PENDAHULUAN
Pesantren merupakan tempat dengan jumlah santri yang banyak dan lebih
rentan terhadap berbagai dampak seperti penyakit kulit terutama skabies, skabies
merupakan dampak dari perilaku personal hygiene yang buruk. Dari segi kesehatan,
pesantren secara umum masih memerlukan perhatian dari tenaga kesehatan, baik
dalam hal akses layanan kesehatan, perilaku sehat, maupun kesehatan lingkungan.
wadah, menumpuknya pakaian kotor, meletakkan sepatu bukan pada tempatnya dan
saling bertukar pakai benda pribadi, seperti sisir, sarung, baju, celana dan handuk, hal
tersebut rentan terhadap timbulnya berbagai macam penyakit terutama penyakit menular
(Devi Nurdianawati, 2017). Faktor - faktor yang berkontribusi dalam kejadian skabies
yaitu ; kontak dengan penderita skabies, rendahnya tingkat personal hygiene (mandi
kurang dari 2 kali sehari, mengganti pakaian kurang dari 2 kali sehari, tidak mencuci
tangan menggunakan sabun baik sebelum atau sesudah beraktivitas maupun setelah dari
sanitasi yang buruk, kesulitan akses air bersih, dan kurangnya perawatan diri (Rika
berkaitan dengan kesehatan lingkungan dan tingkah laku. Tingkah laku santri di pondok
pesantren merupakan salah satu faktor utama yang berpengaruh terhadap kualitas
0,2% hingga 71% dan diperkirakan mempengaruhi lebih dari 200 juta orang setiap saat.
Tahun 2017 penyakit skabies atau kudis dan ekstoparasit lainnya dikategorikan sebagai
Neglected Tropical Diseases (NTDs) atau penyakit tropis yang terabaikan. Prevalensi
kejadian skabies diseluruh dunia dilaporkan sekitar 130 orang juta kasus per tahun.
dan penyakit skabies menduduki peringkat ketiga dari 12 penyakit kulit yang ada di
Indonesia (Siti Riptifah Tri Handari, Mushidah Yamin, 2020). Menurut Ma’rufi dalam
penelitian Pande Mirah Dwi Anggreni (2019) yang menunjukkan sebesar 64,2%, santri
sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kuspriyanto pada tahun 2002 di
Pasuruan yang menunjukan hasil prevalensi skabies di pondok pesantren sebnayak 70%.
Berdasarkan survei yang di lakukan oleh peneliti pada tanggal 7 Februari 2023 di
dan kesehatan seseorang baik untuk kesejahteraan fisik maupun psikis (Isro'in dan
Andarmoyo, 2012). Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah penyakit kulit
ini seperti menjaga kebersihan diri (personal hygiene) dan menjaga kebersihan
lingkungan (Budiman dan Suyono, 2019). Kurangnya menjaga kebersihan diri (personal
hygiene) dapat menyebabkan penularan penyakit kulit melalui kontak atau melalui
peralatan seperti pakaian, handuk, sprei, keset, bantal, dan lain-lain. Personal hygiene
yang buruk akan menjadi sumber munculnya berbagai macam penyakit antara lain
yang umumnya terabaikan sehingga menjadi masalah kesehatan yang umum di seluruh
dunia. Nama lain dari penyakit skabies ini adalah kudis, gudig, budukan, dan gatal
agogo, skabies dapat menyebar dengan cepat pada kondisi ramai dimana sering terjadi
kontak langsung dengan penderita skabies (Harahap, 2008). Penyakit skabies banyak
ditemukan pada tempat dengan penghuni padat seperti asrama tentara, penjara dan
pondok pesantren. Tempat yang berpenghuni padat ditambah lingkungan yang tidak
terjaga kebersihannya akan memudahkan transmisi dan penularan tungau skabies. Selain
itu, santri juga mempunyai kebiasaan perilaku hidup bersih dan sehat yang masih rendah
di antaranya tidak membiasakan diri mencuci tangan sebelum makan, mengganti sprei
bahwa saling meminjam baju dan handuk satu sama lain karena mereka sangat
higienis, satu kamar dihuni oleh 10-20 santri. Mereka tidur bersama-sama dengan cara
meletakkan kasur di lantai dan setelah bangun mereka hanya menumpuk kasur tersebut
dan ditaruh di pojok kamar, serta pakaian-pakaian mereka hanya di gantung dan
bercampur dengan pakaian teman-teman sekamar mereka. Dilihat dari pintu masuk
asrama terdapat tempat sampah yang menumpuk belum dibersihkan (Nurapandi, 2021).
Maka dari itu, beberapa cara dapat dilakukan untuk memutus rantai penyebaran tungau
sebagai aktivitas berorientasi individu (Orem, 2001). Orem (2001) mengacu pada teori
self care deficit karena semua aktivitas perawatan diri yang harus dilakukan untuk
memenuhi syarat perawatan diri. Syarat perawatan diri kehidupan sehari-hari individu,
yaitu 1) pemeliharaan cukup asupan udara, air dan makanan, 2) penyediaan perawatan
istirahat serta interaksi sosial 4) menghindari bahaya dalam kehidupan (Hagran &
Fakharany, 2015).
Menurut Orem’s (2001) self care pada anak usia 6- 12 tahun meliputi
dengan keadaan dan usia tertentu sesuai kondisi dasar nya memiliki naluri serta
mengelola dampak negatif guna menjalankan hidup secara optimal dan sehat, pemulihan
dari sakit /trauma atau koping dan dampaknya (Potter & Perry (2009). Hal ini
dikarenakan santri tidak mempraktekkan self care dengan baik, dimana santri mandi
satu kali pada pagi hari, sedangkan pada sore hari biasanya mereka mencuci muka dan
menggunakan handuk yang jarang dicuci dan dipakai bergantian dengan teman
skabies yan di lakukan pada santri di Pondok pesantren Al-Aqobah Krawon Diwek
Jombang menyebutkan bahwa terdapat hubungan self care dengan kejadian skabies pada
santri pondok pesantren di Jombang (Devi Nurdianawati, 2017). Namun populasi pada
penelitian tersebut hanya terdiri dari perempuan dengan jumlah sampel 48. Penelitian lain
juga menjelaskan terdapat hubungan self care dengan kejadian skabies di Sekolah Usaha
Perikanan Menengah (SUPM) Negeri Kota Agung Kabupaten Tanggamus oleh Lestari
dkk pada tahun 2020. Namun populasi pada penelitian ini tergolong induvidu yang tida
tinggal di asrama atau di pondok. Sesuai dengan penjelasan diatas maka dari itu peneliti
ingin meneliti ‘Hubungan Self-Care Dalam Personal Hygiene dengan kejadian Skabies di
berikut “ Adakah hubungan self care dalam personal hygiene dengan kejadian penyakit
Menganalisa hubungan self care dalam personal hygiene dengan penyakit skabies di
1.4.1 Teoritis
Diharapkan dapat menambah manfaat dan keilmuan secara teoritis dalam bidang
kesehatan khususunya program studi ilmu keperawatan dalam kaitannya dengan self care
1.4.2 Praktis
tentang pentingnya berprilaku hidup bersih dan sehat untuk terhindar dari penyakit