Anda di halaman 1dari 6

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pesantren merupakan tempat dengan jumlah santri yang banyak dan lebih

rentan terhadap berbagai dampak seperti penyakit kulit terutama skabies, skabies

merupakan dampak dari perilaku personal hygiene yang buruk. Dari segi kesehatan,

pesantren secara umum masih memerlukan perhatian dari tenaga kesehatan, baik

dalam hal akses layanan kesehatan, perilaku sehat, maupun kesehatan lingkungan.

Pesantren dinilai masih kurang dalam memperhatikan kesehatan santri dan

lingkungannya, seperti menjemur pakaiannya di kamar, makan bersama dalam satu

wadah, menumpuknya pakaian kotor, meletakkan sepatu bukan pada tempatnya dan

saling bertukar pakai benda pribadi, seperti sisir, sarung, baju, celana dan handuk, hal

tersebut rentan terhadap timbulnya berbagai macam penyakit terutama penyakit menular

(Devi Nurdianawati, 2017). Faktor - faktor yang berkontribusi dalam kejadian skabies

yaitu ; kontak dengan penderita skabies, rendahnya tingkat personal hygiene (mandi

kurang dari 2 kali sehari, mengganti pakaian kurang dari 2 kali sehari, tidak mencuci

tangan menggunakan sabun baik sebelum atau sesudah beraktivitas maupun setelah dari

kamar mandi) dan Kondisi lingkungan yang mendukung berkembangnya scabies,

sanitasi yang buruk, kesulitan akses air bersih, dan kurangnya perawatan diri (Rika

Nur'aini, dkk, 2018). Permasalahan kesehatan secara umum di pondok pesantren

berkaitan dengan kesehatan lingkungan dan tingkah laku. Tingkah laku santri di pondok

pesantren merupakan salah satu faktor utama yang berpengaruh terhadap kualitas

kesehatan (Eppy Setiyowati, dkk, 2017).


Menurut WHO tahun 2020 estimasi prevalensi skabies yang terbaru sekitar

0,2% hingga 71% dan diperkirakan mempengaruhi lebih dari 200 juta orang setiap saat.

Tahun 2017 penyakit skabies atau kudis dan ekstoparasit lainnya dikategorikan sebagai

Neglected Tropical Diseases (NTDs) atau penyakit tropis yang terabaikan. Prevalensi

kejadian skabies diseluruh dunia dilaporkan sekitar 130 orang juta kasus per tahun.

(WHO, 2005). Sedangkan prevalensi kejadian skabies di Indonesia sebesar 4,60-12,95%

dan penyakit skabies menduduki peringkat ketiga dari 12 penyakit kulit yang ada di

Indonesia (Siti Riptifah Tri Handari, Mushidah Yamin, 2020). Menurut Ma’rufi dalam

penelitian Pande Mirah Dwi Anggreni (2019) yang menunjukkan sebesar 64,2%, santri

di pondok pesantren di Kabupaten Lamongan mengalami skabies, penelitian ini juga

sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kuspriyanto pada tahun 2002 di

Pasuruan yang menunjukan hasil prevalensi skabies di pondok pesantren sebnayak 70%.

Berdasarkan survei yang di lakukan oleh peneliti pada tanggal 7 Februari 2023 di

Pondok Pesantren Al-Ishlah Sendangagung Paciran Lamongan terdapat 208 populasi

dan 68 diantaranya mengalami skabies atau gatal – gatal pada satri.

Kebersihan pribadi (personal hygiene) adalah tindakan menjaga kebersihan

dan kesehatan seseorang baik untuk kesejahteraan fisik maupun psikis (Isro'in dan

Andarmoyo, 2012). Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah penyakit kulit

ini seperti menjaga kebersihan diri (personal hygiene) dan menjaga kebersihan

lingkungan (Budiman dan Suyono, 2019). Kurangnya menjaga kebersihan diri (personal

hygiene) dapat menyebabkan penularan penyakit kulit melalui kontak atau melalui

peralatan seperti pakaian, handuk, sprei, keset, bantal, dan lain-lain. Personal hygiene
yang buruk akan menjadi sumber munculnya berbagai macam penyakit antara lain

penyakit kulit seperti penyakit skabies (Harahap, 2013).

Skabies merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh ektoparasit

yang umumnya terabaikan sehingga menjadi masalah kesehatan yang umum di seluruh

dunia. Nama lain dari penyakit skabies ini adalah kudis, gudig, budukan, dan gatal

agogo, skabies dapat menyebar dengan cepat pada kondisi ramai dimana sering terjadi

kontak langsung dengan penderita skabies (Harahap, 2008). Penyakit skabies banyak

ditemukan pada tempat dengan penghuni padat seperti asrama tentara, penjara dan

pondok pesantren. Tempat yang berpenghuni padat ditambah lingkungan yang tidak

terjaga kebersihannya akan memudahkan transmisi dan penularan tungau skabies. Selain

itu, santri juga mempunyai kebiasaan perilaku hidup bersih dan sehat yang masih rendah

di antaranya tidak membiasakan diri mencuci tangan sebelum makan, mengganti sprei

lebih dari 3 minggu, menggantungkan pakaian sehabis dipakai, menggunakan 1 handuk

untuk 2 orang, menggunakan perlengkapan sholat bergantian. Mereka juga menyatakan

bahwa saling meminjam baju dan handuk satu sama lain karena mereka sangat

mengutamakan nilai kebersamaan. Lingkungan asrama mereka juga terbilang tidak

higienis, satu kamar dihuni oleh 10-20 santri. Mereka tidur bersama-sama dengan cara

meletakkan kasur di lantai dan setelah bangun mereka hanya menumpuk kasur tersebut

dan ditaruh di pojok kamar, serta pakaian-pakaian mereka hanya di gantung dan

bercampur dengan pakaian teman-teman sekamar mereka. Dilihat dari pintu masuk

asrama terdapat tempat sampah yang menumpuk belum dibersihkan (Nurapandi, 2021).

Maka dari itu, beberapa cara dapat dilakukan untuk memutus rantai penyebaran tungau

skabies yakni dengan self care.


Self Care adalah praktek kegiatan yang individu lakukan dalam

mempertahankan hidup, kesehatan dan kesejahteraan. Perawatan diri digambarkan

sebagai aktivitas berorientasi individu (Orem, 2001). Orem (2001) mengacu pada teori

self care deficit karena semua aktivitas perawatan diri yang harus dilakukan untuk

memenuhi syarat perawatan diri. Syarat perawatan diri kehidupan sehari-hari individu,

yaitu 1) pemeliharaan cukup asupan udara, air dan makanan, 2) penyediaan perawatan

yang terkait dengan eliminasi, 3) pemeliharaan keseimbangan antara aktivitas dan

istirahat serta interaksi sosial 4) menghindari bahaya dalam kehidupan (Hagran &

Fakharany, 2015).

Menurut Orem’s (2001) self care pada anak usia 6- 12 tahun meliputi

kebersihan badan, pola makan, berpakaian, menolong diri,komunikasi, adaptasi

lingkungan. Konsep Orem telah memaparkan secara jelas sesungguhnya individu

dengan keadaan dan usia tertentu sesuai kondisi dasar nya memiliki naluri serta

kemampuan tubuh untuk dapat merawat melindungi, mengontrol, meminimalisir juga

mengelola dampak negatif guna menjalankan hidup secara optimal dan sehat, pemulihan

dari sakit /trauma atau koping dan dampaknya (Potter & Perry (2009). Hal ini

dikarenakan santri tidak mempraktekkan self care dengan baik, dimana santri mandi

satu kali pada pagi hari, sedangkan pada sore hari biasanya mereka mencuci muka dan

menggunakan handuk yang jarang dicuci dan dipakai bergantian dengan teman

sekamarnya (Rifki Kurniadi, dkk 2022).

Menurut studi sebelumnya tentang hubungan self care dengan penyakit

skabies yan di lakukan pada santri di Pondok pesantren Al-Aqobah Krawon Diwek

Jombang menyebutkan bahwa terdapat hubungan self care dengan kejadian skabies pada
santri pondok pesantren di Jombang (Devi Nurdianawati, 2017). Namun populasi pada

penelitian tersebut hanya terdiri dari perempuan dengan jumlah sampel 48. Penelitian lain

juga menjelaskan terdapat hubungan self care dengan kejadian skabies di Sekolah Usaha

Perikanan Menengah (SUPM) Negeri Kota Agung Kabupaten Tanggamus oleh Lestari

dkk pada tahun 2020. Namun populasi pada penelitian ini tergolong induvidu yang tida

tinggal di asrama atau di pondok. Sesuai dengan penjelasan diatas maka dari itu peneliti

ingin meneliti ‘Hubungan Self-Care Dalam Personal Hygiene dengan kejadian Skabies di

Pondok Pesantren Al-Ishlah Sendangagung Paciran Lamongan’.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dirumuskan masalah penelitian sebagai

berikut “ Adakah hubungan self care dalam personal hygiene dengan kejadian penyakit

skabies di Pondok Pesantren Al – Ishlah Sendangangung Pacican Lamongan ?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Menganalisa hubungan self care dalam personal hygiene dengan penyakit skabies di

Pondok Pesantren Al-Ishlah Sendangagung Paciran Lamongan.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi self care dalam personal hygiene pada santri Pondok

Pesantren Al – Ishlah Sendangangung Pacican Lamongan.

2. Mengidentifikasi penyakit skabies di Pondok Pesantren Al – Ishlah

Sendangangung Pacican Lamongan


3. Menganalisa hubungan self care dengan penyakit skabies di Pondok Pesantren

Al – Ishlah Sendangangung Pacican Lamongan

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Teoritis

Diharapkan dapat menambah manfaat dan keilmuan secara teoritis dalam bidang

kesehatan khususunya program studi ilmu keperawatan dalam kaitannya dengan self care

terhadapa penyakit skabies.

1.4.2 Praktis

1.4.2.1 Bagi Santri

Diharapkan dapat memberikan pembelajaran kepada semua santri di Pondok

Pesantren Al-Ishlah Sendang Agung Paciran Lamongan untuk lebih mengerti

tentang pentingnya berprilaku hidup bersih dan sehat untuk terhindar dari penyakit

skabies dan penyakit kulit lainnya.

1.4.2.2 Bagi Pondok Pesantren

Penelitihan ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada kepala

pondok pesantren untuk melakukan pencegahan terhadap penyakit skabies dan

memberikan masukan kepada kepala pondok pesantren untuk lebih meningkatkan

kebersihan santri dan lingkungan pondok pesantren.

1.4.2.3 Bagi Peneliti

Menambah wawasan ilmu pengetahuan Kesehatan, khususnya mengenai

self-care dan penyakit scabies di pondok pesantren.

Anda mungkin juga menyukai