Anda di halaman 1dari 31

PENGARUH PERSONAL HYGIENE TERHADAP KEJADIAN TINEA

KRURIS PADA SANTRI PUTRA PONDOK PESANTREN MISBAHUL


MUNIR AS-SUHAILI

MINI PROPOSAL

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Metodologi Penelitian

Oleh:
Luthfi Syafiq Andrian
1801070

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS AISYAH PRINGSEWU LAMPUNG
2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pondok pesantren, atau sering disingkat pondok atau (ponpes), adalah
sebuah asrama pendidikan tradisional, di mana parasiswanya semua tinggal
bersama dan belajar di bawah bimbingan guru yang lebih dikenal dengan
sebutan kiai dan mempunyai asrama untuk tempat menginap santri. Santri
tersebut berada dalam kompleks yang juga menyediakan masjid untuk
beribadah, ruang untuk belajar, dan kegiatan keagamaan lainnya.
Salah satu masalah kesehatan pada kebanyakan santri putra di pondok
pesantren adalah penyakit kulit. Kulit adalah suatu organ pembungkus
seluruh permukaan luar tubuh. Kulit merupakan organ terberat dan terbesar
dari tubuh. Fungsi proteksi kulit adalah melindungi dari kehilangan cairan
dari elektrolit, trauma mekanik, ultraviolet, dan sebagai barrier dari invasi
mikroorganisme patogen. Kulit berperan pada pengaturan suhu dan
keseimbangan cairan elektrolit.
Penyakit kulit disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, investasi oleh
parasit dan reaksi alergi. Faktor yang berperan dalam penularan penyakit kulit
adalah sosial ekonomi yang rendah, personal hygiene yang jelek, lingkungan
yang tidak saniter, dan perilaku yang tidak mendukung kesehatan. Faktor
yang paling dominan adalah kemiskinan dan personal hygiene (Astriyanti,
2010: 33).
Dermatofit tersebar di seluruh dunia dan menjadi masalah terutama di
Negara berkembang. Mikosis superfisial mengenai lebih dari 20% hingga
25% populasi sehingga menjadi bentuk infeksi yang tersering.2 Di berbagai
negara saat ini terjadi peningkatan bermakna dermatofitosis.3,4 Indonesia
termasuk wilayah yang baik untuk pertumbuhan jamur, sehingga dapat
ditemukan hampir di semua tempat. Insidensi penyakit jamur yang terjadi di
berbagai rumah sakit pendidikan di Indonesia bervariasi antara 2,93%-27,6%.
Meskipun angka ini tidak menggambarkan populasi umum.
Tinea korporis merupakan dermatofitosis yang mengenai kulit tidak
berambut (glabrosa), kecuali telapak tangan, telapak kaki, dan sela paha.
Tinea kruris adalah dermatofitosis yang mengenai sela paha, daerah genitalia,
pubis, perineal, dan perianal. Beberapa penelitian di dunia yang telah
dilakukan melaporkan bahwa tinea korporis dan tinea kruris merupakan
bentuk dermatofitosis yang paling sering ditemukan. Data mengenai
prevalensi serta karakteristik tinea kruris dan/atau tinea korporis di Indonesia,
khususnya di wilayah Jawa Barat, belum lengkap.
Distribusi penyebaran spesies penyebab dan karakteristik tinea kruris
dan tinea korporis bervariasi bergantung berbagai faktor, yaitu kondisi
geografi, iklim, populasi, gaya hidup, migrasi, kultur budaya, tingkat
pendidikan dan sosioekonomi.
Tinea cruris adalah rasa gatal di selakangan akibat infeksi jamur. Infeksi
jamur ini dapat terjadi pada siapa saja, namun lebih sering dialami oleh pria atau
seorang atlet. Jamur mudah tumbuh pada area kulit yang lembab, hangat, dan
berkeringat, seperti selangkangan. Selain selangkangan, tinea cruris dapat
menyebar ke paha, bokong, hingga dubur, tetapi jarang timbul di skrotum
atau penis.
Tinea kruris merupakan keadaan infeksi jamur yang sering terjadi di
seluruh dunia dan paling sering di daerah tropis. Keadaan lembab dan panas
berperan pada timbulnya penyakit. Tinea kruris lebih sering pada pria
dibanding wanita, salah satu alasannya karena skrotum menciptakan kondisi
yang hangat dan lembab.
Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan
dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis, kurang
perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan
perawatan kebersihan untuk dirinya (Potter & Perry, 2005).
Istilah personal hygiene berasal dari bahasa Yunani, personal artinya
perorangan dan hygiene berarti sehat. Personal hygiene adalah suatu aktivitas
untuk menjaga serta merawat tubuh agar tubuh selalu sehat dan bersih serta
mampu meningkatkan derajat kesehatan pada tubuh sehingga masalah
kesehatan serta dampak negatif dari fisik maupun sosial dapat teratasi dengan
baik.
Personal hygiene adalah peningkatan derajat kesehatan, memelihara
kesehatan diri, memperbaiki personal hygiene, mencegah penyakit,
meningkatkan kepercayaan diri dan menciptakan keindahan. Personal
hygiene diperlukan untuk kenyamanan individu, keamanan, dan kesehatan.
Seperti pada orang sehat mampu memenuhi kebutuhan kesehatannya sendiri,
pada orang sakit atau tantangan fisik memerlukan bantuan perawat untuk
melakukan praktik kesehatan yang rutin.
Santri laki-laki di pondok pesantren memiliki faktor resiko lebih tinggi
terkena tinea kruris dibanding perempuan dengan perbandingan 3 banding 1
dan kebanyakan terjadi pada golongan umur dewasa daripada golongan umur
anak-anak. Hal ini disebabkan karena personal higiene laki-laki kurang
dibanding perempuan.
Oleh karena itu, penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh
personal hygiene terhadap kejadian tinea kruis, sehingga diharapkan dapat
menjadi acuan untuk meningkatkan derajat kesehatan terutama untuk santri
putra Pondok Pesantren Misbahul Munir As-suhaili.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang menjadi acuan adalah:
1. Apakah terdapat pengaruh personal hygiene terhadap kejadian tinea kruris
pada santri putra Pondok Pesantren Misbahul Munir As-suhaili?
2. Seberapa besar pengaruh personal hygiene terhadap kejadian tinea kruris
pada santri putra Pondok Pesantren Misbahul Munir As-suhaili?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum yang diharapkan adalah untuk mengetahui pengaruh
personal hygiene terhadap kejadian tinea kruris pada santri putra Pondok
pesantren Misbahul Munir As-suhaili.

2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut:
a) Mengetahui faktor penyebab kejadian tinea kruris di PP. Misbahul
Munir As-suhaili.
b) Mengetahui pengaruh personal hygiene terhadap kejadian tinea kruris
di PP. Misbahul Munir As-suhaili.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Santri dan Masyarakat
Dapat dijadikan acuan dan pembelajaran yang selanjutnya dapat
diimplementasikan pada kehidupan sehari-hari untuk meningkatkan
derajat kesehatan, terutama pada kejadian tinea kruris.
2. Bagi Peneliti
Untuk menambah wawasan dan menerapkan ilmu yang telah diperoleh
dalam pembelajaran kelas, serta untuk meningkatkan kopetensi sesuai
dengan bidang ilmu keperawatan.
3. Bagi Institusi
Sebagai referensi dan tambahan kepustakaan Universitas Aisyah
Pringsewu khususnya tentang pengaruh personal hygiene terhadap
kejadian tinea kruris.

E. Ruang Lingkup Penelitian


Ruang lingkup pada penelitian ini adalah:
1. Tempat
Penelitian ini akan dilaksanakan di Pondok Pesantren Misbahul Munir As-
suhaili.
2. Waktu
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan juni sampai dengan juli 2021.
3. Materi
Adapun ruang lingkup materi pada penelitian ini adalah berfokus pada
personal hygiene yang kemudian ditinjau pengaruhnya terhadap kejadian
tinea kruris.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis
1. Personal Hygiene
a) Definisi
Hygiene adalah usaha untuk memelihara dan mempertinggi
derajat kesehatan, atau ilmu yang mempelajari cara-cara yang berguna
bagi kesehatan (Jerusalem, 2010: 37). Personal hygiene berasal dari
bahasa Yunani, Personal adalah perorangan, sedangkan hygiene
adalah sehat. Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk
memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan
baik fisik maupun psikis (Isro’in, 2012: 2).
Personal hygiene atau kebersihan diri merupakan perawatan diri
sendiri yang dilakukan untuk mempertahankan kesehatan baik secara
fisik maupun psikologis (Hidayat, 2008: 84).

b) Tujuan Personal Hygiene


Menurut Hidayat (2008: 84), tujuan umum perawatan Personal
hygiene diantaranya:
1) Memelihara kebersihan diri
2) Meningkatkan derajat kesehatan seseorang
3) Pencegahan penyakit
4) Menciptakan keindahan
5) Memperbaiki personal hygiene yang kurang

c) Faktor-faktor Yang Mempengaruhi


Menurut Isro’in (2012: 3), faktor-faktor yang mempengaruhi
personal hygiene diantaranya:
1) Citra tubuh
Citra tubuh adalah cara pandang seseorang terhadap bentuk
tubuhnya, citra tubuh sangat mempengaruhi dalam praktik
hygiene seseorang.
2) Praktik Sosial
Manusia merupakan makhluk sosial dan karenanya berada
dalam kelompok sosial. Personal hygiene atau kebersihan diri
seseorang sangat mempengaruhi praktik sosial seseorang. Selama
masa kanak-kanak, kebiasaan keluarga mempengaruhi praktik
hygiene, misalnya mandi, waktu mandi. Pada masa remaja,
hygiene pribadi dipengaruhi oleh kelompok teman sebaya. Pada
masa dewasa, teman dan kelompok kerja membentuk harapan
tentang penampilan pribadi. Sedangkan pada lansia, akan terjadi
beberapa perubahan dalam praktik hygiene karena perubahan
dalam kondisi fisiknya.
3) Status sosial ekonomi
Status ekonomi seseorang mempengaruhi jenis dan tingkat
praktik hygiene perorangan. Sosial ekonomi yang rendah
memungkinkan hygiene perorangan rendah pula.
4) Pengetahuan dan motivasi
Pengetahuan tentang hygiene akan mempengaruhi praktik
hygiene seseorang. Sedangkan motivasi merupakan kunci penting
dalam pelaksanaan hygiene tersebut. Permasalahan yang sering
terjadi adalah ketiadaan motivasi karena kurangnya pengetahuan.
5) Budaya
Kepercayaan budaya dan nilai pribadi akan mempengaruhi
perawatan hygiene seseorang. Di Asia kebersihan dipandang
penting bagi kesehatan sehingga mandi bisa dilakukan 2-3 kali
sehari.

d) Bentuk Perilaku Personal Hygiene


Beberapa bentuk perilaku personal hygiene yang dapat
meningkatkan status kesehatan manusia sebagai upaya mencegah
penyakit kulit diantaranya :
1) Kebersihan Rambut dan Kulit Kepala
Tujuan mencuci rambut adalah untuk menjaga kebersihan
dan kesehatan kulit kepala, di samping itu untuk memudahkan
dalam penataannya. Untuk membersihkan kotoran pada rambut,
maka harus dilakukan pencucian terhadap rambut. Untuk menjaga
kebersihan rambut dilakukan beberapa upaya diantaranya
memperhatikan kebersihan rambut dengan mencuci rambut
sekurang-kurangnya dua kali seminggu, mencuci rambut memakai
shampoo atau bahan pencuci rambut lainnya dan menggunakan
peralatan pemeliharaan rambut sendiri.
2) Kebersihan Tangan, Kaki dan Kuku
Menjaga kebersihan tangan, kuku, dan kaki merupakan salah
satu aspek penting dalam mempertahankan kesehatan badan
perseorangan, oleh karena itu tangan, kuku, dan kaki harus dijaga
kebersihannya. Kuman penyakit dapat terbawa melalui tangan,
kuku, dan kaki yang kotor. Tangan, kaki, dan kuku yang kotor
membawa bibit penyakit. Bibit penyakit dan telur cacing yang
mungkin ada dalam tangan atau kuku yang kotor ikut tertelan.
Sebagian masyarakat mengetahui akan pentingnya mencuci tangan
pakai sabun, tetapi dalam kenyataannya masih sangat sedikit yang
tahu bagaimana cara melakukannya dengan benar. Cuci tangan
adalah cara yang efektif untuk mencegah terjadinya penyebaran
mikroorganisme (Sundari, 2014: 72).
Mencuci tangan sebaiknya dilakukan sesudah ke WC,
sebelum membuat atau menyajikan atau makan makanan, setelah
menyentuh sampah, setelah beraktivitas (Jerusalem, 2010: 43).
Untuk menjaga kebersihan tangan, kaki, dan kuku dengan cara
membersihkan tangan sebelum makan, memotong kuku secara
teratur, mencuci kaki sebelum tidur dan membersihkan
lingkungan.
3) Kebersihan Kulit
Kulit merupakan salah satu bagian penting dari tubuh yang
dapat melindungi tubuh dari berbagai kuman atau trauma,
sehingga diperlukan perawatan yang adekuat (cukup) dalam
mempertahankan fungsinya (Hidayat, 2008: 85). Di dalam
memelihara kesehatan kulit, kebiasaan yang sehat harus sering
diperhatikan seperti:
 Mandi menggunakan sabun mandi secara rutin minimal 2 kali
sehari.
 Menggunakan pakaian yang bersih dan rapi (pakaian diganti
1 kali sehari atau jika pakaian sudah kotor atau basah).
 Menghindari penggunaan pakaian, handuk, selimut, sabun
mandi, dan sarung tangan secara bersama-sama.
 Menghindari penggunaan pakaian yang lembab atau basah.
 Menggosok gigi 2 kali sehari atau sehabis makan.
Berdasarkan penelitian Faridawati (2013: 81), ada hubungan yang
bermakna antara kebersihan kulit dengan keluhan gangguan kulit.

e) Dampak yang Sering Timbul di dalam Personal Hygiene


Menurut Isro’in (2012: 5), dampak yang timbul apabila personal
hygiene kurang yaitu :
1) Dampak fisik, adalah gangguan fisik yang terjadi karena adanya
gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak
terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik. Gangguan
yang sering terjadi yaitu gangguan membran mukosa mulut,
gangguan integritas kulit, infeksi pada mata dan telinga, serta
gangguan fisik pada kuku.
2) Dampak psikososial, adalah masalah sosial yang berhubungan
dengan personal hygiene, diantaranya gangguan kebutuhan rasa
nyaman, gangguan interaksi sosial, dan aktualisasi diri.
2. Penyakit Kulit
a) Definisi
Kulit merupakan organ terbesar dalam tubuh, luasnya sekitar 2
m2. Kulit merupakan bagian terluar dari tubuh manusia yang lentur
dan lembut. Kulit ini penting dan merupakan permukaan luar
organisme untuk membatasi lingkungan dalam tubuh dengan
lingkungan luar. Kulit merupakan benteng pertahanan pertama dari
berbagai ancaman yang datang dari luar seperti kuman, virus, dan
bakteri. Kulit adalah lapisan-lapisan jaringan yang terdapat di seluruh
bagian permukaan tubuh (Maharani, 2015: 1).
Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar
tubuh, merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit
beratnya sekitar 16% berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7 – 3,6
kg dan luasnya sekitar 1,5 – 1,9 meter persegi. Tebalnya kulit
bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur,
dan jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada kelopak mata, labium
minus, penis, dan kulit bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit
tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki, punggung, bahu, dan
bokong (pantat) (Perdanakusuma, 2007: 1).

Kulit terbagi menjadi 3 lapisan pokok yaitu :


1) Lapisan Epidermis adalah lapisan teratas pada kulit manusia dan
memiliki tebal yang berbeda-beda : 400-600 μm untuk kulit tebal
(kulit pada telapak tangan dan kaki) dan 75-100 μm untuk kulit
tipis (kulit selain telapak tangan dan kaki, memiliki rambut)
(Maharani, 2015: 8). Terdiri atas stratum korneum (lapisan kulit
yang paling luar), stratum lusidium (lapisan yang tampak lebih
jelas di telapak tangan dan kaki), stratum granulosum (lapisan
keratohialin), stratum spinosum (lapisan Malpighi), stratum
basale (lapisan paling bawah) (Wasitaatmadja, 2011: 3). Fungsi
lapisan epidermis sebagai proteksi barrier, organisasi sel, sintesis
vitamin D dan sitokinin, pembelahan dan mobilisasi sel,
pigmentasi dan pengenalan alergen (sel Langerhans)
(Perdanakusuma, 2007: 2).
2) Lapisan Dermis adalah lapisan di bawah epidermis yang jauh
lebih tebal dari pada epidermis. Terdiri dari dua bagian yaitu pars
papilare (bagian yang menonjol ke epidermis), dan pars retikulare
(bagian di bawahnya yang menonjol ke arah subkutan)
(Wasitaatmadja, 2011: 4). Fungsi lapisan dermis sebagai struktur
penunjang, suplai nutrisi, dan respon inflamasi (Perdanakusuma,
2007: 3).
3) Lapisan Subkutis adalah kelanjutan dermis, terdiri atas jaringan
ikat longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Pada lapisan kulit
ini terdapat syaraf, pembuluh darah, dan limfe. Fungsi lapisan ini
adalah membantu melindungi tubuh dari benturan-benturan fisik
dan mengatur panas tubuh. Lemak yang terdapat dalam lapisan ini
berfungsi sebagai stok energi tubuh yang siap dibakar pada saat
diperlukan (Maharani, 2015: 16).
b) Penyakit Kulit
Penyakit kulit adalah setiap penyakit kulit yang disebabkan oleh
pekerjaan atau lingkungan kerja berupa faktor risiko mekanik, fisik,
kimia, biologik, dan psikologik (PERMENAKERTRANS RI, 2008:
2).
Kulit adalah bagian tubuh manusia yang cukup sensitif terhadap
berbagai macam penyakit. Penyakit kulit bisa disebabkan oleh
beberapa faktor, diantaranya faktor lingkungan dan kebiasaan sehari-
hari. Lingkungan yang sehat dan bersih akan membawa efek yang
baik bagi kulit. Demikian pula sebaliknya. Salah satu lingkungan yang
perlu diperhatikan adalah lingkungan kerja, apabila tidak dijaga
dengan baik dapat menjadi sumber munculnya berbagai macam
penyakit kulit (Somelus, 2008: 4).
Selain lingkungan kerja memegang peranan utama dalam
perkembangan penyakit kulit akibat kerja, faktor genetik, dan faktor
tidak langsung lain seperti hygiene perorangan (meliputi kebersihan
kulit, kebersihan rambut dan kulit kepala, kebersihan kuku, intensitas
mandi, dan lain sebagainya), usia, pengalaman kerja dan adanya
penyakit kulit lain yang menyertai dapat juga memengaruhi tampilan
penyakit kulit akibat kerja (J.Jeyaratnam, 2009: 98-99).

c) Jenis-jenis Penyakit Kulit


1) Penyakit kulit karena infeksi bakteri yaitu pioderma, tuberculosis
kutis, kusta. Penyakit kulit yang paling sering dijumpai adalah
pioderma (Djuanda, 2011: 57). Faktor yang memicu timbulnya
penyakit pioderma diantaranya hygiene yang kurang, menurunnya
daya tahan tubuh seperti : kekurangan gizi, anemia, neoplasma
ganas, dan diabetes mellitus (Djuanda, 2011: 57).
2) Penyakit kulit karena parasit dan insekta yaitu pediculosis kapitis,
pediculosis korporis, pediculosis pubis, scabies, creeping
eruption. Penyakit ini disebabkan karena hygiene yang buruk
(Handoko, 2011: 119). Penularan penyakit kulit karena parasit
dapat disebabkan karena kontak secara langsung yaitu kontak
kulit dengan kulit, maupun kontak tidak langsung atau melalui
benda seperti pakaian, handuk, sprei, bantal, dan lain-lain
(Handoko, 2011: 123).
3) Penyakit kulit karena jamur yaitu misetoma, sporotrikosis,
kromomikosis, tinea pedis, tinea kruris, tinea kapitis, pitiriasis
versikolor (panu), tinea nigra palmaris, tinea ungulum, tinea
korporis, dermatofitosis (kurap), kandidosis (Budimulja, 2011:
89).
Penyakit kulit karena infeksi jamur pada kulit yang masih
sering ditemukan adalah tinea kruris. Tinea kruris adalah
dermatofitosis pada lipat paha, daerah perineum, dan sekitar anus.
Penyebab tersering tinea kruris adalah Trichophyton rubrum dan
Epidermophyton floccosum (Gadithya, 2014: 2).
Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat
merupakan penyakit yang berlangsung seumur hidup. Apabila
penyakit ini menahun, dapat berupa bercak hitam dan sedikit
bersisik. Erosi dan keluarnya sedikit cairan biasanya akibat
garukan (Budimulja, 2011: 94). Faktor yang mempengaruhi
timbulnya tinea kruris adalah iklim panas, lembab, pemakaian
bahan pakaian yang tidak menyerap keringat, kebersihan.
Penularan tinea kruris dapat disebabkan karena kontak langsung
dengan individu terinfeksi dan secara tidak langsung melalui
benda yang mengandung skuama yang terinfeksi, misalnya
handuk, celana (Mulyaningsih, 2004: 6).
4) Penyakit kulit karena alergi yaitu dermatitis kontak iritan,
dermatitis kontak alergik, dermatitis atopik, neurodermatitis
sirkumskripta, dermatitis numularis, dermatitis stasis, kelainan
kulit akibat alergi makanan (Sularsito, 2011: 129). Penyakit
dermatitis sangat rentan terhadap beberapa perubahan kondisi.
Beberapa kondisi yang dapat memperburuk penyakit dermatitis
adalah perubahan suhu atau kelembaban, bakteri infeksi kulit,
kontak dengan jaringan yang bersifat iritan, pada beberapa anak
alergi makanan dapat memicu dermatitis atopik (Maharani, 2011:
58).

d) Gejala Penyakit Kulit


Menurut Maharani (2015: 49), untuk mendiagnosis penyakit kulit
dan untuk melakuan penanganan terapeutik, maka harus dapat
dikenali perubahan pada kulit yang dapat diamati secara klinis yaitu
efloresen. Efloresensi kulit dapat berubah pada waktu berlangsungnya
penyakit. Untuk mempermudah diagnosis, ruam kulit dibagi menjadi
beberapa kelompok yaitu efloresen primer dan sekunder. Efloresen
primer terdapat pada kulit normal, sedangkan efloresen sekunder
berkembang pada kulit yang berubah.
1) Eflorsen primer
 Bercak (macula), adalah perubahan warna pada kulit.
 Urtica, adalah bentol-bentol pada kulit yang berwarna merah
muda sampai putih dan disebabkan oleh udem.
 Papula, bentuknya sebesar kepala jarum pentul sampai
sebesar kacang hijau terjadi karena penebalan epidermis
secara lokal. Tuber (nodus), mirip dengan papula, akan tetapi
tuber jauh lebih besar.
 Vesikel, memiliki ukuran sebesar kepala jarum pentul sampai
sebesar biji kapri merupakan rongga beruang satu atau
banyak yang berisi cairan.
 Bulla, mirip dengan vesikel tetapi agak besar dan biasanya
beruang satu.
 Pustule, merupakan vesikel yang berisi nanah, biasanya
terdapat pada kulit yang berubah karena peradangan.
 Urtika, penonjolan di atas kulit akibat edema setempat dan
dapat hilang perlahan-lahan, misalnya pada dermatitis
medikamentosa dan gigitan serangga.
 Tumor, penonjolan di atas permukaan kulit berdasarkan
pertumbuhan sel.
 Kista, penonjolan di atas permukaan kulit berupa kantong
yang berisi cairan serosa.
 Plak, peninggian di atas permukaan kulit, permukaannya rata
dan berisi zat padat.
 Abses, kumpulan nanah dalam jaringan.

2) Eflorsen Skunder
 Ketombe (squama).
 Crusta, terbentuk akibat mengeringnya eksudar, nanah, darah.
 Erosion, kerusakan kulit permukaan yang ada dalam
epidermis.
 Ulcus, disebabkan oleh hilangnya komponen kulit pada
bagian yang lebih dalam, epidermis, dan kelengkapannya
juga rusak.
 Likenifikasi, penebalan kulit sehingga garis lipatan tampak
lebih jelas.
 Ekskoriasi, kerusakan kulit sampai ujung stratum papilaris
sehingga kulit tampak merah disertai bintik-bintik
perdarahan. Ditemukan pada dermatitis kontak dan ektima.
 Keloid, hipertrofi yang pertumbuhannya melampaui batas.
 Rhagade, kerusakan kulit dalam bentuk celah misalnya pada
telapak tangan, ujung bibir, atau diantara jari kaki.
 Hiperpigmentasi, penimbunan pigmen berlebihan sehingga
kulit tampak lebih hitam dari sekitarnya.
 Hipopigmentasi, kelainan yang menyebabkan kulit menjadi
lebih putih dari sekitarnya.
 Atrofi, terjadi pengecilan semua lapisan kulit, rambut tidak
ada, kulit berkerut dan mudah diangkat dari lapisan di
bawahnya.
 Abses, kantong berisi nanah di dalam jaringan.

e) Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penyakit Kulit


1) Kondisi Lingkungan
Lingkungan merupakan sekeliling tempat organisasi
beroperasi, termasuk udara, air, tanah, sumber daya alam, flora,
fauna, manusia, serta hubungan diantaranya. Manusia memiliki
hubungan timbal balik dengan lingkungan, dalamhal ini
menitikberatkan pada interaksi-interaksi dengan memperkenalkan
lingkungan hidup sebagai satu sistem yang terdiri atas bagian-
bagian, diantara bagian-bagian tersebut terdapat interaksi atau
hubungan timbal balik yang membentuk satu jaringan, dan bagian-
bagian itu sendiri dapat merupakan satu sistem (Anies, 2006: 2).
Lingkungan mempunyai arti penting bagi manusia, dengan
lingkungan fisik manusia dapat berinteraksi secara konstan
sepanjang waktu dan masa, serta memegang peran penting dalam
proses terjadinya penyakit pada masyarakat. Hubungan manusia
dengan lingkungan biologisnya bersifat dinamis dan bila terjadi
ketidakseimbangan antara hubungan manusia dengan lingkungan
biologis maka manusia akan menjadi sakit. Sedangkan lingkungan
sosialnya manusia dipengaruhi melalui berbagai media seperti
radio, TV, pers, seni, lagu, dan sebagainya (Chandra, 2009: 12).
 Pengadaan Air
Air adalah semua air yang terdapat pada, di atas,
ataupun di bawah permukaan tanah, termasuk dalam
pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut
yang berada di darat. Sejalan dengan perkembangan jumlah
penduduk dan meningkatnya kegiatan masyarakat
mengakibatkan perubahan fungsi lingkungan yang
berdampak negatif terhadap kelestarian sumber daya air dan
meningkatnya daya rusak air (UU No. 7 Tahun 2004).
Ditinjau dari sudut ilmu kesehatan masyarakat,
penyediaan sumber air bersih harus dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat karena persediaan air bersih yang
terbatas memudahkan timbulnya penyakit di masyarakat.
Volume rata-rata kebutuhan air setiap individu per hari
berkisar antara 150-200 liter atau 35-40 galon. Kebutuhan air
tersebut bervariasi dan bergantung pada keadaan iklim,
standar kehidupan, dan kebiasaan masyarakat (Chandra,
2006: 39).
Berdasarkan penelitian Yasin (2009: 8) menunjukkan
bahwa prevalensi penyakit skabies di Pondok Pesantren
Darul Mujahadah cukup tinggi yaitu sekitar 61,8% di mana
penyediaan air bersih menjadi faktor yang mempengaruhi
terjadinya skabies.
 Suhu dan Kelembaban
Suhu udara sangat berperan dalam kenyamanan bekerja
karena tubuh manusia menghasilkan panas yang digunakan
untuk metabolisme basal dan muskuler. Namun dari semua
energi yang dihasilkan tubuh hanya 20% saja yang
dipergunakan dan sisanya akan dibuang ke lingkungan .
Kelembaban udara yang relatif rendah yaitu kurang dari 20%
dapat menyebabkan kekeringan selaput lendir membran,
sedangkan kelembaban tinggi akan meningkatkan
pertumbuhan mikroorganisme (Prasasti, 2005: 165).
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri, suhu yang
dianggap nyaman bekerja adalah 18- 260C dan kelembaban
sekitar 40%-60% (KEPMENKES, 2002: 4).
Suhu tubuh dapat meningkat akibat adanya perbedaan
suhu lingkungan dan kelembaban udara yang tinggi (Indra,
2007: 167). Berdasarkan penelitian Ma’rufi (2005), terdapat
hubungan yang bermakna antara kelembaban dengan
penyakit skabies pada santri pondok pesantren.
 Paparan Sinar Matahari
Matahari adalah sekumpulan gelombang (spectrum)
elektromagnetik dengan berbagai ragam panjang gelombang
dan frekuensi. Sinar matahari merupakan pancaran radiasi
dari matahari (Achmadi, 2011).
Kekuatan sinar matahri tergantung dari jenis ultra violet
(UV) yang terkandung. Jenis sinar UV terdiri atas sinar utra
violet A(UVA), sinar ultra violet B (UVB), dan visible light.
Sinar UVB dengan panjang gelombang pendek, disaring oleh
lapisan ozon sehingga mencapai atmosfer bumi dengan kadar
yang cukup tinggi menyebabkan pemaparan pada kulit ari
dengan gejala terbakar (sunburn) atau kecoklatan (sutan).
Sementara itu, sinar UVA memiliki energy yang lebih
rendah, tetapi mampu menembus lapisan lemak pada kulit.
UVA inilah yang bertanggung jawab terhadap kerusakan
kolagen dan jaringan elastin, yakni zat yang membuat kulit
menjadi kuat dan kenyal (Dwikarya, 2007: 16).

f) Pengobatan Topikal
Pengobatan topikal adalah pemberian obat secara lokal pada kulit
atau pada membran pada area mata, hidung, lubang telinga, dan
sebagainya. Kegunaan dan khasiat pengobatan topikal dari pengaruh
fisik dan kimiawi obat-obatan yang diaplikasikan di atas kulit yang
sakit. Pengaruh fisik diantaranya mengeringkan, membasahi,
melembutkan, mendinginkan, melindungi dari pengaruh buruk dari
luar, serta menghilangkan rasa gatal dan panas (Hatami, 2013: 2).
Terapi topikal juga dapat menghindari risiko dari
ketidaknyamanan seperti pada terapi yang diberikan secara intravena,
serta berbagai hal yang mempengaruhi penyerapan obat pada terapi
peroral, misalnya perubahan pH, aktivitas enzim, dan pengosongan
lambung. Meskipun demikian, pengobatan topikal juga memiliki
kelemahan, diantaranya dapat menimbulkan iritasi dan alergi
(dermatitis kontak), permeabilitas beberapa obat melalui kulit yang
relative rendah sehingga tidak semua obat dapat diberikan secara
topikal, dan terjadinya denaturasi obat oleh enzim pada kulit (Asmara,
2012: 26). Efektivitas terapeutik obat topikal bergantung dari potensi
bahan aktif yang dibawa oleh bahan dasar (vehikulum) yang mampu
berpenetrasi menembus lapisan kulit. Vehikulum diantaranya cairan,
bedak, dan salap. Cairan merupakan disolusi antara dua substansi atau
lebih menjadi satu larutan homogen yang bening. Cairan selain
sebagai obat oles dapat dipakai sebagai kompres atau perendam.
Bedak bersifat menyerap cairan, mendinginkan dan mengurangi
gesekan. Sedangkan salap adalah sediaan semisolid yang mudah
menyebar, bersifat proteksi, hidrasi dan lubrikasi. Salap dengan dasar
hidrokarbon tidak mampu menyerap air, bersifat lengket, berpenetrasi
sangat baik, dapat mengatasi dermatosis tebal (Sjamsoe, 2005: 7).

B. Penelitian Terkait
1. Penelitian (Rahayu Maryani Kusnin, 2015) dengan judul “Hubungan
Antara Personal Hygiene Dan Pemakaian Alat Pelindung Diri Dengan
Kejadian Penyakit Kulit Pada Pemulung Di Tpa Tanjung Rejo Kecamatan
Jekulo Kabupaten Kudus”. Didapatkan hasil bahwa variabel yang
berhubungan dengan kejadian penyakit kulit yaitu: kebersihan tangan, kaki
dan kuku (p value=0,004), kebersihan kulit (p value=0,0001), pemakaian
alat pelindung pakaian panjang (p value=0,012), dan pemakaian alat
pelindung sepatu boot (p value=0,002). Sedangkan variabel kebersihan
rambut dan kulit kepala (p value=0,457), pemakaian alat pelindung topi (p
value=0,128), dan pemakaian alat pelindung sarung tangan karet (p
value=1,000) tidak berhubungan dengan kejadian penyakit kulit.
2. Penelitian (Ria Kartika Fatmawati, 2012) dengan judul “Hubungan Persepsi
Perilaku Kebersihan Diri Dengan Kejadian Tinea Kruris Pada Anak
Jalanan Di Yogyakarta”. Didapatkan hasil persepsi kebersihan diri anak jalanan
di Yogyakarta sebagian besar berada dalam kategori kurang (40.0%) dan
sebagian besar (66,7%) mengalami kejadian tinea cruris. Hasil uji korelasi Chi
Square antara persepsi kebersihan diri dengan kejadian tinea kruris pada anak
jalanan dapat diketahui sebesar 14.738 dengan nilai signifikan (p) yang diperoleh
adalah 0.001 (p<0,05).
3. Penelitian (Diaz ananta putra, 2014) dengan judul “Pengaruh Higiene
Sanitasi Dengan Kejadian Tineakruris Pada Santri Laki-Laki Di Pesantren
Rhoudlotul Quran Kauman Semarang”. Didapatkan hasil 28 santri (82,4%)
memiliki praktik hygiene sanitasi yang buruk dan 6 santri (17,6%)
memiliki higiene sanitasi yang baik. Dari 34 santri di temukan 24 santri
(70,6%) yang menderita tinea kruris. Dengan ujia chi square didapatkan
nilai –p sebesar 0,005 ( p < 0,05 ) maka secara statistik terdapat pengaruh
yang signifikan antara praktik higiene sanitasi dengan kejadian tinea
kruris. Hasil perhitungan Prevalence Ratio (PR) di peroleh nilai 4,9 yang
berarti bahwa santri yang hygiene sanitasinya buruk mempunyai resiko 4,9
kali untuk menderita tinea kruris dibanding dengan santri yang praktik
higiene sanitasinya baik.

C. Kerangka Teori
Kerangka teori dalam suatu penelitian merupakan uraian sistematis
tentang teori dan hasil-hasil penelitian yang relevan dengan variabel yang
diteliti (Sugiyono, 2016).

Personal Hygiene
Penyakit Kulit
1. Kebersihan
rambut dan kulit
1. Definisi kepala
2. Jenis-jenis Kejadian Tinea
2. Kebersihan
3. Faktor resiko tangan, kaki, dan Kruris
4. Tanda dan gejala kuku
5. Pengobatan 3. Kebersihan kulit
Topikal 4. Kebersihan
Pakaian
D. Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep
yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang akan
dilakukan (Notoatmodjo Soekidjo, 2005: 69).

VARIABEL BEBAS
Personal hygiene
1. Kebersihan rambut VARIABEL TERIKAT
dan kulit kepala Kejadian Tinea Kruris
2. Kebersihan tangan,
kaki, dan kuku
3. Kebersihan kulit

E. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah adanya pengaruh personal
hygiene terhadap kejadian tinea kruris pada santri putra Pondok Pesantren
Misbahul Munir As-suhaili.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kuantitatif. Penelitian kuantitatif merupakan salah satu jenis kegiatan
penelitian yang spesifikasinya adalah sistematis, terencana, dan terstruktur
dengan jelas sejak awal hingga pembuatan desain penelitian, sampel data,
sumber data, maupun metodeloginya (mulai pengumpulan data hingga
analisis data). (Nursalam,2013).

B. Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan juni sampai dengan juli
2021 di Pondok Pesantren Misbahul Munir As-suhaili.

C. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian eksperimental. Metode penelitian eksperimental merupakan suatu
penelitian dimana peneliti mempunyai otoritas untuk memanipulasi berbagai
tingkat variabel tertentu. Suatu penelitian dimana peneliti mempunyai otoritas
untuk mengalokasi subjek kedalam kelompok-kelompok tertentu secara acak.
Desain penelitian ini adalah One Group Pretest-Posttest Design.
Dimana sampel akan dijadikan satu grup untuk dilakukan pengisian kuesioner
sebelum dan setelah pemberian intervensi tentang personal hygiene. Yang
kemudian akan diteliti adakah pengaruh terhadap kejadian tinea kruris atau
tidak.

D. Subjek Penelitian
1. Populasi
Menurut Sugiyono (2011;18) populasi adalah wilayah
generalisasi yang terdiri atas, objek/subjek yang mempunyai kuantitas
dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari
dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi adalah sejumlah besar
subjek yang mempunyai karakteristik tertentu (manusia, hewan, data lab,
dll). Populasi target (ranah/domain) adalah gambaran populasi umum.
Dalam penelitian klinis dibatasi oleh karakteristik klinis/kondisi subjek
terpilih, demografi/subjek. Populasi terjangkau adalah bagian dari
populasi target yang bisa dijangkau peneliti yang dibatasi tempat dan
waktu. Populasi peneliti ini adalah seluruh santri putra Pondok Pesantren
Misbahul Munir As-suhaili.

2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang
dimiliki oleh populasi tersebut, ataupun bagian kecil dari anggota
populasi yang diambil menurut prosedur tertentu sehingga dapat
mewakili populasinya. Sampel terpilih adalah bagian dari populasi
terjangkau yang direncanakan untuk diteliti langsung yang memenuhi
kriteria pemilihan. Sampel yang teliti adalah subjek yang benar
mengikuti penelitian sampai selesai (subjek terpilih dikurangi DO). Lebih
murah, mudah, cepat, akurat, mewakili populasi, lebih spesifik. Besarnya
sampel dalam penelitian ini ditetapkan dengan rumus Slovin (1960) :
n= N
1+Ne2
Keterangan :
n = Ukuran sampel
N = Ukuran populasi
e = Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan
pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir atau diinginkan,
misalnya 2%.

Untuk penelitian eksperimental yang sederhana dengan


pengendalian eksperimental yang ketat, penelitian yang baik dapat
dilakukan dengan menggunakan sampel sekitar 10 sampai 20. Pada
penelitian ini akan diikuti oleh 20 – 30 santri putra Pondok Pesantren
Misbahul Munir As-suhaili.
E. Variabel Penelitian
Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran

yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang sesuatu konsep

pengertian tertentu (Notoatmodjo, 2010).

Variabel dalam penelitian dibagi 2 yaitu:

1. Variable Bebas (Independent)

Variabel independen (bebas) adalah variabel yang menjadi sebab

perubahan dan timbulnya variabel lain (Hidayat, 2011). Variabel

independen pada penelitian ini adalah kegiatan personal hygiene santri

putra Pondok Pesantren Misbahul Munir As-suhaili.

2. Variabel Terikat (dependent) adalah variabel yang dipengaruhi atau


menjadi akibat karena variabel bebas (Hidayat,2011). Variabel dependen
pada penelitian ini adalah kejadian tinea kruris.

F. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah batasan pada variabel yang diamati atau
diteliti untuk mengarahkan kepada pengukuran atau pengamatan terhadap
variabel yang bersangkutan serta pengembangan instrument (Sugiyono,
2012).
Definisi operasional bermanfaat untuk mengarahkan kepada
pengukuran atau pengamatan terhadap variable-variabel yang bersangkutan
serta pengembangan instrument atau alat ukur. Adapun definisi operasional
pada penelitian ini akan dipaparkan pada tabel berikut:

Tabel 3.1. Definisi Operasional


Definisi Skala
Variabel Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur
Operasional Ukur
Personal Kegiatan yang Kuisioner Mengisi 1. Personal Ordinal
Hygiene dilakukan oleh Kuisioner hygiene
(independen) santri putra PPMM Bagus
As-suhaili dalam 2. Personal
menjaga kesehatan Hygiene
sehingga dapat Kurang
terhindar dari
kejadian tinea
kruris, yang
meliputi kebersihan
diri, kebersihan
pakaian dan pola
ganti pakaian.

Tinea cruris Tinea kruris Kuisinoer Mengisi 1. Ada tinea Ordinal


(dependen) merupakan rasa Kuisioner kruris
gatal yang 2. Tidak ada
disebabkan oleh tinea kruris
infeksi jamur,
biasanyasering
terjadi pada santri
putra di hampir
seluruh pondok
pesantren salaf.
Penyakit ini terjadi
karena kurangnya
kebersihan diri dan
kebersihan pakaian
yang menyebabkan
kelembaban pada
area sekitar
kemaluan.

G. Alat Ukur Penelitian


Alat yang digunakan untuk mengukur nilai variable yang diteliti dan

mengumpulkan data-data selama penelitian dilakukan, data yang diambil

adalah data primer yang di dapatkan melalui kuesioner oleh peneliti.

1. Persoal hygiene
Menjawab 6-7 = Baik
Menjawab 0-5 = Kurang baik

2. Kebiasaan makanan
Menjawab 1-3 = Ada tinea kruris
Menjawab 0 = Tidak ada tinea kruris
H. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Penelitian

Kualitas pengumpulan data sangat ditentukan oleh kualitas instrumen atau


alat pengumpul data yang digunakan. Kuisioner yang digunakan sebagai alat
ukur dalam penelitian memerlukan uji instrumen yang meliputi uji validitas
dan reabilitas terlebih dahulu sebelum digunakan. Suatu instrumen penelitian
dikatakan berkualitas dan dapat dipertanggung jawabkan jika sudah terbukti
validitas dan reliabilitasnya (Priatna BA, 2018) Kelayakan menggunakan
instrumen yang akan dipakai untuk penelitian diperlukan uji validitas dan
reliabilitas.
3. Uji Validitas
Uji validitas bertujuan untuk mengetahui sejauh mana suatu ukuran atau
nilai yang menunjukkan tingkat kehandalan atau kesahihan suatu alat
ukur dengan cara mengukur korelasi antara variabel atau item dengan
skor total variabel menggunakan komputer yang ditunjukkan dengan
nilai Corrected Item Total Correlation masing-masing butir pertanyaan
padaα = 5%. Nila r-tabel untuk 30 responden yang diuji coba adalah
sebesar 0,361. Ketentuan item pertanyaan dikatakan valid pada
penelitian ini, jika :
a. Nilai Corrected Item Total Correlation ≥ 0,361 dikatakan valid
b. Nilai Corrected Item Total Correlation < 0,361 dikatakan tidak
valid Hasil olah data kuesioner ini setelah dilakukan uji validitas
oleh Dwiana Kartika Putri dkk dengan judul penelitian Faktor yang
Mempengaruhi Ibu Hamil Dalam Melakukan Pemeriksaan Hepatitis
di Wilayah Kerja Puskesmas Martoba Pematang Siantar Tahun 2019
didapatkan hasil uji validitas kepada 30 responden dengan besar
rhitung 0,361 dan dari 26 item pertanyaan yang telah dibuat,
didapatkan 26 item pertanyaan valid

4. Uji Reliabilitas

Reliabilitas dapat merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana


suatu alat ukur dapat menunjukkan ketepatan dan dipercaya dengan
menggunakan metode Cronbach’s Alpha, yaitu menganalisis reabilitas
alat ukur dari satu kali pengukuran dengan ketentuan, jika nilai r-Alpha
> r- tabel, maka dinyatakan reliabel. Nilai r Alpha untuk penentuan
reliabilitas adalah :
a. Nilai Cronbanch’s Alpha ≥ r-tabel (0,6) dikatakan reliabel
b. Nilai Cronbanch’s Alpha < r-tabel (0,6) dikatakan tidak reliable
Hasil uji reliabilitas yang dilakukan oleh Dwiana Kartika Putri dkk
dengan judul penelitian Faktor yang Mempengaruhi Ibu Hamil Dalam
Melakukan Pemeriksaan Hepatitis di Wilayah Kerja Puskesmas Martoba
Pematang Siantar Tahun 2019 diperoleh dari proses analisa data
menggunakan Cronbach’s Alpha nilai dari kuesioner tingkat
pengetahuan adalah 0.808, kepercayaan 0,777, Persepsi 0,739 dan Sikap
0,930 yang artinya kuesioner ini dinyatakan reliabel karena nilai α > 0.6

1. Pengumpulan Data penelitian


1. Jenis Data
Data dalam penelitian ini terdiri atas dua jenis data yaitu data primer dan
data sekunder.
a. Data Primer adalah data yang diperoleh dari responden (sampel)
secara langsung melalui wawancara serta berpedoman pada
kuesioner yang telah disusun.
b. Data Sekunder adalah data yang diperoleh melalui pencatatan dari
googleform.

2. Pengumpulan data
Cara kerja penelitian meliputi :
1) Tahap persiapan
a. Mengurus surat izin penelitian ke dosen bagian administrasi
Universitas Aisyah Pringsewu dengan menyerahkan judul
skripsi yang sudah disetujui pembimbing
b. Menyerahkan surat izin untuk prasurvey kelokasi penelitian
c. Konsultasi penyusunan proposal dengan pembimbing mulai
dari pendahuluan sampai dengan metode penelitian
d. Mempersiapkan usulan proposal
e. Mempersiapkan usulan proposal melalui seminar
f. Perbaikan usulan proposal penelitian
g. Peneliti mengurus surat izin penelitian yang dibuat oleh
institusi pendidikan guna mendapat surat izin dilakukannya
penelitian.
2) Tahap pelaksanaan / proses pengumpulan data
a. Menyerahkan surat izin dan menetapkan tanggal penelitian
di lokasi penelitian
b. Melaksanakan pengambilan data setiap hari kerja pada saat
responden melakukan pemeriksaan deteksi dini hepatitis B
di puskesmas.
c. Data diambil secara langsung oleh peneliti terhadap
responden.
d. Peneliti memberikan penjelasan secara lengkap sebagai
acuan pewawancara dalam melakukan wawancara

e. Responden mengisi informed consent


f. Responden diminta mengisi kuisioner selama 5-10 menit
g. Peneliti mengumpulkan semua kuesioner yang telah diisi
oleh responden dan memeriksa kembali hasil jawaban dari
responden
h. Penelitian ini dilakukan oleh peneliti secara langsung kepada
responden
i. Peneliti melakukan pengolahan data.

J. Pengolahan Data penelitian


Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan computer dengan program
SPSS (Statistical Product and Service Solutions atau Statistical Package for
Social Science). Adapun langkah – langkah pengolahan data sebagai berikut :
1. Editing
Pada tahap ini peneliti melakukan pemeriksaan semua kuesioner secara
teliti apakah semua pertanyaan telah terisi atau dijawab oleh responden,
seperti memeriksa kesesuaian jawaban apakah data sudah cukup
konsisten atau logis.Data yang sudah masuk dalam penelitian ini akan
dilakukan pengeditan dan pengoreksian kembali sehingga jika terdapat
kesalahan dapat diketahui dan diperbaiki.
2. Coding
Pada tahap ini apabila semua data telah terkumpul peneliti memberi kode
untuk setiap variable guna memudahkan mengeidentifikasi variable
penelitian

3. Entry / Input Data


Data dimasukkan ke computer melalui lembar kerja SPSS untuk masing
– masing variable. Urutan data yang di input berdasarkan nomor
responden dalam kuesioner.
4. Cleaning Data
Dilakukan pengendalian kembali untuk melihat kemungkinan –
kemungkinan adanya kesalahan kode, ketidak lengkapan dan sebagainya
kemudian dilakukan koreksi data.

K. Analisa Data
1. Analisa univariat
Analisa data ini untuk mengetahui distribusi frekuensi dari masing –
masing variable (variable dependen dan independent). Analisis ini
dilakukan pada seluruh variable penelitian sehingga karakteristik setiap
variable dapat diketahui dan memudahkan dalam melakukan analisis
bivariate. Hasil analisis univariat disajikan dalam bentuk table distribusi
frekuensi dengan menggunakan rumus : (Notoadmojo, 2012)
F
P = x K
N
Keterangan :
P : Persentase
F : Jumlahdata yang didapat
n : Jumlah sampel
K : Konstanta (100%)

2. Analisa bivariate
Analisa bivariat adalah tekhnik analisa yang dilakukan terhadap dua

variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2012).

Analisis bivariat ini dilakukan untuk mengetahui cross tabulation dengan

menggunakan program computer. Analisis hubungan akan dilakukan

menggunakan tabulasi silang dan uji statistik Chi Square. Analisis ini

bertujuan untuk mengetahui kemaknaan hubungan dan kuatnya

hubungan dari setiap variabel penelitian. Pengujian hipotesis diuji adalah

Ho dengan menggunakan uji chi square dengan tingkat kemaknaan

alfa=0,05. Kemudian untuk mengetahui kuatnya pengaruh dengan

menggunakan Uji Phi. Dengan interpretasi sebagai berikut:

a. Jika p ≤ 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima


b. Jika p > 0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak
Bila hasil uji terdapat hubungan positif (bermakna) maka dilanjutkan

dengan uji Phi untuk mengetahui kuatnya hubungan kemaknaan tersebut

Anda mungkin juga menyukai