Anda di halaman 1dari 54

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN SELF

CARE PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE II


DI RUMAH SAKIT ANUTAPURA PALU

PROPOSAL

MEGAWATI AZIS
201601118

PROGRAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU
2020
LEMBAR PERSETUJUAN

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN SELF


CARE PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE II
DI RUMAH SAKIT ANUTAPURA PALU

PROPOSAL

MEGAWATI AZIS
201601118

Proposal ini telah Disetujui


Untuk Diseminarkan

Tanggal .... Mei 2020

Pembimbing I Pembimbing II

Sri Yulianti, S.Kep., Ns., M.Kep


NIK. 20170901074 NIK.

Mengetahui,
Ketua Prodi Ners
STIKes Widya Nusantara Palu

Ns. Hasnidar, S.Kep., M.Kep


NIK. 20110901016

i
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL
LEMBAR PERSETUJUAN i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR TABEL iii
DAFTAR GAMBAR iv
DAFTAR LAMPIRAN v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 5
C. Tujuan Penelitian 5
D. Manfaat Penelitian 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Diabetes Mellitus 7
B. Tinjauan Tentang Self Care 16
C. Tinjauan Tentang Faktor Intrinsik dan Ekstrinsik 24
D. Kerangka Konsep 26
E. Hipotesis 27
BAB III METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian 28
B. Tempat dan Waktu Penelitian 28
C. Populasi dan Sampel Penelitian 28
D. Variabel Penelitian 29
E. Definisi Operasional 30
F. Instrumen Penelitian 32
G. Tekhnik Pengumpulan Data 34
H. Jenis Data 34
I. Pengolahan Data 34
J. Analisa Data 35
K. Bagan Alur Penelitian 37
DAFTAR PUSTAKA 38
LAMPIRAN

ii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kadar Glukosa Darah Sewaktu Dan Puasa Dengan 12
Metode Enzimatik Sebagai Patokan Penyaring Dan
Diagnosa Diabetes Mellitus (mg/dl)

iii
DAFTAR GAMBAR

Tabel 2.1 Kerangka Konsep 27


Tabel 3.1 Bagan Alur Penelitian 37

iv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Lembar persetujuan menjadi responden (informed consent)
Lampiran 2 : Kuesioner data demografi
Lampiran 3 : Kuesioner efikasi diri
Lampiran 4 : Skala dukungan keluarga
Lampiran 5 : Kuesioner aktivitas perawatan diri

v
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu diantara penyakit tidak
menular yang masih menjadi permasalahan di Indonesia. DM terjadi ketika
adanya peningkatan kadar glukosa dalam darah atau yang disebut
hiperglikemia, dimana tubuh tidak dapat menghasilkan cukup hormon insulin
atau menggunakan insulin secara efektif.[1] Kondisi hiperglikemia pada pasien
DM yang tidak dikontrol dapat menyebabkan gangguan serius pada sistem
tubuh, terutama saraf dan pembuluh darah.[2] Diabetes Mellitus tipe II
merupakan penyakit diabetes yang paling banyak ditemui dan biasanya
berasal dari faktor genetik atau keturunan.[3]
Berdasarkan data dari International Diabetes Federaration (IDF) tahun
2017 melaporkan bahwa jumlah pasien DM didunia mencapai 425 juta orang
dewasa berusia antara 20-79 tahun. Tercatat sebagai negara peringkat keenam
dengan beban penyakit diabetes mellitus terbanyak di dunia, data
International Diabetes Federation (IDF) menunjukkan lebih dari 10 juta
penduduk Indonesia menderita penyakit tersebut di tahun 2017. [3] Angka ini
dilaporkan kian meningkat seiring berjalannya waktu, terbukti dari laporan
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang menunjukkan prevalensi Diabetes
Mellitus pada penduduk dewasa Indonesia sebesar 6,9% di tahun 2013, dan
melonjak pesat ke angka 8,5% di tahun 2018. WHO bahkan memprediksikan
penyakit diabetes mellitus akan menimpa lebih dari 21 juta penduduk
Indonesia di tahun 2030.[2]
Data dari Badan Pusat Statistik Indonesia jumlah penduduk Indonesia
dengan prevalensi diabetes mellitus tipe II di daerah urban sebesar 14,7% dan
daerah rural 7,2% dan diperkirakan pada tahun 2030 jumlah penduduk
dengan asumsi prevalensi diabetes mellitus tipe II mencapai 12 juta diabetes.
Berdasarkan data dinas kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah menunjukkan
bahwa penyandang diabetes mellitus meningkat setiap tahunnya. Pada tahun
2

2016 jumlah kasus diabetes melitus sebanyak 16.330 kasus dan tahun 2017
jumlah kasus diabetes mellitus meningkat menjadi 16.456 kasus.[4]
Menurut Priyatno (2016), dalam International Statistical Clasification
of Disease 10 (ICD-10) distribusi pasien baru diabetes mellitus yang berobat
jalan ke rumah sakit di Indonesia berjumlah 45.368 orang dan jumlah
kunjungan sebanyak 180.926 orang dengan admission rate sebesar 3.99
sedangkan distribusi pasien baru yang rawat inap sebanyak 83.045 orang dan
jumlah pasien yang meninggal sebanyak 5.585 orang dengan angka Case
Fatality Rete (CFR) sebesar 6,73%.[5]
Penyakit diabetes mellitus tipe II merupakan penyakit degeneratif yang
terkait pada pola makan. Pola makan merupakan gambaran mengenai
macam-macam, jumlah dan komposisi bahan makanan apa saja yang dimakan
tiap hari oleh seseorang. Terlebih dengan gaya hidup perkotaan dengan pola
diit yang tinggi lemak, garam, dan gula secara berlebihan dapat menyebabkan
timbulnya berbagai penyakit termasuk diabetes mellitus.[6] Berdasarkan
penelitian Susanti (2018) pola makan berhubungan dengan kadar gula darah
pada penderita DM, karena pengaturan pola makan dan pemilihan jenis
makanan dapat menentukan kecepatan naiknya kadar gula darah.[7]
Kurangnya latihan fisik atau olahraga juga merupakan salah satu faktor
yang menyebabkan terjadinya diabetes mellitus tipe II. Menurut penelitian
yang telah dilakukan di China, jika seseorang dalam hidupnya kurang
melakukan latihan fisik ataupun olahraga maka cadangan glikogen ataupun
lemak akan tetap tersimpan di dalam tubuh, hal inilah yang memicu
terjadinya berbagai macam penyakit degeneratif salah satu contohnya
diabetes mellitus tipe II. Secara epidemologik diabetes mellitus tipe II,
mungkin tidak terdeteksi dan onset atau mulai terjadinya diabetes 7 tahun
sebelum diagnosis dikatakan, sehingga mordibitas dan mortalitas dini terjadi
pada kasus tidak terdeteksi dini. Penelitian lain menyatakan bahwa populasi
diabetes tipe II akan meningkat 5-10 kali lipat karena terjadinya perubahan
perilaku rural-tradisional menjadi urban. Faktor resiko yang berubah secara
epidemologi diperkirakan adalah gaya hidup beresiko.[8] Berdasarkan hasil
3

penelitian Putri (2016) mengatakan bahwa kadar glukosa darah penderita DM


yang melakukan aktivitas fisik/olahraga dengan frekuensi cukup lebih stabil
dan dalam batas aman. Sehingga penting bagi penderita DM melakukan
aktivitas fisik/olahraga setiap 2 hari sekali, untuk mempertahankan kerja
insulin sehingga kadar glukosa darah dapat tetap stabil.[9]
Sebagian besar penyandang diabetes di Indonesia adalah kelompok
diabetes mellitus tipe II yaitu lebih dari 90% dari seluruh populasi diabetes. [10]
Dampak tidak terkendalinya kadar gula darah mengakibatkan komplikasi.
Komplikasi yang dapat terjadi akibat DM adalah sebesar 57,9% atau dari 5
orang yang menderita DM terdapat 3 orang yang mengalami komplikasi.
Kejadian makrovaskuler di Amerika seperti stroke sebesar 6,6%, infark
miokard akut sebesar 9,8%, penyakit jantung koroner sebesar 9,1%, dan gagal
jantung kongestif sebesar 7,9%. Sedangkan untuk komplikasi mikrovaskuler
sebanyak 27,8% orang mengalami penyakit ginjal, kelainan mata sebesar
18,9% dan kelainan kaki sebesar 22,9%. Oleh karena itu perlu dianjurkan
manajemen diri untuk dijadikan sebagai komponen inti dari perawatan
diabetes.[10]
Manajemen diri diabetes merupakan keterlibatan dan tanggung jawab
pasien itu sendiri terhadap pengelolaan DM yang mempengaruhi beberapa
aspek meliputi pengaturan pola makan (diet), aktivitas fisik (olahraga),
kontrol gula darah, terapi, dan perawatan kaki.[10] Adapun tujuan utama
pengelolaan DM yaitu untuk mengatur kadar glukosa dalam batas normal
guna mengurangi gejala dan mencegah terjadinya komplikasi DM, jika
seorang pasien DM mampu mengatasi masalah pada penyakit DM, maka
memungkinkan pasien tersebut dapat membuat sebuah keputusan tentang
pengelolaan yang terbaik untuk dirinya.[10]
Salah satu cara pengendalian penyakit DM adalah dengan melakukan
perawatan secara mandiri (self care).[2] Self care yang dapat dilakukan pasien
DM meliputi pengaturan pola makan (diet), akifivitas fisik (olahraga),
pemantauan kadar gula darah, terapi obat dan perawatan kaki.[11] Manfaat
Self care pada pasien DM itu sendiri merupakan salah satu upaya untuk
4

memperbaiki kondisi yang memungkin penyakit tidak mendapatkan


dukungan dari kebiasaan gaya hidup atau faktor lainnya. Sehingga pasien
mampu melakukan perawatan mandiri agar dapat merubah perilaku. Namun,
pada kenyataannya fenomena di masyarakat masih menunjukkan rendahnya
Self care pada penderita DM. Hal ini terlihat dari hasil penelitian yang
menemukan bahwa sekitar 75% responden dengan DM tipe II masih
menunjukkan perawatan diri yang belum optimal.[12] Hasil penelitian lain juga
menunjukkan bahwa kemampuan Self care pasien DM masihh rendah, yang
ditunjukkan dengan rata-rata jumlah haari dalam melakukan Self care hanya
2-5 hari dalam satu minggu.[13] Hasil penelitian di Iran juga menunjukkan
rendahnya Self care pada penderita diabetes. Penelitian ini menunjukkan
bahwa 63,6% dari total 382 pasien yang dirujuk ke Diabetes Center Ardabil
Iran memiliki tingkat Self care yang rendah. Rendahnya Self care yang
dilakukan oleh penderita DM akan berakibat buruk bagi pasien itu sendiri.[14]
Faktor intrinsik yang berhubungan dengan Self Care yaitu efikasi diri
(self efficacy) dan lama menderita.[15] Berdasarkan penelitian menunjukkan
bahwa terdapat hubungan antara Self Efficacy dengan Self Care pada diabetes
tipe 2.[15] Semakin baik Self Efficacy seseorang maka akan memiliki Self Care
yang cenderung lebih baik. Sedangkan untuk lama seseorang menderita DM
berpengaruh terhadap perawatan diri diabetes dimana durasi DM yang lebih
lama memiliki pengalaman yang lebih bahwa pentingnya perilaku manajemen
diri diabetes sehingga mereka dapat dengan mudahnya mencari informasi
terkait dengan perawatan diabetes yang dilakukan.[15]
Adapun faktor ekstrinsik yang juga dapat berpengaruh terhadap
perawatan diri seseorang yaitu dukungan keluarga, semakin baik dukungan
keluarga yang diberikan maka akan semakin baik self care pada pasien DM,
sehingga dapat meningkatkan tingkah laku dan pola hidup yang sehat.[13]
Selain itu kepemilikan jaminan kesehatan juga dapat berhubungan dengan
perawatan diri seseorang, berdasarkan penelitian di Arab saudi menunjukkan
bahwa 15% dari pasien yang mengakses pelayanan kesehatan menunjukkan
5

kontrol glikemik yang baik.[16] Kepemilikan jaminan kesehatan dapat


mendorong masyarakat untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan.[17]
Data rekam medik Rumah Sakit Umum Anutapura Palu (2017),
menunjukkan bahwa kasus penderita DM rawat inap di RSU Anutapura Palu
poli klinik penyakit dalam pada tahun 2016 sebanyak 560 kasus dan tahun
2017 dari bulan Januari sampai bulan Juli berjumlah 245 kasus. Sedangkan
berdasarkan kunjungan rawat jalan kasus penderita DM di RSU Anutapura
Palu pada tahun 2016 sebanyak 3977 kasus dan tahun 2017 sebanyak 4177
penderita DM.[18]
Berdasarkan permasalahan tersebut maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Self Care Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe II di Rumah Sakit Anutapura
Palu Tahun 2020”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut “Apa sajakah faktor-faktor yang berhubungan dengan self
care pada pasien DM tipe II di Rumah Sakit Anutapura Palu”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan self
care pada pasien DM tipe II di Rumah Sakit Umum Anutapura Palu
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengidentifikasi Efikasi Diri (self efficacy) dengan Self Care
pada pasien DM Tipe II di RSU Anutapura Palu
b. Untuk mengidentifikasi Lama Menderita dengan Self Care pada pasien
DM Tipe II di RSU Anutapura Palu
c. Untuk mengidentifikasi Dukungan Keluarga dengan Self Care pada
pasien DM Tipe II di RSU Anutapura Palu
d. Untuk mengidentifikasi Kepemilikan Jaminan Kesehatan dengan Self
Care pada pasien DM Tipe II di RSU Anutapura Palu
6

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi pendidikan STIKes Widya Nusantara Palu
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi sebagai
referensi bagi mahasiswa yang dapat dijadikan bahan bacaan guna
menambah pengetahuan mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan
Self care pada pasien DM Tipe II.
2. Bagi Rumah Sakit
Penelitian ini dapat memberikan masukan kepada tenaga kesehatan,
pemerintah, serta pihak yang terkait dengan adanya peranan mereka agar
dapat memberikan pelayanan bagi masyarakat khususnya pasien dengan
Diabetes Mellitus untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan
manajemen penatalaksanaan sehingga dapat menurunkan angka kejadian
Diabetes Mellitus.
3. Bagi peneliti
Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat menjadi masukan dan
sumber informasi peneliti mengenai faktor-faktor yang berhubungan
dengan Self Care pada pasien Diabetes Mellitus Tipe 2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Diabetes Melllitus


1. Pengertian
Diabetes Mellitus adalah penyakit kronis yang terjadi baik saat
pankreas tidak menghasilkan cukup insulin atau bila tubuh tidak dapat
secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkannya. Insulin adalah
hormon yang mengatur kadar gula dalam darah. Hiperglikemia atau
peningkatan kadar gula darah merupakan efek umum diabetes yang tidak
terkontrol dan seiring berjalannya waktu menyebabkan kerusakan serius
pada banyak sistem tubuh, terutama saraf dan pembuluh darah.[2]
International Diabetes Federation menyebutkan bahwa ketika tubuh
kekurangan insulin atau ketika sel tidak mampu untuk merespon insulin
dapat menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah atau hiperglikemia.
Kadar gula yang tinggi, jika dibiarkan tidak terkendali dapat menyebabkan
kerusakan pada sistem tubuh, yang mengarah pada komplikasi kesehatan
yang mengancam jiwa seperti penyakit kardiovaskuler, neuropati,
nefropati, dan penyakit mata.[1]
2. Klasifikasi Diabetes Mellitus
International Diabetes Federation (2017) mengklasifikasikan DM
menjadi:[1]
a. Diabetes Mellitus Tipe I
Diabetes mellitus tipe I merupakan diabetes yang disebabkan
olehh reaksi autoimun dimana sistem kekebalan tubuh menyerang sel
beta penghasil insulin di pankreas, sehingga tubuh tidak dapat
menghasilkan insulin. Penyebab dari proses destruktif ini tidak
sepenuhnya diketahui tetapi kombinasi kerentanan genetik serta
lingkungan seperti adanya infeksi virus, toksin atau beberapa faktor
makanan. Penyakit ini dapat berkembang pada semua usia, akan tetapi
pada Diabetes mellitus tipe I paling sering terjadi pada anak-anak dan

7
8

remaja. Penderita dengan Diabetes mellitus tipe I memerlukan suntikan


insulin setiap hari agar dapat mempertahankan kadar glukosa agar tetap
dalam kisaran yang normal. Kebutuhan pengobatan insulin sehari-hari,
pemantauan glukosa darah secara teratur dan pemeliharaan diet sehat
dan gaya hidup sehat merupakan cara untuk menunda atau menghindari
terjadinya komplikasi dari penyakit Diabetes.
b. Diabetes Mellitus Tipe II
Diabetes mellitus tipe II adalah diabetes yang paling umum
ditemukan. Ciri dari Diabetes mellitus tipe II adalah hiperglikemia.
Hiperglikemia dalam hal ini merupakan hasil dari produksi insulin yang
tidak adekuat dan ketidakmampuan tubuh untuk merespon insulin, yang
didefinisikan sebagai resistensi insulin. Selama keadaan resistensi
insulin, insulin tidak efektif dan karena itu awalnya meminta untuk
meningkatkan produksi insulin untuk mengurangi peningkatan glukosa
darah tetapi semakin lama keadaan relatif tidak adekuat pada
perkembangan produksi insulin. Diabetes mellitus tipe II paling sering
terjadi pada orang dewasa, namun remaja dan anak-anak bisa juga
mengalaminya karena meningkatnya tingkat obesitas, ketidakefektifan
aktivitas fisik dan pola makan yang buruk.
c. Gestational Diabetes Mellitus (GDM)
Hiperglikemia atau peningkatan kadar glukosa darah yang
pertama kali dideteksi saat kehamilan dapat diklasifikasikan sebagai
Gestational Diabetes Mellitus (GDM) atau hiperglikemia pada
kehamilan. GDM dapat didiagnosis pada trimester pertama kehamilan
tetapi dalam kebanyakan kasus diabetes kemungkinan ada sebelum
kehamilan, tetapi tidak terdiagnosis.
d. Diabetes Mellitus Tipe lain
Diabetes tipe lain yaitu individu mengalami hiperglikemia akibat
kelainan spesifik (kelainan genetik fungsi sel beta), endokrinopati
(penyakit Cushing’s akromegali), penggunaan obat yang mengganggu
9

fungsi sel beta (dilantin), penggunaan obat yang mengganggu kerja insulin
(b-adrenergik) dan infeksi atau sindroma genetik (Down’s, Klinefelter’s).
3. Faktor Resiko Diabetes Mellitus Tipe II
Faktor resiko DM sama dengan faktor resiko untuk intoleransi
glukosa yaitu:[19]
a. Faktor resiko yang tidak dapat domidifikasi
1) Ras dan etnik
2) Riwayat keluarga dengan DM
3) Umur: risiko untuk menderita intoleransi glukosa meningkat
seiring dengan meningkatnya usia. Usia > 45 tahun harus
dilakukan pemeriksaan DM.
4) Riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lahir bayi > 4000
gram atau riwayat pernah menderita DM Gestasional (DMG)
5) Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg. Bayi
yang lahir dengan berat badan rendah mempunyai risiko yang lebih
tinggi dibanding dengan bayi yang lahir dengan berat badan
normal.
b. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi
1) Berat badan lebih (IMT > 23 kg/m2
2) Kurangnya aktivitas fisik
3) Hipertensi (> 140/90 mmHg)
4) Dislipidemia (HDL < 35 mg/dl dan atau trigliserida > 250 mg/dl)
5) Diet tidak sehat (unhealthy diet). Diet dengan tinggi glukosa dan
rendah serat akan meningkatkan resiko menderita pre
diabetes/intoleransi glukosa dan DM Tipe II.
c. Faktor lain yang terkait dengan resiko DM
1) Penderita Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) atau keadaan klinis
lain yang terkait dengan resistensi insulin
2) Penderita sindrom metabolik yang memiliki riwayat penyakit
kardiovaskuler, seperti stroke, penyakit jantung koroner, atau
peripheral arterial diseases (PAD)
10

4. Etiologi Diabetes Mellitus Tipe II


Diabetes mellitus tipe II merupakan jenis diabetes mellitus yang
paling sering terjadi, mencakup 85% pasien diabetes. Keadaan ini ditandai
oleh resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif. Mekanisme
resistensi insulin pada diabetes mellitus tipe II masih belum jelas.
Walaupun terdapat sejumlah abnormalitas genetik dari reseptor insulin
yang ditemukan, namun pada beberapa kasus yang berhubungan sindrom
resistensi yang jelas, hal ini jarang terjadi dan tidak menjelaskan
hiperinsulinemia yang terjadi pada sebagian besar pasien dengan diabetes
mellitus tipe I. Faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam
proses terjadinya resistensi insulin.[20]
5. Manifestasi Klinis Diabetes Mellitus
Manifestasi klinis yang sering muncul pada pasien diabetes mellitus
antara lain rasa haus yang berlebihan (polidipdi), sering kencing (poliuri),
cepat lapar (polipagia), penglihatan menjadi kabur, luka sukar sembuh,
kesemutan pada jari tangan dan kaki gatal-gatal.[21]
6. Tinjauan Fisiologis dan Patofisiologi
a. Fisiologis Normal
Insulin disekresikan oleh sel-sel beta yang merupakan salah satu
dari empat tipe sel dalam pulau-pulau langerhans pankreas. Insulin
merupakan hormon anabolik atau hormon untuk menyimpan kalori
(Storage Hormon). Apabila seorang makan makanan, sekresi insulin
akan meningkat dan menggerakkan glukosa kedalam sel-sel otot, hati
serta lemak. Dalam sel-sel tersebut, insulin menimbulkan efek berikut
ini:[20]
1) Menstimulasi penyimpanan glukosa dalam hati dan otot (Dalam
bentuk glikogen).
2) Meningkatkan penyimpanan lemak dari makanan dalam jaringan
adiposa
3) Mempercepat pengangkatan asam-asam amino (Yang berasal dari
protein makanan) kedalam sel.
11

Insulin juga menghambat pemecahan glukosa, protein dan lemak


yang disimpan. Selama masa “puasa” (Antara jam-jam makan dan pada
saat tidur malam, pankreas akan melepaskan secara terus-menerus
sejumlah keciil insulin bersama dengan hormon pankreas lain yang
disebut glukosa (hormon ini disekresikan oleh sel-sel Alfapulau
langerhans). Insulin dan glukosa secara bersama-sama mempertahanka
kadar glukosa dari hati, pada mulanya hati menghasilkan glukosa
melalui pemecahan glikogen (Glikogenalisis). Setelah 8 minggu 12
jam tanpa makanan, hati membentuk glukosa dari pemecahan zat-zat
selain karbohidat yang mencakup asam-asam amino (Glukeneogenesis).
[20]

7. Patofisiologi Diabetes Mellitus Tipe II


Pada diabetes mellitus tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin, yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin. Normalnya insulin akan terkait dengan reseptor khusus pada
permukaan sel. Sebagai akibatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi
suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi
insulin pada diabetes mellitus tipe II disertai dengan penurunan reaksi intra
sel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa oleh jaringan.[20]
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya
glukosa darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang
disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini
terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan
dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun
jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan
insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes mellitus
tipe II.[22]
Meskipunn terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri
khas diabetes mellitus tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah
yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan
12

keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi


pada diabetes mellitus tipe II.[22]
8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok dengan
resiko tinggi untuk diabetes mellitus , yaitu kelompok usia dewasa tua
(<40 tahun), desitas tekanan darah tinggi, riwayat keluarga diabetes
mellitus, riwayat kehamilan, dan dislipedimia.[22]
Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan dengan pemeriksaan
glukosa darah sewaktu, kadar darah glukosa puasa, kemudian dapat
dilakukan dengan tes toleransi glukosa oral. Untuk kelompok resiko tinggi
yang hasil pemeriksaan penyaringannya negatif, perlu pemeriksaan
penyaring ulangan tiap tahun. Bagi pasien berusia >45 tahun tanpa faktor
resiko, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun.[22]
Tabel 2.1 Kadar Glukosa Darah Sewaktu Dan Puasa Dengan Metode
Enzimatik Sebagai Patokan Penyaring Dan Diagnosa
Diabetes Mellitus (mg/dl)
Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar glukosa darah
sewaktu <110 110-199 >200
a. Plasma vena <90 90-199 >200
b. Darah kapiler
Kadar glukosa darah puasa
a. Plasma Vena <110 110-125 >126
b. Darah kapiler <90 90-109 >100
Sumber: Konsensus Pengelolaan Dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe II di Indonesia
PERKENI tahun 2015

Cara pemeriksaan tes toleransi glukosa oral, darah:[19]


a. Tiga hari sebelum pemeriksaan pasien makan seperti biasa
b. Kegiatan jasmani sementara cukup, tidak terlalu banyak
c. Pasien puasa semalam selama 10-12 jam
d. Periksa glukosa darah puasa
e. Berikan glukosa 75 gr yang dilarutkan dalam air 250 ml, lalu minum
dalam waktu 5 menit
f. Periksa glukosa darah 1 jam dan 2 jam sesudah beban glukosa.
13

g. Selama pemeriksaan, pasien yang diperiksa tetap istirahat dan tidak


merokoko.
9. Penatalaksanaan DM
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan
aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi
terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada
setiap tipe diabetes mellitus adalah mencapai kadar glukosa darah normal
(Euglikemia) tanpa terjadinya hipoglikemia dan gangguan serius pada pola
aktivitas pasien. Komponen dalam penatalaksanaan diabetes mellitus
yaitu:[23]
a. Diet
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari
penatalaksanaan diabetes. Penatalaksanaan nutrisi pada penderita
diabetes diarahkan untuk mencapai tujuan dan sesuai dengan
perencanaannya.
1) Tujuan
a) Memberikan semua unsur makanan esensial (misalnya vitamin
dan mineral)
b) Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai
c) Memenuhi kebutuhan energi
d) Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah seiap harinya dengan
mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui
cara-cara yang aman dan praktis
e) Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat
2) Perencanaan makan pada penderita diabetes mellitus terdiri dari:
a) Perencanaan makan unsur karbohidrat: Tujuan diet ini addalah
meningkatkan konsumsi karbohidrat kompleks khususnya
yang berserat tinggi seperti : roti gandum utuh, nasi beras
tuumbuk, sereal dan pasta/ mie yang berasal dari gandum.
Disamping itu, penggunaan sukrosa dengan jumlah yang
sedang kini lebih banyak diterima sepanjang pasien masih
14

dapat mempertahankan kadar glukosa serta lemak (Mencakup


kolesterol dan trigliserida) yang adekuat dan mampu
mengendalikan berat badannya.
b) Perencanaan makan unsur protein: rencana makan dapat
mencakup penggunaan beberapa makanan sumber protein
nabati untuk membantu mengurangi asupan kolesterol serta
lemak jenuh.
c) Perencanaan makan unsur lemak: Perencanaan makan yang
mempunyai kandungan lemak dalam diet diabetes mencakup
penurunan persentase total kalorinya yang berasal dari sumber
lemak hingga kurang 30% total kalori dan pembatasan jumlah
lemak jenuh hingga 10% total kalori. Selain itu juga
pembatasan asupan kolesterol hingga kurang dari 300 mg/ hari
sangat dianjurkan.
d) Perencanaan makan unsur serat: Tipe diet ini berperan dalam
penurunan kadar total kolesterol dan Low Density Lipoprotein
(LDL) kolesterol dalam darah. Peningkatan kandungan serat
dalam diet dapat pula memperbaiki kadar glukosa darah
sehingga kebutuhan insulin dari luar dapat dikurangi.
b. Latihan
Latihan sangat penting dalam penatalaksanaan diabetes karena
efeknya dapat menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor
risiko kardiovaskuler. Latihan akan menurunkan kadar glukosa darah
dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki
pemakaian insulin. Sirkulasi darah dan tonus otot juga diperbaiki
dengan berolahraga. Latihan dengan cara melawan tahanan (Resistance
training) dapat meningkatkan Lean body mass dan demikian menambah
laju metabolisme istirahat (Resting metabolic rate). Semua efek ini
sangat bermanfaat pada diabetes mellitus karena dapat menurunkan
berat badan, mengurangi rasa stress dan mempertahankan kesegaran
tubuh. Latihan juga akan mengubah kadar lemak darah yaitu
15

meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL) kolesterol dan


menurunkan kadar kolesterol total serta trigliserida. Semua manfaat ini
sangat penting bagi penyandang diabetes mengingat adanya
peningkatan risiko untuk terkena penyakit kardiovaskuler pada diabetes.
Pedoman umum latihan pada diabetes:
1) Gunakan alas kaki yang tepat, dan bila perlu alat pelindung kaki
lainnya.
2) Hindari latihan dalam udara yang sangat panas atau dingin
3) Periksa kaki setiap hari sesudah melakukan latihan
4) Hidari latihan pada saat pengendalian metabolik buruk
5) Pemantauan Kadar Glukosa Darah
Dengan melakukan pemantauan kadar glukosa darah secara
mandiri Self-monitoring of blood glucose (SMBG), penderita diabetes
mellitus kini dapat mengatur terapinya untuk mengendalikan kadar
glukosa darah secara optimal. Cara ini memungkinkan deteksi dan
pencegahan hipokglikemia serta hiperglikemia dan berperan dalam
menetukan kadar glukosa darah normal yang kemungkinan akan
mengurangi komplikasi diabetes jangka panjang. Menurut dokter
olahraga di Balai Kesehatan Olahraga Masyarakat (BKOM) DKI,
sebaiknya jenis olahraga bagi penderita diabetes dipilih yang memilih
nilai aerobik tinggi, macam jalan cepat, lari (joging), senam aerobik,
renang, dan bersepeda. Jenis olahraga lainnya, tenis, tenis meja, bahkan
sepak bola, pun boleh dilakukan asal dengan perhatian ekstra.
Sedangkan penderita diabetes berbadan gemuk, jenis olahraganya
dikombinasikan dengan latihan untuk obesitas. Lama latihannya tidak
satu jam, melainkan dua jam. Maksudnya, supaya pembakarannya
lebih banyak, gula darahnya turun, dan lemak tubuhnya berkurang
(Nabil 2015).
16

c. Terapi
1) Obat hipoglikemia oral (OHO) seperti Sulfonylurea, biguanid,
inhibitor alfa glukosidase dan insulin sensitizing agen.
2) Pada diabetes mellitus tipe II, insulin mungkin diperlukan sebagai
terapi jangka panjang untuk mengendalikan kadar glukosa darah
jika diet dan obat hipoglikemia oral tidak berhasil mengontrolnya.
Disamping itu, sebagian pasien diabetes mellitus tipe II yang
biasanya mengendalikan kadar glukosa darah dengan diet atau
dengan obat oral kadang membutuhkan insulin secara temporer
selama mengalami sakit, infeksi, kehamilan, pembedahan atau
beberapa kejadian stress lainnya. Penyuntikan insulin sering
dilakukan dua kali per hari (Atau bahkan lebih sering lagi) untuk
mengendalikan kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan dan
pada malam hari. Karena dosis insulin yang diperlukan masing-
masing pasien ditentukan oleh kadar glukosa darah yang akurat
sangat penting.
d. Pendidikan Kesehatan
Diabete mellitus merupaka sakit kronis yang memerlukan
perilaku penanganan mandiri yang khusus seumur hidup. Pasien bukan
hanya belajar keterampilan untuk merawat diri sendiri guna
menghindari penurunan atau kenaikan kadar glukosa darah yang
mendadak, tetapi juga harus memiliki perilaku preventif dalam gaya
hidup untuk menghindari komplikasi jangka panjang yang dapat
ditimbulkan dari penyakit diabetes mellitus.
B. Tinjauan Tentang Self care (Perawatan Diri)
1. Aplikasi Teori Orem pada DM
Klien dewasa dengan Diabete Mellitus menurut teori self care
Orem dipandangan sebagai individu yang memiliki kemampuan untuk
merawat dirinya sendiri untuk melakukan perawatan diri, memelihara
kesehatan dan mencapai kesejahteraan. Klien diabetes mellitus mampu
mencapai kesejahteraan atau kesehatan yang optimal dengan mengetahui
17

perawatan yang sesuai dengan kondisi penyakitnya.[24] Oleh karena itu,


perawat berperan sebagai pendukung/pendidik bagi klien dewasa dengan
diabetes mellitus terkontrol untuk tetap mempertahankan kemampuan
optimalnya dalam mencapai sejahtera.[24] Self care merupakan perilaku
yang dipelajari dan merupakan suatu tindakan sebagai respon atau suatu
kebutuhan. Peran perawat dalam aplikasi teori self care Orem adalah
membantu meningkatkan kemampuan pasien untuk mandiri pada area
klinis yang akan meningkatkan kualitas hidup saat pasien berada pada area
komunitas.[25]
2. Deskripsi Konsep Sentral Self care (Dorothea E Orem)
a. Manusia
Suatu kesatuan yang dipandang sebagai berfungsinya secara
biologis simbolik dan sosial serta berinisiasi dan melakukan kegiatan
asuhan/perawatan mandiri untuk mempertahankan kehidupan,
kesehatan, dan kesejahteraan. Kegiatan asuhan keperawatan mandiri
terkait dengan udara, air, makanan, eliminasi, kegiatan dan istirahat,
interkasi sosial, pencegahan terhadap bahaya kehidupan, kesejahteraan
dan peningkatan fungsi manusia.[24]
b. Masyarakat/Lingkungan
Lingkungan disekitar individu yang membentuk sistem
terintegrasi dan intraktif.[24]
c. Sehat/Kesehatan
Suatu keadaan yang didirikan oleh keutuhan struktur manusia
yang berkembang secara fisik dan jiwa yang meliputi aspek fisik,
psikologik, interpersonal, dan sosial. Kesejahteraan digunakan untuk
menjelaskan tentang kondisi persepsi individu terhadap keberadaannya.
Kesejahteraan merupakan suatu keadaan yang dicirikan oleh
pengalaman yang menyenangkan dan berbagai bentuk kebahagiaan
lain., pengalaman spiritual gerakan untuk memenuhi ideal diri dan
melalui personalisasi berkesinambungan. Kesejahteraan berhubungan
18

dengan kesehatan, keberhasilan dalam berusaha dan sumber yang


memadai.[24]
d. Keperawatan
Pelayanan yang membantu manusia dengan tingkat
ketergantungan sepenuhnya atau sebagian, ketika mereka tidak lagi
mampu merawat dirinya. Keperawatan merupakan tindakan yang
dilakukan dengan sengaja, suatu fungsi yang dilakukan perawat k arena
memiliki kecerdasan serta tindakan yang meluluhkan kondisi secara
manusiawi.[24]
3. Theory Self care (Dorothea Orem)
Pandangan teori menurut Orem dalam tatanan pelayanan
keperawatan yang ditujukan kepada kebutuhan individu dalam melakukan
tindakan keperawatan mandiri serta mengatur kebutuhannya. Dalam
konsep praktik keperawatan Orem mengembangkan dua bentuk teori self
care , yaitu:[24]
a. Perawatan diri sendiri
1) Self care merupakan aktivitas dan inisiatif dari individu dalam
memenuhi serta mempertahankan kehidupan, kesehatan, serta
kesejahteraan.
2) Self care agency merupakan suatu kemampuan individu dalam
melakukan perawatan diri sendiri yang dapat dipengaruhi oleh usia,
perkembangan sosiokultural, kesehatan dan lain-lain.
3) Therapeutic self care demand merupakan tuntutan atau permintaan
dalam perawatan diri sendiri yang merupakan tindakan mandiri
yang dilakukan dalam waktu tertentu untuk perawatan diri sendiri
dengan menggunakan metode dan alat dalam tindakan yang tepat.
4) Self care requsites (kebutuhan self care) merupakan suatu tindakan
yang ditujukan pada penyediaan dan perawatan diri sendiri yang
bersifat universal dan berhubungan dengan proses kehidupan
manusia serta dalam upaya mempertahankan fungsi tubuh.
19

b. Self care Defisit


Self care defisit merupakan bagian penting dalam keperawatan
secara umum dimana segala perencanaan keperawatan diberikan pada saat
perawat dibutuhkan. Keperawatan dibutuhkan seseorang pada saat tidak
mampu atau terbatas untuk melakukan self care deficit, dapat diterapkan
pada anak yang belum dewasa, atau kebutuhan yang melebihi kemampuan
serta adanya perkiraan penurunan kemampuan dalam perawatan dan
tuntutan dalam peningkatan self care, baik secara kualitas dan kuantitas.
Dalam pemenuhan keperawatan diri sendiri atau berbuat untuk orang lain.,
sebagai pembimbing orang lain, memberi support, meningkatkan
pengembangan lingkungan untuk pengembangan pribadi serta
mengajarkan atau mendidik pada orang lain.
4. Indikator Self Care
a. Pola Makan (diet)
Diet adalah pengaturan jumlah dan jenis makanan yang
digunakan setiap hari agar seseorang tetap sehat. Salah satu pilar
pengendalian DM Tipe II yaitu melakukan terapi diet hingga terapi gizi.
Terapi diet merupakan terapi yang memanfaatkan diet yang berbeda
dengan diet orang normal untuk mempercepat kesembuhan dan
memperbaiki status gizi. Jika yang dimanfaatkan bukan saja diet tetapi
pengetahuan gizi yang lebih luas seperti suplemen pangan dan gizi,
maka hal tersebut disebut terapi gizi.[7]
Banyak diantara pasien DM Tipe II memiliki riwayat diabetes
yang kuat dalam keluarga. Oleh karena itu, tujuan utama terapi diet
pada pasien DM Tipe II adalah menurunkan dan atau mengendalikan
berat badan di samping mengendalikan kadar gula dan kolesterol. Hal
ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan mencegah
terjadinya komplikasi. Penurunan berat badan pada pasien DM Tipe II
yang mengalami obesitas umumnya akan menurunkan resistensi
insulin. Dengan demikian, penurunan berat badan meningkatkan
20

pengambilan glukosa oleh sel dan memperbaiki pengendalian glukosa


darah.[7]
Perencanaan makan pada pasien DM Tipe II bertujuan untuk
mengatur kadar glukosa darah dan lipid dalam batas-batas normal,
menjamin nutrisi yang optimal serta mencapai dan mempertahankan
berat badan ideal. Diet pada penderita DM Tipe II harus sesuai dengan
kebutuhan kalori per hari.[7]
b. Aktivitas Fisik
Salah satu penerapan pola hidup sehat dalam penatalaksanaan
DM Tipe II yaitu melakukan latihan fisik atau aktivitas fisik. Peran fisik
yaitu tindakan sejauh mana batas kesehatan manusia untuk melakukan
aktivitas fisik seperti perawatan diri, berjalan, membungkuk,
mengangkat atau saat membawa benda-benda berat dan penggunaan
tenaga yang cukup.[26] Latihan fisik yang dianjurkan dalam menjaga
kebugaran tubuh yaitu dengan berolahraga. Akan tetapi, sebagian besar
masyarakat sulit dan malas meluangkan waktu berolahraga. Untuk itu
perlu kesadaran diri sendiri dalam melakukan perubahan pola hidup
sehat. Hal tersebut dapat dimulai dengan berolahraga dalam intensitas
sedang, misalnya jalan, membersihkan rumah, membersihkan
pekarangan, naik turun tangga atau aktivitas lainnya selama 30 menit
setiap hari.[26]
Aktivitas fisik mempengaruhi aksi insulin pada orang yang
beresiko penyakit DM. Salah satu faktor yang menyebabkan resistensi
insulin dalam tubuh penderita DM Tipe II yaitu karena kurangnya
aktivitas fisik. Untuk mencegah dan menghambat perkembangan
penyakit DM Tipe II sangat dianjurkan melakukan aktivitas fisik.
Proses yang terjadi selama melakukan aktivitas fisik berguna untuk
penurunan resistensi insulin, peningkatan toleransi glukosa, penurunan
lemak adipose, pengurangan lemak sentral dan perubahan jaringan otot.
[26]
21

Latiha fisik pada pasien DM Tipe II pada prinsipnya hampir sama


dengan latihan fisik secara umum yaitu memenuhi beberapa hal yaitu
frekuensi, intensitas, durasi dan jenis. Frekuensi latihan fisik yang
disarankan bagi pasien DM Tipe II adalah aktivitas yang dilakukan
secara teratur 3-5 kali dalam seminggu, dengan intensitas ringan dan
sedang (60%-70% maximum heart rate) dengan durasi waktu latihan
fisik yang baik adalah 30-60 menit. Ada beberapa jenis latihan fisik
yang bermanfaat, terutama bagi bagi pasien DM Tipe II seperti aerobic
yang berguna meningkatkan harapan hidup (kualitas hidup) pasien DM
Tipe II.[27]
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia menganjurkan latihan
jasmani dilakukan secara teratur sebanyak 3-5 kali per minggu selama
sekitar 30-45 menit, dengan total 150 menit per minggu. [26] Jeda antar
latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut. Dianjurkan untuk
melakukan pemeriksaan glukosa darah sebelum latihan jasmani.
Apabila kadar glukosa darah <100 mh/dL pasien harus mengkonsumsi
karbohidrat terlebih dahulu dan bila >250 mg/dL dianjurkan untuk
menunda latihan jasmani.[26] Kegiatan sehari-hari bukan termasuk dalam
latihan jasmani, meskipun dianjurkan untuk selalu aktif setiap hari.
Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat
menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin,
sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani
yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan
jasmani yang bersifat aerobik dengan intensitas sedang (50%-70%
denyut jantung maksimal) seperti, jalan cepat, bersepeda santai, jogging
dan berenang. Denyut jantung maksimal dihitung dengan cara
mengurangi angka 220 dengan usia pasien.[26] Latihan jasmani
sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani,
intensitas latihan jasmani pada penyandang DM yang relatif sehat bisa
ditingkatkan, sedangkan pada penyandang DM yang disertai komplikasi
22

intensitas latihan perlu dikurangi dan disesuaikan dengan masing-


masing individu.[19]
c. Pemantauan Kadar Gula Darah
Pemantauan kadar glukosa darah secara teratur pada penderita
DM yang tidak mendapat insulin akan dapat membantu memonitor
efektifitas latihan fisik, diet dan obat hipoglikemik oral. Monitoring
glukosa darah bagi penderita DM Tipe II disarankan dalam kondisi
yang diperkirakan dapat menyebabkan hiperglikemia (misalnya pada
keadaan sakit) atau hipoglikemia (pada saat aktivitas meningkat) dan
pada dosis pengobatan dirubah.[28]
Kadar glukosa darah pasien DM Tipe II dapat di pantau melalui
pemeriksaan yang dilakukan di laboratorium menggunakan metode
oksdasi glukosa yang dipercaya dapat memberikan hasil yang lebih
akurat. Oleh karena itu untuk menegakkan diagnosis penyakit DM,
maka disarankan pemeriksaan kadar glukosa darah dilakukan di
laboratorium.[28]
Pemeriksaan kadar glukosa darah yang lebih dianjurkan oleh
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia yaitu pemeriksaan glukosa
secara enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Pada pasien DM
Tipe II, pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan
menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan alat
glukometer.[19] Hal ini juga biasa dikenal dengan uji strip pada saat
melakukan konsultasi, dengan metode enzimatik. Strip yang dipasang
pada alat glukometer, mengandung membran yang dapat memisahkan
eritrosit dengan plasma sehingga hasil pengukuran adalah glukosa
plasma meskipun sampelnya berasal dari darah biasa. Metode enzimatik
yang digunakan dalam pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan lebih
cepat, mudah dan cukup akurat walaupun relatif lebih mahal.[28]
Self-monitoring blood glucose (SMBG) atau pemantauan kadar
glukosa darah secara mandiri, dimungkin pada penderita DM Tipe II
untuk mendeteksi dan mencegah hiperglikemia atau hipoglikemia dan
23

berperan serta dalam memelihara normalisasi glukosa darah, sehingga


mengurangi komplikasi diabetik jangka panjang. Pemeriksaan ini
sangat dianjurkan bagi pasien dengan penyakit Diabetes yang tidak
stabil, kecenderungan mengalami ketosis berat atau hiperglikemia, serta
hipoglikemia tanpa gejala ringan.[28]
Kontrol glukosa darah pada pasien DM tipe II merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari manajemen DM. Penderita DM tipe II dapat
mengukur kadar glukosa darahnya secara mandiri minimal dua sampai
tiga kali per minggu (Kusniawati, 2011). Kadar glukosa darah yang
terpantau dengan baik dapat mencegah dan mengendalikan terjadinya
komplikasi pada penderita DM Tipe II.[20]
d. Terapi Farmakologi/ Minum Obat DM
Kadar gula darah dalam rentang normal atau mendekati normal
adalah tujuan dari terapi farmakologi dengan insulin. Insulin juga
merupakan terapi obat jangka panjang untuk penderita DM Tipe II
karena bertujuan untuk mengendalikan kadar glukosa darah jika dengan
diet, latihan fisik, dan Obat Hipoglikemia Oral (OHO) ketika tidak
dapat menjaga gula darah dalam rentang normal. Insulin dibutuhkan
secara kontemporer selama mengalami sakit, infeksi, kehamilan,
pembedahan, dan beberapa kejadian stres pada penderita DM Tipe II.[21]
e. Perawatan Kaki
Perawatan kaki merupakan aktivitas penting yang harus dilakukan
penderita DM untuk merawat kaki yang bertujuan mengurangi resiko
ulkus kaki. Hal-hal yang perlu diperhatikan saat perawatan kaki adalah
penderita DM harus memeriksa kondisi kaki setiap hari, mencuci kaki
dengan bersih dan mengeringkannya menggunakan lap, memeriksa dan
memotong kuku kaki secara rutin, memilih alas kaki yang nyaman,
serta mengecek bagian sepatu yang akan digunakan.[28]

C. Tinjauan Tentang Faktor-Faktor Intrinsik dan Ekstrinsik Yang


Mempengaruhi Self care
24

1. Faktor Intrinsik
a. Efikasi Diri (Self Efficacy)
Efikasi diri (self efficacy) merupakan teori yang dikembangkan
oleh Albert Bandura. Ia mendefinisikan bahwa efikasi diri adalah
keyakinan individu mengenai kemampuan dirinya dalam melaksanakan
tugas atau tindakan yang diperlukan untuk mencapai hasil tertentu.
Efikasi diri merupakan salah satu aspek yang berpengaruh dalam
kehidupan manusia sehari-hari. Efikasi diri yang dimiliki memengaruhi
individu dalam menentukan tindakan yang akan dilakukan untuk
mencapai suatu tujuan, termasuk di dalamnya perkiraan terhadap
tantangan yang akan dihadapi.[29]
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa
sebagian besar responden memiliki self efficacy yang tinggi sehingga
mampu melakukan aktivitas self care diabetes dengan baik. Berbeda
dengan responden yang memiliki self efficacy rendah, sebagian besar
menunjukkan aktivitas self care diabetes yang kurang baik. Hal ini
berarti self efficacy telah mendorong responden untuk melakukan
aktivitas self care diabetes dengan baik.[30]
Hasil penelitian Astuti (2014) menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara efikasi diri dengan manajemen diri
pada pasien DM tipe 2, dimana self efficacy merupakan faktor internal
yang sangat berpengaruh bagi perilaku aktivitas self care diabetes. Self
efficacy yang dimiliki pasien dapat digunakan dalam memprediksi
perilaku sehat dan dapat memfasilitasi modifikasi perilaku serta sebagai
suatu mekanisme kontrol penyakitnya dan digunakan sebagai prediktor
keberhasilan dalam perubahan gaya hidup. Sehingga self efficacy
diperlukan bagi pasien DM tipe 2 untuk meningkatkan kemandirian
pasien dalam mengelola penyakitnya.[31]

b. Lama Menderita DM
Seseorang dengan durasi penyakit lebih lama memiliki
pengalaman dalam mengatasi penyakit mereka dan melakukan perilaku
25

perawatan diri yang lebih baik.[10] Lama seseorang menderita DM


berpengaruh terhadap perawatan diri diabetes dimana durasi DM yang
lebih lama memiliki pengalaman yang lebih bahwa penting nya perilaku
manajemen diri diabetes sehingga mereka dapat dengan mudahnya
mencari informasi terkait dengan perawatan diabetes yang dilakukan.[10]
Seseorang yang telah didiagnosis dengan diabetes bertahun-tahun
dapat meneriman diagnosis penyakitnya dan rejimen pengobatannya,
serta memiliki adaptasi yang lebih baik terhadap penyakitnya dengan
mengintegrasikan gaya hidup baru dalam kehidupan mereka sehari-hari.
[10]

2. Faktor Ekstrinsik
a. Dukungan keluarga
Merupakan proses yang menjalin hubungan antar keluarga
melalui sikap, tindakan dan penerimaan keluarga yang terjadi selama
masa hidup. Dukungan keluarga dapat berupa dukungan dari internal
dan juga berupa dukungan eksternal dari keluarga inti.[10] Dukungan
keluarga seperti kepedulian, bantuan, memberikan usulan, nasehat serta
informasi penting dalam meningkatkan self care pasien diabetes
mellitus, pengontrolan glukosa darah serta mampu meningkatkan
kesadaran pasien dalam melakukan tindakan perawatan diri. Saat
seseorang mengalami diabetes maka membutuhkan bantuan dari sekitar
terutama keluarga, dengan menceritakan kondisi DM pada orang
terdekat, maka akan membantu dalam kontrol diet dan pengobatan.
Oleh karena itu, keluarga dapat mengingatkan ataupun mengontrol
manajemen diri penderita diabetes.[10]
b. Kepemilikan Jaminan Kesehatan
Pelayanan kesehatan mencakup semua pelayanan yang bertumpu
pada diagnosis suatu penyakit dan perlakuan yang harus diberikan, atau
sistem promosi, perawatan dan restorasi kesehatan. Setiap jenis
pelayanan yang diberikan mempengaruhi besarnya dana yang harus
dibayarkan oleh konsumen.[32] Penderita DM tipe 2 yang telah terdaftar
26

sebagai peserta dari BPJS kesehatan, sebagian besar telah mengakses


fasilitas kesehatan.[32]
Salah satu pusat pelayanan kesehatan yakni Rumah Sakit,
diharapkan mampu memberikan penyuluhan, bimbingan serta
pemahaman yang luas dan mendasar tentang ancaman penyakit DM
Tipe 2 sehingga masyarakat menyadari akan dampak buruk penyakit
DM Tipe 2. Pusat kesehatan juga diharapkan mampu memberikan
pelayanan tentang pengelolaan sekaligus pengobatan yang baik
terhadap penderita DM, agar masyarakat yang menderita penyakit DM
Tipe 2 semakin patuh dan sadar untuk menjaga kesehatannya.[32]
Proses pelayanan kesehatan berkaitan dengan ketersediaan sarana
kesehatan, ketersediaan tenaga kesehatan, peralatan dan obat-obatan.
Salah satu penelitian yang dilakukan di Arab Saudi menunjukkan
bahwa 15% dari pasien yang mengakses pelayanan kesehatan
menunjukkan kontrol glikemik yang baik.[16] Sebagian besar
kepemilikan jaminan kesehatan dapat mendorong masyarakat untuk
memanfaatkan pelayanan kesehatan dan mengakses fasilitas kesehatan.
[17]

D. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian adalah kerangka antara konsep-konsep
yang ingin diamati atau yang ingin diukur melalui penelitian-penelitian yang
akan dilakukan.[33] Kerangka konsep faktor-faktor yang mempengaruhi self
care pada pasien Diabates Mellitus Tipe II di Rumah Sakit Anutapura Palu
Provinsi Sulawesi Tengah sebagai berikut:

Variabel Independen Variabel Dependen


Efikasi Diri

Lama Menderita
27

Self care
Dukungan Keluarga

Kepemilikan JKN
Gambar 2.1 Kerangka konsep
Keterangan :
: Variabel yang diteliti
: Arah hubungan
E. Hipotesis
Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Ada hubungan antara efikasi diri (self efficacy) dengan self care pasien
diabetes mellitus tipe II di Rumah Sakit Anutapura Palu Provinsi Sulawesi
Tengah
2. Ada hubungan antara lama menderita dengan self care pasien diabetes
mellitus tipe II di Rumah Sakit Anutapura Palu Provinsi Sulawesi Tengah
3. Ada hubungan antara dukungan keluarga dengan self care pasien diabetes
mellitus tipe II di Rumah Sakit Anutapura Palu Provinsi Sulawesi Tengah
4. Ada hubungan antara kepemilikan jaminan kesehatan dengan self care
pasien diabetes mellitus tipe II di Rumah Sakit Anutapura Palu Provinsi
Sulawesi Tengah.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah kuantitatif yaitu penelitian yang data-datanya
berhubungan dengan angka-angka baik yang diperoleh dari pengukuran
maupun dari nilai suatu data yang diperoleh dengan jalan mengubah kualitatif
ke dalam data kuantitatif.[34] Penelitian ini menggunakan metode cross
sectional dimana peneliti melakukan observasi atau pengukuran variabel pada
satu saat. Variabel yang akan diteliti adalah fakto-faktor yang berhubungan
dengan self care pada pasien Diabetes Mellitus tipe II di Rumah Sakit
Anutapura Palu Provinsi Sulawesi Tengah
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan di Rumah Sakit Anutapura Palu Provinsi
Sulawesi Tengah
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2020
C. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan suatu objek/subjek yang mempunyai
kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. [33] Populasi dalam
penelitian ini adalah semua pasien rawat inap yang menderita Diabetes
Mellitus Tipe II di Rumah Sakit Anutapura Palu pada saat dilakukan
penelitian sebanyak 40 responden.
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi.[34] Penentuan jumlah sampel dalam penelitian ini
menggunakan rumus slovin.

28
29

Rumus:
N
n=
1+ N . d 2
40
¿
1+ 40. ( 0,05 ) 2
40
¿
1+ 40. ( 0,0025 )
40
¿
1,1
¿ 36,36 dibulatkan menjadi 36 orang
keterangan :
n= besaran sample
N= besaran populasi
d2 = tingkat kepercayaan atau ketepatan yang diinginkan (0,05)
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah accidental
sampling. Accidental sampling adalah teknik penetuan sampel berdasarkan
kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti
dapat digunakan sebagai sampel.[34]
a. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:
1) Semua pasien diabetes mellitus tipe II yang di rawat di RS
Anutapura Palu
2) Bersedia menjadi responden
b. Kriteria eksklusi adalah:
1) Pasien diabetes mellitus tipe I
2) Pasien dengan kesadaran menurun
D. Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang
ditetapkan oleh peneliti untuk mempelajari sehingga diperoleh informasi
tentang hasil tersebut, kemudian ditarik kesimpulan.[34]
1. Variabel Independen
Variabel independen atau variabel bebas merupakan variabel yang
mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya
30

variabel dependen (terikat). Maka dalam penelitian ini variabel independen


atau variabel bebas adalah faktor-faktor yang mempengaruhi self care
yaitu: efikasi diri, lama menderita, dukungan keluarga, dan kepemilikan
jaminan kesehatan.
2. Variabel Dependen
Variabel dependen atau variabel terikat merupakan variabel yang
dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Maka
dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah Self care pada
pasien diabetes mellitus tipe II.
E. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang
diamati dari suatu yang didefinisikan tersebut. Karakteristik yang dapat
diamati (diukur) itulah yang merupakan kunci definisi operasional. Dapat
diamati artinya memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau
pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena yang
kemudian dapat diulangi oleh orang lain.[25]
1. Variabel Independen
a. Efikasi diri
Definisi : Efikasi diri adalah keyakinan bahwa diri memiliki
kemampuan melakukan tindakan yang diharapkan.
Alat ukur : Kuesioner
Cara ukur : Pengisian kuesioner
Skala ukur : Ordinal
Hasil ukur : 1. Baik = (>80% skor total atau >36)
2. Kurang = (<80% skor total atau <36)
b. Lama Menderita
Definisi : jumlah waktu dalam tahun dari mulai diketahui
menderita diabetes mellitus sampai dilaksanakan
penelitian
Alat ukur : Kuesioner
Cara ukur : Pengisian kuesioner
31

Skala ukur : Interval


Hasil ukur : 1. 8-12 tahun
2. 4-8 tahun
3. 0-4 tahun
c. Dukungan Keluarga
Definisi : Dukungan keluarga merupakan proses yang menjalin
hubungan antar keluarga melalui sikap, tindakan dan
penerimaan keluarga yang terjadi selama masa hidup
Alat ukur : Kuesioner
Cara ukur : Pengisian kuesioner
Skala ukur : Ordinal
Hasil ukur : 1. Baik = (>80% skor total skala dukungan keluarga atau
>8)
2. Kurang = (<80% skor total skala dukungan keluarga
atau < 8)
d. Kepemilikan Jaminan Kesehatan
Definisi : Kepemilikan jaminan kesehatan yang dimaksud dalam
penelitian ini yaitu responden yang telah terdaftar
sebagai peserta dari Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS) kesehatan dan atau jaminan kesehatan
lainnya.
Alat ukur : Kuesioner
Cara ukur : Pengisian kuesioner
Skala ukur : Nominal
Hasil ukur : 1. Ya
2. Tidak
2. Variabel Dependen
Self care pasien diabetes mellitus tipe II
Definisi : Kegiatan memenuhi kebutuhan dalam mempertahankan
kehidupan, kesehatan dan kesejahteraan individu baik
32

dalam keadaan sehat maupun sakit yang dilakukan oleh


individu itu sendiri
Alat ukur : Kuesioner
Cara ukur : Pengisian kuesioner
Skala ukur : Nominal
Hasil ukur : 1. Baik
2. Kurang baik
F. Instrumen Penelitian
Alat ukur dalam penelitian ini menggunakan kuesioner. Tujuan
pembagian kuesioner sebagai alat memperoleh data yang sesuai dengan
tujuan penelitian dan penjabaran dari hipotesis.
1. Kuesioner Data Demografi
Kuesioner ini merupakan lembar data demografi yang terdiri dari 7
pertanyaan meliputi nama, usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan,
pekerjaan, lama menderita, dan kepemilikan jaminan kesehatan.
2. Kuesioner Efikasi Diri (self efficacy)
Kuesioner efikasi diri diadopsi dari The Diabetes Management Self-
Efficacy Scale (DMSES) terdiri dari 20 pertanyaan.[35] Namun dalam
penelitian ini hanya 15 pertanyaan yang digunakan sesuai dengan
penelitian Ismonah (2008) yang terdiri dari pemeriksaan gula darah (3
item), diet (7 item), olahraga dan perawatan umum (3 item), dan
pengobatan (2 item). Penilaian menggunakan 3 poin skala likert dengan 3
untuk mampu melakukan, 2 kadang mampu melakukan dan kadang tidak
mampu serta 1 untuk tidak mampu melakukan, dengan skor total 15-45.
Kuesioner ini telah diuji dan diteliti oleh Ismonah (2008). [36] Semakin
tinggi nilai total maka semakin tinggi efikasi diri pasien. Untuk analisis
selanjutnya, efikasi diri dikategorikan menjadi 2 yaitu efikasi diri baik jika
skor jawaban > 80% skor total, efikasi diri kurang baik jika skor jawaban
< 80% skor total. Setelah dilakukan uji validitas dan reliabilitas, semua
pertanyaan efikasi diri valid dan reliabel dengan alpha 0.904 dan nilai r
0.206-0.751.
33

3. Skala Dukungan Keluarga


Skala dukungan keluarga diambil dari penelitian Yesi Ariani (2011)
yang telah dimodifikasi dari skala pengukuran nyeri oleh peneliti
sebelumnya dan telah teruji reliabilitas dan validiyasnya yaitu dengan r >
0.90 pada tingkat kemaknaan 5%. Skala dukungan keluarga menggunakan
Numerical Rating Scale dengan pengukuran 0 sampai dengan 10. Skor 0:
tidak ada dukungan sampai 10: keluarga sangat mendukung. Untuk
analisis selanjutnya, dukungan keluarga dikategorikan menjadi 2 yaitu, 1=
dukungan baik, jika skor jawaban >80% skor total dukungan keluarga atau
>8 dan 2= dukungan kurang, jika skor jawaban <80% skor total atau <8.[37]
4. Kuesioner Self Care
Kuesioner Self care yang digunakan yaitu kuesioner Summary of
Diabetes Self-Care Activity (SDSCA) yang dikemabngkan oleh Toobert,
Hampson dan Glasgow (2000),[38] merupakan instrumen yang digunakan
untuk mengukur perilaku perawatan diri pada penyandang DM Tipe 2 dan
dimodifikasi oleh Kusniawati (2016), dengan nilai uji validitas r berada
pada rentang r=0,200-0,743 dengan r tabel=0,361 dan nilai reliabilitas
alpha Cronbach’s = 0,812. Kuesioner ini terdiri dari 14 pertanyaan terkait
aktifitas self care diabetes pada klien DM Tipe 2 yang meliputi diet
(pengaturan pola makan), latihan fisik, monitoring gula darah, penggunaan
obat dan perawatan kaki. Instrumen ini terdiri dari 8 alternatif jawaban
yaitu 0 hari sampai 7 hari. Pertanyaan pavourable terdiri dari 12
pertanyaan, yaitu pada pertanyaan nomor 1-4 dan 7-14 nilai yang
diberikan yaitu 0 tidak pernah melakukan ; nilai 1 melakukan dalam 1 hari;
nilai 2 melakukan dalam 2 hari; nilai 3 melakukan dalam 3 hari; nilai 4
melakukan dalam 4 hari; nilai 5 melakukan dalam 5 hari; nilai 6
melakukan dalam 6 hari; nilai 7 melakukan dalam 7 hari. Untuk
pertanyaan unpavourable pada nomor 5 dan 6, nilai skor ya ng diberikan
yaitu nilai 7 tidak pernah melakukan; nilai 6 melakukan dalam 1 hari; nilai
5 melakukan dalam 2 hari; nilai 4 melakukan dalam 3 hari; nilai 3
melakukan dalam 4 hari; nilai 2 melakukan dalam 5 hari; nilai 1
34

melakukan dalam 6 hari; nilai 0 melakukan dalam 7 hari : tidak pernah.


Nilai responden didapatkan dengan menjumlahkan nilai dari seluruh
pertanyaan dibagi 14. Nilai terendah adalah 0 dan nilai tertinggi adalah 7.
[28]

G. Tekhnik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data adalah cara yang digunakan oleh peneliti
untuk memperoleh data yang dibutuhkan. Dalam penggunaan teknik
pengumpulan data, peneliti memerlukan instrumen yaitu alat bantu agar
pengerjaan pengumpulan data menjadi lebih mudah.[39]
H. Jenis Data
1. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh dengan mbenggunakan
kuesioner yang dibagikan kepada responden. Kuesioner Summary of
Diabetes Self care Activity (SDSCA) yang dikembangkan oleh Toobert,
Hampson & Glasgow (2000) dan telah diterjemahkan dan dimodifikasi
oleh Kusniawati (2016).[28]
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data rekam medik pasien yang berkaitan
diabetes mellitus di RSU Anutapura Palu.
I. Pengolahan Data
Data yang telah dikumpulkan selanjutnyaakan diolah melalui beberapa
tahapan yaitu:[33]
1. Editing
Peneliti melakukan pemeriksaan lembar jawaban terhadap kuesioner
yang telah dibagikan kepada responden pada saat penelitian berlangsung,
peneliti memeriksa data atau identitas responden serta pengisian lembar
jawaban pertanyaan yang diajukan kemungkinan adanya kesalahan dalam
pengisian kuesioner.

2. Coding
35

Coding adalah melakukan pengkodean data agar tidak terjadi


kekeliruan dalam melakukan tabulasi data.
3. Tabulating
Tabulating data adalah penyusunan data kedalam master tabel dan
dijumlah serta diberikan keterangan
4. Entry Data
Entry data yaitu memasukkan data ke komputer
5. Cleaning
Setelah semua data diperoleh dari responden, peneliti melakukan
pengecekan kembali untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan.
6. Describing
Describing yaitu menggambarkan atau menjelaskan data yang sudah
dikumpulkan.
J. Analisa Data
1. Analisa Univariat
Dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dari masing-masing
variabel, variabel independen (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan,
lama menderita dan dukungan keluarga) dan variabel dependen (self care
pasien diabetes mellitus). Pada umumnya analisis ini diperoleh hasil dalam
bentuk presentase dengan rumus sebagai berikut:[40]
Rumus:
f
P= x 100 %=… %
N

Keterangan:

P : Persentase
f : Jumlah subjek yang ada pada kategori tertentu
N : Jumlah atau keseluruhan responden

2. Analisis Bivariat
36

Analisis bivariat dilakukan untuk melihat pengaruh antara variabel bebas


dengan terikat. Nilai kemaknaan 0,05 dengan tingkat kepercayaan 95%.
Tingkat signifikan 5% atau 0,05 artinya kita mengambil risiko salah dalam
mengambil keputusan untuk menolak hipotesis yang benar sebanyak-
banyaknya 5% dan benar dalam mengambil keputusan sedikitnya 95%
(tingkat kepercayaan). Dikatakan adanya hubungan jika p-value < 0,05
sedangkan jika p-value > 0,05 maka tidak ada hubungan.[33]
Uji yang digunakan pada penelitian ini adalah uji Chi-Square dengan
rumus sebagai berikut:
Rumus:
2
2 N {( ad −bc )−½ N }
x=
( a+b )( c +d ) ( a+ c ) (b+d )
Keterangan:
2
x : Chi Square
N : Sampel
Uji Chi-Square merupakan uji non parametris yang paling banyak
digunakan. Aturan yang berlaku untuk uji Chi-Square sebagai berikut:[41]
a. Bila pada tabel 2x2 dijumpai nilai harapan (expexted count) kurang dari
5, maka yang digunakan adalah fisher exact test.
b. Bila tabel 2x2 dan tidak ada nilai harapan (expected count)< 5 maka uji
yang digunakan sebaiknya contuity corecction.
c. Bila tabelnya lebih 2x2 , misalnya 3x2, 3x3 dan sebagainya, maka
digunakan uji pearson chi square
d. Uji likelihood ratio dan linier by linear association biasanya digunakan
untuk keperluan lebih spesifik, misalnya analisis strafikasi pada bidang
epidemiologi dan juga untuk mengetahui hubungan linier dua variabel,
kategorik, sehingga kedua jenis ini jarang digunakan.

K. Bagan Alur Penelitian


37

Proposal Penelitian

Mengurus Surat Izin Pengambilan Data di Ruang


TU (Tata Usaha) STIKes Widya Nusantara Palu

Populasi berjumlah 40 orang

Teknik Sampling
Accidental Sampling
Dengan Jumlah Sampel 36 orang

Informed Consent
Menjelaskan dan Meminta Persetujuan
Responden

Pengumpulan Data
Dengan Menggunakan Data Primer dan Data Sekunder

Variabel Independen (Bebas) Variabel Dependen (Terikat)


1. Efikasi diri Self Care pada pasien Diabetes Mellitus
2. Lama menderita Tipe II
3. Dukungan keluarga
4. Kepemilikan JKN

Analisi Data
Uji Chi-Square

Hasil dan Pembahasan

Kesimpulan dan Saran

Gambar 3.1 Bagan alur penelitian


38

DAFTAR PUSTAKA

1. International Diabetes Federation. IDF Diabetes Atlas Eight Edition 2017.


2. World Health Organization. Global Report on Diabetes. WHO Journal.
2018: 978-8
3. Rembang V. P., Katuuk, M., & Malara, R. Hubungan Dukungan Sosial
Dan Motivasi Dengan Perawatan Mandiri Pada Pasien Diabetes Melitus
Tipe 2 Di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Mokopido Toli-toli. Jurnal
Keperawatan. 2017; 5(1).
4. Dinkes Prov Sulteng. Profil Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah.
Palu. 2017
5. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pharmaceutical Care untuk
Penyakit Diabetes Mellitus. Jakarta (ID): Kemenkes RI. 2016.
6. Suyono. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta (ID): Penerbitan
Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2016.
7. Susanti & Bistara, D.N. Hubungan Pola Makan dengan Kadar Gula Darah
Pada Penderita Diabetes Mellitus. Jurnal Kesehatan Vokasional. 2018; 3
(1), 29-34.
8. Yunir dan Soebardi. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta (ID):
Penerbitan Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2017.
9. Putri E. L. Hubungan Antara Latihan Jasmani dengan Kadar Glukosa
Darah Penderita Diabetes. Jurnal Berkala Epidemiologi. 2016.; 4 (2), 188-
199.
10. Ningrum, T. P., & Siliapantur, H. O. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi
Manajemen Diri Pasien DM Tipe 2. Jurnal Keperawatan BSI. 2019; 7(2),
114-126.
11. Suantika P. I. R. Hubungan self care diabetes dengan kualitas hidup pasien
dm tipe II di poliklinik interna rumah sakit umum daerah Bandung. Jurnal
Keperawatan. 2015.
12. Magfirah, Sudiana & Widyawati. Relaksasi otot progresif terhadap stres
psikologis dan perilaku perwatan diri pasien diabetes melitus. Jurnal
Keperawatan. 2015.
13. Prasetyani, D., & Sodikin. Hubungan dukungan keluarga dengan
kemampuan self care pada pasien DM tipe II. Jurnal Keperawatan. 2016.
39

14. Nejaddadger, N., Solhi, M., Jegarghosheh, S., Abolfathi, M., & Ashtarian,
H.,. Self-Care and Related Factors in Patients with Type II Diabetes. Asian
Journal of Biomedical and Pharmaceutical Science. 2017;7(61):6-10.
15. Sari D.N. Hubungan antara Self Efficacy dengan Self Care pada Penderita
Diabetes Mellitus Tipe 2 di Poliklinik Penyakit Dalam RSUP M Djamil
Padang [tesis]. Universitas Andalas. 2018.
16. Al Johani, K.A., Kendal, G.E., & Snider, P.D. Self Management Practice
Among Type 2 Diabetes Patients Attending Primary Health-Care Centres
In Medina Saudi Arabia. Eastern Medditerranean Health Journal. 2015; 21
(9): 621-628.
17. Hsu, C. C., Lee, C. H., Wahlqvist, M. L., Huang, H. L., Chang, H. Y.,
Chen, L., ... & Huang, C. T. Poverty Increases Type 2 Diabetes Incidence
and Inequality Of Care Despite Universal Health Coverage. Diabetes care.
2012; 35 (11): 2286-2292.
18. RSU Anutapura. Profil RSU Anutapura Provinsi Sulawesi Tengah. Palu.
2017
19. PERKENI. Konsensus Pengelolaan Dan Pencegahan DM Tipe II di
Indonesia. Jakarta: PB PERKENI. 2015.
20. Brunner dan Suddarth. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta
(ID): EGC. 2015.
21. Dalimartha. Atlas Tumbuhuhan Obat Indonesia untuk Pasien Diabetes.
Jakarta (ID): Trubus Agriwidya. 2015.
22. Carolyn. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Jakarta (ID):FKUI.
2015.
23. Tahirkz. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Yogyakarta (ID):
Familia. 2015
24. Afelya. Penerapan teori Self Care Dorothea Orem pada Asuhan
Keperawatan Pasien DM tipe II di RSUPN cipto mangunkusumo. 2015
Feb 15
25. Nursalam. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pendekatan Praktis
Edisi 4. Jakarta: Salemba Medika. 2015.
26. Nabil. Hubungan Pola Aktivitas Fisik dan Pola Makan Dengan Status Gizi
Pada Pelajar Putri SMA Kelas 1 Di Denpasar Utara [skripsi]. Denpasar
(ID): Universitas Udayana. 2015.
27. Sabil F. A., Kadar, K. S., & Sjattar, E. L. 2019. Faktor-Faktor Pendukung
Self Care Management Diabetes Mellitus Tipe II. Jurnal Keperawatan.
2019; 10(1), 48-57.
40

28. Kusniawati. Analisis Faktor yang Berkontribusi Terhadap Self-Care


Diabetes Pada Klien Diabetes Mellitus Tipe II di Rumah Sakit Umum
tangerang. [skripsi]. Makassar (ID): Universitas Hasanuddin. 2016.
29. Ghufron M.N & Rini R.S. Teori-Teori Psikologi. Yogyakarta (ID): Ar-
Ruzz Media. 2014.
30. Fatmawaty. Faktor yang Berhubungan dengan Aktivitas Self Care pada
pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di RSUD Labuang Baji Makassar
[skripsi]. Makassar: STIKES Nani Hasanuddin Makassar. 2014.
31. Astuti N. Efikasi Diri dan Manajemen Diri pada Pasien Diabetes Tipe 2
[tesis]. Sumut: Universitas Sumatera Utara. 201
32. Paskawati N. Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Aktivitas
Self Care Diabetes pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di RSUD
Labuang Baji Makassar [tesis]. Makassar: Universitas Hasanuddin. 2017.
33. Notoatmodjo S. Ilmu Perilaku Kesehatan. Cetakan Pertama. Jakarta:
Rineka Cipta. 2015.
34. Sugiyono. Statistika Untuk Penelitian. Bandung (ID): Alfa Beta. 2017.
35. Kott K.B. Self-Efficacy, Outcome Expectation, Self-Care Behavior and
Glycosylated Hemoglobin Level In Person With Type 2 Diabetes. 201
36. Ismonah. Analisa Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Self Care
Management Pasien Diabetes Mellitus [tesis]. Depok: FIK UI. 2008
37. Ariyani Y. Hubungan Antara Motivasi Dengan Efikasi Diri Pasien DM
Tipe 2 Dalam Konteks Asuhan Keperawatan Di RSUP H Adam Malik
Medan [tesis]. Depok: Universitas Indonesia. Jakarta. 2011
38. Toobert, D, J., Hampson, S. E., & Glasgow, R. E. The Summary of
Diabetes Self Care Activities Measure. Diabetes Care. 2000; 23(7): 943-
50.
39. Arikunto. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka
Cipta. 2015 Jun 16
40. Machfoedz. Statistika Deskriptif : Bidang Kesehatan. Keperawatan. Dan
Bidan (Bio Statistik). Yogyakarta (ID): Fitramaya Raja Grafindo Persada.
2013.
41. Hastono, S. P. Analisis Data Pada Bidang Kesehatan. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada. 2016.
LAMPIRAN 1

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN


(Informed Consent)

Assalamualaikum Wr. Wb.


Dengan hormat,

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, mahasiswa Program Studi Ners,
STIKes WIDYA NUSANTARA PALU :
Nama : Megawati Azis
NIM : 201601118
Bermaksud mengadakan penelitian dengan judul “Faktor-Faktor yang
Berhubungan Dengan Self Care pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe II di
Rumah Sakit Anutapura Palu”. Untuk terlaksananya kegiatan tersebut, Saya
mohon kesediaan Saudara untuk berpartisipasi dengan cara mengisi kuesioner
berikut. Jawaban Saudara akan Saya jamin kerahasiaannya dan hanya akan
digunakan untuk kepentingan penelitian. Apabila Saudara berkenan mengisi
kuesioner yang terlampir, mohon kiranya Saudara terlebih dahulu bersedia
menandatangani lembar persetujuan menjadi responden (informed consent).
Demikianlah permohonan Saya, atas perhatian serta kerjasama Saudara
dalam penelitian ini, Saya ucapkan terimakasih.
Wassalamualaikum Wr. Wb.

Peneliti

( Megawati Azis )
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Alamat :
Dengan ini menyatakan bersedia untuk menjadi responden penelitian yang
dilakukan oleh Megawati Azis (201601118), mahasiswa STIKes WIDYA
NUSANTARA PALU, Program Studi NERS yang berjudul “Faktor-Faktor
yang Berhubungan Dengan Self Care pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe II
di Rumah Sakit Anutapura Palu”. Saya mengerti dan memahami bahwa
penelitian ini tidak akan berakibat negatif terhadap saya, oleh karena itu saya
bersedia untuk menjadi responden pada penelitian ini.

Palu,.................2020

Responden

(........................................)
LAMPIRAN 2
KUESIONER DATA DEMOGRAFI

A. Karakteristik Responden
Petunjuk pengisian:
Berilah tanda checklist (√) pada pilihan jawaban yang telah disediakan :
1. Nama :
2. Usia :
3. Jenis Kelamin : Laki-laki
Perempuan
4. Tingkat Pendidikan : SD
SMP/Sederajat
SMA/Sederajat
PT (Perguruan Tinggi)
5. Pekerjaan : Bekerja
Tidak Bekerja
6. Lama menderita : 1. 8-12 tahun
2. 4-8 tahun
3. 0-4 tahun
7. Kepemilikan JKN/ : Ya
BPJS/KIS/dll Tidak
LAMPIRAN 3
B. Kuesioner Efikasi Diri
Petunjuk pengisian:
Berilah tanda checklist (√) pada kolom yang telah disediakan sesuai
kondisi Bapak/Ibu/Saudara/i
Pilihan Jawaban :
Tidak Mampu (TM) : Apabila anda merasa TIDAK MAMPU
melakukan sesuai pertanyaan tersebut
Kadang Mampu (KM)/ : Apabila anda merasa KADANG MAMPU
Kadang Tidak Mampu atau KADANG TIDAK MAMPU
melakukan sesuai pertanyaan tersebut
Mampu (MM) : Apabila anda merasa MAMPU
MELAKSANAKAN sesuai pertanyaan
tersebut

No Pernyataan TM KM MM
1 Saya mampu memeriksa gula darah sendiri jika
perlu
2 Saya mampu mengoreksi gula darah sendiri
ketika hasil gula darah saya terlalu tinggi
3 Saya mampu mengoreksi gula darah sendiri
ketika hasil gula darah saya terlalu rendah
4 Saya mampu memilih makanan yang benar
5 Saya mampu mempertimbangkan berat badan
yang sesuai
6 Saya mampu memeriksa keadaan kaki saya jika
ada kelainan kulit atau luka
7 Saya mampu melakukan penyesuaian makan
ketika saya sakit
8 Saya mampu mengikuti aturan makan yang
sehat dari waktu ke waktu
9 Saya mampu berolahraga ketika dokter
menasehati saya untuk berolahraga
10 Saya mampu menyesuaikan rencana makan
saya ketika saya berolahraga
11 Saya mampu mengikuti pola makan sehat
ketika saya berada di luar rumah
12 Saya mampu mengikuti pola makan sehat
ketika saya menghadiri suatu pesta
13 Saya mampu mengikuti penyesuaian rencana
makan ketika saya sedang stress (tertekan) atau
bersemangat (gembira)
14 Saya mampu mengatur dan minum obat seperti
yang telah ditentukan secara teratur
15 Saya mampu melakukan penyesuaian
pengobatan saya ketika saya sedang sakit
Sumber: The Diabetes Management Self-Efficacy Scale (Kott, 2008)
LAMPIRAN 4
C. Skala Dukungan Keluarga
Petunjuk pengisian:
Berilah tanda silang (x) pada rentang angka 0 sampai dengan 10 yang
tersedia di bawah ini yang sesuai dengan kondisi Bapak/Ibu

Apakah keluarga Bapak/Ibu mendukung perawatan dan pengobatan


yang Bapak/Ibu jalani?

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Tidak Cukup Sangat


mendukung mendukung mendukung
LAMPIRAN 5
D. Kuesioner Aktivitas Perawatan Diri
Kuesioner Summary Diabetes Self-Care Activities (SDSCA)
Pertanyaan di bawah ini menanyakan mengenai aktivitas perawatan diri
yang Anda lakukan selama 7 hari terakhir ini untuk penyakit diabetes.
Berilah tanda (√) sesuai dengan jumlah hari yang anda lakukan.
No Pertanyaan Jumlah Hari
0 1 2 3 4 5 6 7
POLA MAKAN
1 Dalam 1 minggu terakhir ini berapa hari Bapak/Ibu
mengikuti perencanaan makan (diet) sesuai
denggan yang dianjurkan
2 Dalam 1 minggu terakhir ini berapa hari Bapak/Ibu
membatasi jumlah kalori yang dimakan sesuai
dengan anjuran untuk mengontrol diabetes
3 Dalam 1 minggu terakhir ini berapa hari Bapak/Ibu
mengatur pemasukan makanan yang mengandung
karbohidrat
4 Dalam 1 minggu terakhir ini berapa hari Bapak/Ibu
makan sayuran
5 Dalam 1 minggu terakhir ini berapa hari Bapak/Ibu
makan makanan yang mengandung tinggi lemak
(seperti daging, makanan yang mengandung minyak
atau mentega dan lain-lain)
6 Dalam 1 minggu terakhir ini berapa hari Bapak/Ibu
makan makanan selingan yang banyak mengandung
gula (seperti kue, biskuit, selai, dan lain-lain)
LATIHAN FISIK (OLAHRAGA)
7 Dalam 1 minggu terakhir ini berapa hari Bapak/Ibu
melakukan latihan fisik sedikitnya dalam waktu 20-
30 menit
8 Dalam 1 minggu terakhir ini berapa hari Bapak/Ibu
melakukan latihan ringan seperti jalan kaki disekitar
rumah
MONITORING GULA DARAH
9 Dalam 1 minggu terakhir ini berapa hari Bapak/Ibu
memeriksa gula darah di pelayanan kesehatan
maupun secara mandiri di rumah
MINUM OBAT
10 Dalam 1 minggu terakhir ini berapa hari Bapak/Ibu
minum obat sesuai dengan petunjuk dokter
PERAWATAN KAKI
11 Dalam 1 minggu terakhir ini berapa hari Bapak/Ibu
memeriksa kaki
12 Dalam 1 minggu terakhir ini berapa hari Bapak/Ibu
membersihkan kaki
13 Dalam 1 minggu terakhir ini berapa hari Bapak/Ibu
mengeringkan sela-sela jari kaki setelah di cuci
14 Dalam 1 minggu terakhir ini berapa hari Bapak/Ibu
memeriksa bagian dalam sendal/sepatu yang akan
digunakan
(Toobert & Glasgow , 2000; Kusniawati, 2016)

Anda mungkin juga menyukai