Anda di halaman 1dari 21

Analisis Kasus Perawat DS Berdasarkan

Kode Etik Keperawatan dan Undang-Undang

Makalah ini disusun untuk memenuhi Mata Kuliah Etika dan Hukum Kesehatan
Dosen Pembimbing Dr. Enie Novieastari S.Kp., MSN.

Disusun Oleh:
Elfira Rusiana (1506690252)
Faradila Prameswari (1506689875)
Shafa Dwi Andzani (1506690063)
Qonitah Faridah P. (1506728065)
Sofina Izzah (1506758323)
Tasya Fitriana (1506734260)

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM SARJANA
UNIVERSITAS INDONESIA
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan


rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah pada Mata Kuliah Etika dan Hukum Kesehatan yang
berjudul “Analisis Kasus Perawat DS Berdasarkan Kode Etik Keperawatan dan
Undang-Undang” dengan lancar dan tepat pada waktunya. Makalah ini disusun
sebagai hasil diskusi home group.
Tim penulis makalah ini turut mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr.
Enie Novieastari S.Kp., MSN. selaku pembimbing kami dalam penyelesaian
makalah ini. Penulis menyadari makalah ini masih perlu pembenahan dan
perbaikan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
untuk pengembangan makalah ini. Tim penulis berharap semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi pembaca.
.

Depok, 10 Mei 2016

Home Group Profesi Keperawatan

ii
Daftar Isi

Kata Pengantar ........................................................................................................ ii


Daftar Isi……………………………………………………………………...…..iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .......................................................................................... 4
1.2. Perumusan Masalah .................................................................................. 4
1.3. Tujuan ....................................................................................................... 4
1.4. Metode Penulisan ..................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Kasus…………………………………………………………………….6
2.2. Analisis Kasus dan Kaitannya dengan UU No. 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan ................................................................................................ 6
2.3. Analisis Kasus dan Kaitannya dengan UU No. 36 Tahun 2014 tentang
Tenaga Kesehatan .................................................................................... 9
2.4. Analisis Kasus dan Kaitannya dengan UU No. 38 Tahun 2014 tentang
Keperawatan ........................................................................................... 15
2.5. Analisis Kasus dan Kaitannya dengan Kode Etik Keperawatan ............ 18
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan…………………………………………………………….20
3.2. Saran...……………………………………………………………….20
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………21

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kasus ini berawal dari Perawat DS yang membantu Ny. FD dalam
persalinannya. Alhasil, Ny. FD meninggal dunia disebabkan oleh perdarahan
serius pada perineumnya. Tindakannya tersebut dianggap melanggar UU No. 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan. Dalam UU itu, seorang perawat dibatasi
tindakannya dalam menolong pasien. Padahal dalam kenyataannya, Perawat DS
terpaksa melakukan tindakan tersebut karena keluarga Ny. FD menolak untuk
dirujuk ke rumah sakit dan juga telah dimulainya proses-proses persalinan. Bila
pertolongan pertama tidak segera diberikan, maka nyawa bayi yang dikandung
Ny. FD akan terancam.

1.2. Perumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah
ini yaitu:
1. Apakah UU Kesehatan sudah efektif?
2. Bagaimana Kebijakan Kesehatan di Indonesia?
3. Apa kelebihan dan kekurangan UU Kesehatan?
4. Apa kelebihan dan kekurangan UU Keperawatan?

1.3. Tujuan
Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah menjelaskan hal-hal
penting terkait etika dan hukum kesehatan mengenai kasus ini.

1.4. Metode Penulisan


Metode penulisan yang penulis gunakan adalah penelitian literatur.
Sistematika penulisan yang penulis gunakan terdiri dari tiga bab, yaitu bab satu
pendahuluan berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan,
metode penulisan, dan sistematika penulisan. Pada bab dua, penulis menjelaskan
konsep sistem, sistem klien dan tingkat pelayanan kesehatan dan peran

4
keperawatan dalam sistem pelayanan kesehatan terkait kasus perawat DS. Bab
tiga berisi penutup yang terdiri dari simpulan dan saran.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Kasus
Pertolongan persalinan oleh Perawat DS.

Seorang perawat menjadi tersangka oleh pihak berwajib setelah menolong


seorang perempuan berinisial Ny. FD yang akan melahirkan. Kasus ini bermula
pada tanggal 12 Januari 2016 di praktik klinik perawat DS. Saat itu perawat DS
diminta bantuan oleh suami Ny. FD untuk menolong istrinya yang akan
melahirkan dan perawat DS menyetujui akan membantu persalinan tersebut.
Kemudian perawat DS melakukan pemeriksaan fisik Leopold, yaitu melakukan
perabaan pada bagian perut Ny. FD untuk mengetahui perkembangan dan
pertumbuhan kondisi janin yang dikandungnya . Hasil pemeriksaan Perawat DS
menemukan bahwa taksiran berat badan bayi cukup besar dan diperkirakan lebih
dari 4.5 kg sehingga perawat DS menganjurkan untuk merujuk atau dirujuk ke
rumah sakit, namun suami Ny. FD menolak dan tetap minta ditolong oleh perawat
DS.

Menurut Perawat DS, Ny. FD harus segera ditolong karena proses persalinan
sudah dimulai, maka dilakukan pertolongan persalinan, namun pada saat akan
mengeluarkan kepala, terjadi macet di jalan lahir keluar dan terjadi robekan di
seputar perineum Ny. FD yang menyebabkan terjadi perdarahan hebat yang
menyebabkan Ny. FD meninggal dunia. Keluarga Ny. FD menuntut pertanggung
jawaban perawat DS dan melaporkan kasus yang dialami keluarga Ny FD kepada
pihak berwajib.

2.2. Analisis Kasus dan Kaitannya dengan UU No. 36 Tahun 2009


tentang Kesehatan
Kasus Perawat DS sangat rumit dan dilematik. Di lain sisi dia ingin
membantu orang dalam keadaan gawat darurat, namun ternyata dia menjadi
tersangka kasus pembunuhan terhadap pasiennya. Berdasarkan analisis kasus, jika

6
dikaitkan dengan Undang-UndangRepublik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan, maka perawat DS dinyatakan melanggar hukum menurut :
BAB VI
UPAYA KESEHATAN
Bagian Kedua
Pelayanan Kesehatan
Paragraf Kesatu
Pemberian Pelayanan
Pasal 53
(1) Pelayanan kesehatan perseorangan ditujukan untuk menyembuhkan penyakit
dan memulihkan kesehatanperseorangan dan keluarga.
(3) Pelaksanaan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
mendahulukanpertolongan keselamatan nyawa pasien dibanding kepentingan
lainnya.
Perawat DS melanggar pasal 53 karena dia menyebabkan pasien FD
kehilangan nyawa saat persalinan. Perawat DS dapat dilaporkan oleh pihak
keluarga pasien FD berdasarkan pasal 58, sehingga dalam kasus ini, perawat DS
bisa dinyatakan melanggar etika hukum:
BAB VI
UPAYA KESEHATAN
Bagian Kedua
Pelayanan Kesehatan
Paragraf Kedua
Perlindungan Pasien
Bagian Kedua
Pasal 58
(1) Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan,
dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat
kesalahanatau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya.
(2) Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi
tenaga kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan
kecacatan seseorang dalam keadaan darurat.

7
(3) Ketentuan mengenai tata cara pengajuan tuntutan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Seharusnya perawat DS tetap merujuk pasien tersebut ke rumah sakit
terdekat setelah mengetahui hasil dari pemeriksaan leopoldnya. Jika perawat DS
tetap melakukan persalinan tersebut di kliniknya sedangkan dia juga mengetahui
bahwa pasien FD kesulitan melahirkan secara normal, maka perawat DS
dinyatakan melanggar pengendalian pemulihan kesehatan dan keselamatan ibu.
Hal ini didukung oleh :
BAB VI
UPAYA KESEHATAN
Bagian Kedua
Pelayanan Kesehatan
Paragraf Kedua
Perlindungan Pasien
Bagian Kelima
Pasal 63
(2) Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dilakukan dengan
pengendalian, pengobatan, dan/atau perawatan.
BAB VII
KESEHATAN IBU, BAYI, ANAK,
REMAJA, LANJUT USIA, DAN PENYANDANG CACAT
Bagian Kesatu
Kesehatan ibu, bayi, dan anak
Pasal 126
(1) Upaya kesehatan ibu harus ditujukan untuk menjaga kesehatan ibu sehingga
mampu melahirkan generasi yang sehat dan berkualitas serta mengurangi angka
kematian ibu.
(2) Upaya kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi upaya
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
Namun, perawat DS dapat dinyatakan tidak bersalah karena menolong
pasien dalam keadaan gawat darurat. Hal ini sesuai dengan Bab XX Ketentuan
Pidana Pasal 190 yang berbunyi:

8
(1) Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang
melakukan praktik atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang dengan
sengaja tidak memberikan pertolongan pertama terhadap pasien yang dalam
keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) atau Pasal
85 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda
paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
terjadinya kecacatan atau kematian, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan
dan/atau tenaga kesehatan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).

2.3. Analisis Kasus dan Kaitannya dengan UU No. 36 Tahun 2014 tetang
Tenaga Kesehatan
Profesi

Profesi adalah suatu pekerjaan yang ditujukan untuk kepentingan


masyarakat dan bukan untuk kepentingan golongan atau kelompok tertentu.
Profesi sangat mementingkan kesejahteraan orang lain, dalam konteks bahasan ini
konsumen sebagai penerima jasa pelayanan keperawatan professional. Menurut
Webster, profesi adalah pekerjaan yang memerlukan pendidikan yang lama dan
menyangkut keterampilan intelektual.

Karakteristik Profesi

Gary dan Pratt (1991), Kiozer Erb dan Wilkinson (1995) mengemukakan
karakteristik professional sebagai berikut :

a) Konsep misi yang terbuka terhadap perubahan


b) Penguasaan dan penggunaan pengetahuan teoritis
c) Kemampuan menyelesaikan masalah
d) Pengembangan diri secara berkesinambungan
e) Pendidikan formal

9
f) Sistem pengesahan terhadap kompetensi
g) Penguatan secara legal terhadap standar professional
h) Praktik berdasarkan etik
i) Hukum terhadap malpraktik
j) Penerimaan dan pelayanan pada masyarakat
k) Perbedaan peran antara pekerja professional dengan pekerjaan lain dan
membolehkan praktik yang otonom.

Menurut Lindberg, Hunter dan Kruszewski (1993), Leddy dan


Pepper(1993) serta Berger dan Williams (1992), keperawatan sebagai
suatu profesi memiliki karakteristik sebagai berikut :

a) Kelompok pengetahuan yang melandasi keterampilan untuk


menyelesaikan masalah dalam tatanan praktik keperawatan.
b) Seseorang yang memiliki kemampuan memberikan pelayanan yang unik
kepada masyarakat.
c) Melalui pendidikan yang memenuhi standar dan diselenggarakan di
perguruantinggi atau universitas.
d) Memiliki pengendalian terhadap standar praktik.
e) Bertanggung jawab dan bertanggung gugat terhadap tindakan
yangdilakukan.

Tanggung gugat disini mengandung aspek legal terhadap kelompok


sejawat, atasan dan konsumen. Konsep tangung gugat mempunyai dua implikasi
yaitu bertanggung jawab terhadap konsekuensi dari tindakan yang dilakukan dan
juga menerima tanggung jawab dengan tidak melakukan tindakan pada situasi
tertentu.

f) Karir seumur hidup


g) Fungsi mandiri.

Perawat memiliki kewenangan penuh melakukan asuhan keperawatan


walaupun kegiatan kolaborasi dengan profesi lain kadang kala dilakukan dimana
itu semua didasarkan kepada kebutuhan klien bukan sebagai ekstensi intervensi
profesi lain.

10
Jika dilihat dari kasus tersebut secara tidak langsung menyatakan bahwa
perawat harus bertanggung jawab atas kematian Ny. FD. Padahal, sesungguhnya
kematian seseorang tidak ada yang tahu pasti kapan, dimana dan pada kondisi
seperti apa sehingga terkadang tidak ada yang bisa menyalahkan siapa terhadap
siapa. Dari situlah Perawat DS mendapatkan situasi dilema moral dimana
disamping ia harus melaksanakan tanggung jawabnya menolong pasien, ia juga
harus menerima resiko terjadinya kelalaian atas tindakannya yang dapat
membawanya ke pengadilan.

Menurut Undang-Undang No. 36 tahun 2014 tentang tenaga kesehatan :

Sesuai atau
Pasal Bunyi Alasan
melanggar
Pertimbangan Bahwa Sesuai Perawat DS
nomor c penyelenggaraan menyanggupi
upaya kesehatan proses persalinan
harus dilakukan oleh abnormal demi
tenaga kesehatan kepentingan terbaik
yang bertanggung pasien
jawab, memiliki etik
dan moral yang
tinggi, keahlian, dan
kewenangan secara
terus menerus. Dan
harus ditingkatkan
mutunya melalui
pendidikan dan
pelatihan
berkelanjutan,
sertifikasi, registrasi,
perizinan, serta
pembinaan,
pengawasan, dan

11
pemantauan agar
penyelenggaraan
upaya kesehatan
memenuhi rasa
keadilan dan
perikemanusiaan
serta sesuai dengan
perkembangan ilmu
pengetahuan dan
teknologi kesehatan.

Pasal 83 ayat 2 Pemerintah Perawat DS telah


menjamin melakukan
perlindungan hukum tindakan persalinan
bagi setiap orang sesuai dengan
sebagaimana kewenangan,
dimaksud pada ayat prosedur dan
(1) sesuai dengan kompetensinya.
kemampuan yang
dimiliki.

Pasal 1 ayat 5 Kompetensi adalah Sesuai


kemampuan yang
dimiliki seorang
Tenaga Kesehatan
berdasarkan ilmu
pengetahuan,
keterampilan, dan
sikap profesional
untuk dapat
menjalankan praktik.
Pasal 26 ayat 1 Tenaga kesehatan

12
yang telah
ditempatkan di
Fasilitas Pelayanan
Kesehatan wajib
melaksanakan tugas
sesuai dengan
kompetensi dan
kewenangannya
Pasal 58 ayat 1 a. Memperoleh Sesuai Perawat DS
tentang kewajiban persetujuan dari mensetujui
tenaga kesehatan penerima kemauan keluarga
pelayanan atas tindakan yang
kesehatan atau akan diberikan
keluarga atas namun tidak
tindakan yang disertai
diberikan pendokumentasian.
d. Membuat dan Melanggar Ia juga telah
menyimpan merujuk pasien ke
catatan dan/atau tenaga kesehatan
dokumen tentang lain yang lebih
pemeriksaan, berkompeten
asuhan, dan namun keluarga
tindakan yang menolaknya.
dilakukan
e. Merujuk Sesuai
Penerima
Pelayanan
Kesehatan ke
Tenaga
Kesehatan lain
yang mempunyai
kompetensi dan

13
kewenangan
yang sesuai
Pasal 59 ayat 1 Tenaga kesehatan Sesuai Perawat DS
yang menjalankan setidaknya telah
praktik pada berusaha
Fasilitas Pelayanan memberikan
Kesehatan wajib pertolongan
memberikan pertama untuk
pertolongan pertama menyelamatkan
kepada Penerima nyawa Ny. FH dari
Pelayanan kegawatdaruratan.
Kesehatan dalam
keadaan gawat
darurat dan/atau
pada bencana untuk
penyelamatan nyawa
dan pencegahan
kecacatan.

Selain itu, pada pasal 2 diterangkan bahwa tenaga kesehatan berasaskan


kepada perikemanusiaan, manfaat, pemerataan, etika dan profesionalitas,
penghormatan terhadap hak dan kewajiban, keadilan, pengabdian, norma agama,
dan perlindungan.

Menurut kewenangan dan kualifikasinya, pada pasal 1 butir (6) dan pasal
27 juga ditekankan bahwa: “Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang
mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau
keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu
memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.” dan “Tenaga
kesehatan berhak mendapatkan perlindungan hukum dalam menjalankan tugas
profesinya” Sehingga jika perawat melakukan pelayanan kesehatan kepada pasien

14
berbekal kompetensi, perawat berhak mendapat perlindungan hukum dari
pemerintah.

Mengingat pasal 58 ayat 1 UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan yang


berbunyi: “setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga
kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat
kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya.”, dalam
hal ini jika tenaga kesehatan diduga melakukan kelalaian dalam menjalankan
tugas profesinya, terlebih dahulu diselesaikan melalui mediasi.

Sementara itu pada pasal 84 ayat 2 tentang pemberian ketentuan pidana


ditetapkan bahwa “Jika kelalaian berat sebagaimana dimaksud pada ayat 1
mengakibatkan kematian, setiap Tenaga Kesehatan dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun.”.

2.4. Analisis Kasus dan Kaitannya dengan UU. No. 38 Tahun 2014 tentang
Keperawatan
Pasal 30 ayat 1
Dalam menjalankan tugas sebagai pemberi Asuhan Keperawatan di bidang upaya
kesehatan

perorangan, Perawat berwenang:


a. melakukan pengkajian Keperawatan secara holistik;
b. menetapkan diagnosis Keperawatan;
c. merencanakan tindakan Keperawatan;
d. melaksanakan tindakan Keperawatan;
e. mengevaluasi hasil tindakan Keperawatan;
f. melakukan rujukan;
g. memberikan tindakan pada keadaan gawat darurat sesuai dengan kompetensi;
h. memberikan konsultasi Keperawatan dan berkolaborasi dengan dokter;
i, melakukan peny'uluhan kesehatan dan konseling; dan
j. melakukan penatalaksanaan pemberian obat kepada Klien sesuai dengan resep
tenaga medis

15
atau obat bebas dan obat bebas terbatas.

Analisis terhadap UU Nomer 38 tentang Keperawatan tahun 2014, yaitu:


1. DS melakukan pemeriksaan fisik Leopold, yaitu melakukan perabaan pada
bagian perut Ny. FD untuk mengetahui perkembangan dan pertumbuhan
kondisi janin yang dikandungnya.
Sesuai dengan Pasal 30 ayat 1 (point a) melakukan pengkajian Keperawatan
secara holistik;
2. Perawat DS menganjurkan untuk merujuk atau dirujuk ke rumah sakit.
Sesuai dengan Pasal 30 ayat 1 (point f)  melakukan rujukan
3. Menurut Perawat DS, Ny. FD harus segera ditolong karena proses persalinan
sudah dimulai, maka dilakukan pertolongan persalinan, namun pada saat akan
mengeluarkan kepala, terjadi macet di jalan lahir keluar dan terjadi robekan di
seputar perineum Ny. FD yang menyebabkan terjadi perdarahan hebat yang
menyebabkan Ny. FD meninggal dunia.
 Sesuai dengan Pasal 30 ayat 1 (point g) memberikan tindakan pada
keadaan gawat darurat sesuai dengan kompetensi.
 Melanggar Pasal 30 Ayat 1 (point h)  memberikan konsultasi
Keperawatan dan berkolaborasi dengan dokter;
 Sesuai Pasal 33 Ayat 1  Pelaksanaan tugas dalam keadaan
keterbatasan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat 1
huruf f (pelaksana tugas dalam keadaan keterbatasan tertentu)
merupakan penugasan Pemerintah yang dilaksanakan pada keadaan
tidak adanya tenaga medis dan/atau tenaga kefarmasian di suatu
wilayah tempat Perawat bertugas.
 Sesuai Pasal 33 Ayat 4 point b  merujuk pasien sesuai sistem
rujukan; dan
 Sesuai dengan pasal 35
1) Dalam keadaan darurat untuk memberikan pertolongan pertama,
Perawat dapat melakukan tindakan medis dan pemberian obat sesuai
dengan kompetensinya.

16
2) Pertolongan pertama sebagaimana dimaksud pada ayat ( I ) bertujuan
untuk menyelamatkan nyawa Klien dan mencegah kecacatan lebih
lanjut.
3) Keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
keadaan yang mengancam nyawa atau kecacatan Klien.
4) Keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
oleh Perawat sesuai dengan hasil evaluasi berdasarkan keilmuannya.
5) Ketentuan lebih lanjut mengenai keadaan darurat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
4. Melanggar Pasal 37 Perawat dalam melaksanakan praktik keperawatan
berkewajiban:
d. mendokumentasikan asuhan keperawalan sesuai dengan standar
f. melaksanakan tindakan pelimpahan wewenang dari tenaga kesehatan
lain yang sesuai dengan kompetensi Perawat

Berdasarkan hasil analisis terhadap UU Nomor 38 tentang keperawatan,


perawat DS melanggar pasal-pasal yang berkaitan dengan kompetensi yang
dimiliki perawat. Perawat DS mengalami dilema etik terhadap pengambilan
keputusan. Perawat DS seharusnya sadar akan kompetensi yang dimilikinya.
Memang, perawat berkewajiban untuk menolong dalam keadaan darurat, tetapi
dapat pula dilakukan rujukan.
Perawat DS dapat saja mengajukan pembelaan dengan pasal-pasal yang
ada di dalam UUK 2014, yaitu:
5. Pasal 36 Perawat dalam melaksanakan Praktik Keperawalan berhak:
a. memperoleh pelindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai
dengan standar pelayanan, standar profesi, standar prosedur operasional,
dan ketentuan Peraturan Perundangundangan.
d. menolak keinginan Klien atau pihak lain yang bertentangan dengan
kode etik, standar pelayanan, standar profesi, standar prosedur operasional,
atau ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

17
Namun pada kasus perawat DS tidak memberikan informed consent yang
sesuai prosedur. Jika keluarga klien tidak bersedia untuk dirujuk, seharusnya
perawat DS mempunyai dokumen legal yang telah ditandatangani oleh wali
pasien, sebagai bukti bahwa tidakannya disetujui oleh pihak wali.

2.5. Analisis Kasus dan Kaitannya dengan Kode Etik Keperawatan


Profesi-profesi dalam ilmu kesehatan memiliki kode etik masing-masing.
Kode etik dalam keperawatan seperti yang diatur oleh PPNI (Persatuan Perawat
Nasional Indonesia). Kode etik dalam keperawatan digunakan untuk perawat
dalam mengambil tindakan untuk melakukan pelayanan kesehatan. Kode etik
keperawatan yang diatur oleh PPNI yaitu: perawat dan klien, perawat dan praktik,
perawat dan masyarakat, perawat dan teman sejawat serta perawat dan profesi.

Kode etik ini akan menjadi dasar tindakan keperawatan yang akan diambil
oleh perawat. seperti yang dilakukan perawat DS yang mengalami dilema etik dan
hukum atas tindakan yang akan diambilnya. Menurut analisis kode etik perawat
DS melanggar kode etik perawat dan klien pada poin 3 yaitu: tanggung jawab
utama perawat adalah kepada mereka yang membutuhkan asuhan keperawatan.
Perawat DS tidak bertanggungjawab dengan lalai akan tugasnya meskipun niat
awalnya untyk menolong pasien. Namun hal ini mejadi kelalaian yang berakibat
hilangnya nyawa pasien.

Kode etik keperawatan lain yang dilanggar ialah kode etik perawat dan praktik,
yaitu pada poin:

2. Perawat senantiasa memelihara mutu pelayanan keperawatan yang tinggi


disertai kejujuran profesional yang menerapkan pengetahuan serta
keterampilan keperawatan sesuai dengan kebutuhan klien.
3. Perawat dalam membuat keputusan didasarkan pada informasi yang akurat
dan mempertimbangkan kemampuan serta kualifikasi seseorang bila
melakukan konsultasi, menerima delegasi dan memberikan delegasi
kepada orang lain.

18
Kode etik keperawatan pada poin 3 dilanggar perawat DS karena ia tidak
memerhatikan kompetensi yang ia miliki untuk menolong pasien. Kebutuhan
klien saat itu pun tidak sesuai dengan kualifikasi dan kompetensi yang dimiliki
perawat DS. Ssehingga tindakan yang dilakukan oleh perawat DS tidak sebagai
profesional. Pengambilan tidakan yang dilakukan oleh perawat DS juga tidak
dengan informasi yang akurat. Informasi yang tidak akurat dalam pengkajian
perawat DS menyebabkan kelalaian dan menimbulkan dampak buruk yang lebih
besar pada klien atau pasien. Perawat DS juga tidak menolak permintaan
keluarga pasien untuk menangani pasien, padahal kemampuan dan kualifikasi
perawat DS tidak sampai. Padahal perawat DS dapat tidak memaksakan kehendak
keluarga nyonya FD.

19
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Perawat DS menghadapi situasi dilema moral dimana ia harus
melaksanakan tanggung jawabnya menolong pasien namun harus menerima
resiko terjadinya kelalaian atas tindakannya yang dapat membawanya ke
pengadilan. Perawat DS dinilai telah melanggar beberapa pasal dalam UU No.36
Tahun 2009 tentang Kesehatan, UU No.36 Tahun 2009 tentang Tenaga
Kesehatan, dan UU No.38 Tahun 2014 tentang Keperawatan, serta kode etik
keperawatan. Perawat DS tidak dapat mengajukan pembelaan karena ia tidak
melaksanakan informed consent sesuai prosedur.

3.2. Saran
Perawat seharusnya dapat memahami undang-undang yang mengatur
tentang pemberian layanan kesehatan atau asuhan keperawatan serta kode etik
keperawatan yang ada di Indonesia dengan baik. Perawat harus cerdas dan kritis
sehingga dapat menganggulangi masalah yang mungkin akan dihadapi seperti
pada kasus perawat DS. Dengan demikian perawat dapat terlindung dari jeratan
hukum dan pasien mendapat pelayanan yang baik serta tidak mengalami kerugian.

20
Daftar Pustaka

Aiken. 2003. Dasar-dasar Keperawatan Profesional. Jakarta : Widya Medika

Persatuan Perawat Nasional Indonesia. (n.d.). Kode etik keperawatan. Dikutip


Mei 4, 2016, dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia: http://www.inna-
ppni.or.id/index.php/kode-etik

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Tenaga


Kesehatan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan

21

Anda mungkin juga menyukai