Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN PADA BAYI DENGAN

HYALINE MEMBRANE DISEASE

1. KONSEP DASAR MEDIK


a. Definisi
Respiratory distress syndrom (RDS) yang idiopatik dikenal juga sebagai Hyaline
Membrane Disease (HMD) merupakan keadaan akut yang ditemukan pada bayi
prematur saat lahir atau segera setelah lahir. HMD lebih sering terjadi pada bayi dengan
usia gestasi di bawah 32 minggu dengan beratkurang dari 1500 g (Suryadi dan Yuliani,
2011). RDS adalah istilah yang digunakan untuk disfungsi pernafasan pada neonatus.
Gangguan ini merupakan penyakit yang berhubungan dengan keterlambatan
perkembangan maturitas paru atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru
(Marmi dan Rahardjo, 2014).

b. Etiologi
Penyebab kegagalan pernafasan pada neonatus terdiri dari beberapa factor yaitu ibu,
plasenta, janin, dan persalinan. Faktor ibu meliputi hipoksia pada ibu, usia ibu kurang
dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, gravida empat atau lebih, sosial ekonomi rendah,
maupun penyakit pembuluh darah ibu yang mengganggu pertukaran gas janin seperti
hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus, dan lain-lain. Faktor plasenta meliputi
solusio plasenta, perdarahan plasenta, plasenta kecil, plasenta tipis, plasenta tidak
menempel pada tempatnya. Faktor janin atau neonatus meliputi tali pusat menumbung,
tali pusat melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir, gemeli, prematur,
kelainan kongenital pada neonatus dan lain-lain. Faktor persalinan meliputi partus
lama, partus dengan tindakan, dan lain-lain.
Lebih lanjut, RDS adalah perkembangan imatur pada sistem pernafasan atau tidak
adekuatnya jumlah surfaktan pada paru-paru. Sementara itu, afiksia neonatorum
merupakan gangguan pernafasan akibat ketidakmampuan bayi beradaptasi terhadap
asfiksia. Umumnya permasalahan ini disebabkan oleh adanya masalah-masalah
kehamilan dan pada saat persalinan (Marmi dan Rahardjo, 2014).

c. Patofisiologi
Kegawatan pernafasan dapat terjadi pada bayi dengan gangguan pernafasan. Hal ini
dapat menimbulkan dampak yang cukup berat bagi bayi berupa kerusakan otak atau
bahkan kematian. Akibat dari gangguan pada sistem pernafasan adalah terjadinya
kekurangan oksigen (hipoksia) pada tubuh bayi yang akan beradaptasi terhadap
kekurangan oksigen dengan mengaktifkan metabolisme anaerob. Apabila keadaan
hipoksia semakin berat dan lama maka metabolisme anaerob akan menghasilkan asam
laktat.
Dengan memburukya keadaan asidosis dan penurunan aliran darah keotak maka akan
terjadi kerusakan otak dan organ lain karena hipoksia dan iskemia. Pada stadium awal
terjadi hiperventilasi diikuti stadium apneu primer. Pada keadaan ini bayi tampak
sianosis, tetapi sirkulasi darah relatif masih baik. Curah jantung yang meningkat dan
adanya vasokontriksi perifer ringan menimbulkan peningkatan tekanan darah dan
reflek bradikardi ringan. Depresi pernafasan pada saat ini dapat diatasi dengaan
meningkatkan implus aferen seperti perangsangan pada kulit. Apneu normal
berlangsung sekitar 1-2 menit. Apnea primer dapat memanjang dan diikuti dengan
memburuknya sistem sirkulasi.
Hipoksia miokardium dan asidosis akan memperberat bradikardi, vasokontraksi, dan
hipotensi. Keadaan ini dapat terjadi sampai 5 menit dan kemudian terjadi apneu
sekunder. Selama apneu sekunder denyut jantung, tekanan darah, dan kadar oksigen
dalam darah terus menurun. Bayi tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak
menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi kecuali
pernafasan buatan dan pemberian oksigen segera dimulai (Marmi dan Rahardjo, 2014).

d. Klasifikasi
Menurut Bobak (2015), RDS dikelompokkan menjadi beberapa kategori yaitu:
1) Syndrom Gawat Nafas Klasik (Clasic Respyratory Distress Syndrome)
Thorak atau dada berbentuk seperti bel disebabkan karena kekurangan aerasi
(underaration). Volume paru-paru menurun, parenkim paru-paru memiliki pola
retikulogranuler difusi, dan terdapat gambaran broncho gramudara yang meluas ke
perifer.
2) Sindrom Gawat Nafas Sedang – Berat (Moderately Severe Respiratory Distress
Syndrome).
Pola retikulogranuler lebih menonjol dan terdisribusi lebih merata. Paru-paru
hypoaerated. Dapat dilihat pada bronkhogram udara meningkat.
3) Sindrom Gawat Nafas Berat (Severe Respiratory Distress Syndrome).
Terdapat retikulogranuler yang berbentuk opaque pada kedua paru-paru area cystic
pada paru-paru kanan bisa manunjukan alveoli yang berdilatasiatau empisema
interstitial pulmonal dini,
Lebih lanjut, untuk HMD terbagi menjadi 4 tingkat berdasarkan gambaran rontgen,
yaitu:
Stage I : gambaran reticulogranular.
Stage II : Stage I disertai air bronchogram di luar bayangan jantung.
Stage III : Stage II disertai kesukaran menentukan batas jantung.
Stage IV : Stage III disertai kesukaran menentukan batas diafragma dan
thymus.

e. Manifestasi Klinis
Adapun manifestasi klinis HMD adalah sebagai berikut:
1) Penyakit membran hialin ini mungkin terjadi pada bayi prematur dengan berat
badan 1000-2000 g atau masa gestasi 30-36 minggu. Jarang ditemukan pada bayi
dengan berat badan lebih dari 2500 g.
2) Riwayat asfiksia pada waktu lahir atau tanda gawat bayi pada akhir kehamilan,
dimana tanda gangguan pernapasan mulai tampak dalam 6-8 jam pertama.
3) Gangguan pernapasan pada bayi terutama disebabkan oleh atelektasis dan perfusi
paru yang menurun. Keadaan ini akan memperlihatkan gambaran klinis seperti
dispnea atau hiperpneu, sianosis karena saturasi oksigen (O2) yang menurun dan
karena pirau vena-arteri dalam paru atau jantung, retraksi suprasternal, epigastrium,
interkostal dan respiratory grunting. Selain tanda gangguan pernapasan, ditemukan
pula gejala lain seperti bradikardia (sering ditemukan pada penderita penyakit
membran hialin berat), hipotensi, kardiomegali, pitting oedema terutama di daerah
dorsal tangan/kaki, hipotermia, tonus otot yang menurun, gejala sentral dapat
terlihat bila terjadi komplikasi.

f. Patoflowdiagram
Patoflowdiagram dari HMD dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Patoflowdiagram HMD


g. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksaaan medik dilakukan dengan:
1) Memberikan lingkungan yang optimal, suhu tubuh bayi harus selalu diusahakan
agar tetap dalam batas normal (36,50-37,00C) dengan cara meletakkan bayi dalam
incubator. Selain itu, kelembaban ruangan juga harus adekuat yang berkisar antara
70,00-80,00%.
2) Pemberian Oksigen (O2)
Pemberian O2harus dilakukan dengan hati-hati karena berpengaruh kompleks
terhadap bayi premature. Pemberian O2 yang terlalu banyak dapat menyebabkan
komplikasi seperti: fibrosis paru, kerusakan retina (fibroplasias retrolental), dan
lain-lain.
3) Pemberian cairan dan elektrolit sangat perlu untuk mempertahankan homeostasis
dan menghindari dehidrasi. Pada permulaan diberikan glukosa 5,00-10,00%
dengan jumlah yang disesuaikan dengan umur dan berat badan bayi yaitu 60,00-
125,00 mL/kgBB/hari. Lebih lanjut, asidosis metabolik yang selalu dijumpai juga
harus segera dikoreksi dengan memberikan NaHCO3 melalui intravena.
4) Pemberian antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder yaitu penisilin dengan dosis
50.000-100.000 u/kgBB/hari atau ampisilin sebanyak 100 mg/kgBB/hari, dengan
atau tanpa gentamisin 3,00-5,00 mg/kgBB/hari.
5) Kemajuan terakhir dalam pengobatan pasien HMD adalah pemberian surfaktan
eksogen (surfaktan dari luar). Obat tersebut sangat efektif, tetapi harganya cukup
mahal (Ngastiyah, 2015).

h. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi akibat penyakit HMD diantaranya adalah:
1) Perdarahan intracranial, yang disebabkan oleh belum berkembangnya sistem saraf
pusat terutama sistem vaskularisasinya, adanya hipoksia dan hipotensi yang
kadang-kadang disertai dengan renjatan. Faktor tersebut dapat membuka nekrosis
iskemik, terutama pada pembuluh darah kapiler di daerah periventrikular dan dapat
juga di ganglia basalis dan jaringan otak.
2) Gejala neurologik yang tampak berupa kesadaran yang menurun, apneu, gerakan
bola mata yang aneh, kekakuan extremitas, dan bentuk kejang neonatus lainnya.
3) Komplikasi pneumotoraks atau pneuma mediastinum mungkin timbul pada bayi
yang mendapatkan bantuan ventilasi mekanis. Pemberian O 2 dengan tekanan yang
tidak terkontrol dengan baik mungkin akan menyebabkan pecahnya alveolus
sehingga udara pernafasan memasuki rongga-ronga toraks atau rongga
mediastinum.

i. Pemeriksaan Penunjang
1) Gambaran Radiologis
❖ Foto Rontgen
Pemeriksaan ini juga sangat penting untuk menyingkirkan kemungkinan
penyakit lain yang diobati dan mempunyai gejala yang mirip penyakit
membrane hialin, misalnya pneumotoraks, hernia diafragmatika dan lain-lain.
Gambaran klasik yang ditemukan pada foto rontgen paru adalah adanya bercak
difus berupa infiltrate retikulogranuler ini yang menunjukkn bahwa prognosis
bayi semakin buruk.

2) Gambaran Laboratorium
❖ Pemeriksaan Darah
Kadar asam laktat dalam darah meninggi jika kadarnya lebih dari 45,00 mg,
maka prognosis akan lebih buruk, dan kadar bilirubin lebih tinggi bila
dibandingkan dengan bayi normal dengan berat badan yang sama. Kadar PaO 2
menurun disebabkan kurangnya oksigenasi di dalam paru dan karena adanya
pirau arteri-vena. Kadar PaO2 meninggi, karena gangguan ventilasi dan
pengeluaran CO2 sebagai akibat atelektasis paru. Lebih lanjut, nilai pH darah
menurun sehingga defisit paru bisa meningkat akibat adanya asidosis
respiratorik dan metabolik dalam tubuh.
❖ Pemeriksaan Fungsi Paru
Perubahan fungsi paru lainnya seperti volume tidal yang menurun, lung
compliance berkurang, fungsi residu merendah disertai kapasitas vital yang
terbatas menunjukkan bahwa fungsi ventilasi dan perfusi paru akan terganggu.
❖ Pemeriksaan Fungsi Kardiovaskuler
Penyelidikan dengan kateterisasi jantung memperhatikan beberapa perubahan
dalam fungsi kardiovaskuler berupa duktus arteriosus paten, pirau dari kiri ke
kanan atau pirau kanan ke kiri (bergantung pada lanjutnya penyakit),
menurunnya tekanan arteri paru dan sistemik.
❖ Gambaran Patologi atau Histopatologi
Pada otopsi, gambaran dalam paru menunjukkan adanya atelektasis dan
membran hialin di dalam alveolus dan duktus alveolaris. Di samping itu,
terdapat pula bagian paru yang mengalami enfisema. Membran hialin yang
ditemukan yang terdiri dari fibrin dan sel eosinofilik yang mungkin berasal dari
darah atau sel epitel ductus yang nekrotik.

2. KONSEP DASAR KEPERAWATAN


a. Pengkajian Keperawatan
1) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, suku bangsa, tanggal lahir, alamat, agama, tanggal
pengkajian.
2) Riwayat Kesehatan
❖ Riwayat Maternal
Menderita penyakit seperti diabetes mellitus, kondisi seperti perdarahan
plasenta, tipe dan lamanya persalinan, stress fetal atau intrapartus.
❖ Status Infant Saat Lahir
Prematur, umur kehamilan, apgar score (apakah terjadi asfiksia), bayi lahir
melalui operasi caesar.
3) Data dasar pengkajian
❖ Cardiovaskuler
• Bradikardia (<100 kali/menit) dengan hipoksemia berat.
• Murmur sistolik.
• Denyut jantung normal.
❖ Integumen
• Pallor yang disebabkan oleh vasokontriksi peripheral.
• Pitting edema pada tangan dan kaki.
• Mottling (bintik-bintik seperti cat yang ada pada kulit bayi).
❖ Neurologis
• Immobilitas, kelemahan
• Penurunan suhu tubuh
❖ Pulmonary
• Takipnea (>60 kali/menit).
• Nafas grunting.
• Pernapasan cuping hidung.
• Pernapasan dangkal.
• Retraksi suprasternal dan substernal.
• Sianosis.
• Penurunan suara napas, crakles, episode apnea.
❖ Status Behavioral
• Letargi

b. Diagnosis Keperawatan
1) Pola nafas tidak efektif (sdki. D 0005) berhubungan dengan imaturitas neurologis
(defisiensi surfaktan dan ketidakstabilan alveolar)
2) Gangguan pertukaran gas (sdki. D 0003) berhubungan dengan perubahan membran
kapiler-alveolar
3) Resiko gangguan termoregulasi (sdki. D 0148): hipotermia (sdki. D 0140)
berhubungan dengan berat badan ekstrem, kurangnya lapisan lemak subkutan, dan
prematuritas
4) Risiko defisit nutrisi (sdki. D 0019) berhubungan dengan ketidakmampuan
menelan makanan, ketidakmampuan mengabsorbsi nutrisi (prematuritas:
kemampuan menghisap dan menelan belum sempurna)
5) Risiko infeksi (sdki. D 0142) berhubungan dengan peningkatan paparan organisme
patogen lingkungan karena fungsi organ belum sempurna (daya tahan tubuh belum
sempurna)
6) Ikterik neonatus (sdki. D 0024) berhubungan dengan bayi premature usia kurang
dari 7 hari dan keterlambatan pengeluaran fases atau meconium

c. Perencanaan Tindakan
1) Pola nafas tidak efektif (sdki. D 0005) berhubungan dengan imaturitas neurologis
(defisiensi surfaktan dan ketidakstabilan alveolar).
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka pola napas
membaik (Pola napas membaik diberi kode L.01004 dalam SLKI), dengan kriteria
hasil:
❖ Dispnea menurun.
❖ Penggunaan otot bantu napas menurun.
❖ Pemanjangan fase ekspirasi menurun.
❖ Frekuensi napas membaik.
❖ Kedalaman napas membaik.

Intervensi pemantauan respirasi dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia


(SIKI) diberi kode (I.01014)
Pemantauan respirasi (I.01014)
Observasi
❖ Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
❖ Monitor pola napas (seperti bradypnea, takipnea, hiperventilasi, kussmaul
❖ Monitor adanya sumbatan jalan nafas
❖ Monitor saturasi oksigen
❖ Monitor nilai analisa gas darah
❖ Monitor hasil x-ray thorax

Teraupetik
❖ Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
❖ Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi
❖ Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan kepada orang tua
❖ Informasikan hasil pemantauan, jika perlu kapada orang tua

2) Risiko defisit nutrisi (sdki. D 0019) berhubungan dengan ketidakmampuan


menelan makanan, ketidak mampuan mengabsorbsi nutrisi (prematuritas:
kemampuan menghisap dan menelan belum sempurna)

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka status nutrisi


membaik (Status nutrisi membaik diberi kode L.03030 dalam SLKI), dengan
kriteria hasil:
❖ Pasien dapat mengabsorbsi makanan nutrisi dengan baik.
❖ Porsi makan yang dihabiskan meningkat.
❖ Berat badan dan lingkar perut membaik.
Intervensi manajemen nutrisi dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI) diberi kode (I.03119).
Manajemen nutrisi (I.03119)

Observasi
❖ Identifikasi status nutrisi.
❖ Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient.
❖ Identifikasi faktor penghambat.
❖ Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastric.
❖ Monitor berat badan, lingkar perut.
❖ Monitor hasil pemeriksaan laboratorium.

Terapeutik
❖ Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
❖ Berikan kebutuhan nutrisi yang sesuai
❖ Hentikan pemberian makan melalui selang nasogastik jika asupan oral dapat
ditoleransi

Edukasi
❖ Anjurkan orang tua untuk tetap memompa ASI

Kolaborasi
❖ Kolaborasi dengan dokter untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien
yang dibutuhkan, jika perlu

3) Risiko Infeksi (sdki. D.0142) berhubungan dengan Malnutrisi, Peningkatan


paparan organisme patogen lingkungan, Ketidakadekuatan pertahanan tubuh
sekunder (penurunan hemoglobin; imunosupresi; leukopenia; supresi respon
inflamasi; vaksinasi tidak adekuat)

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka tingkat infeksi


menurun (Luaran tingkat infeksi menurun menurun diberi kode L.14137 dalam
SLKI), dengan kriteria hasil:
❖ Demam menurun
❖ Kemerahan menurun
❖ Nyeri menurun
❖ Bengkak menurun
❖ Kadar sel darah putih membaik
Intervensi manajemen pencegahan infeksi dalam Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia (SIKI) diberi kode (I.14539).
Tindakan yang dilakukan pada intervensi pencegahan infeksi berdasarkan SIKI,
antara lain:
Observasi
❖ Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik

Terapeutik
❖ Batasi jumlah pengunjung
❖ Berikan perawatan kulit pada area edema
❖ Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien
❖ Pertahankan teknik aseptic pada pasien berisiko tinggi

Edukasi
❖ Jelaskan tanda dan gejala infeksi
❖ Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
❖ Ajarkan etika batuk
❖ Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
❖ Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
❖ Anjurkan meningkatkan asupan cairan

Kolaborasi
❖ Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi
❖ Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu

3. DAFTAR PUSTAKA
Bobak, L. 2015. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC.
Marmi., Rahardjo, K. 2014. Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ngastiyah. 2015. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta: EGC.
Suriadi., Yuliani, R. 2011. Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta: Sagung Seto.
ASUHAN KEPERAWATAN BAYI NY. S
DENGAN HYALINE MEMBRANE DISEASE
DI RUANG NICU RSIA BUNDA

Tanggal Pengkajian : 19 Februari 2024 Jam 08.00


Oleh : Ns. Norma Eliyani, S. Kep.
Pengkajian diperoleh dari rekam medis pasien

A. IDENTITAS KLIEN
Nama : By. Ny. S
Tanggal Lahir/Umur : 05-02-024 / 14 Hari
Agama : Islam
Nama Bapak/Ibu : Tn. A
Pendidikan Bapak/Ibu : Sarjana
Alamat : Blok M
No. RM : 0050xxxx
Kelas : Nicu HC-3
Diagnosis Medis : BBLSR + Prematur + HMD + Sepsis
B. KELUHAN PASIEN
Pasien Sesak, Keadaan umum lemah, Berat badan
1. Keluhan utama :
bayi rendah

Pasien rujukan dari RS Palembang dengan kondisi


2. Riwayat penyakit sekarang : keadaan umum lemah, retraksi ringan, nafas dibantu
dengan NIV ventilator

Riwayat kelahiran SC cito G3P2A0, usia gestasi 32


3. Riwayat penyakit yang lalu : minggu 2 hari, usia kehamilan 34 minggu 4 hari
dengan PEB.

C. RIWAYAT KELAHIRAN
1. Ante Natal
• Penyulit kehamilan : PEB
• Penyakit yang menyertai
: PEB
kehamilan

2. Intra Natal
• Umur kehamilan : UG 32 minggu 2 hari, UK 34 minggu 4 hari
• Jenis persalinan : SC
• Penyulit persalinan : PEB
• Komplikasi persalinan : PEB

3. Post Natal
• BBL : 1100 g
• PB : 40 cm
• LK : 30 cm
• LD : -
• LLA : -
• Trauma lahir : -
• Apgar score : -
• Pernafasan : Retraksi ringan
D. KONDISI SAAT INI
1. Nutrisi : ASI fresh sebanyak 8 x 10 cc

2. Cairan
Mendapat cairan infus TPN (Dext 10%+Calglue)
dengan infuspump 7,50 cc/jam, mendapat injeksi
• Input cairan :
dopamin dengan syringpump 0,40 cc/jam, Lipid 2 g
dengan syringpum 0,60 cc/jam
urine dalam 24 jam (20+20+20+10+20+20+10+10)
• Output cairan :
= 130cc
• IWL : IWL = 46 x 1,410 = 65
• Deuresis : 130 cc: 1,410 kg: 24 jam = 3,8 cc/kg/jam
• Balance cairan : intake - output
235,2 - (130 + 65) = +40,2

Aktif gerak saat menangis, bayi dirawat dengan


3. Aktifitas :
incubator suhu 30℃

Kebutuhan ADL bayi dibantu dalam incubator oleh


4. Kebersihan diri :
perawat.

Ny. S mengatakan anaknya masuk NICU karna


5. Intelektual :
susah bernafas
E. PEMERIKSAAN FISIK
1. Antropometri
• Berat Badan (BB) : 1100 g
• Tinggi Badan (TB) : 40 cm
• Lingkar Kepala (LK) : 30 cm
• Lingkar Dada (LD) : -
• Lingkar Lengan Atas (LLA) : -
• Tebal Lipatan Kulit (TLK) : -

2. Tanda-tanda vital
• Heart Rate (HR) : 156 kali/menit
• Respirasi Rate (RR) : 56 kali/menit
• Suhu : 36,80℃

3. Kepala
• Bentuk : Normal
• Sutura : Tepat
• Fontanela ant : Menonjol
• Kelainan bawaan : Tidak ada

4. Mata
• Konjungtiva : Anemis
• Bentuk : Simetris
• Sklera : Normal
• Pi[il : Isokor
• Strabismus : Tidak ada

5. Telinga : Normal

6. Hidung : Normal

7. Mulut : Kering
• Bentuk Mulut : Normal
• Reflek Hisap : Lemah
• Reflek Menelan : Lemah

8. Leher
• Gerakan : Bebas
• Trauma : Tidak ada
• Pembengkakan : Tidak ada
9. Dada : Simetris

10. Perut
• Bentuk : Normal
• Tali pusat : Belum puput

11. Anus : Normal

12. Ekstremitas
• Atas : Sama panjang, Bentuk Normal
• Bawah : Sama panjang, Bentuk Normal

13. Sistem Pernafasan


Dengan banguan CPAP bubble PEEP 7 Fio2 21%-
• Usaha Nafas :
25%
• Frekuensi Nafas : 56 kali/menit
• Tipe Nafas : Dada
• Inspeksi : Tidak ada bantuan otot nafas
• Palpasi : Simetris
• Perkusi : Sonor
• Auskultasi : Vesikuler semua lapang paru
• Lendir : Tidak ada

14. Sistem Kardiovaskuler


• Bunyi Jantung : Normal
• Nadi : 156 kali/menit
• Suhu : 36,8℃
• Akral : Hangat
• Capilary Refill : <3 detik

15. Sistem Neurologis


• Kesadaran : CM
• Reflek-reflek : Moro (+), Menggenggam (+), Rooting (+)
• Kejang : Tidak ada
• Pergerakan pada tangan dan
: Kuat
kaki R/L
16. Sistem Gastrointestinal
• Buang air besar
❖ Frekuensi : 1 kali/hari
❖ Konsistensi : Kental
❖ Warna : Kekuningan
❖ Mekonium : <24 jam

• Inspeksi : Datar
• Palpasi
❖ Hepar : Tidak teraba
❖ Lien : Tidak teraba

• Perkusi : Tympani
❖ Auskultasi Bising/
: Ada
Perilstatik

❖ Muntah : Tidak ada

Frekuensi 8 kali/hari (130 cc/24 jam), Lancar,


17. Sistem Perkemihan :
menggunakan pempers, Warna urine jernih

18. Sistem Integumen


• Warna : Normal
• Turgor : Elastis
• Lesi/Luka : Ada pada hidung sedikit

19. Nutrisi
• Status Gizi : Sedang
• BBL : 1100 g
• BBS : 1410 g (19-02-2024)
• Penurunan BB : 20 g
ASI 12 cc/24 jam menggunakan OGT, Tidak ada
• Intake Enteral :
Residu
• Reflek mengisap : Lemah
• Reflek menelan : Lemah
Mendapat cairan infus TPN (Dext 10% +Calglue)
dengan infus pump 7,5 cc /jam, mendapat injeksi
• Intake parenteral :
dopamin dengan syring pump 0,4 cc/jam, Lipid 2 g
dengan syringpum 0,6 cc/jam
20. Psikososial
• Status anak : Diharapkan
• Respon Orang tua : Cemas
• Hubungan orang tua dengan
: Baik
bayi
• Orang terdekat yang mudah
: Orang tua
dihubungi

21. Orientasi
• Orang tua banyak bertanya
: Perkembangan anaknya
tentang
• orang tua mengerti penyakit
: Sangat mengerti
anaknya
• Konsultasi dokter : Sudah
• Jam berkunjung : Dimulai jam 12.00
• Jam meneteki : Dimulai jam 12.00

22. Program Terapi Injeksi Dokter : a. Aminophilin 2 x 5,7 mg


b. Metronidazole 3 x 7,5 mg
c. Omeprazole 1 x 43 mg
d. Merotik 3 x 572 mg

e. luconazole maintenance 8,6 mg/72 jam


23. Data Penunjang :
• Laboratorium
Hasil Pemeriksaan
Pemeriksaan Nilai Rujukan Satuan
16-02-2024 21-02-2024 25-02-2024
Hemoglobin 10,40 16,50 14,20 10,00 – 16,00 g/dL
Hematokrit 29,50 47,20 41,60 38,00 – 44,00 %
Leukosit 14,25 10,30 11,37 6,00 – 18,00 10³/µL
Trombosit 15,00 7,00 12,00 200,00 – 475,00 10³/µL
CRP 106,41 149,35 96,90 <5,00 mg/L
PCT 3,82 4,36 1,39 <0,50 ng/mL
Billirubin 4,22 - - >1,20 mg/dL
Ion Calcium 1,08 - - 1,15 mmol/L
Sodium (Na) 131,30 - - 132,00 – 147,00 mmol/L
Potassium (K) 3,99 - - 3,60 – 6,10 mmol/L
Clorida (Cl) 105,00 - - 95,00 – 166,00 mmol/L

• Rontgen thorax : Mengarah gambaran HMD grade 1


Sugestif gambaran necrotizing enterocolitis
grade I, Tak tampak gambaran
• Polos Abdomen 2 posisi :
pneumoperitoneum saat ini, Cor tidak
membesar, pulmo normal.
Tidak ada kelainan, sesuai dengan
• USG Kepala :
premature brain
• USG Abdomen : Tidak ada kelainan
• Laporan Echocardiography : Jantung Normal, Kontraksi baik
F. ANALISIS DATA
No. Data Masalah Penyebab
1. Ds: - Pola nafas tidak imaturitas neurologis
Do: efektif (sdki. D (defisiensi surfaktan dan
Nafas dibantu dengan CPAP buble 0005) ketidakstabilan alveolar)
PEEP 7 Fio2 21%-25%
RR: 56x/m
Hasil Rontgen thorax mengarah ke
HMD gr. BBL 1100 g
UG 32 minggu 2 hari, UK 34 minggu 4
hari
Terpasang OGT no. 8
2. Ds: - Risiko infeksi (sdki. Peningkatan paparan
Do: D 0142) organisme patogen
leukosit: 14.25 10³/µL lingkungan karena fungsi
PCT: 3.82 ng/mL organ belum sempurna
CRP: 106.41 mg/L (daya tahan tubuh belum
BB menurun 20 g sempurna)
RR: 56x/m
HR: 156x/m
Program terapi injeksi dokter:
Aminophilin 2x5,7mg
Metronidazole 3x7,5mg
Omeprazole 3x43mg
Merotik 3x572mg
Luconazole Maintanance 8,6mg72jam

3 Ds: - Risiko defisit nutrisi ketidakmampuan menelan


Do: (sdki. D 0032 atau makanan, ketidak
UG 32 minggu 2 hari, UK 34 minggu 4 0019) mampuan mengabsobsi
hari nutrisi (prematuritas:
Terpasang OGT no. 8 kemampuan menghisap
Reflek hisap dan menelan lemah dan menelan belum
BBL 1100 g sempurna)
BBS 1430 g
Penurunan 20 g
Mendapat cairan infus TPN (Dext
10%+Calglue) dengan infuspump
7,50 cc/jam, Lipid 2 g dengan
syringpum 0,60 cc/jam
ASI fresh sebanyak 8 x 10 cc
Tindakan Keperawatan
No Diagnosis Tujuan dan Rasional
Tindakan
Kriteria Hasil
1. Pola nafas tidak Setelah Intervensi pemantauan respirasi ❖ Mengetahui kondisi
efektif (sdki. D dilakukan dalam Standar Intervensi pasien agar dapat
0005) intervensi Keperawatan menentukan
berhubungan keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode Tindakan selanjutnya
dengan imaturitas selama 3 x 24 (I.01014) ❖ Untuk mematenkan
neurologis jam, maka pola Pemantauan respirasi (I.01014) jalan nafas
❖ Memantau agar tetap
(defisiensi napas membaik
dalam angka batas
surfaktan dan (Pola napas Observasi normal
ketidakstabilan membaik diberi ❖ Monitor frekuensi, irama, ❖ Mengetahui seberapa
alveolar) kode L.01004 kedalaman dan upaya napas baik kondisi paru-
dalam SLKI), ❖ Monitor pola napas (seperti paru memindahkan
Ds: - dengan kriteria bradypnea, takipnea, oksigen ke dalam
Do: hasil: hiperventilasi, kussmaul darah dan
Nafas dibantu ❖ Dispnea ❖ Monitor adanya sumbatan menghilangkan
dengan CPAP menurun jalan nafas karbon dioksida dari
buble PEEP 7 ❖ Penggunaan ❖ Monitor saturasi oksigen darah.
Fio2 21%-25% otot bantu ❖ Monitor nilai analisa gas
RR: 56x/m napas darah
Hasil Rontgen menurun ❖ Monitor hasil x-ray thorax
thorax mengarah ❖ Pemanjangan
ke HMD gr. BBL fase ekspirasi Teraupetik
1100 g menurun ❖ Atur interval pemantauan
UG 32 minggu 2 ❖ Frekuensi respirasi sesuai kondisi pasien
hari, UK 34 napas ❖ Dokumentasikan hasil
minggu 4 hari membaik pemantauan
❖ Kedalaman
napas Edukasi
membaik ❖ Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan kepada orang tua
❖ Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
kapada orang tua

2. Risiko Infeksi Setelah dilakukan Intervensi manajemen ❖ Mengetahui kondisi


(sdki. D.0142) intervensi pencegahan infeksi dalam Standar pasien agar dapat
berhubungan keperawatan Intervensi Keperawatan Indonesia menentukan
dengan selama 3 x 24 (SIKI) diberi kode (I.14539). Tindakan selanjutnya
Malnutrisi, jam, maka tingkat Tindakan yang dilakukan pada ❖ Menjaga kebersihan
Peningkatan infeksi menurun intervensi pencegahan infeksi area mulut dan selang
berdasarkan SIKI, antara lain: OGT mencegah
paparan (Luaran tingkat
pertumbuhan bakteri
organisme infeksi menurun
Observasi yang dapat
patogen menurun diberi ❖ Monitor tanda dan gejala menginfeksi pasien
lingkungan, kode L.14137 infeksi lokal dan sistemik
Ketidakadekuatan dalam SLKI),
pertahanan tubuh dengan kriteria Terapeutik ❖ Menjaga kebersihan
sekunder hasil: ❖ Batasi jumlah pengunjung menvegah terjdinya
(penurunan ❖ Demam ❖ Berikan perawatan kulit pada infeksi nasokomial
hemoglobin; menurun area edema ❖ Keluarga pasien
imunosupresi; ❖ Kemerahan ❖ Cuci tangan sebelum dan tinggal dilingkungan
leukopenia; menurun sesudah kontak dengan pasien luar yang
dan lingkungan pasien memungkinkan
supresi respon ❖ Nyeri
❖ Pertahankan teknik aseptic Ketika menemui
inflamasi; menurun pada pasien berisiko tinggi pasien membawa
vaksinasi tidak ❖ Bengkak bakteri sehingga
adekuat) menurun Edukasi penting menjaga
❖ Kadar sel ❖ Jelaskan tanda dan gejala kebersihan tangan
Ds: -
darah putih infeksi dan lingkungan
Do: membaik ❖ Ajarkan cara mencuci tangan pasien
leukosit: 14.25 dengan benar
10³/µL ❖ Ajarkan etika batuk
PCT: 3.82 ng/mL ❖ Ajarkan cara memeriksa
CRP: 106.41 kondisi luka atau luka operasi
mg/L ❖ Anjurkan meningkatkan
BB menurun 20 g asupan nutrisi
RR: 56x/m ❖ Anjurkan meningkatkan
HR: 156x/m asupan cairan
Program terapi
injeksi dokter: Kolaborasi
Aminophilin ❖ Kolaborasi dengan dokter
2x5,7mg dalam pemberian terapi
❖ Kolaborasi pemberian
Metronidazole
imunisasi, jika perlu
3x7,5mg
Omeprazole
3x43mg
Merotik
3x572mg
Luconazole
Maintanance
8,6mg72jam

3. Risiko defisit Setelah Intervensi manajemen nutrisi ❖ Mengetahui kondisi


nutrisi (sdki. D dilakukan dalam Standar Intervensi pasien agar dapat
0032 atau 0019) intervensi Keperawatan Indonesia menentukan
berhubungan keperawatan (SIKI) diberi kode (I.03119). Tindakan selanjutnya
dengan selama 3 x 24 Manajemen nutrisi (I.03119) ❖ Memenuhi
ketidakmampuan jam, maka status kebutuhan nutrisi
pasien
menelan nutrisi membaik Observasi
❖ Melatih refleks
makanan, ketidak (Status nutrisi ❖ Identifikasi status nutrisi. menghisap dan
mampuan membaik diberi ❖ Identifikasi kebutuhan kalori menelan sehingga
mengabsorbsi kode L.03030 dan jenis nutrient. Ketika OBT dilepas
nutrisi dalam SLKI), ❖ Identifikasi faktor maka pasien dapat
(prematuritas: penghambat.
kemampuan dengan kriteria❖ Identifikasi perlunya meminum ASI secara
menghisap dan hasil: penggunaan selang spontan
menelan belum nasogastric. ❖ ASI merupakan
❖ Pasien dapat sumber nutrisi utama
sempurna). ❖ Monitor berat badan, lingkar
mengabsorbsi yang dibutuhkan oleh
perut.
makanan bayi usia 0 bulan
❖ Monitor hasil pemeriksaan
nutrisi ❖ Pemberian ASI
laboratorium.
dengan baik sesuai kebutuhan
❖ Porsi makan pasien
Terapeutik
yang ❖ Lakukan oral hygiene sebelum
dihabiskan
makan.
meningkat
❖ Berikan kebutuhan nutrisi
❖ Berat badan yang sesuai.
dan lingkar
❖ Hentikan pemberian makan
perut melalui selang nasogastrik jika
membaik
asupan oral dapat ditoleransi.

Edukasi
❖ Anjurkan orang tua untuk tetap
memompa ASI.

Kolaborasi
❖ Kolaborasi dengan dokter
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien yang
dibutuhkan.

G. CATATAN PERKEMBANGAN
Hari / Tanggal /
No. Implementasi Evaluasi
Jam
1. 21 Februari 2024 Manajemen jalan nafas (diagnosis 1): S: Bayi usia 16 hari, UG: 32
1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan minggu 2 hari, UK: 34 minggu
upaya napas. 4 hari, BBL: 1100 g, BBM:
Hasil: 1430 g, BBS: 1390 g (turun 20
- Pernafasan bayi tampak teratur, retraksi g pada perawatan hari ke-5).
dinding dada ringan, RR 50-56
kali/menit. O: Pernafasan bayi tampak
2. Monitor pola napas (seperti bradypnea, tenang, nampak retraksi
takipnea, hiperventilasi, kussmaul. dinding dada ringan.
Hasil: Memakai alat bantu nafas CPAP Pernafasan menggunakan
bubble PEEP 7 FiO2 21-25%. CPAP bubble PEEP 7 FiO2 21-
3. Monitor adanya sumbatan jalan nafas. 25%. TTV yang terdiri dari
Hasil: Terdapat sekret, melakukan suction. suhu: 36,80℃; nadi 132-156
4. Monitor saturasi oksigen kali/menit, RR 50-56
Hasil: 97-100%. kali/menit, CRT <3 detik, BAB
5. Melakukan positioning ada, BAK ada, terpasang OGT
No. 8.
Hasil: Posisi supine membuka jalan nafas Hasil laboratorium
jika pasien desaturasi, membuat pasien menunjukkan hemoglobin
merasa nyaman. 10,40 g/dL; hematokrit
6. Kolaborasi pemberian terapi Aminophilin 29,50%; leukosit 14,25 10³/µL;
2x5,7 mg. trombosit 15,00 10³/µL; CRP
106,41 mg/L; PCT 3,82 ng/dL.
Manajemen pencegahan infeksi (diagnosis
2): A:
1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan 1. Masalah manajemen nafas
sistemik. belum teratasi.
Hasil: 2. Masalah manajemen
- OGT yang terpasang bersih. pencegahan infeksi belum
- Akses PICC di tangan kiri. teratasi.
- Paten (posisi tetap, tidak ada pergeseran). 3. Masalah manajemen nutrisi
- Akses stroper di kaki kanan tampak ada belum teratasi.
pembengkakan.
- Mencuci tangan sebelum dan sesudah P: Lanjutkan intervensi
kontak dengan pasien serta lingkungan keperawatan.
pasien.
- Mempertahankan teknik aseptic pada
pasien berisiko tinggi.
- Memberikan kolaborasi pemberian
terapi antibiotik (Metronidazole 3x7,5
mg dan Merotik 3x572 mg).

Manajemen nutrisi (diagnosis 3):


1. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
nutrient
Hasil: Mendapat cairan infus TPN PG2
10% sebanyak 40 mL, lipid sebanyak 2 g
dengan syringpum 0,60 cc/jam, minum
ASI fresh sebanyak 12 x 1 cc.
2. Identifikasi faktor penghambat
Hasil: Reflek menelan dan menghisap
lemah.
3. Identifikasi perlunya penggunaan selang
nasogastric.
Hasil: Terpasang OGT No. 8.
4. Monitor berat badan
Hasil: Menimbang berat badan setiap
hari.

2. 22 Februari 2024 Manajemen jalan nafas (diagnosis 1): S: Bayi usia 17 hari, UG: 32
1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan minggu 2 hari, UK: 34 minggu
upaya napas. 5 hari, BBL: 1100 g, BBM:
Hasil: 1430 g, BBS: 1470 g (naik 80 g
- Pernafasan bayi tampak teratur, retraksi pada perawatan hari ke-6).
dinding dada ringan, RR 50-52
kali/menit. O: Pernafasan bayi tampak
tenang, tidak ada retraksi
dinding dada. Pernafasan
2. Monitor pola napas (seperti bradypnea, menggunakan CPAP bubble
takipnea, hiperventilasi, kussmaul. PEEP 6 FiO2 21%. TTV yang
Hasil: Memakai alat bantu nafas CPAP terdiri dari suhu: 37,30-
bubble PEEP 6 FiO2 21%. 37,50℃; nadi 146-162
3. Monitor adanya sumbatan jalan nafas. kali/menit, RR 50-52
Hasil: Tidak terdapat sekret. kali/menit, CRT <3 detik, BAB
4. Monitor saturasi oksigen tidak ada, BAK ada, terpasang
Hasil: 97-100%. OGT No. 8.
5. Melakukan positioning Hasil laboratorium
Hasil: Posisi supine membuka jalan nafas menunjukkan hemoglobin
jika pasien desaturasi, membuat pasien 16,50 g/dL; hematokrit
merasa nyaman. 47,20%; leukosit 10,30 10³/µL;
6. Kolaborasi pemberian terapi Aminophilin trombosit 7,00 10³/µL; CRP
2x5,7 mg. 149,35 mg/L; PCT 4,36 ng/dL.

Manajemen pencegahan infeksi (diagnosis


2): A:
1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan 1. Masalah manajemen nafas
sistemik. belum teratasi.
Hasil: 2. Masalah manajemen
- OGT yang terpasang bersih. pencegahan infeksi belum
- Akses PICC di tangan kiri tampak teratasi.
kemerahan. 3. Masalah manajemen nutrisi
- Akses stroper di kaki kiri tidak tampak belum teratasi.
ada pembengkakan.
- Mencuci tangan sebelum dan sesudah P: Lanjutkan intervensi
kontak dengan pasien serta lingkungan keperawatan.
pasien.
- Mempertahankan teknik aseptic pada
pasien berisiko tinggi.
- Memberikan kolaborasi pemberian
terapi antibiotik (Merotik 3x572 mg).

Manajemen nutrisi (diagnosis 3):


1. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
nutrient.
Hasil: Mendapat cairan infus TPN PG2
10% sebanyak 40 mL, lipid sebanyak 1 g
dengan syringpum 0,30 cc/jam, minum
ASI fresh sebanyak 12 x 7 cc.
2. Identifikasi faktor penghambat
Hasil: Reflek menelan dan menghisap
lemah.
3. Identifikasi perlunya penggunaan selang
nasogastric.
Hasil: Terpasang OGT No. 8.
4. Monitor berat badan
Hasil: Menimbang berat badan setiap
hari.
3. 24 Februari 2024 Manajemen jalan nafas (diagnosis 1): S: Bayi usia 19 hari, UG: 32
1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan minggu 2 hari, UK: 35 minggu,
upaya napas. BBL: 1100 g, BBM: 1430 g,
Hasil: BBS: 1470 g (naik 80 g pada
- Pernafasan bayi tampak teratur, retraksi perawatan hari ke-8).
dinding dada ringan, RR 46-50
kali/menit. O: Pernafasan bayi tampak
2. Monitor pola napas (seperti bradypnea, tenang, tidak ada retraksi
takipnea, hiperventilasi, kussmaul. dinding dada. Pernafasan
Hasil: Memakai alat bantu nafas CPAP menggunakan CPAP bubble
bubble PEEP 5 FiO2 21%. PEEP 5 FiO2 21%. TTV yang
3. Monitor adanya sumbatan jalan nafas. terdiri dari suhu: 36,70-
Hasil: Tidak terdapat sekret. 37,10℃; nadi 158-168
4. Monitor saturasi oksigen kali/menit, RR 46-50
Hasil: 97-100%. kali/menit, CRT <3 detik, BAB
5. Melakukan positioning ada, terpasang OGT No. 8.
Hasil: Posisi supine membuka jalan nafas Hasil laboratorium
jika pasien desaturasi, membuat pasien menunjukkan hemoglobin
merasa nyaman. 14,20 g/dL; hematokrit
6. Kolaborasi pemberian terapi Aminophilin 41,60%; leukosit 11,37 10³/µL;
2 x 5,7 mg. trombosit 12,00 10³/µL; CRP
96,90 mg/L; PCT 1,39 ng/dL.
Manajemen pencegahan infeksi (diagnosis
2): A:
1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan 1. Masalah manajemen nafas
sistemik. belum teratasi.
Hasil: 2. Masalah manajemen
- OGT yang terpasang bersih. pencegahan infeksi belum
- Akses PICC di tangan kiri tidak paten. teratasi.
- Akses stroper di kaki kanan tidak tampak 3. Masalah manajemen nutrisi
plebitis. belum teratasi.
- Mencuci tangan sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien serta lingkungan P: Lanjutkan intervensi
pasien. keperawatan.
- Mempertahankan teknik aseptic pada
pasien berisiko tinggi.
- Memberikan kolaborasi pemberian
terapi antibiotik (Merotik 3x572 mg).

Manajemen nutrisi (diagnosis 3):


1. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
nutrient.
Hasil: Mendapat cairan infus TPN PG2
10% sebanyak 40 mL dengan
syringpump 9,6 cc/jam, lipid sebanyak 1
g dengan syringpump 0,30 cc/jam,
minum ASI fresh sebanyak 8 x 10 cc.
2. Identifikasi faktor penghambat
Hasil: Reflek menelan dan menghisap
lemah.
3. Identifikasi perlunya penggunaan selang
nasogastric.
Hasil: Terpasang OGT No. 8.
4. Monitor berat badan
Hasil: Menimbang berat badan setiap
hari.

Anda mungkin juga menyukai