Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN CHF PADA ANAK

DI RUMAH SAKIT MARGONO SOEKARJO

Disusun Oleh :

ANDRE IRWANTO

2111040052

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWKERTO

2021
LAPORAN PEDAHULUAN RDS PADA BAYI

A. Definisi
RDS (Respiratory Distress Syndrome) merupakan kesulitanatau terjadinya
disfungsi pernapasan pada neonatus yang dikarenakan beberapa hal, yaitu
pada masa maternal seperti riwayat penyakit pada ibu (Hipertensi dan
Diabetes), masa fetal seperti bayi lahir prematur dan kelahiran ganda, masa
persalinan seperti kehilangan darah berlebih, postmaturitas, dan masa neonatal
dikarenakan infeksi dan asfiksia neonatorum (Kosim,2010).
Kegawatan nafas pada neonatus merupakan masalah yang dapat
menyebabkan henti nafas bahkan kematian. Sehingga dapat meningkatkan
morbiditas dan mortalitas pada bayi baru lahir. Kegawatan pernafasan dapat
terjadi pada bayi dengan gangguan pernafasan yang dapat menimbulkan
dampak yang cukup berat bagi bayi berupa kerusakan otak atau bahkan
kematian. Akibat dari gangguan pada pernafasan adalah terjadinya
kekurangan oksigen (Hipoksia) pada tubuh. Bayi akan beradaptasi terhadap
kekurangan oksigen dengan mengaktifkan metabolisme anaerob. Apabila
keadaan hipoksia semakin berat dan lama, metabolisme anaerob akan
menghasilkan asam laktat. Dengan memburuknya keadaan asidosi dari
penurunan aliran darah ke otak maka akan terjadi kerusakan otak dan organ
lain karena hipoksia dan iskemia, dan hal ini dapat menyebabkan kematian
neonatus (Marfuah,2013).
Sindrom distres pernapasan adalah perkembangan yang imatur pada
sistem pernapasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS
dikatakan sebagai hyalin membrane diseaser (Suriadi & Yulianni, 2010).

B. Etiologi
Menurut Suriadi dan Yulianni (2010) etiologi dari RDS yaitu:
1) Ketidakmampuan paru untuk mengembang dan alveoli terbuka.
2) Alveoli masih kecil sehingga mengalami kesulitan berkembang dan
pengembangan kurang sempurna. Fungsi surfaktan untuk menjaga
agar kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga pada
bayi prematur dimana surfaktan masih belum berkembang
menyebabkan daya berkembang paru kurang dan bayi akan mengalami
sesak nafas.
3) Membran hialin berisi debris dari sel yang nekrosis yang tertangkap
dalam proteinaceous filtrat serum (saringan serum protein), di fagosit
oleh makrofag.
4) Berat badan bayi lahir kurang dari 2500 gram.
5) Adanya kelainan di dalam dan di luar paru. Kelainan dalam paru yang
menunjukan sindrom ini adalah pneumothoraks/pneumomediastinum,
penyakit membran hialin (PMH).
6) Bayi prematur atau kurang bulan. Diakibatkan oleh kurangnya
produksi surfaktan. Produksi surfaktan ini dimulai sejak kehamilan
minggu ke-22, semakin muda usia kehamilan, maka semakin besar
pula kemungkinan terjadi RDS.

C. Manifestasi klinis
Berat dan ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat
dipengaruhi oleh tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan usia
kehamilan, semakin berat gejala klinis yang ditujukan. Manifestasi dari RDS
disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerosakan sel dan
selanjutnya menyebabkan kebocoran serum protein ke dalam alveoli sehingga
menghambat fungsi surfaktan. Gejala klinikal yang timbul yaitu adanya sesak
nafas pada bayi prematur segera setelah lahir, yang ditandai dengan takipnea
(> 60 x/minit), pernafasan cuping hidung, grunting, retraksi dinding dada, dan
sianosis, dan gejala menetap dalam 48-96 jam pertama setelah lahir.
Berdasarkan foto thorak, menurut
kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS yaitu:
1) Terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram
udara.
2) Bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan
gambaran airbronchogram udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai
ke perifer menutupi bayangan jantung dengan penurunan aerasi paru.
3) Alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru terlihat
lebih opaque dan bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram
udara lebih luas. keempat, seluruh thorax sangat opaque (white lung)
sehingga jantung tak dapat dilihatTanda dan gejala yang muncul dari
RDS adalah: pernapasan cepat, pernapasan terlihat parodaks, cuping
hidung, apnea, murmur dan sianosis pusat.

D. Patofisiologi
Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur
disebabkan oleh alveoli masih kecil sehingga kesulitan berkembang,
pengembangan kurang sempurna karena dinding thorax masih lemah,
produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan mengakibatkan
kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut
menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru
(compliance) menurun 25% dari normal, pernafasan menjadi berat, shunting
intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi yang
menyebabkan asidosis respiratorik. Telah diketahui bahwa surfaktan
mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein, lipoprotein ini berfungsi
menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli tetap
mengembang. Secara makroskopik, paru-paru nampak tidak berisi udara dan
berwarna kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru memerlukan
tekanan pembukaan yang tinggi untuk mengembang. Secara histologi, adanya
atelektasis yang luas dari rongga udara bagian distal menyebabkan edema
interstisial dan kongesti dinding alveoli sehingga menyebabkan desquamasi
dari epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi
tertarik karena adanya defisiensi surfaktan ini. Dengan adanya atelektasis
yang progresif dengan barotrauma atau volutrauma dan keracunan oksigen,
menyebabkan kerosakan pada endothelial dan epithelial sel jalan pernafasan
bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang berasal dari
darah.Membran hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu setengah
jam setelah lahir. Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk
pada 36- 72 jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini adalah komplek; pada
bayi yang immatur dan mengalami sakit yang berat dan bayi yang dilahirkan
dari ibu dengan chorioamnionitis sering berlanjut menjadi Bronchopulmonal
Displasia (BPD) (Suriadi &Yulianni, 2010).

E. Komplikasi
Menurut Suriadi dan Yulianni (2010) komplikasi yang kemungkinan terjadi
pada RDS yaitu:
1) Kebocoran alveoli
Apabila dicurigai terjadi kebocoran udara (pneumothorak,
pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema interstitial), pada
bayi dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan gejala klinikal
hipotensi, apnea, atau bradikardi atau adanya asidosis yang menetap.
2) Jangkitan penyakit karena keadaan penderita yang memburuk dan
adanya perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat
timbul kerana tindakan invasif seperti pemasangan jarum vena,
kateter, dan alat-alat respirasi
3) Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventricular, perdarahan
intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi
terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.
4) Bronchopulmonary Dysplasia (BPD)
Merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan pemakaian
oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu. BPD berhubungan
dengan tingginya volume dan tekanan yang digunakan pada waktu
menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan
defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan menurunnya
masa gestasi.
5) Retinopathy premature
Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang
berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi
intrakranial, dan adanya infeksi.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Gambaran radiologis

Diagnosis yang tepat hanya dapat dibuat dengan pemeriksaan foto

rontgen toraks. Pemeriksaan ini juga sangat penting untuk menyingkirkan

kemungkinan penyakit lain yang diobati dan mempunyai gejala yang mirip

penyakit membran hialin, misalnya pneumotoraks, hernia diafragmatika dan

lain-lain. Gambaran klasik yang ditemukan pada foto rontgen paru ialah

adanya bercak difus berupa infiltrate retikulogranuler ini, makin buruk

prognosis bayi. Beberapa sarjana berpendapat bahwa pemeriksaan radiologis

ini dapat dipakai untuk mendiagnosis dini penyakit membran hialin,

walaupun manifestasi klinis belum jelas.


2. Gambaran laboratorium

Kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan laboratorium diantaranya

adalah :

a. Pemeriksaan darah

Kadar asam laktat dalam darah meninggi dan bila kadarnya lebih dari 45

mg%, prognosis lebih buruk, kadar bilirubin lebih tinggi bila

dibandingkan dengan bayi normal dengan berat badan yang sama. Kadar

PaO2 menurun disebabkan kurangnya oksigenasi di dalam paru dan

karena adanya pirau arteri-vena. Kadar PaO2 meninggi, karena gangguan

ventilasi dan pengeluaran CO2 sebagai akibat atelektasis paru. pH darah

menurun dan defisit biasa meningkat akibat adanya asidosis respiratorik

dan metabolik dalam tubuh.

b. Pemeriksaan fungsi paru

Pemeriksaan ini membutuhkan alat yang lengkap dan pelik, frekuensi

pernapasan yang meninggi pada penyakit ini akan memperhatikan pula

perubahan pada fungsi paru lainnya seperti ‘tidal volume’ menurun, ‘lung

compliance’ berkurang, functional residual capacity’ merendah disertai

‘vital capacity’ yang terbatas. Demikian pula fungsi ventilasi dan perfusi

paru akan terganggu.

c. Pemeriksaan fungsi kardiovaskuler

Penyelidikan dengan kateterisasi jantung memperhatikan beberapa

perubahan dalam fungsi kardiovaskuler berupa duktus arteriosus paten,


pirau dari kiri ke kanan atau pirau kanan ke kiri (bergantung pada

lanjutnya penyakit), menurunnya tekanan arteri paru dan sistemik.

3. Gambaran patologi/histopatologi

Pada otopsi, gambaran dalam paru menunjukkan adanya atelektasis dan

membran hialin di dalam alveolus dan duktus alveolaris. Di samping itu

terdapat pula bagian paru yang mengalami enfisema. Membran hialin yang

ditemukan yang terdiri dari fibrin dan sel eosinofilik yang mungkin berasal

dari darah atau sel epitel ductus yang nekrotik.

G. Pathways
ASUHAN KEPERAWATAN RDS
(RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME)

3.1. Pengkajian

1. Identitas klien

Meliputi nama, jenis kelamin, suku bangsa, tanggal lahir, alamat, agama,

tanggal pengkajian.

2. Riwayat kesehatan

a. Riwayat maternal

Menderita penyakit seperti diabetes mellitus, kondisi seperti perdarahan

plasenta, tipe dan lamanya persalinan, stress fetal atau intrapartus.

b. Status infant saat lahir

Prematur, umur kehamilan, apgar score (apakah terjadi asfiksia), bayi lahir

melalui operasi caesar.

3. Data dasar pengkajian

a. Cardiovaskuler

 Bradikardia (< 100 x/i) dengan hipoksemia berat

 Murmur sistolik

 Denyut jantung DBN

b. Integumen

 Pallor yang disebabkan oleh vasokontriksi peripheral


 Pitting edema pada tangan dan kaki

 Mottling

c. Neurologis

 Immobilitas, kelemahan

 Penurunan suhu tubuh

d. Pulmonary

 Takipnea (> 60 x/i, mungkin 30-100 x/i)

 Nafas grunting

 Pernapasan cuping hidung

 Pernapasan dangkal

 Retraksi suprasternal dan substernal

 Sianosis

 Penurunan suara napas, crakles, episode apnea

e. Status behavioral

 Letargi

4. Pemeriksaan Doagnostik

a. Sert rontgen dada : untuk melihat densitas atelektasi dan elevasi

diafragma dengan over distensi duktus alveolar

b. Bronchogram udara : untuk menentukan ventilasi jalan napas

c. Data laboratorium :

 Profil paru, untuk menentukan maturitas paru, dengan bahan cairan

amnion (untuk janin yang mempunyai predisposisi RDS)


 Lesitin/spingomielin (L/S) ratio 2 : 1 atau lebih mengindikasikan

maturitas paru

 Phospatidyglicerol : meningkat saat usia gestasi 35 minggu

 Tingkat phospatydylinositol

 AGD : PaO2< 50 mmHg, PaCO2> 50 mmHg, saturasi oksigen 92%-

94%, pH 7,3-7,45.

 Level potassium : meningkat sebagai hasil dari release potassium dari

sel alveolar yang rusak.

3.2. Analisa Data

No Data Etiologi Masalah


1 DO : Kerusakan Kerusakan
- Hiperkapnea pertukaran pertukaran gas
- Hipoksia gas
- Takipnea
- Sianosis
- Letargi
- Dispnea
- GDA abnormal
- Pucat

2 DO : Pola Nafas Pola napas tidak


- Dispnea; takipnea Tidak efektif efektif
- Periode apnea
- Pernapasan cuping hidung
- Retraksi dinding dada
- Sianosis
- Mendengkur
- Napas grunting
- Kelelahan

3 DO : Termogulasi Termoregulasi
- Hipotermia tidak efktif tidak efektif
- Letargi
- Menangis buruk
- Aterosianosis
- Takipnea; apnea
- Turgor kulit buruk
- Hipoglikemia

3.3. Diagnosa Keperawatan

1. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakadekuatan kadar

surfaktan, ketidakseimbangan perfusi ventilasi.

2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan energi/kelelahan,

keterbatasan pengembangan otot.

3. Termoregulasi tidak efektif berhubungan dengan penurunan lemak subkutan


No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
(NOC) (NIC)
1 Ketidakefektifan Pola nafas NOC : NIC

Batasan Karakteristik : Respiratory status : Ventilation Oxygen Therapy

 Bradipnea Setelah dilakukan tindakan  Bersihkan mulut, hidung dan sec


keperawatan ..x.. jam diharapkan  Pertahankan jalan nafas yang pat
 Dispnea
pola nafas pasien teratur dengan  Siapkan peralatan oksigenasi
 Fase ekspirasi memanjang kriteria :  Monitor aliran oksigen

 Ortopnea  Irama pernafasan teratur/  Monitor respirasi dan status O2


tidak sesak  Pertahankan posisi pasien
 Penggunaan otot bantu
 Pernafasan dalam batas normal  Monitor volume aliran oksigen da
pernafasan
(dewasa: 16-20x/menit) yang digunakan.
 Penggunaan posisi tiga titik  Kedalaman pernafasan normal  Monitor keefektifan terapi oksige

 Peningkatan diameter  Suara perkusi jaringan paru diberikan

anterior-posterior normal (sonor)  Observasi adanya tanda tanda hip


 Cemas berkurang  Monitor tingkat kecemasan pasien
 Penurunan kapasitas vital
kemungkinan diberikan terapi O2
 Penurunan tekanan ekspirasi

 Penurunan tekanan inspirasi

 Penurunan ventilasi semenit

 Pernafasan bibir

 Pernafasan cuping hidung

 Pernafasan ekskursi dada

 Pola nafas abnormal (mis.,


irama, frekuensi, kedalaman)

 Takipnea

Faktor yang berhubungan

 Ansietas
 Cedera medulaspinalis
 Deformitas dinding dada
 Deformitas tulang
DAFTAR PUSTAKA

- BAPPENAS. 2010. Laporan Pencapaian Pembangunan Millenium di Indonesia


2010. Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional. Jakarta. Indonesia.
Hal : 1-74.

- Kosim, M.S. 2010. Gawat Darurat Neonatus Pada Persalinan Preterm. Sari Pediatri.
7(4) : 225 – 231
Diakses dari : http://saripediatri.idai.or.id

- Kosim,dkk. 2014. Buku Ajar Neonatologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Badan
penerbit IDAL

- Malino, I.Y, dan W.D. Artana. 2013. Mortalitas Sindrome Gawat Pernapasan
Neonatus di Unit Perawatan Intensif Neonatus RSUP Sanglah. Jurnal ilmu
kesehatan anak. 1(2) : 35 – 45.
Diakses dari : http://jurnalika.com

- Marfuah, W. Barlianto dan D. Susmarini. 2013. Faktor Resiko Kegawatan Nafas


Pada Neonatus di RSD. DR. Haryanto Kab. Lumanjang Tahun 2013. Jurnal
Ilmu Keperawatan. 1(2) : 119 – 127
Diakses dari : http://jik.ub.ac.id

- N. Effendi, S.H., & Ambarwati,L. 2014. Continuous Positive Airway Pressure


(CPAP). Bandung.
Diakses dari : http://pustaka.unpad.ac.id/wp-
content/uploads/2014/07/CPAP.pdf

- N. Effendi,S. H., & Firdaus,A. 2010. Diagnosis dan Penatalaksanaan Respiratori


Distress --Syndrome pada Neonatus. Padjajaran.
Diakses dari : http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2014/07/Distress
Pernafasan.pdf

- Suriadi, Yuliani R. 2010. Asuhan Keperawatan pada Anak (ed.1).Jakarta: CV. Agung
Seto.

Anda mungkin juga menyukai