Anda di halaman 1dari 17

7

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Personal Hygiene


2.1.1 Pengertian personal hygiene

Personal hygiene berasal dari bahasa Yunani yang berarti Personal

yang artinya perorangan dan hygiene yang berarti sehat. Kebersihan

perorangan adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan

kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis. (Tarwoto dan

Wartonah, 2010)

2.1.2 Tujuan kebersihan diri (personal hygiene)

Dijelaskan dalam Tarwoto dan Wartonah, 2010 bahwa tujuan dari

kebersihan diri adalah sebagai berikut:

1.Meningkatkan derajat kesehatan seseorang menjadi lebih baik.

2.Membiasakan kebersiahan diri seseorang.

3.Dapat mencegah timbulnya kuman penyakit.

4.Meningkatkan rasa percaya diri seseorang.

5.Menciptakan keindahan bagi seseorang yang teratur melakukan

tindakan kebersihan diri.

2.1.3 Macam– macam kebersihan diri (personal hygiene)

Tindakan kebersihan diri banyak sekali, akan tetapi hal yang banyak

dijumpai di masyarakat dan yang paling pokok menurut Siregar, 2015

adalah sebagai berikut:


8

1. Kebersihan rambut

Rambut adalah mahkota bagi setiap individu oleh karena itu rambut

haruslah di rawat dengan baik, begitu juga dengan seluruh dari bagian

kepala, karena letak dari sebagian banyak indera manusia terletak di

kepala (mata, hidung, telinga, mulut dan lidah).

2. Kebersihan kulit tubuh

Kulit adalah bagian dari tubuh yang berada paling luar, dan selalu

berhubungan langsung dengan udara bebas, oleh sebab itu kulit

haruslah dijaga dengan baik. karena banyak bakteri merugikan yang

menempel dikulit dan itu dapat mempengaruhi organ tubuh didalamnya

dan menimbulkan penyakit kulit.

3. Kebersihan kuku

Kebersihan kuku harus dibersihkan karena kuku merupakan media

penghantar kuman penyakit. Biasakanlah untuk memotong dan

membersihkan kuku pada saat mencuci tangan .

4. Kebersihan dalam berpakaian

Seseorang akan terlihat menarik jika mengenakan pakaian yang

bagus. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan jika pakaian tersebut

kotor akan ditempati pula olah kuman penyakit, dan dapat

menimbulkan penyakit kulit.

2.1.4 Manfaat dari kebersihan diri (personal hygiene)

Manfaat dari kebersihan diri adalah sebagai berikut:

1. Dapat menjaga tubuh tetap sehat dan bugar.

2. Dapat terhindar dari kuman penyakit.


9

3. Dapat menambah rasa percaya diri seseorang

2.1.5 Dampak dari kebersihan diri (personal hygiene)

Tarwoto dan Wartonah (2010) menyatakan bahwa dampak yang sering

muncul pada masalah kebersihan diri (personal hygiene) adalah sebagai

berikut:

1.Dampak fisik

Banyak gangguan kesehatan karena tidak terpeliharanya

kebersihan perorangan dengan baik. Gangguan fisik yang sering

terjadi adalah : Ganguan integritas kulit (penyakit kulit: panu, kudis,

kurap, kutu air dan lain sebagainya), gangguan membran mukosa

mulut, infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik oleh garukan

kuku pada kulit, timbul ketombe atau kutu pada rambut.

2.Dampak Psikososial

Masalah sosial yang behubungan dengan personal hygiene adalah

gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai,

kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial.

2.1.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi kebersihan diri (personal hygiene)

Faktor-faktor yang mempengaruhi kebersihan diri diantaranya adalah

sebagai berikut (Tarwoto dan Wartonah, 2010)

1. Body image

Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi

kebersihan diri karena seseorang akan terlihat menarik jika kebersihan

dirinya baik, misal: mandi akan membuat individu terlihat lebih segar.
10

2. Praktik sosial

Individu yang terbiasa kurang memperhatiakan kebersihan dirinya

akan mempengaruhi orang yang ada di sekitarnya, misal: jika seseorang

jarang mandi maka orang yang ada di sekitarnya akan menjahuinya

karena mencium bau yang kurang sedap.

3. Status sosial-ekonomi

Kebersihan diri memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta

gigi, sikat gigi, sampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang

untuk menyediakannya.

4. Pengetahuan

Pengetahuan kebersihan diri sangat penting, karena pengetahuan

yang baik dapat meningkatkan kesehatan.

5. Budaya

Disebagian masyarakat menganggap bahwa saling berganti pakaian

dengan rekan atau teman lain merupakan suatu hal yang biasa. Begitu

juga dengan mencampur pakaian dengan dengan pakaian individu lain.

6. Kebiasaan seseorang

Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam

perawatan diri, seperti pengguanaan sabun, sampo dan lain – lain, yang

membuat individu tersebut merasa nyaman.

7. Kondisi fisik

Pada keadaan sakit tentu kemampuan untuk merawat diri

berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.


11

2.1.7 Tehnik pelaksanaan dalam kebersihan diri (personal hygiene)

Menurut Siregar, 2015 dalam melakukan tindakan kebersihan diri, ada

beberapa tehnik yang perlu diperhatikan, sebagai berikut:

1. Cara merawat rambut yang benar

a. Gunakan sampo yang sesuai atau cocok dengan rambut


b. Menggunakan air yang bersih untuk membilas
c. Dilakukan secara teratur paling sedikit 2x dalam seminggu

2. Cara perawatan kulit atau mandi yang benar

a. Menggunakan air yang bersih


b. Menggunakan sabun dan peralatan mandi sendiri
c. Dilakukan secara teratur paling sedikit 2x dalam sehari
d. Bak mandi dikuras paling sedikit 1 minggu sekali

3. Cara perawatan kuku yang benar

a. Biasakan memotong kuku secara teratur (jika tampak panjang atau

± 1 minggu sekali).
b. Menggunakan pemotong kuku yang masih tajam dan bersih
c. Membiasakan untuk membersihkan kuku (saat mencuci tangan)
d. Jika kuku keras, sebaiknya direndam pada air hangat

4. Cara perawatan dalam berpakaian

a. Menggunakan pakaian yang bersih


b. Tidak bergantian dengan milik orang lain
c. Ganti pakaian paling sedikit dilakukan 2x dalam sehari
d. Tidak menggantung pakaian yang kotor
e. Membiasakan untuk segara mencuci pakaian yang kotor
f. Mencuci pakaian dengan sabun cuci atau deterjen
g. Jangan mencampur pakaian sendiri dengan milik orang lain
2.2 Konsep Skabies
2.2.1 Pengertian skabies
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitasi

tungau (mite) Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya yang termasuk

dalam kelas Arachnida. Infestasi merupakan penetrasi dari hidupnya kutu

skabies pada predileksi kulit sedangkan sensitasi adalah proses reaksi tubuh

terhadap infestasi skabies pada kulit tersebut. Tungau ini berukuran sangat kecil
12

dan hanya bisa dilihat dengan mikroskop atau bersifat mikroskopis. Penyakit

skabies sering disebut the itch, seven year itch, gudikan, gatal agogo, budukan,

suku badan, atau penyakit ampera (Mansjoer, 2010).


Penyakit skabies sangat mudah menular dari manusia ke manusia, dari

hewan kepada manusia dan sebaliknya. Skabies mudah menyebar baik secara

langsung atau melalui sentuhan langsung dengan penderita maupun secara tidak

langsung melalui baju, sprei, handuk, bantal, air, atau sisir yang pernah

digunakan oleh penderita dan belum dibersihkan dan masih terdapat tungau

sarcoptesnya (Yosefw, 2007). Skabies menyebabkan rasa gatal pada bagian

kulit seperti di sela-sela jari, siku, selangkangan. Penyakit terjadi karena

kondisi kebersihan diri kurang terjaga dan sanitasi yang buruk (Putri, 2008).
2.2.2 Penyebab skabies
Secara Etiologi dan Patogenesis, scabies ditularkan oleh kutu betina

yang telah dibuahi, melalui kontak fisik yang erat. Penularan melalui

pakaian dalam, handuk, seprei, tempat tidur, perabot rumah, jarang terjadi.

Kutu dapat hidup di luar kulit hanya 2-3 hari dan pada suhu kamar 21℃

dengan kelembaban relatif 40-80%. Kutu betina berukuran 0,4-0,3 mm. kutu

jantan membuahi kutu betina,dan kemudian mati. Kutu betina, setelah

impregnasi, akan menggali lobang kedalam epidermis, kemudian

membentuk terowongan di dalam stratum koneum.


Masa inkubasi scabies bervariasi, ada yang beberapa minggu bahkan

berbulan - bulan tanpa menunjukkan gejala (Harahap, 2012). Sedangkan

secara epidemiologik, distribusi scabies adalah pada seluruh negara dan apa

hampir kesemuanya mengalami penyakit ini. Pada masa lalu, scabies

muncul dalam suatu siklus yang dikenal sebagai gatal tujuh tahun (Sterry,

2006), tapi ini tidak lagi terjadi. Dalam beberapa tahun terakhir, epidemik

lebih padapanti jompo, panti asuhan dan beberapa tempat yang mungkin
13

mengalami kesesakan. Faktor predisposisi umum adalah kepadatan

penduduk (Walton SF, 2004) imigrasi, kebersihan yang buruk, status gizi

buruk, tunawisma, demensia, dan kontak seksual. Selain itu, diasosiasi

dengan gangguan lain yang umum seperti infeksi dengan leukemia T-sel

manusia atau limfoma virus I (HTLV-1) dan HIV dikaitkan dengan

terjadinya scabies (Chosidow O, 2000). Kontak langsung kulit ke kulit

antara 15 dan 20 menit dibutuhkan untuk memindahkan tungau dari satu

orang ke orang lain (Hicks dan Elston, 2009).


Sarcoptes scabiei var. hominis atau juga dikenal sebagai tungau, adalah

dikelas Arachnida arthropoda, subkelas Acari dan keluarga Sarcoptidae

(Centersfor Disease Control and Prevention,2010). Secara anatomis tungau

dewasa adalah 0.3-0.4 mm panjang (Hunter, Savin dan Dahl, 2006) dan

memiliki tubuh pipih, oval dengan wrinklelike, korugasi melintang dan

delapan kaki. Saluran pencernaan mengisi sebagian besar tubuh dan mudah

diamati bila tungau dilihat pada specimen histologiknya (Habif, 2007).


Siklus hidup tungau berlangsung selama 30 hari dan dihabiskan dalam

epidermis manusia. Tungau ini biasanya merangkak atau crawl dengan

kecepatan 2,5 cm pada permukaan kulit yang bersuhu normal (Munusamy,

2010). Setelah kopulasi, tungau jantan mati dan tungau betina membentuk

liang ke dalam lapisan kulit yang dangkal dan meletakkan kira-kira 60-90

telurnya. Ova membutuhkan 10 hari untuk berkembang menjadi tahap larva

dan nimfa menjadi tungau dewasa. Kurang dari 10% dari telur berkembang

menjadi tungau dewasa. Setelah impregnasi pada permukaan kulit, tungau

betina mengeluarkan substansi keratolytic berupa protease untuk

mendegradasi stratum korneum dan membentuk terowongan ke stratum


14

korneum, sering membentuk terowongan yang dangkal dalam waktu 30

menit. Secara bertahap memperluas saluran ini dengan kira-kira 0,5-5

mm/24 jam sepanjang batas stratum granulosum. Dideposit 1-3 telur oval

dan banyak pelet kotoran coklat (scybala) setiap hari (Behrman dalam

Munusamy, 2010). Ketika selesai bertelur, dalam 4-5 minggu, tungau betina

meninggal dalam liang itu. Telur menetas dalam 3-5 hari, melepaskan larva

yang pindah ke permukaan kulit dan bertukar menjadi nimfa. Kematangan

dicapai dalam waktu sekitar 2-3 minggu. Setelah kopulasi terjadi, tungau

betina menyerang kulit untuk melengkapi siklus hidup. Sistem imun tubuh

banyak memainkan peranan dalam infestasi tungau ini.


Secara imunologis, reaksi hipersensitivitas tipe IV dan bukan respons

asing tubuh bertanggung jawab atas lesi, yang mungkin menunda

tampaknya gejala skabiasis. Peningkatan titer IgE terjadi pada beberapa

pasien yang kronis , bersama dengan eosinofilia, dan reaksi hipersensitivitas

tipe segera terhadap ekstrak yang dibuatdari tungau betina. Tingkat IgE

menurun dalam waktu setahun setelah infestasi tetapi Eosinofilia kembali

normal segera setelah perawatan. Gejala diakui berkembang jauh lebih cepat

pada waktu reinfestasi, dan ini membuktikan bahwa gejala dan lesi dari

scabies adalah hasil dari reaksi hipersensetivitas. Penyakit ini dimulai secara

pasif. Gejala berupa seperti gigitan serangga dan tampak seperti kulit

kering. Menggaruk lokasi terowongan akan menghancurkan dan

menghapuskan tungau serta memberikan kelegaan pada peringkat awal

(Habif dalam Munusamy, 2010). Pasien tetap nyaman selama hari tapi gatal

pada malam hari.


2.2.3 Faktor resiko terjadi skabies
15

Semua kelompok umur bisa terkena skabies. Penularan dapat terjadi

melalui (Harahap, 2012) :


1. Kontak fisik yang erat seperti berjabat tangan, tidur bersama dan

hubungan seksual, serta dapat juga melalui pakaian dalam, handuk,

seprei dan tempat tidur


2. Beberapa faktor yang dapat membantu penyebarannya adalah

kemiskinan, higiene yang jelek, seksual premiskuitas, diagnosis yang

salah, demografi, ekologi dan derajat sensitasi individual

2.2.4 Tanda dan gejala skabies


Gejala klinis yang paling umum adalah pruritus yang amat sangat pada

waktu malam. Bagi orang dewasa, lesi kelihatan terutama pada aspek

fleksor pergelangan tangan, ruang web interdigital tangan, kaki punggung,

aksila, siku, pinggang, pantat, danalat kelamin. Pruritic papula dan vesikula

di dalam skrotum dan penis laki-laki dan bagi perempuan areolae sangat

khas (Cordoro dalam Munusamy, 2010).


Secara fisik, lesi boleh digolongkan menjadi lesi primer

dansekunder.Lesi primer adalah manifestasi pertama dari kutu, dan ini

biasanya meliputi papula kecil, vesikula, dan liang. Lesi sekunder hasil

menggosok dan menggaruk garuk, dan mereka mungkin menjadi satu-

satunya manifestasi klinis dari penyakit ini. Jika demikian, diagnosis harus

disimpulkan oleh sejarah, distribusi lesi,dan gejala yang menyertainya.


Sifat dari lesi primer adalah distribusi ini sangat khas. Burrows

adalahtanda patognomonik dan merupakan terowongan intraepidermal

diciptakan oleh tungau betina bergerak. Mereka muncul sebagai serpiginous,

keabu-abuan dan seperti benang ketinggian berkisar 2-10 milimeter. Mereka

tidak nampak dan harus aktif dicari. Sebuah titik hitam dapat dilihat di salah
16

satu ujung liang itu, yang mengindikasikan keberadaan sebuah tungau.

Ukuran sebanyak 2 - 5 mm papula merah yang dominan ditemukan di

daerah intertriginosa atau hangat dan dilindungi (Frankel dalam Munusamy,

2010).
Eritem dan vesikula terlihat dalam distribusi khas pada orang dewasa.

Vesikula adalah lesi diskrit diisi dengan cairan yang jelas, walaupun

mungkin muncul cairan keruh jika vesikel yang lebih dari beberapa hari tua.

Papula jarang mengandung kutu dan kemungkinan besar merupakan suatu

reaksi hipersensitivitas. Papula yang umum pada batang penis pada pria dan

di areola pada wanita.Sifat dari lesi sekunder adalah lesi merupakan hasil

dari menggaruk, infeksi sekunder, dan atau respon kekebalan host terhadap

kutu dan produk mereka. Karakteristik temuan termasuk excoriasi, eksim

luas, pengerasan kulitberwarna madu, hiperpigmentasi postinflammatory,

erythroderma, nodul prurigo, dan Pioderma. Terdapat variasi dari lesi yang

berupa pioderma yaitu pruritus mengarah ke eksoriasi dan erosi yang

menjadi infeksi sekunder. Pada beberapa bagian, terbentuk lingkaran berupa

impetigo yang menyebakan terjadinya glomerulonefritis. Selain itu, Scabies

incognita merujuk pada pasien dengan personal hygiene yang baik dan

terjaga serta pasien dengan penggunaan obat kortikosteroid topikal, dimana

pada kedua golongan ini diagnosis dari skabiasis hanyalah berdasarkan dari

keluhan pruritus saja. Scabies nodular merupakan papula persisten yang

biasanya kelihatan pada bayi dengan lokasi paling sering adalah pangkal

paha, aksila, dan alat kelamin. Kadang-kadang terlihat pada orang dewasa

terutama pada bagian alat kelamin. Pada biopsi, kelihatan infiltrate


17

walaupun setelah lama dieliminasi tungaunya. Ini karena kehadiran antigen

secara persisten. (Sterry 2006).


2.2.5 Gambaran klinis skabies
Gejala klinis utama pada skabies adalah rasa gatal, terutama dirasakan

pada malam hari (pruritus nokturnal) atau bila cuaca panas serta pasien

berkeringat, oleh karena rasa gatal disertai gejala lainnya, biasanya timbul 3-4

minggu setelah tersensitisasi oleh produk tungau di bawah kulit. Lesi yang

timbul di kulit pada umumnya simetris dan tempat predileksi utama adalah sela

jari tangan fleksor siku dan lutut, pergelangan tangan, aerola mammae,

umbilikus, penis, aksila, abdomen, bagian bawah dan bokong. Pada anak –

anak usia kurang dari 2 tahun, lesi cenderung di seluruh ubuh, terutama kepala,

leher, telapak, tangan dan kaki, sedangkan pada anak yang lebih besar

predileksi lesi menyerupai orang dewasa (Sudibyo, 2007).


Pada kulit anak akan terlihat papul-papul eritematosa berukuran 1-2 mm

sebagai gejala awal infestasi. Tetapi karena sangat gatal dan akibat garukan

dapat timbul erosi, pustul, ekskoriasi, kusta, dan infeksi sekunder yang

menyebabkan gambaran lesi primer tersebut menjadi kabur dan tidak khas lagi.

Juga dapat tampak vesikel di sepanjang terowongan yang pada bagian ujungnya

biasanya dapat ditemukan tungau.


Pada skabies yang kronik, kulit penderita dapat menebal (likenifikasi) dan

tampak berwarna lebih gelap (hiperpigmentasi). Erupsi dapat meluas tanpa

mengenal batas predileksi atau target zone yang disebabkan oleh reaksi alergi.

Terganggu akibat rasa gatal pada malam hari, akibatnya nafsu makan

berkurang. Selain bentuk yang klasik, terdapat pula bentuk-bentuk khusus

yaitu (Harahap, 2012):


1. Scabies pada orang bersih (Scabies of cultivated)
18

Scabies yang terdapat pada orang yang tingkat kebersihannya

cukup, bisa salah diagnosis. Biasanya sangat sukar ditemukan

terowongan. Kutu biasanya hilang akibat mandi secara teratur.


2. Scabies pada bayi dan anak
Lesi scabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk

seluruh kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki, dan sering terjadi

infeksi sekunder berupa impetigo, ektima sehingga terowongan jarang

ditemukan. Pada bayi, lesi terdapat dimuka.


3. Scabies yang ditularkan Oleh hewan
Sarcoptes scebiei varian canis dapat menyerang manusia yang

pekerjaannya berhubungan erat dengan hewan tersebut. Misalnya

peternak dan gembala. Gejalanya ringan, rasa gatal kurang, tidak timbul

terowongan, lesi terutama terdapat pada tempat-tempat kontak. Dan akan

sembuh sendiri apabila menjauhi hewan tersebutdan mandi bersih-bersih.


4. Scabies noduler
Nodul terjadi akibat reaksi hipersenitivitas. Tempat yang

seringdikenai adalah genitalia pria, lipat paha, dan aksila. Lesi ini dapat

menetap beberapa minggu hingga beberapa bulan, bahkan hingga satu

tahun walaupun telah mendapat pengobatan anti scabies.


5. Scabies incognito
Obat steroid topical atau sistemik dapat menyamarkan gejala

dantanda scabies, sementara infeksi tetap ada. Sebaliknya, pengobatan

dengan steroid topical yang lama dapat pula menyebabkan lesi bertambah

hebat. Hal ini mungkin di sebabkan oleh karena penurunan respons imun

seluler.
6. Scabies terbaring di tempat tidur (bed-ridden)
Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus

tinggal di tempat tidur dapat menderita yang lesinya terbatas.

7. Scabies krustosa (Norwegian scabies)


19

Lesinya berupa gambaran eritrodermi yang disertai skuama

generalisata, eritema, dan distrofi kuku. Krusta terdapat banyak 30 sekali.

Krusta ini melindungi sarcoptes scabiei di bawahnya. Bentuk ini mudah

menularkarena populasi sarcoptes scabiei sangat tinggi dan gatal tidak

menonjol. Bentuk ini sering salah didiagnosis, malahan kadang

diagnosisnya baru dapat ditegakkan setelah penderita menularkan

penyakitnya ke orang banyak. Sering terdapat pada orang tua dan orang

yang menderita retardasi mental (down’s syndrome), sensasi kulit yang

rendah (lepra, syringomelia dan tebas dorsalis), penderita penyakit

sistemik yang berat (leukemia dan diabetes), dan penderita imunosupresif

(misalnya pada penderita AIDS atau setelah pengobatan glukokortikoid

atau sitotoksik jangka panjang.


2.2.6 Diagnosa skabies
Diagnosa berdasarkan oleh identifikasi mikroskopis tungau, larva,

ova, atau scybala (pelet tinja) dalam mengorek kulit. Selain itu,

Peningkatan titer imunoglobulin E dan eosinofilia mungkin akan

ditunjukkan pada beberapa pasiendengan infeksi scabies (Cordoro,

2009).
Selain itu penggunaan alat seperti Dermoskopi

memungkinkanmengidentifikasi struktur segitiga yang sesuai dengan

bagian anterior dari tungau termasuk bagian mulut dan 2 pasang kaki

depan. Aspek ini telah digambarkan sebagai pesawat jet mirip dengan

jejak, sebuah glider delta atau spermatozoid. Dermoskopi adalah alat

yang berguna untuk diagnosis skabiasis baik sebagai tesdiagnostik atau

panduan bagi tes diagnostik tradisional (Prins C,2004).


20

Prosedur dalam pemeriksaan adalah untuk scrapping kulit,

tempatkan setetes minyak mineral pada slide kaca, menyentuh minyak

mineral, dan situs menggores kulit penuh dengan menggunakan scapel

blade No.15 ( Habif, 2007),sebaiknya lesi primer seperti vesikula, papula

, dan liang. Kulit dikorek diletakkan pada slide kaca, ditutupi dengan

coverslip, dan diperiksa di bawah mikroskop cahaya pada pembesaran

40x. Beberapa korekan diperlukan untuk mengidentifikasi tungau atau

produk mereka. Alternatif lain adalah dengan menggunakan solusi

tetrasiklin Topical untuk uji tinta liang. Setelah aplikasi dan penghapusan

solusi tetrasiklin kelebihan dengan alkohol, liang itu diperiksa dibawah

lampu Wood. Tetrasiklin tersisa dalam liang fluoresces warna

kehijauan.Metode ini lebih disukai karena tetrasiklin merupakan solusi

yang tidak berwarnadan daerah besar kulit dapat diperiksa. Dalam

pemeriksaan histologis, didapati bahwa adanya infiltrat yang superfisial

dan dalam terdiri dari limfosit, histiosit, sel mast, dan eosinofil.

Spongiosis dan pembentukan vesikel dengan exocytosis dari eosinofil

dan neutrofil sesekali hadir. Biopsi dari lesi yang lebih tua tidak berguna

untuk diagnostik karena tidak persis. Kondisi kulit kadang-kadang selesai

spontan.
2.2.7 Penatalaksanaan skabies
Penatalaksaan berupa 5% pimetrin atau krim permetrin (Elimite)

atauhexachloride gamma benzena (lindana), tetapi mungkin neurotoksik

dan tidak disarankan untuk wanita hamil atau menyusui (Cordoro,

2009).Juga boleh digunakan crotamiton 10%, N-etil-o-crotonotoluidide

(Eurax) untuk bayi di bawah 2 bulan. Mandi air hangat sebelum aplikasi
21

karena ini meningkatkan efektivitas pengobatan dan harus diingat bahwa

dengan daerah lesi, penyerapan meningkat. Selimut dan pakaian harus

dicuci selalu dengan air panas. Untuk kasus resisten atau epidemic,

ivermectin 150-400 μg/kg po diberikan padahari 1 dan 14 adalah sangat

efektif (Sterry, 2006).


Scabicide harus diterapkan selama 8 sampai 12 jam dan

kemudiandibersihkan. Ulangi aplikasi dalam 1 minggu jika tungau hidup

atau telur yang masih ada. Hilangkan fomites dengan mencuci pakaian

dan alas tidur dan panas pengeringan (lebih dari 50 º C) atau dengan

menyimpan dalam wadah plastik tertutup selama 7 hari. Infeksi Sekunder

mengharuskan penggunaan antibiotic berdasarkan pada data kultur dan

sensitivitas. Flaring atau pengaktifan kembali sudah ada ekzema atau

dermatitis atopik memerlukan penggunaan pengobatan ekzema standar.

Komplikasi dari scabies adalah Acarophobia yaitu takut terhadap infeksi

yang persisten selepas pengobatan. Ini boleh menyebabkan efek

psikikyang serius pada pasien (Sterry 2006).Selain itu, boleh juga

menyebabkan sepsis sekunder dan komplikasi pasca infeksi. Beberapa

pasien mengalami bentuk ekstrim dari penyakit ini, yaitu crusted scabies,

di mana ratusan tungau dapat menempati kulit menyebabkanpengerasan

kulit yang parah dan hiperkeratosis (Walton SF, 2004). Prognosis sangat

baik dengan diagnosa yang tepat dan perawatan pada orang yang sehat.

Bagi pasien yang Immunocompromised mempunyai risiko mendapat

crusted scabies yang terkait dengan hasil yang kurang menguntungkan.


2.2.8 Personal hygiene sebagai pencegahan scabies
22

Penyakit skabies sangat erat kaitannya dengan kebersihan diri dan

lingkungan yang tidak sehat, maka pencegahan penyakit skabies yang

dapat dilakukan adalah sebagai berikut:

1) Menjaga kebersihan kulit dengan cara mandi minimal dua kali sehari

dengan menggunakan sabun dan menggosok kulit agar kuman dapat

diangkat dari kulit.

2) Mencuci tangan dan kaki dan menjaga agar tangan dan kali tidak

lembab khususnya sela-sela jari.

3) Mencuci pakaian dan linen dengan deterjen, menyetrika dan

menyimpannya pada tempat yang bersih.

4) Menjemur kasur dan bantal minimal sekali seminggu.

5) Tidak saling bertukar pakaian dan handuk dengan orang lain.

6) Membersihkan tempat tidur dan kamar tidur setiap hari.

7) Apabila memelihara hewan peliharaan agar merawat hewan tersebut

dan kandangnya.

8) Menjaga kelembapan, pencahayaan, dan luas ventilasi serta kepadatan

penghuni kamar sesuai dengan persyaratan kesehatan lingkungan

rumah.

9) Menghindari kontak dengan orang-orang, hewan serta kain atau

barang-barang yang dicurigai terinfeksi skabies (Soedarto, 2003).

2.2.9 Kepadatan sebagai faktor predisposisi scabies


Kepadatan adalah sejumlah manusia dalam setiap unit ruangan atau

sejumlah individu yang beradadi suatu ruang atau wilayah tertentu dan

lebih bersifat fisik. Suatu Keadaan dikatakan lebih bersifat padat bila
23

jumlah manusia pada suatu batas ruang tertentu semakin banyak

dibandingkan dengan luas ruangannya (Hasnida S, 2008).


Menurut Hasnida, Terlihat bahwa lantai rumah yang kurang dari 10

meter persegi per orang merupakan faktor resiko yang bermakna baik

untuk terjadinya penyakit. Penelitian terhadap manusia dibuat untuk

mengetahui reaksi manusia terhadap kepadatan dan hasilnya dampak

memperlihatkan hal-hal negative dari kepadatan. Pertama diperhatikan

ketidaknyamanan dan kecemasan, peningkatan denyut jantung dan tekanan

darah, hingga terjadi penurunan kesehatan. Keduanya adalah peningkatan

agresivitas atau menjadi sangat turun yaitu berdiam diri atau murung bila

kepadatan tinggi sekali. Juga diperhatikan kehilangan minat untuk

berkomunikasi, bekerjasama, dan tolong-menolong sesama anggota

kelompok. Ketiga, terjadi penurunan ketekunan dalam pemecahan

persoalan atau pekerjaan. Dalam penelitian tersebut diketahui pula bahwa

dampak negatif kepadatan lebih berpengaruh terhadap pria berbanding

wanita. Pria bereaksi lebih negatif terhadap anggota kelompok baik, pada

kepadatan tinggi atau kepadatan rendah justru wanita lebih menyukai

anggota kelompoknya pada kepadatan tinggi. Kesesakan atau crowding

merupakan persepsi individu terhadap keterbatasan ruang, sehingga lebih

bersifat psikis (Simamora M, 2013) Kesesakan terjadi bila mekanisme

privasi individu gagal berfungsi dengan baik karena individu atau

kelompok terlalu banyak berinteraksi dengan yang lain tanpa diinginkan

individu tersebut. Kepadatan yang tinggi dapat mengakibatkan kesesakan

pada individu.

Anda mungkin juga menyukai