Anda di halaman 1dari 89

STUDI GROUNDED TEORI : MANAJEMEN DIRI PASIEN DIABETES

MELITUS TIPE 2 PASCA EDUKASI TERSTRUKTUR (InGDEP)


DI PUSKESMAS LUBUK BUAYA
PADANG

PROPOSAL

OLEH :

RICCA ANDRIANI
NIM. 1821312024

PROGRAM STUDI S2 KEPERAWATAN


KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
FAKULTAS KEPERAWATAN - UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG 2019
LEMBAR PENGESAHAN

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami haturkan kepada kehadirat Allah SWT, karena berkat

rahmat dan karunia- Nya, alhamdulillah peneliti dapat menyelesaikan proposal

penelitian dengan judul “Studi Grounded Teori : Manajemen Diri Pasien DM

Tipe 2 Pasca Edukasi Terstruktur (InGDEP) di Puskesmas Lubuk Buaya

Padang”. Proposal ini diajukan sebagai syarat untuk melakukan penelitian.

Peneliti mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Hema Malini, S.Kp, MN,

PhD dan Ibu Reni Prima Gusty, S.Kp, M.Kes selaku pembimbing, yang telah

memberikan arahan dan masukan sehingga proposal ini dapat diselesaikan dengan

baik. Selain itu peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Prof. DR. dr. Rizanda Machmud, M.Kes, FISPH, FISCM selaku

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.

2. Ibu DR. Yulastri Arif, M.Kep selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu

Keperawatan Universitas Andalas.

3. Seluruh Staf dan Dosen tenaga pendidik di Fakultas Keperawatan

Universitas Andalas.

4. Senior dan teman – teman angkatan 2018 Magister Ilmu Keperawatan

Universitas Andalas.

5. Semua pihak yang dalam kesempatan ini tidak dapat disebutkan satu

persatu yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan proposal

penelitian ini.

iii
Peneliti menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan proposal

penelitian ini, karena keterbatasan ilmu dan kemampuan peneliti. Untuk itu

peneliti mengharapkan saran dan masukan untuk perbaikan dari semua pihak agar

proposal penelitian ini dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dan

bermanfaat bagi kita semua.

Padang, Desember 2019

Peneliti

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN
KATA PENGANTAR............................................................................................iii
DAFTAR ISI............................................................................................................v
DAFTAR SKEMA................................................................................................vii
DAFTAR GAMBAR............................................................................................viii
DAFTAR LAMPIRAN...........................................................................................ix
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................11
1.3 Tujuan Penelitian.....................................................................................12
1.4 Manfaat Penelitian...................................................................................12
1.4.1 Bagi pasien DM....................................................................................12
1.4.2 Bagi Pelayanan Keperawatan................................................................12
1.4.3 Bagi Profesi Keperawatan.....................................................................12
1.4.4 Bagi Pendidikan Keperawatan..............................................................13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................17
2.1 Konsep Diabetes Melitus.........................................................................17
2.2 Konsep Manajemen Diri.............................................................................20
2.2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen diri..............................21
2.2.2 Perilaku Manajemen diri.......................................................................25
2.3 Peran Program Edukasi Terstruktur InGDEP Terhadap Manajemen Diri
Pasien DM..........................................................................................................32
2.4 Teori Perubahan Perilaku........................................................................36
2.4.1. Tahap Perubahan perilaku....................................................................36
2.4.2 Teori Perubahan Perilaku......................................................................42
2.5 Kerangka Teori Penelitian.......................................................................44

BAB III METODE PENELITIAN........................................................................45


3.1 Jenis Penelitian.............................................................................................45
3.3 Tempat Penelitian........................................................................................48
3.4 Waktu Penelitian..........................................................................................48
3.5 Etika Penelitian............................................................................................48
3.6 Alat Pengumpul Data...................................................................................49
3.7 Metode dan Prosedur Pengumpulan Data....................................................50
3.8 Analisa Data.................................................................................................54
3.9 Keabsahan Data............................................................................................57
DAFTAR PUSTAKA

v
DAFTAR SKEMA

Skema 3.8.1 Proses Analisa data Grounded theory …………………………..

Skema 2.5.1 Kerangka Teori Penelitian……………………………………….

vi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Penjelasan Penelitian

Lampiran 2 : Surat Pernyataan Menjadi Responden

Lampiran 3 : Data Demografi partisipan surat izin pra penelitian

Lampiran 4 : Pedoman Wawancara

Lampiran 5 : Lembar Observasi partisipan

Lampiran 6 : Lembar Dokumen

Lampiran 7 : Jadwal Penelitian

Lampiran 8 : Riwayat Hidup

Lampiran 9 : Lembar Konsultasi Pembimbing

Lampiran 10 : Daftar Riwayat hidup

vii
viii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes melitus (DM) adalah penyakit gangguan metabolik kronis yang

ditandai dengan peningkatan glukosa darah (hiperglikemia). Kondisi ini

diakibatkan oleh kegagalan pankreas dalam memproduksi insulin yang cukup

atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi secara efektif

(PERKENI, 2015). Diabetes mellitus adalah suatu gangguan metabolisme

karbohidrat, protein dan lemak yang ditandai dengan hiperglikemia atau

peningkatan kadar glukosa darah yang terjadi akobat kelainan sekresi insulin

atau menurunnya kerja insulin (Isnaini, 2018). Ada 4 (empat) klasifikasi jenis

DM yaitu DM tipe 1, DM tipe 2, DM gestasional, dan jenis DM lainnya.

Penyakit Diabetes melitus tipe 2 (DM Tipe 2) merupakan lebih dari 85 % dari

semua kasus DM dan penyebab komplikasi yang terbanyak. Faktor resiko

yang dihubungkan dengan peningkatan kejadian DM tipe 2 adalah gaya hidup

yang tidak sehat, pola makan yang berlemak, obesitas, kurangnya aktivitas

fisik (Bardsley & Resnick, 2017).

Prevalensi angka kejadian Diabetes Melitus (DM) cenderung meningkat tiap

tahun. Menurut WHO tahun 2016 jumlah pasien DM meningkat sekitar

empat kali lipat dari tahun 1980 yaitu sekitar 108 juta dan tahun 2014

meningkat menjadi 422 juta (WHO, 2016). Menurut International Diabetes

Federation (IDF) tahun 2015, prevalensi jumlah pasien DM di dunia pada

1
tahun 2015 sebanyak 415 juta jiwa dan pada tahun 2040 diperkirakan akan

meningkat

1
2

menjadi 642 juta jiwa. Indonesia menempati urutan ke- 4 jumlah pasien DM

terbanyak di dunia setelah India, Cina, dan Amerika Serikat (IDF, 2017).

Menurut data Riskesdas tahun 2018, prevalensi DM pada tahun 2013 sekitar

6,9 % dan pada tahun 2018 angkanya meningkat menjadi 10,9 %.

Berdasarkan data Perkeni tahun 2015, diperkirakan sekitar 50% pasien DM

belum terdiagnosis di Indonesia. Hanya 2/3 yang terdiagnosis menjalani

pengobatan dan hanya 1/3 yang terkendali kondisi glikemik

(PERKENI,2015).

Selain angka prevalensi yang meningkat, angka kematian akibat penyakit DM

juga mengalami peningkatan tiap tahunnya. Diabetes Melitus (DM)

merupakan penyakit ”the silent killer” karena sering tidak disadari oleh

pasien dan saat diketahui sudah terjadi komplikasi (Carolan, Holman, &

Ferrari, 2014). Menurut data dari WHO (2016) DM menyebabkan 1,5 juta

kematian pada tahun 2012 dan meningkat menjadi 2,2 juta kematian pada

tahun 2016. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya kadar gula darah dan

komplikasi lainnya (WHO, 2016).

Angka kejadian komplikasi DM cenderung meningkat tiap tahunnya.

Beberapa penelitian di dalam dan luar negeri menunjukkan prevalensi

komplikasi DM didaerah China menunjukkan gangguan kardiovaskuler

30,1%, serebrovaskuler 6,8%, nefropathy 10,7 %, lesi okuler 14,8% dan

masalah kaki 0,8%, sedangkan di Indonesia prevalensi kejadian komplikasi

makrovaskuler 16%, dan komplikasi mikrovaskuler 27,6% (diantaranya 42 %


3

retinopati diabetik, 63,5 % neuropati diabetik dan 7,3 % nefropati diabetik)

(Indriani & Amalia, 2019). Lebih dari 50 % seseorang dengan penyakit DM

beresiko meninggal akibat komplikasi yang dialami meliputi penyakit

jantung, neuropati dan tekanan darah yang tinggi. yaitu 91 % amputasi

tungkai bawah, 60 % dirawat karena penyakit jantung, 50 % karena penyakit

stroke (Ghoreishi, Vahedian-shahroodi, & Jafari, 2019).

Dampak komplikasi pada DM membuat beban penyakit menjadi lebih besar

baik pada individu, keluarga serta pemerintah. Komplikasi penyakit DM

adalah kebutaan, serangan jantung, stroke , gagal ginjal dan amputasi kaki

(WHO, 2016).. Banyak permasalahan kesehatan yang diakibatkan oleh

komplikasi penyakit DM antara lain biaya kesehatan yang lebih tinggi,

pengurangan kualitas hidup, kecacatan serta peningkatan risiko kematian.

Beberapa kondisi yang tidak baik pada pasien DM bisa disebabkan

ketidakpatuhan dalam mengontrol gula darah, mengonsumsi obat, pola diet,

dan stress yang berlebihan. Beban penyakit yang besar dalam menjalani

kehidupan pada pasien DM bisa menyebabkan distress dan depresi sehingga

dapat meningkatkan kadar glukosa darah serta menimbulkan komplikasi

(Indelicato et al., 2017; Lin et al., 2017). Kondisi stress dan emosional

memiliki dampak pada perilaku perawatan diri dan manajemen diabetes

sehingga dapat mempengaruhi kontrol metabolik dan menyebabkan semakin

rendah perilaku perawatan diri seseorang (Schinckus .et al, 2018; Januar,

Putra, Widayati, & Sutawardana, 2017; Rahmadhanie, 2018). Oleh karena itu,

penyakit DM membutuhkan penanganan yang serius dan berlangsung seumur


4

hidup, karena pasien DM tidak bisa disembuhkan namun hanya bisa

mengontrol kadar gula darah untuk tetap normal. Hal ini menjadikan upaya

pengendalian DM menjadi tujuan yang sangat penting, melalui pengendalian

metabolisme yang baik dengan menjaga agar kadar gula darah berada dalam

kategori normal sehingga komplikasi DM dapat dicegah (WHO, 2016).

Salah satu upaya yang penting dilakukan oleh individu dalam pengelolaan

penyakit dan pengontrolan yang tepat agar meminimalisir terjadinya

komplikasi adalah manajemen diri. Hal ini karena penyakit DM merupakan

penyakit kronis yang membutuhkan perilaku penanganan dan pengendalian

secara mandiri, khusus dan seumur hidup. Manajemen diri diabetes

merupakan komponen sangat penting bagi individu dalam pengelolaan

penyakit, mengendalikan dan mencegah komplikasi DM. Beberapa penelitian

terbaru melaporkan bahwa manajemen diri merupakan “cornerstone’ dalam

penatalaksanaan DM dimana terdapat hubungan dengan peningkatan

pengetahuan DM, perilaku manajemen diri dan penatalaksanaan medis

(Ansari, Hosseinzadeh, Harris, & Zwar, 2018).

Perilaku perawatan diri merupakan salah satu usaha pencegahan komplikasi

dan dapat menurunkan produktivitas, disabilitas, dan kematian dini akibat

DM (Kemenkes RI, 2015; Decroli, 2019). Manajemen diri merupakan suatu

aktivitas yang dilakukan seseorang sesuai keinginannya dan bertujuan

mengelola penyakit yang dideritanya. Manajemen diri adalah kemampuan

individu dan hubungannya dengan keluarga, masyarakat dan petugas


5

kesehatan dalam mengelola penyakitnya terhadap gejala penyakit, cara

perawatan, gaya hidup, aspek psikologis, budaya dan spiritual (Martz, 2018).

Manajemen diri yang optimal adalah bagaimana individu dapat mengelola

penyakitnya dengan menggunakan strategi pengetahuan, sikap dan emosional

untuk meningkatkan kualitas hidup (Schulman-green et al., 2012).

Manajemen diri yang dimiliki oleh pasien merupakan sebuah perilaku yang

muncul karena sebuah proses. Perubahan perilaku merupakan suatu proses

perubahan seseorang dalam menerima atau mengadopsi perilaku baru dalam

kehidupannya banyak teori yang membahas bagaimana perubahan perilaku

terjadi seperti teori perubahan periku green, roger, teori planned behavior..

Menurut teori Snehandu B. Kar tentang perubahan perilaku menjelaskan

bahwa proses perubahan perilaku melalui beberapa tahap (Irwan, 2017). Kar

menjelaskan bahwa sebuah perubahan perilaku terjadi berdasarkan interaksi

social secara langsung dengan lima kunci faktor intrafisik dan faktor ekternal

yaitu niat untuk bertindak, dukungan social, ketersediaan informasi, hak

individu dalam memutuskan sesuatu dan tindakan. Teori Kar ini banyak

digunakan dalam perubahan perilaku karena tahapan perubahan perilaku lebih

kompleks, sesuai dengan situasi dan kondisi (Irwan, 2017).

Pemberian program edukasi terstuktur yang efektif dapat membantu pasien

dengan DM mengatur kondisinya dengan baik. (Malini, Yeni, & Saputri,

2018). Manajemen diri diabetes fokus pada perubahan perilaku dalam

memelihara gaya hidup, manajemen diet, aktivitas dan latihan. Pemberian


6

informasi melalui program edukasi kesehatan disebut dengan Diabetes Self-

Management Education (DSME). Tujuan program edukasi ini adalah

memberikan pengetahuan dan keterampilan dalam manajemen diri secara

mandiri. Ada banyak program edukasi yang terbukti efektif dalam

meningkatkan pengetahuan dan keterampilan seperti DAFNE (Dose

Adjusment for Normal Eating) dan DESMOND ( Diabetes Educational and

Self-mangement for Ongoing and Newly Diagnosed. Program edukasi ini

terbukti dapat menurunkan kadar glukosa darah dan membantu pasien dalam

meningkatkan pengetahuan, manajemen diri dan gaya hidup pasien dengan

DM (Malini, Copnell, & Moss, 2017).

Peran perawat sebagai edukator dan motivator sangat penting dan sangat

dibutuhkan dalam memberikan pengetahuan tentang DM sehingga dapat

meningkatkan manajemen diri yang baik dan mencegah terjadinya komplikasi

(Siwi, et.al, 2013). Perawat merupakan salah satu tenaga kesehatan yang

berinteraksi intensif dengan pasien dengan memberikan edukasi dukungan

yang terus-menerus dan berkelanjutan dalam mengubah perilaku sehingga

dapat meningkatkan status kesehatan (Ligita, Nurjannah, Wicking, & Harvey,

2019). Diabetes mellitus merupakan penyakit kronik yang membutuhkan

perawatan diri secara terus-menerus. Edukasi yang diberikan perawat dapat

menunjang perilaku perawatan diri pasien DM tipe 2 sehingga perawatan diri

pasien menjadi optimal. Pengetahuan tentang diet, aktivitas fisik, monitoring

gula darah dan emosional dapat mempengaruhi pengendalian DM. Selain

pengetahuan dan keterampilan pasien juga harus memiliki perilaku preventif


7

dalam memodifikasi gaya hidup untuk menghindari komplikasi diabetik

jangka panjang (Fahra et al., 2017).

Keberhasilan penatalaksanaan DM sesuai dengan empat pilar

penatalaksanaan DM di Indonesia yaitu edukasi, diet (terapi nutrisi medis),

jasmani dan terapi farmakologis (PERKENI, 2015). Manajemen diri yang

efektif sangat dipengaruhi oleh pendidikan tentang diabetes. Salah satu usaha

dalam manajemen diri adalah pemberian pengetahuan dalam bentuk program

edukasi terstuktur. Edukasi diabetes merupakan komponen utama dalam

memberikan pengetahuan dan keterampilan dalam manajemen penyakit DM

tipe 2. Pendidikan dan penyuluhan diberikan agar terjadi perubahan perilaku

yang lebih baik. Pengetahuan merupakan faktor yang penting dalam

perubahan perilaku yang didasari dengan pengetahuan, kesadaran dan sikap

yang positif sehingga perilaku akan bertahan lama (Martz, 2018 ; Ramadhan

et al., 2018).

Tujuan utama dari pendidikan kesehatan pada pasien DM adalah

meningkatkan kemampuan manajemen diri dengan membekali pasien dengan

informasi pengetahuan dan keterampilan. Pemberian pendidikan edukasi yang

terstruktur dan bertahap dapat meningkatkan aspek kognisi dan afeksi secara

simultan dalam meningkatkan kemampuan perawatan diri dengan baik

sehingga akan mempengaruhi peningkatan perilaku sehat (Sudirman, 2017).

Menurut penelitian Thojampa (2019), pemberian program edukasi sangat

membantu pasien dan keluarga dalam manajemen diri penyakit DM.


8

Keberhasilan dari sebuah program pendidikan kesehatan dilihat dari

bagaimana manajemen diri pasien. Manajemen diri yang baik pada pasien

DM dapat dilihat setelah program edukasi diberikan yaitu dengan kontrol

glikemik yang ada yaitu HbA1c.

Berdasarkan penelitian Malini et.al (2015), Indonesia membutuhkan sebuah

model program edukasi yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat di

Indonesia, maka dikembangkanlah sebuah program edukasi yang bernama

Indonesian Group-based Diabetes Program (InGDEP). Beberapa

pertimbangan termasuk faktor budaya, etnis, ketersediaan sumber daya

manusia, kemudahan akses dan masalah geografis. Penelitian terhadap

program edukasi ini menunjukkan terjadinya peningkatan pengetahuan,

kemampuan manajemen diri dan kontrol glikemik pasien DM (Malini et al.,

2018).

Indonesian Group-based Diabetes Program (InGDEP) merupakan program

edukasi terstruktur pada pasien DM tipe 2 yang dilakukan dengan berbasis

berkelompok. Tim edukasi terdiri dari petugas kesehatan yang ada di

puskesmas yang telah diberi pelatihan InGDEP yaitu dokter, perawat, ahli

gizi dan tenaga kesehatan masyarakat lainnya. Metode yang digunakan adalah

ceramah, diskusi dan simulasi. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa

pemberian edukasi InGDEP efektif terhadap pengetahuan dan self-care

behaviour pasien DM, hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan

Saputri (2018), didapatkan hasil bahwa terdapat pengaruh InGDEP yang


9

signifikan terhadap pengetahuan pasien DM. Kelebihan yang lain program

InGDEP ini dapat diterima dalam pelayanan kesehatan dimana petugas

kesehatan menjadi sebuah tim yang saling bekerja sama dalam memberikan

program edukasi sehingga penatalaksanaan menjadi lebih komprehensif

(Malini et al., 2018).

Program edukasi InGDEP yang telah diberikan oleh tenaga kesehatan yang

telah dilatih di Puskesmas Lubuk Buaya selama 3 bulan menghasilkan pasien

dengan kemampuan manajemen diri yang baik. Berdasarkan penelitian Rahmi

Tahun 2019 tentang Pengaruh Indonesian Group-Based Diabetes Education

Programmed (InGDEP) dan Dukungan Keluarga terhadap pengetahuan, self-

care activity dan diabetes distress pada pasien diabetes melitus tipe 2 di

Puskesmas kota Padang. Ssebanyak 62 responden dibagi dalam kelompok

intervensi dan kontrol, didapat hasil penelitian bahwa pemberian edukasi

terstruktur InGDEP memberikan peningkatan pengetahuan terhadap self-care

activity yang berhubungan dengan penurunan kadar HbA1c namun masih

terdapat pasien yang telah mendapatkan edukasi program InGDEP

mempunyai kadar HbA1c >7 mg/dl. Hal ini menunjukkan bahwa

pengetahuan yang didapatkan melalui sebuah program belum tentu

menghasilkan sebuah tindakan yang sesuai, ini ditandai dengan hasil kontrol

glikemik yang masih belum optimal (Rahmi, 2019).


10

Secara teori pemberian informasi melalui pendidikan kesehatan dapat

meningkatkan pengetahuan sehingga pasien dapat mengelola penyakitnya

dengan baik. Namun masih ada kondisi glikemik yang belum optimal yang

mengakibatkan meningkatnya dampak komplikasi sehingga status kesehatan

masyarakat menurun. Berdasarkan penelitian Gagliardino et al., (2018)

tentang dampak pendidikan diabetes dan manajemen diri pada kualitas

perawatan pasien dengan DM, di dapat hasil penelitiannya mayoritas

partisipan (78%) belum mencapai target glikemik (HbA1c < 7,0 mmol) dan

hanya 54 % partisipan yang dapat mempraktekkan cara monitoring glukosa

secara mandiri. Hal ini menandakan masih kurangnya efektifnya pemberian

edukasi yang diberikan.

Menurut penelitian Lin tahun 2017, manajemen diri merupakan komponen

yang penting yang memiliki efek langsung terhadap kontrol glikemik pada

penderita DM tipe 2 di China. Berdasarkan hasil penelitian Lin, et al. (2017),

menunjukkan bahwa kontrol glikemik pada populasi di China dengan DM

tipe 2 kurang optimal, ditandai dengan lebih dari setengah sekitar 74,18 %

yang menunjukkan kontrol glikemik tidak optimal ditandai dengan nilai

HbA1c diatas normal (Lin et al., 2017a). Pemantauan nilai HbA1c pada

pasien DM menjadi salah satu indikator yang berguna untuk mengetahui

komplikasi serius dan menilai kepatuhan pengontrolan DM (Gagliardino et

al., 2018). Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ligita, et al, (2019),
11

edukasi diabetes bermanfaat dalam perbaikan dan pengendalian diabetes

secara mandiri sehingga dicapai kontrol glikemik yang optimal.

Penelitian Ligita (2019) menjelaskan tentang bagaimana proses seseorang

mempelajari penyakitnya setelah pemberian intervensi program edukasi

terstruktur. Penelitian ini menggunakan metode grounded theory sehingga

dapat memahami sikap dan pengalaman partisipan serta mengeksplorasi

proses yang digunakan setelah mendapatkan program edukasi kesehatan.

Penelitian ini menggunakan tehnik purposive sampling dan theoretical

sampling. Penelitian ini menggunakan teori dasar dari data dimana teori dapat

menjelaskan tentang fenomena yang terjadi. Pada penelitian ini menjelaskan

dua filosofi yang mempengaruhi yaitu (1) symbolic interactionism dengan

mengeksplorasi kehidupan dan perilaku seseorang, (2) constructivism, proses

bagaimana seseorang mengerti tentang DM dan tindakan yang dilakukan.

Peneliti dan partisipan bersama dalam membentuk (construct) realita atau

kenyataan yang bermakna bagi partisipan dan dibentuk melalui interaksi-

interaksi social. Hasil penelitian ini menunjukkan pengembangan sebuah teori

bahwa penderita diabetes mengalami proses dimana mereka mempelajari

penyakitnya melalui “Learning, choosing, and acting: self management of

diabetes in Indonesia”. Sehingga pasien dapat mencari dan menerima

informasi yang terkait dengan diabetes dan dapat menerapkan dalam

pengelolaan diabetes (Ligita, Nurjannah, et al., 2019).


12

Menurut data prevalensi DM berdasarkan diagnosis dokter di Provinsi

Sumatera Barat mengalami peningkatan pada tahun 2013 sebesar 1,3 %

menjadi 1,6 % pada tahun 2018 (Kemenkes RI, 2018). Berdasarkan data dari

Dinas Kesehatan Kota Padang, jumlah penderita DM tahun 2018 yang

tersebar pada 23 puskesmas yang berada pada 11 kecamatan di wilayah Kota

Padang berjumlah 60.854 pasien. Puskesmas Lubuk Buaya Padang

merupakan puskesmas yang terbanyak ke-2 yang memiliki jumlah pasien DM

yang besar yaitu jumlah estimasi penderita DM tahun 2018 sekitar 4796

pasien. Telah banyak dilakukan program pengelolaan penyakit kronis

(prolanis) sebagai penanganan penyakit kronis termasuk salah satunya

pengelolaan penyakit DM Tipe 2 yang bertujuan untuk menurunkan risiko

komplikasi dan mencapai kualitas hidup yang baik dengan pemanfaatan biaya

yang efektif. Adapun kegiatan yang dilakukan meliputi edukasi/penyuluhan,

konsultasi medis, home care, aktivitas klub, olahraga (senam) dan

pemantauan kesehatan (Rahmadhanie, 2018). Kegiatan edukasi yang

dilakukan seperti penyuluhan tentang penyakit, gizi, kesehatan lingkungan

Kegiatan home care dilakukan oleh perawat pada pasien yang mempunyai

luka (ulkus) yang tidak dapat datang kontrol ke puskesmas dan pasien yang

mempunyai kadar gula darah yang tinggi terus- menerus dan bertujuan untuk

melakukan perawatan serta menggali informasi tentang hal-hal yang

berkaitan dengan penyakitnya. Jumlah pasien DM di Puskesmas Lubuk

Buaya berjumlah 277 pasien yang terdiri dari pasien prolanis dan non prolanis

(Puskesmas Lubuk Buaya, 2018). Selain berbagai program kegiatan telah


13

dilakukan program edukasi terstruktur InGDEP pada pasien DM Tipe 2 yang

berjumlah 32 orang pada bulan Januari – Maret 2019.

Studi pendahuluan dengan melakukan wawancara pada 5 orang pasien DM

pasca edukasi di Puskesmas Lubuk Buaya didapatkan data pasien mengatakan

bahwa kegiatan edukasi ini sangat bagus dan mendapatkan banyak ilmu

tentang penyakit DM dan cara perawatannya termasuk cara pengaturan

makanan, aktivitas fisik termasuk senam kaki, dan pengobatan.. Dua orang

pasien sudah mampu menyebutkan pengertian, tanda dan gejala serta

komplikasi penyakit DM. Tiga pasien telah mampu melakukan pengaturan

makanan yang sesuai. Dua pasien telah melakukan aktivitas fisik seperti

senam kaki diabetes. Perubahan tindakan seseorang yang dihasilkan dari

program edukasi membuktikan bahwa program edukasi berhasil mencapai

tujuan yaitu dengan peningkatan self care activity. Namun, masih kurangnya

eksplorasi terhadap bagaimana sebuah program edukasi bisa mempengaruhi

tindakan pasien belum banyak diteliti. Hal ini ditandai dengan masih terdapat

beberapa pasien yang memiliki kontrol glikemik yang diatas normal.

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk lebih memahami dan

mengeksplorasi bagaimana manajemen diri pasien DM tipe 2 pasca edukasi

terstruktur InGDEP. Peneliti menggunakan metode kualitatif dengan

pendekatan grounded theory untuk lebih mengerti dan memahami tentang

manajemen diri pasien DM tipe 2 setelah pemberian edukasi terstruktur

InGDEP.
14

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah pada

penelitian ini adalah bagaimana manajemen diri pasien DM tipe 2 pasca

edukasi terstruktur InGDEP di Puskesmas Lubuk Buaya Padang ?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi manajemen diri pasien DM tipe

2 pasca edukasi terstruktur InGDEP.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi pasien DM

Penelitian ini diharapkan dapat membantu mengekplorasi pasien DM dalam

melakukan perilaku manajemen diri terhadap penyakit, permasalahan yang

timbul dan penanganannya. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan

tambahan informasi dan saran dalam penanganan penyakit DM serta dapat

memahami bagaimana proses perubahan perilaku sehingga memiliki

perilaku manajemen diri yang baik.

1.4.2 Bagi Pelayanan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan akan mampu meningkatkan kualitas

pelayanan dan edukasi kepada pasien dan keluarganya. Penelitian ini

diharapkan dapat menjadi salah satu acuan bagi perawat dalam memberikan

asuhan keperawatan secara menyeluruh dan memahami bagaimana proses

pemberian informasi sehingga dapat merubah perilaku yang sehat


15

1.4.3 Bagi Profesi Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi dalam

pengembangan profesi keperawatan dan menjadi sumber informasi dalam

memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan DM melitus. Hasil

penelitian ini juga dapat memberikan informasi dan meningkatkan

wawasan, pengetahuan dan keterampilan perawat yang berkaitan dengan

proses perubahan perilaku manajemen diri pasien dengan DM pasca

pemberian edukasi.

1.4.4 Bagi Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi tambahan sumber referensi

khususnya yang berkaitan dengan teori dan konsep tentang proses

perubahan perilaku manajemen diri terhadap penyakit. Penelitian ini juga

dapat menjadi menambah wawasan dan pengetahuan perawat sehingga

dapat meningkatkan kualitas pendidikan keperawatan serta asuhan

keperawatan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Diabetes Melitus

Diabetes Melitus (DM ) adalah sekelompok penyakit metabolik dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,

kerja insulin, atau kedua-duanya (PERKENI, 2015). DM tipe 2 merupakan

diabetes melitus yang paling sering ditemui dan merupakan penyakit yang

tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikendalikan dan dapat menimbulkan

masalah dan komplikasi seperti penyakit jantung, stroke, gagal ginjal,

retinopati, neuropati dan kebutaan (American Diabetes Association (ADA),

2017). Diabetes melitus tipe 2 adalah jenis DM yang paling banyak, sekitar

90 % kasus kejadian DM keseluruhan. Kondisi hiperglikemi pada DM tipe 2

merupakan akibat tidak adekuat produksi insulin dan ketidakmampuan

tubuh untuk merespon sehingga menjadi resistensi insulin (IDF, 2017).

Diabetes Melitus merupakan penyakit kronik yang terjadi akibat

peningkatan kadar glukosa (hiperglikemi) di dalam darah karena tubuh tidak

dapat memproduksi hormon insulin atau penggunaan insulin tidak efektif.

Insulin adalah hormon penting yang diproduksi oleh kelenjar pankreas di

dalam tubuh yang berfungsi dalam transportasi glukosa dari aliran darah ke

sel tubuh sehingga glukosa dapat diubah menjadi energi. Jika kondisi

hiperglikemi ini terus terjadi dapat menyebabkan kerusakan pada organ-

organ tubuh sehingga dapat menyebabkan komplikasi (PERKENI, 2015).

16
17

Komplikasi DM menurut PERKENI (2015) dibagi menjadi 2 :

1. Komplikasi Akut

a. Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah kadar glukosa darah seseorang dibawah nilai

normal (dibawah 50 mg/dl). Kadar gula darah yang terlalu rendah

menyebabkan sel-sel otak tidak mendapat pasokan energi sehingga

tidak dapat berfungsi dan mengalami kerusakan. Koma hipoglikemia

dapat terjadi karena penurunan glukosa dalam darah karena

pemakain obat-obat diabetik melebihi dosis yang dianjurkan

(PERKENI, 2015). Klasifikasi koma hipoglikemia dibagi 3 :

- Hipoglikemia ringan

Kondisi ini dapat diatasi sendiri, tidak ada gangguan aktivitas

sehari-hari yang nyata

- Hipoglikemia sedang

Kondisi ini dapat diatasi sendiri dan menimbulkan gangguan

aktivitas sehari-hari yang nyata

- Hipoglikemia berat

Pasien membutuhkan terapi parenteral, kondisi disertai koma

atau kejang. Terdapat gangguan kognitif, pasien tidak dapat

mengatasi sendiri, memb membutuhkan bantuan oranglain.

b. Hiperglikemia

Hiperglikemia adalah adalah kondisi dimana kadar glukosa darah

meningkat secara tiba-tiba. Pada kondisi ini glukosa didalam sel


18

sedikit mengakibatkan sel mencari sumber energi alternatif.

Pemecahan lemak menghasilkan benda-benda keton yang berlebihan

menyebabkan asidosis. Kondisi ini dapat berkembang menjadi

metabolisme yang berbahaya antara lain ketoasidosis diabetik

2. Komplikasi Kronis

a. Komplikasi makrovaskuler

Perubahan ukuran diameter pembuluh darah adalah akibat dari

komplikasi makovaskuler. Penumpukan plak pada dinding pembuluh

darah menyebabkan sumbatan. Kalau kondisi itu berlanjut terus-

menerus terjadi penebalan pembuluh darah dan menyebabkan

sklerosis. Komplikasi makrovaskuler yang sering terjadi seperti

penyakit jantung koroner, gagal jantung kongestif, penyakit

cerebrovaskuler, dan penyakit vascular perifer.

b. Komplikasi mikrovaskuler

Akibat dari kelainan pembuluh darah, terjadi penebalan dinding

pembuluh darah sehingga menyebabkan penurunan perfusi jaringan.

Komplikasi mikrovaskuler yang terjadi adalah nefropati, diabetik

retinopati, neuropati dan amputasi (PERKENI, 2015). Ulkus diabetik

dapat terjadi karena ketidak patuhan pada pengobatan, aktivitas yang

tidak sesuai, penggunaan alas kaki yang tidak sesuai, kurangnya

pengetahuan, pengontrolan gula darah yang tidak teratur serta

perawatan kaki yang kurang.


19

Penatalaksanaan DM diawali dengan cara menerapkan pola hidup sehat

seperti terapi nutrisi medis dan aktivitas fisik. Tujuan penatalaksanaan DM

meliputi 3 (tiga) yaitu tujuan jangka pendek ( menghilangkan keluhan DM,

memperbaiki kualitas hidup, dan mengurangi risiko komplikasi akut ), tujuan

jangka panjang (mencegah dan menghambat progresivitas penyulit

mikroangiopati dan makroangiopati) dan tujuan akhir (menurunkan

morbiditas dan mortalitas DM) (PERKENI, 2015).

2.2 Konsep Manajemen Diri

Manajemen diri adalah kemampuan seseorang dalam mengenali dan

mengelola dirinya. Melalui segenap kegiatan dan langkah bagaimana

seseorang mengatur dan mengelola diri sendiri sehingga dapat tercapai tujuan

hidup yang ditentukan oleh individu yang bersangkutan (Yuanita & Susanto,

2014). Menurut Schulman, et.al (2012) dalam (Martz (2018) mengidentifikasi

dari beberapa penelitian ada tiga proses dalam manajemen diri yaitu:

a. Fokus pada kondisi yang berhubungan dengan kebutuhan ( kesehatan yang

berhubungan dengan kebutuhan)

b. Sumber ( bantuan dari petugas kesehatan, keluarga, dan masyarakat) dan

c. Hidup dengan kondisi penyakit kronis ( membutuhkan kemampuan

koping, adaptasi dan integrasi kondisi dan menemukan makna) (Martz, 2018).

Menurut Siwi, et.al ( 2013), manajemen diri adalah kemampuan individu

dalam mengelola kehidupan sehari-hari dalam mengendalikan dan


20

mengurangi dampak penyakit yang dideritanya. Perilaku manajemen diri pada

pasien DM antara lain pengelolaan pola makan sehat, meningkatkan aktivitas

jasmani, terapi medis dan pemantauan kadar glukosa darah dan perawatan

kaki secara berkala (PERKENI, 2015)

Sebuah informasi kesehatan bisa menghasilkan perilaku sehat melalui

beberapa proses (Ligita, Wicking, Francis, Harvey, & Nurjannah, 2019;

Sassen, 2018). Untuk melakukan suatu perubahan perlu ada proses yang

dilakukan untuk mendapatkan tujuan akhir yang akan dicapai. Secara teori

perubahan perilaku ini melalui 3 tahap yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan.

Salah satu strategi dalam melakukan perubahan perilaku adalah melalui

pendidikan yaitu melalui proses pembelajaran dari pemberian informasi dan

pengetahuan (Irwan, 2017).

2.2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen diri

Manajemen diri diabetes adalah kemampuan diri dalam membuat

keputusan melakukan tindakan yang bermanfaat untuk mengatur

gaya hidup sehat. Tujuan manajemen diri ini adalah untuk

meningkatkan kontrol gula darah dan menurunkan resiko komplikasi.

Kemampuan manajemen diri yang dimiliki oleh setiap individu berbeda

satu sama lainnya. Strategi yang efektif untuk membantu individu

dalam manajemen diri penting dalam meningkatkan status kesehatan.

(Martz, 2018). Menurut Jonathan et.al (2008) dalam Martz (2018)

mengatakan bahwa penyakit diabetes tidak hanya mempengaruhi


21

kebutuhan biologi dan fisik seseorang tetapi juga mempengaruhi aspek

psikologi dan sosial.

Menurut hasil penelitian Kurnia (2017), faktor- faktor yang

mempengaruhi manajemen diri yaitu :

1. Umur

Umur dapat mempengaruhi seseorang dalam pengambilan keputusan

dalam manajemen diri. Semakin tua semakin banyak pengalaman

dan pegetahuan dalam melakukan perawatan diri.

2. Jenis kelamin

Jenis kelamin mempengaruhi manajemen diri seseorang. Wanita

cenderung dapat melakukan manajemen diri yang baik melalui

pengelolaan didit yang sesuai dibandingkan dengan jenis kelamin

laki-laki.

3. Lama menderita DM

Lama menderita DM mempengaruhi bagaimana seseorang

melakuakan perawatan diri. Semakin lama seseorang menderita

penyakit semakin baik pengetahuan, dan informasi cara mengelola

penyakit yang sesuai.

4. Perawatan

Perawatan yang penting dalam manajemen diri adalah mengubah

gaya hidup sehat dengan pola diet seimbang, aktivitas fisik,

pengobatan dan monitor kadar gula darah. Diperlukan kepatuhan dan

motivasi dalam menjalankan kegiatan manajemen diri


22

5. Pendidikan

Tingkat pendidikan seseorang berhubungan dengan kemampuannya

dalam memahami suatu informasi menjadi pengetahuan tentang

perilaku perawatan diri.

6. Pendapatan

Penyakit DM merupakan penyakit yang serius, bersifat kronis dan

tidak dapat disembuhkan. Perawatan diri membutuhkan pengelolaan

diit yang tepat, pengobatan yang membutuhkan biaya yang besar,

makanya dibutuhkan starategi yang tepat dan efektif agar biaya

pengobatan dapat ditekan.

7. Pengetahuan tentang DM

Pemgetahuan merupakan komponen yang penting dalam melakukan

manajemen diri guna untuk mencegah resiko komplikasi jangka

panjang dan meningkatkan status kesehatan (Kusnanto, Sundari,

Asmoro, & Arifin, 2019)

8. Penerimaan manfaat manajemen diri

9. Diabetes distress

Pasien DM mudah mengalami stress dalam melaksanakan

manajemen diri. Hal ini dikarenakan penyakit DM merupakan

penyakit yang kronis, tidak dapat disembuhkan, sehingga

menyebabkan beban penyakit akibat komplikasi, pengelolaan diet

serta pengendalian kadar gula darah


23

10. Penerimaan efikasi diri

Efikasi diri merupakan salah satu sumber daya dalam

memberdayakan seseorang untuk dapat melakuakan kegiatan.

Efikasi diri merupakan keyakinan diri terhadap kemampuannya

mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan tertentu. Banyak

penelitian yang menyatakan bahwa efikasi diri memiliki hubungan

yang positif dalam perawatan diri yang dapat meningkatkan

manajemen diri diabetes.

11. Dukungan sosial

Dukungan keluarga berupa kepedulian, bantuan, nasehat, informasi

merupakan komponen yang penting dalam meningktkan manajemen

diri DM, pengontrolan gula sarah serta mampu meningkatkan

kesadaran pasien dalam melakukan perawatan diri yang baik.

Menurut penelitian Sabil (2019), pasien yang memiliki dukungan

keluarga berpeluang 10 kali dapat melakukan perilaku perawatan diri

dengan baik dibandingkan yang tidak memiliki dukungan keluarga

(Sabil, Kadar, & Sjattar, 2019).

12. Pengaruh lingkungan

Faktor lingkungan mempengaruhi seseorang dalam melakukan

perawatan diri. Ketersediaan sumber daya dalam pengelolaan diit,

pelayanan kesehatan melalui kegiatan home care merupakan faktor

yang dapat meningkatkan manajemen diri (Kurnia, Amatayakul, &

Karuncharernpanit, 2017).
24

2.2.2 Perilaku Manajemen diri

Perilaku manajemen diri sesuai dengan 4 (empat) pilar penatalaksanan DM

menurut PERKENI (2015), karena konsensus ini yang digunakan di

Indonesia dalam pengendalian dan pencegahan DM. Perilaku manajemen

diri yaitu :

1. Pendidikan kesehatan atau edukasi

Pendidikan kesehatan merupakan bagian yang sangat penting dalam

pengelolaan DM. Pemberian edukasi diharapkan dapat menambah

wawasan dan pengetahuan sehingga dapat menimbulkan perubahan

perilaku dalam penatalaksanaan. Menurut Funnel (2010) di dalam

Sudirman 2017 mengatakan bahwa pendidikan edukasi diberikan untuk

dapat memberikan perilaku tertentu dengan tujuan yang jelas yang

nantinya akan diadaptasikan pada perilaku sehingga dapat

mengoptimalkan kontrol glikemik, menghindari komplikasi akut

maupun kronis dan meningkatkan kualitas kehidupan(Sudirman, 2017).

Adapun materi edukasi yang diberikan tentang konsep dasar DM,

komplikasi, pencegahan, aktivitas fisik, pengaturan makan dan

pengobatan. Prinsip yang perlu diperhatikan dalam pemberian edukasi

DM adalah:

a. Memberikan dukungan dan nasehat yang positif sehingga dapat

mengurangi kecemasan

b. Memberikan informasi secara bertahap, dimulai dari materi yang

sederhana dan mudah dimengerti


25

c. Melakukan pendekatan dalam mengatasi masalah dengan melakukan

simulasi

d. Mendiskusikan program pengobatan secara terbuka memperhatikan

keinginan pasien.Memberikan penjelasan secara sederhana dan

lengkap terkait permasalahan pasien serta mendiskusikan berbagai

pemeriksaan seperti pemeriksaan laboratorium.

e. Melakukan kompromi dan negosiasi agar tujuan pengobatan dapat

diterima

f. Memberikan motivasi dengan memberikan penghargaan

g. Melibatkan keluarga atau pendamping dalam proses edukasi

h. Memperhatikan kondisi fisik dan psikologis serta tingkat pendidikan

pasien dan keluarganya

i. Menggunakan alat bantu audiovisual

Salah satu cara meningkatkan pengetahuan dan sikap tentang manajemen

diri adalah melalui edukasi. Pemberian edukasi melalui pendidikan

terstuktur atau lebih dikenal dengan DSME ( Diabetes Self Management

Education). Pendidikan terstruktur dalam memberikan pengetahuan

tentang bagaimana cara melakukan perawatan diri secara mandiri yang

bertujuan mengoptimal kontrol diri terhadap penyakit, mencegah muncul

komplikasi dan dapat memperbaiki kualitas hidup.

Menurut penelitian Yuanita & Susanto, (2014) terdapat peningkatan

signifikan terhadap pemberian edukasi yang terstuktur DSME terhadap

resiko terjadinya ulkus diabetik. Pemberian DSME dapat menghasilkan


26

hasil yang positif baik jangka pendek, menengah dan jangka panjang.

Namun banyak juga penelitian yang mengatakan bahwa tidak semua

pasien DM yang telah mendapatkan pengetahuan dapat meningkatkan

manajemen dirinya, hal ini ditandai dengan peningkatan kunjungan pasien

dengan DM, prevalensi meningkat dan angka komplikasi serta angka

kematian yang meningkat. Pasien DM tipe 2 memiliki kemampuan dan

respon yang berbeda terhadap stimulus yang diberikan sehingga perilaku

dan kemampuan pasien dalam melakukan manajemen diri juga berbeda.

2. Terapi Nutrisi Medis (TNM)

Manajemen Nutrisi pada DM adalah makan rendah kalori untuk pasien

overweight, mengganti makanan yang mengandung lemak tidak jenuh,

makanan berserat, menghindari rokok dan minuman alcohol serta gula

tambahan. TNM merupakan bagian penting dari penatalaksanaan DM

secara komprehensif. Prinsip pengaturan makan pada pasien DM yaitu

makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat

gizi masing-masing individu (IDF, 2017).

Kunci keberhasilan dalam pengaturan makan ini adalah keterlibatan dari

anggota tim (dokter, ahli gizi, perawat serta pasien dan keluarganya ).

Hal yang harus diperhatikan adalah pentingnya keteraturan makan

meliputi jadwal makan, jenis dan jumlah kandungan kalori makanan.

Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang


27

seimbang. Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari karbohidrat,

lemak, protein, dan serat.

Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65 % dari total asupan energy,

terutama karbohidrat yang berserat tinggi. Penggunaan pemanis

alternative dapat digunakan sebagai pengganti glukosa dengan syarat

tidak melebihi batas aman konsumsi harian (Accepted Daily

Intake/ADI). Frekuensi makan dianjurkan tiga kali sehari dan diselingi

dengan makanan selingan seperti buah (PERKENI, 2015)

Kebutuhan protein sebesar 10-15% total asupan energi. Sumber protein

yang baik adalah ikan, udang, cumi, daging tanpa lemak, ayam tanpa

kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu dan tempe.

Pada pasien dengan nefropati diabetik perlu adanya penurunan asupan

protein menjadi 0,8 g/kg BB perhari. Kebutuhan lemak dianjurkan

sekitar 20-25% kebutuhan kalori. Komposisi lemak yang dianjurkan

adalah lemak jenuh <7 % , lemak tidak jenuh <10% dan lemak tidak

jenuh tunggal. Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah makanan yang

banyak mengandung lemak jenuh dan lemak trans seperti daging

berlemak dan susu fullcream. Konsumsi kolesterol dianjurkan <200

mg/hari.
28

Pasien DM dengan hipertensi perlu dilakukakan pengurangan natrium

secara individual dan dianjurkan untuk mengkonsumsi serat 20 -35

gram/hari yag berasal dari serat kacang-kacangan, buah dan sayuranserta

sumber karbohidrat yang mengandung serat.

Kebutuhan kalori basal 25-30 kalori/kgBB ideal. Jumlah kebutuhan

tersebut ditambah dan dikurangi tergantung pada beberapa faktor

yaitu:jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan.

Berikut penghitungan berat badan ideal (BBI) menggunakan rumus

Broca yang dimodifikasi :

- BBI (Berat Badan Ideal = 90 %x(TB dalam cm -100)x 1kg

- Bila pria dengan TB <160 cm dan wanita <150 cm rumus di

modifikasi menjadi BBI = (TB dlm cm -100) x 1kg

- BB Normal : BB Ideal +-10%

- Kurus :kurang BBI -10%

- Gemuk : lebih dari BBI +10%

Penghitungan berat badan ideal menurut IMT(Indeks Massa Tubuh).

Rumus IMT = BB(kg) / TB(m2), dengan klasifikasi IMT :

- BB kurang <18,5

- BB normal 18,5 – 22,9

- BB Lebih>-23,0 

- dengan risiko 23,0 -24,9

- obesitas I 25,0 – 29,9

- Obesitas II >-30
29

Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain:

1. Jenis kelamin

Kebutuhan kalori basal/hari untuk wanita = 25 kal/kg BB dan

kebutuhankalori basal untuk pria = 30 kal/kg BB.

2. Umur

Pasien usia lebih 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5 %, usia 60-

79 dikurangi 10%, dan usia >70 tahun dikurangi 20%

3. Aktivitas fisik dan pekerjaan

- Penambahan 10% dari kebutuhan basal pada keadaan istirahat

- Penambahan 20% dengan aktivitas ringan : pengawai kantor,

guru, ibu ramah tangga

- Penambahan sejumlah 30 % pada aktivitas sedang : pegawai

industry ringan, mahasiswa, militer yang tidak sedang perang

- Penambahan sejumlah 40 % pada aktivitas berat : petani, buruh,

atlet, militer dalam keadaan latihan

- Penambahan sejumlah 50 % pada aktivitas sangat berat ; tukang

becak, tukang gali

4. Stress metabolik

Penambahan 10-30% tergantung dari beratnya stress metabolic

(sepsis, operasi, trauma)

5. Berat badan

- BB lebih/gemuk, kebutuhan kalori dikurangi sekitar 20-30%

tergantung tingkat kegemukan


30

- BB kurus, kebutuhan kalori ditambah sekitar 20-30% sesuai

dengan kebutuhan untuk meningkatkan BB

Jumlah kalori yang diberikan paling sedikit 1000-1200 kalori/hari untuk

wanita dan 1200-1600 kalori/hari untuk pria. Jumlah kalori yang

terhitung dan komposisi ersebut dibagi dalam 3 porsi besar yaitu makan

pagi (20%), makan siang (30%), dan sore (25%) serta 2-3 porsi makanan

ringan (10-15%) diantaranya (PERKENI, 2015).

3. Latihan jasmani

Latihan fisik dianjurkan 3-5 kali seminggu selama kurang lebih 30-45

menit secara teratur. Latihan jasmani bermanfaat untuk menjaga

kebugaran, menurunkan berat badan serta memperbaiki sensivitas

insulin sehingga dapat memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan

jasmani dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobic dengan

intensitas sedang (50-70% denyut jantung maksimal) seperti jalan cepat,

bersepeda, jogging, dan berenang. Denyut jantung maksimal dihitung

dengan cara mengurangi angka 220 dengan umur pasien. Sebelum

melakukan latihan jasmani sebaiknya dilakukan terlebih dahulu

pemeriksaan glukosa darah. Apabila kadar glukosa darah <100 mg/dl

pasien harus mengkonsumsi karbohidrat terlebih dahulu dan apabila

>250 mg/dl dianjurkan untuk menunda latihan jasmani.

Kegiatan sehari-hari atau aktivitas sehari-hari buakan termasuk dalam

latihan jasmani. Tujuan latihan jasmani adalah untuk menjaga kebugaran

dan menurunkan berat badan. Latihan disesuaikan dengan umur,


31

kemampuan pasien dan status kesegaran jasmani. Latihan fisik adalah

menjadi lebih efektif ketika mengkombinasikan latihan aerobic dan

latihan resistance (IDF, 2017). Intensitas pada pasien DM yang relative

sehat bisa ditingkatkan , sedangkan pada pasien dengan komplikasi

intensitas latihan perlu dikurangi dan disesuaikan dengan masing-

masing individu (PERKENI, 2015).

4. Terapi farmakologis

Penatalaksananan pasien DM dilakukan dengan tujuan menormalkan

kadar gula darah dan mencegah komplikasi. Terapi farmakologis

diberikan bersamaan dengan pengaturan diet dan latihan jasmani. Terapi

pengobatan pada DM yaitu obat antidiabetik oral dan insulin yaitu:

1. Obat antihiperglikemia oral

Berdasarkan cara kerjanya obat antihiperglikemia oral dibagi

menjadi 5 golongan :

a. Pemacu sekresi insulin

- Sulfonylurea

Obat golongan ini memiliki efek utama untuk meningkatkan

sekresi insuli oleh sel beta pankreas. Efek samping utama adalah

hipoglikemia dan peningkatan berat badan. Efek samping

lainnya adalah gangguan faal hati dan ginjal pada orang tua.

- Glinid

Obat ini memiliki efek utama pada peningkatan sekresi insulin

fase pertama. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post

prandial. Golongan obat terdiri dari 2 macam obat yaitu


32

repaglinid dan nateglinid. Efek samping yang mungkin terjadi

adalah hipoglikemia.

b. Peningkat sensitivitas terhadap insulin

- Metformin

Obat ini memiliki efek utama mengurangi produksi glukosa hati

(glukoneogenesis) dan memperbaiki pengambilan glukosa di

jaringan perifer. Metformin merupakan pilihan pertama pada

sebagian besar kasus DM tipe 2. Dosis metformin diturunkan

pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (GFR 30 -60

ml/menit/1,73 m2. Metformin tidak boleh diberikan pada

beberapa kondisi GFR <30 ml/menit/1,73 m2, gangguan hati

berat, dan kondisi hipoksemia.

- Tiazolidindion (TZD)

Golongan obat ini memiliki efek menurunkan resistensi insulin

dengan meningktatkan jumlah protein pengangkut glukosa

sehingga meningkatkan pengambilan glukosa di jaringan perifer.

TZD juga meningkatkan retensi cairan tubuh sehingga tidak

boleh bagi pasien dengan gagal jantung.

c. Penghambat absorbs alfa glukosidase

Obat ini memiliki efek menurunkan kadar glukosa darah

sesudah makan. Obat ini tidak digunakan pada pasien dengan

gangguan ginjal, gangguan faal hati dan irritable bowel

syndrome. Efek samping obat ini penumpukan gas dalam perut

menyebabkan flatus. Contoh golongan obat ini adalah acarbose


33

d. Penghambat DPP-IV (dipeptidyl Peptidase-IV)

Efek obat ini meningkatkan sekresi glucagon bergantung kadar

glukosa darah. Contoh obat golongan ini adalah sitagliptin dan

linagliptin.

e. Penghambat SGLT-2 (Sodium Glukose Cotransporter2)

Obat ini merupakan obat antidiabetes oral jenis baru yang

mempunyai efek menghambat penyerapan kembali glukosa di

tubuli distal ginjal dengan cara menghambat kerja transporter

glukosa SGLT-2.

2. Obat Antihiperglikemia suntik

Obat yang termasuk antihiperglikemia suntik adalah insulin, agonis

GLP-1 dan kombinasi insulin dan kombinasi insulin dan agonis

GLP-1. Efek samping insulin adalah hipoglikemia dan alergi.

a. Insulin

Insulin digunakan pada keadaan sbb:

- HbA1c > 9% dengan kondisi dekompensasi metabolic

- penurunan berat badan yang cepat

- hiperglikemia berat yang disertai dengan ketosis

- gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal

- gangguan fungsi ginjal dan hati yang berat

- kontraindikasi atau alergi terhadap OHO

- stress berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miokard

akut, stroke)
34

Jenis Insulin berdasarkan lama kerja dibagi menjadi 5(lima)

jenis yaitu :

1. Insulin kerja cepat (rapid-acting insulin)

2. Insulin kerja pendek (short-acting insulin)

3. Insulin kerja menengah (intermediate-acting insulin)

4. Insulin kerja panjang (long-acting insulin)

5. Insulin kerja ultra panjang (ultra long-acting insulin)

6. Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menegah

dankerja cepat dengan menengah (premixed insulin)

b. Agonis GLP-1

Agonis GLP-1 dapat bekerja pada sel beta sehingga terjadi

peningkatan pelepasan insulin dan dapat menurunkan berat

badan, menghambat pelepasan glucagon, dan menghambat

nafsu makan.

c. Terapi kombinasi

Kombinasi obat antihiperglikemia oral dan insulin dimulai

dengan pemberian insulin basal(insulin kerja menengah dan

kerja panjang) (PERKENI, 2015).

Manajemen diri diabetes yang efektif sangat penting untuk mencapai kontrol

glikemik yang optimal dan mengurangi morbiditas dan mortalitas.

Manajemen diri adalah proses terlibat secara aktif dalam kegiatan perawatan

diri yang bertujuan mengendalikan efek negatif dari penyakit pada

kesehatannya sendiri. Manajemen diri membutuhkan pengetahuan dan


35

keterampilan yang diperlukan untuk terlibat secara tepat dalam serangkaian

perilaku kompleks yang bertujuan menjaga kesehatan. (Reyes, Tripp-reimer,

Parker, Muller, & Laroche, 2017).

Penelitian Reyes, et al (2017) menunjukkan bahwa pasien yang menerima

manajemen diri pelatihan dapat meningkatkan manajemen diri glukosa darah,

pola makan, dan kontrol glikemik. Faktor faktor yang mempengaruhi

kemampuan dalam manajemen diri diabetes meliputi memahami tentang

definisi, penyebab diabetes dan perasaan saat didiagnosis, perasaan tentang

mengendalikan diabetes, masalah kesehatan mental, biaya, dukungan

keluarga, sosial, teman dan pelayanan kesehatan (Reyes, et al, 2017)

Menurut penelitian Carolan, Holman, & Ferrari, (2014), meneliti tentang

pengalaman manajemen diri pasien diabetes pada kelompok studi pasien

diabetes tipe 2 di Australia, partisipan menggambarkan pengalaman mereka

mengelola diabetes secara emosional, fisik, dan sosial. Hasil penelitiannya

mengungkapkan empat tema yaitu diabetes penyakit yang diam, perjalanan

penyakit, pekerjaan mengelola diabetes; dan akses ke sumber daya dan

layanan. Pentingnya dukungan keluarga dalam memberikan dukungan dan

dorongan untuk membantu upaya pengelolaan diri mereka Hasil penelitian

tentang pengalaman pasien diabetes mellitus dalam beradaptasi dengan

penyakit kronis yang dialaminya, mendapatkan 4 tema yaitu penemuan

komplikasi penyakit menegakkan diagnosis DM, kepatuhan penatalaksanaan


36

terapi mengurangi gejala komplikasi, adjustment penatalaksanaan non

farmakoterapi DM, faktor pendukung adaptasi dengan kondisi sakit (Carolan

et al, 2014).

Menurut penelitian Ansari et al (2018) tentang pengalaman manajemen diri

pada 30 partisipan pasien DM dewasa menengah pada daerah di Pakistan

menghasilkan 6 (enam) tema faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen

diri pada DM yaitu stigma terhadap penyakit, manajemen diri, hubungan

dokter dengan pasien, kepatuhan diet dan latihan fisik, akses sumber

kesehatan dan dukungan sosial(Ansari et al., 2018). Adapun faktor yang

menghambat manajemen diri dan kegagalan dalam kontrol glikemik meliputi

keterbatasan pengetahuan dan pendidikan, rendahnya status kesehatan dan

ketidaktahuan tentang penyakit, rendahnya sosial ekonomi, keterbatasan

akses pelayanan kesehatan (Carolan et al., 2014).

2.3 Peran Program Edukasi Terstruktur InGDEP Terhadap Manajemen Diri

Pasien DM

Pendidikan kesehatan adalah lebih dari memberikan informasi ke pasien

tetapi lebih fokus kepada perubahan perilaku, sosial, keterampilan yang

menghasilkan perilaku sehat. Tujuan pendidikan kesehatan adalah perubahan

perilaku dimana pasien dapat membuat rencana dan kemudian memulai

mencobanya. Setelah perubahan perilaku penting untuk memelihara dan

mempertahankannya untuk mempertahankan status kesehatan dalam jangka

waktu yang panjang (Sassen, 2018).


37

Keberhasilan dalam penatalaksanaan DM sesuai dengan empat pilar

penatalaksanaan DM yaitu edukasi, diet, aktivitas fisik dan pengobatan. Salah

satu strategi dalam meningkatkan manajemen diri diabetes adalah program

edukasi manajemen diri. Pendidikan kesehatan diabetes merupakan proses

pendidikan kesehatan bagi individu atau keluarga dalam mengelola penyakit

diabetes. Proses ini melibatkan metode pedoman, konseling, dan intervensi

perilaku untuk mreningkatkan pengetahuan tentang diabetes dan

meningkatkan keterampilan individu dan keluarga dalam mengelola secara

mandiri penyakit DM. Pendidikan edukasi terstruktur ini merupakan proses

kolaboratif dimana perawat sebagai educator membantu pasien DM atau yang

beresiko diabetes untuk mendapat pengetahuan dan pemecahan masalah dan

keterampilan koping yang dibutuhkan dalam mengelola penyakit secara

mandiri (Martz, 2018 ; Ridwan et.al, 2018 ).

Program InGDEP merupakan suatu program pendidikan berbasis kelompok

pada pasien DM di Indonesia. Kelebihan program ini adalah cocok untuk

masyarakat Indonesia dalam hal budaya, etnis, ketersediaan sumber dan isu

geogragfis. Program ini menggunakan puskesmas sebagai pusat utama dalam

memberikan pelatihan pendidik bagi tim tenaga kesehatan yang terkait seperti

yang terdiri dari dokter, perawat, ahli gizi dan petugas kesehatan masyarakat

(Malini et al., 2017).


38

Pemberian edukasi terstruktur IngDEP ini bertujuan memberikan informasi

kesehatan sehingga dapat meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam

manajemen diri dalam meningkatkan status kesehatan. Selain ini program ini

memberikan waktu untuk berbagi pengalaman antara sesama pasien di

puskesmas. Kolaborasi antar tim yang terdiri dari tenaga kesehatan yang

professional sangat penting dalam memberikan pendidikan sehingga

informasi yang diberikan dapat jelas, dapat bertahan lama dan mudah

dipahami/dimengerti (Malini et al., 2018).

Edukasi terstruktur InGDEP ini terdiri dari dua hari pelatihan pendidik bagi

tim tenaga kesehatan, dan empat sesi yang diberikan tim pendidik pada

kelompok pasien setiap satu minggu sekali selama satu bulan. Materi program

InGDEP yang diberikan meliputi:

1. Pengetahuan tentang diabetes dan pengelolaannya

Pengertian diabetes, jenis komplikasi DM, cara mengidentifikasi gejala

dan manajemen diabetes.

2. Manajemen diet

- Informasi tentang cara mengukur kalori dan asupan makan

pasien DM serta mengatur menu pasien DM

- Penggunaan handy portion method

Karbohidrat (pilih jumlah dengan kepalan tangan anda untuk

masing-masingbutir, tepung dan buah)


39

Protein (Pilihlah jumlah yang setara dengan telapak tangan anda

dan ketebalan jari keingking)

Sayur-sayuran (Pilihlah sebanyak yang bosa anda pegang dengan

kedua tangan anda. Sayuran yang rendah karbohidrat, kacang-

kacangan hijau atau kuning)

Lemak (batasi jumlah lemak dengan ukuran jempol anda)

3. Aktivitas dan latihan

- Membahas tentang jenis latihan, durasi dan intensitas tentang

pelaksanaan latihan fisik.

- Pasien DM sebaiknya melakukan aktivitas/latihan selama 30-45

menit sehari atau 3-5 x/minggu(150 menit).

- Latihan aerobic seperti berjalan, jogging, berenang, skipping,

bersepeda. Kegiatan tersebut dilakukan rutin sehingga dapat

meningkatkan aliran darah dan pernafasan. Aktivitas lain seperti

senam kaki, yoga

- Aktivitas fisik harus direncanakan dengan baik dan mengikuti

anjuran yang sesuai. Sebelum aktivitas anjurkan pasien untuk

memeriksakan kondisi fisik : tekanan darah, gula darah,

pemeriksan saraf tepi, kaki, mata. Saat akan olahraga minum air

secukupnya, memakai alas kaki yang nyaman, ikuti olahraga

yang sesuai dengan kondisi, kenali tada-tanda hipoglikemia dn

lakukan pemanasan 5-10 menit.

4. Gaya hidup dan obat-obatan


40

- gaya hidup yang sehat, manajemen obat, kepatuhan minum obat,

prosedur dan perawatan (Rahmi, 2019).

- Perilaku hidup sehat bagi pasien DM adalah memenuhi anjuran :

1. Mengikuti pola hidup makan sehat

2. Meningkatkan aktivitas jasmani yang teratur

3. Menggunakan obat DM pada keadaan khusus secara aman

dan teratur

4. Melakukan Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM)

dan dapat menilai hasil pemantauan untuk menilai

keberhasilan pengobatan

5. Memiliki kemampuan untuk mengenal dan menghadapi

keadaan sakit akut dengan tepat

6. Memiliki keterampilan mengatasi masalah yang sederhana

dan mau bergabung dengan kelompok DM serta mengajak

keluarga untuk mengerti pengelolaan pasien DM

7. Mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang

ada (Malini, 2017)

2.4 Teori Perubahan Perilaku

2.4.1. Tahap Perubahan perilaku

Perubahan merupakan suatu proses usaha yang sistemik untuk merubah

suatu organisasi dengan cara melakukan adaptasi pada perubahan pola

perilaku yang terjadi di lingkungan ekternal dan internal untuk

mencapai suatu tujuan baru. Perubahan perilaku merupakan suatu

paradigma bahwa manusia akan melakukan perubahkan sesuai dengan


41

apa yang mereka pelajari dari diri sendiri , keluarga, teman dan

lingkungan social. Proses pembelajaran ini yang akan membentuk suatu

perilaku seseorang yang disesuaikan dengan situasi, kondisi dan

kebutuhan seseorang.(Irwan, 2017)

Perubahan perilaku manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor internal

dan eksternal yaitu :

1. Faktor internal

a. Jenis ras/keturunan

Perbedaan ras /suku mempengaruhi perilaku seseorang. Hal ini

ditandai dengan seseorang yang mempunyai suku jawa

mempunyai biasanya memiliki tutur kata pelan dan lembut.

b. Jenis kelamin

Jenis kelamin mempengaruhi perilaku. Hal ini dikarenakan

oleh faktor hormonal, fisik dan norma sosial. Biasanya wanita

lebih suka beeperilaku menggunakan perasaan dan laki-laki

cenderung berpikir dengan rasional dan logika.

c. Sifat fisik

Ciri fisik seseorang mempengaruhi perilaku. Seperti orang

yang pendek, bulat dan gendut cendrung kebanyakan

mempunyai sifat ramah, humoris dan banyak teman.

d. Kepribadian
42

Kepribadian adalah kebiasaan manusia yang berasal dari dalam

diri manusia dan lingkungan yang digunakan dalam berperilaku

dalam kehidupan sehari-hari.

e. Intelegensia

Intelegensi adalah kemampuan induvidu dalam berpikir dan

bertindak secara terarah dan efektif. Tingkah laku sangat

udipengaruhi oleh intelegensia dimana seseorang dapat

bertindak dengan cepat, tepat dan mudah dalam mengambil

keputusan.

f. Bakat

Bakat adalah suatu kondisi yang dimiliki seseorang berupa

kekhususan keterampilan , kecakapan, pengetahuan dll.

2. Faktor ekternal

a. Pendidikan

Pendidikan adalah suatu kegiatan dalam proses belajar

mengajar. Pendidikan sangat mempengaruhi bagaimana

seseorang berperilaku. Dalam proses belajar mengajar

menghasilkan sebuah pengetahuan atau informasi yang berguna

dalam bertindak atau berperilaku serta dalam mengambil

keputusan

b. Agama

Setiap agama akan menjadikan individu agar berperilaku sesuai

dengan norma dan nilai keyakinan yang dianut sesuai agama

dan kepercayaan masing-masing.


43

c. Kebudayaan

Kebudayaan adalah adat istiadat suatu daerah. Perilaku

seseorang dalam kebudaaan tertentu akan berbeda dengan

kebudayaan yang lain.

d. Lingkungan

Lingkungan aalah segala sesuatu yang berasal dari luar

individu baik lingkungan fisik, biologis dan social. Lingkungan

akan mempengaruhi perilaku individu

e. Sosial ekonomi

Sosial ekonomi seseorang akan mempengaruhi perilaku. Hal ini

berkaitan dengan ketersedian fasilitas dalam melakukan

kegiatan tertentu (Irwan, 2017)

Proses perubahan perilaku seseorang dalam menerima atau mengadopsi

perilaku melalui proses yang kompleks dan membutuhkan waktu.

Secara teori ada tiga tahap proses perubahan perilaku :

1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu, hasil dari alat penginderaan.

Terdapat intensitas yang berbeda-beda pada setiap pengetahuan

seseorang terhadap objek. Tingkat pengetahuan dibagi dalam 6

tingkat yaitu :

a. Tahu (know)

Tahu adalah sebagai proses recall(memanggil) memori yang telah

ada sebelumnya seperti : dapat menyebutkan apa definisi diabetes,

penyebab dan komplikasi.


44

b. Memahami (comprehension)

Memahami adalah proses tidak hanya tahu, tetapi dapat melakukan

interpretasi secara benar tentang objek yang diketahui seperti dapat

menjelaskan mengapa harus melakuakan diet ?

c. Aplikasi (application)

Aplikasi adalah proses dimana tidak hanya dapat memahami objek

tetapi dapat menggunakan atau mengaplikasikan hal tersebut pada

kondisi yang sebenarnya

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah proses dimana seseorang mampu menggambarkan,

membedakan, mengelompokan, mencari hubungan satu sama lain

terhadap suatu objek

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis adalah kemampuan seseorang dalam meletakkan dalam

satu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan

yang dimiliki.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi adalah kemmpuan seseorang untuk melakukan penilaian

terhadap suatu objek tertentu.

2. Sikap

Sikap adalah sekumpulan gejala dalam merespon suatu stimulus atau

objek, sehingga sikap itu melibatkan perasaan, perhatian dan kondisi

psikologis lainnya.Terdapat 3 komponen utama yang membentuk


45

sikap yaitu kepercayaan /keyakinan, ide dan konsep terhadap objek,

kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek,

kecendrungan untuk bertindak. Sikap merupakan sebuah perilaku

tertutup. Setelah seseorang menerima stimulus atau objek, proses

selanjutnya menilai atau bersikap terhadap stimulus atau

objek(Irwan, 2017). Sikap menurut tingkat intensitasnya yaitu :

a. Menerima

Menerima adalah subjek mau menerima stimulus atau objek

yang diberikan

b. Menanggapi

Menanggapi adalah subjek memberikan jawaban dan

tanggapan terhadap pertanyaan atau objek

c. Menghargai

Menghargai diartikan apabila subjek dapat memberikan nilai

yang positif terhadap objek atau stimulus

d. Bertanggung jawab

Bertanggung jawab diartikan sebagai subjek mau bertanggung

jawab dan mengambil resiko terhadap apa yang menjadi

pilihannya atau apa yang diyakininya

3. Tindakan

Pada proses perubahan, tindakan dalam perilaku terjadi apabila

seseorang telah melewati dua domain terlebih dahulu yaitu

pengetahuan dan sikap.


46

Tindakan dapat dikelompokkan menjadi 4 tingkatan :

a. Persepsi

Persepsi adalah mengenal dan memilih berbagai objek sesuai

dengan tindakan yang diambi

b.Respon terpimpin

Kondisi dimana seseorang dapat melakuakan sesuatu sesuai

dengan contoh dan urutan yang benar

c.Mekanisme

Tahap dimana apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu

dengan benar, hal tersebut dapat menjadi kebiasaan

d.Adopsi

Adaptasi adalah suatu tindakan yang sudah berkembang dengan

baik dan dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan

tersebut.

2.4.2 Teori Perubahan Perilaku

Perilaku merupakan hasil resultan dari berbagai faktor internal dan eksternal

(lingkungan). Beberapa teori menganalisa determinan perilaku atau faktor

penentu dari sebuah perubahan perilaku dipengaruhi oleh pengalaman,

keyakinan, lingkungan dan social budaya yang kemudian mempengaruhi

terhadap pengetahuan, persepsi, sikap, keinginan, kehendak, motivasi, niat


47

sehingga dapat menghasilkan sebuah perilaku (Notoatmodjo, 2012). Banyak

teori yang menganalisa tentang perubahan perilaku kesehatan antara lain

teori Lawrence Green (1980), Snehandu B.Kar (1983), dan WHO (1984).

Menurut Snehandu Kar, perubahan perilaku merupakan sebuah integrasi

yang kompleks dari multi dimensi yaitu interaksi sosial, psikologis, dan

lingkungan. Teori Kar banyak digunakan pada penelitian tentang perilaku

kesehatan dan variable-variabel yang terkandung didalamnya dinilai

lengkap dan sesuai dengan tahap perubahan perilaku (Irwan, 2017). Teori

Snehandu B.Kar mencoba menganalisa perilaku kesehatan dengan bertitik

tolak bahwa perilaku itu merupakan fungsi dari :

1. Behavior Intention (Keinginan/niat)

Niat seseorang untuk melakukan tindakan sehubungan dengan kesehatan

dan perawatan. Biasanya perilaku dimotivasi oleh suatu keinginan dan niat

seseorang mencapai tujuan tertentu. Minat seseorang yang berhubungan

dengan kepentingan pribadinya. Dalam teori Kar tahap ini merupakan

tahap awal dalam perubahan perilaku yang termasuk internal variable

(variable independen).

2. Social Support (Dukungan sosial)

Dukungan sosial sangat dibutuhkan dalam melakukan uatu perubahan

perilaku. Tahap ini termasuk ke dalam faktor eksternal yaitu dukungan

sosial yang berasal dari luar, baik dari keluarga, teman dan masyarakat

sekitar.
48

3. Accessebility of Information (Ketersediaan informasi kesehatan)

Tersedianya informasi tentang kesehatan dan fasilitas kesehatan

merupakan aspek ppenting dalam memberikan pengetahuan atau edukasi.

Pemberian informasi kesehatan melalui program edukasi terstruktur dapat

meningkatkan pengetahuan seseorang dalam berperilaku dan membuat

keputusan terhadap sesuatu hal. Dalam tahap ini diperlukan pengetahuan

tentang penyakit sehingga terdapatnya suatu kesinambungan dengan

informasi kesehatan yang diterima. Hasil yang kita harapkan adalah

dengan pemberian informasi maka pengetahuan seseorang tentang

penykitnya dapat meningakat

4. Personal Autonomy ( Kemampuan dalam memutuskan sesuatu)

Hak otonomi pribadi seseorang dalam hak mengambil dan memutuskan

keputusan. Keputusan yang tepat akan berdampak terhadap perilaku

seseorang sehingga akan meningkatkan status kesehatan seseorang. Tahap

ini termasuk ke dalam faktor internal yaitu hak otonom seseorang dalam

memutuskan sesuatu hal tentang kesehatannya serta faktor lingkungan

eksternal.

5. Action Situation ( Tindakan)

Tindakan atau perilaku yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak.

Tahap ini dimana seseorang sudah melakukan perubahan perilaku yang

sehat sehingga tujuan tercapai.


49

Uraian di atas dapat dirumuskan sebagai berikut :

B = f(BI, SS, AL, PA, AS)

Keterangan :

B = Behavior

f = fungsi

BI = Behaviour Intention

SS = Sosial Support

AI = Accessebility of Information

PA = Personal Autonomy

AS = Action Situation

Perilaku kesehatan menurut Teori Snehandu B.Kar ditentukan oleh niat

seseorang terhadap objek kesehatan, ada tidaknya dukungan dari masyarakat

sekitarnya, ada atau tidaknya informasi tentang kesehatan, kebebasan individu

untuk mengambil keputusan untuk bertindak, dan situasi yang memungkinkan

untuk berperilaku/bertindak atau tidak.


50

2.5 Kerangka Teori Penelitian

Program Edukasi Terstruktur InGDEP

Pengetahuan
Sikap Perilaku manajemen diri
Tindakan
(PERKENI,2015)

Teori Kar :
- Diet
1. Keinginan/ niat
- Aktivitas fisik
2. Dukungan social
3. Ketersediaan - Pengobatan
informasi
kesehatan
4. Kemampuan
mengambil
keputusan
5. Tindakan

Skema 2.5.1 Kerangka Teori Penelitian

{ Sumber : Kar, 1984 ; Martz, 2018) }


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis metode penelitian kualitatif dengan

pendekatan grounded theory, yaitu suatu pendekatan yang menggunakan

suatu set prosedur yang sistematis dalam mengembangkan teori tentang

fenomena secara induktif. Tujuan pendekatan ini adalah untuk

mengembangkan suatu teori dasar. Pengembangan teori yang dihasilkan

kemudian menjelaskan fenomena penelitian (Ligita et al., 2019).

Berdasarkan uraian diatas maka penelitian ini menggunakan metode kualitatif

dengan pendekatan grounded theory yang bertujuan untuk memahami secara

mendalam dan membuktikan teori dasar atau konsep yang berkaitan dengan

manajemen diri pasien DM tipe 2 pasca program edukasi terstruktur InGDEP

di Puskesmas Lubuk Buaya Padang.

3.2 Partisipan

Partisipan pada penelitian ini adalah pasien rawat jalan dengan DM tipe 2

yang telah mendapatkan edukasi terstruktur InGDEP di wilayah Puskesmas

Lubuk Buaya Padang pada bulan Januari 2019 – bulan Maret 2019. Pemilihan

sampel pada penelitian ini diawali dengan pengambilan sampel secara

purposive sampling yaitu cara menyeleksi individu (key informan) yang

memilikiinfomasi

51
52

yang banyak tentang fenomena yang akan diteliti sesuai dengan tujuan

penelitian (Afiyanti & Rachmawati, 2014). Setelah itu peneliti melanjutkan

dengan menggunakan tehnik sampling teoritis (theoretical sampling) dimana

peneliti memutuskan sampel atau sumber data berikutnya sesuai dengan

munculnya konsep atau teori yang ditemukan dari data yang diperoleh.

Tehnik pengambilan sampel secara teoritis (theoretical sampling) merupakan

elemen penting pendekatan grounded theory dan komponen tunggal yang

penting dalam mengembangkan teori dasar.

Menurut Cresswell (2013) penggunaan sampel teoritis diperlukan dalam

pendekatan kualitatif pada studi grounded theory. Pada tehnik ini besaran

sampel teoritis ditentukan oleh saturasi data penelitian, dimana peneliti akan

menghentikan pengumpulan data ketika kategori data telah jenuh. Menurut

Susilo dkk (2015) prinsip sampling dasar dalam penelitian kualitatif adalah

saturasi data yaitu sampling sampai pada titik kejenuhan, maksudnya dimana

tidak ada informasi baru lagi yang didapatkan dan pengulangan data telah

tercapai. Titik jenuh data juga diartikan sebagai data yang didapatkan melalui

hasil wawancara mendalam pada partisipan telah memiliki kesamaan hasil

makna pada topik tertentu dan apabila ditambah sampel baru tidak akan

memberikan informasi baru. Menurut Afriyanti (2014), penentuan partisipan

dapat ditentukan berdasarkan karakteristik tertentu, masalah penelitian dan

kecocokan terhadap konteks.


53

Kriteria partisipan dalam penelitian ini adalah :

1. Pasien yang telah mendapatkan pendidikan edukasi terstuktur

InGDEP tentang penyakit DM pada bulan Januari 2019 – Maret

2019 selama 3 bulan. Pasien pasca edukasi ini dikelompokkan

pada 3 kelompok berdasarkan nilai laboratorium HbA1C pre dan

post edukasi yaitu :

- Normal – normal (tetap)

- Normal – tinggi

- Tinggi - normal

2. Pasien rawat jalan di Puskesmas Lubuk Buaya Padang

3. Bersedia sebagai partisipan

4. Dapat berkomunikasi dengan baik

5. Tidak mengalami keluhan pusing dan lemah

Untuk triangulasi sumber data digunakan petugas kesehatan yang mampu

berpartisipasi dalam pemberian informasi tentang pengobatan, diet dan

kondisi pasien saat kontrol di Puskesmas Lubuk Buaya Padang. Petugas

kesehatan yang terlibat yaitu dokter umum, perawat pemegang program

prolanis, dan petugas gizi. Setelah menentukan kriteria, peneliti mencari

informasi dari perawat pemegang program prolanis untuk melakukan calon

partisipan yang memenuhi criteria.

Partisipan adalah pihak yang memberikan informasi dan mengungkapkan

pengalaman yang dimilikinya dengan sukarela dan tanpa unsur paksaan

(Susilo, Kusumaningsih, Aima, & Hutajulu, 2015). Jika calon partisipan


54

memenuhi kriteria dan bersedia menjadi partisipan maka peneliti dapat

melakukan pendekatan yang lebih intensif serta dapat membina hubungan

saling percaya diri antara partisipan dan peneliti. Setelah terbina hubungan

saling percaya diri, peneliti dapat membuat kontrak waktu dan tempat

wawancara.

3.3 Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di rumah partisipan yang telah terpilih yang

berada di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Buaya Padang.

3.4 Waktu Penelitian

Penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan pada bulan September 2019

sampai bulan Maret 2020

3.5 Etika Penelitian

Menurut Miller et.al (2005) dalam Afiyanti & Rachmawati ( 2014), prinsip-

prinsip pemenuhan hak dalam pertimbangan etik dalam penelitian kualitatif

yaitu :

1. Prinsip menghargai harkat dan martabat partisipan

Peneliti menerapkan prinsip ini untuk memenuhi hak-hak partisipan.

Partisipan memiliki hak otonomi dalam menentukan keputusan secara

sukarela tanpa paksaan. Peneliti berkewajiban dalam menjaga kerahasiaan

berbagai informasi yang diberikan partisipan. Semua dokumen dan hasil

rekaman diberi kode dan disimpan di file khusus dengan kode partisipan

yang sama. Partisipan juga memiliki hak untuk dihargai dan memiliki
55

kebebasan dalam memberikan informasi yang bersifat rahasia dan

personal.

2. Prinsip memperhatikan kesejahteraan partisipan

Penerapan prinsip ini dengan memperhatikan kemanfaatan dan

kesejahteraan partisipan. Peneliti berkewajiban dalam menjelaskan secara

lengkap tentang kegiatan, tujuan, manfaat yang diperoleh serta

kemungkinan risiko minimal yang dialami partisipan.

3. Prinsip keadilan (Justice) untuk semua partisipan

Penerapan prinsip ini bahwa semua partisipan memiliki hak yang sama

untuk dipilih atau berkontribusi dalam penelitian. Semua partisipan

mendapat perlakuan yang sama dan tidak dibeda-bedakan dalam

penelitian.

4. Persetujuan setelah mendapat penjelasan (Informed Consent)

Prinsip dalam persetujuan setelah penjelasan (PSP) yaitu setiap partisipan

wajib memperoleh informasi yang jelas tentang tujuan,manfaat, metode,

keuntungan dan potensi risiko dari penelitian termasuk hak untuk tidak

tidak berpartisipasi atau mengundurkan diri. Ada dua tahapan dalam PSP

yaitu memberi penjelasan yang berkaitan dengan proses penelitian dan

memperoleh pernyataan persetujuan dari prtisipan untuk mengikuti proses

penelitian.

3.6 Alat Pengumpul Data

Pada penelitian ini instrumen utama dalam mengumpulkan data adalah

peneliti sendiri. Tehnik pengumpulan data yang biasa digunakan adalah


56

wawancara mendalam, observasi partisipan dan dokumen. Alat bantu yang

digunakan pada pengumpulan data adalah pedoman wawancara, voice

recorder, dan catatan lapangan. Pedoman wawancara disusun berdasarkan

tinjauan pustaka dan pertanyaan disusun sedemikian rupa dengan pertanyaan

terbuka agar pertanyaan yang diajukan sesuai dengan tujuan penelitian. Voice

recorder digunakan untuk merekam hasil wawancara antara peneliti dan

partisipan sehingga dapat memudahkan peneliti dalam proses pengumpulan

data serta dapat memperhatikan respon nonverbal dan keadaan lingkungan

partisipan selama kegiatan wawancara berlangsung.

Catatan lapangan dalam penelitian digunakan untuk mencatat data tambahan

yang dianggap penting peneliti meliputi respon nonverbal dalam kegiatan

wawancara berlangsung, keadaan lingkungan sekitar dan informasi tambahan

lainnya. Menurut Spradley (1980) dalam Speziale & Carpenter (2003),

kegiatan observasi partisipan dalam penelitian ini secara umum berdasarkan

sembilan dimensi utama situasi social, yaitu ruang (gambaran rumah tempat

wawancara), obyek (benda apa yang ada disekitar tempat wawancara),

aktifitas (kegiatan atau kebiasaan apa saja yang partisipan lakukan sehari-

hari), actor (peneliti, partisipan, anggota keluarga lainnya), waktu, tujuan, dan

perasaan yang ditunjukkan selama proses penelitian berlangsung.

3.7 Metode dan Prosedur Pengumpulan Data

Setelah memperoleh izin dari Kepala Dinas Kesehatan Kota Padang, peneliti

meminta izin kepada Kepala Puskesmas Lubuk Buaya Padang untuk

melakukan studi pendahuluan guna mendapatkan data awal penelitian.


57

Peneliti menemui perawat pemegang program prolanis dan meminta data

pasien DM yang mengikuti pendidikan terstruktur InGDEP di Puskesmas

Lubuk Buaya. Peneliti mengelompokkan pasien DM berdasarkan

karakteristik dan nilai HbA1C pasca edukasi. Peneliti melakukan uji coba

wawancara pada pasien DM tipe 2 dengan menggunakan pedoman

wawancara dan mendapatkan calon partisipan sesuai kriteria.

Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data dengan wawancara

mendalam semi berstruktur, observasi partisipan, dokumen dan studi literatur

sebagai sumber data. Menemui calon partisipan dan melakukan kontrak

secara lisan wawancara dengan waktu dan tempat yang telah disepakati.

Dimana partisipan adalah pasien dengan DM yang telah mendapatkan

pendidikan edukasi terstuktur. Peneliti datang ke tempat tinggal partisipan

untuk memperoleh persetujuan tertulis dan melakukan wawancara.

Wawancara ini dilakukan untuk menggali bagaimana manajemen diri pasien

DM tipe 2 pasca edukasi terstuktur InGDEP. Pada wawancara ini dimulai

dengan isu yang terdapat dalam pedoman wawancara. Pertanyaan-pertanyaan

yang diajukan sudah diujicobakan kepada seorang pasien DM tipe 2 sebelum

digunakan pada penelitian ini. Hal ini bertujuan untuk dapat

menyempurnakan pertanyaan, bahasa, pemahaman, ketajaman dan alur

pertanyaan.
58

Pedoman wawancara ini menggunakan pertanyaan terbuka, tidak kaku

dimana pertanyaan ini mengalir dan berkembang sesuai dengan jawaban

partisipan dan dapat fleksibel dengan urutan pertanyaan. Bilamana partisipan

mengalami kesulitan dalam menjawab pertanyaan, maka peneliti dapat

melakukan modifikasi pertanyaan sehingga dapat mudah dipahami. Hal ini

bertujuan dapat menghemat waktu pada saat wawancara berlangsung.

Melakukan wawancara mendalam dengan menggunakan wawancara semi

terstruktur, dimana peneliti telah menyiapkan panduan pertanyaan sebagai

acuan. Selanjutnya dilakukan wawancara lanjutan yang bertujuan untuk

mengklarifikasi informasi yang kurang jelas sebelumnya, membuat

perbaikan, koreksi jika ada ketidaksesuaian dan memverifikasi informasi

data yang diperoleh saat wawancara pertama. Proses ini berlanjut sampai

kategori-kategori hasil tersaturasi.

Data demografi partisipan diambil sebelum memulai wawancara. Data ini

menggambarkan gambaran singkat partisipan. Tempat dan waktu disesuai

dengan kesepakatan antara partisipan dan peneliti. Wawancara dilakukan

selama 45-60 menit. Hasil wawancara direkam pada alat tape recorder ditulis

secara verbatim dalam bentuk transkrip wawancara. Kemudian peneliti juga

melakukan validasi melalui sumber data yang lain yaitu petugas kesehatan

yang terdiri dari dokter umum prolanis, perawat pemegang program prolanis

dan petugas gizi.


59

Observasi partisipan juga dilakukan peneliti. Peneliti memberikan buku

harian tentang pengaturan diet, aktivitas fisik dan pengobatan yang dilakukan

pasien DM sehari-hari dan meminta pasien mengisinya sesuai dengan format

selama 7 hari. Setelah itu peneliti melakukan observasi melalui recall ulang

dan verifikasi tentang manajemen diri yang terkait dengan pengaturan diet,

aktivitas fisik dan pengobatan. Hal ini berguna untuk menggambarkan

manajemen diri pada pasien DM pasca edukasi terstruktur InGDEP.

Hal yang dilakukan peneliti adalah mengobservasi orang-orang, aktivitas-

aktivitas dan aspek fisik lingkungan yang terkait. Kegiatan observasi ini

ditulis dalam catatan lapangan (field notes). Catatan lapangan berisikan

gambaran situasi pada saat wawancara berlangsung meliputi deskripsi

tanggal, waktu, suasana lingkungan, ekspresi wajah, perilaku, dan respon non

verbal partisipan dan interaksi social dengan anggota keluarga lainnya.

Catatan lapangan ini berguna untuk melengkapi data hasil wawancara.

Studi dokumen dilakukan untuk memperoleh data dari dokumen terkait

seperti karakteristik pasien DM tipe 2 di wilayah tersebut, data laboratorium

dan rekam medis partisipan. Peneliti juga menganalisa dokumen-dokumen

terkait ini untuk membandingkan tema-tema dan hasil teori yang terbentuk

dengan tinjauan pustaka dan hasil penelitian sebelumnya.

Proses selanjutnya penyimpanan data setelah proses wawancara selesai, data

yang didapatkan melalui tape recorder dan catatan lapangan disimpan dan
60

disusun transkrip hasil wawancara dan melakukan konsultasi dengan

pembimbing.

3.8 Analisa Data

Proses analisa data pada penelitin grounded theory dilakuakan secara

simultan dengan proses pengumpulan data. Data yang diperoleh dari hasil

wawancara, observasi, catatan lapangan, dan studi dokumentasi (literature)

ditulis dalam bentuk transkrip data. Transkrip data ini selanjutnya dianalisa

dengan menggunakan koding. Koding adalah cara penyusunan data yang

sistematis dan lengkap sehingga mendapatkan gambaran fenomena yang akan

diteliti.

Tujuan akhir pada penelitian grounded theory adalah untuk menghasilkan

variable inti (core variable ) sebagai pengembangan teori dasar. Menurut

Streubert & Carpenter (2011) ada 2 tahapan proses yang penting dilakukan

peneliti untuk mendapatkan variable inti yaitu (1) tahap pembentukan konsep

dan (2) tahap pengembangan konsep. Data diberi kode secara manual

menggunakan open coding, axial coding dan selective coding.

Pada tahap open coding, peneliti mengidentifikasi pernyataan –pernyataan

partisipan dan hasil observasi, lalu data-datanya dipilih dan disusun

menghasilkan banyak label data dan diberi kode-kode yang dikelompokkan

sesuai karakteristik yang sama untuk tujuan pengembangan konsep-konsep


61

sementara yang dikelompokkan menjadi satu kategori. Kategori - kategori

membentuk seperangkat kategori ini dapat menggambarkan realitas sosial.

Pada tahap axial coding, peneliti mengidentifikasi hubungan antara kategori

dengan sub-sub kategori berdasarkan kondisi/factor penyebab, strategi khusus

(aksi/interaksi yang dihasilakan fenomena), konteks (latar belakang), kondisi

intervensi (kondisi yang berdampak pada fenomena), dan konsekuensi/hasil.

Pada tahap selective coding, peneliti menyeleksi hasil hubungan kategori inti

dengan kategori-kategori lainnya sehingga dapat menghsilkan kategori-

kategori utama yang akan menjadi dasar konsep teori yang dikembangkan.

Pada tahap pengembangan konsep dilakukan proses koding teoritis dan

menuliskan memo (memoing). Koding teoritis ini adalah proses merubah

kategori yang masih dalam bentuk deksriptif menjadi skema analitik. Dalam

proses ini ada 3 tahap yaitu analisa dilakukan dengan mengurangi jumlah

kategori atau tema –tema utama yang dihasilkan. Tema-tema tersebut

dibandingkan satusama lainnya dan kemudian diidentifikasi hubungan antar

tema sehingga menjadi konsep yang memiliki sifat abstraksi dari suatu teori.

Selanjutnya peneliti membandingkan dengan literature-literatur dan

membandingkan dengan konsep-konsep utama. Memoing dilakukan dengan

menulis cerita tentang inti dari fenomena yang ditemukan dari hasil penelitian

yang dihasilkan yang selanjutnya hasil nya dikonseptualisasi secara analitik.


62

Observasi/Catatan
Wawancara Lapangan Dokumen Literatur
Mendalam

Analisa Data

Pembentukan Konsep :

Level 1 : Pengkodean /Pelabelan (Open Koding)

Level 2 : Kategorisasi (Axial Koding)

Level 3 : Identifikasi proses sosio psikologis dasar (Selective Koding)

Pengembangan Konsep :

Reduction Sampling

Selective samplingof the literature

Selective sampling of the data

Variabel Inti/ Core Category

Grounded Theory

Gambar 3.8.1. Skema Proses pengembangan Grounded theory (diadopsi dari :

Straubert & Carpenter, 2011)

( Sumber : Afiyanti & Rachmawati, 2014)


63

3.9 Keabsahan Data

Keabsahan data adalah salah satu bagian penting dalam menentukan kualitas

data dari keseluruhan hasil penelitian. Ada empat istilah yang pada umumnya

digunakan yaitu :

1. Credibility (Kepercayaan )

Kredibilitas data adalah ketepatan dan keakurasian data yang dapat

menjelaskan nilai kebenaran dari data yang dihasilkan. kebenaran temuan

penelitian - penelitian. Peneliti kualitatif dapat menggunakan triangulasi

untuk menunjukkan bahwa temuan penelitian penelitian itu kredibel

dengan cara melakukan wawancara sekaligus observasi partisipan

2.Transferability

Transferability adalah bagaimana peneliti kualitatif menunjukkan bahwa

temuan penelitian dapat diaplikasikan dan dialihkan pada keadaan atau

konteks lain.

13. Konfirmabilityl

Konfirmabilitas merupakan kesediaan peneliti untuk mengungkap secara

terbuka proses dan elemen-elemen penelitiannya dan merefleksikan hasil

temuan dapat focus dari pertanyaan penelitian serta tidak mengandung

bias. Peneliti dapat menginterpretasikan, mengimplikasikan, dan

menyimpulkan konfirmabilitas hasil temuanntya melalui audit trial dan

menggunakan tehnik pengambilan sampel yang ideal dengan cara

memaksimalkan variasi sampelnya (Cresswell, 2013).


64

14. Dependability

Cara yang dapat dilakukan peneliti dalam memperoleh hasil penelitian

atau data yang konsisten dengan melakukan analisa yang terstruktur

sehingga dapatj menginterpretasikan hasil penelitian yang benar sehingga

pembaca dapat membuat kesimpulan yang sama. Penelitian kualitatif ini

poses auditing seluruh hasil penelitian ini membutuhkan orang luar dalam

hal ini dilaksanakan bersama-sama dengan pembimbing tesis. menetapkan

ketergantungan, penulis yang membutuhkan orang luar untuk meninjau

dan memeriksa proses penelitian dan analisis data untuk memastikan

bahwa temuan tersebut konsisten dan dapat diulang (Afiyanti &

Rachmawati, 2014).
DAFTAR PUSTAKA

Afiyanti, Y., & Rachmawati, I. N. (2014). Metodologi Penelitian Kualitatif dalam


Riset Keperawatan (1st ed.). Jakarta: Rajawali Pers.
American Diabetes Association (ADA). (2017). Standars of Medical Care in
Diabetes.
Ansari, R. M., Hosseinzadeh, H., Harris, M., & Zwar, N. (2018). Self-
management experiences among middle-aged population of rural area of
Pakistan with type 2 diabetes : A qualitative analysis. Clinical Epidemiology
and Global Health, (April), 0–1. https://doi.org/10.1016/j.cegh.2018.04.003
Bardsley, J. K., & Resnick, H. E. (2017). Diabetes Mellitus , Epidemiology.
International Encyclopedia of Public Health, Second Edition (Second Edi,
Vol. 2). USA: Elsevier. https://doi.org/10.1016/B978-0-12-803678-5.00109-
0
Carolan, M., Holman, J., & Ferrari, M. (2014). Experiences of Diabetes Self-
Management : A Focus Group Study Among Australians with Type 2
Diabetes. Journal of Clinical NUrsing, 1–13.
https://doi.org/10.1111/jocn.12724
Cresswell, J. W. (2013). Qualitative Inquiry & Research Design : Choosing
Among Five Approaches. Thousand Oaks: Sage Publication Ltd.
Decroli, E. (2019). Diabetes Melitus Tipe 2 (Pertama). Padang: Pusat Penerbitan
Bagian Ilmu Penyakit Dalam. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
Fahra, R. U., Widayati, N., Sutawardana, J. H., Studi, P., Keperawatan, I., &
Jember, U. (2017). Hubungan Peran Perawat sebagai Edukator dengan
Perawatan Diri Pasien Diabetes Melitus tipe 2 di Poli Penyakit Dalam
Rumah Sakit Bina Sehat Jember. NurseLine Journal, 2(1), 61–72.
Gagliardino, J. J., Chantelot, J., Domenger, C., Kaddaha, G., Mbanya, J. C., &
Shestakova, M. (2018). Impact of diabetes education and self-management
on the quality of care for people with type 1 diabetes mellitus in the Middle
East (The International Diabetes Mellitus Practices Study, IDMPS). Diabetes
Research and Clinical Practice.
https://doi.org/10.1016/j.diabres.2018.09.008
Ghoreishi, M., Vahedian-shahroodi, M., & Jafari, A. (2019). Diabetes &
Metabolic Syndrome : Clinical Research & Reviews Self-care behaviors in
patients with type 2 diabetes : Education intervention base on social
cognitive theory. Diabetes & Metabolic Syndrome: Clinical Research &
Reviews, 13(3), 2049–2056. https://doi.org/10.1016/j.dsx.2019.04.045
IDF. (2017). IDF Diabetes Atlas Eighth edition 2017 (eighth edi).
Indelicato, D. ., Dauriz, M., Santi, L., Bonora, F., Negri, C., Cacciatori, V., …
Bonora, E. (2017). Psychological distress, Self-Efficacy and Glycemic
Control in Type 2 Diabetes. Nutrition, Metabolism and Cardiovascular
Diseases. https://doi.org/10.1016/j.numecd.2017.01.006
Indriani, S., & Amalia, I. N. (2019). Hubungan Antara Self Care Dengan Insidensi
Neuropathy perifer Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 RSUD Cibabat
Cimahi 2018. Jurnal Ilmu Kesehatan Bhakti Husada, 10(1), 54–67.
Irwan. (2017). Etika dan Perilaku Kesehatan (I). Yogyakarta: CV. Absolute
media.
Isnaini, N. (2018). Faktor risiko mempengaruhi kejadian Diabetes mellitus tipe
dua Risk factors was affects of diabetes mellitus type 2, 14(1), 59–68.
Januar, A., Putra, P., Widayati, N., & Sutawardana, J. H. (2017). Hubungan
Diabetes Distress dengan Perilaku Perawatan Diri pada Penyandang Diabetes
Melitus Tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Rambipuji Kabupaten Jember
( Correlation between Diabetes Distress and Self- care Behaviour in People
with Type 2 Diabetes Mellitus in the area of Public Health Center of
Rambipuji Jember ), 5(1), 185–192.
Kar, S. B. (1984). Psychosocial Environment: A Health Promotion Model.
Applied Research and Evaluation, 4(4). https://doi.org/10.2190/5N5Y-
A1XU-7TN0-9E89
Kemenkes RI. (2018). Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). Jakarta.
Kurnia, A. D., Amatayakul, A., & Karuncharernpanit, S. (2017). Predictors of
Diabetes Self-Management Among Type 2 Diabetics in Indonesia :
Application Theory of the Health Promotion Model. International Journal of
Nursing Sciences, 4–9. https://doi.org/10.1016/j.ijnss.2017.06.010
Kusnanto, Sundari, P. M., Asmoro, C. P., & Arifin, H. (2019). Hubungan Tingkat
Pengetahuan dan Diabetes Self Management dengan Tingkat Stress Pasien
Diabetes Melitus yang Menjalani Diet. Jurnal Keperawatan Indonesia,
22(September 2018), 31–42. https://doi.org/10.7454/jki.v22i1.780
Ligita, T., Nurjannah, I., Wicking, K., & Harvey, N. (2019). Sebuah Storyline
Mengenai Proses Bagaimana Penderita Diabetes di Indonesia Mempelajari
Mengenai Penyakitnya. Indonesian Journal of Nursing Practices, 3(1), 9–21.
Ligita, T., Wicking, K., Francis, K., Harvey, N., & Nurjannah, I. (2019a). How
People Living with Diabetes in Indonesia Learn about Their Disease : A
grounded Theory Study, 1–19.
Ligita, T., Wicking, K., Francis, K., Harvey, N., & Nurjannah, I. (2019b). How
People Living With Diabetes in Indonesia Learn About Their Disease: A
Grounded Theory Study, 1–19. https://doi.org/PLOS ONE |
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0212019 February 22, 2019
Lin, K., Park, C., Li, M., Wang, X., Li, X., Li, W., & Quinn, L. (2017a). Effects
of Depression, Diabetes Distress, Self-efficacy, and Self-management on
Glycemic Control among Chinese Population with Type 2 Diabetes Mellitus.
Diabetes Research and Clinical Practice.
https://doi.org/10.1016/j.diabres.2017.03.013
Lin, K., Park, C., Li, M., Wang, X., Li, X., Li, W., & Quinn, L. (2017b). Effects
of depression , diabetes distress , diabetes self-efficacy , and diabetes self-
management on glycemic control among Chinese population with type 2
diabetes mellitus. Diabetes Research and Clinical Practice, 131(38), 179–
186. https://doi.org/10.1016/j.diabres.2017.03.013
Malini, H. (2017). Modul Pelatihan Penerapan Edukasi Diabetes (Indonesian
Grup-Based Diabetes Education Programme).
Malini, H., Copnell, B., & Moss, C. (2017). Considerations in adopting a
culturally relevant diabetes health education programme : An Indonesian
example. Collegian, 8. https://doi.org/10.1016/j.colegn.2015.11.002
Malini, H., Yeni, F., & Saputri, D. E. (2018). The Effect of InGDEP on Type 2
Diabetes Patients’ Knowledge and Self-Care Hema. Padjadjaran Nursing
Journal, 6(3), 235–242. https://doi.org/10.24198/jkp
Martz, E. (2018). Promoting Self-Management of ChronicHealth Conditions :
Theories and Practice. New York: Oxford University Press.
Notoatmodjo, S. (2012). Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta:
Rineka Cipta.
PERKENI. (2015). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus
Tipe 2 di Indonesia. Jakarta.
Puskesmas Lubuk Buaya. (2018). Laporan Tahunan Puskesmas Lubuk Buaya
Tahun 2018.
Rahmadhanie, A. K. (2018). Program Pengelolaan Penyakit Kronis ( Prolanis )
oleh Dokter Keluarga sebagai Penanganan Hipertensi dan Diabetes Mellitus
Tipe 2.
Rahmi, H. (2019). Pengaruh Indonesian Group-Based Diabetes Education
Programmed (InGDEP) dan Dukungan Keluarga Terhadap Pengetahuan,
Self-Care Activity dan Diabetes Distress pada Pasien Diabetes Melitus Tipe
2 di Puskesmas Kota Padang Tahun 2019.
Ramadhan, N., Marissa, N., Fitria, E., Wilya, V., Penelitian, B., Aceh, B., … No,
D. (2018). Pengendalian Diabetes Melitus Tipe 2 pada Pasien di Puskesmas
Jayabaru Kota Banda Aceh. Media Litbangkes, 28(4), 239–246.
Reyes, J., Tripp-reimer, T., Parker, E., Muller, B., & Laroche, H. (2017). Factors
Influencing Diabetes Self-Management Among Medically Underserved
Patients With Type II Diabetes. Global Qualitative Nursing Research, 4, 1–
13. https://doi.org/10.1177/2333393617713097
Ridwan, A., Barri, P., & Nizami, N. H. (2018). Efektivitas Diabetes Self
Management Education Melalui SMS Terhadap Pengetahuan Penderita
Diabetes Mellitus : A Pilot Study. Idea Nursing Journal, IX(1), 65–71.
Rn, D. S., Rn, L. D. B., Gucciardi, E., Rn, B. M., & Bnsc, G. M. (2018). Self-
Management Education and Support. Canadian Journal of Diabetes, 42, 36–
41.
Sabil, F. A., Kadar, K. S., & Sjattar, E. L. (2019). Faktor – Faktor Pendukung Self
Care Management Diabetes Melitus Tipe 2 : A Literature Review, 10, 48–57.
https://doi.org/P- ISSN: 2086-3071, E-ISSN: 2443-0900 Volume 10, Nomor
1, Januari 2019 Versi
Sassen, B. (2018). Nursing : Health Education and Improving Patient Self-
Management. Utrecht The Netherlands: Springer International Publishing.
Schinckus, L., Dangoisse, F., Broucke, S. Van Den, & Mikolajczak, M. (2018).
When Knowing is not enough : Emotional Distress and Depression Reduce
the Positive Effects of Health Literacy on Diabetes. Patient Education and
Counseling, 101(2), 324–330. https://doi.org/10.1016/j.pec.2017.08.006
Schulman-green, D., Jaser, S., Martin, F., Alonzo, A., Grey, M., Mccorkle, R., …
Whittemore, R. (2012). Processes of Self-Management in Chronic Illness,
136–144. https://doi.org/10.1111/j.1547-5069.2012.01444.x
Siwi, D., Putri, R., Yudianto, K., & Kurniawan, T. (2013). Perilaku Self-
Management Pasien Diabetes Melitus ( DM ), 1, 30–38.
Sudirman, A. A. (2017). Diabetes Mellitus , Diabetes Self Management Education
( DSME ), and Self Care Diabetik.
Susilo, W. H., Kusumaningsih, C. K., Aima, M. H., & Hutajulu, J. (2015). Riset
Kualitatif dan Aplikasi Penelitian Ilmu Keperawatan : Analisis Data dengan
Pendekatan Fenomenologi, Colaizzi dan Perangkat Lunak N Vivo (Cetakan
Pe). Jakarta: CV. Trans Info Media.
Thojampa, S. (2019). Knowledge and Self-Care Management of The Uncontrolled
Diabetes Patients. International Journal of Africa Nursing Sciences, 10, 1–5.
https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.ijans.2018.11.002
WHO. (2016). World Health Organization. Geneva.
Yuanita, A., & Susanto, T. (2014). Pengaruh Diabetes Self Management
Education ( DSME ) terhadap Resiko Terjadinya Ulkus Diabetik pada Pasien
Rawat Jalan dengan Diabetes Mellitus ( DM ) Tipe 2 di RSD dr . Soebandi
Jember to The Risk of Diabetic Ulcers on Type 2 Diabetes Mellitus ( DM )
Out. E-Jurnal Pustaka Kesehatan, 2(1), 119–124.
Lampiran 1

PENJELASAN PENELITIAN

Saya yang bertandatangan dibawah ini :

Nama : RICCA ANDRIANI


No BP : 1821312024
Judul penelitian : Studi Grounded Teori : Manajemen Diri Pasien DM Tipe
2 Pasca Edukasi Terstruktur (InGDEP) di Puskesmas Lubuk
Padang

Status : Mahasiswa Program Magister Keperawatan Universitas

Andalas Kekhususan Keperawatan Medikal Bedah

Saya akan menjelaskan beberapa hal yang terkait dengan penelitian yang akan
saya lakukan :

1. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran dan konsep


tentang manajemen diri pasien DM tipe 2 pasca edukasi terstruktur InGDEP
2. Manfaat penelitian ini adalah meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan
khususnya peran perawat sebagai educator dan motivator dalam pemberian
informasi kesehatan yang lebih efektif sehingga dapat meningkatkan perilaku
sehat
3. Partisipan dalam penelitian ini adalah pasien dengan DM tipe 2 yang telah
mendapatkan edukasi terstruktur InGDEP di Puskesmas Lubuk Buaya Padang
4. Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan wawancara
mendalam selama 45-60 menit. Tempat wawancara dilakukan di rumah
partisipan.
5. Peneliti menggunakan alat bantu berupa voice recorder, catatan lapangan
untuk membantu pengumpulan data
6. Penelitian ini tidak akan merugikan partisipan dan keluarganya
7. Semua catatan dan data yang berhubungan dengan penelitian ini akan
disimpan dan dijaga kerahasiaannya. Penulisan nama partisipan mengunakan
kode.
8. Partisipan secara sukarela memberikan informasi dan berhak untuk
mengajukan keberatan pada penelitian ini jika terdapat hal-hal yang tidak
berkenan.

Padang, Juli 2019

(Peneliti)
Lampiran 2

SURAT PERNYATAAN MENJADI PARTISIPAN

(Informed Consent)

Saya yang bertandatangan di bawah ini bersedia menjadi partisipan setelah

diberi penjelasan dalam penelitian yang dilakukan oleh peneliti yaitu :

Nama : RICCA ANDRIANI

No BP : 1821312024

Judul penelitian : Studi Grounded Teori : Manajemen Diri Pasien DM Tipe

2 Pasca Edukasi Terstruktur (InGDEP) di Puskesmas Lubuk

Padang

Demikian surat persetujuan ini saya tandatangani tanpa adanya paksaaan

dari pihak manapun. Saya menyadari bahwa penelitian ini tidak akan merugikan

saya sebagai responden, oleh sebab itu saya bersedia menjadi responden.

Padang, Juli 2019

Partisipan

(………………….)
Lampiran 3

DATA DEMOGRAFI

Nama / Initial :

Umur :

Pekerjaan :

Agama :

Pendidikan terakhir :

Suku :

Pendapatan /bulan :
Lampiran 4

PEDOMAN WAWANCARA

1. Apa yang alasan atau memotivasi Bapak/Ibu untuk mengikuti program


edukasi terstruktur InGDEP?

2. Ceritakan apa tujuan Bapak/Ibu mengikuti kegiatan pendidikan terstruktur


InGDEP?

3. Kegiatan apa saja yang ibu lakukan setelah mengikuti program edukasi
InGDEP?

Perilaku manajemen diri : (kegiatan yang sulit dan mudah dilakukan, apa
alasannya dilakukan)

- Diet
- Aktivitas fisik
- Pengobatan
4. Pengalaman apa yang Bapak /Ibu dapatkan setelah mengikuti program
edukasi InGDEP?

5. Apakah Bapak /Ibu mendapatkan dukungan sosial dalam melakukan


manajemen diri ( diet, aktivitas fisik dan pengobatan)?
- Dukungan social darimana (suami/istri, anak, teman,
masyarakat)
- Apa bentuk dukungan yang diberikan?
- Bentuk dukungan seperti apa yang Bapak/Ibu harapkan?

6. Coba ceritakan informasi apa saja yang Bapak / Ibu dapatkan dari kegiatan
tersebut? Darimana lagi informasi yang ibu dapatkan tentang manajemen
diri ( Koran, TV, petugas kesehatan di puskesmas, internet, teman,
keluarga?
7. Bagaimana menurut pendapat Bapak/Ibu petugas kesehatan dalam
memberikan informasi kesehatan yang dibutuhkan ?
- Dokter umum, spesialis, perawat, gizi, petugas kesehatan lainnya
- Kualitas perawatan
- Sikap petugas kesehatan

8. Kesulitan apa yang dialami dalam melakukan manajemen diri pasca


program edukasi InGDEP?

Terimakasih Bapak/Ibu atas waktu dan kerjasamanya untuk wawancara ini .


Pedoman Wawancara

untuk petugas kesehatan ( dokter, perawat pemegang program prolanis, petugas


gizi) terkait tentang kepatuhan pasien DM

1. Bagaimana dengan kepatuhan pasien DM yang telah mendapatkan


pendidikan terstruktur InGDEP ?
- Pengelolaan diet
- Aktivitas fisik
- pengobatan
2. Faktor apa yang mempermudah pasien dalam melakukan manajemen diri?
3. Faktor apa yang menghambat kepatuhan pasien DM?
4. Informasi apa yang diberikan tentang penatalaksanan DM terkait diet,
aktivitas fisik dan pengobatan?
5. Keluhan apa yang sering ditanyakan pasien DM?
Lampiran 5

Lembar Observasi Partisipan

BUKU HARIAN

Nama :
Tempat /Tanggal Lahir (umur) :
Tinggi badan/ Berat Badan :
Alamat :

1. Pengaturan Diet Pasien Diabetes Melitus


Hari :
Tanggal :

Makan /Snack Jumlah Makanan Jenis Makanan Jadwal makanan


Sarapan Pagi

Snack Pagi

Makan Siang

Snack Siang

Makan Malam

Snack malam

2. Pemantauan Aktivitas /Olahraga Pasien Diabetes Melitus

Hari/Tanggal Jenis Jam Lama Keterangan


Olahraga Pelaksanaan Pelaksanaan
3. Pemantauan Obat Pasien Diabetes Melitus

Hari /Tanggal Nama Obat Dosis Keterangan

Lampiran 6

LEMBAR DOKUMEN

Nama :

Umur :

Alamat :

No.MR :

Diagnosa :

Hasil Laboratorium :

- Nilai GDS :
- Nilai GDP :

- Nilai GD 2 jpp:

- Nilai HbA1C :

Catatan penting lainnya :


Lampiran 7

JADWAL PENELITIAN

No Kegiatan Tahun 2019 Tahun 2020


. Ap Mei Ju Juli Agus Sep Okt No De Ja Fe Mare Apri Me Juni
ril ni t t v s n b t l i
1 Pembuatan
Proposal
2 Pra Kolokium
3 Kolokium
4 Perbaikan
Proposal
5 Pengumpulan
Data
6 Pengolahan Data
7 Penulisan Tesis
8 Ujian Hasil
9 Kompre
Lampiran 8

RIWAYAT HIDUP

Nama : RICCA ANDRIANI

Tempat/tanggal lahir : Padang/ 22 Oktober 1982

Agama : Islam

Alamat : Komplek Mutiara Putih Blok S no 13 Kelurahan Batang

Kabung Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang, Sumatera

Barat

PENDIDIKAN

1. SD Pertiwi 2 Kota Padang, lulus tahun 1991

2. SMPN 1 Kota Padang, lulus tahun 1997

3. SMUN 1 Kota Padang, lulus tahun 2000

4. S1 Keperawatan + Ners, lulus tahun 2005

PERKERJAAN

1. RS Internasional Bintaro Jakarta Selatan , tahun 2006 - 2007

2. Allianz Insurance Jakarta, tahun 2007

3. RS Jantung Harapan Kita Jakarta , tahun 2007 – 2008

4. RSUD Jayapura Papua , tahun 2009 – 2016

5. RSUD Provinsi NTB Mataram, tahun 2016 - sekarang

Anda mungkin juga menyukai