Makalah ini disusun untuk memenuhi Mata Kuliah Etika dan Hukum Kesehatan
Dosen Pembimbing Dr. Enie Novieastari S.Kp., MSN.
Disusun Oleh:
Elfira Rusiana (1506690252)
Faradila Prameswari (1506689875)
Shafa Dwi Andzani (1506690063)
Qonitah Faridah P. (1506728065)
Sofina Izzah (1506758323)
Tasya Fitriana (1506734260)
ii
Daftar Isi
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.3. Tujuan
Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah menjelaskan hal-hal
penting terkait etika dan hukum kesehatan mengenai kasus ini.
4
keperawatan dalam sistem pelayanan kesehatan terkait kasus perawat DS. Bab
tiga berisi penutup yang terdiri dari simpulan dan saran.
5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Kasus
Pertolongan persalinan oleh Perawat DS.
Menurut Perawat DS, Ny. FD harus segera ditolong karena proses persalinan
sudah dimulai, maka dilakukan pertolongan persalinan, namun pada saat akan
mengeluarkan kepala, terjadi macet di jalan lahir keluar dan terjadi robekan di
seputar perineum Ny. FD yang menyebabkan terjadi perdarahan hebat yang
menyebabkan Ny. FD meninggal dunia. Keluarga Ny. FD menuntut pertanggung
jawaban perawat DS dan melaporkan kasus yang dialami keluarga Ny FD kepada
pihak berwajib.
6
dikaitkan dengan Undang-UndangRepublik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan, maka perawat DS dinyatakan melanggar hukum menurut :
BAB VI
UPAYA KESEHATAN
Bagian Kedua
Pelayanan Kesehatan
Paragraf Kesatu
Pemberian Pelayanan
Pasal 53
(1) Pelayanan kesehatan perseorangan ditujukan untuk menyembuhkan penyakit
dan memulihkan kesehatanperseorangan dan keluarga.
(3) Pelaksanaan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
mendahulukanpertolongan keselamatan nyawa pasien dibanding kepentingan
lainnya.
Perawat DS melanggar pasal 53 karena dia menyebabkan pasien FD
kehilangan nyawa saat persalinan. Perawat DS dapat dilaporkan oleh pihak
keluarga pasien FD berdasarkan pasal 58, sehingga dalam kasus ini, perawat DS
bisa dinyatakan melanggar etika hukum:
BAB VI
UPAYA KESEHATAN
Bagian Kedua
Pelayanan Kesehatan
Paragraf Kedua
Perlindungan Pasien
Bagian Kedua
Pasal 58
(1) Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan,
dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat
kesalahanatau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya.
(2) Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi
tenaga kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan
kecacatan seseorang dalam keadaan darurat.
7
(3) Ketentuan mengenai tata cara pengajuan tuntutan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Seharusnya perawat DS tetap merujuk pasien tersebut ke rumah sakit
terdekat setelah mengetahui hasil dari pemeriksaan leopoldnya. Jika perawat DS
tetap melakukan persalinan tersebut di kliniknya sedangkan dia juga mengetahui
bahwa pasien FD kesulitan melahirkan secara normal, maka perawat DS
dinyatakan melanggar pengendalian pemulihan kesehatan dan keselamatan ibu.
Hal ini didukung oleh :
BAB VI
UPAYA KESEHATAN
Bagian Kedua
Pelayanan Kesehatan
Paragraf Kedua
Perlindungan Pasien
Bagian Kelima
Pasal 63
(2) Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dilakukan dengan
pengendalian, pengobatan, dan/atau perawatan.
BAB VII
KESEHATAN IBU, BAYI, ANAK,
REMAJA, LANJUT USIA, DAN PENYANDANG CACAT
Bagian Kesatu
Kesehatan ibu, bayi, dan anak
Pasal 126
(1) Upaya kesehatan ibu harus ditujukan untuk menjaga kesehatan ibu sehingga
mampu melahirkan generasi yang sehat dan berkualitas serta mengurangi angka
kematian ibu.
(2) Upaya kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi upaya
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
Namun, perawat DS dapat dinyatakan tidak bersalah karena menolong
pasien dalam keadaan gawat darurat. Hal ini sesuai dengan Bab XX Ketentuan
Pidana Pasal 190 yang berbunyi:
8
(1) Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang
melakukan praktik atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang dengan
sengaja tidak memberikan pertolongan pertama terhadap pasien yang dalam
keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) atau Pasal
85 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda
paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
terjadinya kecacatan atau kematian, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan
dan/atau tenaga kesehatan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).
2.3. Analisis Kasus dan Kaitannya dengan UU No. 36 Tahun 2014 tetang
Tenaga Kesehatan
Profesi
Karakteristik Profesi
Gary dan Pratt (1991), Kiozer Erb dan Wilkinson (1995) mengemukakan
karakteristik professional sebagai berikut :
9
f) Sistem pengesahan terhadap kompetensi
g) Penguatan secara legal terhadap standar professional
h) Praktik berdasarkan etik
i) Hukum terhadap malpraktik
j) Penerimaan dan pelayanan pada masyarakat
k) Perbedaan peran antara pekerja professional dengan pekerjaan lain dan
membolehkan praktik yang otonom.
10
Jika dilihat dari kasus tersebut secara tidak langsung menyatakan bahwa
perawat harus bertanggung jawab atas kematian Ny. FD. Padahal, sesungguhnya
kematian seseorang tidak ada yang tahu pasti kapan, dimana dan pada kondisi
seperti apa sehingga terkadang tidak ada yang bisa menyalahkan siapa terhadap
siapa. Dari situlah Perawat DS mendapatkan situasi dilema moral dimana
disamping ia harus melaksanakan tanggung jawabnya menolong pasien, ia juga
harus menerima resiko terjadinya kelalaian atas tindakannya yang dapat
membawanya ke pengadilan.
Sesuai atau
Pasal Bunyi Alasan
melanggar
Pertimbangan Bahwa Sesuai Perawat DS
nomor c penyelenggaraan menyanggupi
upaya kesehatan proses persalinan
harus dilakukan oleh abnormal demi
tenaga kesehatan kepentingan terbaik
yang bertanggung pasien
jawab, memiliki etik
dan moral yang
tinggi, keahlian, dan
kewenangan secara
terus menerus. Dan
harus ditingkatkan
mutunya melalui
pendidikan dan
pelatihan
berkelanjutan,
sertifikasi, registrasi,
perizinan, serta
pembinaan,
pengawasan, dan
11
pemantauan agar
penyelenggaraan
upaya kesehatan
memenuhi rasa
keadilan dan
perikemanusiaan
serta sesuai dengan
perkembangan ilmu
pengetahuan dan
teknologi kesehatan.
12
yang telah
ditempatkan di
Fasilitas Pelayanan
Kesehatan wajib
melaksanakan tugas
sesuai dengan
kompetensi dan
kewenangannya
Pasal 58 ayat 1 a. Memperoleh Sesuai Perawat DS
tentang kewajiban persetujuan dari mensetujui
tenaga kesehatan penerima kemauan keluarga
pelayanan atas tindakan yang
kesehatan atau akan diberikan
keluarga atas namun tidak
tindakan yang disertai
diberikan pendokumentasian.
d. Membuat dan Melanggar Ia juga telah
menyimpan merujuk pasien ke
catatan dan/atau tenaga kesehatan
dokumen tentang lain yang lebih
pemeriksaan, berkompeten
asuhan, dan namun keluarga
tindakan yang menolaknya.
dilakukan
e. Merujuk Sesuai
Penerima
Pelayanan
Kesehatan ke
Tenaga
Kesehatan lain
yang mempunyai
kompetensi dan
13
kewenangan
yang sesuai
Pasal 59 ayat 1 Tenaga kesehatan Sesuai Perawat DS
yang menjalankan setidaknya telah
praktik pada berusaha
Fasilitas Pelayanan memberikan
Kesehatan wajib pertolongan
memberikan pertama untuk
pertolongan pertama menyelamatkan
kepada Penerima nyawa Ny. FH dari
Pelayanan kegawatdaruratan.
Kesehatan dalam
keadaan gawat
darurat dan/atau
pada bencana untuk
penyelamatan nyawa
dan pencegahan
kecacatan.
Menurut kewenangan dan kualifikasinya, pada pasal 1 butir (6) dan pasal
27 juga ditekankan bahwa: “Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang
mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau
keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu
memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.” dan “Tenaga
kesehatan berhak mendapatkan perlindungan hukum dalam menjalankan tugas
profesinya” Sehingga jika perawat melakukan pelayanan kesehatan kepada pasien
14
berbekal kompetensi, perawat berhak mendapat perlindungan hukum dari
pemerintah.
2.4. Analisis Kasus dan Kaitannya dengan UU. No. 38 Tahun 2014 tentang
Keperawatan
Pasal 30 ayat 1
Dalam menjalankan tugas sebagai pemberi Asuhan Keperawatan di bidang upaya
kesehatan
15
atau obat bebas dan obat bebas terbatas.
16
2) Pertolongan pertama sebagaimana dimaksud pada ayat ( I ) bertujuan
untuk menyelamatkan nyawa Klien dan mencegah kecacatan lebih
lanjut.
3) Keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
keadaan yang mengancam nyawa atau kecacatan Klien.
4) Keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
oleh Perawat sesuai dengan hasil evaluasi berdasarkan keilmuannya.
5) Ketentuan lebih lanjut mengenai keadaan darurat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
4. Melanggar Pasal 37 Perawat dalam melaksanakan praktik keperawatan
berkewajiban:
d. mendokumentasikan asuhan keperawalan sesuai dengan standar
f. melaksanakan tindakan pelimpahan wewenang dari tenaga kesehatan
lain yang sesuai dengan kompetensi Perawat
17
Namun pada kasus perawat DS tidak memberikan informed consent yang
sesuai prosedur. Jika keluarga klien tidak bersedia untuk dirujuk, seharusnya
perawat DS mempunyai dokumen legal yang telah ditandatangani oleh wali
pasien, sebagai bukti bahwa tidakannya disetujui oleh pihak wali.
Kode etik ini akan menjadi dasar tindakan keperawatan yang akan diambil
oleh perawat. seperti yang dilakukan perawat DS yang mengalami dilema etik dan
hukum atas tindakan yang akan diambilnya. Menurut analisis kode etik perawat
DS melanggar kode etik perawat dan klien pada poin 3 yaitu: tanggung jawab
utama perawat adalah kepada mereka yang membutuhkan asuhan keperawatan.
Perawat DS tidak bertanggungjawab dengan lalai akan tugasnya meskipun niat
awalnya untyk menolong pasien. Namun hal ini mejadi kelalaian yang berakibat
hilangnya nyawa pasien.
Kode etik keperawatan lain yang dilanggar ialah kode etik perawat dan praktik,
yaitu pada poin:
18
Kode etik keperawatan pada poin 3 dilanggar perawat DS karena ia tidak
memerhatikan kompetensi yang ia miliki untuk menolong pasien. Kebutuhan
klien saat itu pun tidak sesuai dengan kualifikasi dan kompetensi yang dimiliki
perawat DS. Ssehingga tindakan yang dilakukan oleh perawat DS tidak sebagai
profesional. Pengambilan tidakan yang dilakukan oleh perawat DS juga tidak
dengan informasi yang akurat. Informasi yang tidak akurat dalam pengkajian
perawat DS menyebabkan kelalaian dan menimbulkan dampak buruk yang lebih
besar pada klien atau pasien. Perawat DS juga tidak menolak permintaan
keluarga pasien untuk menangani pasien, padahal kemampuan dan kualifikasi
perawat DS tidak sampai. Padahal perawat DS dapat tidak memaksakan kehendak
keluarga nyonya FD.
19
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Perawat DS menghadapi situasi dilema moral dimana ia harus
melaksanakan tanggung jawabnya menolong pasien namun harus menerima
resiko terjadinya kelalaian atas tindakannya yang dapat membawanya ke
pengadilan. Perawat DS dinilai telah melanggar beberapa pasal dalam UU No.36
Tahun 2009 tentang Kesehatan, UU No.36 Tahun 2009 tentang Tenaga
Kesehatan, dan UU No.38 Tahun 2014 tentang Keperawatan, serta kode etik
keperawatan. Perawat DS tidak dapat mengajukan pembelaan karena ia tidak
melaksanakan informed consent sesuai prosedur.
3.2. Saran
Perawat seharusnya dapat memahami undang-undang yang mengatur
tentang pemberian layanan kesehatan atau asuhan keperawatan serta kode etik
keperawatan yang ada di Indonesia dengan baik. Perawat harus cerdas dan kritis
sehingga dapat menganggulangi masalah yang mungkin akan dihadapi seperti
pada kasus perawat DS. Dengan demikian perawat dapat terlindung dari jeratan
hukum dan pasien mendapat pelayanan yang baik serta tidak mengalami kerugian.
20
Daftar Pustaka
21