REFERAT DM GERIATRI Fix
REFERAT DM GERIATRI Fix
Disusun Oleh :
Felyn Gaputri (406192033)
Arnolda Lepang Makin (406192038)
Alfonsus Pramudita Santoso (406192039)
Pembimbing :
Dr. dr. Noer Saelan Tadjudin, Sp.KJ
DAFTAR ISI........................................................................................................................ 2
1.3 Klasifikasi.............................................................................................................. 4
1.1 Definisi
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolic dengan
karakteristik hipergilkemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin dan
keduanya. Hiperglikemia adalah suatu kondisi medis berupa peningkatan kadar glukosa
darah melebihi normal yang menjadi karakteristik beberapa penyakit terutama diabetes
mellitus di samping berbagai kondisi lainnya.1
1.2 Epidemiologi
Diabetes mellitus adalah salah satu masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia. Pada
tiga dekade terakhir, prevalensi diabetes telah meningkat pada seluruh kalangan masyarakat
dimana sekitar 40% peningkatan tersebut disebabkan oleh perkembangan populasi dan
usia.3 Pada tahun 2015 diestimasikan bahwa 8,5% populasi di dunia adalah lansia dan dapat
meningkat menjadi 17% pada 2050.4 Pada tahun 2017, didapatkan sebanyak 123 juta orang
diseluruh dunia berusia 65 tahun keatas memiliki penyakit diabetes, dimana 98 juta berusia
65-79 tahun. Angka tersebut kemungkinan akan menjadi dua kali lipat pada tahun 2045.3
Pada tahun 2015 di Amerika, didapatkan 40% lansia memiliki diabetes mellitus.4
Didapatkan pada tahun 2017, sebanyak 3,2 juta lansia meninggal karena penyakit diabetes.
Hal ini dikarenakan gaya hidup yang kurang baik dan polusi lingkungan (90% kasus DM
adalah DM tipe 2).3 Prediksi dari International Diabetes Federation (IDF) juga
menjelaskan bahwa pada tahun 2013-2017 terdapat kenaikan jumlah penyandang DM dari
10,3 juta menjadi 16,7 juta pada tahun 2045.1 Di Indonesia sendiri, WHO memprediksi
adanya peningkatan jumlah penyandang DM dimana pada tahun 2000 sebanyak 8,4 juta
menjadi 21,3 juta pada tahun 2030. Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS)
tahun 2018 oleh Departemen Kesehatan, terjadi peningkatan prevalensi DM menjadi 8,5%.
Peningkatan tersebut searah dengan prevalensi obesitas yang merupakan salah satu faktor
risiko diabetes, yaitu 14,8% pada data RISKESDAS tahun 2013 menjadi 13,8% pada tahun
2018. Data RISKESDAS 2018 menjelaskan prevalensi DM nasional adalah sebesar 8,5
persen atau sekitar 20,4 juta orang yang terkena DM.1 Lansia dengan diabetes memiliki
risiko terkena penyakit kardiovaskular yang lebih tinggi, seperti, peripheral vascular
1.6 Patogenesis
Resistensi insulin pada sel otot dan hati, serta kegagalan sel beta pankreas telah dikenal
sebagai patofisiologi kerusakan sentral dari DM tipe 2. Hasil penelitian terbaru telah
diketahui bahwa kegagalan sel beta terjadi lebih dini dan lebih berat dari yang diperkirakan
sebelumnya. Organ lain yang juga terlibat pada DM tipe 2 adalah jaringan lemak
(meningkatnya lipolisis), gastrointestinal (defisiensi inkretin), sel alfa pankreas
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Geriatri
Periode 30 November- 26 Desember 2020
Fakultas Kedokteraan Universitas Tarumanagara 15
(hiperglukagonemia), ginjal (peningkatan absorpsi glukosa), dan otak (resistensi insulin),
yang ikut berperan menyebabkan gangguan toleransi glukosa. Saat ini sudah ditemukan
tiga jalur patogenesis baru dari ominous octet yang memperantarai terjadinya hiperglikemia
pada DM tipe 2.1 Sebelas organ penting dalam gangguan toleransi glukosa ini (egregious
eleven) perlu dipahami karena dasar patofisiologi ini memberikan konsep:1
1. Pengobatan harus ditujukan untuk memperbaiki gangguan patogenesis, bukan
hanya untuk menurunkan HbA1c saja
2. Pengobatan kombinasi yang diperlukan harus didasarkan pada kinerja obat sesuai
dengan patofisiologi DM tipe 2.
3. Pengobatan harus dimulai sedini mungkin untuk mencegah atau memperlambat
progresivitas kegagalan sel beta yang sudah terjadi pada penyandang gangguan
toleransi glukosa.
Secara garis besar patogenesis DM tipe 2 disebabkan oleh delapan hal berikut:1,2,4
1. Kegagalan sel beta pankreas: DM terjadi bila keseimbangan antara sekresi insulin
dan sensitivitas insulin menurun. Sekresi insulin dapat dibagi menjadi 2 pola
pulsatil: cepat dengan amplitude rendah setiap 8-15 menit (menginhibisi produksi
glukosa hepar dan mencegah downregulation dari reseptor insulin) atau amplitude
tinggi setiap 60-140 menit. Pulsatil cepat dengan amplitude rendah terganggu pada
individu dengan gangguan toleransi glukosa, obesitas dan DM tipe 2. Kelainan
sekresi insulin dan atau resistensi seluler terhadap insulin menyebabkan
abnormalitas dalam metabolism karbohidrat, lemak dan protein.
2. Liver: Pada penderita DM tipe-2 terjadi resistensi insulin yang berat dan memicu
glukoneogenesis sehingga produksi glukosa dalam keadaan basal oleh liver
meningkat.
3. Otot: Pada penderita DM tipe-2 didapatkan gangguan kinerja insulin yang
multiple di intramioselular, akibat gangguan fosforilasi tirosin sehingga timbul
gangguan transport glukosa dalam sel otot, penurunan sintesis glikogen, dan
penurunan oksidasi glukosa.
4. Sel lemak: Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin,
menyebabkan peningkatan proses lipolisis dan kadar asam lemak bebas (FFA)
dalam plasma. Peningkatan FFA akan merangsang proses glukoneogenesis, dan
mencetuskan resistensi insulin di liver dan otot. FFA juga akan mengganggu
An FPG ≥7.0 mmol/L (126 mg/dL), a glucose ≥11.1 mmol/L (200 mg/dL) 2 h after an oral
glucose challenge, or an HbA1c ≥6.5% warrants the diagnosis of DM. A random plasma
glucose concentration ≥11.1 mmol/L (200 mg/dL) accompanied by classic symptoms of DM
(polyuria, polydipsia, weight loss) is also sufficient for the diagnosis of DM.7
Abnormal glucose homeostasis is defined as (1) FPG = 5.6–6.9 mmol/L (100–125 mg/dL),
which is defined as impaired fasting glucose (IFG); (2) plasma glucose levels between 7.8
and 11 mmol/L (140 and 199 mg/dL) following an oral glucose challenge, which is termed
impaired glucose tolerance (IGT); or (3) HbA1c of 5.7–6.4%. An HbA1c of 5.7–6.4%, IFG,
and IGT do not identify the same individuals, but individuals in all three groups are at
greater risk of progressing to type 2 DM, have an increased risk of cardiovascular disease,
and should be counseled about ways to decrease these risks.7
Some use the terms prediabetes, increased risk of diabetes, or intermediate hyperglycemia
(World Health Organization) for this category. These values for the fasting plasma glucose,
the glucose following an oral glucose challenge, and HbA1c are continuous variables and
not discrete categories. The current criteria for the diagnosis of DM emphasize the HbA1c
or the FPG as the most reliable and convenient tests for identifying DM in asymptomatic
individuals (however, some individuals may meet criteria for one test but not the other).
OGTT, although still a valid means for diagnosing DM, is not often used in routine clinical
care.7
1.9 Tatalaksana
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup
penyandang diabetes. Tujuan penatalaksanaan meliputi:1
• Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan DM, memperbaiki kualitas hidup
dan mengurangi risiko komplikasi akut.
• Tujuan jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit
mikroangiopati dan makroangiopati
• Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan
darah, berat badan, dan profil lipid melalui pengelolaan pasien secara komprehensif.
Gambar. Guidelines for ongoing, comprehensive medical care for patients with diabetes.7
Tatalaksana Farmakologis
• Obat antihiperglikemia oral1
Berdasarkan cara kerjanya, obat anti-hiperglikemia oral dibagi menjadi 6 golongan:
a) Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue)
• Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh
sel beta pankreas. Efek samping utama adalah hipoglikemia dan peningkatan
berat badan. Hati-hati menggunakan sulfonilurea pada pasien dengan risiko
tinggi hipoglikemia (orang tua, gangguan fungsi hati dan ginjal).
• Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya mirip dengan sulfonilurea, namun
berbeda lokasi reseptor, dengan hasil akhir berupa penekanan pada peningkatan
sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu
Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini
diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara
cepat melalui hati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post prandial. Efek
samping yang mungkin terjadi adalah hipoglikemia. Obat golongan glinid sudah
tidak tersedia di Indonesia.
• Metformin
c) Tiazolidinedion (TZD)
1.10 Komplikasi
Akut1
• Krisis hiperglikemia
a. Ketoasidosis diabetic (KAD)
Komplikasi akut diabetes yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah
yang tinggi (300 - 600 mg/dL), disertai tanda dan gejala asidosis dan plasma keton (+)
kuat. Osmolaritas plasma meningkat (300 - 320 mOs/mL) dan terjadi peningkatan
anion gap.
b. Status hiperglikemia hyperosmolar (SHH)
Pada keadaan ini terjadi peningkatan glukosa darah sangat tinggi (600 - 1200
mg/dL), tanpa tanda dan gejala asidosis, osmolaritas plasma sangat meningkat (330
-380 mOs/mL), plasma keton (+/-), anion gap normal atau sedikit meningkat.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Geriatri
Periode 30 November- 26 Desember 2020
Fakultas Kedokteraan Universitas Tarumanagara 33
• Hipoglikemia
Hipoglikemia ditandai dengan menurunya kadar glukosa darah < 70 mg/dL.
Hipoglikemia adalah penurunan konsentrasi glukosa serum dengan atau tanpa adanya
gejala-gejala sistem autonom, seperti adanya whipple’s triad:
1. Terdapat gejala-gejala hipoglikemia
2. Kadar glukosa darah yang rendah
3. Gejala berkurang dengan pengobatan.
Hipoglikemia paling sering disebabkan oleh penggunaan sulfonilurea dan insulin.
Hipoglikemia akibat sulfonilurea dapat berlangsung lama, sehingga harus diawasi
sampai seluruh obat diekskresi dan waktu kerja obat telah habis. Pengawasan glukosa
darah pasien harus dilakukan selama 24 - 72 jam, terutama pada pasien dengan gagal
ginjal kronik atau yang mendapatkan terapi dengan OHO kerja panjang.
Hipoglikemia pada usia lanjut merupakan suatu hal yang harus dihindari, mengingat
dampaknya yang fatal atau terjadinya kemunduran mental bermakna pada pasien.
Perbaikan kesadaran pada DM usia lanjut sering lebih lambat dan memerlukan
pengawasan yang lebih lama.
Kronik
Sumber : http://med.wanfangdata.com.cn/Paper/Detail?id=PeriodicalPaper_PM27655566
Sumber : https://www.hindawi.com/journals/jdr/2020/5152146/