Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
Penyakit membran hialin (PMH) merupakan salah satu penyebab
gangguan pernafasan yang sering dijumpai pada bayi prematur.

Gangguan

nafas ini merupakan sindrom yang terdiri dari satu atau lebih gejala sebagai
berikut: pernafasan cepat >60 x/menit, retraksi dinding dada, merintih dengan
atau tanpa sianosis pada udara kamar.

Menurut European Consensus

Guidelines on the Management of Neonatal Respiratory Distress Syndrome in


Preterm Infants 2010 Update, sindrom gawat nafas ini biasanya terjadi 4 jam
setelah kelahiran dan memburuk sampai dengan 24 48 jam kehidupan, yang
mana gejala akan membaik 1 2 hari berikutnya, umumnya timbul berbarengan
dengan peningkatan diuresis.

3,4

Menurut buku Pedoman pelayanan medis IDAI,


2

gejala gawat nafas pada PMH memburuk dalam 48 96 jam. PMH ditemukan
pada 50% bayi yang lahir dengan berat lahir 500-1500 gram (<34minggu usia
2

gestasi). Insidens PMH berbanding terbalik dengan masa gestasi.

Etiologi penyakit ini sampai sekarang belum diketahui dengan pasti.


Kelainan yang terjadi dianggap

karena faktor pertumbuhan atau karena


1

pematangan paru yang belum sempurna.

Penyakit ini biasanya mengenai

bayi prematur,dan dapat ditemukan bila ibu menderita gangguan perfusi


darah uterus selama kehamilan, misalnya ibu yang menderita diabetes
mellitus, hipotiroidisme, toksemia gravidarum, hipotensi, seksio sesaria, dan
perdarahan antepartum.1,3 Kelainan ini merupakan penyebab utama kematian
bayi prematur (50- 70%).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Penyakit membran hialin (PMH) adalah nama lain untuk Sindrom Gawat
Napas atau Respiratory Distress Syndrome (RDS) ialah diagnosis klinis pada bayi
baru lahir prematur dengan kesulitan pernapasan, termasuk takipnea (>60
kali/menit), retraksi dada, sianosis di ruangan biasa yang menetap atau
berlangsung selama 48-96 jam pertama kehidupan, dan gambaran foto rontgen
dada yang karakteristik (pola retikulogranular homogen dan air bronchogram).2
2.2 Etiologi
Etiologi penyakit ini sampai sekarang belum diketahui dengan pasti.
Kelainan yang yang terjadi dianggap karena faktor pertumbuhan atau karena
pematangan paru yang belum sempurna. Penyakit ini biasanya mengenai bayi
prematur dan dapat ditemukan bila ibu menderita gangguan perfusi darah uterus
selama kehamilan, misalnya ibu yang menderita diabetes mellitus, hipotiroidisme,
toksemia gravidarum, hipotensi, seksio sesaria, dan perdarahan antepartum.1,3
2.3 Patofisiologi
Berbagai teori telah dikemukakan sebagai penyebab kelainan ini.
Pembentukan substansi surfaktan paru yang tidak sempurna di dalam paru,
merupakan salah satu teori yang banyak dianut. Surfaktan ialah zat yang
memegang peranan dalam pengembangan paru dan merupakan suatu kompleks
yang terdiri dari protein, karbohidrat dan lemak. Senyawa utama zat tersebut ialah
lesitin. Zat ini mulai dibentuk pada usia kehamilan 22-24 minggu dan mencapai
maksimum pada minggu ke-35.

Surfaktan
G

merupakan

gabungan

kompleks

fosfolipid.

ambar 1. Timeline Pembentukan surfaktan pada fetus

Surfaktan

membuat stabil alveoli dan

mencegahnya dari kolaps pada saat ekspirasi

dengan mengurangi tegangan. Dipalmitoylphophatidyl

choline (DPPC)

merupakan komposisi utama dalam surfaktan yang mengurangi surface


tension. Surfaktan memiliki 4 surfactant-associated proteins yaitu SP - A, SP B, SP C, dan SP D. Surfaktan disintesis oleh sel alveolar tipe II dengan
proses multi-step dan mensekresi lamellar bodies, yang memiliki kandungan
fosfolipid yang tinggi. Lamellar bodies ini berikutnya diubah menjadi lattice
structure yang dinamakan tubular myelin. Penyebaran dan absorpsi dari surfaktan
merupakan karakteristik yang penting dalam pembentukan monolayer
yang stabil dalam alveolus.5
yang stabil dalam alveolus.5

Gambar 2. Fisiologi pembentukan surfaktan

Peranan surfaktan ialah untuk merendahkan tegangan permukaan


alveolus sehingga tidak terjadi kolaps dan mampu untuk menahan sisa udara
fungsionil pada akhir ekspirasi. Defisiensi substansi surfaktan yang ditemukan
pada penyakit membran hialin menyebabkan kemampuan paru untuk
mempertahankan stabilitasnya terganggu. Alveolus akan kembali kolaps setiap
akhir ekspirasi, sehingga untuk pernafasan berikutnya dibutuhkan tekanan
negatif intratoraks yang lebih besar yang disertai usaha inspirasi yang lebih

kuat. Kolaps paru ini akan menyebabkan terganggunya ventilasi sehingga


terjadi hipoksia, retensi CO2 dan asidosis. Hipoksia akan menimbulkan: (1)
oksigenasi jaringan menurun, sehingga akan terjadi metabolism anaerobic
dengan penimbunan asam laktat dan asan organic lainnya yang menyebabkan
terjadinya asidosis metabolik pada bayi, (2) kerusakan endotel kapiler dan
epitel duktus alveolaris yang akan menyebabkan terjadinya transudasi ke
dalam alveoli dan terbentuknya fibrin dan selanjutnya fibrin bersama-sama
dengan jaringan epitel yang nekrotik membentuk suatu lapisan yang disebut
membran hialin. Asidosis dan atelektasis juga menyebabkan terganggunya
sirkulasi darah dari dan ke jantung. Demikian pula aliran darah paru akan
menurun dan hal ini akan mengakibatkan berkurangnya pembentukan substansi
surfaktan.

Bagan 1. Patofisiologi PMH

ecara singkat dapat diterangkan bahwa dalam tubuh terjadi lingkaran

setan yang terdiri dari: atelektasis hipoksia asidosis transudasi


penurunan aliran darah paru hambatan pembentukan substansi surfaktan
atelektasis. Hal ini akan berlangsung terus sampai terjadi penyembuhan atau
1

kematian bayi. Imaturitas dari paru janin dapat dilihat dari analisa cairan
amnion,

dari

rasio

lecithin-sphingomyelin

(L/S

ratio

<2:1),

phosphatidylglycerol, atau lamellar bodies.


2.4 Gejala Klinis

Penyakit membran hialin ini mungkin terjadi pada bayi premature dengan
berat badan 1000- 2000 gram atau masa gestasi 30-36 minggu. Jarang
ditemukan pada bayi dengan berat badan lebih dari 2500 gram. Riwayat asfiksia
sering menyertai pada waktu lahir atau tanda gawat bayi pada akhir kehamilan.
Tanda gangguan pernafasan mulai tampak dalam 6 8 jam pertama setelah
lahiran dan gejala yang karakteristik mulai terlihat pada umur 24 72 jam. Bila
keadaan membaik, gejala akan menghilang pada akhir minggu pertama.

Gangguan pernafasan pada bayi terutama disebabkan oleh atelektasis


dan perfusi paru yang menurun. Keadaan ini akan memperlihatkan gambaran
klinis seperti dispnu atau hiperpnu, sianosis

karena

menurun,

interkostal

retraksi

suprasternal,

grunting. Selain

retraksi

tanda gangguan

misalnya bradikardia

(sering

pernafasan,

ditemukan

pada

saturasi

yang

dan expiratory

ditemukan
penderita

O2

gejala lain
PMH

berat),

hipotensi, kardiomegali, pitting edema terutama di daerah dorsal tangan/


kaki, hipotermia, tonus otot yang menurun, gejala sentral dapat terlihat bila
1

terjadi komplikasi. Scoring system yang sering digunakan pada bayi preterm
dengan PMH adalah Silverman Anderson score untuk mengevaluasi derajat
keberatan dari gangguan nafas.6

Gambar 3.

Gejala Klinis PMH10

Gambar 4. Scoring system Silvermann Anderson

2.4 Pemeriksaan penunjang


2.4.1 Gambaran radiologis
Diagnosis yang tepat hanya dapat dibuat degan pemeriksaan foo rontgen
toraks. Pemeriksaan ini juga sangat penting untuk menyingkirkan kemungkinan
penyakit lain yang diobati dn mempunyai gejala yang mirip PMH, misalnya
pneumotoraks, hernia diafragmatika dan lain-lain.1
Foto toraks posisi AP dan lateral bila diperlukan serial
Gambaran radiologis memberi gambaran penyakit membrane hialin.
Gambaran yang khas berupa pola retikulogranular, yang disebut dengan ground
glass appearance, disertai dengan gambaran bronkus di bagian perifer paru (air

1.
2.
3.
4.

bronchogram). 2
Terdapat 4 stadium :
Stadium 1
: Pola retikulogranular (ground glass appearance)
Stadium 2
: Stadium 1 + air bronchogram
Stadium 3
: Stadium 2 + batas jantung-paru kabur
Stadium 4
: Stadium 3 + white lung appearance

Gambar 5 dan 6. PMH dengan gambaran ground glass appearance (kiri) dan air
bronchogram (kanan)

Gambar 7 dan 8. PMH dengan gambaran jantung-paru kabur dan white lung appearance

Selama masa perawatan, diperlukan foto toraks serial dengan interval


sesuai indikasi. Pada pasien dapat ditemukan pneumotoraks sekunder karena
pemakaian ventilator atau terjadi bronchopulmonary dysplasia (BPD) setelah
pemakaian ventilator jangka lama.
2.4.2 Gambaran laboratorium
2.4.2.1 Pemeriksaan darah
Kadar asam laktat dalam darah meningkat, bila kadarnya lebih dari 45 mg
%, prognosis lebih buruk . kadar bilirubin lebih tinggi bila dibandingkan dengan
bayi normal dengan berat badan yang sama. Kadar PaO 2 menurun disebabkan
berkurangnya oksigenasi di dalam paru karena adanya pirau arteri-vena. Kadar
PaO2 meningkat, karena gangguan ventilasi dan pengeluaran CO2 sebagai akibat
atelektasis paru. PH darah menurun dan deficit basa meningkat akibat adanya

asidosis respiratorik dan metabolic dalam tubuh. Bila fasilitas tersedia dapat
dilakukan pemeriksaan analisais gas darah yang biasnaya memberi hasil :
hipoksia, asidosis metabolic, respiratorik atau kombinasi dan saturasi oksigen
yang tidak normal. 1,2
2.4.3 Uji kematangan paru
Tes tersebut diklasifiksikan sebagai tes biokimia dan biofisika.
2.4.3.1 Tes biokimia (Rasio lecithin-sphingomyelin)
Paru-paru berhubungan dengan cairan amnion, maka jumlah fosfolipid
dalam cairan amnion dapat untuk menilai produksi surfaktan, sebagai tolak ukur
kematangan

paru,

dengan

cara

menghitung

rasio

lesitin

dibandingkan

sfingomyelin dari cairan amnion.


Sfingomielin merupakan suatu suatu membrane lipid yang secara relative
merupakan komponen nonspesifik dari cairan amnion. L/S untuk kehamilan
normal adalah <0.5 pada saat gestasi 20 minggu dan meningkat secara bertahap.
Rasio L/S = 2 dicapai pada usia gestasi 20 minggu dicapai pada usia gestasi 35
minggu dan secara empiris disebutkan bahwa Neonatal RDS sangat tidak
mungkin terjadi bila rasio L/S > 2. Dengan rasio 1,5-1,9 ada kemungkinan bahwa
50% bayi dapat berlanjut ke PMH, <1,5 resiko meningkat sampai 73%. 8

Gam
bar 9. Grafik perbandingan L/S dengan usia gestasi

2.4.3.2 Tes biofisika (Shake test)


Test ini berdasarkan sifat dari permukaan cairan fosfolipid yang membuat
dan menjaga agar gelembung tetap stabil. Pada janin, cairan paru biasanya ditelan

sehingga aspirasi dari cairan lambung dalam 30 menit setelah lahir sebagian besar
terdiri dari cairan paru yang ditelan atau cairan amnion. Oleh karena itu, aspirasi
dari cairan lambung dapat igunakan untuk evaluasi apabila surfaktan terdapat
pada paru-paru janin sewaktu lahir. 12
Tes ini dilakukan dengan cara aspirat lambung 0.5 cc, NaCl 0,9% 0.5 cc dan
alcohol 1 cc lalu dikocok dengan keras dan didiamkan selama 15 menit. Cairan
amnion dicampurkan dengan alcohol akan terjadi hambatan pembentukan
gelembung oleh unsur yang lain dari cairan amnion seperti protein, garam empedu
dan asam lemaka bebas. Pada alcohol dengan konsentrasi 47.5% stable bubble
yang dibentuk oleh karena pengocokan akan menetap oleh karena adanya lesitin.8
Bila didapatkan ring yang utuh dengan pengenceran lebih dari 2 kali (cairan
amnion : alcohol) hasil positif gelembung (+), maka merupakan indikasi maturitas
paru janin.8

Gambar 10. Cara melakukan Shake test

Gambar 11. Hubungan hasil shake test dengan insidiens terjadinya PMH

2.4.4

13

Pemeriksaan fungsi paru


Pemeriksaan ini membutuhkan alat yang lengkap dan pelik. Frekuensi
pernapasan yang meningkat pada penyakit ini akan memperlihatkan pula
perubahan pada fungsi paru lainnya seperti tidal volume menurun, lung
compliance berkurang, functional residual capacity merendah disertai vital
capacity yang terbatas. Demikian pula fungsi ventilasi dan perfusi paru akan
terganggu.1

2.4.5

Pemeriksaan fungsi kardiovaskular


Penyelidikan dengan kateterisasi jantung memperlihatkan beberapa
perubahan dalam fungsi kardiovaskular berupa patent ductus arteriosus (PDA),
pirau dari kiri ke kanan atau pirau kanan ke kiri (bergantung pada lanjutnya
penyakit), menurunnya tekanan arteri paru dan sistemik.1

2.5 Diagnosis

2.5.1

2.5.2

Anamnesis
Riwayat kelahiran kurang bulan, ibu DM
Riwayat persalinan yang mengalami asfiksia perinatal (gawat janin)
Riwyat kelahiran saudara kandung dengan penyakit membrane hialin.2
Pemeriksaan fisik
Gejala biasanya dijumpai dalam 24 jam pertama kehidupan.
Dijumpai sindrom klinis yang terdiri dari kumpulan gejala :
Takipnea (frekwensi napas >60 kali/menit
Grunting atau napas merintih
Retraksi dinding dada
Kadang dijumpai sianosis
Perhatikan tanda prematuritas
Kadang ditemukan hipotensi, hipotermia, edema perifer, edema paru

Perjalanan klinis bervariasi sesuai dengan beratnya penyakit, besarnya


bayi, adanya infeksi dan derajat dari pirau PDA
Penyakit dapat menetap atau menjadi progresif dalam 48-96 jam.2
Diagnosis PMH dapat dikonfirmasi dengan foto rontgen toraks dengan
gambaran khas yaitu ground glass appearance dan air bronchogram. PMH juga
dapat didiagnosis didukung dengan nilai PaO2 <50 mmHg pada udara ruangan,
sianosis sentral pada udara ruangan atau keadaan dimana bayi memerlukan
suplimentasi oksigen tambahan untuk mempertahankan PaO2 >50 mmHg.3,4

2.6 Diagnosis banding


1. Transient Tachypnea of the Newborn (TTN)
Peningkatan kadar epinefrin pada fetus pada saat partus umumnya
mengurangi produksi cairan paru dan mengaktivasi channel natrium yang
menimbulkan terjadinya reabsorbsi. Gagalnya untuk membersihkan paru dari
cairan paru ini menyebabkan terjadinya TTN. Faktor risiko terjadi TTN
termasuk kelahiran preterm, kelahiran dengan sectio caesaria, dan bayi dengan
jenis kelamin laki-laki. TTN juga dihubungkan dengan maternal asma. Pada
gejala awal, TTN sulit untuk dibedakan dengan penyakit membran hialin.
Diagnosis TTN hanya dapat ditegakkan dengan foto rontgen paru yaitu adanya
opasitas paru yang berbentuk streaky, ditemukannya cairan pada fisura
transversalis, dan biasanya disertai dengan kardiomegali. TTN terjadi pada
5/1000 bayi cukup bulan. Gejala TTN ialah adanya takipnea yang parah (RR
sampai dengan 100x/min) dan terjadinya hiperinflasi, tetapi jarang disertai

dengan grunting. TTN merupakan diagnosis eksklusi, dimana diagnosis


sindrom gawat nafas, sepsis dan gagal jantung sudah disingkirkan.

Gambar 12. Transient Tachypnea of the Newborn (TTN) dengan gambaran cairan pada
fisura transveralis dan hiperekspansi paru.3

2. Sindroma aspirasi mekonium


Aspirasi mekoneum jarang terjadi pada bayi kurang bulan. Penegakkan
diagnosis aspirasi mekoneum dapat dilakukan dengan kombinasi foto rontgen
dengan gambaran bercak-bercak konsolidasi dan aspirasi abnormal yang
3

didapatkan dengan intubasi trakea.


3. Pneumotoraks
Kekurangan surfaktan yang relative pada bayi yang lahir dengan usia gestasi
32-34 minggu menghasilkan paru-paru yang kurang compliance, sehingga
meningkatkan risiko terjadinya pneumotoraks dan pneumomediaastinum.
Pneumotoraks yang kecil umumnya dapat embuh secara spontan. Selama ini,
oksigen 100% digunakan sebagai penanganan pneumotoraks yang kecil, akan
tetapi efektivitasnya belum terbukti dan dengan risiko terjadinya toksisitas
oksigen, maka penanganan ini sudah tidak lagi dilakukan. Penanganan yang
sedang berkembang ialah penggunaan kateterisasi pigtal yang dimasukkan dengan
teknik Seldinger. Keuntungan tindakan ini ialah tindakannya yang cepat dan
mudah, serta sedikitnya scar yang ditimbulkan dibandingkan dengan traditional
chest tubes. 3

Gambar 13 dan 14. Pneumotoraks pada paru sisi kanan dan penggunaan kateter
3

pigtail.

Tabel 1. Penyebab sindrom gawat nafas pada bayi kurang bulan

Tabel 2. Diagnosis banding paling umum dari Penyakit Membran Hialin

14

2.7 Pencegahan
Fa
ktor yang dapat menimbulkan kelainan ini ialah pertumbuhan paru
yang belum sempurna. Oleh karena itu salah satu cara untuk menghindarkan
penyakit ini ialah mencegah kelahiran bayi yang maturitas parunya belum
sempurna. Maturitas paru dapat dikatakan sempurna apabila produksi dan
fungsi surfaktan telah berlangsung baik. Cara untuk mengetahui maturitas
paru dengan menghitung perbandingan antara lesitin dan sfingomielin dalam
cairan amnion. Bila perbandingan lesitin/ sfingomielin sama atau lebih dari 2,
bayi yang akan lahir tidak akan menderita penyakit membrane hialin, sedangkan
bila perbandingan tadi kurang dari 2 berarti paru bayi belum matang dan akan
mengalami penyakit membrane hialin.

2.8 Penatalaksanaan
2.8.1 Penatalaksanaan umum

Dasar tindakan ialah mempertahankan bayi dalam suasana fisiologis sebaikaiknya, agar bayi mampu melnjutkan perkembangan paru dan organ lain sehingga
dapat mengadakan adaptasi sendiri terhadap sekitarnya.1
Tindakan yang perlu dikerjakan ialah :
1. Memberikan lingkungan yang optimal. Suhu tubuh bayi harus selalu
diusahakan agar tetap dalam batas normal (36,5-37 C) dengan meletakkan
bayi di dalam incubator. Humiditas ruangan juga harus adekuat (70-80%).1,3
2. Pemberian oksigen
Prinsip : Oksigen mempunyai pengaruh yang kompleks terhadap bayi yang
baru lahir. Pemberian O2 yang terlalu banyak dapat menimbulkan komplikasi
yang

tidak

diinginkan

seperti

fibrosis

paru

(bronchopulmonary

dysplasia/BPD), kerusakan retina (fibroplasi rerolental /retinopathy of


prematurity/ROP) dan lain-lain. Untuk mencegah timbulnya komplikasi ini,
pemberian O2 sebaiknya diikuti dengan pemeriksaan saturasi oksigen,
sebaiknya diantara 85-93% dan tidak melebihi 95% untuk mengurangi
terjadinya ROP dan BPD.
Terapi oksigen sesuai dengan kondisi :
a. Nasal canul atau head box dengan kelembapan dan konsentrasi yang cukup
untuk mempertahankan tekanan oksigen arteri antara 50-70 mmHg untuk
distress pernapasan ringan.
b. Jika PaO2 tidak dapat dipertahankan diatas 50 mmHg pada konsentrasi
oksigen inspirasi 60% atau lebih, penggunaan NCPAP (Nasal Continous
Positive Airway Pressure) terindikasi. NCPAP merupakan metode ventilasi
yang non-invasif. Penggunaan NCPAP sedini mungkin (early NCPAP) untuk
stabilisasi bayi lahir denan berat sangat rendah (1000-1500 gram) di
persalinan

juga

direkomendasikan

untuk

mencegah

kolaps

alveoli.

Penggunaan humidified high flow nasal cannula therapy (HHFNC) sebagai


pengganti NCPAP sedang digalakkan di beberapa negara karena memiliki
keefektifitasan yang sama dengan NCPAP serta dapat digunakan untuk bayi
dengan semua usia gestasi.

Gambar 15 dan 16. Nasal CPAP dan HHFNC5

3. Ventilator mekanik digunakan pada bayi dengan HMD berat atau komplikasi
yang menimbulkan apneu persisten. Ventilator mekanik dihubungkan erat
dengan

terjadinya

bronchopulmonary

dysplasia

(BPD)

dan

juga

meningkatkan risiko terjadinya trauma dan infeksi. Indikasi rasional untuk


penggunaan ventilator adalah :
PH darah arteri <7,2
PCO2 darah arteri 60 mmHg atau lebih
PO2 darah arteri 50mmHg atau kurang pada konsentrasi oksigen 70100% dan tekanan CPAP 6-10 cmH2O
Apneu persisten
4. Pemberian cairan, glukosa dan elektrolit sangat berguna pada bayi yang
menderita penyakit membrane hialin.
Prinsip : Pada fase akut, harus diberikan melalui intravena. Cairan yang
diberikan harus cukup untu menghindarkan dehidrasi dan mempertahankan
homeostasis tubuh yang adekuat. Pada hari-hari pertama diberikan glukosa 510% dengan jumlah yang disesuaikan dengan umur dan berat badan (60-125
ml/kgBB/hari).
5. Pemberian antibiotika
Antibiotik dapat mencegah terjadinya infeksi sekunder. Pemberiannya
dimulai dari spektrum luas, ampisilin 50 mg/kgBB intravena setiap 12 jam dan
gentamisin 3 mg/kgBB untuk bayi dengan berat lahir kurang dari 2 kilogram. Jika
tak terbukti ada infeksi, pemberian antibiotic dihentikan.

2.8.2

Surfaktan
Surfaktan diberikan dalam 24 jam pertama jika bayi terbukti

mengalami penyakit membran hialin, diberikan dalam bentuk dosis berulang


melalui pipa endotrakea setiap 6 12 jam untuk total 2 - 4 dosis, tergantung
jenis preparat yang dipergunakan.

2.8.1.2 Pemberian surfaktan profilaksis versus surfaktan rescue


S

urfaktan profilaksis, atau preventif, merupakan pemberian surfaktan

secara intratrakeal pada bayi dengan risiko tinggi untuk terjadinya gawat nafas
setelah resusitasi dini tetapi di dalam 10 30 menit setelah kelahiran.
Pemberian surfaktan rescue dibagi lagi menjadi 2 yaitu, rescue dini yaitu
pemberian surfaktan dalam 1 2 jam setelah kelahiran dan rescue lambat
yaitu pemberian lebih dari 2 jam setelah kelahiran. Bayi yang lahir dengan
usia gestasi <30 minggu memberikan perbaikan setelah diberikan surfaktan
profilaksis dan rescue. Akan tetapi, bayi prematur yang diterapi dengan
surfaktan profilaksis terbukti memiliki insidensi yang lebih rendah dalam
terjadinya sindrom gawat nafas.

2.8.2.2 Dosis surfaktan


Survanta (bovine surfactant) diberikan dengan dosis total 4mL/kgbb
intratrakea (masing- masing 1mL/kgbb untuk lapangan paru depan kiri dan
kanan serta paru belakang kiri dan kanan), terbagi dalam beberapa

kali

pemberian, biasanya 4 kali (masing-masing dosis total atau 1 ml/kg).


Dosis total 4ml/kgbb dapat diberikan dalam jangka waktu 48 jam pertama
kehidupan dengan interval minimal 6 jam antara pemberian. Selama
pemberian surfaktan dapat terjadi obstruksi jalan nafas yang disebabkan oleh
viskositas obat. Efek samping dapat berupa perdarahan dan infeksi paru.
T

abel 3. Cara pemberian/administrasi surfaktant

erdapat beberapa jenis preparat surfaktan yang dapat diberikan untuk

neonates dengan sindrom gawat nafas, antara lain surfaktan sintetik (proteinfree) dan natural (diambil dari paru hewan). Surfaktan natural lebih baik dari
preparat sintetik dalam mengurangi pulmonary air leaks dan mortalitas.

Gambar 17. Sediaan Survanta (bovine surfactant)


Tabel 4 dan 5. Preparat surfaktan dan dosis

2.8.3 Terapi steroid antenatal

Pemberian antenatal steroid mengurangi risiko sindrom gawat nafas


pada bayi, tetapi pemberiannya harus didalam interval >24 jam dan <7 hari
sebelum

kelahiran

bayi.

Antenatal

intraventricular hemorrhage (IVH)


sering

dijumpai

deksametason
Cochrane
IVH

pada

bayi

dan

steroid

juga

mengurangi

risiko

necrotizing

enterocolitis

yang

prematur.

Kedua betametason

dan

dapat digunakan untuk pematangan paru janin. Menurut


Review,

deksametason lebih banyak mengurangi terjadinya

sehingga deksametason merupakan obat pilihan dalam pematangan paru.

2.8.3.1 Dosis
Dosis optimal kortikosteroid, waktu pemberian dan frekuensi pemberian
masih belum diketahui secara pasti. Menurut NIH Consensus Development
Panel on the Effect of Corticosteroids for Fetal Maturation on Perinatal
Outcomes, regimen pemberian kortikosteroid secara umum ialah 2 dosis
betametason 12 mg diberikan secara intramuskular dengan jarak waktu 24 jam
dan 4 dosis deksametason 6 mg intramuskular dengan jarak waktu antar
pemberian 12 jam.

2.8.3.2 Cara pemberian


Cara pemberian betametason dan deksametason yang optimal masih
belum jelas. Keduanya dapat diberikan secara intramuskular. Betametason
dapat diberikan secara intra-amniotically dan intravena sedangkan deksametason
dapat diberikan secara oral.

Gambar 18. Rontgen toraks pada bayi dengan RDS (kiri) dan 6 jam setelah
10
pemberian surfaktan (kanan)

Bagan 2. Algoritma untuk penanganan distres pernafasan pada bayi kurang


bulan

2.9 Prognosis
Penyakit

membrane

hialin

prognosisnya

tergantung

dari

tingkat

prematuritas dan beratnya penyakit. Prognosis jangka panjang untuk semua


bayi yang pernah menderita penyakit ini sukar ditentukan. Mortalitas
diperkirakan antara 20 40%. Kelainan pada paru seperti displasia
bronkopulmoner umumnya disebabkan tekanan positif yang terus menerus.
Komplikasi lain

yang

mungkin

terjadi

ialah

kelainan

pada

retina

(fibroplasi retrolental) sebagai akibat pemberian O2 yang tidak semestinya.

Anda mungkin juga menyukai