluhan tentang senam kaki
diabetes mellitus yang dilakukan tnggal 2 Desember 2019 jam 13.00 WIB di
Kantor RW 21.
Pada implementasi-3, acara dimulai pada pukul 13.20 WIB, terlambat 20
menit dari waktu semestinya dan dihadiri oleh 8 peserta dari target awal 15
peserta. Kegiatan dimulai dengan pembukaan oleh MC dan perkenalan
mahasiswa FIK UI serta penjelasan tujuan dilakukannya penyuluhan, kontrak
waktu dan mekanisme penyuluhan oleh MC. Setelah itu dilanjutkan dengan

12
pemberian kuesioner diabetes melitus, dilanjutkan dengan penyampaian
materi mengenai pengetahuan dan nutrisi diabetes melitus yang disampaikan
oleh Mahasiswa S2. Penyuluhan menggunakan media dan alat yang sudah
disediakan berupa laptop dan LCD. Pelaksanaan penyuluhan dilakukan
dengan metode ceramah dan diskusi. Penyuluhan dilakukan 20 menit, dan
diskusi 40 menit. Saat pelaksanaan, tampak para peserta dalam diskusi
antusias dalam menerima informasi tentang penyakit diabetes melitus, dan
aktif bertanya.
Pada implementasi-4, acara dimulai pada pukul 13.25 WIB, terlambat 25
menit dari waktu semestinya dan dihadiri oleh 9 peserta. Kegiatan dimulai
dengan pembukaan oleh MC dan perkenalan mahasiswa FIK UI serta
penjelasan tujuan dilakukannya penyuluhan, kontrak waktu dan mekanisme
penyuluhan oleh MC. Setelah itu dilanjutkan dengan pengisian pretest oleh
peserta diabetes melitus, dilanjutkan dengan penyampaian materi mengenai
perawatan kaki diabetes melitus yang disampaikan oleh Mahasiswa. Acara
selanjutnya adalah demonstrasi senam kaki diabetes yang dilakukan oleh
mahasiswa dan dipraktekkan oleh seluruh peserta secara bersamaan.
Pemberian materi tentang perawatan kaki diabetes dan demonstrasi
senam kaki diabetes menggunakan media dan alat yang sudah disediakan
berupa laptop dan LCD. Pelaksanaan kegiatan dilakukan dengan metode
ceramah dan demonstrasi. Penyampaian materi perawatan kaki diabetes
dilakukan 20 menit, dan demonstrasi 40 menit. Selama kegiatan fasilitator dari
mahasiswa menyebar dan mendampingi para peserta dan memotivasi mereka
untuk berperan aktif dalam berdiskusi dan mempraktekkan senam kaki.
Fasilitator menjaga agar peserta tetap fokus pada materi penyuluhan. Saat
pelaksanaan, tampak para peserta dalam antusias dalam menerima informasi
tentang perawatan kaki diabetes melitus. Peserta terlihat sangat antusias untuk
mengikuti setiap langkah senam diabetes
Dari kedua implementasi tersebut kemudian dilakukan evaluasi
sumatif dan kognitif. Dari hasil pretest dan posttest didapatkan kenaikan rata-
rata nilai peserta. Selain menggunakan post test, mahasiswa juga mengevaluasi
kognitif dan psikomotor peserta dengan memilih beberapa peserta untuk

13
menjawab pertanyaan seputar materi DM dan menunjukkan bagaimana cara
melakukan senam kaki. Melalui evaluasi kognitif didapatkan 3 peserta paham
terkait pengertian, faktor risiko, tanda dan gejala, komplikasi diabetes melitus,
serta terkait pengetahuan mengenai diet untuk diabetes mellitus. Pada evaluasi
psikomotor tersebut, 2 peserta paham pengetahuan mengenai perawatan
pencegahan masalah pada kaki penderita diabetes dengan senam kaki dan
dapat mendemonstrasikan senam kaki dengan benar yang diikuti seluruh
peserta. Oleh karena itu didapatkan bahwa semua peserta dapat
mendemostrasikan senam kaki yang telah dibahas sebelumnya.
4.5 Analisa SWOT
Berikut ini adalah hasil analisis kegiatan asuhan keperawatan komunitas pada
agregat dewasa dan lansia dengan masalah Hipertensi dan Diabetes Melitus di
RW 21 kelurahan Mekarjaya Kecamatan Sukmajaya, Depok.
4.5.1 Strength (Kekuatan)
Dukungan dari dosen pembimbing untuk memberikan masukkan
dalam rangka implementasi keperawatan komunitas sangat memberikan hal
positif dalam pelaksanaan kegiatan yang ada. Selain itu, warga RW 21
khususnya dukungan perangkat RW dari mulai Ketua RW, Ketua RT, tokoh
agama, tokoh masyarakat, dan seluruh kader di RW 21 sehingga mahasiswa
bisa mempersiapkan dari fasilitas pendukung, alat, bahan yang digunakan
untuk mempersiapkan dan menjalankan berbagai program yang dicanangkan,
seperti pendidikan kesehatan maupun kegiatan lain yang dilakukan
mahasiswa. Adanya kerjasama dalam kelompok mulai dari saling mendukung
satu sama lain sampai menjalankan perannya dengan baik sehingga
implementasi dapat dilakukan dengan baik dari awal pada saat pengkajian
sampai akhir kegiatan. Persiapan maupun implementasi kegiatan dilakukan
dengan matang dimana hampir semua kegiatan terlaksana dengan baik.

4.5.2 Weakness (Kelemahan)


Kelemahan dari implementasi yang dilakukan adalah kurangnya
partisipasi masyarakat dalam mengikuti kegiatan. Hal ini dikarenakan adanya
kegiatan lain (pengajian) yang bersamaan dengan implementasi kegiatan yang

14
dilakukan oleh mahasiswa. Selain itu, terbatas / sempitnya tempat berkumpul
menjadikan proses pertemuan kurang nyaman jika peserta lebih dari 20 orang.
Ketiadaan posbindu di RW 21 (kecuali RT 04), sedikit mengganggu proses
praktek, karena hampir seluruh data berasal dari pengkajian dan angket,
karena tidak ada data sebelumnya. Pendanaan kegiatan menggunakan dana
murni dari mahasiswa.

4.5.3 Opportunity (Kesempatan)


Kegiatan dapat dilaksanakan berkat dukungan dari pihak institusi
kelurahan dan Puskesmas Sukmajaya dalam memberikan izin dan masukan
terhadap kegiatan-kegiatan. RW 21 ini belum pernah dijadikan lahan praktik
oleh mahasiswa S1 keperawatan, profesi Ners, maupun residensi, sehingga
warga masih merasa tertarik / excited. Bagian terpenting adalah peran aktif
dari warga RW 21, Ketua RW, Ketua RT, Kader, serta tokoh masyarakat serta
agama dalam setiap pelaksanaan kegiatan.

4.5.4 Treatment (Ancaman)


Adapun masalah selama implementasi yaitu sumber pendanaan dan
kondisi wilayah RW 21 yang memiliki 2 RT berjauhan satu sama lain (RT 01
dan RT 04). Hal tersebut menyebabkan sebagian masyarakat tidak mampu
menjangkau kegiatan yang dilaksanakan di RW 21. Selain itu, kondisi cuaca
yang panas terik dan gerah cukup mengganggu proses kegiatan mahasiswa
dan warga.

15
DAFTAR PUSTAKA

Allender, J. A., Rector, C., & Warner, K. D. (2014). Community & public health
nursing. New York: Lippincott Williams & Wilkins.
Anderson, E. T., & McFarlane, J. (2011). Community as partner : theory and
practice in nursing. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Anderson, Elizabeth T & Mc. Farlance, Judith. (2011). Community As Partner
Theory and Practice in Nursing Sixth Edition. Philadelphia: Wolters Kliwer
Lippincott Williams & Wilkins.
Adiarta. (2011). Penatalaksanaan kaki diabetik. Artikel dalam Forum Diabetes
nasional V. Pusat informasi ilmiah departemen ilmu penyakit dalam FK
Unpad Bandung.
Allender. J. A. Spradley, B.W. (2010). Community health nursing: Concep and
practice. Sixth edition. Philadelphia: Lippincot William & Walkins.
Anderson, E.T & McFarlane, J. (2011). Community as partner: Theory and practice
in nursing. 6th edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Anggraini. A. D (2009). Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Hipertensi Pada
Kelompok Lansia. Available http://one.indoskripsi.com.
Badan Pusat Statistik. (2012).
Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat. (2015). Jawa Barat dalam angka 2015.
Bandung: BPS Jawa Barat
Berman, Snyder & Frandsen. (2016). Kozier & Erbs fundamental nursing :
concepts, process, and practice, 10th Ed. New Jersey : Pearon, Ed.
Black, J.M., Hawks,J.H., (2014). Medical Surgical Nursing: Clinical Management
for Positive Outcomes. (Ed.Ke-8). (Terj. Joko Mulyanto, dkk). Singapura:
Elsevier.
Black, J., M. & Hawks, J., H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Manjemen
klinis untuk hasil yang diharapkan. Singapore: Elsevier
Berman, A., Snyder, S. J., Kozier, B., & Erb, G. (2014). Kozier & erb's
fundamentals of nursing : concepts, process, and practice (10th ed.). New
Jersey: Pearson.

16
Depkes RI (2009). Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan
2005-2025. Jakarta : Depkes RI.
Edelman. Mandle (2010). Health Promotion :Throughout the Life Span. Seventh
Edition. Mosby.
Elsanti. S (2009). Panduan Hidup Sehat Bebas Kolesterol. Stroke. Hipertensi &
Serangan Jantung. Yogyakarta ; Araska.
Edelman. Mandle (2010). Health Promotion :Throughout the Life Span. Seventh
Edition. Mosby.
Flora, R., & Purwanto, S. (2013). Pelatihan senam kaki pada penderita diabetes
melitus dalam upaya pencegahan komplikasi dibetes pada kaki (diabetes
foot). Jurnal Pengabdian Sriwijaya, 7–15.
Friedman. M.. Bowden. V, Jones. E. (2003).Family Nursing Research. Theory &
Practice. New Jersey: Pearson Education.
Herdman, T.Heather & Kamitsuru, Shigemi. (2014). NANDA International,
Inc. Nursing Diagnoses: Definitions & Classification 2015-2017 Tenth
Edition. Oxford: Wiley Blackwell
Kartika, R.W. (2017). Pengelolaan kaki diabetik. Artikel. Diakses melalui
http://www.kalbemed.com/Portals/6/07_248CME-
Pengelolaan%20Gangren%20Kaki%20Diabetik.pdf.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2015). Rencana strategis
kementerian kesehatan tahun 2015-2019. Jakarta : Kemenkes RI.
Kementerian Kesehatan RI. (2011). Diet Diabetes Melitus. Jakarta
Kementerian Kesehatan RI. (2014). Pedoman Gizi Seimbang. Jakarta
Kemenkes RI. (2014). Infodatin Hipertensi. Jakarta: Pusat Data dan Informasi
Kemenkes RI.
Lionakis, N., Mendrinos, D., Sanidas, E. (2012). Hypertension in The
Elderly.World Journal of Cardiology. Page 135-147. Baishideng. Available
at http://www.wjgnet.com.
Lewis, S, L.,& Dirksen, S, R.,& Heitkemper, M, M.,& Bucher, L.,& Harding, M,
M.(2014). Medical-Surgical Nursing; Assesment and Management of
Clinical Problems. St. Louis: Elsevier Mosby.

17
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2016). Peraturan menteri kesehatan
republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2016 tentang pedoman
penyelenggaraan program Indonesia sehat dengan pendekatan keluarga.
Jakarta : Kemenkes RI.
Martin. J (2008). Hypertension Guidelines : Revisiting the JNC 7
Recommendations. The Journal of Lancaster General Hospital. vol. 3-No.3.
Available at di www.ebscohost.com.
Martiani. A, Lelyana. R (2012). Faktor-faktor Hipertensi Ditinjau Dari Kebiasaan
Minum Kopi (Studi Kasus di Wilayah Kerja Puskesmas Ungaran Bulan
Januari-Februari 2012). Program Studi Ilmu Gizi, FK UNDIP. Available at
http://ejournal-sl.undip.ac.id/index.php/jnc.
Muliyati. H. Syam. A, Sirajuddin. S. (2007). Hubungan Pola Konsumsi Natrium
Dan kalium Serta Aktifitas Fisik Dengan Kejadian Hipertensi Pada Pasien
Rawat Jalan Di RSUP DR. Wahidin Sudirohusodo Makasar. Program Studi
Ilmu Gizi. FKM Universitas Hasanuddin Makassar.
Nasution (2010). Berbagai pendekatan dalam proses belajar mengajar. Jakarta: PT.
Bumi Aksara.
Nunung. R (2007). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Hipertensi
Pada Usia Lanjut Di Wilayah Kerja Puskesmas Bojongsari Kabupaten
Brebes. FKM, Universitas Diponegoro.
Notoadmodjo (2007). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta ; PT. Rineka Cipta.
Notoadmodjo (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta ; PT. Rineka Cipta
Neutel, J. M., Smith, D. H. G. (2003). Improving Patient Compliance : A Major
Goal In The Management of Hypertension
PERKENI. (2015). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe
2 di Indonesia 2015. http://pbperkeni.or.id/doc/konsensus.pdf
Perkeni. (2011). Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di
Indonesia 2011. PB.Jakarta: Perkeni.
Riasmini, N. M, et al. (2017). Panduan asuhan keperawatan individu, keluarga,
kelompok, dan komunitas dengan modifikasi NANDA, ICNP, NOC dan
NIC di Puskesmas dan Masyarakat. Jakarta: UI-Press

18
Rahmadiliyani, N & Muhlisin, A. (2008). Hubungan antar pengetahuan tentang
penyakit dan komplikasi pada penderita diabetes melitus dengan tindakan
mengontrol kadar gula darah di wilayah kerja puskesmas I Gatak Sukoharjo.
Berita Ilmu Keperawatan ISSN 1979-2697 Vol. I.
Rohana, R. (2014). Melakukan senam kaki diabetes melitus dengan koran terhadap
sensitivitas kaki pada asuhan keperawatan ny. s dengan dibetes melitus tipe
2 di ruang mawar 2 rsud Karanganyar. STIKES Kusuma Husada.
Ruben, G., Rottie, J., & Karundeng, M. Y. (2016). Pengaruh senam kaki dibetes
terhadap perubahan kadar gula darah pada pasien dibetes melitus tipe 2 di
wilayah kerja Puskesmas Enemawira. eJournal Keperawatan (eKp), 4, 1–5.
Riasmini, N. M, et al. (2017). Panduan asuhan keperawatan individu, keluarga,
kelompok, dan komunitas dengan modifikasi NANDA, ICNP, NOC dan
NIC di Puskesmas dan Masyarakat. Jakarta: UI-Press
Riasmini, N. M, et al. (2017). Panduan asuhan keperawatan individu, keluarga,
kelompok, dan komunitas dengan modifikasi NANDA, ICNP, NOC dan
NIC di Puskesmas dan Masyarakat. Jakarta: UI-Press.
Riset Kesehatan Dasar. (2007). Kondisi penyakit tidak menular di Indonesia.
Diambil dari http://www.depkes.go.id dan www.ino.searo.who.int.
Susanti, M.T., Suryani., & Shobirun. (n.d). Pengaruh pendidikan kesehatan tentang
hipertensi terhadap pengetahuan dan sikap mengelola hipertensi di
Puskesmas Pandanaran Semarang.
Susilo, D., Chamami, A., & Handayani, N. B. (Eds.). (2015). Statistik penduduk
lanjut usia. Jakarta: Badan Pusat Statistik. Diunduh November 11, 2016,
dari http://www.bps.go.id.
Stanley. M. Beare GP (2007). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta; EGC.
Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L., dan Cheever, K.H. (2010). Brunner &
Suddarth’s textbook of medical-surgical nursing, 12th. China : Philadelphia
Stalsbroten, VL., Torrence, E. (2010). Middle Adulthood. Dalam Ashford, J. B. &
LeCroy, C.W., Human Behavior in The Social Environment : A
Multidimensional Perpective. Fourth Edition. USA : Book/ Cole Cengage
Learning.

19
Stanhope. M. & Lancaster. J. (2016). Public Health Nursing: Population-centered
health care in the community. 9th ed. St.Louis : Elsevier.
Sari, C.W., Haroen,H., Nursiswati. (2016). Pengaruh program edukasi perawatan
kaki berbasis keluarga terhadap perilaku perawatan kaki pada pasien
diabetes melitus tipe 2. Jurnal keperawatan unand. Diakses melalui
jkp.fkep.unpad.ac.id/index.php/jkp/article/download/293/143
Smeltzer,S.C & B.G Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth Edisi 8 Volume 3. Penerjemah Agung Waluyo dkk. Jakarta:
EGC.
Sudoyo, A.W., Dkk., (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. (Ed.Ke-5). Jakarta:
Interna Publishing.
Sunaryo. Wijayanti, R. Kuhu, M. dkk, (2016). Asuhan keperawatan gerontik.
Semarang: Penerbit Andi.
Touhy, T. A., & Jett, K. F. (2014). Ebersole and Hess’ gerontological nursing &
healthy aging (4th ed.). Missouri: Elsevier.
Whelton, P.K., et al. (2017). 2017 High blood pressure clinical practice guideline.
USA: American College of Cardiology, available at hyper.ahajournals.org
Wahyuni, A., & Arisfa, N. (2016). Senam kaki diabetik efektif meningkatkan Ankle
brachial index pasien diabetes melitus tipe 2. Jurnal Ipteks Terapan, 9.i2,
155–164.

20

Anda mungkin juga menyukai