Anda di halaman 1dari 37

REFERAT ILMU PENYAKIT DALAM

DISLIPIDEMIA

Diajukan Guna Memenuhi Tugas Kepaniteraan Senior

Ilmu Kesehatan Penyakit Dalam Kedokteran Universitas Diponegoro

Disusun Oleh :

Made Ayu Kusuma Dewi

22010120220236

Dosen Pembimbing :

Dr. dr. K Heri Nugroho HS, Sp.PD, K-EMD

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2021

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Referat Dislipidemia


Pembimbing : Dr. dr. K Heri Nugroho HS, Sp.PD, K-EMD
Dibacakan oleh : Made Ayu Kusuma Dewi (22010120220236)
Dibacakan Tanggal : 16 Maret 2021

Diajukan guna memenuhi tugas kepaniteraan senior di bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro.

Semarang, 14 Maret 2021


Mengetahui,
Pembimbing

Dr. dr. K Heri Nugroho HS, Sp.PD, K-EMD

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN i

DAFTAR ISI ii

DAFTAR TABEL iii

DAFTAR GAMBAR iv

BAB I. PENDAHULUAN 1

BAB II. METODE 2

BAB III. TINJAUAN PUSTAKA 3

3.1 Definisi Dislipidemia 3

3.2 Metabolisme Lipoprotein 3

3.3 Etiologi Dislipidemia 5

3.4 Klasifikasi Dislipidemia 5

3.5 Gejala dan Keluhan Dislipidemia 7

3.6 Diagnosis 8

3.7 Perhitungan Risiko Penyakit Kardiovaskular 11

3.8 Pengelolaan Dislipidemia 12

3.9 Pilihan Terapi 21

3.10 Pemberian Edukasi 26

3.11 Pemantauan dan Evalusi 27

BAB IV. RINGKASAN 28

DAFTAR PUSTAKA 29

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jenis lipoprotein, apoprotein, dan kandungan lipid 5

Tabel 2. Penyebab dislipidemia sekunder 6

Tabel 3. Klasifikasi dislipidemia berdasarkan fenotipe Frederickson 7

Tabel 4. Interpretasi kadar lipid plasma 10

Tabel 5. Faktor risiko (selain kolesterol LDL) yang menentukan sasaran LDL
yang
ingin dicapai menurut NCEP-ATP III 11
Tabel 6. Skor risiko Framingham 12
Tabel 7. Rekomendasi diet untuk menurunkan konsentrasi kolesterol LDL dan
profil lipid lainnya 15
Tabel 8. Klasifikasi IMT untuk populasi Asia dewasa 16
Tabel 9. Klasifikasi statin menurut ACC/AHA berdasarkan kemampuan
menurunkan K-LDL 25

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Alur terapi dislipidemia 21

Gambar 2. Alur satu (ATP III) 22

Gambar 3. Alur dua (ACC/AHA 2018) 26

v
vi
BAB I

PENDAHULUAN

Dislipidemia merupakan suatu kelainan yang terjadi akibat gangguan metabolisme lipid
dan telah ditetapkan sebagai faktor risiko utama terjadinya penyakit jantung koroner (PJK) dan
strok. Dislipidemia atau abnormalitas lipid plasma memiliki peran utama dalam patogenesis
terjadinya aterosklerosis pada dinding pembuluh darah sehingga menyebabkan PJK dan strok.
Kedua penyakit tersebut merupakan penyebab utama kematian di dunia yaitu sebesar 17,3 juta
dari 54 juta total kematian per tahun. 1

Berdasarkan World Health Organization (WHO) menujukkan bahwa prevalensi


dislipidemia pada tahun 2008 sebesar 37% pada laki-laki dan 40% pada perempuan. Sedangkan
data dari hasil riset kesehatan dasar nasional (RISKESDAS) di Indonesia pada tahun 2013
menunjukkan 35,9% penduduk Indonesia yang berusia ≥ 15 tahun memiliki kadar kolesterol
abnormal (kadar kolesterol ≥ 200 mg/dl berdasarkan NCEP ATP III) dimana perempuan lebih
banyak daripada laki-laki dan penduduk perkotaan lebih banyak daripada penduduk pedesaan.
Selain itu, data RISKESDAS juga menunjukkan 15,9% populasi yang berusia ≥ 15 tahun
mempunyai proporsi LDL yang sangat tinggi (≥ 190 mg/dl), 22,9% kadar HDL < 40 mg/dl, dan
11,9% dengan kadar trigliserid yang sangat tinggi (≥ 500 mg/dl). Berdasarkan data RISKESDAS
tahun 2013 menunjukkan prevalensi PJK di Indonesia sebesar 1,5% dan jumlahnya akan
meningkat seiring bertambahnya usia dimana kelompok tertinggi adalah usia 65-74 tahun.
Sedangkan sekitar 2,5% dari total penderita strok di Indonesia meninggal dunia dan sisanya
mengalami cacat ringan maupun berat.1,2

Dislipidemia sering kali diabaikan karena pada umumnya tidak bergejala. Oleh karena
itu, diperlukan deteksi dini adanya dislipidemia khususnya pada kelompok populasi yang
berisiko tinggi. Pemeriksaan abnormalitas lipid plasma itu sendiri sering kali masih terbatas
karena kurangnya tingkat kesadaran masyarakat. Hasil studi menunjukkan bahwa hanya sekitar
30% dari subjek penelitian dengan dislipidemia yang mencapai target pengobatan dislipidemia.
Oleh karena itu diperlukan pengelolaan dislipidemia yang baik untuk mencegah terjadinya
penyakit yang disebabkan oleh dislipidemia sebagai penyebab utama yaitu PJK dan strok.1,2

1
BAB II

METODE

2.1. Review
Metode yang digunakan dalam penyusunan referat ini adalah dengan review beberapa
jurnal dalam kurun waktu 5 tahun terakhir dan textbook dalam kurun waktu 10 tahun terakhir.
2.1.1. Google web search
Penelusuran pertama pada ‘Google web search’ dengan kata kunci “Guidelines for the
Treatment of Dyslipidemia”, kemudian dilakukan penelusuran web pada judul yang terkait
dengan kata kunci. Pencarian menggunakan kata kunci tersebut mendapatkan 6.260.000 hasil
terkait. Kemudian dilanjut dengan kata kunci “Dislipidemia” dan didapatkan 1.460.000 hasil
terkait. Kemudian dilanjut dengan kata kunci “Pengelolaan Dislipidemia” dan didapatkan 47.200
hasil terkait. Kemudian sumber pustaka yang dipilih adalah sumber pustaka yang telah ditelusuri
dan berkaitan dengan referat, publikasi ilmiah atau buku dalam rentang waktu 5-10 tahun
terakhir.
2.1.2. Pubmed
Penelusuran kedua pada laman ‘pubmed’ dengan kata kunci “Management of
Dyslipidemia”, kemudian dilakukan penelusuran web pada judul terkait dengan kata kunci.
Pencarian menggunakan kata kunci tersebut dalam rentang waktu 5 tahun terakhir mendapatkan
104 hasil terkait. Kemudian sumber pustaka yang dipilih adalah sumber pustaka yang telah
ditelusuri dan berkaitan dengan referat, publikasi ilmiah dalam rentang waktu 5 tahun terakhir.
2.1.3. Sciencedirect
Penelusuran kedua pada laman ‘sciencedirect’ dengan kata kunci “Dyslipidemia”, kemudian
dilakukan penelusuran web pada judul terkait dengan kata kunci. Pencarian menggunakan kata
kunci tersebut dalam rentang waktu 5 tahun terakhir mendapatkan 7.487 hasil terkait. Kemudian
sumber pustaka yang dipilih adalah sumber pustaka yang telah ditelusuri dan berkaitan dengan
referat, publikasi ilmiah dalam rentang waktu 5 tahun terakhir.

2
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi Dislipidemia


Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan
maupun penurunan kadar fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang utama meliputi
peningkatan kadar kolesterol total (K-total), kolesterol LDL (K-LDL), dan/atau trigliserid (TG),
serta penurunan kolesterol HDL (K-HDL). Diagnosis dislipidemia ditegakkan berdasarkan hasil
laboratorium.1,3
Lemak adalah substansi yang esensial bagi kehidupan manusia. Beberapa fungsi lemak
antara lain adalah untuk penyimpanan energi dan sumber bahan bakar metabolik, membantu
pencernaan, sebagai hormon atau prekursor hormon, sebagai komponen fungsional dan struktural
pada membran sel, membentuk insulasi untuk konduksi elektrik pada sel saraf, serta untuk
mencegah kehilangan panas. Lipid bersifat tidak larut air, maka transport lipid dalam plasma
terjadi melalui suatu bentuk kompleks makromolekul yang disebut lipoprotein. Lemak utama
dari lipoprotein adalah kolesterol, trigliserida (TG) dan fosfolipid (PL). Berdasarkan kandungan
lipid dan jenis apolipoprotein maka dikenal lima jenis lipoprotein yaitu kilomikron, very low-
density lipoprotein (VLDL), intermediate-density lipoprotein (IDL), low-density lipoprotein
(LDL), dan high-density lipoprotein (HDL).3,4

3.2 Metabolisme Lipoprotein


Metabolisme lipoprotein dibagi menjadi tiga yaitu jalur metabolisme eksogen, jalur
metabolisme endogen, dan jalur reverse cholesterol transport. Kedua jalur pertama berhubungan
dengan metabolisme kolesterol-LDL dan trigliserid, sedangkan jalur reverse cholesterol
transport khusus mengenai metabolisme kolesterol-HDL.1,3
1. Jalur metabolisme eksogen
Lemak eksogen merupakan lemak di usus halus yang berasal dari makanan maupun berasal
dari hati. Trigliserid dan kolesterol dalam usus halus akan diserap ke dalam enterosit mukosa
usus halus. Trigliserid akan diserap sebagai asam lemak bebas sedangkan kolesterol sebagai
kolesterol. Di dalam usus halus asam lemak bebas akan diubah lagi menjadi trigliserid,

3
sedangkan kolesterol akan mengalami esterifikasi menjadi kolesterol ester dan keduanya
bersama dengan fosfolipid dan apolipoprotein akan membentuk lipoprotein yang dikenal
dengan kilomikron. Kilomikron akan masuk ke saluran limfe dan akhirnya masuk ke dalam
aliran darah melalui duktus torasikus. Trigliserid dalam kilomikron akan mengalami
hidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase yang berasal dari endotel menjadi asam lemak bebas
(free fatty acid (FFA) = non-esterified fatty acid (NEFA)). Asam lemak bebas dapat
disimpan sebagai trigliserid kembali di jaringan lemak (adiposa), tetapi bila terdapat dalam
jumlah yang banyak sebagian akan diambil oleh hati menjadi bahan untuk pembentukkan
trigliserid hati. Kilomikron yang sudah kehilangan sebagian besar trigliserid akan menjadi
kilomikron remnant yang mengandung kolesterol ester dan akan dibawa ke hati. Kilomikron
remnant akan dimetabolisme dalam hati sehingga menghasilkan kolesterol bebas. Kolesterol
yang mencapai organ hati sebagian di ubah menjadi asam empedu, yang akan dikeluarkan ke
dalam usus, berfungsi membantu proses penyerapan lemak dari makanan.
2. Jalur metabolisme endogen
Pembentukan trigliserida dan kolesterol disintesis oleh hati diangkut secara endogen dalam
bentuk very low density lipoprotein (VLDL). VLDL akan mengalami hidrolisis dalam
sirkulasi oleh lipoprotein lipase yang juga menghidrolisis kilomikron menjadi Intermediate
Density Lipoprotein (IDL). Partikel IDL kemudian diambil oleh hati dan mengalami
pemecahan lebih lanjut menjadi produk akhir yaitu low density lipoprotein (LDL). LDL
akan diambil oleh reseptor LDL di hati dan mengalami katabolisme. LDL bertugas
menghantar kolesterol ke dalam tubuh. High density lipoprotein (HDL) berasal dari hati dan
usus sewaktu terjadi hidrolisis kilomikron di bawah pengaruh enzim lecithin cholesterol
acyltransferase (LCAT). Ester kolesterol akan mengalami perpindahan dari HDL kepada
VLDL dan IDL sehingga dengan demikian terjadi kebalikan arah transpor kolesterol dari
perifer menuju hati.
3. Jalur reverse cholesterol transport
HDL dilepaskan sebagai partikel kecil miskin kolestrol yang mengandung apolipoprotein
(apo) A, C, E dan disebut HDL nascent. HDL nascent berasal dari usus halus dan hati,
memiliki bentuk gepeng dan mengandung apolipoprotein A1. HDL nascent akan mendekati
makrofag untuk mengambil kolesterol yang tersimpan di makrofag. Kolestrol yang telah
diambil dari makrofag, HDL nascent merubah menjadi HDL dewasa yang berbetuk bulat.

4
Kolesterol dibagian dalam makrofag harus dibawa ke permukaan membran sel makrofag
oleh suatu transporter yang disebut adenosine triphosphate binding cassette transporter-1
atau ABC-1. Kolestrol yang telah bebas dari sel makrofag, kolestrol bebas akan
diesterifikasi menjadi kolestrol ester oleh enzim lecithin cholesterol acyltransferase
(LCAT). Kolestrol ester sebagian dibawa oleh HDL yang akan mengambil dua jalur. Jalur
pertama ke hati dan ditangkap oleh scavenger receptor class B type I dikenal dengan SR-B1.
Jalur kedua adalah kolestrol ester dalam HDL akan dipertukarkan dengan trigliserida dari
VLDL dan IDL dengan bantuan cholestrol ester transfer protein (CETP). HDL berfungsi
sebagai penyerap kolestrol dari makrofag memiliki dua jalur yaitu langsung ke hati dan jalur
tidak langsung melalui VLDL dan IDL untuk membawa kolestrol kembali ke hati.
Tabel 1. Jenis lipoprotein, apoprotein, dan kandungan lipid1

3.3 Etiologi Dislipidemia

Beberapa perilaku kesehatan dapat berdampak dan meningkatkan kadar lipid. Contohnya


termasuk penggunaan tembakau, kurangnya aktivitas fisik, nutrisi, dan obesitas. Secara spesifik,
faktor risiko gizi antara lain kurangnya konsumsi buah-buahan, kacang-kacangan / biji-bijian,
sayur mayur, atau konsumsi lemak jenuh yang tinggi. Dislipidemia juga bisa disebabkan oleh
kelainan keluarga. Mutasi dominan autosomal menyebabkan sebagian besar kasus
hiperkolesterolemia familial pada reseptor LDL, yang menyebabkan peningkatan kadar K-LDL.4 

3.4 Klasifikasi Dislipidemia


Klasifikasi dislipidemia dibagi menjadi dua yaitu dislipidemia primer dan dislipidemia
sekunder.1,3
1. Dislipidemia primer

5
Dislipidemia primer adalah dislipidemia akibat kelainan genetik. Pasien dyslipidemia sedang
disebabkan oleh hiperkolesterolemia poligenik dan dyslipidemia kombinasi familial.
Dislipidemia berat umumnya karena hiperkolesterolemia familial, dyslipidemia remnan, dan
hipertrigliseridemia primer.
2. Dislipidemia sekunder
Dislipidemia sekunder adalah dislipidemia yang terjadi akibat suatu penyakit lain misalnya
hipotiroidisme, sindroma nefrotik, diabetes melitus, dan sindroma metabolik. Pengelolaan
penyakit primer akan memperbaiki dislipidemia yang ada. Dalam hal ini pengobatan
penyakit primer yang diutamakan. Akan tetapi pada pasien diabetes mellitus pemakaian obat
hipolipidemik sangat dianjurkan, sebab risiko koroner pasien tersebut sangat tinggi. Pasien
diabetes melitus dianggap mempunyai risiko yang sama (equivalen) dengan pasien penyakit
jantung koroner. Pankreatitis akut merupakan menifestasi umum hipertrigliseridemia yang
berat.
Tabel 2. Penyebab dislipidemia sekunder1
Kelainan lipid Kondisi penyakit
K-total dan K-LDL  Hipotiroid
 Sindroma nefrotik
 Disgammaglobulinemia (lupus, multiple
myeloma)
 Progestin atau terapi steroid anabolik
 Penyakit kolestatik hati (primary biliary
cirrhosis)
 Terapi inhibitor protease (untuk inveksi
HIV)
TG dan VLDL  Gagal ginjal kronik
 DM tipe 2
 Obesitas
 Konsumsi alkohol tinggi
 Hipotiroid
 Obat anti hipertensi (thiazide dn beta-
blocker)

6
 Terapi kortikosteroid
 Kontrasepsi oral, estrogen atau kondisi
hamil
 Terapi inhibitor protease (untuk infeksi
HIV)

Klasifikasi dislipidemia berdasarkan fenotipe Frederickson dibagi menjadi lima kategori,


yaitu:4
Tabel 3. Klasifikasi dislipidemia berdasarkan fenotipe Frederickson

3.5 Gejala dan Keluhan Dislipidemia


Gejala klinik dan keluhan dislipidemia pada umumnya tidak ada. Manifestasi klinik yang
timbul biasanya merupakan komplikasi dari dislipidemia itu sendiri sepertik PJK dan strok.
Kadar trigliserid yang sangat tinggi dapat menyebabkan pankreatitis akut, hepatosplenomegali,
parastesia, perasaan sesak napas dan gangguan kesadaran, serta dapat merubah warna pembuluh
darah retina menjadi krem (lipemia retinalis) serta merubah warna plasma darah menjadi seperti
susu. Pada pasien dengan kadar LDL yang sangat tinggi (hiperkolesterolemia familial) dapat
timbul arkus kornea, xantelasma pada kelopak mata dan xantoma pada daerah tendon archiles,
siku dan lutut.1,4,5

7
3.6 Diagnosis
Pengelolaan pasien dislipidemia dimulai dengan melakukan penapisan pada kelompok
yang berisiko. Penapisan dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium.1,3,4
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik1
Anamnesis dan pemeriksaan fisik terutama dilakukan pada:
a. Usia (laki-laki ≥ 45 tahun, wanita ≥ 55 tahun)
b. Riwayat keluarga dengan PJK dini (infark miokard atau sudden death < 55 tahun pada
ayah atau < 65 tahun pada ibu
c. Perokok aktif
d. Hipertensi (TD ≥ 140/90 mmHg atau dengan pengobatan antihipertensi)
e. Kadar kolesterol HDL yang rendah (< 40 mg/dl)
Secara umum, anamnesis dan pemeriksaan fisik ditujukan untuk mencari adanya faktor-
faktor risiko kardiovaskular terutama yang berkaitan dengan tingginya risiko dari :
 Penyakit jantung koroner
 Penyakit arteri karotis yang simtomatik
 Penyakit arteri perifer
 Aneurisma aorta abdominal

Riwayat sangat penting dalam mengidentifikasi individu yang berisiko tinggi dimana yang
terpenting adalah riwayat sosial mencakup penggunaan tembakau atau detail spesifik tentang
diet dan riwayat medis masa lalu seperti PJK, strok, dan diabetes sangat penting dalam
mengidentifikasi pasien. Terakhir, riwayat keluarga penting untuk mengidentifikasi
hiperkolesterolemia familial.4 

Pemeriksaan fisik terbatas pada gangguan dislipidemia. Xanthoma adalah endapan lipid


pada kulit dan terkadang jaringan subkutan. Warnanya kekuningan dan bisa terbentuk
menjadi plak atau nodul. Mereka bisa muncul di lipatan palmar, yang menunjukkan
disbetalipoproteinemia familial, kelopak mata (xantelasma), atau tendon. Selain itu, adanya
arcus kornea dapat diduga seseorang mengalami dislipidemia. Semua hal tersebut biasanya
berhubungan dengan hiperlipidemia, dan jika terlihat, pasien harus menjalani skrining untuk
dislipidemia.1,4

8
2. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang direkomendasikan yaitu:1,3,4,5
a. Total kolesterol
b. Kolesterol LDL
c. Trigliserida
d. Kolesterol HDL
Pemeriksaan laboratorium untuk trigliserida membutuhkan puasa selama 12 jam.
Penghitungan K-LDL yang menggunakan Friedewald formula membutuhkan data
trigliserida, sehingga harus puasa 12 jam. Sedangkan pemeriksaan total kolesterol, K-HDL
dapat dilakukan dalam keadaan tidak puasa. Adapun rumus Friedewald formula adalah:

Kolesterol LDL (mg/dl) = Kolesterol total – Kolesterol HDL – Trigliserida/5


Rumus Friedewald ini tidak dapat diaplikasikan pada keadaan:
• Kadar trigliserida lebih dari 400 mg/dl
• Pada dislipidemia Frederickson type III
• Adanya fenotip Apo E2/2
Selain empat pemeriksaan diatas, ada beberapa pemeriksaan lain dibawah ini yang dapat
dipertimbangkan untuk dikerjakan sebagai marker alternatif. Namun pemeriksaan ini tidak
direkomendasikan sebagai suatu pemeriksaan rutin, oleh karena masih harus dilakukan
standarisasi pemeriksaan. Pada pasien dengan riwayat PJK atau pasien dengan risiko sangat
tinggi maka pemeriksaan non HDL kolesterol, lipoprotein (a), apo B dan apo A1 dapat
dipertimbangkan.
 Non HDL kolesterol
Sebaiknya dihitung (kolesterol total – kolesterol HDL) pada inndividu yang mempunyai
kadar trigliserida yang tinggi (200-499 mg/dl), juga dapat dipertimbangkan pada
individu yang didapatkan kombinasi hiperlipidemia, diabetes, sindroma metabolik,
gagal ginjal kronis atau pada individu yang sudah mengalami penyakit kardiovaskular
(PKV).
 Lipoprotein (a)

9
Dapat dipertimbangkan pada individu dengan riwayat keluarga yang jelas untuk
terjadinya penyakit kardiovaskular yang dini dan juga pada pasien yang tingkat risiko
PKV berada pada perbatasan antara risiko tinngi dan risiko sedang.
 Apo B
Merefleksikan konsentrasi partikel LDL dan seluruh lipoprotein aterogenik lainnya,
digunakan untuk menilai tingkat keberhasilan terapi dari K-HDL. Selain itu juga dapat
dipertimbangkan pada individu dengan kombinasi hiperlipidemia, diabetes, sindroma
metabolik atau gagal ginjal kronis.
 Rasio apo B/apo A1
Menggabungkan risiko yang didapatkan dari apo B dan apo A1 dan dipertimbangkan
pada individu dengan faktor risiko tertentu (TG ≥ 150, K-HDL < 40, riwayat PKV, DM
tipe 2 dan atau pada individu yang mengalami sindroma metabolik) untuk menilai
adanya risiko residual dan juga untuk menuntun dalam pengambilan keputusan terapi,
serta sebagai bahan analisis alternatif untuk penapisan faktor risiko.

 Rasio non K-HDL/K-HDL


Analisis alternatif untuk penapisan faktor risiko.

Pemeriksaan laboratorium diatas dapat dilakukan dalam keadaan tidak puasa.

Tabel 4. Interpretasi kadar lipid plasma1

10
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium dapat diidentifikasi masalah
pasien yang dapat dibagi menjadi:1
 Masalah kardiovaskular dan risiko terkait kardiovaskular
 Masalah non-kardiovaskular
Masalah kardiovaskular diantaranya adanya riwayat PJK atau secara klinis sudah terdiagnosis
PJK, adanya penyakit-penyakit yang risiko kardiovaskularnya disamakan dengan pasien PKV
(strok, PAP, diabetes dan hiperkolesterolemia familial). Sedangkan masalah non-kardiovaskular
meliputi anamnesis dan identifikasi penyakit dan konsumsi obat-obatan yang secara sekunder
dapat mempengaruhi metabolisme lipid.1

3.7 Perhitungan Risiko Penyakit Kardiovaskular


Upaya pencegahan terhadap terjadinya PJK ialah menentukan seberapa banyak faktor
risiko yang dimiliki seseorang (selain kadar kolesterol LDL) untuk menentukan sasaran kadar
kolesterol LDL yang akan dicapai. NCEP-ATP III telah menentukan faktor risiko selain
kolesterol LDL yang digunakan untuk menentukan sasaran kadar kolesrerol LDL yang
diinginkan pada orang dewasa.6
Tabel 5. Faktor risiko (selain kolesterol LDL) yang menentukan sasaran LDL yang ingin dicapai
menurut NCEP-ATP III

Bila didapatkan ≥2 faktor risiko (selain kolesterol LDL) tanpa PJK atau risiko PJK, maka
dilakukan perhitungan faktor risiko PJK 10 tahun kedepan menggunakan Skor Framingham.
Skor risiko Frangmingham merupakan metode penapisan untuk memprediksi kejadian
kardiovaskular yang paling populer.

11
Tabel 6. Skor risiko Framingham1

3.8 Pengelolaan Dislipidemia

12
Pengelolaan dislipidemia memerlukan strategi yang komprehensif untuk mengendalikan
kadar lipid dan faktor-faktor metabolik lainnya seperti hipertensi, diabetes dan obesitas serta
faktor-faktor risiko penyakit kardiovaskular seperti merokok juga harus dikendalikan.
Pengelolaan pasien dislipidemia terdiri dari terapi non farmakologis dan farmakologis.
Penatalaksanaan awal untuk dislipidemia melibatkan modifikasi gaya hidup.1,5,7,8,9,10,11
A. Terapi Non Farmakologis
1. Aktifitas fisik1,5,7,8,11
Secara umum, latihan aerobik menurunkan konsentrasi trigliserida dan meningkatkan K-
HDL, dengan sedikit perubahan pada konsentrasi K-LDL. Oleh karena itu, terapi
olahraga penting dilakukan bagi penderita dislipidemia. Olahraga telah dilaporkan
menurunkan risiko PKV serta mortalitas PKV dan semua penyebab kematian dengan
tidak hanya meningkatkan metabolisme lipid tetapi juga menstabilkan tekanan darah,
meningkatkan sensitivitas insulin, meningkatkan indeks peradangan, menurunkan lemak
tubuh, memperkuat kapasitas kardiopulmoner, meningkatkan fungsi otot jantung,
meningkatkan fungsi endotel vaskular, meningkatkan aliran miokard, dan memiliki efek
anti-trombotik.
Pada orang dewasa setidaknya dapat melakukan aktivitas fisik aerobik sedang hingga
kuat 3 hingga 4 kali seminggu sekitar 40 menit. Aktifitas fisik yang disarankan meliputi
program latihan yang mencakup setidaknya 30 menit aktivitas fisik dengan intensitas
sedang (menurunkan 4-7 kkal/menit) 4 sampai 6 kali seminggu, dengan pengeluaran
minimal 200 kkal/hari. Kegiatan yang disarankan meliputi jalan cepat, bersepeda statis,
ataupaun berenang. Tujuan aktivitas fisik harian dapat dipenuhi dalam satu sesi atau
beberapa sesi sepanjang rangkaian dalam sehari (minimal 10 menit). Bagi beberapa
pasien, beristirahat selama beberapa saat disela-sela aktivitas dapat meningkatkan
kepatuhan terhadap program aktivitas fisik. Selain aerobik, aktivitas penguatan otot
dianjurkan dilakukan minimal 2 hari seminggu. Beberapa jenis latihan fisik lainnya
antara lain:
• Berjalan cepat (4,8-6,4 km per jam) selama 30-40 menit
• Berenang selama 20 menit
• Bersepeda baik untuk kesenangan atau transportasi, jarak 8 km dalam 30 menit
• Bermain voli selama 45 menit

13
• Menyapu halaman selama 30 menit
• Menggunakan mesin pemotong rumput yang didorong selama 30 menit
• Membersihkan rumah (secara besar-besaran)
• Bermain basket selama 15 hingga 20 menit
• Bermain golf tanpa caddy (mengangkat peralatan golf sendiri)
• Berdansa selama 30 menit
2. Pengaturan diet5,7,8,9,11
a) Fitosterol
Fitosterol berkompetisi dengan absorpsi kolesterol di usus sehingga dapat menurunkan
konsentrasi kolesterol total. Secara alami, fitosterol banyak didapat dalam minyak nabati
dan dalam jumlah lebih sedikit dalam buah segar, kacang kenari, dan kacang polong.
Fitosterol sering ditemukan sebagai bahan tambahan pada minyak goreng dan mentega.
Konsumsi fitosterol sebagai diet suplemen menurunkan kolesterol LDL sampai 15%.
Asupan sebesar 2 gram/hari dianggap sebagai pilihan terapi untuk menurunkan
kolesterol LDL.
b) Protein kedelai
Protein kedelai berhubungan dengan penurunan 3-5% kolesterol LDL. Sebagian besar
studi menggunakan asupan protein kedelai lebih dari 40 mg/hari. Sebuah studi
menunjukkan asupan 25 mg/hari berhubungan dengan penurunan kolesterol LDL
sebesar 5 mg/dL.
c) Makanan kaya serat
Diet serat yang larut dalam air seperti kacang polong, sayuran, buah, dan sereal
mempunyai efek hipokolesterolemik. Diet serat yang larut dalam air sebanyak 5-10
gram/hari dapat menurunkan kolesterol LDL sebesar 5%. Anjuran diet serat yang larut
dalam air untuk menurunkan kolesterol LDL adalah 5-15 gram/hari.
d) PUFA Omega-3
Polyunsaturated fatty acid omega-3 adalah komponen yang ada dalam minyak ikan atau
diet mediterania. Asupan PUFA omega-3 yang berasal dari produk laut (seperti minyak
ikan) sebesar 4 gram sehari dilaporkan menurunkan konsentrasi TG 25-30%,
menurunkan konsentrasi kolesterol LDL 5-10%, dan menaikkan konsentrasi kolesterol
HDL sebesar 1-3%. Produk laut mengandung banyak PUFA omega-3 rantai panjang

14
seperti EPA dan DHA. Polyunsaturated fatty acid omega-3 yang berasal dari tanaman
seperti kedelai dan kenari mengandung asam linolenik alfa (PUFA rantai moderat) yang
tidak menurunkan konsentrasi TG secara konsisten. Dosis farmakologis untuk
menurunkan konsentrasi TG adalah >2 gram/ hari.

Tabel 7. Rekomendasi diet untuk menurunkan konsentrasi kolesterol LDL dan profil
lipid lainnya5

15
3. Penurunan berat badan5,10,11
Indeks Massa Tubuh dan lingkar pinggang dipakai sebagai ukuran untuk menilai
obesitas umum dan obesitas abdominal. Baik obesitas umum maupun obesitas
abdominal berhubungan dengan risiko kematian. Konsep obesitas terutama dihubungkan
dengan konsep sindrom metabolik. Untuk semua pasien dengan kelebihan berat badan
hendaknya diusahakan untuk mengurangi 10% berat badan. Walaupun ukuran

16
antropometri lain seperti lingkar pinggang atau rasio pinggul terhadap pinggang dapat
menambah informasi, IMT sendiri adalah prediktor kuat untuk mortalitas secara
keseluruhan. Lingkar pinggang normal untuk Asia adalah <90 cm untuk pria dan <80 cm
untuk wanita. Bertambahnya mortalitas secara progresif akibat peningkatan IMT
terutama berhubungan dengan mortalitas penyakit kardiovaskular. Walau pengaruh
penurunan berat badan terhadap kolesterol total dan LDL hanya sedikit, untuk semua
pasien dengan kelebihan berat badan direkomendasikan untuk mengurangi 10% berat
badan. Setiap penurunan 10 kg berat badan berhubungan dengan penurunan kolesterol
LDL sebesar 8 mg/dL. Konsentrasi kolesterol HDL justru berkurang saat sedang aktif
menurunkan berat badan dan akan meningkat ketika berat badan sudah stabil. Setiap
penurunan 1 kg berat badan berhubungan dengan peningkatan kolesterol HDL sebesar 4
mg/dL dan penurunan konsentrasi TG sebesar 1,3 mg/dL.
Tabel 8. Klasifikasi IMT untuk populasi Asia dewasa5

4. Berhenti merokok1,5,11
Merokok merupakan faktor risiko kuat, terutama untuk penyakit jantung koroner,
penyakit vaskular perifer, dan strok. Merokok mempercepat pembentukan plak pada
koroner dan dapat menyebabkan ruptur plak sehingga sangat berbahaya bagi orang
dengan aterosklerosiskoroner yang luas. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa
merokok memiliki efek negatif yang besar pada kadar K-HDL dan rasio K-LDL/K-HDL.
Merokok juga memiliki efek negatif pada lipid postprandial, termasuk trigliserida.
Berhenti merokok minimal dalam 30 hari dapat meningkatkan K-HDL secara signifikan.

B. Terapi Farmakologis
1. Statin1,5,7,8,10,11

17
Mekanisme kerja statin adalah mengurangi pembentukan kolesterol di hati dengan
menghambat secara kompetitif kerja dari enzim HMG-CoA reduktase. Pengurangan
konsentrasi kolesterol intraseluler meningkatkan ekspresi reseptor LDL pada permukaan
hepatosit yang berakibat meningkatnya pengeluaran K-LDL dari darah dan penurunan
konsentrasi dari K-LDL dan lipoprotein apo B lainnya termasuk trigliserid. Intensitas
terapi statin dibagi menjadi 3 kategori: intensitas tinggi, intensitas sedang, dan intensitas
rendah. Terapi statin intensitas tinggi biasanya menurunkan kadar K-LDL sebesar ≥50%,
terapi statin intensitas sedang sebesar 30% hingga 49%, dan terapi statin intensitas
rendah sebesar <30%. Tentu saja, besarnya penurunan K-LDL akan bervariasi dalam
praktek klinis. Populasi Asia tertentu mungkin memiliki respons yang lebih besar
terhadap statin tertentu. Keamanan statin telah dievaluasi secara ekstensif. Studi awal
yang menggunakan statin untuk menurunkan kolesterol LDL menunjukkan penurunan
laju PJK dan mortalitas total serta berkurangnya infark miokard, prosedur
revaskularisasi, stroke, dan penyakit vaskular perifer. Golongan statin pada umumnya
diminum sekali sehari pada waktu malam hari. Sediaan statin yang saat ini tersedia
dipasaran adalah simvastatin 5-80 mg, atorvastatin 10-80 mg, rosuvastatin 5-40 mg,
pravastatin 10-80 mg, fluvastatin 20-40 mg (80 mg extended realease), lovastatin 10-40
mg (10-60 mg extended realease) dan pitavastatin 1-4 mg.
Statin meningkatkan risiko gangguan atau hilangnya memori pada pasien di atas usia 50
tahun yang reversibel ketika terapi statin dihentikan. Onset gangguan memori ini bisa
bervariasi dari satu hari hingga beberapa tahun sesudah terapi statin dan tidak
berhubungan dengan jenis statin tertentu, dosisnya, ataupun pengobatan tambahan.
Gangguan memori ini tidak berhubungan dengan demensia yang menetap atau progresif
seperti penyakit Alzheimer. Efek statin terhadap keadaan klinis lain seperti steatosis
hepatik, kanker, dan tromboemboli vena telah dievaluasi tetapi relevansi klinis dari
keadaan tersebut tidak pernah dilaporkan.
2. Bile Acid Sequestrants1,5,7,8
Mekanisme kerja obat ini adalah menurunkan kolesterol melalui hambatan terhadap
absorbsi asam empedu pada sirkulasi enterohepatik dengan akibat sintesis asam empedu
oleh hati sebagian besar akan berasal dari cadangan kolesterol hati sendiri. Proses
katabolisme kolesterol oleh hati tersebut akan dikompensasi dengan peningkatan

18
aktivitas reseptor LDL yang pada akhirnya akan menurunkan K-LDL dalam sirkulasi
darah. Terdapat tiga jenis obat bile acid sequestrants yaitu kolestiramin, kolestipol, dan
kolesevelam dengan dosis harian berturutan adalah 4-24 gram, 5-30 gram, dan 3,8-4,5
gram. Penggunaan dosis tinggi (24 g kolestiramin atau 20 g of kolestipol) menurunkan
konsentrasi kolesterol LDL sebesar 18-25%. Cholestramine, colestipol dengan dosis 2
takar 2-3 kali sehari dan golongan terbaru adalah colsevalam 625 mg 2 kali 3 tablet
sehari (3,8 gram/hari). Obat-obatan tersebut juga terbukti dapat menurunkan kadar
glukosa darah pasien hiperglikemik, namun mekanismenya belum diketahui dengan
pasti. Bile acid sequestrant direkomendasikan bagi pasien yang intoleran terhadap statin.
Efek sampingnya terutama berkenaan dengan sistem pencernaan seperti rasa kenyang,
terbentuknya gas, dan konstipasi. Bile acid sequestrant berinteraksi dengan obat lain
seperti digoksin, warfarin, tiroksin, atau tiazid, sehingga obat-obatan tersebut hendaknya
diminum 1 jam sebelum atau 4 jam sesudah bile acid sequestrant. Absorpsi vitamin K
dihambat oleh bile acid sequestrant dengan akibat mudah terjadi perdarahan dan
sensitisasi terhadap terapi warfarin. Kolesevelam lebih sedikit berinteraksi dengan obat
lain sehingga dapat diberikan bersamaan dengan statin dan obat lain.
3. Asam fibrat1,5
Mekanisme kerja obat ini dengan menurunkan trigliserid plasma dan menurunkan
sintesis trigliserid di hati. Obat ini bekerja mengaktifkan enzim lipoprotein lipase yang
kerjanya memecahkan trigliserid. Selain menurunkan kadar trigliserid, obat ini juga
meningkatkan kadar kolesterol HDL. Terdapat empat jenis obat yaitu gemfibrozil,
bezafibrat, ciprofibrat, dan fenofibrat. Di Indonesia yang banyak dipasarkan adalah
gemfibrozil 600 mg 2 kali sehari dan fenofibrat dengan dosis 45-300 mg (tergantung
pabrikan) dosis sekali sehari. Efikasi fibrat terhadap luaran kardiovaskular tidak sebaik
statin.

4. Asam nikotinik (niacin)1,5


Mekanisme kerja obat ini dengan menghambat enzim hormone sensitive lipase di
jaringan adiposa, dengan demikian akan mengurangi jumlah asam lemak bebas.
Diketahui bahwa asam lemak bebas ada dalam darah sebagian akan ditangkap oleh hati
dan akan menjadi sumber pembentukan VLDL. Dengan menurunnya sintesis VLDL di
hati, akan mengakibatkan penurunan kadar trigliserid, dan juga kolesterol LDL di

19
plasma. Pemberian asam nikotinik ternyata juga meningkatkan kadar kolesterol HDL.
Efek samping yang paling sering terjadi adalah flushing yaitu perasaan panas dan
kemerahan pada daerah wajah bahkan di badan. Dosis niacin bervariasi antara 500-750
mg hingga 1-2 gram yang diberikan pada malam hari dalam bentuk extended realize.
5. Ezetimibe1,5,8
Mekanisme kerja golongan obat ini dengan menghambat absorbsi kolesterol oleh usus
halus. Ezetimibe merupakan obat penurun lipid pertama yang menghambat ambilan
kolesterol dari diet dan kolesterol empedu tanpa mempengaruhi absorpsi nutrisi yang
larut dalam lemak. Kemampuannya moderate dalam menurunkan kolesterol LDL (15-
25%). Pertimbangan penggunaan ezetimibe adalah untuk menurunkan kadar LDL,
terutama pada pasien yang tidak tahan terhadap pemberian statin. Pertimbangan lainnya
adalah penggunaannya sebagai kombinasi dengan statin untuk mencapai penurunan
kadar LDL yang lebih banyak. Kombinasi statin dengan ezetimibe menurunkan
kolesterol LDL lebih besar daripada menggandakan dosis statin. Dosis ezetimibe yang
direkomendasikan adalah 10 mg/hari dan harus digunakan bersama statin. Pada keadaan
tidak toleran terhadap statin, ezetimibe dapat dipergunakan secara tunggal.
6. Inhibitor PCSK91,5,7,8
Obat ini adalah golongan obat baru yang disetujui penggunaannya oleh FDA pada tahun
2015 dengan target utama menurunkan K-LDL. Obat ini merupakan antibody
monoclonal yang berfungsi untuk menginaktivasi Proprotein Convertase Subtilsin-kexin
Type 9 (PCSK9). PCSK9 sendiri berperan dalam proses degradasi dari reseptor LDL
(LDLR), sehingga bila dihambat maka akan meningkatkan ekspresi dari LDLR pada
hepatosit yang pada akhirnya menurunkan kadar K-LDL. Obat golongan ini diberikan
melalui suntikan secara subkutan. Terdapat dua jenis obat inhibitor PCSK9 yang sudah
dipasarkan yaitu alirocumab dengan dosis 75 mg setiap dua minggu sekali atau 300 mg
setiap 4 minggu sekali dan evolocumab dengan dosis 140 mg setiap 2 minggu sekali atau
420 mg sekali sebulan. Keamanan jangka panjang inhibitor PCSK9 belum diketahui.
Bukti yang ada saat ini menunjukkan inhibitor PCSK9 pada umumnya ditoleransi
dengan baik, dengan reaksi di tempat penyuntikan dilaporkan terjadi pada sekitar 5%
pasien.

20
7. Asam lemak omega-3 (minyak ikan)1,5,8
Golongan obat ini mempunyai efek utama menurunkan kadar trigliserid tetapi tidak
memunyai efek yang signifikan terhadap K-LDL dan K-HDL. Laporan dari penelitian-
penelitian terbaru mendapatkan bahwa asam lemak omega-3 tidak menyebabkan
penurunan risiko kardiovaskular pada pasien sindroma metabolik maupun pada pasien
diabetes mellitus. Walau dianggap aman, terapi dengan asam lemak omega 3 ini dapat
meningkatkan risiko perdarahan terutama jika diberikan bersama aspirin/klopidogrel.
8. Golongan obat terbaru1
Beberapa jenis obat baru saat ini sudah mulai diperkenalkan sebagai salah satu modalitas
terapi dislipidemia, diantaranya masih ada yang sementara dalam tahap penelitian.
Glolongan obat tersebut diantaranya; inhibitor microsomal transfer protein (MTP),
thyroid hormone mimetic, apo B antisense oligonucleotide (mpomersen) dan LDL
apheresis.
Tabel 9. Obat-obat hipolipidemik1

21
3.9 Pilihan Terapi

Gambar 1. Alur terapi dislipidemia1

1. Alur satu (ATP III)1,6


 Tahap pertama yang dilakukan adalah identifikasi adanya PJK atau masalah yang setara
dengan PJK seperti adanya penyakit arteri karotis, penyakit arteri perifer, atau
aneurisma aorta abdominalis.
 Jika didapatkan masalah berupa PJK atau setara PJK maka dimasukkan kedalam
kelompok risiko tinggi atau kelompok risiko sangat tinggi (jika memiliki faktor risiko
multipel, terutama diabetes).
 Untuk kelompok risiko sangat tinggi direkomendasikan segera pemberian statin dengan
target K-LDL < 70 mg/dl.
 Untuk kelompok risiko tinggi dimulai pemberian statin jika K-LDL ≥ 130 mg/dl dengan
target K-LDL < 100 mg/dl.
 Untuk kelompok risiko sedang yang mempunyai lebih dari dua faktor risiko mayor dan
risiko terkena PJK dalam 10 tahun > 10-20% maka target LDL < 130 mg/dl dengan
pemberian statin jika K-LDL ≥ 130 mg/dl.
 Untuk kelompok risiko sedang dengan 2 faktor risiko mayor dan risiko PJK dalam 10
tahun < 10% maka dilakukan pemberian statin jika K-LDL ≥ 160 mg/dl dengan target
K-LDL < 130 mg/dl. Pada kelompok risiko rendah pemberian statin jika LDL ≥
190 mg/dl dengan target < 160 mg/dl.

22
Gambar 2. Alur satu (ATP III)1
2. Alur dua (ACC/AHA 2018)1,7

Pada alur dua (ACC/AHA 2018) pilihan terapi dimulai dengan melakukan pengelompokan
pasien dalam 4 grup yaitu kelompok pasien yang secara klinis sudah mengalami PJK,
23
kelompok hiperkolesterolemia berat, kelompok diabetes mellitus dan kelompok pencegahan
primer.

a. Pasien yang secara klinis sudah mengalami PKV


Bukti klinis PKV adalah bila pasien mengalami sindroma koroner akut, riwayat infark
miokard, angina stabil maupun angina tidak stabil, riwayat revaskularisasi koroner,
strok, TIA atau penyakit arteri perifer termasuk aneurisme aorta.
 Pada pasien yang berusia ≤ 75 tahun, segera mulai pemberian statin dengan
intensitas tinggi (dilanjutkan bila sudah mendapat terapi statin intensitas tinggi
sebelumnya) dengan tujuan untuk menurunkan kadar K-LDL ≥ 50%. Bila terdapat
kontra indikasi atau timbul efek samping atau pasien tidak dapat mentoleransi
pemberian statin intensitas tinggi, maka dapat diberikan terapi statin dengan
intensitas sedang untuk menurunkan kadar K-LDL sekitar 30-49%.
Bila dalam penilaian pasien PKV tergolong pasien dengan risiko sangat tinggi dan
didapatkan kadar K-LDL ≥ 70 mg/dl walaupun sudah mendapat terapi statin dosis
maksimal yang dapat ditoleransi maka dapat ditambahkan ezetimibe. Bila kadar K-
LDL tetap ≥ 70 mg/dl atau kadar non-HDL kolesterol ≥ 100 mg/dl, maka dapat
dipertimbangkan pemberian inhibitor PCSK9 setelah mendiskusikan keuntungan,
risiko, keamanan dan biaya dari obat tersebut dengan pasien.
 Pada pasien yang berusia > 75 tahun, maka dapat dimulai pemberian statin dengan
intensitas sedang sampai intensitas tinggi setelah melakukan evaluasi terhadap
keuntungan pemberian statin dalam menurunkan risiko, efek samping, dan interaksi
statin dengan obat lain dan juga pilihan pasien (patient preference). Bila kadar K-
LDL ≥ 70 mg/dl walaupun pasien sudah mendapat terapi statin dengan dosis
maksimal yang dapat ditoleransi, maka dapat ditambahkan ezetimibe.
 Pada pasien gagal jantung dimana penurunan fraksi ejeksi dapat memicu terjadinya
penyakit jantung iskemik dan usia harapan hidup pasien masih diharapkan
mencapai 3-5 tahun, maka dapat dipertimbangkan untuk memulai terapi statin
dengan intensitas sedang untuk menurunkan risiko kejadian PJK.
b. Pasien hiperkolesterolemia berat (K-LDL ≥ 190 mg/dl)
 Pada pasien dengan kadar K-LDL ≥ 190 mg/dl yang berusia 20-75 tahun,
direkomendasikan untuk pemberian statin dengan dosis maksimal yang dapat
24
ditoleransi. Bila penurunan kadar K-LDL < 50% atau menetap ≥ 100 mg/dl
walaupun sudah mendapat terapi statin dengan dosis maksimal yang dapat
ditoleransi, maka dapat ditambahkan ezetimibe. Bila penurunan kadar K-LDL tetap
kurang dari 50% dengan statin dosis maksimal dan ezetimibe serta kadar trigliserid
≤ 300 mg/dl, maka dapat dipertimbangkan untuk menambahkan bile acid
sequestrants.
 Terapi inhibitor PCSK9 dapat dipertimbangkan pada:
- Pasien yang berusia 30-75 tahun dengan hiperkolesterolemia familial
(heterozigot) dengan kadar K-LDL menetap ≥ 100 mg/dl setelah pemberian
statin dosis maksimal yang dapat ditoleransi dan ezetimibe.
- Pasien yang berusia 40-75 tahun dengan kadar kolesterol awal ≥ 220 mg/dl dan
kadar K-LDL masih ≥ 130 mg/dl setelah pemberian terapi statin dengan dosis
maksimal yang dapat ditoleransi dan ezetimibe.
c. Pasien diabetes mellitus usia dewasa
 Pada pasien diabetes mellitus usia 20-39 tahun maka terapi statin belum
direkomendasikan, kecuali bila pasien mempunyai faktor risiko penguat seperti lama
diabetes ≥ 10 tahun untuk DM tipe 2 atau ≥ 20 tahun untuk DM tipe 1, albuminuria
(≥ 30 mcg albumin/mg creatinine), laju filtrasi glomerulus < 60 ml/min/1,73 m 3,
retinopati, neuropati atau hasil pengukuran ABI < 0,9 maka terapi statin dapat
diberikan.
 Pada pasien diabetes mellitus usia 40-75 tahun, maka diindikasikan untuk
pemberian terapi statin dengan intensitas sedang tanpa perlu menghitung prediksi
risiko untuk terkena PKV dalam 10 tahun. Bila pasien mempunyai kadar K-LDL 70-
189 mg/dl, maka dilakukan penilaian prediksi PJK dalam 10 tahun untuk membantu
penentuan stratifikasi risiko PKV. Bila pasien mempunyai faktor risiko yang
multiple, maka direkomendasikan untuk pemberian statin dengan intensitas tinggi
untuk menurunkan kadar K-LDL ≥ 50%.
Pada pasien dengan hasil perhitungan prediksi terkena PKV ≥ 20% dalam 10 tahun,
maka dapat ditambahkan ezetimibe sebagai terapi tambahan dari statin dosis
maksimal yang dapat ditoleransi oleh pasien.

25
 Pada pasien diabetes mellitus yang berusia > 75 tahun, yang sudah mendapat terapi
statin, maka terapi statin tersebut dapat dilanjutkan.
d. Pencegahan primer
 Pada pasien yang berusia 20-39 tahun, maka prioritas utama terapi adalah promosi
gaya hidup sehat, terapi obat-obatan hanya diberikan secara selektif pada pasien-
pasiem dengan kadar K-LDL yang tinggi (moderate high) yaitu ≥ 160 mg/dl atau
sangat tinggi (very high) yaitu ≥ 190 mg/dl.
 Pada pasien yang berusia 40-75 tahun, maka perhitungan prediksi terkena PJK
dalam 10 tahun dapat dijadikan patokan dalam pertimbangan pemberian statin.
Semakin tinggi nilai prediksi yang diperoleh, maka semakin besar manfaat
pemberian terapi statin. Prediksi risiko terkena PKV dalam 10 tahun sebaiknya
memperhitungkan faktor risiko penguat (risk enhancers) dalam penentuan terapi
inisiasi atau intensifikasi terapi statin.
 Bila perhitungan prediksi didapatkan hasil yang meragukan (terutama pada
kelompok low to moderate risk), maka dapat dilakukan pemeriksaan CAC untuk
memastikan tingkat risiko. Bila hasil pemeriksaan CAC = 0, maka diperkenankan
untuk tidak atau menunda pemberian statin pada kelompok tersebut.
 Pada pasien yang berusia >75 tahun, bukti-bukti klinik manfaat pemberian statin
dari berbagai hasil penelitian berbasis RCT tidak kuat, oleh karena itu penentuan
apakah melanjutkan atau memulai pemberian statin pada kelompok tersebut
didasarkan pada hasil diskusi antara pasien dengan dokter yang menangani.
Tabel 9. Klasifikasi statin menurut ACC/AHA berdasarkan kemampuan
menurunkan K-LDL

26
27
Gambar 3. Alur dua (ACC/AHA 2018)7

3.10 Pemberian Edukasi

Tujuan dari edukasi adalah untuk meminta partisipasi pasien dan keluarganya pada
pengelolaan masalah pasien. Edukasi pada pasien dan keluarganya harus sudah dimulai
sewaktu konsultasi pertama kali. Adapun materi yang diberikan antara lain :1

 masalah-masalah yang didapatkan pada pasien


 kemungkinan-kemungkinan penyebabnya

28
 langkah-langkah pengelolaan yang akan diambil termasuk yang berkaitan dengan
langkah diagnosis dan terapi
 terutama yang berkaitan dengan terapi gaya hidup sehat termasuk didalamnya tentang
pengaturan makanan dan aktifitas fisik
 kemungkinan efek samping obat yang diberikan, serta pengelolaan terhadap efek
samping tersebut.

3.11 Pemantauan dan Evaluasi

Pemantauan dan evaluasi secara rutin harus dikerjakan pada pasien dislipidemia.
Pemantauan pertama dilakukan 6-12 minggu setelah awal pengelolaan. Hal-hal yang dipantau
menyangkut keberhasilan terapi terutama LDL dan kemungkinan adanya komplikasi seperti
peningkatan SGPT dan Creatinine Phospokinase (CPK). Apabila target LDL belum tercapai,
pemantauan selanjutnya dapat dilakukan setiap 6 bulan sampai target tercapai. Jika target LDL
telah tercapai, dapat dilakukan pemantauan dengan interval 6-12 bulan (AACE). Ada beberapa
keadaan dimana evaluasi dan pemantauan status lipid diperlukan dalam frekuensi lebih sering
yaitu:1

• Kendali glukosa darah yang memburuk

• Adanya penggunaan obat lain yang ditenggarai mengganggu kadar lipid

• Progresivitas dari penyakit aterotrombosis

• Adanya penambahan berat badan

• Adanya perubahan yang tidak terduga dari status lipid pasien

Untuk kadar transaminase sebaiknya dilakukan pemeriksaan sebelum dan sesudah 3


bulan setelah pemberian statin atau asam fibrat karena gangguan abnormalitas lipid terjadi
kebanyakan pada 3 bulan setelah inisiasi terapi. Monitoring juga dilakukan apabila ada
perubahan dosis, perubahan jenis obat maupun penggunaan obat kombinasi. Untuk kreatinin
kinase dapat diperiksa kadarnya apabila pasien mengeluhkan nyeri otot atau mengalami
kelemahan otot. Untuk keadaan-keadaan khusus seperti stroke dan sindroma koroner akut, maka
pemantauan dan evaluasi dilakukan sesuai dengan perjalanan penyakitnya.

29
BAB IV

RINGKASAN

Dislipidemia merupakan suatu kelainan yang terjadi akibat gangguan metabolisme lipid
dan telah ditetapkan sebagai faktor risiko utama terjadinya penyakit jantung koroner (PJK) dan
strok. Kedua penyakit tersebut merupakan penyebab utama kematian di dunia yaitu sebesar 17,3
juta dari 54 juta total kematian per tahun. Berdasarkan World Health Organization (WHO)
menujukkan bahwa prevalensi dislipidemia pada tahun 2008 sebesar 37% pada laki-laki dan 40%
pada perempuan. Sedangkan data dari hasil riset kesehatan dasar nasional (RISKESDAS) di
Indonesia pada tahun 2013 menunjjukan 35,9% penduduk Indonesia yang berusia ≥ 15 tahun
memiliki kadar kolesterol abnormal (kadar kolesterol ≥ 200 mg/dl berdasarkan NCEP ATP III)
dimana perempuan lebih banyak daripada laki-laki dan penduduk perkotaan lebih banyak
daripada penduduk pedesaan. Dislipidemia sering kali diabaikan karena pada umumnya tidak
bergejala. Oleh karena itu, diperlukan deteksi dini adanya dislipidemia khususnya pada
kelompok populasi yang berisiko tinggi. Pengeloaan pasien dislipidemia terdiri dari terapi gaya
hidup sehat dan terapi farmakologi. Untuk mempermudah pengelolaan pasien dislipidemia dapat
dilakukan penentuan masalah pada pasien, penghitungan risiko kardiovaskular dan klasifikasi
risiko, penentuan target LDL dan pilihan terapi, pemberian edukasi serta melakukan pemantauan
dan evaluasi target terapi dan efek samping obat.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Pedoman Pengelolaan Dislipidemia di Indonesia.


2019.
2. Lin CF, Chang YH, Chien SC, Lin YH. Epidemiology of Dyslipidemia in Asia Pacific
Region. Int J Geront.2018;12;2-6.
3. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Keenam Jilid I. Interna Publishing. 2014.
4. Pappan N, Rehman A. Dyslipidemia. StatPearls. 2021. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK560891/
5. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Panduan Tatalaksana
Dislipidemia. 2017.
6. Eckel RH, Cornier MA. Update on NCEP-III Emerging Cardiometabolic Risk Factors.
BMC Med. 2014:12:115.
7. Grundy SM, Stone NJ, Bailey AL, Beam C, Birtcher KK, Blumenthal RS et al.
Cholesterol Clinical Practice Guidelines.
AHA/ACC/AACVPR/AAPA/ABC/ACPM/ADA/APhA/ASPC/NLA/PCNA. 2018.
8. Mach F, Baigent C, Catapano AL, Koskinas KC, Casula M, Badimon L et al. Guidelines
for the Management of Dyslipidemias: Lipid Modification to Reduce Cardiovascular
Risk. European Society of Cardiology and European Atherosclerosis Society. 2019.
9. Kim SH, Shin S. Dietary Patterns and the Risk of Dyslipidemia in Korean Adult: A
Prospective Cohort Study Based on the Health Examinees (HEXA) Study. J Acad Nutr
Diet. 2020.
10. Pulipati VP, Davidson MH. Recent Advances and Emerging Therapies in Management of
Dyslipidemias. Trends in Cardiovascular Medicine. 2020.
11. Rhee EJ, Kim HC, Kim JH, Lee EY, Kim EM, Song Y et al. Guidelines for the
Management of Dyslipidemia. Korean J Intern Med. 2018.
12. Barkas F, Elisaf M, Liberopoulos E, Liamis G, Ntzani EE, Rizos E. Atherogenic
Dyslipidemia Increase the Risk of Incident Diabetes in Statin-Treated Patients with
Impaired Fasting Glucose or Obesity. Journal of Cardiology. 2019.

31

Anda mungkin juga menyukai