Disusun Oleh :
ANDRE IRWANTO
2111040052
2022
LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR VETBRAE THORAKAL
A. PENGERTIAN
Trauma merupakan keadaan dimana individu mengalami cidera oleh suatu
sebab karena kecelakaan baik lalu lintas, olahraga, industri, jatuh dari pohon, dan
penyebab utama terjadinya fraktur pada medula spinalis/thorako lumbal. Selain itu
trauma dapat terjadi karena tertimpa beban berat atau terjatuh dari ketinggian yang
menyebabkan gerakan fleksi yang hebat, sedangkan kompresi fraktur terjadi kerena
hiperektensi. Akibatnya medula spinalis akan mengalami cidera dan mengakibatkan
disfungsi neuromuskuler pada daerah yang cidera.
Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal
yang dapat diserap oleh tulang (Carpenitto, 2007). Menurut Samsuhidayat, (2005)
fraktur (Burst fractures) adalah Fraktur yang terjadi ketika ada penekanan copus
vertebralis secara langsung, dan tulang menjadi hancur. Fragmen tulang berpotensi
masuk ke kanalis spinalis. Terminologi fraktur ini adalah menyebarnya tepi korpus
vertebralis kearah luar yang disebabkan adanya kecelakaan yang lebih berat dibanding
fraktur kompresi. Tepi tulang yang menyebar atau melebar itu akan memudahkan
medulla spinalis untuk cedera dan ada fragmen tulang yang mengarah ke medulla
spinalis dan dapat menekan medulla spinalis dan menyebabkan paralisis atau ganguan
syaraf parsial
B. ANATOMI VERTEBRAE
Tulang vertebra terdri dari 33 tulang: 7 buah tulang servikal, 12 buah tulang torakal, 5
buah tulang lumbal, 5 buah tulang sakral. Tulang servikal, torakal dan lumbal masih
tetap dibedakan sampai usia berapapun, tetapi tulang sakral dan koksigeus satu sama
lain menyatu membentuk dua tulang yaitu tulang sakum dan koksigeus (Kuntono,
2007).
Kolumna vertebralis mempunyai lima fungsi utama, yaitu: (1) menyangga
berat kepala dan dan batang tubuh, (2) melindungi medula spinalis, (3)
memungkinkan keluarnya nervi spinalis dari kanalis spinalis, (4) tempat untuk
perlekatan otot-otot, (5) memungkinkan gerakan kepala dan batang tubuh (oleh
Yanuar, 2003).
Tulang vertebra secara gradual dari cranial ke caudal akan membesar sampai
mencapai maksimal pada tulang sakrum kemudian mengecil sampai apex dari tulang
koksigeus. Struktur demikian dikarenakan beban yang harus ditanggung semakin
membesar daricranial hingga caudalsampai kemudian beban tersebut ditransmisikan
menuju tulang pelvis melalui articulatio sacroilliaca. Korpus vertebra selain
dihubungkan oleh diskus intervertebralis juga oleh suatu persendian sinovialis yang
memungkinkan fleksibilitas tulang punggung, kendati hanya memungkinkan
pergerakan yang sedikit untuk mempertahankan stabilitas kolumna vertebralis guna
melindungi struktur medula spinalis yang berjalan di dalamnya. Stabilitas kolumna
vertebralis ditentukan oleh bentuk dan kekuatan masing-masing vertebra, diskus
intervertebralis, ligamen dan otot-otot (Yanuar, 2002).
C. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya fraktur kompresi vertebra adalah sebagai berikut:
a) Trauma langsung ( direct )Fraktur yang disebabkan oleh adanya benturan
langsung pada jaringan tulang seperti pada kecelakaan lalu lintas, jatuh
dariketinggian, dan benturan benda keras oleh kekuatan langsung.
b) Trauma tidak langsung ( indirect )Fraktur yang bukan disebabkan oleh benturan
langsung, tapi lebihdisebabkan oleh adanya beban yang berlebihan pada
jaringan tulangatau otot, contohnya seperti pada olahragawan yang
menggunakanhanya satu tangannya untuk menumpu beban badannya.
c) Trauma tidak langsung ( indirect )Fraktur yang disebabkan oleh proses penyakit
seperti osteoporosis, penderita tumor dan infeksi.Penyebab pokok dari fraktur
kompresi lumbal adalahosteoporosis. Pada wanita, faktor risiko utama untuk
osteoporosisadalah menopause, atau defisiensi estrogen. Faktor risiko lain
yangdapat memperburuk tingkat keparahan osteoporosis termasukmerokok,
aktivitas fisik, penggunaan prednison dan obat lain, dan gizi buruk. Pada laki-
laki, semua faktor risiko non-hormon di atas juga berpengaruh. Namun, kadar
testosteron rendah juga dapat berhubungan dengan fraktur kompresi.
Gagal ginjal dan gagal hati keduanya terkait dengan osteopenia. Kekurangan
gizi dapat menurunkan remodeling tulang danmeningkatkan osteopenia. Akhirnya,
genetika juga memainkan perandalam pengembangan fraktur kompresi, risiko
osteoporosis juga dapat dilihat dari riwayat keluarga dengan keluhan serupa.
Keganasan dapat bermanifestasi awalnya sebagai frakturkompresi. Kanker
yang paling umum di tulang belakang adalahmetastasis. Keganasan khas yang
bermetastasis ke tulang belakang selginjal, prostat, payudara, paru-paru dan,
meskipun jenis lainnya dapat bermetastasis ke tulang belakang. 2 hal keganasan
tulang primer paling umum adalah multipel myeloma dan limfoma.
Infeksi yang menghasilkan osteomyelitis dapat jugamengakibatkan fraktur
kompresi. Biasanya, organisme yang palingumum dalam infeksi kronis adalah
stafilokokus atau streptokokus.Tuberkulosis bisa terjadi pada tulang belakang dan
disebut penyakit Pott.
D. PATOFISIOLOGI
Fraktur kompresi torakal dapat disebabkan oleh trauma langsung pada toraks
yang menyebabkan fraktur kompresi akibat keruntuhan tulang belakang. Fraktur
kompresi dan fraktur-dislokasi biasanya stabil. Akan tetapi, kanalis spinalis pada
segmen thoraks relatif sempit sehingga kerusakan korda sering ditemukan dengan
manifestasi neurologis.
Pada trauma langsung dengan energi yang hebat terjadi fraktur kompresi pada
daerah thorakal. Pada trauma tidak langsung, fraktur kompresi thorakal dapat
terjadinya apaila energi yang diterimanya melebihi batas toleransi dan kelenturan
costae. Seperti pada kasus kecelakaan dimana dada terhimpit dari depan dan
belakang, maka akan terjadi fraktur pada sebelah depan angulus costa, dimana pada
tempat tersebut merupakan bagian yang paling lemah.
Fraktur kompresi thorakolumbal yang “displace” akan dapat mencederai
jaringan sekitarnya atau bahkan organ dibawahnya. Fraktur pada costa ke 4-9 dapat
mencederai intercostalis, pleura visceralis, paru maupun jantung, sehingga dapat
mengakibatkan timbulnya hematotoraks, pneumotoraks ataupun laserasi jantung.
E. PATHWAY
F. PENATALAKSANAAN
a) Konservatif
Pemberian analgetik
Pemasangan plak/plester
Jika perlu antibiotika
Fisiotherapy
b) Operatif/invasif
Pamasangan Water Seal Drainage (WSD).
Pemasangan alat bantu nafas.
Pemasangan drain.
Aspirasi (thoracosintesis).
Operasi (bedah thoraxis)
Tindakan untuk menstabilkan dada:
Miring pasien pada daerah yang terkena.
Gunakan bantal pasien pada dada yang terkena
Gunakan ventilasi mekanis dengan tekanan ekspirai akhir positif, didasarkan
pada kriteria sebagai berikut:
Gejala contusio paru
Syok atau cedera kepala berat.
Fraktur delapan atau lebih tulang iga.
Umur diatas 65 tahun.
Riwayat penyakit paru-paru kronis.
Pasang selang dada dihubungkan dengan WSD, bila tension Pneumothorak
mengancam.
Oksigen tambahan.
G. MANIFESTASI KLINIS
a) Nyeri tekan, crepitus dan deformitas dinding dada
b) Adanya gerakan paradoksal
c) Tanda–tanda insuffisiensi pernafasan : Cyanosis, tachypnea.
d) Kadang akan tampak ketakutan dan cemas, karena saat bernafas bertambah nyeri
e) Korban bernafas dengan cepat , dangkal dan tersendat . Hal ini sebagaiusaha
untuk membatasi gerakan dan mengurangi rasa nyeri.
f) Nyeri tajam pada daerah fraktur yang bertambah ketika bernafas dan batuk
g) Mungkin terjadi luka terbuka diatas fraktur, dan dari luka ini dapat terdengar
suara udara yang “dihisap” masuk ke dalam rongga dada.
h) Gejala-gejala perdarahan dalam dan syok.
H. FOKUS PENGKAJIAN
a) Pengkajian
1. Pengkajian Primera.
Respon
Cek respon, dengan memanggil nama klien, menggoyangkan badan, dan
member rangsang nyeri.
Airways
Bagaimana jalan nafas
bisa berbicara secara bebas
Adakah sumbatan jalan nafas (darah, lendir, makanan,sputum)
Breathing
Bagaimana frekuensi pernafasan, teratur atau
tidak,kedalamannya
Adakah sesak nafas, bagaimana bunyi nafas
Apakah menggunakan otot tambahan
Apakah ada reflek batuk
Circulation
Bagaimana nadi, frekuensi, teratur atau tidak, lemah atau
kuatBerapa tekanan darah
Akral dingin atau hangat
capillary refill < 3 detik atau > 3 detik, warna kulit, produksi urin
2. Pengkajian Sekunder
Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum
Kepala : bagaimana bentuk kepala, rambut mudahdicabut/tidak,
kulit kepala bersih/tidak
Mata : konjungtiva anemis +/-, sclera icterik +/-, besar pupil,
refleks cahaya +/-
Hidung :bentuk simetris atau tidak, discharge +/-, pembauan baik
atau tidak.
Telinga : simetris atau tidak, discharge +/-
Mulut : sianotik +/-, lembab/kering, gigi caries +/-
Leher : pembengkakan +/-, pergeseran trakea +/-h.
Dada
- Paru Inspeksi : simetris atau tidak, jejas +/-, retraksi
intercostal
- Palpasi : fremitus kanan dan kiri sama atau tidak
- Perkusi : sonor +/-, hipersonor +/-, pekak +/-Auskultasi :
vesikuler +/-, ronchi +/-, wheezing +/-,crekles +/-
Jantung
- Inspeksi : ictus cordis tampak atau tidak
- Palpasi : dimana ictus cordis teraba
- Perkusi : pekak +/-Auskultasi : bagaimana BJ I dan II,
gallops +/-, mur-mur+/-
Abdomen
- Inspeksi : datar +/-, distensi abdomen +/-, ada jejas +/-
- Auskultasi : bising usus +/-, berapa kali permenit
- Palpasi : pembesaran hepar / lienPerkusi : timpani +/-, pekak
+/-
Genetalia : bersih atau ada tanda– tanda infeksi
Ekstremitas :
- Adakah perubahan bentuk: pembengkakan, deformitas,nyeri,
pemendekan tulang, krepitasi
- Adakah nadi pada bagian distal fraktur, lemah/kuat
- Adakah keterbatasan/kehilangan pergerakan
- Adakah spasme otot, ksemutan
- Adakah sensasi terhadap nyeri pada bagian distal fraktur
- Adakah luka, berapa luasnya, adakah jaringan/tulangyang
keluar
Psikologis :
- Cemas
- Denial
- Depresi.
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
b) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakanneuromuskuler
J. IMPELENTASI KEPERAWATAN
a) Nyeri akut/kronis b.d agen cidera: fisik
NOC
- Pain level
- pain control
- comfort level dengan criteria:
1) Menggunakan skala nyeri untuk mengidentifikasi nyeri yangdirasakan
2) Mendiskripsikan cara manajemen nyeri
3) Mengungkapkan kemampuan tidur dan istirahat
4) Mendiskripsikan terapi non farmakologi untuk mengontrolnyeri
NIC
- Kaji karakteristik nyeri yang dialami klien
- Observasi ketidak nyamanan non verbal terhadap nyeri
- Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
- Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
- Ciptakan lingkungan yang nyaman untuk klien
- Berikan analgetik untuk mengurangi rasa nyeri
- Ajarkan tehnik nonfarmakologi untuk mengatasi nyeri
- Kaji tipe dan sumber nyeri
- Monitor ttv sebelum dan sesudah pemberian analgetik
DAFTAR PUSTAKA
Jong WD, Samsuhidayat. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta: EGC
Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta :
EGC