Anda di halaman 1dari 20

HUBUNGAN HIGIENE PERORANGAN SANTRI DENGAN

KEJADIAN SKABIES DI PONDOK PESANTREN AL HIKMAH


2 KABUPATEN BREBES

Disusun oleh:

ESTI NURMALA
NIM. 25010114120026

Kelas A-2014

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2016
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Skabies merupakan penyakit kulit yang masih banyak dijumpai di


Indonesia dan menjadi masalah kesehatan masyarakat. Skabies merupakan
penyakit endemi di masyarakat. Penyakit ini banyak dijumpai pada anak dan
orang dewasa muda, tetapi dapat mengenai semua golongan umur. Penyakit kulit
skabies merupakan penyakit yang mudah menular. Penyakit ini dapat ditularkan
secara langsung (kontak kulit dengan kulit) misalnya berjabat tangan, tidur
bersama, dan melalui hubungan seksual. Penularan secara tidak langsung (melalui
benda), misalnya pakaian, handuk, sprei, bantal, dan selimut (Djuanda, 2010).

Penyakit skabies pada umumnya menyerang individu yang hidup


berkelompok seperti di asrama, pesantren, lembaga pemasyarakatan, rumah sakit,
perkampungan padat, dan rumah jompo (Djuanda, 2010). Di negara berkembang
sebanyak 6-27% dari populasi umum dan insidens tertinggi pada anak usia
sekolah dan remaja. Penyakit kulit skabies merupakan penyakit yang mudah
menular serta dapat ditularkan secara langsung dan tidak langsung. Penyakit ini
mudah menular dan banyak faktor yang membantu penyebarannya antara lain
kemiskinan, higiene individu yang jelek dan lingkungan yang tidak sehat.

Berdasarkan hasil penelitian di Pondok Pesantren Nihayatul Amal


menunjukkan bahwa responden yang terkena skabies 62,9% mempunyai
kebiasaan mencuci pakaian bersama pakaian temannya 61,4%, mempunyai
kebiasaan tidur bersama temannya yang menderita skabies 60,0%, mempunyai
kebiasaan memakai selimut bersama-sama temannya yang menderita skabies
54,3% dan 32,8% yang mempunyai kebiasaan berwudlu tidak menggunakan kran.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara
kebiasaan pemakaian sabun mandi, kebiasaan pemakaian handuk, kebiasaan
berganti pakaian, kebiasaan tidur bersama, dan kebiasaan mencuci pakaian
bersama penderita skabies dengan kejadian skabies.
Berdasarkan penelitian Ma’rufi (2005) di Pondok Pesantren
Lamongan, penilaian higiene perorangan dalam penelitian tersebut meliputi
frekuensi mandi, memakai sabun atau tidak, pakaian dan handuk bergantian,
dan kebersihan alas tidur. Sebagian besar santri di Pesantren Lamongan (63%)
mempunyai higiene perorangan yang jelek dengan prevalensi penyakit skabies
73,70%. Perilaku yang tidak mendukung berperilaku hidup bersih dan sehat
dalam mencegah skabies diantaranya adalah sering memakai baju atau handuk
bergantian dengan teman serta tidur bersama dan berhimpitan dalam satu
tempat tidur.

Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut


tentang faktor personal hygiene yang berhubungn dengan kejadian skabies.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah ada hubungan antara kebersihan kulit dengan kejadian skabies di


Pondok Pesantren Al Hikmah 2 Kabupaten Brebes?
2. Apakah ada hubungan antara kebersihan tangan dan kuku dengan kejadian
skabies di Pondok Pesantren Al Hikmah 2 Kabupaten Brebes?
3. Apakah ada hubungan antara kebersihan tempat tidur dan sprei dengan
kejadian skabies di Pondok Pesantren Al Hikmah 2 Kabupaten Brebes?
4. Apakah ada hubungan antara kebersihan genitalia dengan kejadian skabies
di Pondok Pesantren Al Hikmah 2 Kabupaten Brebes?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
Mengetahui faktor penyebab dan penularan skabies pada santri di Pondok
Pesantren Al Hikmah 2
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui hubungan antara perilaku santri Pondok Pesantren Al
Hikmah 2 memakai handuk (alat mandi) secara bergantian dengan
kejadian skabies.
b. Mengetahui hubungan antara perilaku santri Pondok Pesantren Al
Hikmah 2 bergantian pakaian atau alat sholat dengan kejadian skabies.
c. Mengetahui hubungan antara perilaku santri Pondok Pesantren Al
Hikmah 2 tidur bersama dan berhimpitan dalam satu tempat tidur
dengan kejadian skabies.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi Dinas Kesehatan dan Poskestren


Sebagai masukan dan informasi di program kesehatan dalam rangka
mencegah skabies.
2. Bagi santri
Memberikan pendidikan kepada responden agar memperhatikan hal-
hal yang berhubungan dengan skabies.
3. Bagi Peneliti
Menambah wawasan ilmu pengetahuan kesehatan, khususnya
mengenai penyakit skabies di pondok pesantren.
4. Bagi Peneliti lain
Sebagai data dasar dan sumber rujukan untuk penelitian selanjutnya.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Personl Hygiene
1.1 Definisi
Menurut wartonah (2003), personal hygiene berasal dari bahasa
Yunani yaitu personal yang artinya perorangan dan hygiene berarti sehat.
Kebersihan perorangan adalah suatu tindakan untuk memelihara
kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis.
Pemeliharaan kebersihan diri berarti tindakan memelihara
kebersihan dan kesehatan diri seseorang untuk kesejahteraan fisik dan
psikisnya. Seseorang dikatakan memeliki kebersihan diri baik apabila
orang tersebut dapat menjaga kebersihan tubuhnya yang meliputi
kebersihan kulit, tangan dan kuku serta kebersihan genitalia.

1.2 Jenis-jenis personal hygiene


a. Kebersihan kulit
Kebersihan kulit merupakan cerminan kesehatan yang paling
pertama memberi kesan, oleh karena itu perlu memelihra kulit sebaik-
baiknya. Untuk menjaga kebersihan kulit, dapat dilakukan dengan cara
1. Menggunakan barang-barang keperluan sehari-hari milik sendiri
2. Mandi minimal 2 kali sehari menggunakn sabun
3. Menjaga kebersihan pakaian
4. Makan makanan yang begizi
5. Menjaga kebersihan lingkungan

b. Kebersihan tangan dan kuku


Indonesia adalah Negara yang sebagian besar masyarakatnya
menggunnakan tangan untuk makan, memersiapkan makanan, bekerja
dan lain sebaginya. Bagi penderita skabies, sangat mudah
menyebarkan penyakit ke wilayah tubuh yang lain. Oleh karena itu,
butuh perhatian ekstra untuk kebersihan tangan dan kuku sebelum dan
sesudah berakrifitas.
Cara menjaga kebersihan kuku dan tangan
1. Cuci tangan sebelum dan sesudah makan serta setelah ke kamar
mandi menggunakan sabun
2. Handuk yang digunakan untuk mengeringkan tangan sebaiknya
dicuci dan diganti setiap hari
3. Pelihara kuku agar tetap pendek, jangan memotong kuku sehingg
mengenai pinch kulit

c. Kebersihan genitalia
Karena minimnya pengetahuan tentang kebersihan genitalia,
banyak kaum remaja putri maupun putra mengalami infeksi di alat
reproduksinya akibat garukan, apalagi seorang anak tersebut sudah
mengalami penyakit kulit pada daerah tertentu maka garukan di area
genitalia akan sangat mudah terserang penyakit kulit tersebut, karena
area genitalia merupakan tempat yang lembab dan kurang sinar
matahari. Salah satu contoh pendidikan kesehatan di dalam keluarga,
misalnya bagaimana orang tua mengajarkan anak cebok secara benar.
Seperti penjelasan, bila ia hendak cebok harus dibasuh dengan
air bersih. Caranya menyiram dari depan ke belakang bukan belakang
ke depan. Apabila salah, pada alat genital anak perempuan akan lebih
mudah terkena infeksi. Penyebabnya karena kuman dari belakang
(dubur) akan masuk ke dalam alat genital. Jadi hal tersebut, harus
diberikan pengetahuan sejak dini. Kebersihan genital lain, selain
cebok, yang harus diperhatikan yaitu pemakaian celana dalam.
Apabila ia mengenakan celana, pastikan celananya dalam keadaan
kering. Bila alat reproduksi lembab dan basah, maka keasaman akan
meningkat dan itu memudahkan pertumbuhan jamur. Oleh karena itu
dianjurkan untuk sering menganti celana dalam.

1.3 Kebersihan diri

Dalam kehidupan sehari-hari kebersihan merupakan hal yang


sangat penting dan harus diperhatikan karena kebersihan akan
mempengaruhi kesehatan dan psikis seseorang. Kebersihan itu sendiri
sangat dipengaruhi oleh individu dan kebiasaan. Jika seseorang sakit,
biasanya disebabkan oleh masalah kebersihan yang kurang di
perhatikan. Hal ini terjadi karena kita menganggap masalah kebersihan
adalah masalah sepele, padahal jika hal tersebut di biarkan terus
menerus dapat mempengaruhi kesehatan secara umum.
Kebersihan diri merupakan faktor penting dalam usaha
pemeliharaan kesehatan, agar kita selalu dapat hidup sehat. Menjaga
kebersihan diri berarti juga menjaga kesehatan umum. Cara menjaga
kebersihan diri dapat dilakukan sebagai berikut: a) Mandi setiap hari
minimal 2 kali sehari secara teratur dengan menggunakan sabun, muka
harus bersih, telinga juga harus dibersihkan serta bagian genitalia. b)
Tangan harus dicuci sebelum menyiapkan makanan dan minuman,
sebelum makan, sesudah buang air besar atau buang air kecil. c) Kuku
digunting pendek dan bersih, agar tak melukai kulit atau menjadi
sumber infeksi. d) Pakaian perlu diganti sehabis mandi dengan pakaian
yang habis dicuci bersih dengan sabun/detergen, dijemur di bawah
sinar matahari dan disetrika.

2. Skabies
2.1 Definisi

Skabies adalah penyakit kulita yang disebabkan oleh tungau


(mite) Sarcoptes scabei yang termasuk dalam kelas Arachrida.
Penyakit ini mudah menular dari manusia ke manusia, dari hewan ke
manusia dan sebaliknya. Skabies mudah menyebar baik secara
langsung atau melalui sentuhan langsung dengan penderita maupun
secara tak langsung melalui baju, seprai, handuk, bantal, air atau sisir
yang pernah digunakan penerita dan belum dibersihkan dan masih
terdapat tungau sarcoptes. Skabies menyebabkan rasa gatal pada kulit
seperti sidela-sela jari, siku dan selangkangan.

Penyakit skabies banyak berjangkit di kalangan ekonomi


rendah san hidup di lingkungan yang kotor, lingkungan yang tidak
sehat dan area padat penduduk. Skabies sering terjadi pada orang
dengan kebersihan pribadi yang rendah serta sanitasi lingkungan yang
jelek (Karim, 2007).
2.2 Epidemiologi

Faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini antara lain


sosial ekonomi yang rendah, hygiene yang buruk, hubungan seksual
dan sifatnya promiskuitas (ganti-ganti pasangan), kesalahan diagnosis
dan perkembangan demografi serta ekologi. Prevalensi dan komplikasi
dari skabies membuatnya menjadi masalah yang signifikan di negara
berkembang, dengan beban tidak proporsional pada anak-abak yang
tunggal di daerah tropis yang padat dan miskin. Beberapa faktor
epidemiologi telah diusulkan bahwa skabies dipengaruhi oleh banyak
faktor seperti usia, suku, jenis kelamin, kepadatan penduduk,
kesehatan dan musim (Hay, 2012).

2.3 Patogenesis
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau
skabies, tetapi juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang
terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekret dan ekskret tungau
yang memerlukan waktu kurang lebih satu bulan setelah infestasi. Pada
saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya
papul, vesikel, urtika dan lain-lain. Dengan garukan dapat timbul erosi,
ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder (Djuanda, 2010).

2.4 Cara penularan


Penularan penyakit skabies dapat terjadi secara langsung
maupun tidak langsung, adapun cara penularannya adalah:
a. Kontak langsung (kulit dengan kulit) Penularan skabies terutama
melalui kontak langsung seperti berjabat tangan, tidur bersama dan
hubungan seksual. Pada orang dewasa hubungan seksual
merupakan hal tersering, sedangkan pada anak-anak penularan
didapat dari orang tua atau temannya. Dibutuhkan waktu 15-20
menit dari kontak langsung untuk transmisi sukses, dan untuk
alasan ini skabies kerap dianggao sebagai penyakit menular seksual
(Hay, 2012).
b. Kontak tidak langsung (melalui benda) Penularan melalui kontak
tidak langsung, misalnya melalui perlengkapan tidur, pakaian atau
handuk dahulu dikatakan mempunyai peran kecil pada penularan.
Namun demikian, penelitian terakhir menunjukkan bahwa hal
tersebut memegang peranan penting dalam penularan skabies dan
dinyatakan bahwa sumber penularan utama adalah selimut
(Djuanda, 2010).

Selain itu, penularan biasanya melalui sarcoptes scebei betina


yang sudah dibuahi atau kadang-kadang oleh larva. Penyakit ini sangat
erat kaitannya dengan kebersihan perseorangan dan lingkungan, atau
apabila banyak orang yang tinggal secara bersama-sama disatu tempat
yang relative sempit.

2.5 Gejala klinis skabies


Diagnosa dapat ditegakkan dengan menentukan 2 dari 4 tanda
dibawah ini:
a. Pruritus noktural yaitu gatal pada malam hari karena aktifitas
tungau yang lebih tinggi pada suhu yang lembab dan panas.
b. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya
dalam keluarga, biasanya seluruh anggota keluarga, begitu pula
dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian
besar tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau
tersebut. Dikenal keadaan hiposensitisasi, yang seluruh anggota
keluarganya terkena.
c. Adanya kunikulus (terowongan) pada tempat-tempat yang
dicurigai berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus
atau berkelok, rata-rata 1 cm, pada ujung terowongan ditemukan
papula (tonjolan padat) atau vesikel (kantung cairan). Jika ada
infeksi sekunder, timbul polimorf (gelembung leokosit).
d. Menemukan tungau merupakan hal yang paling diagnostik. Dapat
ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini. Gatal yang
hebat terutama pada malam sebelum tidur. Adanya tanda : papula
(bintil), pustula (bintil bernanah), ekskoriasi (bekas garukan).

Gejala yang ditunjukkan adalah warna merah, iritasi dan rasa


gatal pada kulit yang umumnya muncul di sela-sela jari, selangkangan
dan lipatan paha, dan muncul gelembung berair pada kulit (Djuanda,
2010).

2.6 Klasifikasi skabies

Menurut Sudirman (2006) skabies dapat diklasifikasikan sebagai


berikut:

a. Skabies pada orang bersih (Scabies in the clean)


Tipe ini sering ditemukan bersamaan dengan penyakit menular
lain. Ditandai dengan gejalan minimal dan sukar ditemukan
terowongan. Kutu biasanya menghilang akibat mandi secara
teratur.

b. Skabies pada bayi dan anak kecil


Gambaran klinis tidak khas, terowongan sulit ditemukan namun
vesikel lebih banyak, dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk
kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki.
c. Skabies noduler (Nodular Scabies)

Lesi berupa nodul coklat kemerahan yang gatal pada daerah


tertutup. Nodul dapat bertahan beberapa bulan hingga beberapa
tahun walaupun telah diberikan obat anti skabies.
d. Skabies in cognito
Skabies akibat pengobatan dengan menggunakan kostikosteroid
topikal atau sistemik. Pemberian obat ini hanya dapat memperbaiki
gejala klinik (rasa gatal) tapi penyakitnya tetap ada dan tetap
menular.
e. Skabies yang ditularkan oleh hewan (Animal transmited scabies)
Gejala ringan, rasa gatal kurang, tidak timbul terowongan, lesi
terutama terdapat pada tempat-tempat kontak, dapat sembuh
sendiri bila menjauhi hewan tersebut dan mandi yang bersih.
f. Skabies krustosa (crustes scabies / scabies keratorik )
Tipe ini jarang terjadi, namun bila ditemui kasus ini, dan terjadi
keterlambatan diagnosis maka kondisi ini akan sangat menular.
g. Skabies terbaring di tempat tidur (Bed ridden)
Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus
terbaring di tempat tidur dapat menderita skabies yang lesinya
terbatas.
h. Skabies yang disertai penyakit menular seksual yang lain
Apabila ada skabies di daerah genital perlu dicari kemungkinan
penyakit menular seksual yang lain, dimulai dengan pemeriksaan
biakan atau gonore dan pemeriksaan serologi untuk sifilis.
i. Skabies dan Aquired Immuodeficiency Syndrome (AIDS)
Ditemukan skabies atipik dan pneumonia pada seorang penderita.
j. Skabies dishidrosiform
Jenis ini di tandai oleh lesi berupa kelompok vesikel dan pustula
pada tangan dan kaki yang sering berulang dan selalu sembuh
dengan obat antiskabies (Djuanda, 2010).

2.7 Prognosis

Dengan memperhatikan pilihan dan cara pemakaian obat, serta syarat


pengobatan dapat menghilangkan faktor predisposing, maka penyakit
ini memberikan prognosis yang baik (Djuanda, 2010).

2.8 Pengobatan
a. Delousing yakni shower dengan air yang telah dilarutkan bubuk
DDT (Diclhoro Diphenyl Trichloroetan).
b. Mengolesi salep yang mempunyai daya miticid
c. Mandi dengan sabun sulfur/belerang Pencegahan

2.9 Pencegahan
a. Mandi secara teratur dengan menggunakan sabun.
b. Mencuci pakaian, sprei, sarung bantal, selimut dan lainnya
secara teratur minimal 2 kali dalam seminggu.
c. Menjemur kasur dan bantal minimal 2 minggu sekali.
d. Tidak saling bertukar pakaian dan handuk dengan orang lain.
e. Hindari kontak dengan orang-orang atau kain serta pakaian
yang dicurigai terinfeksi tungau skabies.
f. Menjaga kebersihan rumah dan berventilasi cukup.

3. Pondok Pesantren

Pesantren menurut pengertian dasarnya adalah ”tempat belajar para


santri”, sedangkan pondok berarti ”rumah atau tempat tinggal sederhana
yang terbuat dari bambu”. Di samping itu, ”pondok” juga berasal dari
bahasa Arab ”funduk” yang berarti ”hotel atau asrama”. Ada beberapa
istilah yang ditemukan dan sering digunakan untuk menunjuk jenis
pendidikan Islam tradisional khas Indonesia atau yang lebih terkenal
dengan sebutan pesantren.Di Jawa termasuk Sunda dan Madura, umumnya
dipergunakan istilah pesatnren atau pondok, di Aceh dikenal dengan istilah
dayah atau rangkung atau meusanah , sedangkan di Minangkabau disebut
surau (Nawawi, 2006).

Pondok pesantren pada awal berdirinya mempunyai pengertian


yang sederhana, yaitu tempat pendidikan santri-santri untuk mempelajari
pengetahuan agama Islam di bawah bimbingan seorang Ustadz atau Kyai.
Santri-santri yang berada di Pondok pesantren pada dasarnya sama saja
dengan anak didik di sekolah-sekolah umum yang harus berkembang yang
perlu mendapat pelatihan khusus terutama kesehatan dan pertumbuhannya.
Permasalahan kesehatan yang dihadapi santri-santri tidak beda dengan
permasalahan yang dihadapi anak sekolah umum, bahkan bagi santri yang
mondok akan bertambah lagi dengan masalah kesehatan lingkungan yang
ada di pondok yang mereka tempati (Frengki, 2011).
4. Kerangka Teori

5. Kerangka Konsep

Variabel Bebas

Personal Hygiene Santri Variabel Terikat

Kebersihan kulit
Kejadian Skabies
Kebersihan tangan dan kuku
Kebersihan tempat tidur dan sprei
Kebersihan genitalia
BAB III

METODE PENELITIAN

1. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian dalam bentuk survey yang


bersifat observasional dengan pendekatan case-control, yaitu studi
epidemiologi yang mempelajari hubungan antara paparan (faktor penelitian)
dan penyakit, dengan cara membandingkan kelompok kasus dan kelompok
kontrol berdasarkan status paparannya (Murti, 1997). Kelompok kasus
adalah santri yang menderita skabies dan kontrol adalah santri yang tidak
menderita skabies.

2. Populasi dan Sampel


2.1 Populasi
Populasi untuk kelompok control dalam penelitian ini adalah
santri yang tinggal menetap di Pondok Pesantren Al Hikmah 2
Kabupaten Brebes selama lebih dari 2 tahun.

2.2 Sampel
Dalam penelitian ini sampelnya adalah seluruh santri di Pondok
Pesantren Al Hikmah 2 Kabupaten Brebes. Jika subjeknya lebih dari
100 maka sampel yang diambil antara 10%-20% atau 20%-25% atau
lebih. Namun, apabila subjeknya kurang dari 100 maka sampel yang
diambil semuanya sehingga penelitiannya merupakan penelitian
populasi.

3. Variable Penelitian
Penelitian ini terdiri dari dua variable, yaitu;

a. Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah faktor personal hygiene
santri yang meliputi kebersihan genitalia, kebersihan tempat tidur dan
sperei, kebersihan kulit, kebersihan tangan dan kuku, kebersihan handuk
dan kebersihan pakaian.
b. Variabel Terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kejadian skabies pada
santri di Pondok Pesantren Al Hikmah 2 Kabupaten Brebes.

4. Hipotesis Penelitian
a. Ho : Tidak ada hubungan antara kebersihan kulit dengan kejadian skabies
di Pondok Pesantren Al Hikmah 2 Kabupaten Brebes
Ha : Ada hubungan antara kebersihan kulit dengan kejadian skabies di
Pondok Pesantren Al Hikmah 2 Kabupaten Brebes

b. Ho : Tidak ada hubungan antara kebersihan tangan dan kuku dengan


kejadian skabies di Pondok Pesantren Al Hikmah 2 Kabupaten Brebes
Ha : Ada hubungan antara kebersihan tangan dan kuku dengan kejadian
skabies di Pondok Pesantren Al Hikmah 2 Kabupaten Brebes

c. Ho : Tidak ada hubungan antara kebersihan tempat tidur dan sprei dengan
kejadian skabies di Pondok Pesantren Al Hikmah 2 Kabupaten Brebes
Ha : Ada hubungan antara kebersihan tempat tidur dan sprei dengan
kejadian skabies di Pondok Pesantren Al Hikmah 2 Kabupaten Brebes

d. Ho : Tidak ada hubungan antara kebersihan genitalia dengan kejadian


skabies di Pondok Pesantren Al Hikmah 2 Kabupaten Brebes
Ha : Ada hubungan antara kebersihan genitalia dengan kejadian skabies di
Pondok Pesantren Al Hikmah 2 Kabupaten Brebes

5. Pengumpulan Data
5.1 Jenis Data
Jenis data dalam penelitian ini berupa data kualitatif, yang
diperoleh dari wawancara menggunakan kuesioner dan observasi secara
langsung mengenai faktor personal hygiene meliputi: bergantian handuk,
bergantian pakaian atau alat shalat dan tidur berhimpitan.

5.2 Sumber Data


a. Data Primer
Data primer diperoleh langsung dari hasil wawancara
menggunakan kuesioner dan observasi oleh peneliti secara langsung
kepada subjek mengenai faktor personal hygiene meliputi: bergantian
handuk, bergantian pakaian atau alat shalat dan tidur dalam satu
tempat tidur atau saling berhimpitan.
b. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari Pusat Pelayanan Kesehatan
Pesantren Al Hikmah 2 Kabupaten Brebes dan juga diperoleh melalui
studi pustaka serta internet.

5.3 Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara menggunakan


kuesioner dan observasi oleh peneliti secara langsung kepada subjek
mengenai faktor personal hygiene.

5.4 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Kuesioner
b. Alat tulis
c. Kamera digital

Kuesioner diuji dengan uji validitas dan reliabilitas. Sifat valid


memberikan pengertian bahwa alat ukur yang digunakan mampu
memberikan nilai yang sesungguhnya dari nilai yang diinginkan. Uji
validitas instrumen menggunakan uji korelasi product moment person..
Uji realiabilitas dengan rumus Alfa Cronbach.

6. Pengolahan Data dan Analisa Data

6.1 Pengolahan data


Menurut Arikunto (2006) pengolahan data dilakukan melalui tahap-
tahap sebagai berikut:

a. Editing
Editing adalah pengecekan jumlah kuisioner, kelengkapan data
diantaranya kelengkapan identitas, lembar kuisioner, dan
kelengkapan pengisian kuisioner, sehingga apabila terdapat
ketidaksesuaian dapat dilengkapi segera oleh peneliti.
b. Coding
Coding adalah melakukan pemberian kode agar
memudahkan pengolahan data, untuk kuesioner pengetahuan
santri/i yang benar mempunyai skor 1 dan yang salah mmpunyai
skor 0, untuk kuesioner sikap kebersihan diri yang favourable
mendukung mempunyai skor 1 dan yang tidak mendukung
mempunyai skor 0 dan yang unfavourable yang mendukung
mempunyai skor 0 yang tidak mendukung mempunyai skor 1.
Sedangkan untuk kuesioner personal hygiene santri untuk
yang favourable yang baik 43 43 mempunyai skor 3, cukup
mempunyai skor 2 dan yang kurang mempunyai skor 1, yang
unfavourable baik mempunyai skor 1, cukup mempunyai skor 2
dan yang kurang mempunyai skor 3.

c. Entri
Entri adalah memasukan data yang diperoleh menggunakan
fasilitas komputer dengan menggunakan spss versi 17.

d. Tabulasi
Tabulasi adalah mengelompokan data sesuai dengan tujuan
penelitian kemudian dirubah dalam table yang sudah disiapkan
setiap pertanyaan yang sudah diberi nilai, selanjutnya dijelaskan
dan diberi kategori jumlah pertanyaan pada angket.

6.2 Analisis Data

a. Analisis Univariat
Unit ini digunakan untuk mendiskripsikan dari masingmasing
variabel, baik variabel terikat yaitu prilaku pencegahan skabies
maupun variabel bebas yaitu pengetahuan dan sikap kebersihan
diri.
b. Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk mencari korelasi atau hubungan
antara variabel terikat dan variabel bebas. Uji statistik yang
digunakan pada penelitian ini adalah uji Chi-Square, 44 44 variabel
berskala ordinal, serta jumlah sampel pada penelitian ini dianggap
besar.
DAFTAR PUSTAKA

Agrawal, L.C, Putha, M.A, Kotwal, A.C, Tilak, R. (2012). Mass Scabies
Managemenet in Orphange of Rural Community: An experience. Medical
Journal Armed Forces India Vo 68. 403-406

Audhal, A.N, Umniyati, R.S, Siswati, S.A. (2012). Scabies Risk Faktor on
Students of Islamic Boarding School (Study at Darul Hijrah Islamic
Boarding School, Cindai Alus Village, Martapura Subdistrict, Banjar
District, South Kalimantan). Epidemiologi and Zoonosis Journal Vol 2
No2. 12-22

Budiarto, E. (2001). Biostatistika dan Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat.


ECC. Jakarta

Djuanda, A. dkk. (2012). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Kelima. FK. UI.
Jakarta

El-Moselhy, E.A, Hassan, M.H, Abdelhady, S.A, Wahed, A.A & Mohammed, S.A.
(2015). Risk Factor and Effects of Infestation with Prediculosis Capitis
and Scabies among Promary School Students in Cairo, Egypt. The
Egyption Journal of Hospital Medicine Vol 59. 191-207

Frengki. (2011). Hubungan Personal Hygiene Santri dengan Kejadian Penyakit


Kulit Infeksi Skabies dan Tinjauan Santitasi Lingkungan Pesantren Darul
Hikmah Kota Pekabaru tahun 2011. Skripsi. Universitas Sumatera Utara.

Hay, R.J, Steer, C, Engelman, D & Walton, S. (2012). Scabies in the Developing
World is Prevalence, Complications and Management. Clin Microbiol
Infect Vol 18. 313-323

Herman, Resito. (2003). Pengantar Metodologi Penelitian. Gramedia Pustaka


Utama. Jakarta

Karim, S.A, Anwar, K.S, Khan, M.A, Mollah, M.A. (2007). Socio-Demographic
Characteristics of Childern Infested with Scabies in Desenly Populated
Communities of Residentiol Madrasahas (Islamic Education Institutes) in
Dhubai, Bangladesh. Public Health Vol 121. 923-934

Murti, B. (2006). Desain dan Ukuran Sampel untuk Penelitian Kuantitas dan
Kualitatif. Gajah Mada University Press. Yogyakarta

Talukder, K. Talukder, M.Q.K, Forooqu, M.G. etc. (2012). Controling Scabies in


Madrasahs (Islamic Religious Schools) in Bangladesh. Public Health Vol
127. 83-91

Yasin. (2009). Prevalensi Skabies dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya


pada Siswa-siswa Pondok Pesantren Darul Mujahadah Kabupaten Tegal,
Provinsi Jawa Tengah Bulan Oktober 2009. Skripsi. UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai