Anda di halaman 1dari 86

SEMINAR KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DIABETES MELITUS TIPE II DENGAN KOMPLIKASI


CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) STAGE III
DI RAWAT INAP PENYAKIT DALAM
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG

PEMBIMBING :

Ns. Devia Putri Lenggogeni, S.Kep, M.Kep. Sp.Kep,MB

Dr. Reni Prima Gusty, S.Kp, M.Kes

KELOMPOK F

Auliya Faizah Lihayati 2241312017 Tiara Auliya 2241312080


Chyntia Fulmi Yolanda 2241312018 Nur Aida Aini 2241312052
Prillisia Deazri 2241312084 Hamelda Fajri Weirpa 2241312003
Intan Fitria Arifin 2241312028 Atika Miftahul Jannah 2241312033
Filliya Azzura 2241312029 Nurvany Husna 2241312034
Nurul Dina Fadhilah 2241312030 Niken Asri Utami 2241312032
Mufebrina 2241312031

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas limpahan
rahmat-Nya, sehingga penulisan makalah ini dapat terselesaikan dan telah
rampung. Makalah ini berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan
Diabetes Mellitus Tipe II dengan Komplikasi Chronic Kidney Disease (CKD)
Stage III”. Dengan tujuan penulisan sebagai sumber bacaan yang dapat digunakan
untuk memperdalam pemahaman dari materi ini. Selain itu, penulisan makalah ini
tak terlepas pula dengan tugas mata kuliah keperawatan medikal bedah. Namun
penulis cukup menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran pembaca yang bersifat
membangun. Meskipun demikian, penulis berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis maupun pembaca.

Padang, Oktober 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 3
C. Tujuan 3
D. Manfaat 3

BAB II TINJAUAN TEORITIS 4

A. Landasan Teoritis Penyakit Diabetes Mellitus Tipe II 4


B. Asuhan Keperawatan Diabetes Mellitus Tipe II 18

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN 28

A. Pengkajian Data Dasar 28


B. Analisa Data dan Diagnosa Keperawatan 39
C. Rencana Asuhan Keperawatan 42
D. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan 47

BAB IV PEMBAHASAN 54

BAB V PENUTUP 63

A. Kesimpulan 63
B. Saran 64

DAFTAR PUSTAKA 65

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diabetes Melitus adalah penyakit gangguan metabolik yang disebabkan
oleh gagalnya organ pankreas dalam memproduksi hormon insulin secara
memadai. Penyakit ini bisa dikatakan sebagai penyakit kronis karena dapat terjadi
secara menahun. Berdasarkan penyebabnya diabetes melitus di golongkan
menjadi tiga jenis, diantaranya diabetes melitus tipe 1, tipe 2 dan diabetes melitus
gestasional (Kemenkes RI, 2020).

Diabetes melitus tipe 1 disebabkan karena reaksi autoimun yang


menyebabkan sistem kekebalan tubuh menyerang sel beta pada pankreas sehingga
tidak bisa memproduksi insulin sama sekali. Sedangkan diabetes melitus tipe 2
terjadi karena akibat adanya resistensi insulin yang mana sel-sel dalam tubuh tidak
mampu merespon sepenuhnya insulin. Diabetes gestasional disebabkan karena
naiknya berbagai kadar hormon saat hamil yang bisa menghambat kerja insulin.
Diabetes mellitus ini dapat menyebabkan berbagai komplikasi penyakit
diantaranya Chronic kidney disease (CKD) (International Diabetes Federation,
2019).

Chronic kidney disease (CKD) atau gagal ginjal kronik merupakan


penurunan GFR (<60 mL/min/1,73m² selama lebih dari 3 bulan) atau terjadinya
kerusakan pada ginjal (Susianti, 2019). Chronic kidney disease merupakan
penyakit ginjal tahap akhir, progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit sehingga terjadi uremia (Purwanto, 2016).

Menurut Muttaqin (2014) Chronic kidney disease merupakan kegagalan


fungsi ginjal untuk mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan
elektrolit akibat destruksi struktur ginjal yang progresif dengan manifestasi
penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) di dalam darah.

Maka dari itu, perlu untuk mengetahui bahwa seseorang mengidap


penyakit diabetes melitus dapat ditegakkan melalui pemeriksan klinis berupa

1
pemeriksaan kadar gula darah. Pemeriksaan klinis merupakan data penunjang
yang dapat digunakan untuk menegakan diagnosa terhadap suatu penyakit. Salah
satunya pada penderita diabetes melitus yang dapat dilakukan pemeriksaan kadar
gula darah dengan glukometer.

Menurut PERKENI (2015) ada empat kriteria dalam menegakkan


diagnosis DM, diantaranya melakukan pemeriksaan kadar gula darah
anteprandial, kadar gula darah post prandial, kadar gula darah acak dan dan
pemeriksaan HbA1c. Namun, pemeriksaan kadar gula darah dengan HbA1c saat
ini tidak digunakan lagi sebagai alat diagnosis ataupun evaluasi dikarenakan tidak
semua laboratorium di Indoesia memenuhi standar. Menurut WHO (2019),
seseorang didiagnosis diabetes melitus apabila dalam pemeriksaan kadar gula
darah ditemukan nilai pemeriksaan kadar gula darah anteprandial ≥ 126 mg/dl,
dua jam setelah makan ≥ 200 mg/dl dan kadar gula darah acak ≥ 200 mg/dl.

Menurut International Diabetes Federation (2019) jumlah penderita


diabetes melitus diseluruh dunia mengalami peningkatan menjadi 463 juta jiwa
pada tahun 2019 dan jumlah kematian pada kasus ini yaitu 4,2 juta jiwa yang
mana Indonesia menjadi urutan ke 7 dengan jumlah penderita 10,7 juta.
IDIABETIC FOOT juga memperkirakan bahwa pada tahun 2045 kasus diabetes
akan meningkat menjadi 700 juta. Selain itu, Menurut RISKESDAS (2018)
menyebutkan bahwa jumlah prevelensi kasus diabetes melitus di Indonesia
menurut diagnosis dokter pada penduduk umur ≥ 15 tahun sebesar 2%. Angka
tersebut menunjukan peningkatan jika dibandingkan pada tahun 2013 dengan
prevelensi 1.5% . Jumlah kasus tertinggi terjadi di provinsi Jakarta ( 3,4 %) dan
terendah dimiliki oleh provinsi Nusa Tenggara Timur (0,9%). Pada tahun 2018,
jumlah kasus diabetes melitus di provinsi Sumatera Barat menempati urutan ke-22
dari 35 Provinsi di Indonesia. Prevalensi tersebut mengalami peningkatan pada
tahun 2013 dengan prevelensi 1,3 % menjadi 1,7 % pada tahun 2018
(RISKESDAS, 2018)

Data rekam medik RSUP Dr. M. Djamil Padang diketahui insiden diabetes
melitus merupakan penyakit yang cukup tinggi angka kejadiannya. Pada diabetes
melitus tipe 2 dengan prevalensi tahun 2018 sebesar 7,9% (277 kasus), tahun 2019

2
sebesar 12,9% (450 kasus), tahun 2020 sebesar 35,8% (1242 kasus), dan pada
Januari sampai dengan September 2021 mengalami peningkatan yaitu sebesar
43,24% (1500 kasus). Sementara itu pasien diabetes melitus tipe 2 dengan
komplikasi ulkus diabetikum pada tahun 2018 dengan prevalensi 24,8% (75
kasus), 2019 sebesar 24,8% (75 kasus), 2020 sebesar 22,5% (68 kasus). Angka
kejadian tertinggi yaitu pada tahun 2021 bulan Januari sampai dengan September
yaitu sebesar 27,8% (84 kasus). Berdasarkan data IRNA Non Bedah RSUP Dr. M.
Djamil Padang dalam 3 bulan terakhir yaitu September sampai dengan November
2021 ditemukan kasus diabetes melitus sebanyak 315 orang dengan prevalensi di
ruangan interne wanita sebanyak 37,1% (117 orang), interne pria 37,1% (117
orang) dan HCU Interne sebesar 25,71% (81 orang).

Menurut Perkeni (2015), peran perawat dalam pengelolaan DM dimulai


dengan pengaturan makan dan Latihan jasmani selama beberapa waktu (2-4)
minggu. Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan
intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan
insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau
langsung kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolic
berat, misalnya ketoasidosis, stress berat, berat badan yang menurun dengan cepat
dan adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah adalah bagaimana Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe II dengan komplikasi
Chronic Kidney Disease (CKD) Stage III?

C. Tujuan
Tujuan untuk mendeskripsikan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Diabetes
Mellitus Tipe II dengan komplikasi Chronic Kidney Disease (CKD) Stage III.

D. Manfaat
1. Bagi Jurusan Keperawatan Universitas Andalas
Hasil kegiatan seminar diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi
akademik bagi prodi S1 Keperawatan, terutama dalam memberikan asuhan

3
keperawatan pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe II dengan komplikasi
Chronic Kidney Disease (CKD) Stage III.
2. Bagi Pasien dan Keluarga
Hasil kegiatan seminar diharapkan dapat memberikan pasien dan keluarga
pasien pengetahuan serta wawasan mengenai manajemen penyakit
Diabetes Mellitus tipe II dengan komplikasi Chronic Kidney Disease
(CKD) Stage III.
3. Bagi Rumah Sakit
Hasil kegiatan seminar diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran
dan menjadi bahan masukan yang bermanfaat bagi para perawat yang
berada di RSUP Dr. M. Djamil Padang, terutama dalam memberikan
asuhan keperawatan pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe II dengan
komplikasi Chronic Kidney Disease (CKD) Stage III.

4
BAB II
TINJAUN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis Penyakit Diabentes Melitus


1. Definisi
Diabetes melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik
disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang
menimbulkan komplikasi pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah.
(Nugroho, 2011).
Diabetes melitus adalah kondisi hormon kronis yang serius dimana
tubuh tidak dapat menggunakan dengan tepat energi dari makanan.
Diabetes terjadi sewaktu pangkreas tidak menghasilkan cukup insulin
(defisiensi insulin) atau insulin tidak efektif (resistansi insulin). Fungsi
insulin adalah memungkinkan glukosa memasuki kantongan tubuh agar
dapat menggunakan energi. Apabila glukosa tidak dapat memasuki sel-sel,
tingkatannya dalam peningkatan darah mengakibatkan hiperglikemia.
(Leslie, Lansang, Coppack, & Kennedy, 2012).
2. Klasifikasi
Menurut ADA 2016 diabetes melitus diklasifikasikan menjadi 4 tipe
(American Diabetes Association, 2016) :
a. Diabetes melitus tipe 1
b. Diabetes melitus tipe 2
c. Diabetes melitus tipe lain
d. Diabetes kehamilan atau diabetes melitus gestasional
Menurut Arisman (2011), klasifikasi diabetes melitus sebagai berikut:
a. Diabetes Melitus Tipe 1
Diabetes Melitus Tipe 1 merupakan adanya kerusakan pada sel
beta pangkreas ditandai kadar gula dalam darah meningkat yang
diakibatkan oleh ketidakmampuan pankreas untuk menghasilkan
isulin. Diabetes tipe ini dapat ditemui sebelum usia 25-30 tahun tetapi
tidak menutup kemungkinan orang dewasa dan lansia dapat mengalami
diabetes melitus tipe 1. Diabetes melitus Tipe 1 terjadi karena adanya

5
destruksi sel beta pankreas karena sebab autoimun. Pada diabetes
melitus tipe ini terdapat sedikit atau tidak sama sekali sekresi insulin
dapat ditentukan dengan level protein c-peptida yang jumlahnya sedikit
atau tidak terdeteksi sama sekali. Manifestasi klinik dari penyakit ini
adalah ketoasidosis (Arisman, 2011).
Faktor penyebab terjadinya diabetes melitus tipe 1 adalah infeksi
virus atau rusaknya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan karena
reaksi autoimun yang merusak sel-sel penghasil insulin yaitu sel β
pada pangkreas, secara menyeluruh. Oleh sebab itu, pada tipe 1
pankreas tidak dapat memproduksi insulin. Penderita diabetes melitus
untuk bertahan hidup harus diberikan insulin dengan cara disuntikan
pada area tubuh penderita. Apabila insulin tidak diberikan maka
penderita akan tidak sadarkan diri, disebut juga dengan koma
ketoasidosis atau koma diabetic (Arisman, 2011).
b. Diabetes Melitus Tipe 2
Diabetes melitus tipe 2 terjadi pada usia lebih dari 40 tahun.
Pada diabetes melitus tipe 2 ini pankreas mampu menghasilkan insulin
tetapi glukosa sulit untuk ke dalam sel. Pada penderita diabetes melitus
tipe ini terjadi hiperinsulinemia tetapi insulin tidak bisa membawa
glukosa masuk ke dalam jaringan karena terjadi resistensi insulin yang
merupakan turunnya kemampuan insulin untuk merangsang
pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat
produksi glukosa oleh hati. Oleh karena terjadinya resistensi insulin
(reseptor insulin sudah tidak aktif karena dianggap kadarnya masih
tinggi dalam darah) akan mengakibatkan defisiensi relatif insulin. hal
ini mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin dengan adanya
glukosa bersama bahan sekresi insulin lain sehingga sel Beta
pankreas akan mengalami desensitisasi terhadap adanya glukosa
(Arisman, 2011).
Diabetes melitus tipe 2 disebabkan oleh kegagalan relatif sel Beta
pankreas dan resisten insulin. resisten insulin adalah turunnya
kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh

6
jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel
Beta pankreas tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini
sepenuhnya, artinya terjadi defensiesi relatif insulin, hal ini terlihat dari
berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, maupun pada
ransangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lainnya.
Gejala pada diabetes melitus tipe ini secara perlahan-lahan bahkan
asimptomatik. Dengan pola hidup sehat, yaitu mengkonsumsi makanan
bergizi seimbang dan olahraga secara teratur biasanya penderita
berangsur pulih. Penderita juga harus mampu mempertahankan berat
badan yang normal. Namun pada penderita stadium akhir
kemungkinan akan diberikan suntik insulin (Arisman, 2011).
c. Diabetes Gestasional (Diabetes pada Kehamilan)
Kejadian diabetes gestasional ini sering muncul pada kehamilan
trimester kedua atau ketiga (minggu ke-24). Apabila penanganannya
kurang baik berakibat pada bayi dengan berat badan lahir mencapai
lebih kurang 4 kg. Diabetes tipe ini terjadi akibat penyakit pankreas
dan sindrom hormonal yang dapat mengganggu kinerja insulin,
mengkonsumsi obat-obatan yang mengganggu penghasilan insulin, dan
faktor genetik dan tipe ini terjadi akibat penyakit gangguan metabolik
yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa darah akibat faktor genetik
fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas,
penyakit metabolik endokrin lain, iatrogenik, infeksi virus, penyakit
autoimun dan sindrom genetik lain yang berkaitan dengan penyakit
DM. Diabetes tipe ini dapat dipicu oleh obat atau bahan kimia (seperti
dalam pengobatan hiv/aids atau setelah transplantasi organ) (Arisman,
2011).
d. Diabetes Melitus Malnutrisi
Diabetes tipe ini disebabkan oleh rusaknya sistem endokrin akibat
terjadinya pankreatitis yang ditandai dengan nyeri perut menjalar ke
punggung, BMI <20, malnutrisi pada anak atau bayi, dan
hiperglikemi. Diabetes melitus tipe ini tampak gejala pada usia muda,
10-40 tahun (sebagian besar di bawah umur 30 tahun) (Arisman,2011)

7
3. Anatomi fisiologi

Pankreas adalah kelenjar majemuk bertandan, strukturnya sangat


mirip dengan kelenjar ludah. panjangnya kira-kira 15 cm, mulai dari
duodenum sampai limpa, dan terdiri atas 3 bagian. 6 kepala pankreas yang
paling lebar, terletak disebelah kanan rongga abdomen, didalam lekukan
duodenum, dan yang praktis melingkarinya. Badan pankreas merupakan
bagian utama pada organ itu, letaknya dibelakang lambung dan didepan
vertebrata lumbalis pertama. ekor pankreas adalah bagian yang runcing
disebelah kiri, yang sebenarnya menyentuh limpa (Pearce, 2016).
Pankreas manusia secara anatomi letaknya menempel pada
duodenum dan terdapat kurang lebih 200.000- 1.800.000 pulau
Langerhans. Dalam pulau Langerhans jumlah sel beta normal pada manusa
antara 60%-80% dari populasi sel Pulau Langerhans. Pankreas berwarna
putih keabuan hingga kemerahan. Organ ini merupakan kelenjar majemuk
yang terdiri atas jaringan eksokrin dan jaringan endokrin. Jaringan
eksokrin menghasilkan enzimenzim pankreas seperti amylase, peptidase
dan lipase, sedangkan jaringan endokrin menghasilkan hormon-hormon
seperti insulin, glukagon dan somatostatin (Dolensek, Rupnik & Stozer,
2015).
Pankreas terdiri dari tiga bahagian yaitu :
a. Kepala pankreas merupakan bahagian paling besar terletak di sebelah
kanan umbilical dalam lekukan duodenum.
b. Badan pankreas merupakan bagian utama organ itu letaknya sebelah
lambung dan depan vertebra lumbalis pertama.
c. Ekor pankreas adalah bagian runcing sebelah kiri, dan yang
sebenarnya menyentuh lympa.
8
Fungsi pankreas ada 2 yaitu : a) Fungsi eksokrin yaitu membentuk getah
pankreas yang berisi enzim dan elektrolit. b) Fungsi endokrin yaitu
sekolompok kecil atau pulai langerhans yang bersama-sama membentuk
organ endokrin mesekresikan insulin (Pearce, 2016).
Insulin adalah protein kecil yang berat molekulnya 5808 untuk
manusia. Insulin terdiri dari dua rantai asam amino, satu sama lain
dihubungkan oleh ikatan disulfide. Sekresi insulin diatur oleh glukosa
darah dan asam amino yang memegang peranan penting. Perangsang
sekresi insulin adalah glukosa darah. Kadar glukosa darah adalah 80 – 90
mg/ml.
Glukagon adalah suatu hormon yang disekresikan oleh sel-sel alfa
pulau langerhans mempunyai beberapa fungsi yang berlawanan dengan
insulin. Fungsi yang terpenting adalah : meningkatkan konsentrasi glukosa
dalam darah. Glukagon merupakan protein kecil mempunyai berat
molekul 3842 dan terdiri dari 29 rantai asam amino.
Pengatur sekresi glukosa darah perubahan konsentrasi glukosa
darah mempunyai efek yang jelas berlawanan pada sekresi glukagon
dibandingkan pada sekresi insulin, yaitu penurunan glukosa darah dapat
menghasilkan sekresi glukagon, bila glukagon darah turun 70 mg/100 ml
darah pancreas mengekresi glukosa dalam jumlah yang sangat banyak
yang cepat memobilisasi glukosa dari hati. Jadi glukagon membantu
melindungi terhadap hypoglikemia.

4. Etiologi
a. Resistensi Insulin
Resistensi insulin adalah keadaan dimana konsentrasi insulin berada
pada tingkat yang lebih tinggi dari normal yang dibutuhkan untuk
mempertahankan normoglikemia. Resistensi insulin ini umum terjadi
pada mereka yang memiliki berat badan overweight (obesitas). Insulin
tidak dapat bekerja secara optimal di sel otot, lemak, dan hati sehingga
memaksa pankreas mengkompensasi untuk memproduksi insulin lebih
banyak. Ketika produksi insulin oleh sel beta tidak adekuat untuk
mengkompensasi peningkatan resistensi insulin, maka kadar glukosa

9
darah akan meningkat, kemudian terjadi hiperglikemia.
b. Disfungsi Sel Beta
Pada penyakit Diabetes Melitus tipe 2 ini akan terjadi penurunan fungsi
sel beta pankreas dan peningkatan resistensi insulin yang berlanjut
sehingga terjadi hiperglikemia kronik dengan segala dampaknya.
Sebelum diagnosis Diabetes Melitus tipe 2 ditegakkan, sel beta
pancreas dapat memproduksi insulin secukupnya untuk
mengkompensasi peningkatan resistensi insulin. Pada tahap lanjut dari
perjalanan Diabetes Melitus tipe 2 ini, sel beta pankreas ini diganti
dengan jaringan amiloid, akibatnya produksi insulin mengalami
penurunan sedemikian rupa sehingga secara klinis Diabetes Melitus
tipe 2 sudah menyerupai Diabetes Melitus tipe 1 yaitu kekurangan
insulin secara absolut. Efek hiperglikemia terhadap sel beta pankreas
dapat muncul dalam bentuk :
- Desensitasi sel beta pankreas, yaitu gangguan sementara sel beta
yang dirangsang oleh hiperglikemia yang berulang. Keadaan ini
akan normal jika kadar glukosa darah kembali normal.
- Kerusakan sel beta yang menetap Sel beta pankreas yang
terpajan bersama dengan hiperglikemia akan memproduksi ROS
(Reactive Oxygen Species). Peningkatan ROS yang berlebihan
inilah yang akan menyebabkan kerusakan pada sel beta pankreas.
c. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang dapat menyebabkan Diabetes Melitus tipe 2
yaitu bisa karna obesitas, banyak makan dan kurangnya beraktifitas
(Decroli, 2019).
Faktor resiko dari diabetes melitus.
a. Usia
Terjadinya DM tipe 2 bertambah dengan pertambahan usia (jumlah
sel beta yang produktif berkurang seiring bertambahnya usia).
b. Berat badan
Berat badan lebih BMI >25 atau kelebihan berat badan 20%
meningkatkan dua kali risiko terkena diabetes melitus. Prevalensi

10
obesitas dan diabetes berkorelasi positif, terutama obesitas central,
obesitas menjadi salah satu faktor risiko utama untuk terjadinya
penyakit diabetes melitus. Obesitas dapat membuat sel tidak sensitif
terhadap insulin (retensi insulin). Semakin banyak jaringan lemak
dalam tubuh semakin resisten terhadap kerja insulin, terutama bila
lemak 16 tubuh terkumpul di daerah sentral atau perut.
c. Riwayat keluarga
Orang tua atau saudara kandung mengidap diabetes melitus
diperkirakan sekitar 40% terlahir dari orang tua yang menderita dm
dan kurang lebih 60% - 90% kembar identik merupakan penyandang
diabetes melitus.
d. Gaya hidup
Gaya hidup adalah perilaku seseorang yang ditunjukkan dalam
aktivitas sehari-hari. Makanan cepat saji (junk food) kurangnya
berolahraga dan minum-minuman yang bersoda merupakan faktor
pemicu terjadinya diabetes melitus tipe 2. Penderita dm diakibatkan
oleh pola makan yang tidak sehat dikarenakan pasien kurang
pengetahuan tentang bagaimana pola makan yang baik di mana
mereka mengkonsumsi makanan yang mempunyai karbohidrat dan
sumber glukosa secara berlebihan, kemudian kadar glukosa darah
menjadi naik sehingga perlu pengaturan diet yang baik bagi pasien
dalam mengkonsumsi makanan yang bisa diterapkan dalam
kehidupan sehari-harinya.
e. Riwayat diabetes pada kehamilan
Seorang ibu yang hamil akan menambah konsumsi makanannya,
sehingga berat badannya mengalami peningkatan 7-10 kg, saat
makanan ibu ditambahkan konsumsinya tetapi prpouksi insulin
kurang mencukupi maka akan dapat terjadi diabetes melitus.
Memiliki riwayat diabetes gestasional pada ibu yang sedang hamil
dapat meningkatkan resiko diabetes melitus, diabetes selama
kehamilan atau melahirkan bayi lebih dari 4,5 kg dapat
meningkatkan resiko diabetes melitus tipe 2.

11
5. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis dari diabetes melitus tipe 2 ini dibedakan menjadi :
a. Manifestasi Akut
1) Poliphagia (banyak makan/ mudah lapar)
Hal ini disebabkan karna meningkatnya katabolisme, pemecahan
glikogen untuk energi yang menyebabkan cadangan energi
berkurang, dan keadaan inilah yang menstimulus lapar.
2) Poliuria (sering kencing)
Adanya hiperglikemia menyebabkan sebagian glukosa dikeluarkan
oleh ginjal bersama urin karena keterbatasan ginjal untuk filtrasi
dan reabsorpsi dari tubuluss ginjal. Untuk mempermudah
pengeluaran glukosa ini maka diperlukan banyak air, sehingga
frekuensi miksi menjadi meningkat.
3) Polidipsia (banyak minum/ mudah haus)
Faktor miksi yang meningkat sehingga menyebabkan tubuh
kekurangan banyak cairan (dehidrasi), hal ini merangsang pusat
haus yang mengakibatkan peningkatan rasa haus.
4) Nafsu makan bertambah namun berat badan menurun drastis (5-10
kg dalam waktu 2-3 minggu) yang disebabkan karena banyaknya
kehilangan cairan, glikogen serta massa otot.
5) Mudah lelah yang disebabkan kurangnya energi cadangan karna
kelaparan.
6) Terkadang tanpa gejala yang diakibatkan tubuh sudah beradaptasi
dengan peningkatan glukosa darah.
b. Manifestasi Kronik
1) Kesemutan
2) Kulit terasa panas atau seperti tertusuk jarum, gatal sekitar penis
dan vagina serta infeksi kulit yang disebabkan peningkatan kadar
glukosa darah sehingga terjadi penumpukan gula pada kulit dengan
reaksi gatal, jamur dan bakteri menyerang kulit.
3) Rasa kebas di kulit
4) Kelelahan

12
5) Mudah mengantuk
6) Penglihatan perlahan kabur
Keadaan hiperglikemia menyebabkan aliran darah menjadi lambat,
sirkulasi ke vaskuler tidak lancar, termasuk pada mata yang dapat
merusak retina dan keruh pada lensa mata.
7) Gigi yang mudah goyah dan bahkan lepas
8) Kemampuan seksual menurun, pada pria biasanya impotensi.
(Tartowo, 2012).
6. Patofisiologi
Diabetes melitus merupakan kumpulan gejala yang kronik dan
bersifat sistemik dengan karakteristik peningkatan gula darah/glukosa
yang disebabkan menurunnya sekresi atau aktivitas insulin sehingga
mengakibatkan terhambatnya metabolisme karbohidrat, protein dan lemak.
Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi. Makanan yang
masuk sebagian digunakan untuk kebutuhan energi dan sebagian lagi
disimpan dalam bentuk glikogen dihati dan jaringan lainnya dengan
bantuan insulin. Insulin merupakan hormon yang diproduksi oleh sel beta
pancreas yang kemudian produksinya masuk dalam darah dengan jumlah
sedikit kemudian meningkat jika terdapat makanan yang masuk. Pada
orang dewasa rata-rata diproduksi 40-50 unit, untuk mempertahankan gula
darah tetap stabil antara 70-120 mg/dl (Tarwoto, 2012).
Pada Diabetes melitus tipe 2 masalah utama adalah berhubungan
dengan resistensi insulin. Resistensi insulin menunjukkan penurunan
sensitifitas jaringan pada insulin, dimana konsentrasi insulin berada pada
tingkat yang lebih tinggi dari normal yang dibuthkan untuk
mempertahankan normoglikemia (glukosa darah dalam nilai normal). Sel-
sel tubuh gagal menyerap gula yang penting untuk sumber energi. Kondisi
pradiabetes, akan meningkatkan risiko diabetes tipe 2. Suatu saat jika tidak
dilakukan intervensi, prediabetes pasti akan berkembang menjadi diabetes
tipe 2. Pada orang yang sudah memasuki kondisi prediabetes, pankreas
akan bekerja lebih keras memproduksi insulin yang cukup untuk
mengatasi resistensi tubuh dan menjaga kadar gula darah agar normal.

13
Namun lama kelamaan kemampuan pankreas menurun dan mulai tidak
mampu memproduksi insulin, sehingga berkembanglah menjadi diabetes
melitus tipe 2 (Tarwoto, 2012).
Menurunnya penggunaan glukosa pada diabetes membutuhkan
insulin untuk membawa glukosa hanya sekitar 25% untuk energi. Tanpa
adekuatnya jumlah insulin, banyak glukosa tidak dapat digunakan. Dengan
tidak adekuatnya insulin ini maka gula darah menjadi tinggi atau
hiperglikemia, karena hati tidak dapat menyimpan glukosa menjadi
glikogen. Supaya terjadi keseimbangan gula darah kembali menjadi
normal maka tubuh mengeluarkan glukosa melalui ginjal, sehingga
glukosa berada dalam urin (glukosuria), disisi lain pengeluaran glukosa
melalui urin menyebabkan diuretik osmotic dan meningkatnya jumlah air
yang dikeluarkan sehingga beresiko terjadinya defisit volume cairan
(Tarwoto, 2012).

14
15
7. Penatalaksanaan
Dalam buku Bilous dan Donelly 2015, prinsip penanganan ulkus ,selain
memberikan pendidikan kesehatan dan melakukan kontrol metabolic yang
baik adalah :
a. Prinsip Penanganan Ulkus
1) Mengurangi tekanan dan perlindungan terhadap ulkus.
- Melepaskan pembedahan mekanik
- Pemasangan gips kontak total terutama pada ulkus plantar
- Sepatu yang pas dengan alas kaki yang bentuknya disesuaikan
dengan kaki
2) Memperbaiki perfusi kaki
- Pengkajian dan intervensi vascular (seperti stenting) untuk
meningkatakan aliran darah distal.
- Pengurangan risiko kardiovaskuler untuk menstabilkan dan
meregrasi penyakit makrovaskuler.
3) Mengatasi infeksi
- Pengobatan ulkus superficial dengan debridemen dan antibiotic
oral
- Infeksi yang mengancam tungkai dengan posisi lebih dalam
dapat memrlukan antibiotic IV ,drainase dan pembuangan jaringa
nekrotik.
4) Perawatan luka local
- Inspeksi yang sering
- Debridemen rutin dengan scalpel
- Control eksudat dan pertahankan suasana lembap
b. Pengaturan makan: yang pertama dan kunci manajemen diabetes
melitus, yang sekilas tampaknya mudah tapi kenyataanya sulit
mengendalikan diri terhadap ‘nafsu makan’
Sedangkan menurut (Tarwoto, 2012) prinsip penatalaksanaan diabetes
melitus adalah mengontrol gula darah dalam rentang normal, ada lima
factor yang harus diperhatikan:
a. Asupan makanan atau management diet

16
b. Latihan fisik atau exercise
c. Obat-obatan penurun gula darah
d. Pendidikan kesehatan
e. Monitoring.
8. Komplikasi
Klien dengan diabetes melitus beresiko terjadi kompilkasi baik bersifat
akut maupun kronis diantaranya :
a. Komplikasi metabolic
1) Ketoasidosis diabetik atau keracunan zat keton sebagai hasil
metabolisme lemak dan protein terutama terjadi pada IDDM.
2) Koma hiperglikemi Biasanya disebabkan kadar gula tinggi terjadi
pada NIDDM
3) Koma hiperglikemi akibat terapi insulin yang berlebihan atau tidak
terkontrol
b. Komplikasi menahun
1) Mikroangiopati (kerusakan pada pembuluh darah perifer) pada
organ-organ yang mempunyai pembuluh darah kecil sehingga pada:
- Retinopati diabetika (kerusakan yang terjadi pada retina
mata) menyebabkan terjadinya kebutaan
- Neuropati diabetika (kerusakan yang terjadi pada pembuluh
darah perifer) yang menyebabkan gangguan sensoris pada bagian
tubuh
- Nefropati diabetika (kerusakan/ kelainan pada ginjal ) yang
menyebabkan terjadinya gagal ginjal
- Displidemia dan hipertensi (Marry Baradero et al. 2009)
2) Makroangiopati
- Kelainan pada jantung dan pembuluh darah seperti miokard
infark maupun gangguan fungsi jantung karena arteriskelosis
- Penyakit gangguan pembuluh darah kaki
- Gangguan sistem pembuluh darah otak atau stroke
3) Ganggren diabetika karena adanya neuropati dan terjadi luka
yang tidak sembuh-sembuh (Clevo Rendi, 2012)

17
Terdapat lima grade ulkus diabetikum :
- Grade 0 : tidak ada luka
- Grade I : kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit
- Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
- Grade III : terjadi abses
- Grade IV : ganggren pada kaki bagian distal
- Grade V : ganggren pada seluruh kaki dan tungakai bawah
distal
4) Disfungsi erektil diabetika.
Angka kematian dan kesaktian dari diabetes terjadi akibat
komplikasi seperti karena :
- Hiperglikemia atau hipoglikemia.
- Meningkatnya resiko infeksi.
- Komplikasi mikrovaskuler seperti retinopati, nefropati.
- Komplikasi neurofatik.
- Komplikasi makrovaskuler seperti penyakit jantung koroner,
stroke (Ana Fitriana, 2009) dalam (Vianasari, 2017).

B. Landasan Teoritis Penyakit CKD


1. Definisi
Chronic kidney disease (CKD) atau gagal ginjal kronik merupakan
penurunan GFR (<60 mL/min/1,73m² selama lebih dari 3 bulan) atau
terjadinya kerusakan pada ginjal (Susianti, 2019). Chronic kidney disease
merupakan penyakit ginjal tahap akhir, progresif dan irreversible dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia (Purwanto,
2016).
Menurut Muttaqin (2014) Chronic kidney disease merupakan
kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan metabolisme serta
keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur ginjal yang
progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit (toksik uremik)
di dalam darah. Chronic kidney disease satu dari beberapa penyakit yang

18
tidak menular, dimana proses perjalanan penyakitnya membutuhkan waktu
yang lama sehingga terjadi penurunan fungsinya dan tidak dapat kembali
ke kondisi semula. Kerusakan ginjal terjadi pada nefron termasuk pada
glomerulus dan tubulus ginjal, nefron yang mengalami kerusakan tidak
dapat kembali berfungsi normal (Siregar, 2012).
2. Klasifikasi
Chronic kidney disease dibedakan berdasarkan jumlah nefron yang
masih berfungsi dalam melakukan filtrasi glomerulus. Nilai laju filtrasi
glomerulus yang rendah menunjukkan stadium yang lebih tinggi terjadinya
kerusakan ginjal. Menururt Siregar (2012) Chronic kidney disease dibagi
kedalam 5 derajat yaitu :
a. Derajat 1 suatu keadaan dimana terjadi kerusakan struktur ginjal
tetapi ginjal masih memiliki fungsi secara normal (9GFR>90
ml/min)
b. Derajat 2 suatu keadaan terjadinya kerusakan ginjal dengan diikuti
penurunan fungsi ginjal yang ringan (GFR 60-89 ml/min)
c. Derajat 3 suatu keadaan terjadinya kerusakan ginjal dan diikuti
dengan penurunan fungsi ginjal yang sedang (GFR 30-59 ml/min)
d. Derajat 4 suatu keadaan terjadinya kerusakan ginjal dan diikuti
dengan penurunan fungsi ginjal yang berat (GFR 15-29 ml/min)
e. Derajat 5 suatu keadaan kondisi ginjal yang disebut penyakit ginjal
kronis (GFR <15 ml/min).
3. Etiologi
Begitu banyak kondisi klinis yang bisa menyebabkan terjadinya
chronic kidney disease. Akan tetapi, apa pun sebabnya, respons yang
terjadi adalah penurunan fungsi ginjal secara progresif. Menurut Muttaqin
(2014) kondisi klinis yang memungkinkan dapat mengakibatkan CKD bisa
disebabkan dari ginjal sendiri dan di luar ginjal, yaitu :
a. Penyakit dari ginjal
1) Penyakit pada saringan (glomerulus) : glomerulonephritis
2) Infeksi kuman : pyelonefritis, ureteritis
3) Batu ginjal : nefrolitiasis

19
4) Kista di ginjal : polcystis kidney
5) Trauma langsung pada ginjal
6) Keganasan pada ginjal
7) Sumbatan : batu, tumor, penyempitan/ striktur
b. Penyakit umum di luar ginjal
1) Penyakit sistemik : diabetes melitus, hipertensi, kolesterol
tinggi
2) Dyslipidemia
3) SLE
4) Infeksi di badan : TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis
5) Preeklamsi
6) Obat-obatan
7) Kehilangan banyak cairan yang mendadak (luka bakar).
4. Manifestasi Klinis
Purwanto (2016) terdapat beberapa manifestasi klinis penderita chronic
kidney disease yaitu sebagai berikut :
a. Kardiovaskuler
Pada sistem kardiovskuler yaitu hipertensi, pitting edema, edema
periorbital, pembesaran vena leher, dan friction rub perikardial.
b. Pulmoner
Biasanya terjadi krekels, nafas dangkal, kusmaul, dan sputum
kental.
c. Gastrointestinal
Pada gastrointestinal biasanya menunjukkan adanya anoreksi, mual
dan muntah, perdarahan saluran GI, ulserasi dan perdarahan pada
mulut, konstipasi/ diare, dan nafas berbau amonia.
d. Muskuloskeletal
Pada sistem muskuloskeletas yaitu mengalami kram otot,
kehilangan kekuatan otot, fraktur tulang, dan foot drop.

20
e. Integumen
Pada integumen akan mengalami warna kulit abu-abu mengkilat,
kulit kering, bersisik, pruritus, ekimosis, kuku tipis dan rapuh, dan
rambut tipis dan kasar.
f. Reproduksi
Biasanya mengalami amenore, dan atrofi testis.
5. Patofisiologi
Ginjal merupakan salah satu organ vital dalam tubuh yang
berperan penting dalam menjaga kesehatan tubuh dimana ginjal berfungsi
menjaga komposisi darah dengan mencegah menumpuknya limbah dan
mengendalikan keseimbangan cairan dalam tubuh, menjaga level elektrolit
seperti sodium, potasium, dan fosfat tetap stabil, serta memproduksi
hormon dan enzim yang membantu dalam mengendalikan tekanan darah,
membuat sel darah merah dan menjaga tulang tetap kuat (Kemenkes,
2017). Selain itu, ginjal berfungsi menyaring dan membuang limbah
seperti racun, garam berlebih dan urea (limbah mengandung nitrogen hasil
dari metabolisme protein) serta memproduksi vitamin D aktif yang
mendukung kesehatan tulang. Ginjal juga berfungsi menyaring intake
makanan sekaligus mengeluarkan molekul-molekul yang tidak terpakai
dalam bentuk toksin (racun). Apabila fungsi ginjal terganggu, toksin di
dalam darah menumpuk, sehingga menyebabkan berbagai gangguan
kesehatan tubuh (Ardiansyah, 2012). Ginjal yang tidak terawatt dengan
baik dapat mengakibatkan penyakit gagal ginjal.
Chronic kidney diseasemerupakan gangguan fungsi ginjal yang
progresif dan irreversible saat ginjal sudah tidak mampu menjalankan
fungsinya akan menyebabkan kegagalan ginjal. Chronic kidney
diseasedisebabkan oleh berbagai faktor seperti infeksi, diabetes mellitus,
hipertensi, obstruksi urinarius, gangguan vaskuler yang menyebabkan
GFR menurun. Pada waktu terjadi kegagalan ginjal, sebagian nefron
(termasuk glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak
(hipotesa nefron utuh). Nefron - nefron yang utuh hipertropi dan
memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun

21
dalam keadaan penurunan GFR/ daya saring. Metode adaptif ini
memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron-nefron rusak.
Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa
direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus.
Selanjutnya, oleh karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak,
oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-
gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas
kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80%-90%. Pada
tingkat ini, fungsi renal yang demikian, nilai kreatinin clearance turun
sampai 15ml/menit atau lebih rendah itu (Haryono, 2013).
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang
normalnya dieksresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi
uremia dan memengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan
produk sampah maka gejala akan semakin berat. Penurunan GFR.
Penurunan GFR dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24 jam untuk
pemeriksaan klirens kreatinin. Akibat dari penurunan GFR ini, klirens
kreatinin akan menurun, kreatinin meningkat, dan nitrogen urea darah
(BUN) juga akan meningkat (Nuari, 2017).
Gangguan klirens renal. Banyak masalah yang muncul pada gagal
ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah glumeruli yang berfungsi,
yang menyebabkan penurunan klirens (substansi darah yang seharusnya
dibersihkan oleh ginjal) (Nuari, 2017). Retensi cairan dan natrium. Ginjal
kehilangan kemampuan mengkonsentrasikan atau mengencerkan urin
secara normal. Terjadi penahanan cairan dan natrium, meningkatkan
resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif dan hipertensi (Nuari,
2017).
Anemia. Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin
yang tidak adekuat, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi,
dan kecenderungan untuk terjadi perdarahan akibat status uremik pasien,
terutama dari saluran GI (Nuari, 2017). Ketidakseimbangan kalsium dan
fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan yang
saling timbal balik, jika salah satunya meningkat, yang lain akan turun.

22
Dengan menurunnya GFR, maka terjadi peningkatan kadar fosfat serum
dan sebaliknya penurunan kadar kalsium. Penurunan kadar kalsium ini
akan memicu sekresi parathormon, namun dalam kondisi gagal ginjal,
tubuh tidak berespon terhadap peningkatan sekresi parathormon, akibatnya
kalsium di tulang menurun menyebabkan perubahan pada tulang dan
penyakit tulang (Nuari, 2017). Penyakit tulang uremik (osteodistrofi).
Terjadi dari perubahan komplek kalsium, fosfat, dan keseimbangan
parathormon.
6. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Nuari (2017) pemeriksaan penunjang yang dilakukan
pada pasien chronic kidney diseaseyaitu :
a. Urin
1) Volume biasanya kurang dari 400ml/ 24 jam atau tidak ada
(anuria)
2) Warna : secara abnormal urin keruh kemungkinan disebabkan
oleh pus, bakteri, lemak, fosfat atau uratsedimen kotor,
kecoklatan menunjukkan adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin
3) Berat jenis : kurang dari 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal
berat
4) Osmoalitas :kurang dari 350mOsm/kg menunjukkan kerusakan
ginjal tubular dan rasio urin/serum sering 1:1
5) Klirens kreatinin : mungkin agak menurun
6) Natrium : lebih besar dari 40mEq/l karena ginjal tidak mampu
mereabsorbsi natrium
7) Protein : derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara menunjukkan
kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada
b. Darah
1) BUN/ kreatinin : meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga
tahap akhir
2) Ht : menurun pada adanya anemia. Hb biasanya kurang dari 7-8
gr/dl
3) SDM : menurun, defisiensi eritropoitin

23
4) GDA : asidosis metabolik, ph kurang dari 7,2
5) Natrium serum : rendah
6) Kalium : meningkat
7) Magnesium : meningkat
8) Kalsium : menurun
9) Protein (albumin) : menurun
c. Osmolalitas serum : lebih dari 285 mOsm/kg
d. Pelogram retrograd : abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
e. Ultrasono ginjal : menentukan ukuran ginjal dan adanya masa,
kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas
f. Endoskopi ginjal, nefroskopi : untuk menentukan pelvis ginjal,
keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif
g. Arteriogram ginjal : mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskular, masa
EKG : ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa.
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien CKD dibagi tiga, yaitu
(Nuari, 2017) :
a. Konservatif
1) Dilakukan pemeriksaan lab darah dan urin
2) Observasi balance cairan
3) Observasi adanya edema
4) Batasi cairan yang masuk
b. Dialysis
1) Peritoneal dislysis
Biasanya dilakukan pada kasus-kasus emergency. Sedangkan
dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat
akut adalah CAPD (Continues Ambulatori Peritoial Dialysis)
2) Hemodialisis
Merupakan dialisis yang dilakukan melalui tindakan invasif di
vena dengan menggunakan mesin. Pada awalnya hemodialisis

24
dilakukan melalui daerah femoralis namun untuk
mempermudah maka dilakukan :
- AV fastule : menggabungkan vena dan arteri
- Double lumen : langsung pada daerah jantung (vaskularisasi
ke jantung)
c. Operasi
1) Pengambilan batu
2) Tranplantasi ginjal
8. Komplikasi
Menurut Purwanto (2016) komplikasi yang terjadi pada pasien
chronic kidney diseaseyaitu :
a. Hiperkalemia
Akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, katabolisme dan
masukan diit berlebih.
b. Perikarditis, efusi perikardial dan tamponade jantung
Sebagai akibat retensi produk sampah uremik dan dialisis yang
tidak adekuat.
c. Hipertensi
Sebagai akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem
renin angiotensin aldosteron.
d. Anemia
Dapat disebabkan oleh berbagai mekanisme (defisiensi besi,
defisiensi asam folat, defisiensi vitamin b12, perdarahan
gastrointestinal, hiperparatiroidisme, dan inflamasi sistemik),
namun pada umumnya disebabkan oleh insufisiensi dari produksi
hormon eritripoietin (EPO). EPO berfungsi merangsang
pembentukan sel darah merah (eritrosit). Sebagian besar EPO
diproduksi oleh sel endothelial di bagian proksimal tubula renalis
ginjal, sehingga produksi EPO akan menurun seiring dengan
penurunan fungsi ginjal.

25
e. Penyakit tulang
Penurunan kadar kalsium (hipokalsemia) secara langsung
mengakibatkan dekalsifikasi matriks tulang, sehingga tulang akan
menjadi rapuh (osteoporosis) dan jika berlangsung lama akan
menyebabkan fraktur pathologis.

C. Landasan Teoritis Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Asuhan keperawatan pada tahap pertama yaitu pengkajian. Dalam
pengkajian perlu dikaji biodata pasien dan data data untuk menunjang
diagnosa. Data tersebut harus seakurat akuratnya, agar dapat digunakan
dalam tahap berikutnya, meliputi nama pasien,umur, keluhan utama
Pengumpulan data pada klien dengan DM tipe 2 adalah:
a. Identitas pasien
Meliputi nama lengkap nama panggilan, tempat dan tanggal lahir, jenis
kelamin, status, agama, bahasa yang digunakan, suku bangsa,
pendidikan, pekerjaan, alamat, sumber dana/ biaya serta identitas orang
tua.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan nyeri, kesemutan pada
esktremitas,luka yang sukar sembuh Sakit kepala, menyatakan seperti
mau muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi, letargi, koma dan
bingung.
c. Riwayat kesehatan lalu
Biasanya klien DM mempunyai Riwayat hipertensi, penyakit jantung
seperti Infark miokard.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya Ada riwayat anggota keluarga yang menderita DM
e. Pengkajian Pola Gordon
1) Pola persepsi
Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan
tatalaksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang

26
dampak gangren pada kaki diabetik, sehingga menimbulkan
persepsi negatif terhadap diri dan kecendurangan untuk tidak
mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama,lebih dari
6 juta dari penderita DM tidak menyadari akan terjadinya resiko
kaki diabetik bahkan mereka takut akan terjadinya amputasi (Debra
Clair,Jounal Februari 2011)
2) Pola nutrisi metabolik
Akibat produksi insulin yang tidak adekuat atau adanya defisiensi
insulin maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga
menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan, banyak
minum, berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut
dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme
yang dapat mempengarui status kesehatan penderita. Nausea,
vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek , mual muntah.
3) Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik
yang menyebabkan pasien sering kencing(poliuri) dan pengeluaran
glukosa pada urine(glukosuria). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada
gangguan.
4) Pola aktivitas dan Latihan
Kelemahan, susah berjalan dan bergerak, kram otot, gangguan
istirahat dan tidur,tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan
aktivitas dan bahkan sampai terjadi koma. Adanya luka gangren dan
kelemahanotot otot pada tungkai bawah menyebabkan penderita
tidak mampu melakukan aktivitas sehari hari secara maksimal,
penderita mudah mengalami kelelahan.
5) Pola tidur dan istirahat
Istirahat tidak efektif adanya poliuri,nyeri pada kaki yang
luka,sehingga klien mengalami kesulitan tidur

27
6) Kongnitif persepsi
Pasien dengan gangren cendrung mengalami neuropati/ mati rasa
pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri. Pengecapan
mengalami penurunan, gangguan penglihatan.
7) Persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh menyebabkan
penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang
sukar sembuh , lamanya perawatan, banyaknya baiaya perawatan
dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan
gangguan peran pada keluarga (self esteem)
8) Peran hubungan
Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan
penderita malu dan menarik diri dari pergaulan.
9) Seksualitas
Angiopati dapat terjadi pada pebuluh darah diorgan reproduksi
sehingga menyebabkan gangguan potensi sek,gangguan kualitas
maupun ereksi seta memberi dampak dalam proses ejakulasi serta
orgasme. Adanya perdangan pada vagina, serta orgasme menurun
dan terjadi impoten pada pria. Risiko lebih tinggi terkena kanker
prostat berhubungan dengan nefropatai.
10) Koping toleransi
Lamanya waktu perawatan, perjalannya penyakit kronik, persaan
tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reasi psikologis
yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung, dapat
menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme
koping yang kontruktif/adaptif.
11) Nilai kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh
serta luka pada kaki tidak menghambat penderita dalam
melaksanakan ibadah tetapi mempengarui pola ibadah penderita.

28
f. Pemeriksaan fisik
1) Pemeriksaan Vital Sign
Yang terdiri dari tekanan darah, nadi, pernafasan, dan suhu. Tekanan
darah dan pernafasan pada pasien dengan pasien DM bisa tinggi atau
normal, Nadi dalam batas normal, sedangkan suhu akan mengalami
perubahan jika terjadi infeksi.
2) Pemeriksaan Kulit
Kulit akan tampak pucat karena Hb kurang dari normal dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit akan tidak elastis. kalau sudah
terjadi komplikasi kulit terasa gatal.
3) Pemeriksaan Kepala dan Leher
Kaji bentuk kepala,keadaan rambut Biasanya tidak terjadi
pembesaran kelenjar tiroid, kelenjar getah bening, dan JVP
(Jugularis Venous Pressure) normal 5-2 cmH2.
4) Pemeriksaan Dada (Thorak)
Pada pasien dengan penurunan kesadaran acidosis metabolic
pernafasan cepat dan dalam.
5) Pemeriksaan Jantung (Cardiovaskuler)
Pada keadaan lanjut bisa terjadi adanya kegagalan sirkulasi. Perfusi
jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang, takikardi/
bradikardi, hipertensi/ hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
6) Pemeriksaan Abdomen
Dalam batas normal
7) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat
berkemih.
8) Pemeriksaan Muskuloskeletal
Sering merasa lelah dalam melakukan aktifitas, sering merasa
kesemutan
9) Pemeriksaan Ekstremitas
Kadang terdapat luka pada ekstermitas bawah bisa terasa nyeri, bisa
terasa baal

29
10) Pemeriksaan Neurologi
Terjadinya penurunn sensoris, parathesia, anatesia, letargi,
mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi. GCS :15,
Kesadaran Compos mentis Cooperative (CMC).

2. Diagnosa keperawatan
a. Ketidakstabilan gula darah berhubungan dengan resistensi insulin
b. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen cedera fisik
c. Infeksi b.d peningkatan Leukosit
d. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan imobilitas

30
3. Intervensi Keperawatan
N DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI
O
1. Ketidakstabilan gula darah Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Hipoglikemia
b.d resistensi insulin selama 1x 24 jam maka ketidakstabilan
gula darah membaik Observasi
KH :  Identifikasi tanda dan gejala hipoglikemia
 Kestabilan kadar glukosa darah  Identifilkasi kemungkinan penyebab hipoglikemia
membaik Terapeutik
 Status nutrisi membaik
 Berikan karbohidrat sederhana, jika perlu
 Tingkat pengetahuan meningkat
 Berikan glukagon, jika perlu
 Berikan karbohidrat kompleks dan protein sesual
diet
 Pertahankan kepatenan jalan napas
 Pertahankan akses IV, jika perlu
 Hubungi layanan medis darurat, jila perlu
Edukasi
 Anjurkan membawa karbohidrat sederhana setiap
saat
 Anjurkan memakai identitas darurat yang tepat
 Anjurkan monitor kadar glukosa darah
 Anjurkan berdiskusi dengan tim perawatan diabetes
tentang penyesuaian program tim perawatan
pengobatan
 Jelaskan interaksi antara diet, insulin/agen oral, dan
olahraga

31
 Ajarkan pengelolaan hipoglikemia (mis. tanda dan
gejala, faktor risiko, dan pengobatan hipoglikemia)
 Ajarkan perawatan mandiri untuk mencegah
hipoglikemia (mis. mengurangi insulin/agen oral
dan atau meningkatkan asupan makanan untuk
berolahraga)
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian glukagon, jika perlu
 Kolaborasi pemberian dekstrose, jika perlu

Nyeri Akut b.d Agen cedera Setelah dilakukan tindakan Keperawatan Manajemen nyeri
fisik 1 x24 jam diharapkan nyeri menurun
KH : Observasi :
 Tingkat nyeri menurun  Identifikasi identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
 Penyembuhan luka membaik frekuensi, kualitas,intensitas nyeri
 Tingkat cidera menurun  Identifikasi skala nyeri
Terapeutik :
 Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
Edukasi:
 Jelaskan penyebab dan periode dan pemicu nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik

Edukasi teknik nafas dalam

Observasi :
 Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima
informasi
Terapeutik :

32
 Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan

Edukasi:
 Jelaskan tujuan dan mamafaat teknik nafas dalam
 Jelaskan prosedur teknik nafas dalam
Infeksi b.d peningkatan Setelah dilakukan tintdakan keperawatan Pengcegahan Infeksi
Leukosit selama 1x 24 jam maka tingkat infeksi
menurun Observasi
KH :  Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan
 Tingkat nyeri menurun sistematik
 Integritas kulit dan jaringan membaik Terapetik
 Kontrol resiko meningkat  Berikan perawatan kulit pada area edema
 Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
pasien dan lingkungan pasien
Edukasi
 Jelaskan tanda dan gejala infeksi
 Ajarkan cara memeriksa kondisi luka
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik

Perawatan luka

Observasi :
 Monitor karakteristik luka (drainase, warna ukuran,
bau)
 Monitor tanda tanda infeksi
Terapeutik :
 Lepaskan balutan dan plester seccara perlahan
 Bersihkan dengan Nacl
 Bersihkan jaringan nikrotik
 Berikan salaf yang sesuai kekulit

33
 Pertahan teknik steril saat melakkanperawtan luka

Edukasi:
 Jelaskan tanda,gejala infeksi
Kolaborasi:
 Kolaborasi prosedur debridement
Intoleransi Aktivitas b.d Setelah dilakukan tintdakan keperawatan Terapi aktivitas
imobilitas selama 1x 24 jam intoleransi aktivitas
membaik Observasi :
KH :  Identifikasi defisit tingkat aktivitas
 Toleransi aktivitas membaik  Identifikasi kemapuan berpartisipasi dalam
 Tingkat keletihan menurun aktivitas tertentu
Terapeutik :
 Fasilitasi pasien dan keluarga dalam menyesuiakan
lingkungan untuk mengakomodasi aktivitas yang di
pilih
 Libatkan keluarga dalam aktivitas
Edukasi:
 Ajarkan cara melakukan aktivitas yang dipilih

Manajenen program latihan

Observasi :
 Identifikasi pengetahuan dan pengalaman aktivitas
fisik sebelumnya
 Identifikasi kemampuan pasien beraktivitas
Terapeutik :
 Motivasi untuk memulai/ melanjutkan aktivitas
fisik
Edukasi:
 Jelaskan mamnfaat aktivitas fisik

34
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan rencana
keperawatan oleh perawat dan pasien. (Riyadi,2010). Implementasi
keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. (Setiadi,2012)
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah mengkaji respon pasien setelah
dilakukan intervensi keperawatan dan mengkaji ulang asuhan keperawatan
yang telah diberikan. (Deswani,2009).
Evaluasi keperawatan adalah kegiatan yang terus menerus
dilakukan untuk menentukan apakah rencana keperawatan efektif dan
bagaimana rencana keperawatan dilanjutkan, merevisi rencana atau
menghentikan rencana. (Manurung,2011).

35
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.G DENGAN DIABETES TIPE II

DI RAWAT INAP PENYAKIT DALAM RSUP DR.M.DJAMIL PADANG

Nama inisial : Ny. G ( P )

No.MR : 00.48

Ruang : IP wing B

Tgl. MRS : 1/10/2022

Tgl. Pengkajian: 4/10/2022

Pukul : 19.00

A. PENGKAJIAN DATA DASAR

Kesadaran: √ CM □ Apatis □ Delirium □ Somnolen □ Soporocoma □Coma

TTV: TD 80/54 mmHg, N 107 X/mnt, S 36,1◦C, P 22 X/mnt, Nyeri: □ Ya √ Tidak

Gol Darah: A Rh: + TB: 152 BB: 50 (Aktual/Perkiraan) IMT : 22 kg/cm²

Penanggung jawab: anak

Pembiayaan: BPJS

Pekerjaan: Ibu Rumah Tangga

Diagnosis Medis: Syok sepsis ec CAP + susp TB paru + DM tipe II tidak terkontrol + CKD
dg III ec PGD + Candidiasis oral + anemia + hiponatremia + hipoalbumin

- Riwayat Kesehatan

o Riwayat Kesehatan sekarang


Alasan masuk

Klien masuk RS pada tanggal 1 Oktober 2022 dengan keluhan penurunan kesadaran
sejak 1 hari yang lalu dan tidak nafsu makan sejak 2 minggu yang lalu sebelum masuk

36
rumah sakit. Keluarga pasien mengatakan sebelum masuk rumah sakit pasien tidak
diberikan insulin dikarenakan gula darah pasien rendah.
Saat pengkajian

Saat pengakajian pada tanggal 4 Oktober 2022 tingkat kesadaran klien sudah membaik
namun nafsu makan klien tetap menurun dikarenakan sebelumnya klien sempat muntah
saat makan sehingga membuat klien tidak mau makan. Mulut klien terlihat kering,
terdapat beberapa bercak putih dilidah klien. Klien juga mengeluh badan lemas dan
letih, klien mengatakan sering mengantuk, klien tampak pucat,mukosa bibir kering dan
pucat, tampak edema di tangan dan kaki klien dan kaki sebelah kiri klien diamputasi.
Klien juga mengeluh batuk berdahak dan sesak napas, saat ini klien sedang terpasang
oksigen dan kateter. GDS terakhir klien 98, albumin 2,0 g/dL, kalium 3,2 mmol/L, Hb
10,8 g/dL.

o Riwayat Kesehatan Dahulu


Klien memiliki riwayat DM sejak tahun 2013 dan sudah mengkonsumsi obat/insulin
secara teratur, klien juga memiliki riwayat TBC 25 th yang lalu namun setelah dilakukan
pengobatan pasien dinyatakan sembuh. Tahun 2018 kaki kiri pasien diamputasi 1
jengkal dari area ujung kaki. Pada tahun 2019 amputasi kedua dikaki yang sama,
diamputasi karena luka pada bagian kaki meluas dan sudah menghitam.

o Riwayat Kesehatan Keluarga


Tidak ada keluarga yang mengalami masalah yang sama dengan klien

Genogram

Ket:

O: perempuan,

□ : laki-laki,

†: meninggal,

: pasien

X : meninggal

(dengan )....

- Pengkajian Fungsional Gordon

a. Pola Persepsi Dan Penanganan Kesehatan


Persepsi terhadap penyakit : klien saat pengkajian klien berharap dapat sembuh dari
penyakitnya dan bisa keluar dari Rumah Sakit walaupun harapan kecil tapi klien dapat
37
support dari keluarga yang membuat klien masih semangat menjalani pengobatan karna
dahulunya klien sudah pernah mengalami amputasi bagian kaki kiri akibat penyakit ini di
tahun 2018.

Kebiasaan: □ Merokok : Ö Tidak □ Ya, bungkus…...../ hr, lamanya……

□ Minum Alkohol : Ö Tidak □ Ya, berapa botol …............./ hr, lama.........…

□ Obat- Obatan: □ Tidak Ö Ya, nama obat metformin 3x1 sebelum di order insulin oleh
dokteri setelah klien masuk RS kembali 2018 maka di order insulin (novorapid) sampai
saat sebelum masuk RS kembali di tahun 2022 ini. Seminggu sebelum masuk RS klien
tidak diberikan insulin oleh keluarga dikarenakan gula darah sewaktu klien dibawah 100

□ Lain- lain : …………………....................

Reaksi Alergi: tidak ada


Tindakan: -

b. Pola Nutrisi/Metabolisme:
Keluhan:saat ini klien terjadi penurunan nafsu makan yang mengakibatkan terjadinya
penurunan berat badan pada klien yang dimana mula nya berat badan klien 80 kg dari
2020 dan turun perlahan sampai dengan 50 kg tahun 2022.
Diet/Suplemen Khusus : tidak ada diet yang begitu signifikan dilakukan
karena terjadi penurunan nafsu makan
Perubahan BB 6 Bulan Terakhir: Tak ada/ Ö Ada: 30 kg. (↑/↓). Asupan
nutrisi: Ö Oral □ NGT □ Parenteral □Gastrostomi
Riwayat Masalah Kulit/Penyembuhan: Tak ada / Ö Ada : klien sudah di
amputasi kaki bagian kiri mulai dari lutut sampai mata kaki dengan kulit yang sudah
menyatu dan beberapa keriput dan lipatan-lipatan kecil pada bagian amputasi
Pantangan/Alergi:tidak ada
Gambaran diet pasien dalam sehari (komposisi& ukuran):

Makan & Minum Sebelum sakit Makan & Minum Selama dirawat
(jenis, porsi yg dihabiskan) (jenis, porsi yg dihabiskan)
Pagi: kadang lontong, nasi , bubur Pagi: diet ML RP DD 1700 kkal
(kadang habis kadang tidak habis)
Siang: nasi, lauk (ikan, ayam, telur) Siang: diet ML RP DD 1700 kkal
(kadang dihabiskan terkadang tidak) lebih
sering tidak dihabiskan Malam:diet ML RP DD 1700 kkal

38
Malam: nasi, sate kadang-kadang
(dihabiskan dan kadang tidak dihabiskan )

Kesimpulan: klien terjadi penurunan nafsu makan

c. Pola Eliminasi:

Keluhan : klien saat ini terpasang kateter urin

Pola Defekasi Frekwensi 1x sehari Pola Urinasi Frekwensi terpasang


Konsistensi lunak kateter
Warna kuning kecoklatan Warna kuning pekat
Bau khas feses Kandungan (darah/protein/dll) tidak
Banyaknya - Bau khas urine
Stoma - Banyaknya ± 400 cc / 8 jam

d. Pola Aktivitas /Olah Raga:


Keluhan : Saat ini pasien tidak mampu beraktivitas melakukan kegiatan saat dirumah sakit.
Untuk kebutuhan pasien seperti makan, berpakaian, mobilisasi dibantu oleh keluarga pasien.
Kemampuan Perawatan Diri (0 = Mandiri, 1 = Dengan Alat Bantu, 2 = Bantuan dari
orang lain , 3 = Bantuan peralatan dan orang lain, 4 = tergantung/tdk mampu)

Aktivitas 0 1 2 3 4
Makan/Minum Ö
Mandi Ö
Berpakaian/berdandan Ö
Toileting Ö
Mobilisasi di Tempat Tidur Ö
Berpindah Ö
Berjalan Ö
Menaiki Tangga

39
Berbelanja
Memasak
Pemeliharaan rumah
ALAT BANTU: Tdak ada Ö Kruk Pispot

Ditempat tidur Walker Tongkat Belat/Mitela ___Kursi roda_______

Kekuatan Otot :
44444444

0022 4444

Kesimpulan : Untuk beraktivitas pasien saat ini dibantu oleh keluarga karena otot tanga
n dan kaki pasien yang lemah. Ekstremitas bawah pasien sebelah kiri sudah diamputasi
sehingga pasien hanya bisa beraktivitas ditempat tidur.
e. Pola Istirahat Tidur:
Keluhan: Pasien mengeluh tidak bisa tidur dimalam hari dan sering terbangun. Pasien han
ya bisa tertidur sekitar 4 jam.
Kebiasaan : 4 jam/malam .... tidur siang (Ö ) Tidur sore (-)

Merasa segar setelah tidur Ya Ö Tidak.

Lain- lain/kesimpulan : Pasien mengeluh sulit tidur dan terbangun pada malam hari
karena batuk yang menyebabkan klien terkadang sesak nafas dan juga badannya terasa
sakit dan tidak nyaman sehingga pasien hanya bisa tidur 4 jam.

f. Pola Kognitif —Persepsi:


Keluhan : Pasien mengatakan pendengaran normal, kemampuan kognitif normal dan pasie
n mampu menjawab pertanyaan perawat namun pasien masih tampak lemah dan lesu
Status mental: Ö Sadar Afasia reseptif Mengingat cerita buruk........
Terorientasi Kelam Pikir Kombatif ............Tak responsif..............................

Bicara: Ö Normal Tak Jelas Gagap Afasia ekspresif

Bahasa sehari-hari Indonesia Ö Daerah Lain- lain ____

Berkomunikasi: Ö Ya/Tidak ....Memahami: Ö Ya/Tidak

Tingkat Ansietas: Sedang (Ringan / Sedang / Berat /Panik) (Pasien mengatakan


cemas dengan penyakitnya yang tidak kunjung sembuh)

Keterampilan Interaksi: Ö Tepat/Lain-lain

Pendengaran : Ö DBN Kerusakan (Kanan /Kiri) Tuli......(Kanan/Kiri)

Alat bantu dengar : Tidak ada


40
Penglihatan : Ö DBN Kacamata Lensa Kontak

Kerusakan Kanan/Kiri Buta Kanan/ Kiri

Katarak Kanan / Kiri Glaukoma

Protesis Kanan / Kiri Ya / Tidak Vertigo: ____

Ketidak nyamanan/Nyeri: Ö Tdak ada Akut__ Kronik

Deskripsi Penatalaksanaan Nyeri: -

Kesimpulan: Pasien tidak mengalami gangguan dalam berkomunikasi,kemampuan


kognitif dan pendengaran klien masih normal, status mental pasien sadar , pasien juga
mengalami ansietas sedang namun ketika pasien diajak berkomunikasi pasien tampak
lesu dan lemah.

g. Pola Peran Hubungan:


Keluhan : Tidak ada keluhan. Pasien mengatakan hubungan pasien dengan keluarga dan
lingkungan sekitar baik-baik saja.

Pekerjaan: IRT

Status Pekerjaan: Bekerja Ketidakmampuan jangka


pendek_____Ketidakmampuan jangka panjang ____Tidak Bekerja Ö

Sistem Pendukung: Pasangan Tetangga/Teman Tidak ada

Keluarga serumah Ö Keluarga tinggal berjauhan

Masalah keluarga berkenaan dengan perawatan di RS: Tidak ada masalah.


Sumber pembiayaan pasien selama dirawat dirumah sakit ditanggung oleh BPJS.

Kegiatan sosial : Mengikuti majelis taklim dilingkungan tempat tinggal

h. Pola Seksualitas/Reproduksi:
Keluhan : Tidak ada keluhan. Pasien mengatakan bahwa saat ini pasien sudah menopause.

Tanggal Menstruasi Akhir (TMA): -

Masalah Menstruasi: Ya Tidak

Pap Smear Terakhir: -

Pemeriksaan Payudara/Testis Mandiri Bulanan: Ya Tidak___

Masalah Seksual B/D Penyakit: -

Kesimpulan : Tidak ada masalah pada pola seksualitas pasien

41
i. Pola Koping-Toleransi Stres:

Keluhan : Tidak ada keluhan. Pasien mengatakan dalam menangani stress biasanya pasien
selalu dibantu dan ditenangkan oleh keluarga, keluarga yang selalu memberikan semangat
kepada pasien.

Masalah (finansial, perawatan diri): -

Kehilangan/perubahan besar di masa lalu: Tidak Ö Ya______________

Hal yang dilakukan saat ada masalah: Bercerita pada keluarga dan
mencari solusi bersama keluarga

Penggunaan obat untuk menghilangkan stres: -

Keadaan emosi dalam sehari hari: santai tegang cemas 

Kesimpulan: Tidak ada masalah pada pola koping pasien

j. Pola Keyakinan-Nilai

Keluhan : Pasien mengeluh tidak dapat lagi beribadah seperti sebelum dirawat di rs
karena tubuh pasien yang lemah dan hanya bisa berbaring di atas tempat tidur.

Agama: Islam Pantangan Keagamaan: Ö Tidak/Ya (uraikan)....................

Ibadah selama sakit : Pasien biasanya hanya mendengar murotal dari


handphone dan berdoa untuk kesembuhannya

Permintaan kunjungan rohaniawan pada saat ini : Ya Tidak Ö

Kesimpulan : Tidak ada masalah pada pola keyakinan-nilai pasien

42
PEMERIKSAAN PENUNJANG (Hasil & interpretasi)

Laboratorium: 02-10-2022

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal

43
Hematologi
CBC
Hemoglobin 10.8 g/dL 12.0-14.0
Leukosit 17.39 10^3/mm^3 5.0-10.0
Trombosit 312 10^3/mm^3 150-400
Hematokrit 31 % 37.0-43.0
Eritrosit 4.53 10^6/µL 4.00-4.50
Retikulosit 1.90 % 0.5-2.0
MCV 64 fL 82.0-92.0
MCH 24 pg 27.0-31.0
MCHC 35 % 32.0-36.0
RDW-CV 16.6 % 11.5-14.5
Hitung Jenis
Basofil 0.0 % 0-1
Eosinofil 0.0 % 1-3
Neutrofil Segmen 82 % 50.0-70.0
Limfosit 4 % 20.0-40.0
Monosit 2 % 2.0-8.0
Sel Patologis -
Hemostatis
APTT
APTT 25.1 detik 21.2-28.6
APTT Control 24.1
PT
PT 11.9 detik 9.3-12.5
INR 1.28 <1.2
PT Kontrol 10.7
Kimia Klinik
Albumin 2.0 g/dL 3.8-5.1
Gula Darah Puasa 74 mg/dL 100
Gula Darah 2 Jam PP 115 mg/dL 80-140
Kreatinin Darah 1.9 mg/dL 0.6-1.2
Gula Darah Sewaktu 98 mg/dL 50-200
Protein 5.5 g/dL 6.6-8.7
Elektrolit 44
Kesimpulan : Anemia normositik normokrom, leukositosis dengan neutrofilia shift to the
right, Trombositosis INR meningkat, Albumin menurun, Globulin meningkat, Total
protein menurun, Natrium dan klorida menurun

45
PEMERIKSAAN FISIK
KU : Sedang
Gambaran Kes : Composmentis
BB : 50 kg
TB : 150 cm
Tanda Vital TD : 80/54 mmHg S : 36,1 C

N : 107x/i P : 22x/i
Kulit - Turgor kulit (derajat elastisitas kulit) menurun

- Warna kulit sawo matang

- Tidak ada lesi

- Tidak ada luka

- CRT > 3 detik

Rambut - Kulit kepala bersih

- Rambut berwarna hitam dan terdapat uban

- Penyebaran rambut baik

- Tidak ada luka

- Tidak ada pembengkakan

- Tidak ada nyeri tekan

Mata - Konjungtiva anemis (+/+)

- Sklera ikterik (-/-)

- Pupil isokor (+/+)

Telinga - Fungsi pendengaran baik

- Tidak ada pembengkakan

- Nyeri tekan (-)

Hidung - Simetris (+)

- Septum deviasi (-)

46
- Pernafasan cuping hidung (+)

Mulut - Karies (-)

- Sputum (-)

- Membran mukosa bibir pucat

Leher - Simetris (+)

- Pembesaran kelenjar tiroid (-)

- Nyeri tekan (-)

Toraks
- Paru
I: Simetris kiri dan kanan

Pa: Fremitus kiri = kanan

Pe: Sonor

A: Vesikuler, RL (+/+), WC (-/-)

I: Ictus cordis terlihat di RIC V


- Jantung
Pa: Ictus cordis teraba 1 jari di ICS V

Pe: Tampak atas RIC II, batas kiri ictus cordis

A: Reguler
Abdomen I: Tampak normal, membuncit (-)

Pa:Tidak ada nyeri tekan dan pembesaran hepar (-)

Pe: Timpani

A:BU (+) 18x/i


Genitalia Tidak ada kelainan

Rectal Tidak ada kelainan

47
Ekstremitas Ekstermitas atas : terpasang infus, edema, tidak ada nyeri
tekan , tangan kanan dan kiri klien lemah kadang sulit
digerakkan dan akral teraba dingin
Muskuloskeletal/
Ekstermitas bawah : edema, tidak ada nyeri tekan, kaki sebelah
Sendi kiri diamputasi sehingga pasien hanya bisa beraktivitas di
tempat tidur,akral teraba dingin, CRT > 2 detik

Kekuatan otot :
4444 | 4444
0022 | 4444
Lain-lain -
Lokasi Luka/nyeri/injuri*: Tidak ada luka/nyeri
Penatalaksanaan
Medis :

Amputasi
kaki kiri

48
Keterangan:*Diarsir bagian tubuh yang mengalami.
Apabila luka dilengkapi dengan ukuran & jenis luka

Jenis Tanggal Jenis/nama


Diit 04/10/2022 ML RP DD 1700 kkal
IVFD 04/10/2022 NaCl 0,9% 8 jam/Kolf, Dextrose 10% 6 jam/Kolf
Injeksi 04/10/2022 Ceftriaxon 2x1 gr, levofloxamin 1x750 gr, NaCl 3% 12
jam/kolf, Nystatin drop 4x109 gr, Drip vascon 1 amp
dalam 48 cc, Novorapid 3x4 IV, Levemir 1x10 IV

Oral 04/10/2022 Paracetamol 3x500 mg, Asetilsistein 3x200 mg, Asam


folat 1x5 mg,

49
Lampiran 4 . Format Analisa Data

ANALISA DATA

Inisial Nama Pasien: Ny. G No MR: 00.48

NO/ DATA ETIOLOGI PROBLEM


TGL
1. DS: DM Tipe II Perfusi perifer tidak
1. Klien mengeluh badan efektif
lemas dan letih Penurunan fasilitas glukosa

2. Klien mengatakan sering


Penurunan Aliran daran dan
mengantuk
suplai O2 ke perifer
DO:
1. Klien tampak pucat,
Akral teraba dingin, pucat, turgor
2. Mukosa bibir kering dan kulit menurun
pucat

3. Edema di tangan dan kaki


Perfusi perifer tidak efektif
4. Turgor kulit menurun

5. Akral teraba dingin

6. Konjungtiva anemis

7. Hb : 10,8 g/dl

8. CRT > 3 detik

2. DS: Peningkatan kebutuhan Defisit nurtrisi


1. Klien mengeluh badan metabolisme, faktor psikologis
lemas dan letih (keengganan untuk makan)

3. Klien mengalami
Ketidakadekuatan kerja insulin
penurunan nafsu makan

4. Klien sempat muntah saat Metabolism zat makanan tidak


makan sehingga membuat sempurna

50
klien tidak mau makan Absorbs glukosa tidak efektif

DO:
1. Klien mengalami
Defisit nutrisi kurang dari
penurunan berat badan
kebutuhan tubuh
dari selama 6 bulan
terakhir sebanyak 30 kg
(80kg — 50 kg)

2. Pasien diet ML RP DD
1700 kkal

3. Membran mukosa tampak


pucat

4. IMT : 21,64 kg/m2

5. Albumin : 2 g/dl

3. DS : Resiko
1. Klien sering mengantuk Penyakit DM tipe 2 Ketidakstabilan
kadar glukosa darah
DO :
diresepkan oleh dokter insulin
1. Kadar glukosa rendah
(GDS: 98)
asupan makan kurang
2. Klien tampak mengalami
gangguan koordinasi hipoglikemia
3. Klien mengalami Riwayat
penurunan kesadaran
sebelumnya Resiko ketidakstabilan kadar
glukosa darah
4. DS: Nutrisi metabolisme tidak Risiko
1. Klien mengatakan namun mencukupi kebutuhan ketidakseimbangan
nafsu makan menurun elektrolit

2. Klien mengatakan merasa produksi asam amino esensial

mual dan muntah menurun

DO :
tekanan osmotic menurun
1. Pasien tampak lemah

51
2. Edema pada ektremitas edema pada ekstremitas
klien
risiko ketidak seimbangan
3. Kalium : 3,2
elektrolit

PERENCANAAN PEMULANGAN
Rencana Tindak Lanjut:

52
Lampiran 5. Format Rencana Asuhan Keperawatan

Initial pasien :Ny.G No MR:00.48 Ruangan:IP Wing B Dx Medis :DM tipe II

No dx Diagnosa SLKI SIKI


keperawatan
1. Perfusi Perifer Setelah dilakukan asuhan Perawatan Sirkulasi
Tidak Efektif keperawatan 3x24 jam Observasi :
diharapkan Perfusi Perifer 1) Periksa sirkulasi perifer (mis. Nai
meningkat dengan kriteria perifer, edema, pengisian kapiler,
hasil : warna, suhu)
1) Denyut nadi perifer 2) Identifikasi factor resiko gangguan
meningkat sirkulasi (mis. DM, perokok,
2) Penyembuhan luka orangtua, hipertensi dan kadar
meningkat kolesterol tinggi)
3) Warna kulit pucat 3) Monitor panas, kemerahan, nyeri atau
menurun bengkak pada ekstremitas
4) Edema perifer
Terapeutik :
menurun
5) Nyeri ektremitas 1) Hindari pemasangan infus atau
menurun pengambilan darah diarea
6) Kelemahan otot keterbatasan perfusi
menurun 2) Hindari pengukuran tekanan darah
7) Kram otot menurun pada ekstremitas dengan ketebatasan
8) Nekrosisi menurun perfusi
9) Pengisian kapiler 3) Hindari penekanan dan pemasangan
membaik tourniquet pada area cidera
10) Turgor kulit membaik 4) Lakukan pencegahan infeksi
11) TTV membaik 5) Lakukan perawatan kaki dan kuku
6) Lakukan hidrasi, jika perlu

Edukasi :

1) Ajarkan program diet untuk


memperbaiki sirkulasi (mis. Rendah
lemak jenuh, minyak ikan omega 3)

53
2) Anjurkan untuk menginformasikan
tanda dan gejala darurat yang harus
dilaporkan (mis. Rasa sakit yang
tidak hilang saat istirahat, luka tidak
sembuh, hilangnya rasa)
2. Defisit nutrisi Setelah dilakukan asuhan Manajemen nutrisi
keperawatan 3x24 jam Observasi :
diharapkan Status Nutrisi 1) Identifikasi status nutrisi
membaik dengan kriteria 2) Identifikasi kebutuhan
hasil : kalori dan jenis nutrient
1) Menghabiskan porsi 3) Monitor asupan makanan
makan 4) Monitor berat bedan
2) Perasaan cepat 5) Monitor hasil pemeriksaan
kenyang menurun laboratorium
3) Frekuensi makan dalam Terapeutik :
batas normal 1) Fasilitasi menentukan pedomen diet
4) Nafsu makan membaik Edukasi :
5) Membrane mukosa 1) Ajarkan diet yang diprogramkan
membaik Kolaborasi :
1) Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan
2) Kolaborasi dengan ahli gizi
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrient yang dubutuhkan

Edukasi diet
Observasi :
1) Identifikasi tingkat pengetahuan saat
ini
2) Identifikasi kebiasaan pola makan saat
ini dan masa lalu
3) Identifikasi persepsi pasien dan
keluarga tentang diet yang diprogramkan
Terapeutik :
1) Jadwalkan waktu yang tepat untuk

54
memberikan pendidikan kesehatan
2)Berikan kesempatan pasien dan
keluarga bertanya
Edukasi :
1) Jelaskan tujuan kepatuhan diet
terhadap kesehatan
2) Informasikan makanan yang
diperbolehkan atau dilarang
3) Anjurkan melakukan olahraga sesuai
toleransi
4) Ajarkan cara merencanakan makanan
yang sesuai program
3. Resiko Setelah dilakukan asuhan Manajemen Hipoglikemia
Ketidakstabilan keperawatan 3x24 jam Observasi :
kadar glukosa diharapkan kestabilan gula 1) Identifikasi tanda dan gejala
darah darah meningkat dengan hipoglikemia
kriteria hasil : 2) Identifikasi kemungkinan penyebab
1) Kesadaran meningkat hipoglikemia
2) Tidak ada mengantuk
3) Tidak ada pusing Terapeutik :
4) Tidak ada lelah/lesu 1) Berikan karbohidrat sederhana
5) Tidak ada keluhan lapar 2) Berikan glucagon
6) Tidak ada rasa haus 3) Berikan karbohidrat kompleks dan
7) Kadar glukosa dalam protein sesuai diet
darah dalam rentang 4) Pertahankan kepatenan jalan napas
normal 5) Pertahankan akses IV
8) Kadar glukosa dalam
urine dalam rentang normal Edukasi :
9) Palpitasi membaik 1) Anjurkan membawa karbohidrat
10)Jumah urine normal sederhana setiap saat
2) Anjurkan memakai identitas darurat
yang tepat
3) Anjurkan monitor kadar glukosa
darah
4) Anjurkan berdiskusi dengan tim
perawatan diabtes tentang
55
penyesuaian program pengobatan
5) Jelaskan interaksi antara diet,
insulin/agen oral
6) Ajarkan pengelolaan hipoglikemia
(mis. Tanda dan gejala, faktor resiko
dan pengobatan hipoglikemia)
7) Ajarkan perawatan mandiri untuk
mencegah hipoglikemia dengan cara
menigkatkan asupan makanan

Kolaborasi :
1) kolaborasi pemberian dextrose atau
glukagon

4. Resiko Setelah dilakukan asuhan Pemantauan Elektrolit


Ketidakseimbangan keperawatan 3x24 jam Observasi :
Elektrolit diharapkan Keseimbangan 1) Identifikasi kemungkinan penyebab
Elektrolit meningkat ketidakseimbangan elektrolit
dengan kriteria hasil : 2) Monitor kadar elektrolit serum
1) Serum natrium 3) Monitor mual, muntah, diare
meningkat 4) Monitor kehilangan cairan
2) Serum kalium 5) Monitor tanda dan gejala hipokalemia
meningkat 6) Montor tanda dan gejala hiperkalemia
3) Serum klorida 7) Monitor tanda dan gejala
meningkat hiponatremia
4) Serum kalsium 8) Monitor tanda dan gejala
meningkat hipernatremia
5) Serum magnesium 9) Monitor tanda dan gejala
meningkat hipokalsemia
6) Serum fosfor meningkat 10) Monitor tanda dan gejala
hiperkalsemia
11) Monitor tanda dan gejala
hipomagnesemia
12) Monitor tanda dan gejala
hipermagnesemia

56
Terapeutik :
1) Atur interval waktu pemantauan
2) Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi :
1) Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
2) Informasikan hasil pemantauan jika
perlu

57
Lampiran 6

CATATAN PERKEMBANGAN

Inisial Nama Klien: Ny.G


Diagnosa Medis: DM tipe II
Ruang Rawat :IP wing B

No Dx Tgl Dx Diagnosa Implementasi Evaluasi (Paraf⁕)


Keperawatan
4-10-22 Perfusi Perifer -Memantau TTV S: Klien mengeluh badan
Tidak Efektif -Fasilitasi klien beristirahat terasa lemas
-Identifikasi faktor resiko gangguan O:
sirkulasi - TD : 76/51 mmHg
-Memonitor panas, kemerahan, nyeri - N : 101 x/i
atau bengkak pada ekstremitas - P : 23x/i
-Melakukan pencegahan infeksi
- S : 35,8 C
-Mengajarkan program diet untuk
- Klien tampak pucat
memperbaiki sirkulasi (mis. Rendah
- Edema di tangan dan
lemak jenuh, minyak ikan omega 3)
kaki
-Anjurkan untuk menginformasikan
tanda dan gejala darurat yang harus - Turgor kulit menurun

dilaporkan - CRT > 3 detik


-Pemberian terapi vascon -Akral teraba dingin
(norepinephrine) 1 ampul+Nacl/50 - Konjungtiva anemis
cc ,melalui syrnge pump
A : Masalah belum teratasi
-Pemberian tranfusi darah PRC 1
P : Intervensi dilanjutkan
kantong
Defisit Nutrisi -Mengkaji status nutrisi pasien S :Klien mengatakan
-Monitor diet dan asupan kalori mual dan muntah, dan
-Kaji frekuensi mual, durasi, tingkat nafsu makan menurun
keparahan, faktor frekuensi yang O:
menyebabkan mual − Klien terlihat lemah
-Monitor adanya mual dan muntah − Setengah porsi

58
-Melakukan pemeriksaan makan tidak
laboratorium, monitor hasilnya (hb) dihabiskan
-Atur dier yang diperlukan pasien − Albumin 2 g/dl
-Meganjurkan pasien dan keluarga − Membran mukosa
untuk memantau kalori dan intake terlihat pucat
makanan A: Masalah belum teratasi
-Kolaborasi dengan dokter terkait P:Intervensi dilanjutkan
pengobatan pasien

Resiko -Mengidentifikasi kemungkinan S :Klien mengatakan


ketidakstabilan penyebab hipoglikemia tidak mengontrol dietnya,
kadar glukosa -Mengidentifikasi kemampuan dan juga tidak pernah
darah pasien dan keluarga menerima berolahraga, saat ini
informasi pasien mengeluh lemah
-Memonitor kadar glukosa darah
O:
-Berkolaborasi pemberian insulin
− Pasien tampak lemah
-Mengajarkan penggunaan insulin
− Kadar glukosa darah
-Menganjurkan kepatuhan terhadap
98 mg/dL
diet dan olahraga
- Pemberian terapi IVFD B Fluid: D5 A: Masalah belum teratasi
10% P:Intervensi dilanjutkan

Resiko -Identifikasi kemungkinan penyebab S: Klien mengatakan


Ketidakseimbangan ketidakseimbangan elektrolit badah masih terasa lemah
kadar elektrolit -Monitor kadar elektrolit serum
- Klien mengatakan
-Monitor mual, muntah, diare
sehabis makan muntah
-Monitor kehilangan cairan
-Monitor tanda dan gejala O:

hiponatremia - Hb : 10,8 g/dL

- Mendokumentasi hasil pemantauan - Kalium : 3,2 mmol/L

A : Masalah belum
teratasi

59
P : Intervensi dilanjutkan

5-10-22 Perfusi Perifer -Memantau TTV S: Klien masih mengeluh


Tidak Efektif -Fasilitasi klien beristirahat badan terasa lemah namun
-Identifikasi factor resiko gangguan sudah mampu untuk duduk
sirkulasi ditempat tidur
-Memonitor panas, kemerahan, nyeri O:
atau bengkak pada ekstremitas - TD : 84/70 mmHg
-Melakukan pencegahan infeksi
- N : 110 x/i
-Mengajarkan program diet untuk
- P : 23x/i
memperbaiki sirkulasi (mis. Rendah
- S : 36,2 C
lemak jenuh, minyak ikan omega 3)
- Klien tampak pucat
-Anjurkan untuk menginformasikan
- Edema di tangan dan
tanda dan gejala darurat yang harus
kaki
dilaporkan
- Turgor kulit menurun
- Pemberian terapi vascon
- CRT >3 detik
(norepinephrine) 1 ampul+Nacl/50
- Akral teraba dingin
cc ,melalui syrnge pump
- Konjungtiva anemis

A : Masalah belum teratasi


P : Intervensi dilanjutkan

Defisit Nutrisi -Monitor diet dan asupan kalori S :Klien mengatakan


-Kaji frekuensi mual, durasi, tingkat tidak nyaman saat
keparahan, faktor frekuensi yang terpasang NGT dan
menyebabkan mual mencabutnya
-Monitor adanya mual dan muntah O:
-Atur dier yang diperlukan pasien − Klien terlihat lemah
-Meganjurkan pasien dan keluarga − Albumin 2,3 g/dl
untuk memantau kalori dan intake − Membran mukosa
makanan terlihat pucat
-Memasang NGT A: Masalah belum teratasi
-Kolaborasi dengan dokter terkait P:Intervensi dilanjutkan
pengobatan pasien

60
Resiko -Mengidentifikasi kemampuan S :Klien mengatakan
ketidakstabilan pasien dan keluarga menerima makan makanan dari
kadar glukosa darah informasi rumah sakit namun tidak
-Memonitor kadar glukosa darah dihabiskan, klien
-Berkolaborasi pemberian insulin mengatakan sangat minim
-Mengajarkan penggunaan insulin aktivitas saat sakit dan
-Menganjurkan kepatuhan terhadap tidak ada berolahraga,
diet dan olahraga saat ini pasien mengeluh
- Pemberian terapi IVFD B Fluid: lemah
D5 10%
O:
− Pasien tampak lemah
− Kadar glukosa darah
104 mg/dL

A: Masalah belum teratasi


P:Intervensi dilanjutkan
Resiko -Monitor kadar elektrolit serum S: Klien mengatakan
Ketidakseimbangan -Monitor mual, muntah, diare badah masih terasa lemah
kadar elektrolit -Monitor kehilangan cairan
- Klien mengatakan
-Monitor tanda dan gejala
sehabis makan muntah
hiponatremia
-Mendokumentasi hasil pemantauan O:
- Hb : 11,0 g/dL

- Kalium : 3,3 mmol/L

A : Masalah belum teratasi

P : Intervensi dilanjutkan

6-10-22 Perfusi Perifer -Memantau TTV S: Klien masih mengeluh


Tidak Efektif -Fasilitasi klien beristirahat badan lemah namun sudah
-Identifikasi faktor resiko gangguan mampu untuk duduk
sirkulasi ditempat tidur

61
-Memonitor panas, kemerahan, nyeri O:
atau bengkak pada ekstremitas - TD : 110/89 mmHg
-Melakukan pencegahan infeksi - N : 96 x/i
-Mengajarkan program diet untuk
- P : 22x/i
memperbaiki sirkulasi (mis. Rendah
- S : 36,8 C
lemak jenuh, minyak ikan omega 3)
- Klien tampak pucat
-Anjurkan untuk menginformasikan
- Edema di tangan dan
tanda dan gejala darurat yang harus
kaki
dilaporkan
- Turgor kulit menurun
- CRT > 3 detik
- Akral teraba dingin
- Konjungtiva anemis

A : Masalah belum teratasi


P : Intervensi dilanjutkan

Defisit Nutrisi -Mengkaji status nutrisi pasien S :Klien mengatakan


-Monitor diet dan asupan kalori masih terdapat mual dan
-Kaji frekuensi mual, durasi, tingkat muntah, dan nafsu makan
keparahan, faktor frekuensi yang menurun
menyebabkan mual O:
-Monitor adanya mual dan muntah − Klien terlihat lemah
-Melakukan pemeriksaan − Setengah porsi
laboratorium, monitor hasilnya (hb) makan tidak
-Atur dier yang diperlukan pasien dihabiskan
-Meganjurkan pasien dan keluarga − Albumin 2,4 g/dl
untuk memantau kalori dan intake − Membran mukosa
makanan terlihat pucat
-Kolaborasi dengan dokter terkait A: Masalah belum teratasi
pengobatan pasien P:Intervensi dilanjutkan

Resiko -Mengidentifikasi kemampuan S :Klien mengatakan


ketidakstabilan pasien dan keluarga menerima makan makanan dari

62
kadar glukosa darah informasi rumah sakit namun tidak
-Memonitor kadar glukosa darah dihabiskan, klien
-Memonitor kadar glukosa darah mengatakan sangat minim
-Berkolaborasi pemberian insulin aktivitas saat sakit dan
-Mengajarkan penggunaan insulin tidak ada berolahraga,
-Menganjurkan kepatuhan terhadap saat ini pasien mengeluh
diet dan olahraga lemah
- Pemberian terapi IVFD B Fluid:
O:
D5 10%
− Pasien tampak lemah
− Kadar glukosa darah
78 mg/dL

A: Masalah belum teratasi


P:Intervensi dilanjutkan
Resiko -Monitor kadar elektrolit serum S: Klien mengatakan
Ketidakseimbangan -Monitor mual, muntah, diare badah masih terasa lemah
kadar elektrolit -Monitor kehilangan cairan
- Klien mengatakan
-Monitor tanda dan gejala
sehabis makan muntah
hiponatremia
- Mendokumentasi hasil pemantauan O:
- Hb : 11,0 g/dL

- Kalium : 3,3 mmol/L

A : Masalah belum teratasi

P : Intervensi dilanjutkan

7-10-22 Perfusi Perifer -Memantau TTV S: Klien mengeluh badan


Tidak Efektif -Fasilitasi klien beristirahat terasa lemas
-Identifikasi factor resiko gangguan O:
sirkulasi - TD : 101/78 mmHg
-Memonitor panas, kemerahan, nyeri - N : 121 x/i
atau bengkak pada ekstremitas - P : 21x/i
-Melakukan pencegahan infeksi
- S : 36,2 C
-Mengajarkan program diet untuk

63
memperbaiki sirkulasi (mis. Rendah - Klien tampak pucat
lemak jenuh, minyak ikan omega 3) - Edema di tangan dan
-Anjurkan untuk menginformasikan kaki
tanda dan gejala darurat yang harus
- Turgor kulit menurun
dilaporkan
- CRT > 3 detik
- Pemberian terapi vascon
- Akral teraba dingin
(norepinephrine) 1 ampul+Nacl/50
- Konjungtiva anemis
cc ,melalui syrnge pump
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
Defisit Nutrisi -Monitor diet dan asupan kalori S :Klien mengatakan
-Kaji frekuensi mual, durasi, tingkat mual dan muntah, dan
keparahan, faktor frekuensi yang nafsu makan menurun
menyebabkan mual O:
-Monitor adanya mual dan muntah − Klien terlihat lemah
-Melakukan pemeriksaan − Setengah porsi
laboratorium, monitor hasilnya (hb) makan tidak
-Atur dier yang diperlukan pasien dihabiskan
-Meganjurkan pasien dan keluarga − Albumin 2,5 g/dl
untuk memantau kalori dan intake − Membran mukosa
makanan terlihat pucat
-Kolaborasi dengan dokter terkait A: Masalah belum teratasi
pengobatan pasien P:Intervensi dilanjutkan

Resiko -Mengidentifikasi kemampuan S :Klien menolak makan


ketidakstabilan pasien dan keluarga menerima dan tidak minum obat-
kadar glukosa informasi obatan, serta minim
darah -Memonitor kadar glukosa darah aktivitas selama sakit,
-Berkolaborasi pemberian insulin saat ini pasien mengeluh
-Mengajarkan penggunaan insulin lemah
-Menganjurkan kepatuhan terhadap
O:
diet dan olahraga
− Pasien tampak lemah
- Pemberian terapi IVFD B Fluid: D5

64
5% − Kadar glukosa darah
76 mg/dL

A: Masalah belum teratasi


P:Intervensi dilanjutkan

Resiko -Monitor kadar elektrolit serum S: Klien mengatakan


Ketidakseimbangan -Monitor mual, muntah, diare badah masih terasa lemah
kadar elektrolit -Monitor kehilangan cairan
- Klien mengatakan
-Monitor tanda dan gejala
sehabis makan muntah
hiponatremia
- Mendokumentasi hasil pemantauan O:
- Hb : 11,3 g/dL

- Kalium : 3,1 mmol/L

A : Masalah belum teratasi

P : Intervensi dilanjutkan

Intervensi hari ke-5 dihentikan karena pasien meninggal dunia

⁕Beri paraf perawat diakhir evaluasi

BAB IV
PEMBAHASAN
1. Karakteristik Pasien

Inisial pasien : Ny. G

Jenis Kelamin : Perempuan

Tanggal lahir : 21-08-1968

Usia : 54 tahun

65
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : 15 ( E= 4, V= 5, M=6)
TTV : TD = 80/54 mmHg
N =107 X/mnt
S = 36.1◦C
P = 22 x/mnt,
Gol Darah :A Rh : +
Tinggi Badan : 152 cm
Berat Badan : 50 Kg
IMT : 21,6 (normal)
Penanggung jawab : Anak (keluarga/suami/istri/ )

Pembiayaan : BPJS

Pekerjaan : Ibu Rumah Tingga

Diagnosis Medis : Syok sepsis ec CAP + susp TB paru + DM tipe II


tidak terkontrol + CKD dg III ec PGD + Candidiasis oral + anemia +
hiponatremia + hipoalbumin

2. Pengkajian
Dari pengkajian umum didapatkan bahwa klien masuk RS pada
tanggal 1 Oktober 2022 dengan keluhan penurunan kesadaran sejak 1
hari yang lalu dan tidak nafsu makan sejak 2 minggu yang lalu sebelum
masuk rumah sakit. Keluarga klien mengatakan sebelum masuk rumah
sakit klien tidak diberikan insulin dikarenakan gula darah klien rendah.
Saat pengakajian pada tanggal 4 Oktober 2022 tingkat kesadaran klien
sudah membaik namun nafsu makan klien tetap menurun dikarenakan
sebelumnya klien sempat muntah saat makan sehingga membuat klien
tidak mau makan. Klien juga mengeluh badan lemas dan letih, klien
tampak pucat,mukosa bibir kering dan pucat, tampak edema di tangan
dan kaki klien dan kaki sebelah kiri klien diamputasi. Klien juga
mengeluh batuk berdahak dan sesak napas, saat ini klien sedang
terpasang oksigen dan kateter. GDS terakhir klien 98

66
Klien memiliki riwayat DM sejak tahun 2013 dan sudah
mengkonsumsi obat/insulin, klien juga memiliki riwayat TBC 25 th yang
lalu. Tahun 2018 kaki kiri pasien diamputasi 1 jengkal dari area ujung
kaki dikarenakan kaki pasien sudah menghitam dan membusuk dengan
stage 4. Pada tahun 2019 amputasi kedua di kaki yang sama.

3. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu penilaian klinis mengenai
respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan
yang dialaminya baik yang berlangsung potensial maupun actual
yang dimana bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien
individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan
dengan kesehatan (TIM POKJA SDKI DPP PPNI, 2016).
Diagnosis keperawatan terdiri dari diagnosis keperawatan
positif dan negatif. Diagnosis keperawatan positif menunjukkan
bahwa klien dalam kondisi sehat dan dapat mencapai kondisi lebih
sehat atau optimal. Diagnosis ini disebut dengan diagnosis promosi
kesehatan. Sedangkan diagnosis keperawatan negatif menunjukkan
bahwa klien dalam kondisi sakit atau berisiko mengalami kesakitan.
Diagnosis ini terdiri dari diagnosis aktual dan diagnosis risiko (TIM
POKJA SDKI DPP PPNI, 2016).
Diagnosis aktual menggambarkan respons klien terhadap
kondisi kesehtaan yang dapat menyebabkan klien mengalami
masalah kesehatan. Tanda/gejala mayor dan minor dapat ditemukan
dan divalidasi pada klien. Diagnosis aktual, indikator diagnostiknya
terdiri atas penyebab dan tanda/gejala. Perumusan diagnosis aktual
menggunakan penulisan tiga bagian yaitu masalah (P) berhubungan
dengan penyebab (E) dibuktikan dengan tanda gejala (S). Ada 4
diagnosa keperawatan yang muncul, yaitu perfusi perifer tidak
efektif, defisit nutrisi, risiko ketidakstabilan gula darah, risiko
ketidakseimbangan elektrolit. Diagnosa yang ditegakkan dibuat
berdasarkan buku SDKI. Berikut uraian dari masing-masing

67
diagnosa yang muncul pada kedua pasien dalam studi kasus ini,
sebagai berikut :

a. Perfusi perifer tidak efektif


Perfusi perifer tidak efektif dalam standar diagnosis
keperawatan Indonesia (SDKI, 2016) adalah penurunan sirkulasi
darah pada level kapiler yang dapat mengganggu metabolisme
tubuh. Menurut Farida, A (2017) ketidakefektifan perfusi jaringan
perifer, terjadi karena adanya penurunan kadar hemoglobin yang
terus menerus, sehingga mengganggu pemenuhan oksigen ke seluruh
tubuh.
Diagnosa ini ditegakkan sebagai prioritas dan berhubungan
dengan diagnosa medis pasien yaitu Sepsis, dan Anemia. Data yang
didapatkan dilapangan berdasarkan kasus yang diangkat adalah hasil
pemeriksaan laboratorium Ny. G pada tanggal 05 Oktober 2022,
nilai Hb : 10.8 g/dl. Sedangkan nilai normal Hb pada perempuan
yaitu 12 - 16 g/dl. Selain itu, berdasarkan SDKI (2016), salah satu
kondisi klinis terkait dari perfusi perifer tidak efektif yaitu
terdiagnosis anemia. Penegakkan diagnosa perfusi perifer tidak
efektif tidak hanya didasarkan pada nilai Hb Ny. G saja. Penulis juga
menganalisa dari data subjektif dan objektif yang didapatkan pada
saat pengkajian. Adapun data subjektif yaitu : Klien mengatakan
tubuhnya terasa lemas, mudah mengantuk dan Anak klien
mengatakan tubuh Ibunya pucat. Data objektif yang terlihat yaitu :
akral dingin, klien tampak pucat dan turgor kulit menurun, edema di
tangan dan kaki, CRT > 3 detik, mukosa bibir kering dan pucat, dan
konjungtiva anemis.

b. Defisit Nutrisi
Defisit nutrisi yaitu ketidakcukupan asupan zat gizi untuk
memenuhi kebutuhan energi harian karena asupan makanan yang
tidak memadai atau karena gangguan pencernaan dan penyerapan

68
makanan (Mardalena, 2017). Defisit nutrisi adalah keadaan yang
dialami seseorang dalam keadaan tidak berpuasa (normal) atau
penurunan berat badan akibat kedidakcukupan asupan nutrisi untuk
kebutuhan metabolisme (Harwina, 2010). Asupan nutrisi tidak cukup
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme (SDKI, 2018).
Berdasarkan pengertian-pengertian diatas, dapat disimpulkan
defisit nutrisi adalah suatu keadaan yang diakibatkan oleh adanya
gangguan dalam penyerapan makanan sehingga dapat menyebabkan
penurunan berat badan. Pada diagnosa defisit nutrisi yang
ditegakkan sesuai dengan penyakit Diabetes Mellitus yang diderita
pasien dengan kadar glukosa darah naik turun sehingga nafsu makan
pasien menurun, dan pasien dengan Candidiasis Oral. Berdasarkan
hasil data dilapangan data subjektifnya yaitu : klien mengeluh badan
lemas dan letih, klien mengalami penurunan nafsu makan, klien
sempat muntah saat makan sehingga membuat klien tidak mau
makan. Data objektifnya berupa : klien mengalami penurunan berat
badan dari selama 6 bulan terakhir sebanyak 30 kg (80kg — 50 kg),
IMT : 21,64 kg/m2, Albumin : 2 g/dl, membran mukosa tampak
pucat.

c. Resiko Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah


Variasi kadar glukosa darah naik/turun dari rentang normal
(SDKI, 2018). Kadar glukosa darah, atau kadar gula darah, adalah
tes yang menunjukkan berapa banyak glukosa yang dalam darah
pasien. Glukosa adalah gula yang didapatkan dari makanan dan
minuman. Kadar gula darah dapat naik dan turun sepanjang hari, dan
bagi pasien diabetes, perubahan kadar glukosa lebih besar dan lebih
sering terjadi daripada orang yang tidak menderita diabetes.
Hiperglikemia adalah naiknya kadar gula darah di tubuh
dengan ketentuan nilai <140 mg/dL, hipoglikemia adalah turunnya
kadar gula darah di tubuh dengan nilai >80 mg/dL dan kadar gula
darah normal adalah 80-140 mg/dL. Diagnosa ini diangkat

69
berhubungan juga dengan diagnose medis pasien yaitu Diabetes
Mellitus Tipe 2. Berdasarkan hasil data yang didapatkan dilapangan
ada data subjektif dan data objektifnya, dimana data subjektifnya
yaitu : keluarga klien mengatakan bahwa klien sering mengantuk.
Data objektifnya yaitu : kadar glukosa rendah (GDS: 98), llien
tampak mengalami gangguan koordinasi, klien memiliki riwayat
penurunan kesadaran sebelumnya, klien tampak tertidur lama dan
susah dibangunkan dan tidak merespon.

d. Resiko ketidakseimbangan elektrolit


Resiko ketidakseimbangan elektrolit merupakan diagnosis
keperawatan ketegori fisiologis subkategori nutrisi dan cairan yang
dapat ditemukan pada pasien gastroenteritis dengan faktor risiko
diare. Risiko ketidakseimbangan elektrolit dapat diartikan berisiko
mengalami perubahan kadar serum elektrolit. (Tim Pokja SDKI DPP
PPNI, 2016). Elektrolit merupakan senyawa dalam larutan yang
berdisosiasi menjadi partikel yang bermuatan (ion) positif atau
negatif (Porth & Matfin, 2009). Risiko ketidakseimbangan elektrolit
dapat terjadi karena beberapa kondisi klinis seperti gagal ginjal,
anoreksia nervosa, diabetes mellitus, penyakit chron, gastroenteritis,
pankreatitis, cedera kepala, kanker, trauma multiple, luka bakar, dan
anemia sel sabit (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016).
Diagnosa ini ditegakkan dilihat dari diagnosa medis pasien
CKD Stange 5. Berdasarkan data dilapangan ada data subjektif dan
objektif yang menunjang sehingga penulis juga mengangkat
diagnosa ini dimana data subjektifnya yaitu : klien mengatakan
namun nafsu makan menurun, klien mengatakan merasa mual dan
muntah. Data objektifnya yaitu : pasien tampak lemah, edema pada
ektremitas klien dan hasil labor Kalium : 3,2 g/dL, CRT > 2 detik,
akral teraba dingin.

4. Intervensi Keperawatan

70
Intervensi Keperawatan dilakukan berdasarakan Standar
Intervensi Keperawatan Indonesia menrut Tim Pokja SIKI DPP
PPNI, 2018 dengan kriteria hasil berdasarkan Standar Luaran
Keperawatan Indonesia Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2019

a. Perfusi Perifer Tidak Efektif


Dalam kasus didapatkan data intervensi tindakan masalah
perfusi perifer tidak efektif bahwa kriteria hasil yang dibuat
berdasarkan SLKI 2018. Kriteria hasil setelah dilakukan asuhan
keperawatan 3x24 jam diharapkan perfusi perifer meningkat dengan
kriteria hasil, denyut nadi perifer meningkat, penyembuhan luka
meningkat, warna kulit pucat menurun, edema perifer menurun,
nyeri ektremitas menurun, kelemahan otot menurun, kram otot
menurun, nekrosis menurun, pengisian kapiler membaik, turgor kulit
membaik, TTV membaik
Menurut SIKI 2018 ada beberapa tindakan keperawatan yang
dapat dilakukan Periksa sirkulasi perifer, Identifikasi factor resiko
gangguan sirkulasi, monitor panas, kemerahan, nyeri atau bengkak
pada ekstremitas, hindari pemasangan infus atau pengambilan darah
diarea keterbatasan perfusi, hindari pengukuran tekanan darah pada
ekstremitas dengan ketebatasan perfusi, lakukan pencegahan infeksi,
mengajarkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi (mis.
Rendah lemak jenuh, minyak ikan omega 3), Anjurkan untuk
menginformasikan tanda dan gejala darurat yang harus dilaporkan
(mis. Rasa sakit yang tidak hilang saat istirahat, luka tidak sembuh,
hilangnya rasa)
Berdasarkan yang terjadi dilapangan disimpulkan bahwa
intervensi terkait diagnosa perfusi perifer tidak efektif yang
diberikan kepada klien telah diberikan dengan maksimal sesuai
dengan teori yang ada namun kriteria hasil luaran tidak dapat dicapai
sesuai dengan hasil yang diharapkan karena adanya penolakan untuk
mengikuti instruksi perawat sesuai tindakan yang diberikan seperti

71
menolak untuk memakan makanan sesuai dengan diet yang
diberikan namun dalam pemeriksaan labor berkala terlihat kenaikan
hb pasien karena pasien mendapat tranfusi darah PRC 1 kantong.

b. Defisit Nutrisi
Dalam kasus pasien didapatkan data intervensi tindakan
masalah defisit nutrisi bahwa kriteria hasil dibuat berdasarkan SLKI
2018. Kriteria hasil setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x 24
jam diharapkan status nutrisi membaik dengan kriteria hasil serum
albumin meningkat, verbalisasi keinginan untk meningkatkan nutrisi
meningkat, perasaan cepat kenyang menurun, rambut rontok
menurun, berat badan membaik, indeks Massa tubuh (IMT)
membaik, frekuensi makan membaik, nafsu makan membaik,
membran mukosa membaik
Menurut SIKI 2018 ada beberapa tindakan keperawatan yang
dapat dilakukan, yaitu identifikasi status nutrisi, monitor asupan
makanan, monitor berat badan, monitor hasil pemeriksaan
laboratorium dan berikan medikasi sebelum atau sesudah makan
Berdasarkan yang terjadi dilapangan disimpulkan bahwa
intervensi terkait diagnosa defisit nutrisi yang diberikan kepada klien
telah diberikan dengan maksimal sesuai dengan teori yang ada
namun kriteria hasil luaran tidak dapat dicapai sesuai dengan hasil
yang diharapkan karena adanya penolakan untuk mengikuti instruksi
perawat sesuai tindakan yang diberika seperti saat disuapi makan
melalui oral pasien memuntahkan makanannya, kemudian telah
dilakukan penggantian diet pasien dari ML( makanan lunak) ke MC
(Makanan Cair) pasien tetap tidak menghabiskannya karena merasa
mual, serta juga sempat diupayakan untuk memasang NGT namun
klien mencabutnya kembali

c. Resiko Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah


Dalam kasus pasien didapatkan data intervensi tindakan

72
masalah resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah bahwa kriteria
hasil dibuat berdasarkan SLKI 2018. Kriteria hasil setelah dilakukan
tindakan keperawatan 3x 24 jam diharapkan status kestabilan kadar
gula darah membaik dengan kriteria hasil : kesadaran meningkat,
tidak ada mengantuk, tidak ada pusing, tidak ada lelah/lesu , tidak
ada keluhan lapar, tidak ada rasa haus, kadar glukosa dalam darah
dalam rentang normal, kadar glukosa dalam urine dalam rentang
normal ,palpitasi membaik, jumah urine normal.
Menurut SIKI 2018 ada beberapa tindakan keperawatan yang
dapat dilakukan, yaitu; Identifikasi kemungkinan penyebab
hipoglikemia, identifikasi situasi yang menyebabkan kebutuhan
insulin meningkat, monitor kadar glukosa darah, monitor tanda dan
gejala hipoglikemia, monitor intake dan output cairan, berikan
asupan cairan oral, ajarkan tentang diet pada penderita diabetes,
kolaborasi pemberian insulin.
Berdasarkan yang terjadi dilapangan disimpulkan bahwa
intervensi terkait diagnosa resiko ketidakstabilan kadar glukosa
darah yang diberikan kepada klien telah diberikan dengan maksimal
sesuai dengan teori yang ada namun kriteria hasil luaran tidak dapat
dicapai sesuai dengan hasil yang diharapkan karena adanya beberapa
penolakan untuk mengikuti instruksi perawat sesuai tindakan yang
diberikan seperti saat disuapi makan melalui oral pasien
memuntahkan makanannya sehingga asupan gula yang dikonsumsi
sedikit yang membuat glukosa darah dalam tubuh klien turun
didukung dengan faktor resiko klien mempunyai riwayat DM tipe II
sehingga terjadi hipoglikemia

d. Resiko Ketidakseimbangan Elektrolit


Dalam kasus pasien didapatkan data intervensi tindakan masalah
resiko ketidakseimbangan elektrolit bahwa kriteria hasil dibuat
berdasarkan SLKI 2018. Setelah dilakukan asuhan keperawatan
3x24 jam diharapkan keseimbangan elektrolit meningkat dengan

73
kriteria hasil : serum natrium meningkat, serum kalium meningkat,
serum klorida meningkat, serum kalsium meningkat, serum
magnesium meningkat, serum fosfor meningkat
Menurut SIKI 2018 ada beberapa tindakan keperawatan yang
dapat dilakukan: mengdentifikasi kemungkinan penyebab
ketidakseimbangan elektrolit, monitor kadar elektrolit
serum,monitor mual, muntah, diare, monitor kehilangan cairan,
monitor tanda dan gejala hiponatremia, mengatur waktu interval
pemantauan, mendokumentasikan hasil pemantauan
Berdasarkan yang terjadi dilapangan disimpulkan bahwa
intervensi terkait diagnosa resiko ketidakseimbangan elektrolit yang
diberikan kepada klien telah diberikan dengan maksimal sesuai
dengan teori yang ada dan terlihat adanya peningkatan sedikit kadar
elektrolit walaupun kenaikannya tidak signifikan, hal ini terhambat
karena penolakan dan kesulitan makan dan sedikit minum membuat
elektrolit yang seharusnya didapatkan oleh tubuh tidak didapatkan
dengan maksimal

5. Implementasi
a. Perfusi Perifer Tidak Efektif
Pada diagnosa perfusi perifer tidak efektif beberapa tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan selama 4x24 jam yaitu:
Memantau TTV, fasilitasi klien beristirahat, mengidentifikasi faktor
resiko gangguan sirkulasi , memonitor panas, kemerahan, nyeri atau
bengkak pada ekstremitas, melakukan pencegahan infeksi,
mengajarkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi (mis. rendah
lemak jenuh, minyak ikan omega 3), menganjurkan untuk
menginformasikan tanda dan gejala darurat yang harus dilaporkan, -
pemberian terapi vascon (norepinephrine) 1 ampul+Nacl/50
cc ,melalui syrnge pump, pemberian tranfusi darah PRC 1 kantong
Berdasarkan yang terjadi dilapangan disimpulkan bahwa
implementasi yang telah diberikan diatas tidak mampu membuat

74
masalah perfusi perifer tidak efektif teratasi

b. Defisit Nutrisi
Pada diagnosa defisit nutrisi beberapa tindakan keperawatan yang
telah dilaksanakan selama 4x24 jam yaitu, mengidentifikasi status
nutrisi pasien dengan menghitung IMT, memantau asupan nutrisi
pasien dengan melihat seberapa banyak makanan yang masuk, dan
memberikan obat untuk mencegah mual, pemasangan NGT
Berdasarkan yang terjadi dilapangan disimpulkan bahwa
implementasi yang telah diberikan diatas tidak mampu membuat
masalah defisit nutrisi teratasi

c. Resiko Ketidakastabilan Kadar Glukosa Darah


Pada diagnosa resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah
beberapa tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan selama
4x24 jam yaitu, mengidentifikasi kemungkinan penyebab
hipoglikemia, mengidentifikasi kemampuan pasien dan keluarga
menerima informasi, memonitor kadar glukosa darah, berkolaborasi
pemberian insulin, mengajarkan penggunaan insulin, menganjurkan
kepatuhan terhadap diet dan olahraga, pemberian terapi IVFD B
Fluid: D5% dan pemberian terapi IVFD B Fluid: D5% .
Berdasarkan yang terjadi dilapangan disimpulkan bahwa
implementasi yang telah diberikan diatas tidak mampu membuat
masalah defisit nutrisi teratasi
d. Resiko Ketidakseimbangan Elektrolit
Pada diagnosa resiko ketidakseimbangan elektrolit beberapa
tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan selama 4x24 jam
yaitu: mengdentifikasi kemungkinan penyebab ketidakseimbangan
elektrolit,monitor kadar elektrolit serum,monitor mual, muntah,
diare, monitor kehilangan cairan,monitor tanda dan gejala
hiponatremia dan hypokalemia serta mendokumentasikan hasil
pemantauan.

75
Berdasarkan yang terjadi dilapangan disimpulkan bahwa
implementasi yang telah diberikan diatas tidak mampu membuat
masalah resiko ketidakseimbangan elektrolit teratasi

6. Evaluasi
Berdasarkan evaluasi hasil keperawatan yang telah dilakukan,
masalah keperawatan seluruhnya tidak teratasi karena tidak
menunjukan perubahan sesuai tujuan dan pada hari kelima pasien
meninggal dunia sehingga intervensi terhenti

76
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil asuhan keperawatan pada pasien Diabetes Melitus Tipe
II di ruang rawat inap Interne Pria RSUP Dr. M. Djamil Padang kami
mengambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Hasil pengkajian didapatkan Ny. G memiliki riwayat DM sejak tahun
2013 dan sudah mengkonsumsi obat/insulin, Ny. G juga memiliki riwayat
TBC 25 th yang lalu. Tahun 2018 kaki kiri diamputasi 1 jengkal dari area
ujung kaki dikarenakan kaki sudah menghitam dan membusuk dengan
stage 4. Pada tahun 2019 amputasi kedua di kaki yang sama.
2. Diagnosa keperawatan yang muncul yaitu perfusi perifer tidak efektif,
defisit nutrisi, risiko ketidakstabilan gula darah, risiko ketidakseimbangan
elektrolit
3. Intervensi keperawatan yang direncanakan tergantung pada masalah yang
ditemukan yaitu, perawatan sirkulasi, manajemen nutrisi, manejemen
hipoglikemia dan pemantauan elektrolit
4. Implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan yang
telah disusun. Implementasi keperawatan dilakukan pada tanggal 4-7
Oktober 2022
5. Evaluasi adalah tahapan terakhir dari proses keperawatan. Evaluasi
dilakukan selama 4 hari pada tanggal 4-7 oktober 2022 dalam bentuk
SOAP. Evaluasi tersebut dilakukan pada setiap masing-masing masalah
keperawatan yang muncul pada pasien diabetes melitus .

B. Saran
1. Bagi Perawat Ruangan
Semoga studi kasus seminar kami lakukan pada partisipan dengan diabetes
melitus dapat menjadi acuan bagi perawat di Ruang Interne Pria RSUP Dr.
Mdjamil Padang dalam melakukan asuhan keperawatan

77
2. Bagi mahasiswa
Diharapkan selalu dapat melakukan pengkajian secara komprehensif dan
menegakkan diagnose keperawatan dengan tepat, melaksanakan tindakan
yang sudah direncanakan sesuai teori dengan lebih dahulu memahami
masalah dengan baik. Diharapkan hasil seminar ini dapat dijadikan sebagai
acuan atau pembanding dalam mencari ilmu

78
DAFTAR PUSTAKA

ADA (American Diabetes Association). (2016). Standards of Medical


CareinDiabetes 2016. Diabetes Care, 39;1.
Ardiansyah, M. (2012). Medical Bedah Untuk Mahasiswa. Yogyakarta: DIV
Press.
Arimurti, I. (2017). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Diabetes Mellitus (Dm)
Tipe II Dengan Ulkus Diabetikum Di Ruang Irna Non-Bedah Penyakit
Dalam Rsup Dr.M.Djamil Padang. KTI .
Arisman, D. (2011). Buku Ajar Ilmu Gizi Obesitas, Diabetes Melitus,
Dislipidemia. Jakarta: EGC.
Bilous, R., & Donelly, R. 2015. Buku Pegangan Diabetes. Jakarta: Bumi Medika.
Clevo Rendy, Margareth TH. (2012). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah
Penyakit Dalam Edisi 1, Nuha Medika : Yogyakarta.
Decroli, Eva. (2019). Diabetes Melitus Tipe 2. Padang : Pusat Penerbitan Bagian
Ilmu Penyakit Dalam
Deswani. (2009). Proses Keperawatan dan Berpikir Kritis. Jakarta : Salemba
Medika
Dolensek, J, Rupnik, MS & Stozer, A. 2015. Structural Similarities and
Differences Betwen The Human and The Mouse Pancreas. Islets. Vol. 7.
Haryono, R. (2013). Keperawatan Medikal Bedah: Sistem Perkemihan.
Yogyakarta: Rapha Publishing.
IDF. (2019). IDF DIABETES ATLAS (9th ed.). BELGIUM: International
Diabetes federation. Retrieved from
https://www.diabetesatlas.org/en/resources/
Karisma, Mutiara. (2018). Karya Tulis Ilmiah Askep Pada Pasien Diabetes
Mellitus Tipe 2 di IRNA Non-Bedah Penyakit Dalam RSUP Dr. M.
Djamil Padang
Kemenkes RI. (2020). Infodatin 2020 Diabetes Melitus Pusat Data dan Informasi
Kementerian Kesehatan RI
Kemenkes. (2017). Infodatin Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan
RI: Situasi Penyakit Ginjal Kronis. 1–1

79
Leslie, R. D., Lansang, M. C., Coppack, S., & Kennedy, L. (2012). Diabetes:
Clinician's Desk Reference. CRC Press.
Manurung, N. (2018). Keperawatan Medikal Bedah, Konsep, Mind Mapping dan
Nanda Nic Noc. Jakarta: Trans Info Media.
Manurung, S. (2011). Keperawatan Professional. Jakarta : Trans Info Media
Muttaqin, A. & K. S. (2014). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika
Nuari, N. A. & D. W. (2017). Gangguan Pada Sistem Perkemihan &
Penatalaksanaan Keperawatan. DIY: Deepublish.
Nugroho, T. (2011). Asuhan keperawatan maternitas, anak, bedah, penyakit
dalam. Yogyakarta : Nuha Medika.
Pearce, Evelyn. C. (2011). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
PERKENI. (2015). Konsnsus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe
2 di Indonesia 2015
Purwanto, H. (2016). Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan “Keperawatan
Medikal Bedah II.” Pusdik SDM Kesehatan
Riskesdas. (2018). Hasil Utama Riskesdas Tentang Prevalensi Diabetes Mellitus
di Indonesia 2018. https://doi.org/
Riyadi, S. Suharsono, 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak Sakit, G Osyen.
Publishing, Yogyakarta
Setiadi.(2012). Konsep & penulisan dokumentasi asuhan keperawatan.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Siregar, C. T. (2012). Buku Ajar Manajemen Komplikasi Pasien Hemodialisa.
DIY: Deepublish.
Tarwoto. (2012). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Trans Info Media.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI.2016.Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia.Dewan Pengurus Pusat:PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI.2018.Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia.Dewan Pengurus Pusat:PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI.2018.Standar Luaran Keperawatan
Indonesia.Dewan Pengurus Pusat:PPNI

80
Vianasari, K. O. (2017). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Diabetes Melitus
Dengan Kasus Intoleransi Aktivitas Di Ruang Melati RSUD Bangil
Pasuruan. KTI . http://repo.stikesicme-jbg.ac.id/249/1/KTI%20FIX.pdf
World Health Organization. (2019). Global Report On Diabetes

81
i
Telah

Anda mungkin juga menyukai