Anda di halaman 1dari 207

1

MODUL KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

Di Susun Oleh:
Lovely Aulia Edy P17220171001 Moh. Ilham Cholis
P17220171002
Margareta Laura S P17220171003 Naila Nadirotur R
P17220173019
Wahyu Irfandi P17220173018 Reina Oktavia K
P17220173036
Irawati P17220173006 Wildha Riza R
P17220173020
Ranela Paquita P17220173022 Erica Siswidyanti
P17220173027
Neneng Aprilia P17220173029 Krisna Dwi Akbar
P17220173030
Zumrotul H P17220173035 Eka Aristia
P17220174041
Riris Wahyu P17220174050 Qurotul Aini
P17220174055
Nanda Wahidiana P17220174057 Nur Rodin Faridoh
P17220174064
Ahmad Nabil M P17220174067 M. Adham P
P17220174068
Alwi Rismona P17220174069 Silvina Najani
P17220174075

2
Agnes Dwi I P17220174076 Septian Bagas P
P17220174077
Ma’sum Muslimin P17220174052

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDY D-III KEPERAWATAN LAWANG 2020

3
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya sehingga kami berhasil menyelesaikan modul ini tepat pada waktunya.
Penulisan modul ini dibuat guna melengkapi salah satu nilai dari mata kuliah Keperawatan
Medikal Bedah. Dan hasil penulisan modul ini semoga dapat berguna bagi para pembacanya.

Dalam penyusunan modul ini, kami telah mendapat bantuan moril dan material dari
berbagai pihak, baik itu dalam bentuk bimbingan maupun fasilitas-fasilitas yang kami
butuhkan. Oleh karena itu kami tidak lupa pada kesempatan kali ini ingin mengucapkan
terimakasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang membantu tersusunnya modul ini.

Dalam penulisan ini terdapat banyak keuntungan ataupun ketidaksempurnaan, oleh


sebab itu kritik dan saran sangat kami harapkan, demi perbaikan dimasa yang akan datang.
Akhir kata, kamimengharapkan semoga modul ini dapat bermanfaat dan memenuhi harapan
bagi kami maupun rekan-rekan mahasiswa/mahasiswi lainnya.

Lawang, 9 Januari 2020

DAFTAR ISI

Halaman

4
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... i

DAFTAR ISI ..................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

Deskripsi 1

Capaian Pembelajaran ............................................................................................................ 2

Peserta 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Praktikum I .................................................................................................. 3

2.1.1 Merawat Luka .............................................................................. 3

2.1.2 Memberi Kompres Pada Luka .................................................. 6

2.1.3 Memasang Restrain ..................................................................... 8

2.1.4 Pemberia Obat Sesuai Program Terapi ................................... 10

2.1.5 Satuan Acara Penyuluhan .......................................................... 17

2.2 Praktikum 2 ................................................................................................ 21

2.3 Praktikum 3 ................................................................................................. 43

2.5 Praktikum 5 .................................................................................................. 54

2.5 Gangguan Kebutuhan Rasa Nyaman Akibat Patologis .................... 81

2.6 Praktikum 1 Merawat Luka ...................................................................... 81

2.7 Praktikum 2 Memberi Kompres Pada Luka .......................................... 83

2.8 Praktikum 3 Memasang Restrain ............................................................. 85

2.9 Praktikum 4 Melakukan Test Alergi Hasil Kolaborasi ....................... 87

3.0 Praktikum 5 Prosedur Isolasi .................................................................... 90

3.1 Praktikum 6 Prosedur Proteksi Diri ....................................................... 92

3.2 Praktikum 7 Memberikan Obat Sesuai Program Terapi ..................... 94

3.3 Praktikum 8 Memberikan Pendidikan Kesehatan ............................... 96

3.4 Tindakan Post Operatif ..................................................................116

5
3.5 Asuhan Keperawatan Gangguan Kebutuha Suhu Tubuh…………138

LAMPIRAN .......................................................................................................177

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................198

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 DESKRIPSI

Keperawatan medikal bedah merupakan pelayanan profesional yang didasarkan

Ilmu dan teknik Keperawatan Medikal Bedah berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-

6
spiritual yg komprehensif ditujukan pada orang dewasa dgn atau yg cenderung

mengalami gangguan fisiologi dengan atau tanpa gangguan struktur akibat trauma.

Panduan praktikum KMB ini akan mengajak kepada mahasiswa untuk dapat

memahami tindakan keperawatan sesuai dengan kaidah fisiologi dengan atau tanpa akibat

trauma.

Secara garis besar panduan praktikum kmb ini disusun berdasarkan kebutuhan praktikum

peserta dalam menerapkan ilmu keperawatan. Penyusunan panduan praktikum kmb ini terdiri dari

beberapa kegiatan belajar, sebagai berikut:

a. Praktikum 1 : Perawatan gangguan system integumen

b. Praktikum 2 : Perawatan pada gangguan system penginderaan

c. Praktikum 3 : Perawatan pada gangguan system muskulokeletal

d. Praktikum 4 : Perawatan pada gangguan system imun

e. Praktikum 5 : Asuhan keperawatan pada gangguan pemenuhan kebutuhan

tubuh akibat tindakan operatif

f. Praktikum 6 : Perawatan pada gangguan suhu tubuh akibat patologs berbagai

system tubuh

Program praktikum dirancang setelah pembelajaran dikelas tentang konsep selesai

diberikan. Kegiatan pembelajaran dimulai dari demostrasi, simulasi, diskusi dilanjutkan

dengan praktikum labskill secara kelompok maupun individual, sehingga mahasiswa

dapat memenuhi kompetensi yang sama.

1.2 CAPAIAN PEMBELAJARAN

Setelah mempelajari panduan praktikum Kegawatdaruratan, mahasiswa dapat :

a. Melakukan perawatan gangguan system integumen


b. Melakukan perawatan pada gangguan system penginderaan
c. Melakukan perawatan pada gangguan system muskulokeletal

7
d. Melakukan perawatan pada gangguan system imun
e. Melakukan asuhan keperawatan pada gangguan pemenuhan kebutuhan tubuh
akibat tindakan operatif
f. Melakukan perawatan pada gangguan suhu tubuh akibat patologs berbagai system
tubuh

1.3 PESERTA

Peserta pembelajaran praktikum adalah mahasiswa Tingkat 2 semester 1

BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 PRAKTIKUM 1

TINDAKAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN PEMENUHAN ISTIRAHAT DAN


TIDUR, AMAN DAN NYAMAN

2.1.1 MERAWAT LUKA

8
A. LANDASAN TEORI

A. Pengertian Merawat Luka

Suatu teknik aseptik yang bertujuan membersihkan luka dari debris untuk
mempercepat proses penyembuhan luka.

B. Tujuan

Menjaga luka dari trauma, imobilasi luka, mencegah pendarahan, Mencegah


kontaminasi oleh kuman dan bakteri, Meningkatkan kenyamanan fisik dan psikologi
pasien.
C. Prinsip Merawat Luka
mempertahankan dan menjaga lingkungan luka agar tetap lembab
D. Persiapan Alat
1. Bak instrumen steril
2. Pinset anatomis 2
3. Pinset sirugis
4. Gunting jaringan
5. Klem (jika dibutuhkan)
6. Kapas steril
7. Kassa steril
8. Cucing steril 2
9. Cairan antiseptik
10. Sufratul/tul
11. Hipafix atau plester
12. Cairan NS
13. Alkohol
14. Sampiran
15. Gunting plester
16. Bengkok
17. Pengalas
18. Korentang
19. Cairan desinfektan atau klorin
E. Prosedur Merawat Luka

9
1. Siapkan hipafix atau plester, kapas steril yang telah diberi Ns, dan betadine jika
tidak ada tul
2. Alat-alat didekatkan ke pasien
3. Lakukan cuci tangan dan pakailah sarung tangan bersih
4. Buka balutan dengan menggunakan kapas yang telah disemprot atau diberi alkohol
dan dilepas sesuai arah tumbuhnya rambut (tidak steril)
5. Masukkan pinset yang telah digunakan ke dalam larutan desinfektan atau klorin
6. Ganti dengan handscoon steril
7. Bersihkan luka menggunakan kassa yang telah diberi Ns dari dalam keluar sampai
bersih.
8. Keringkan dengan kassa kering steril dari dalam ke luar
9. Observasi luka apakah ada jahitan, tanda infeksi, ada rembesan ata cairan/eksudat
dan lihat area di sekitar luka
10. Beri tul atau betadine jika tidak ada pada area luka
11. Tutup luka menggunakan kassa steril
12. Masukkan pinset yang telah dipakai ke larutan desinfektan atau klorin
13. Fiksasi atau plester pada area tepi terlebih dahulu (3 plester) atau gunakan hipafix
14. Beritahu pasien tentang hasil observasi luka
15. Rapikan klien dan lingkungannya
16. Bereskan alat-alat dan buang kotoran
17. Lepaskan sarung tangan
18. Cuci tangan

B. TEKNIS PELAKSANAAN

Proses pembelajaran peaktikum yang sedang dipelajari ini, dapat berjalan mudah
apabila mengikuti langkah-langkah sebagai berikut “

1. Mengurus surat izin praktikum kepada pihak laboratorium poltekkes untuk malakukan
praktikum merawatat luka
2. Menemui instruktur praktek yang telah ditunjuk dan silahkan membuat kontrak waktu
untuk praktikum dengan bimbingannya

10
3. Pahami dulu modul satu sampai tiga kali
4. Baca dengan cermat langkah-langkah prosedur yang akan dipraktekkan, jika belum
dimengerti silahkan bertanya pada instruktur sebelum melakukan praktikum di
laboratorium
5. Persiapkan alat dan bahan yang akan dilakukan sesuai dengan prosedur yang tertulis
(jangan sampai tidak ada) atau jika peralatan dapat diganti yang lain, mintalah izin
terlbih dahulu pada kepada istruktur
6. Ikuti dan lakukan langkah-langkah praktikum sesuai dengan petunjuk dalam pedoman
praktikum
7. Tugas mahasiswa :
a. Tuliskan identitas pasien dan diagnosis media sesuai yang ditulis dokter
b. Tuliskan waktu pemeriksaan (hari, tanggal,jam pemeriksaan)
c. Tuliskan hasil pemeriksaan tanda-tanda vital
d. Tulis kegiatan pemeriksaan yang dilakukan :
1) Persiapan pasien
2) Persiapan alat
3) Prosedur tindakan
4) Hasil dan interprestasinya
e. Konsultasikan kegiatan pemeriksaan yang dilakukan

2.1.2 MEMBERI KOMPRES PADA LUKA

A. LANDASAN TEORI

A. Pengertian
Membersihkan luka dan mengompres luka dengan kasa steril yang telah
dicelupkan dalam obat kompres, kemudian ditutup dengan kassa steril yang kering
B. Tujuan
Melaksanakan program obat luka

11
C. Alat dan bahan
1. Persiapan alat
a. 1 set ganti pembalut
b. Obat kompres dalam mangkok steril
c. Kasa steril dan tromol
d. Korentang steril
e. Alcohol 70%, H2O2 3%, Nacl 0.9%
f. Gunting , plaster
g. 2 buah kantong plastik, piala ginjal
h. Bantalan plastik

2. Persiapan pasien
a. Memberitahu dan menjelaskan kepada pasien mengenai tindakan yang akan
dilakukan
b. Menyiapkan lingkungan
c. Mengatur posisi tidur pasien

D. Prosedur
1. Mencuci tangan
2. Piala ginjal didekatkan ketuuh pasien
3. Membuka balutan dengan kapas alkohol
4. Memasukkan balutan kotor kedalam piala ginjal/kantong plastik
5. K/p menekan daerah dekat luka untuk mengeluarkan kotoran
6. Membersihkan luka dengan alkohol H2O2 3% dan bilas dengan NaCl 0.9 %
sekitarnya dibersihkan dengan alkohol 70%
7. Pinset yang telah dipakai dibersihkan dengan alkohol
8. Dengan 2 pinset ambil kompres
9. Meletakkan kasa kompres pada luka sesuai dengan kebutuhan
10. Menutup dengan kasa kering kemudian diberi bantalan kapas dan diplester
11. Merapikan pasien
12. Membereskan alat-alat
13. Membuang kotoran
14. Mencuci tangan
15. Membersihkan mulut

12
16. Melakukan pencatatan

B. TEKNIS PELAKSANAAN

Proses pembelajaran peaktikum yang sedang dipelajari ini, dapat berjalan mudah
apabila mengikuti langkah-langkah sebagai berikut “

8. Mengurus surat izin praktikum kepada pihak laboratorium poltekkes untuk malakukan
praktikum merawatat luka
9. Menemui instruktur praktek yang telah ditunjuk dan silahkan membuat kontrak waktu
untuk praktikum dengan bimbingannya
10. Pahami dulu modul satu sampai tiga kali
11. Baca dengan cermat langkah-langkah prosedur yang akan dipraktekkan, jika belum
dimengerti silahkan bertanya pada instruktur sebelum melakukan praktikum di
laboratorium
12. Persiapkan alat dan bahan yang akan dilakukan sesuai dengan prosedur yang tertulis
(jangan sampai tidak ada) atau jika peralatan dapat diganti yang lain, mintalah izin
terlbih dahulu pada kepada istruktur
13. Ikuti dan lakukan langkah-langkah praktikum sesuai dengan petunjuk dalam pedoman
praktikum
14. Tugas mahasiswa :
f. Tuliskan identitas pasien dan diagnosis media sesuai yang ditulis dokter
g. Tuliskan waktu pemeriksaan (hari, tanggal,jam pemeriksaan)
h. Tuliskan hasil pemeriksaan tanda-tanda vital
i. Tulis kegiatan pemeriksaan yang dilakukan :
5) Persiapan pasien
6) Persiapan alat
7) Prosedur tindakan
8) Hasil dan interprestasinya
j. Konsultasikan kegiatan pemeriksaan yang dilakukan

2.1.3 MEMASANG RESTRAIN


A. LANDASAN TEORI
A. Pengertian

13
Suatu kegiatan yang dilakukan untuk membantu klien dalam proses
istirahat dan tidur
B. Tujuan
Membantu klien dalam proses istirahat-tidur.
C. Indikasi
Klien yang memiliki gangguan istirahat-tidur.
D. Prosedur
1. Siapkan restrain sesuai jenis pengikatan yang akan dilakukan.
2. Jelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai:
a. Tujuan pemasangan restraint.
b. Perawatan yang akan diberikan.
c. Lama pemasangan.
3. Ajukan informed consent/nota persetujuan tindakan kepada pasien/keluarga
sebelum tindakan.
4. Tutup pintu/jendela/tirai antar tempat tidur.
5. Cuci tangan.
6. Atur ekstremitas pasien dalam posisi anatomis.
7. Lindungi bagian tulang yang menonjol menggunakan kapas atau
bantalanlembut lainnya.
8. Lakukan pengikatan pada pergelangan tangan atau kaki, dan pastikan bahwa
ikatan cukup longgar dengan cara menyisipkan 2 jari di sela-sela restrain.
9. Buat ikatan/simpul yang nantinya mudah dilepas oleh perawat (bukan ikatan
mati).
10. Ikatkan ujung restraint pada bagian tempat tidur yang memudahkan pasien
untuk menggerakkan tangan dan kakinya, dan pastikan ikatan tidak dapat
dijangkau pasien.
11. Lepaskan restraint sekurang-kurangnya tiap 2 jam atau sesuai dengan
aturan rumah sakit dan kebutuhan pasien, serta gerak-gerakkan
pergelangan tangan.
12. Selama pengikatan, lakukan hal-hal berikut:
a. Periksa tanda-tanda penurunan sirkulasi atau gangguan integritas kulit.
b. Setelah ikatan dilepas, lakukan latihan pergerakan sendi.
c. Observasi tanda-tanda gangguan sensori, yaitu: tidur yang berlebihan,
cemas, panik, dan halusinasi.

14
13. Cuci tangan dengan prinsip bersih.

B. TEKNIS PELAKSANAAN

Proses pembelajaran peaktikum yang sedang dipelajari ini, dapat berjalan mudah
apabila mengikuti langkah-langkah sebagai berikut “

15. Mengurus surat izin praktikum kepada pihak laboratorium poltekkes untuk malakukan
praktikum merawatat luka
16. Menemui instruktur praktek yang telah ditunjuk dan silahkan membuat kontrak waktu
untuk praktikum dengan bimbingannya
17. Pahami dulu modul satu sampai tiga kali
18. Baca dengan cermat langkah-langkah prosedur yang akan dipraktekkan, jika belum
dimengerti silahkan bertanya pada instruktur sebelum melakukan praktikum di
laboratorium
19. Persiapkan alat dan bahan yang akan dilakukan sesuai dengan prosedur yang tertulis
(jangan sampai tidak ada) atau jika peralatan dapat diganti yang lain, mintalah izin
terlbih dahulu pada kepada istruktur
20. Ikuti dan lakukan langkah-langkah praktikum sesuai dengan petunjuk dalam pedoman
praktikum
21. Tugas mahasiswa :
k. Tuliskan identitas pasien dan diagnosis media sesuai yang ditulis dokter
l. Tuliskan waktu pemeriksaan (hari, tanggal,jam pemeriksaan)
m. Tuliskan hasil pemeriksaan tanda-tanda vital
n. Tulis kegiatan pemeriksaan yang dilakukan :
9) Persiapan pasien
10) Persiapan alat
11) Prosedur tindakan
12) Hasil dan interprestasinya
Konsultasikan kegiatan pemeriksaan yang dilakukan

2.1.4 PEMBERIAN OBAT SESUAI PROGAM TERAPI

2.1.4.1 PEMBERIAN OBAT MELALUI INJEKSI INTAMUSKULAR

15
A. LANDASAN TEORI
A. Pengertian injeksi intramuskular
Pemberian obat dengan cara memasukan obat ke dalam jaringan otot. Lokasi
penyuntikan pada daerah paha (vastus lateralis), ventrogluteal (pasien harus
dalam posisi miring), dorsogluteal (pasien harus telungkup) dan deltoid
(lengan atas). Tujuan pemberian obat melalui intramuskular agar absorpsi obat
lebih cepat oleh karena vaskularitas otot
B. Tujuan
1. Supaya cepat diabsorbsi karena didalam otot terdapat banyak suplay darah
2. Untuk memasuka obat dalam jumlah besar
3. Mencegah atau mengurangi iritasi
C. Indikasi
1. Pasien tidak mungkin diberikan obat secara oral
2. Pasien tidak sadar
3. Tidak ada alergi terhadap Obat
4. Pasien membutuhkan jumlah obat yang besar sehingga tidak memungkinkan
melalui injeksi SC
D. Kontra indikasi
1. Alergi
2. Infeksi
3. Lesi kulit
4. Jaringan parut
5. Benjolan tulang
6. Terdapat saraf besar dibawahnya
E. Prosedur
a. Persiapan Pasien
1. Pastikan identitas klien
2. Kaji kondisi klien
3. Beritahu dan jelaskan pada klien/keluarganya tindakan yang dilakukan
4. Jaga privacy klien
5. Posisi klien
b. Persiapan Alat
1. Sarung tangan 1 pasang
2. Spuit sesuai dengan kebutuhan

16
3. Jarum steril 1 (21-23G dan panjang 1 – 1,5 inci untuk dewasa; 25-27 G dan
panjang 1 inci untuk anak-anak)
4. Bak spuit 1
5. Kapas alkohol dalam kom (secukupnya)
6. Perlak dan pengalas
7. Obat sesuai program terapi
8. Bengkok 1
9. Buku injeksi/daftar obat
c. Persiapan Lingkungan
Menutup sketsel dan menyalakan lampu
d. Pelaksanaan
Tahap Orientasi
1. Berikan salam, pangggil klien dengan namanya
2. Perkenalkan nama dan tanggung jawab perawat
3. Jelaskan tujuan, prosedur dan lamanya tindakan pada klien/keluarga
Tahap Kerja
1. Mengatur posisi pasien
2. Membebaskan / membuka pakaian klien daerah yang akan disuntik
3. Mendesinfeksi permukaan kulit
4. Menusukkan jarum dengan posisi tegak lurus 90° permukaan kulit
5. Melakukan aspirasi
6. Jika tidak ada darah memasukkan obat secara perlahan-lahan
7. Menarik jarum dengan cepat bila obat telah masuk
8. Menekan daerah bekas suntikan dengan kapas alcohol
9. Bantu pasien ke posisi nyaman
10. Mengobservasi pasien
Tahap Terminasi
1. Evaluasi respon klien
2. Berikan reinforcement positif
3. Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
4. Mengakhiri kegiatan dengan baik
e. Dokumentasi
1. Catat tindakan yang telah dilakukan, tanggal dan jam pelaksanaan
2. Catat hasil tindakan (respon subjektif dan objektif) di dalam catatan

17
3. Dokumentasikan tindakan dalam bentuk SOAP

2.1.4.2 PEMBERIAN OBAT MELALUI INTRAKUTAN (IC)


A. LANDASAN TEORI
A. Pengertian Injeksi Intrakutan
Pemberian obat yang dilakukan dengan cara memasukan obat ke dalam
jaringan kulit yang dilakukan untuk tes alergi terhadap obat yang akan
diberikan. Pada umumnya diberikan pada pasien yang akan diberikan obat
antibiotik. Pemberian intrakutan pada dasarnya dibawah kulit atau di bawah dermis/
epidermis. Secara umum pada daerah lengan tnngan dan daerah ventral.
B. Tujuan
1. Digunakan untuk tes tuberkulin atau tes alergi terhadap obat obta tertentu
2. Pemberian vaksinasi
C. Prosedur
a. Persiapan Pasien
1. Pastikan identitas klien
2. Kaji kondisi klien
3. Beritahu dan jelaskan pada klien/keluarganya tindakan yang dilakukan
4. Jaga privacy klien
5. Posisi klien
b. Persiapan Alat
1. Obat dalam tempatnya
2. Sarung tangan
3. Spuit 1cc
4. Kapas alkohol dalam tempatnya
5. Bak injeksi
6. Bengkok
7. Perlak
8. Catatan pemberian obat
c. Persiapan Lingkungan
Menutup sketsel dan menyalakan lampu
d. Pelaksanaan
1. Salam pada pasien
2. Jelaskan prosedur yang akan di lakukan

18
3. Cuci tangan
4. Pakai sarung tangan
5. Bebaskan daerah yang akan di lakukan suntikan
6. Pasang perlak/ pengalas pada bawah daerah yang akan di lakukan injeksi intra
kutan
7. Ambil obat yang akan dilakukan tes alergi. Kemudian larutkan/ encerkan
dengan aquades (cairan pelarut), ambil 0,5CC dan encerkan lagi sampai 1CC,
lalu siapkan pada bak injeksi
8. Desinfektan daerah yang akan dilakukan suntikan dengan kapas alkohol
9. Lakukan penusukan dengan lubang jarum menghadap ke atas membentuk
sudut 15-20° terhadap permukaan kulit
10. Masukan obat hingga terjadi gelembung
11. Tarik spuit dan tidak boleh di lakukan masase
12. Lingkari area penusukan dengan menggunakan ballpoint Tunggu ± 10-15
menit, kemudian catat reaksi yang terjadi
13. Jika terdapat reaksi bintik kemerahan dan pasien merasakan gatal di
sekitar area penusukan, maka pemberian obat tidak boleh di berikan
14. Bantu pasien ke posisi nyaman
15. Lepas sarung tangan
16. Rapikan alat
17. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan
e. Dokumentasi
1. Mencatat tanggal dan waktu pelaksanaan tindakan.
2. Mencatat hasil pengkajian sebelum, selama dan setelah tindakan prosedur.
3. Mencatat hasil observasi klien selama dan setelah tindakan.

2.1.4.3 PEMBERIAN OBAT MELALUI SUBCUTAN (SC)


A. LANDASAN TEORI
A. Pengertian Injeksi subcutan
Pemberian obat secara subcutan adalah memasukan obat kedalam bagian
bawah kulit lokasi yang dianjurkan untuk suntikan ini merupakan lengan bagian atas,
kaki bagian atas dan daerah sekitar pusar.
B. Tujuan

19
Pemberian obatsubcutan ialah untuk memasukan sejumlah toksin atau obat ke
jaringan subkutan di bawah kulit untuk proses di absorbsi.
C. Prosedur
a. Periapan Pasien
1. Pastikan identitas klien
2. Kaji kondisi klien
3. Beritahu dan jelaskan pada klien/keluarganya tindakan yang dilakukan
4. Jaga privacy klien
5. Posisi klien
b. Persiapan alat
1. Bak injeksi steril
2. Kapas alkohol
3. Spuit injeksi 3cc
4. Obat dalam tempatnya
5. Temap sampah (infeksius, sefety box, non infeksius)
6. Sarung tangan
7. Bengkok
8. Catatan pemberian obat
9. Persiapan Lingkungan
c. Persiapan Lingkungan
Menutup sketsel dan menyalakan lampu
d. Pelaksanaan
1. Menjelakan prosedur yang akan di lakukan kepada klien
2. Mencuci tangan
3. Mengatur posisi pasien
4. Memilih area suntikan
5. Memakai sarung tangan
6. Membersikan area penusukan dengan kapas alcohol dengan gerakan sirkuler
7. Dengan jarum menghadap ke atas masukan jarum tepat dibawah kulit dengan
sudut 30-45°
8. Melakukan aspirasi
9. Jika tidak ada darah masukan obat secara perlahan
10. Mencabut jarum sesuai sudut masuknya
11. Usap pelan daerah penusukan dengan kapas alkohol

20
12. Observasi kulit terhadap kemerahan, bengkak, gatal
13. Mengembalikan posisi klien
14. Merapikan alat-alat dan cuci tangan
e. Dokumentasi
1. Mencatat tanggal dan waktu pelaksanaan tindakan.
2. Mencatat hasil pengkajian sebelum, selama dan setelah tindakan prosedur.
3. Mencatat hasil observasi klien selama dan setelah tindakan.

2.1.4.4 PEMBERIAN OBAT MELALUI INTRAVENA (IV)


A. LANDASAN TEORI
A. Pengertian Injeksi Intravena
Pemberian obat yang dilakukan melalui vena, diantaranya vena mediana
kubiti/ sefalika (lengan), vena safena (tungkai), vena jugularis (leher), vena frontalis/
temporalis (kepala). Sedangkanpembuluh darah vena adalah pembuluh darah
yangmenghantarkan darah ke jantung.
B. Tujuan
1. Mendapat reaksi yang lebih cepat, sehingga sering digunakan pada pasien yang
sedang gawat darurat
2. Memasukan obat dalam volume yang lebih besar
3. Menghindari kerusakan jaringan
C. Prosedur
a. Persiapan Pasien
1. Pastikan identitas klien
2. Kaji kondisi klien
3. Beritahu dan jelaskan pada klien/keluarganya tindakan yang dilakukan
4. Jaga privacy klien
5. Posisi klien
b. Persiapan Alat
1. Sarung tangan
2. Buku catatan pemberian obat
3. Kapas alkohol
4. Spuit 2-5ml
5. Bengkok
6. Kassa

21
7. Torniket
8. Perlak pengalas
c. Persiapan Lingkungan
Menutup sketsel dan menyalakan lampu
d. Pelaksanaan
1. Petugas mengatur posisi pasien sesuai tempatpenyuntikan
2. Petugas menyiapkan bahan dan alat
3. Petugas memakai sarung tangan
4. Petugas menyedot obat injeksi ke dalam spuite.
5. Petugas membebaskan daerah yang akandiinjeksi
6. Petugas menentukan tempat penyuntikan dengan benar.
7. Petugas membersihkan kulit dengan kapasalkohol (melingkar dari arah dalam
ke luar)
8. Petugas menggunakan ibu jari dan telunjukuntuk merenggangkan kulit.
9. Petugas menginjeksi menggunakan spuit dengansudut 30° hingga sejajar
dengan pembuluh darah
10. Petugas melakukan aspirasi dan pastikan darahtidak masuk spuitk.
11. Petugas memasukkan obat secara perlahanl.
12. Petugas mencabut jarum dari tempat tusukan.
13. Petugas menekan daerah tusukan dengan kapasdesinfektan
14. Petugas memasukkan spuit ke bak spuit
15. Petugas merapikan alat.
16. Petugas mencuci tangan.
17. Petugas mencatat tindakan dalam status pasien

2.1.5 SATUAN ACARA PENYULUHAN


A. Definisi
Pruritus berasaldari kata Prurire: gatal; rasa gatal; berbagaimacamkeadaan
yang ditandaioleh rasa gatal, mengemukakan pruritus adalahsensasikulit yang
iritatifdanmenimbulkanrangsanganuntukmenggaruk. Berdasarkanduapendapat di atas,
Pruritus adalahsensasikulit yang iritatifdanditandaioleh rasa gatal,
sertamenimbulkanrangsanganuntukmenggaruk. Reseptor rasa gataltidakbermielin,

22
mempunyaiujungsarafmiripsikat (penicillate) yang hanyaditemukanpadakulit,
membranmukosadankornea. Pruritus merupakan salah satu dari sejumlah keluhan
yang paling sering dijumpai pada gangguan dermatologic. (Majalah kedokteran FK
UKI.2012:28 (2).
B. Penyebab
Pruritus dapatdisebabkanolehberbagaimacamgangguan. Secaraumum,
penyebab pruritus dapatdiklasifikasikanmenjadilimagolongan, yaitu:
1. Pruritus local
Pruritus lokaladalah pruritus yang terbataspada area tertentu di tubuh.
Penyebabnyaberagam, BeberapaPenyebab Pruritus Lokal:
A. Kulitkepala : Seborrhoeic dermatitis, kuturambut
B. Punggung : Notalgiaparaesthetica
C. Lengan : Brachioradial pruritus
D. Tangan : Dermatitis tangan,dll
2. Gangguansistemik
BeberapaGangguanSistemikPenyebab Pruritus
A. GangguanginjalsepertiGagalginjalkronik.
B. GangguanhatisepertiObstruksibiliarisintrahepatikaatauekstrahepatika.
C. Endokrin/Metabolikseperti Diabetes, hipertiroidisme, Hipoparatiroidisme, dan
Myxoedema.
D. GangguanpadaDarahDefisiensiseng (anemia), Polycythaemia,
Leukimialimfatik, dan Hodgkin's disease.
3. Gangguanpadakulit
Penyebab pruritus yang berasaldarigangguankulitsangatberagam.
Beberapadiantaranya, yaitu dermatitis kontak, kulitkering, prurigonodularis,
urtikaria, psoriasis, dermatitis atopic, folikulitis, kutu, scabies, miliaria, dan
sunburn.
4. Pajananterhadap factor tertentu
Pajanankulitterhadapbeberapa factor,
baikberasaldariluarmaupundalamdapatmenyebabkan pruritus. Faktor yang
dimaksudadalah allergen ataubentukiritanlainnya, urtikariafisikal,
awuagenicpruritus, serangga, danobat-obatantertentu (topical maupunsistemik;
contoh: opioid, aspirin).
5. Hormonal

23
2% dariwanitahamilmenderita pruritus tanpaadanyagangguan
dermatologic. Pruritus
gravidarumdiinduksiolehestrogendanterkadangterdapathubungandengankolestasis.
Pruritus terutamaterjadipada trimester ketigakehamilan, dimulaipada abdomen
ataubadan, kemudianmenjadigeneralisata. Ada kalanya pruritus
disertaidengananoreksi, nausea, danmuntah. Pruritus
akanmenghilangsetelahpenderitamelahirkan.
Ikteruskolestasistimbulsetelahpenderitamengalami pruritus 2-4 minggu.
Ikterusdan pruritus disebabkanolehkarenaterdapatgaramempedu di dalamkulit.
Selainitu, pruritus jugamenjadigejalaumumterjadi menopause. Setidaknya 50%
orang berumur 70 tahunataulebihmengalami pruritus. Kelainankulit yang
menyebabkan pruritus, seperti scabies, pemphigoidnodularis, atau eczema grade
rendahperludipertimbangkanselaingangguansistemiksepertikolestasisataupungagal
ginjal. Padasebagianbesarkasus pruritus spontan, penyebab pruritus
padalansiaadalahkekeringankulitakibatpenuaankulit. Pruritus
padalansiaberesponbaikterhadappengobatan emollient.
C. Tanda dan Gejala Pruritus
Tanda dan gejala pruritus adalah:
1. Kulit gatal di sekitar area kecil tertentu, misalnya pada lengan atau kaki, atau
seluruh tubuh terasa gatal
2. Kulit memerah
3. Bentol, bintik-bintik, atau kulit melepuh
4. Kulit kering dan pecah-pecah
5. Tekstur kulit kasar atau bersisik
Rasa gatal kadang-kadang berlangsung dalam waktu lama dan bisa intens. Ketika
Anda menggosok atau menggaruk area, kulit bertambah gatal. Dan semakin kulit
gatal, semakin sering Anda menggaruknya. Memutus siklus gatal-garuk bisa
menyulitkan, tapi terus menggaruk dapat merusak kulit atau menyebabkan infeksi.
Beberapa gejala atau tanda lainnya mungkin tidak tercantum di atas. Jika Anda
merasa cemas tentang gejala tersebut, segera konsultasi ke dokter Anda.
D. Dampak
Pruritus secarakhasakanmenyebabkanpasienmenngaruk yang
biasanyadilakukansemakinintensifpadamalamhari. Pruritus
tidakseringdilaporkanpadasaatterjagakarenaperhatianpasienteralihpadaaktifitassehari-

24
hari. Padamalamharidimana ha-hal yang bisamengalihkanperhatianhanyasedikit,
keadaanpriritus yang ringansekalipuntidakmudahdiabaikan.
Efeksekundermencakupekskorisi, kemerahanbagiankulit yang menonjol (bidur),
infeksidanperubahanpigmentasi. Rasa gatal yang
hebatakanmenganggupenampilanpasien.
Bila skabies tidak diobati selama beberapa minggu atau bulan, dapat timbul dermatitis
akibat garukan. Erupsi dapat berbentuk impetigo, ektima, sellulitis, limfangitis, dan
furunkel. Infeksi bakteri pada bayi dan anak kecil yang diserang scabies dapat
menimbulkan komplikasi pada ginjal. Dermatitis iritan dapat timbul karena
penggunaan preparat anti skabies yang berlebihan, baik pada terapi awal ataupun
pemakaian yang terlalu sering.
E. Pengobatan Pruritus
Penatalaksanaan pruritus sangatbergantungpadapenyebab rasa gatalitusendiri.
Sementarapemeriksaanuntukmencaripenyebab pruritus dilakukan,
terdapatbeberapacarauntukmengatasi rasa
gatalsehinggamenimbulkanperasaanlegapadapenderita, yaitu:
Pengobatan topical:
1. Dinginkankulitdengankainbasahatau air hangat
2. Losion calamine. Losioninitidakdapatdigunakanpadakulit yang
keringdanmemilikibatasanwaktudalampemakaiannyakarenamengandung phenols.
3. Losion menthol/camphor yang berfungsiuntukmemberikansensasidingin.
4. Pemakaianemmolient yang teratur, terutamajikakulitkering.
5. Kortikosteroid topical sedanguntukperiodewaktu yang pendek.
6. Antihistamin topical
sebaiknyatidakdigunakankarenadapatmensensitisasikulitdanmenimbulkanalergi
dermatitis kontak.
7. Pengobatandenganmedikasi oral mungkindiperlukan, jika rasa
gatalcukupparahdanmenyebabkantidurterganggu:
8. Aspirin: efektifpada pruritus yang disebabkanoleh mediator kininatau
prostaglandin, tapidapatmemperburuk rasa gatalpadabeberapapasien.
9. Doxepin atau amitriptyline: antidepresantrisiklikdenganantipruritus yang efektif.
Antidepresantetrasiklikdapatmembantu rasa gatal yang lebihparah.
10. Antihistamin: antihistamin yang tidakmengandungpenenangmemilikiantipruritus.
Antihistaminpenenangdapatdigunakankarenaefekpenenangnyatersebut.

25
11. Thalidomide terbuktiampuhmengatasiprurigo nodular danbeberapajenis pruritus
kronik.
Upaya lain yang bergunauntukmenghindari pruritus, diantaranyamencegah factor
pengendap, sepertipakaian yang kasar, terlalupanas, dan yang
menyebabkanvasodilatasijikadapatmenimbulkan rasa gatal (mis. Kafein, alcohol,
makananpedas). Jikakebutuhanuntukmenggaruktidaktertahankan,
makagosokataugaruk area yang bersangkutandengantelapaktangan.
Untukgatalringandenganpenyebab yang
tidakmembahayakansepertikulitkering, dapatdilakukanpenanganansendiriberupa:
1. Mengoleskan pelembab kulit berulang kali sepanjang hari dan segera setelah
mandi.
2. Tidak mandi terlalu sering dengan air berkadar kaporit tinggi..
3. Memasang alat pelembab udara, terutama di ruangan ber-AC.
4. Mengenakan pakaian yang tidak mengiritasi kulit seperti katun dan sutra,
menghindari bahan wol serta bahan sintesis yang tidak menyerap keringat.
5. Menghindari konsumsi kafein, alkohol, rempah-rempah, air panas dan keringat
berlebihan.
6. Menghindari hal-hal yang telah diketahui merupakan penyebab gatal.
7. Menjaga higiene pribadi dan lingkungan.
Mencegah komplikasi akibat garukan dengan jalan memotong kuku dan
menggosok kulit yang gatal menggunakan telapak tangan sebagai ganti
menggaruk. Obat yang dapat dipergunakan antara lain obat oles antigatal (dengan
kandungan mentol, kampor, kalamin dan doxepin HCl) serta obat minum, seperti
doxepin dan antihistamin

26
2.2 PRAKTIKUM 2

TINDAKAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN


AKTIVITAS AKIBAT PATOLOGIS SISTEM PENGINDRAAN

1. Konsep penyakit pada sistem penginderaan

Sistem penginderaan klasifikasi tradisional lima organ indra: penglihatan, penciuman,


rasa, sentuhan, dan pendengaran. kita perlu mendefinisikan apa itu “indera”. Masing-masing
dari 5 indera terdiri dari organ dengan struktur selular khusus yang memiliki reseptor untuk
rangsangan tertentu. Sel-sel ini memiliki link ke sistem saraf dan dengan demikian ke otak.
Penginderaan dilakukan pada tingkat primitif dalam sel dan diintegrasikan ke dalam sensasi
dalam sistem saraf. Penglihatan mungkin indera yang paling maju pada manusia, diikuti oleh
pendengaran. Alat-alat indra dapat mengalami gangguan dan kelainan. Gangguan pada sistem
indra tercantum berikut ini.

 Gangguan yang terjadi pada indra pendengaran tercantum berikut ini.

a. Gangguan pendengaran yang disebabkan karena tersumbatya telinga luar oleh kotoran,
kerusakan pada tulang pendengaran, atau infeksi membran timpani.

b. Gangguan yang berhubungan dengan telinga sebagai organ keseimbangan adalah vertigo.
Vertigo adalah sensasi tubuh berputar. Hal ini dapat terjadi karena radang di telinga
dalam atau melebarnya pembuluh darah (karena oksigen berkurang), sehingga saraf
keseimbangan akan tertekan dan membangkitkan impuls ke otak.

c. Hilangnya pendengaran akibat pencemaran suara. Suara yang keras dapat menyebabkan
kerusakan telinga seperti pecahnya gendang telinga. Akibatnya pendengaran terganggu
bahkan pendengaran dapat hilang.

d. Tuli/kurang tajam pendengaran dibedakan menjadi dua.

1) Tuli konduksi dapat terjadi karena

a) Penyumbatan telinga oleh serumen (minyak telinga)

b) Penebalan/pecahnya membran timpani

c) Pengapuran tulang pendengaran

d) Kekakuan hubungan stapes pada fenstra ovali

2) Tuli saraf dapat disebabkan oleh

a) Kerusakan saraf auditori dan

b) Kerusakan saraf pendengaran

27
 Berikut gangguan pada indra penglihatan:

a. Miopi, merupakan ganggua penglihatan yang disebabkan oleh lensa mata terlalu
cembung, sehingga bayangan benda jatuh di depan retina. Miopi disebut juga rabun jauh.
Untuk menolong penderita miopi, dipakai kacamata lensa cekung (lensa negatif).

b. Hipermetropi, merupakan gangguan penglihatan yang disebabkan lensa mata terlalu


cekung, sehingga bayangan retina jatuh di belakang retina. Untuk menolong penderita
hipermetropi, dipakai kacamata lensa cembung (lensa positif).

c. Presbioipi, merupakan gangguan penglihatan yang disebabkan berkurangnya daya


akomodasi lensa mata. Presbiopi umumnya dialami oleh orang lanjut usia. Untuk
menolong penderita presbiopi, dipakai kacamata lensa rangkap (cembung dan cekung).

d. Astigmatisme, merupakan gangguan penglihatan yang disebabkan oleh kecembungan


permukaan kornea atau permukaan mata yang tidak rata, sehingga sinar sejajar yang
datang tidak difokuskan pada satu titik. Untuk menolong penderita astigmatisme dipakai
kacamata silindris.

e. Katarak, yang gangguan yang disebabkan adanya pengapuran pada lensa mata, sehingga
daya akomodasi dan penglihatan menjadi kabur.

f. Glaukoma, yaitu gangguan yang terjadi karena tekanan cairan di ruang depan lensa
meningkat, sehingga menghambat aliran darah. Akibatnya dapat terjadi kebutaan.

 Berikut gangguan yang terjadi pada indra pengecap.

a. Ageusia, yaitu ketidak mampuan lidah untuk mengecap karena rasa tidak memiliki
reseptor pengecap.

b. Hipogeusia, yaitu menurunnya sensitivitas daya pengecap

c. Disgeusia, yaitu ketidak mampuan mengecap rasa tertentu.

d. Glositis, yaitu radang pada lidah karena pengaruh obat atau keadaan demam.

 berikut gangguan yang terjadi pada indra penciuman

a. Anosmia, yaitu tidak punya reseptor bau, sehingga tidak mampu mendeteksi bau

b. Hiposmia, yaitu menurunnya sensitivitas daya pembau

c. Disomia, yaitu tidak mampu mendeteksi bau tertentu.

d. Sinusitis adalah peradangan pada rongga hidung bagian atas. Gejala sinusitis berupa sakit
kepala, ingus bening, tenggorokan sakit, dan batuk.

28
2. Askep pada pasien dengan gangguan kebutuhan aktifitas akibat patologi sistem
penginderaan

SISTEM PENGLIHATAN

A. Anatomi dan Fisiologi

Mata adalah organ penglihatan. Suatu struktur yang sangat khusus dan kompleks,
menerima dan mengirimkan data ke korteks serebral. Seluruh lobus otak, lobus oksipital,
ditujukan khusus untuk menerjemahkan citra visual. Lebih lanjut lagi, ada tujuh saraf otak
(SO) memiliki hubungan dengan mata: untuk penglihatan (SO II); gerakan mata (SO III, IV,
dan VI): reaksi pupil (SO III); pengangkatan kelopak mata (SO III); dan penutupan kelopak
mata (SO VII). Hubungan batang otak memungkinkan koordinasi gerakan mata.

Bola mata dan struktur yang berhubungan dilindungi dan dilingkupi dalam tulang
berongga bulat dinamakan orbita. Bola mata yang menempati bagian kecil dari orbita,
dilindungi dan dialasi oleh lemak yang terletak dibelakang bola mata. Saraf dan pembuluh
darah yang mensuplai nutrisi dan mentransmisi impuls ke otak juga berada dalam orbita.
Melekat di bagian luar bola mata adalah otot yang terorganisasi baik, dipersarafi oleh SO
III. IV, dan VI. Otot ekstraokuler tersebut bekerja bersama untuk mengkoordinasikan gerakan
mata.

Orbita merupakan rongga berpotensi untuk terkumpulnya cairan, darah, dan udara
karena letak anatomisnya yang dekat dengan sinus dan pembuluh darah. Pendesakan
komponen lain ke lengkungan orbita dapat menyebabkan pergeseran, penekanan, atau
protrusi bola mata dan struktur sekitarnya. Meskipun ada perbedaan individual pada mata tiap
orang, biasanya ukuran dan posisinya mendekati simetris.

a. Struktur Mata Eksternal

Struktur mata eksternal adalah kelopak mata dan bulu mata. Didepan mata ada
kelopak mata, dua buah lipatan muskulofibrosa yang dapat digerakkan dapat dibuka dan
ditutup untuk melindungi dan meratakan air mata kepermukaan bola mata dan mengontrol
banyaknya sinar yang masuk. Kelopak mata tersusun oleh kulit tanpa lemak subkutis. Pada
orang yang sangat putih, mikrovaskularitas ektensif dapat terlihat sebagai warna kebiruan.
Kelopak mata sangat elastis dan mudah diregangkan, seperti terlihat pada trauma tumpul dan
edema orbita. Batas kelopak mata berakhir pada plat tarsal, terletak pada batas kelopak. Batas
ini mengandung banyak kelenjar kecil, duktus, batang rambut, dan bulu mata.

Hubungan antara kelopak mata atas dan bawah dinamakan kantus. Pada bagian luar,
kantus lateral terletak di aspek temporal lateral mata. Bagian dalam, kantus medial
mengandung puncta, suatu muara yang memungkinkan air mata mengalir ke bagian atas
sistem lakrimal. Rongga elips antara kelopak mata terbuka dinamakan fisura palpebra. Sisi
bawah kelopak mata dilapisi oleh konjungtiva palpebra, suatu membrana mukosa transparan,
vaskuler, tipis yang melanjutkan diri dengan sklera anterior sampai ke batas luar kornea.

29
Posisi kelopak mata sebagian dikontrol oleh dua saraf otak: SO III yang bertanggung jawab
pada pembukaan kelopak mata: SO VII, untuk menutup kelopak mata. Ketika ditutup, kedua
kelopak harus bertemu secara penuh. Ketika terbuka, kelopak mata atas harus terletak secara
alami pada bagian atas iris, tepat diatas pupil, tidak boleh ada bentuk bulan sabit putih sklera
yang tampak diatas atau dibawah rim korneoskleral (limbus, atau batas).

Pengedipan kelopak mata akan menyebarkan selapis air mata pelumas dan pelembab
ke seluruh permukaan bola mata. Refleks berkedip akan melindungi mata dari debris atau
partikel asing. Bulu mata membantu fungsi kelopak dengan mendorong keluar debu dan
debris, untuk melindungi mata eksternal dari cedera. Aksi mekanis berkedip menghasilkan
gaya isap dalam sistem nasolakrimal atas, memudahkan pengaliran air mata.

b. Sistem Lakrimal

Sistem lakrimal menjaga lingkungan lembab untuk mata bagian eksternal anterior.
Produksi airmata memberikan pelumas alami dan mengencerkan serta membasuh partikel
asing. Ada dua macam air mata yang biasanya diproduksi : air mata pelumas, mengandung
lemak, air, dan mukosa, dan air mata aqueus dihasilkan sebagai respons emosi dan iritasi
dan hanya mengandung air. Airmata berair berlebihan tidak akan melekat pada mata tapi
akan tertumpah ke pipi.

Airmata mengandung berbagai komponen yang dihasilkan oleh sejumlah


kelenjar. Kelenjar lakrimal, yang memproduksi airmata berair, terletak di bagian anterior
lateral atap orbita bagian atas. Lokasi ini memungkinkan airmata membasahi mata secara
diagonal ke arah kantus medial. Kelenjar lakrimal asesorius menjaga mata bagian anterior
tetap lembab. Terdiri dari kelenjar dari Zeis (sebaseus) dan Moll (siliaris) yang terletak dalam
batas kelopak mata. Kelenjar meibom tambahan (sebaseus) terletak pada satu barisan
sepanjang tarsus kelopak mata (kerangka lebar kelopak mata) dan berperan dalam komponen
minyak dalam air mata. Lapisan minyak ini melindungi lapisan airmata agar tidak menguap
atau membanjir. Juga menjamin penutupan kelopak mata yang kedap udara, menjaga lapisan
air mata, dan menjaga permukaan optikal yang lembut dan regular.

Sel Goblet dalam konjungtiva menambahkan musin ke dalam lapisan airmata, yang
melekat pada epitel korneal. Kondisi yang melibatkan setiap bagian dari “pabrik airmata” ini
dapat mengubah fungsi penting tersebut. pembentukan airmata yang kurang atau penutupan
kelopak mata yang salah dapat mengakibatkan kekeringan dan kerusakan mata bagian
eksternal.

Airmata yang meninggalkan mata melalui sistem pengaliran lakrimal ke dalam sinus
nasalis, ke luar melalui puncta, dua lubang kecil pada aspek atas dan bawah kantus medialis.
Dari situ airmata mengalir melalui kanalikuli atas dan bawah, yang kemudian bergabung
menjadi sakus dan duktus lakrimalis, dan ke sinus nasalis. Selama menangis, produksi
airmata berlebihan akan melebihi kapasitas “kandung” lakrimalis dan airmata tumpah ke pipi.
Faktor yang mempengaruhi pengaliran airmata yang baik meliputi trauma pada setiap bagian
sistem lakrimal, peradangan dan pembengkakan, penimbunan sekresi, dan kelebihan produksi
airmata

30
c. Otot Mata

Gerakan mata dikontrol oleh enam otot ekstraokuler yang masuk ke sklera dan
dipersarafi oleh SO III, dan VI. Otot rektus lateralis melakukan abduksi dan otot rektus
medial melakukan adduksi mata. Kedua otot ini harus bekerja sama untuk gerakan mata dari
satu sisi ke sisi lain. Otot rektus superior mengangkat dan melakukan adduksi dan otot rektus
inferior melakukan depresi dan adduksi. Otot oblik superior mengarahkan mata ke lateral dan
inferior, dan otot oblik inferior mengarahkan ke superior dan ke later

d. Suplai Darah

Suplai darah mata berasal dari cabang arteri karotis interna, cabang arteri oftalmik.
Arteri retina sentralis dan koriokapilaris lapisan koroid memberikan darah ke retina;
keduanya harus tetap utuh untuk mempertahankan fungsi retina. Sirkulasi vena perlu untuk
mengikuti pola arteri. Pada inspeksi dengan menggunakan oftalmoskop, vena terlihat lebih
besar dan lebih gelap daripada bagian-bagian arteri.

Bagian-bagian dari mata yang seharusnya avaskuler (kurang darah) ialah lensa dan
kornea. Struktur-struktur ini harus bebas dari pembuluh darah, sehingga cahaya dapat lewat
tanpa terhambat dan berfokus dengan tajam pada retina. Bila kornea mengalami cedera, dapat
terjadi pertumbuhan pembuluh darah kecil ke tempat itu, sehingga menjadi tidak transparan.
Pembuluh darah yang tumbuh ke kornea, kecuali pada tempat yang paling tepi, selalu bersifat
patologis dan dapat dilihat dengan mata telanjang. Kornea menerima nutrisinya dari oksigen
yang larut dalam airmata, dari humor aqueus (cairan yang berada di kamera anterior), dan
bagian kecil dari pembuluh darah kecil sekitar limbus korneosklera. Lensa juga avaskuler
dengan alasan yang sama dengan kornea.

e. Bola Mata

Bola mata dilapisi oleh tiga lapisan primer : sklera, uvea (yang mengandung koroid),
dan retina. Tiap lapisan mempunyai struktur dan fungsinya sendiri. Ketiga lapisan tersebut
berperan dalam bentuk mata yang bulat ketika terisi humor vitreus (subtansi seperti gelatin
antara lensa dan retina).

· Sklera

Lapisan paling luar dan kuat dinamakan sklera-bagian “putih” mata. Bila sklera
mengalami penipisan warnanya akan menjadi kebiruan. Di bagian posterior, sklera
mempunyai lubang yang dilalui saraf optikus dan pembuluh darah retina sentralis. Di bagian
anterior berlanjut menjadi kornea. Permukaan anterior sklera diselubungi secara longgar
dengan konjungtiva, suatu membran mukosa tipis yang mengandung berbagai kelenjar yang
bertanggung jawab untuk lapisan air mata. Konjungtiva palpebra melapisi sisi bawah
kelopak mata dan merupakan kelanjutan dari konjungtiva bulbaris yang menyelubungi
sklera anterior. (Hal ini sangat menguntungkan sehingga lensa kontak tidak mungkin
“terselip” ke dalam mata). Konjungtiva berakhir pada limbus korneosklera. Biasanya
mengandung jaringan pembuluh darah yang rapat.

31
· Uvea

Lapisan tengah yang mengandung pigmen adalah traktus uvea, yang tersusun atas
koroid, iris, dan badan silier. Koroid merupakan lapisan vaskuler yang memberikan darah ke
lapisan epitel berpigmen retina dan retina sensoris perifer. Koroid melapisi kamera posterior
mata dan membentang dari badan silier, di bagian anterior dan saraf optikus di bagian
posterior.

Iris merupakan struktur muskuler berpigmen yang memberikan warna khas mata. Iris
adalah bagian anterior traktus uvea dan membagi ruangan antara kornea dan lensa menjadi
kamera anterior dan posterior. Merupakan diafragma muskuler sirkuler tipis yang
ditengahnya terdapat lubang bulat, pupil. Pupil akan berubah ukurannya ketika iris secara
spontan beradaptasi terhadap cahaya dengan berdilatasi atau berkontraksi.

Perubahan tersebut dapat mengontrol jumlah sinar yang masuk ke dalam mata,
sehingga akan memfasilitasi penglihatan dalam berbagai derajat intensitas cahaya. Melingkar
di bagian belakang iris terdapat badan silier.

Badan silier mengandung serbut otot yang dapat membuat kontraksi dan relaksasi
zonula lensa (struktur yang menggantung lensa). Badan silier berperan (penting dalam
menjaga tekanan intraokuler (TIO) dengan sekresi humor aqueus, cairan transparan berkadar
air tinggi yang mengisi kamera anterior dan posterior dan kemudian disalurkan melalui
kanalis Schlemm. Produksi dan pengaliran terus menerus cairan ini sangat penting untuk
menjaga TIO tetap konstan, normalnya terukur dalam kisaran 12 mm Hg.

· Retina

Lapisan dalam bola mata adalah retina, jaringan delapan lapis, semitransparan, tipis
yang melapisi bagian dalam bola mata. Bagian terdalam dalam retina mengandung sel
ganglionik dan fotosensitif retina sensoris. Lapisan luar, bagian satu lapis retina
adalah epitelium berpigmen. Bila dilihat melalui oftalmoskop, retina memperlihatkan
“refleks merah” khas, sebenarnya pendaran jingga. Retina mengandung arteri dan vena yang
memberi asupan darah. Terentang mulai dari saraf optikus, di bagian posterior sampai bagian
batas anterior berigi (ora serrata) dekat badan silier.

Batang dan kerucut. Retina mengandung dua jenis sel fotosensitif dikenal
sebagai batang dan kerucut. Batang bertanggung jawab untuk penglihatan perifer,
ketajaman pandangan pencahayaan rendah, dan membedakan bentuk dan batas benda. Batang
terletak terutama di aspek perifer retina.

Kerucut bertanggung jawab terhadap pembedaan warna dan penglihatan tajam.


Terletak lebih ke sentral dengan konsentrasi tertinggi pada makula lutea. Makula sentral
mempunyai cekungan dangkal yang dinamakan fovea sentralis, yang hanya mengandung
kerucut. Mata biasanya berusaha memfokuskan cahaya ke daerah ini. Bila dilihat melalui
oftalmoskop, makula nampak lebih gelap dibanding bagian lain retina. Asupan darah ke
makula secara ekslusif melalui koroid.

32
Retina melekat secara longgar pada epitel berpigmen dan disokong oleh humor
vitreus seperti jel yang mengisi bola mata. Bila humor vitreus mengkerut atau bertraksi,
seperti pada lansia, retina sensoris dapat tertarik dari epitel berpigmen. Terbentuknya lubang
kecil atau robekan pada retina akan memutuskan pula persatuan tersebut, sehingga cairan
dapat bocor ke belakang retina dan melepaskannya.

Diskus Optikus. Terletak agak ke nasal, tetapi masih di sentral, di retina adalah
diskus optikus. Tempat inilah dimana retina sensoris berkonvergensi membentuk saraf
optikus. Karena diskus optikus tidak memiliki sel fotosensitif, maka merupakan titik buta
dalam medan penglihatan. Arteri dan vena retina sentralis bercabang dari pusat head-optik.

Dilihat dengan oftalmoskop, diskus optikus mempunyai kesan cekungan dangkal, atau
mangkuk fisiologis, yang harus ada tidak lebih dari sepertiga diskus dan harus mempunyai
batas yang tegas. Pada keadaan dimana terjadi peningkatan TIO, diskus menjadi lebih
cekung, sehingga mengakibatkan kerusakan saraf optikus dan kehilangan penglihatan. Batas
diskus juga tampak kabur tanpa tepi yang tegas, seperti terlihat pada edema papil
(pembengkakan diskus optikus) dan peningkatan tekanan intrakranial.

Retina distikulasi oleh cahaya yang masuk melalui kornea, lensa, dan humor vitreus.
Derajat ketajaman fokus bergantung pada bentuk bola mata dan kejernihan refraksi (alur)
cahaya, yang mempengaruhi pemfokusan cahaya pada retina. Orang dengan miopia, atau
pandangan dekat, mempunyai bentuk bola mata yang memanjang yang akan memfokuskan
cahaya di depan retina, membuat benda berjarak jauh menjadi kabur. Orang dengan
hiperopia, atau peradangan jauh, memfokuskan cahaya di belakang retina.

Ketika impuls cahaya mencapai retina, terjadi urutan reaksi kimia dan hubungan
neurologis yang mengirmkan impuls ke epitel berpigmen, yang mentransfer ke saraf optikus
(SO II). Saraf optikus kemudian mentransmisi impuls melalui kiasma optik berbentu-X ke
korteks visual otak di lobus oksipital, dimana inpuls diterjemahkan.

Segala sesuatu, seperti penyakit atau trauma, yang mengganggu jalannya cahaya, alur
visual, konversi atau transmisi impuls cahaya-dari kornea ke korteks visual – dapat
mengganggu penglihatan dan menurunkan atau menghilangkan sama sekali penglihatan.
Untungnya, banyak farmakologik, obat, dan intervensi bedah yang bersedia untuk
mempertahankan dan kemungkinan mengembalikan penglihatan.

f. Struktur Ruang Anterior

Bagian anterior mata dibatasi oleh permukaan depan iris dan lensa di bagian posterior
dan oleh kornea di bagian anterior. Bagian ini merupakan langkah pertama alur cahaya
penglihatan. Ruang anterior berisi cairan dan sedikit mengembung, sehingga bentuknya
konveks. Tekanan intraokuler (TIO) terjaga oleh humor aqueus yang mengisi kamera. Untuk
menjaga agar tekanan dalam bola mata tetap konstan, pengaliran humor aqueus melalui
jaring-jaring trabekula dan kanalis Schlemm harus sesuai dengan produksinya oleh badan
silier. TIO normal berkisar antara 12 sampai 21 mmHg.

33
· Kornea

Kornea merupakan struktur konveks, jernih pada seperenam anterior mata. Posisinya
sentral di depan iris, kornea harus tetap basah agar permukaan epitelnya tetap sehat. Agar
dapat berfungsi sebagai lensa optis, permukaannya harus tetap halus. Lapisan airmata,
disebarkan secara merata dengan gerakan mengedipkan kelopak mata, untuk menjaga
kelembaban dan kenyamanan. Transparansi kornea terjadi akibat keseragaman struktur,
avaskularitas, dan dehidrasi relatif akibat lapisan endotel dan kularitas, dan dehidrasi relatif
akibat lapisan endotel dan barisan epitel yang mencegah masuknya cairan eksternal ke
kornea. Kornea tersusun atas lima lapis: epitel, membrana Bowman, stroma, membrana
Descement, dan endotel.

Epitel. Epitel merupakan lapisan terluar, memiliki empat sampai enam lapisan sel dilengkapi
dengan akhiran saraf sensibel dan mikrovili. Epitel merupakan satu-satunya lapisan yang
mampu beregenerasi dan mengalami pergantian lengkap dalam 7 hari. regenerasi primer
epitel terjadi setelah 24 jam. Angka kecepatan tinggi pergantian sel ini amat penting,
khususnya bila dibutuhkan penyembuhan luka yang cepat, misalnya setelah pembedahan,
cedera, atau ulserasi.

Stroma. Stroma merupakan bagian kornea yang paling tebal dan terletak antara
lapisan membrana Bowman di anterior dan membran Descement di posterior. Cedera pada
setinggi membrana atau lebih dalam dapat menyebabkan pembentukan parut.

Endotelium. Endotelium hanya setebal satu lapis dan berhubungan langsung dengan humor
aqueus pada kamera anterior. Sel-selnya memiliki mekanisme seperti pompa untuk mencegah
humor aqueus memasuki kornea, menjaga kornea relatif kering dan jernih. Kesehatan endotel
sangat penting karena tidak dapat beregenerasi. Epitel merupakan barier terhadap air dari luar
yang memasuki kornea. Penurunan oksigenasi terhadap lapisan epitel dapat mengakibatkan
edema kornea. Begitu air bocor ke dalam kornea, kornea menjadi buram dan berkabut, yang
akan mempengaruhi penglihatan. Kornea yang buram dan berkabut terjadi pada peningkatan
TIO akut karena tekanan yang berlebihan akan merusak fungsi endotel.

Karena kornea merupakan struktur refraktif utama, maka sangat penting untuk ketajaman
penglihatan. Refraksi yang optimal memerlukan integritas, kehalusan, transparansi, dan
konveksitas permukaan kornea. Setiap perubahan kecil pada kornea yang disebabkan
kerusakan atau penyakit dapat menyebabkan perubahan besar tajam penglihatan.

Fungsi lain kornea adalah untuk perlindungan. Kornea dipersarafi sangat tinggi oleh cabang
sensoris saraf trigeminal (SO V) dan segera menerima masukan sensoris sebagai rasa nyeri.
Maka dari itu, bahkan benda yang paling kecil sekalipun tidak dapat ditoleransi di kornea.
Ancaman terhadap mata menyulut refleks kornea. Kornea merupakan pelindung paling hebat
dari benda asing. Ketika kornea teriritasi, airmata akan terus-menerus membanjiri untuk
mengeluarkan bahan iritan, terjadi fotofobia, dan timbul keinginan untuk menggosok mata
yang hampir tidak bisa tertahankan. Nyeri yang intensif biasanya mengacu pada adanya
sesuatu di bawah kelopak mata atas. Sensasi ini dapat terus berlangsung meskipun benda
asing telah diambil selama kornea masih teriritasi. Orang yang refleks korneanya terganggu

34
atau yang mengalami gangguan sensoris dapat kehilangan perlindungan kornea ini. Hal ini
bisa terjadi terutama bila kornea terpajan di udara.

· Iris

Iris merupakan struktur yang sangat vaskuler dengan pigmen yang berbeda-beda
(ditentukan secara genetik). Warna mata bergantung pada jumlah melanin yang ada pada iris;
semakin cerah warnanya, semakin banyak jumlah cahaya yang dapat memasuki mata. Orang
yang mempunyai warna mata yang sangat cerah mengalami fotofobia (peka terhadap cahaya).
Kebalikannya adalah orang dengan mata yang sangat hitam. Tak ada dua iris yang benar-
benar sama, termasuk mata kanan dan kiri orang yang sama. Iris merupakan uvea, atau
traktus berpigmen dan berhubungan dengan lapisan koroid pada tepinya dan badan silier pada
sisi bawahnya.

Seperti penutup pada kamera, iris selalu menyesuaikan diri terhadap berbagai
keadaan, agar cahaya yang masuk ke mata memadai. Pupil merupakan lubang bulat di tengah
iris. Sistem saraf autonom simpatis yang mempersarafi sampai ke iris (melarikan diri atau
bertempur, flight or fight) berakibat dilatasi pupil. Otot dilator pupilae sirkuler pada bagian
dalam pupil dan menariknya menutup seperti tali pengikat. Kebanyakan waktu, kedua sistem
memberikan asupan kepada iris. Hanya ketika salah satu sistem mendominasi terhadap
lainnya atau ketika impuls saraf dihambat akan terjadi dilatasi atau konstriksi murni. Respons
terhadap obat dan stres dapat menyebabkan fenomena tersebut.

Bila ditusuk, iris akan berkontraksi ke arah tempat cedera, sehingga gambaran pupil
dan iris menjadi khas seperti titik air mata. Iris kadang dapat menonjol ke kamera anterior
dan keluar dari kornea. Karena vaskuler, iris agak mudah berdarah ketika mengalami cedera,
dan terjadi hifema. Dilatasi pembuluh darah dapat terlihat pada permukaan iris (rubeosis)
pada keadaan tertentu.

· Pupil

Pupil adalah rongga yang terjadi di tengah cincin internal iris. Pupil berbentuk bulat,
reguler, dan mempunyai ukuran dan respons terhadap cahaya yang sama pada kedua mata.
Anisokoria atau pupil yang tidak sama, merupakan temuan yang normal pada 20 % populasi.
Sedangkan pada populasi lain, pupil yang tak sama menunjukkan adanya penyakit saraf
pusat. Pupil terletak agak ke nasal dari pusat kornea. Konstriksi dan dilatasi pupil pada reaksi
terhadap cahaya terjadi sebagai akibat berbagai hubungan neuronal. Ketika cahaya memasuki
mata, sel fotosensitif akan mengirimkan pesan ke otot konstriktor pupil melalui SO III. Hal
ini akan mengurangi distorsi dan silau yang terjadi akibat berlebihnya cahaya yang masuk.
Tingkat cahaya yang rendah akan mengaktifkan otot dilator pupil, yang akan meretraksi iris
dan membuka pupil. Lima kali energi lebih besar yang masuk ke dalam mata ketika pupil
berdilatasi. Kerusakan sel fotosensitif dapat menurunkan fungsi pupil. Konstriksi pupil juga
terjadi ketika mata berkonvergensi melihat benda jarak dekat. Akomodasi lensa selalu
menyertai kontraksi pupil.

35
· Lensa kristalina

Lensa kristalina adalah struktur transparan, tak berwarna, avaskuler dan bikoveks
yang digantungkan di belakang iris oleh zonula badan silier. Kapsul anterior dan posterior
menyelimuti dan menyokong lensa. Lensa harus avaskuler agar transmisi cahaya tetap jernih.

· Badan silier

Badan silier, suatu cincin jaringan yang merupakan kelanjutan dari iris, dengan
perjalanan sebesar 360 derajat pada sisi bawahnya. Badan silier merupakan sel berpigmen,
dan merupakan vaskuler dan muskuler. Badan silier mempunyai dua fungsi : membuat humor
aqueus dan menyesuaikan bentuk lensa untuk akomodasi atau pemfokusan.

Humor aqueus perlu untuk memberi nutrisi pada kornea dan mempertahankan tekanan
intraokuler.

Badan silier mempunyai ligamentum suspensorium, dinamakan zonula, yang


menyokong lensa dan menggantungkan-nya ke badan silier di belakang iris. Otot badan silier
akan berkontraksi dan relaksasi untuk membentuk lensa agar refraksi cahaya menjadi tepat.

Akomodasi. Untuk melihat benda dalam jarak dekat, badan silier akan berkontraksi,
membuat zonula berelaksasi, dan lensa menjadi lebih cembung dan memungkinkan cahaya
terfokus pada retina. Proses ini dikenal sebagai akomodasi. Lensa yang tergantung di
belakang iris bekerja melakukan refraksi dan membelokkan cahaya agar terfokus ke retina.
Bentuk lensa ditentukan oleh traksi yang terjadi dari kontraksi dan relaksasi zonula silier.
Lensa pada orang muda sangat lentur dan mudah dibentuk untuk akomodasi. Bersama
bertambahnya usia, lensa menjadi kuning, kaku, dan kurang bisa berakomodasi.

· Humor aqueus

Humor aqueus yang diproduksi di kamera posterior oleh badan silier bersirkulasi
sekitar lensa dan iris ke kamera anterior. Cairan aqueus memberikan nutrisi esensial ke
jaringan avaskuler kamera anterior: kornea, lensa, dan jaring-jaring trabekula. Ia mengangkut
metabolit dari dan menyediakan bahan kimia yang diperlukan untuk lingkungan dalam mata.
Begitu berada di kamera anterior, humor aqueus akan difiltrasi ke jaring-jaring trabekula
menuju kanalis dari Schlemm. Jaring-jaring trabekula melingkari seluruh lingkaran kamera
anterior dan tertanam pada sudut yang terbentuk pada limbus korneosklera. Trabekulum
dilingkari oleh kanalis Schlemm yang berbentuk oval, yang berhubungan dengan jaring-
jaring trabekula, dimana humor aqueus digabungkan dalam saluran vena mata. Selama humor
aqueus diproduksi dan disalurkan dengan jumlah yang seimbang, maka tekanan intraokuler
(TIO) dalam kamera anterior dapat dipertahankan.

TIO terjadi dari keseimbangan antara pembentukan humor aqueus dan tahapan aliran
keluar humor aqueus. TIO selalu konstan. TIO akan berfluktuasi sepanjang hari dan dapat
dipengaruhi oleh musim sepanjang tahun, latihan, perubahan posisi tubuh, gerakan kelopak
mata, makanan, dan obat-obatan. Keadaan yang meningkatkan TIO dapat mengakibatkan
kerusakan struktur dan fungsi mata yang progresif.

36
g. Struktur ruang posterior

Ruang posterior merupakan segmen kecil yang dibatasi di bagian depat oleh sisi
posterior lensa dan di bagian posterior oleh humor vitreus. Badan silier, zonula silier, aspek
posterior lensa, dan humor aqueus berada di kamera posterior. Daerah ini hanya bisa dilihat
menggunakan instrumen khusus.

Bila lensa dari iris saling melekat (sinekhia), humor aqueus tak dapat mengalir dari
kamera posterior ke anterior. Penyumbatan pupil ini mengakibatkan humor aqueus
terperangkap dalam kamera posterior di belakang lensa. Akibatnya, tekanan akan meningkat
dan mendorong iris ke depan, menekan jaring-jaring trabekula, yang selanjutnya menghambat
aliran.

· Badan vitreus

Badan vitreus adalah bagian dari kamera posterior yang paling besar dan paling
posterior. Dibatasi di bagian anterior oleh lensa dan badan silier dan dibagian posterior oleh
retina, badan vitreus tersusun atas jel kolagen dan cairan transparan, yang pada dasarnya
membentuk dan mencetak bola mata. Pada orang muda, vitreus berupa 80 % jel. Badan
vitreus harus avaskuler dan tidak mengandung partikel. Setiap debris yang bergerak dalam
badan vitreus akan memberikan bayangan pada permukaan retina, menyebabkan gejala yang
dikenal sebagai “floaters” (benda mengapung). Karena berhubungan dan menempel pada
seluruh permukaan retina, humor vitreus akan mengerut sesuai pertambahan usia, dan pada
keadaan dehidrasi berat, serta dapat mengakibatkan terlepasnya retina

1. Telinga

Telinga mempunyai fungsi sebagai alat pendengaran dan menjaga keseimbangan.


Menurut struktur anatominya telinga dapat di bagi menjadi tiga bagian, yaitu teling luar,
telinga tengah, dan telinga dalam. Pengkajian telinga secara umum bertujuan untuk
mengetahui keadaan telinga luar , saluran telinga, gendang telinga/ membran timpani, dan
pendengaran. Alat – alat yang perlu dipersiapkan dalam pengkajian telinga antara lain
otoskop, garpu tala, dan arloji.

Inspeksi dan palpasi

1. Bantu pasien dalam posisi duduk. Pasien yang masi anak – anak dapat diatur duduk
dipangkuan orang lain.

2. Atur posisi anda duduk menghadapi sisi telinga pasien yang akan dikaji.

3. Untuk pencahayaan gunakan auriskop, lampu kepala, ayau sumber cahaya yang lain
sehingga tangaan anda akan bebas bekerja.

4. Mulai amat teling luar, periksa ukuran, bentuk, warna, lesi, dan adanya massa pada pinna.

5. Lanjutkan pengkajian palpasi dengan cara memegang telinga dengan ibu jari dan jari
telunjuk.

37
6. Palpasi kartilago telinga luar secara sistematis yaitu dari jaringan lunak, kemudian jaringan
keras, dan catat bila ada nyeri.

7. Tekan bagian tragus kedalam dan tekan pula tulang telinga di bawah daun telinga. Bila ada
peradangan, pasien akan merasa nyeri.

8. Bandingkan telinga kiri dan telinga kanan.

9. Bila diperlukan, lanjutkan pengkajian telinga bagian dalam.

10. Pegang bagian pinggir daun telinga/heliks dan secara perlahan – lahan tarik daun telinga
ke atas dan kebelakang sehingga lubang sehingga lubang telinga menjadi lurus fan mudah di
amati.

11. Amati pintu masuk lubang telinga dan perhatikan ada tidaknya peradangan,perdarahan,
atau kotoran.

12. Dengan hati – hati masukkan oyoskop yang menyala ke dalam llubang telinga.

13. Bila letak otoskop sudah tepat rahkan mata anda pada eyepiece.

14. Amati adanya kotoran, serumen, peradangan atau adanya benda asing pada dinding
lubang telinga.

15. Amati benttuk, warna, transparansi, kilau, perforasi, atau adanya darah/cairan pada
membrane timpani.

Pemeriksaan pendengaran dilakukan untuk mengetahui fungsi telinga. Secara


sederhana pendengaran dapat diperiksa dengan menggunakan suara bisikan. Pendengaran
yang baik akan akan dengan mudah mengetahui adanya bisikan. Bila pendengaran dicurigai
tidak berfungsi baik, pemeriksaan yang lebih teliti dapat dilakukan yaitu dengan
menggunakan garpu tala atau tes audimetri.

2. Hidung

Hidung dikaji dengan tujuan untuk mengetahui keadaan bentuk dan fungsi hidung.
Pengkajian hidung dimulai dari bagian luar, bagian dalam, kemudian sinus – sinus. Pasien
dipersiapkan dalam posisi duduk bila memungkinkan. Peralatan yang dipersiapkan antara lain
otoskop, speculum hidung, cermin kecil, dan sumber penerangan/lampu.

Inspeksi dan palpasi

Cara inspeksi dan palpasi hidung bagian luar serta palpasi sinus – sinus.

1. Duduk menghadapi pasien.

38
2. Atur penerangan dan amati hidung bagian luar dari sisi depan, samping, dan atas.
Perhatikan bentuk atau tulang hidung dari keriga sisi ini.

3. Amati warna dan pembekakan pada kulit hidung.

4. Amati kesimetrisan lubang hidung.

5. Lanjutkan dengan melakukan palpasi hidung luar dan catat bila ditemukan
ketidaknormalan kulit atau tulang hidung.

6. Kaji mobilitas septum nasi.

7. Palpasi sinus maksilaris, frontalis, dan etmoidalis. Perhatikan adanya nyeri tekan.

Untuk dapat melakukan inspeksi hidung bagian dalam, ada berapa yang diperlukan antara
lain otoskop, speculum hidung, cermin kecil, dan lampu.

Cara inspeksi hidung bagian dalam:

1. Duduk menghadap pasien.

2. Pasang lampu kepala

3. Atur lampu sehingga tepat menerangi lubang hidung.

4. Elevasikan ujung hidung pasien dengan cara menekan menekan hidung secara lembut
dengan ibu jari anda, kemudian amati bagian anterior lubang hidung.

5. Amati posisi septum nasi dan kemungkinan adanya perfusi

6. Amati bagian konka nasalis inferior

7. Pasang ujung speculum hidung pada lubang hidung sehingga rongga hidung dapat diamati

8. Untuk memudahkan pengamatan pada dasar hidung atau posisi kepala sedikit menegadah

9. Dorong kepala menengadah sehingga bagian atas rongga hidung mudah di amati

10. Amati benruk dan posisi septum, kartilago, dan dinding – dinding rongga hidung (warna,
sekresi, bengkak)

11. Bila sudah selesai lepas speculum secara perlahan – lahan.

3. Mulut dan Faring

Pengkajian mulut dan faring dilakukan dengan posisi pasien duduk. Pencahayaan harus baik
sehingga semua bagian mulut dapat diamati dengan jelas. Pengkajian dimulai dengan

39
mengamati bibir, gigi, gusi, lidah, selaput lender, pipi bagian dalam lantai dasar mulut, dan
platum/ langit – langit mulut kemudian faring.

Inspeksi

1. Bantu pasien duduk berhadapan dan tinggi yang sejajar dengan anda

2. Amati bibir untuk mengetahi adanya kelainan congenital bibir sumbing, warna bibir, ulkus
,lesi, dan massa.

3. Lanjutkan pengamatan pada gigi dan anjurkan pasien membuka mulut

4. Atur encahayaan yang memadai dan bila dioerlukan gunakan penekan lidah agar gigi akan
akan tampak lebih jelas

5. Amati posisi, jarak, gigi rahang, atas dan bawah, ukuran, warna, lesi, atau adanya tumor
pada setiap gigi. Amati juga akar- akar gigi dan gusi secara khusus.

6. Periksa setiap gigi dengan cra mengetuk secara sistematis, bandingkan gigi bagian kiri,
kanan, atas, dan bawah serta anjurkan pasien untuk member tahu bila merasa nyeri sewaktu
giginya

7. Perhatikan pula cirri – cirri umum sewaktu melakukan pengkajian antara lain kebersihan
mulur dan bau mulut.

8. Lanjutkan pengamatan pada lidah dan perhtikan kesimetrisannya. Minta pasien


menjulurkan lidah dan amati kelurusan , warna, ulkus, dan setiap ada kelainan

9. Amati warna, adanya pembengkakan , tumor, sekresi , peradangan pada selaput lender
semua nagian mulut secara sistemis

10. Beri kesempatan pasien untuk istirahat dengan menutup mulut sejenak bila capai, lalu
lanjutkan insfeksi faring dengan menganjurkan pasien membuka mulut dan menekan lidah
pasien berkata “ah”. Amati kesimetrisan uvula faring.

Palpasi

Palpasi pada pengkajian mulut dilakukan terutama bila dari inspeksi belum diperoleh data
yang meyakinkan . tujuan palpasi pada mulut terutama adalah mengetahui dengan palpasi,
yang meliputi pipi, dasar mulut, palatum, dan lidah. Palpasi harus dilakukan secara hati – hati
dan perlu di upayakan agar pasien tidak muntah.

Cara palpasi mulut

1. Atur posisi pasien duduk menghadap anda

2. Anjurkan pasien membuka mulut

40
3. Pegang pipi di antara ibu jari ddan jari telunjuk *jari telunjuk berada di dalam ). Palpasi
pipi secara sistematis dan perhatikan adanya tumor atau pembengkakan. Bila ada
pembengkakan , tentukan menurut ukuran , konsistensi, hubungan dengan daerah sekitarnya,
dan adanya nyeri

4. Lanjutkan palpasi pada palatum pada jari telunjuk dan rasakan adanya pembekakan dan
fisura

5. Palpasi dasar mulut dengan cara meminta pasien mengatakan “el” kemudian lakukan
palpasi pada dasar mulut secra sistemis dengan jari telunjuk tangan kanan. Bila diperlukan ,
beri sedikit penekanan dengan ibu jari dari bawah daguuntuk mempermudah palpasi .

6. Palpasi lidah dengan cara memita pasien menjulurkan lidah, pegang lidah dengan kasa
steril menggunakan tangan kiri. Dengan jari telunjuk tangan kanan, lakukan palpasi lidah
terutama bagian belakang dan batas – batas lidah.

C. Pemeriksaan Fisik

 PEMERIKSAAN FUNGSI MOTORIK

PROSEDUR KERJA:

Pemeriksaan fungsi motorik membutuhkan kerjasama antara pemeriksa dan penderita.

Dalam hal ini pemeriksa hendaknya mengetahui otot bagian mana yang akan diperiksa, dan

bagaimana arah pergerakan otot tersebut, sehingga didapatkan hasil penilaian yang lebih

objektif dan akurat. Untuk pergerakan otot rangka, seringkali penderita diminta untuk

melakukan abduksi, adduksi, fleksi, ekstensi, rotasi, dan sebagainya. Dalam hal ini
hendaknya

pemeriksa mencontohkan gerakan itu terlebih dahulu sebelum melakukan penilaian kekuatan

otot penderita.

Cara pemeriksaan :

1. Pemeriksa memposisikan penderita dengan nyaman dan rileks. Posisi penderita bisa

dalam keadaan duduk atau berbaring, tergantung dengan otot mana yang akan diperiksa.

2. Pertama-tama pemeriksa meminta penderita menggerakkan otot yang akan diperiksa

secara aktif sesuai arah pergerakan. Misalnya untuk lengan atas, pemeriksa meminta

penderita menggerakkan lengan atasnya secara abduksi atau adduksi.

3. Kemudian pemeriksa melakukan penilaian kekuatan otot penderita. Bila penderita

41
mampu menggerakkan otot anggota geraknya melawan gaya gravitasi, selanjutnya

pemeriksa memberikan tahanan pada otot yang diperiksa. Tahanan tersebut dilakukan

dari intensitas ringan, sampai kuat sesuai daya kekuatan penderita.

4. Kekuatan otot anggota gerak dinilai pada masing-masing bagian dan pada kedua sisi

tubuh, kiri dan kanan.

5. Pada lengan, penilaian dilakukan pada lengan atas, lengan bawah dan tangan.

Sedangkan untuk tungkai, dinilai kekuatan otot tungkai atas, tungkai bawah dan kaki.

Penilaian Kekuatan Otot :

5 = Normal

4 = Dapat melawan pemeriksa tetapi lemah

3 = Dapat melawan gravitasi tetapi tidak bisa melawan pemeriksa

2 = Dapat diseret tetapi tidak bisa melawan gravitasi

1 = Ada gerakan-gerakan lokal / gemetar dan sebagainya

0 = Lumpuh total

 PEMERIKSAAN FUNGSI SENSORIK

PROSEDUR KERJA

Sehubungan dengan pemeriksaan fungsi sensorik maka beberapa hal berikut ini harus

dipahami terlebih dahulu :

1. Pemeriksaan sensorik membutuhkan konsentrasi penuh dan kerjasama yang baik antara

pemeriksa dan penderita.

2. Kesadaran penderita harus penuh dan tajam (komposmentis dan kooperatif). Penderita

tidak boleh dalam keadaan lelah, karena kelelahan akan mengakibatkan gangguan

perhatian serta memperlambat waktu reaksi.

3. Prosedur pemeriksaan harus benar-benar dimengerti oleh penderita. Dengan demikian

cara dan tujuan pemeriksaan harus dijelaskan kepada penderita dengan istilah yang mudah

dimengerti olehnya.

4. Hendaknya terlebih dahulu mengajarkan pemeriksaan dan mencontohkannya pada pasien,

42
kemudian menilai apakah pasien mengerti dan mampu merespon pemeriksaan sesuai

dengan yang diharapkan.

5. Kadang-kadang terlihat adanya manifestasi obyektif ketika dilakukan pemeriksaan

anggota gerak atau bagian tubuh yang dirangsang, misalnya penderita menyeringai, mata

berkedip-kedip serta perubahan sikap tubuh. Mungkin pula muncul dilatasi pupil, nadi

yang lebih cepat dari semula, keluar banyak keringat.

6. Yang dinilai bukan hanya ada atau tidak adanya sensasi tetapi juga meliputi

perbedaanperbedaan

sensasi yang ringan dengan demikian harus dicatat gradasi atau tingkat

perbedaannya.

7. Perlu ditekankan disini tentang azas simetris : pemeriksaan bagian kiri harus selalu

dibandingkan dengan bagian kanan. Juga perlu dipahami t entang azas ekstrem :

pemeriksaan dikerjakan dari “Ujung atas” dan “ Ujung bawah” kearah pusat. Hal ini untuk

menjamin kecermatan pemeriksaan.

8. Ketajaman persepsi dan i nterpretasi rangsangan berbeda pada setiap individu, pada tiap

bagian tubuh, dan pada individu yang sama tetapi dalam situasi yang berlainan. Dengan

demikian dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan ulang pada hari berikutnya.

9. Pemeriksaan fungsi sensorik hendaknya dikerjakan dengan sabar (jangan tergesa-gesa),

menggunakan alat yang sesuai dengan kebutuhan/tujuan, tanpa menyakiti penderita dan

penderita tidak boleh dalam keadaan tegang.

10. Perlu ditekankan disini bahwa hasil pemeriksaan fungsi sensorik pada suatu saat tidak

dapat dipercaya, membingungkan atau sulit dinilai. Dengan demikian kita harus hati-hati

dalam hal penarikan kesimpulan.

 Tes keseimbangan

Untuk memeriksa gangguan keseimbangan dan koordinasi ada beberapa tes yang bisa
dilakukan, yaitu :

43
Tes Romberg

Pasien yang memiliki gangguan propioseptif masih dapat mempertahankan


keseimbangan menggunakan kemampuan sistem vestibular dan penglihatan. Pada tes
romberg, pasien diminta untuk menutup matanya. Hasil tes positif bila pasien kehilangan
keseimbangan atau terjatuh setelah menutup mata. Tes romberg digunakan untuk menilai
propioseptif yang menggambarkan sehat tidaknya fungsi kolumna dorsalis pada medula
spinalis. Pada pasien ataxia (kehilangan koordinasi motorik) tes romberg digunakan untuk
menentukan penyebabnya, apakah murni karena defisit sensorik/propioseptif, ataukah ada
gangguan pada serebelum. Pasien ataxia dengan gangguan serebelum murni akan
menghasilkan tes romberg negatif.

Untuk melakukan tes romberg pasien diminta untuk berdiri dengan kedua tungkai
rapat atau saling menempel. Kemudian pasien disuruh untuk menutup matanya. Pemeriksa
harus berada di dekat pasien untuk mengawasi bila pasien tiba – tiba terjatuh. Hasil romberg
positif bila pasien terjatuh. Pasien dengan gangguan serebelum akan terjatuh atau hilang
keseimbangan pada saat berdiri meskipun dengan mata terbuka.

Tes Tandem Walking

Tes lain yang bisa digunakan untuk menentukan gangguan koordinasi motorik adalah
tes tandem walking. Pasien diminta untuk berjalan pada satu garis lurus di atas lantai dengan
cara menempatkan satu tumit langsung di antara ujung jari kaki yang berlawanan, baik
dengan mata terbuka atau mata tertutup.

Finger to nose test

Gangguan pada serebelum atau saraf – saraf propioseptif dapat juga menyebabkan
ataxia tipe dismetria. Dismetria berarti hilangnya kemampuan untuk memulai atau
menghentikan suatu gerak motorik halus. Untuk menguji adanya suatu dismetria bisa
dilakukan beberapa pemeriksaan, salah satunya adalah finger to nose test.

Pemeriksaan ini bisa dilakukan dengan pasien dalam kondisi berbaring, duduk atau
berdiri. Diawali pasien mengabduksikan lengan serta posisi ekstensi total, lalu pasien diminta
untuk menyentuh ujung hidungnya sendiri dengan ujung jari telunjuknya. Mula – mula
dengan gerakan perlahan kemudian dengan gerakan cepat, baik dengan mata terbuka dan
tertutup.

Nose finger nose test

Serupa dengan finger to nose test tetapi setelah pasien menyentuh hidungnya, pasien
diminta untuk menyentuh ujung jari pemeriksa dan kemudian kembali menyentuh hidungnya.
Jari pemeriksa dapat diubah baik dalam jarak maupun dalam bidang gerakan.

Finger to finger test

Pasien diminta mengabduksikan lengan pada bidang horisontal dan diminta untuk
menggerakkan kedua ujung jari telunjuknya saling bertemu tepat di tengah – tengah bidang

44
horisontal tersebut. Pertama dengan gerakan perlahan kemudian dengan gerakan cepat,
dengan mata ditutup dan dibuka.

Diadokokinesis

Pasien diminta untuk menggerakkan kedua tangannya bergantian pronasi dan supinasi
dalam posisi siku diam dengan cepat. Pemeriksaan ini dilakukan baik dengan mata terbuka
maupun tertutup. Pada pasien dengan gangguan serebelum atau lobus frontalis, gerakan
pasien akan melambat atau menjadi kikuk.

Heel to knee to toe test

Pemeriksaan ini lebih mudah dilakukan bila pasien dalam keadaan berbaring. Pasien
diminta untuk menggerakkan tumit kakinya ke arah lutut kontralateral, kemudian tumit
digerakkan atau didorong ke arah jari kaki kontralateral.

Rebound test

Pasien diminta mengadduksikan bahu, fleksi pada siku dan supinasi lengan bawah,
siku diletakkan pada meja periksa/alas lain, kemudian pemeriksa menarik lengan bawah
tersebut dan pasien diminta untuk menahannya, kemudian dengan mendadak pemeriksa
melepaskan tarikan tersebut. Perlu diingat, pemeriksa juga harus meletakkan tangan lain di
depan muka pasien supaya bila pasien memang memiliki lesi di serebelum, muka atau badan
pasien tidak terpukul oleh lengan pasien sendiri.

Pemeriksaan mata dengan kartu Snellen (Snellen chart)

Pemeriksaan ketajaman visus mata umumnya dilakukan dengan bantuan kartu Snellen
atau Snellen chart. Kartu ini dikembangkan oleh seorang dokter spesialis mata dari Belanda,
Herman Snellen, pada tahun 1860an. Ada banyak variasi dari kartu Snellen ini. Namun,
secara umum ada sebelas baris huruf kapital yang berisi beberapa macam huruf. Semakin ke
bawah ukuran tulisan akan semakin kecil.

 Pemeriksaan visus

kartu Snellen

Arti angka pada kartu Snellen

Mungkin Anda pernah bertanya-tanya apa maksud dari angka-angka yang ada pada
setiap baris kartu Snellen. Angka tersebut memiliki arti khusus. Jadi, setiap baris dilengkapi
dengan angka yang merupakan jarak (biasanya dalam satuan kaki) di mana mata orang
normal dan sehat dapat membaca huruf pada baris tersebut.

Misalnya kalau ada angka 20/200 di samping barisan huruf pertama. Angka pertama,
yaitu 20, mewakili jarak antara Anda dengan kartu Snellen tersebut. Biasanya jarak Anda
dengan kartu Snellen memang 20 kaki atau 6 meter jauhnya.

45
Sedangkan angka kedua, yaitu 200, mewakili jarak di mana mata Anda masih mampu
membaca huruf pada barisan tersebut dengan jelas. Angka 200 berarti 200 kaki atau 60 meter.

Penilaian visus mata

Ketajaman visus mata normal manusia yaitu 20/20 atau dalam satuan meter 6/6. Ini
berarti dalam jarak 20 kaki atau 6 meter, mata Anda masih cukup tajam untuk melihat tulisan
yang memang normalnya dapat terbaca dari jarak tersebut.

Akan tetapi, jika visus mata Anda adalah 20/40, berarti mata Anda dengan jarak 20
kaki atau 6 meter hanya mampu membaca huruf yang cukup besar yang dapat dibaca pada
jarak 40 kaki atau 12 meter.

Prosedur pemeriksaan visus mata dengan kartu Snellen

Sekarang Anda sudah memahami mengenai dasar dari ketajaman visus. Nah, berikut
ini adalah pembahasan mengenai prosedur pemeriksaan mata dengan kartu Snellen.

Pastikan ruangan mendapat cahaya yang cukup terang.

Anda akan diminta untuk duduk atau berdiri dengan jarak 6 meter dari kartu Snellen.

Tutup salah satu mata Anda dengan menggunakan tangan. Apabila tersedia, Anda mungkin
akan dipakaikan kacamata khusus dengan penutup mata.

Periksakan mata kiri dan kanan secara terpisah. Mata dengan pandangan yang lebih buram
akan dites terlebih dulu.

Mulailah membaca mulai dari baris paling atas ke bawah, hingga Anda tidak mampu lagi
membaca huruf pada baris tersebut. Bacalah dengan suara lantang dan jelas.

Jika hasil pemeriksaan tidak mencapai barisan huruf 20/20 atau 6/6, maka prosedur akan
diulang dengan menggunakan kacamata pinhole. Apabila dengan pinhole visus mengalami
perbaikan, maka gangguan penglihatan bisa disebabkan oleh kelainan refraksi seperti rabun
jauh (miopi).

Ulangi prosedur ini untuk mata berikutnya.

Cara lain untuk memeriksa visus mata

Biasanya dengan menggunakan kartu Snellen sudah cukup untuk menilai ketajaman
visus atau penglihatan seseorang. Namun, pada kasus tertentu di mana Anda sama sekali
tidak mampu membaca huruf yang terlalu buram, maka pemeriksa atau dokter mata akan
menggunakan tangan.

Pertama, Anda akan diminta untuk menghitung jumlah jari pemeriksa dari jarak satu sampai
enam meter. Apabila Anda tidak dapat menghitungnya, pemeriksa akan menggerakkan
tangannya. Kalau masih belum bisa melihat dengan jelas, pemeriksa akan menggunakan
lampu atau penerangan.

46
D. Masalah keperawatan pada :

Masalah katarak

Katarak didiagnosis terutama dengan gejala subjektif. Biasanya klien melaporkan


penurunan ketajaman penglihatan dan silau serta gangguan fungsional sampai derajat tertentu
yang diakibatkan oleh kehilangan penglihatan tadi. Temuan objektif biasanya meliputi
pengembunann seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak dengan
oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan bukannya
ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya adalah
pendangan menjadi kabur atau redup, mata silau yang menjengkelkan dengan distorsi
bayangan dan susah melihat di malam hari. Pupil yang normalnya hitam akan tampak abu-
abu atau putih.

Masalah glukoma

Menurut Harnawartiaj (2008) umumnya dari riwayat keluarga ditemukan anggota


keluarga dalam garis vertical atau horizontal memiliki penyakit serupa, penyakit ini
berkembang secara perlahan namun pasti, penampilan bola mata seperti normal dan sebagian
besar tidak menampakan kelainan selama stadium dini. Pada stadium lanjut keluhan klien
yang mincul adalah sering menabrak akibat pandangan yang menjadi jelek atau lebih kabur,
lapangan pandang menjdi lebih sempit hingga kebutaan secara permanen. Gejala yang lain
adalah:

1. Mata merasa dan sakit tanpa kotoran.


2. Kornea suram.
3. Disertai sakit kepala hebat terkadang sampai muntah.
4. Kemunduran penglihatan yang berkurang cepat.
5. Nyeri di mata dan sekitarnya.
6. Udema kornea.
7. Pupil lebar dan refleks berkurang sampai hilang.
8. Lensa keruh.

Menurut Sidharta Ilyas (2004) glaucoma akan memperlihatkan gejala sebagai berikut:

Tekanan bola mata yang tidak normal

Rusaknya selaput jala

Menciutnya lapang penglihatan akibat rusaknya selaput jala yang dapat

Berakhir dengan kebutaan

Masalah otitis

1. Rasa sakit pada telinga ( rasa tidak enak, rasa penuh pada telinga, perasaan seperti
terbakar hingga rasa sakit yang hebat, serta berdenyut ).

47
2. Nyeri yang hebat bila daun telinga disentuh,

3. Gatal merupakan gejala klinik yang sangat sering dan merupakan pendahulu rasa sakit

4. Gangguan pendengaran bila furunkel besar dan menyumbat liang telinga,edema pada
kulit telinga

Menurut MM. Carr secara klinik otitis eksterna terbagi menjadi 4:

a. Otitis Eksterna Ringan : kulit liang telinga hiperemis dan eksudat, liang telinga
menyempit.

b. Otitis Eksterna Sedang : liang telinga sempit, bengkak, kulit hiperemis dan eksudat positif

c. Otitis Eksterna Komplikas : Pina/Periaurikuler eritema dan bengkak

d. Otitis Eksterna Kronik : kulit liang telinga/pina menebal, keriput, eritema positif

Masalah tonsilitis

Gejala tonsilitis antara lain : sakit tenggorokan, demam, dan kesulitan dalam menelan.

Gejala tonsilitis akut : gejala tonsilitis akut biasanya disertai rasa gatal / kering
ditenggorokan, lesu, nyeri sendi, anoreksia, suara serak, tonsil membangkak.

Di mulai dengan sakit tenggorokan yang ringan hingga parah, sakit menekan terkadang
muntah. Pada tonsilitis dapat mengakibatkan kekambuhan sakit tenggorokan dan keluar
nanah pada lekukan tonsil.

Gambaran tonsilitis kronis : nyeri telan, bahkan dapat menginfeksi telinga bagian tengah,
misal proses berjalannya kronis, tingkat rendahnya yang pada akhirnya menyebabkan
ketulian permanen (Baughman, 2002).

48
2.3 PRAKTIKUM 3

TINDAKAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN PEMENUHAN


KEBUTUHAN AKTIVITAS AKIBAT PATOLOGIS SISTEM
MUSKOLOSKELETAL

1. Pengertian
Adalah memindahkan pasien yang mengalami ketidakmampuan, keterbatasan,
tidak boleh melakkukan sendiri, atau tidak sadar dari tempat tidur ke brankar yang
dilakukan oleh dua atau tiga orang perawat.

2. Tujuan
memindahkan pasien antar ruangan untuk tujuan tertentu (misalnya
pemeriksaan diagnostik, pindah ruangan, dll.)
3. Alat dan Bahan
1. Brankar
2. Bantal bila perlu
4. Prosedur
a. Ikuti protokol standar
b. Atur brankar dalam posisi terkunci dengan sudut 90 derajat terhadap
tempat tidur
c. Dua atau tiga orang perawat menghadap ke tempat tidur/pasien
d. Silangkan tangan pasien ke depan dada.
e. Tekuk lutut anda , kemudian masukkan tangan anda ke bawah tubuh
pasien.
f. Perawat pertama meletakkan tangan dibawah leher/bahu dan bawah
pinggang, perawat kedua meletakkan tangan di bawah pinggang dan
panggul pasien, sedangkan perawat ketiga meletakkan tangan dibawah
pinggul dan kaki.
g. Pada hitungan ketiga, angkat pasien bersama-sama dan pindahkan ke
brankar
h. Atur posisi pasien, dan pasang pengaman.
i. Lengkapi akhir protocol.

49
MEMINDAHKAN PASIEN KE KURSI

1. Pengertian:

Suatu kegiatan yang dilakuan pada klien dengan kelemahan kemampuan


fungsional untuk berpindah dari tempat tidur ke kursi
2. Tujuan:
a. Melatih otot skelet untuk mencegah kontraktur atau sindro disuse.
b. Memberikan kenyamanan.
c. memperthankan control diri pasien.
d. memungkinkanpasienuntukbersosialisais
e. Memudahkan perawat yang akan mengganti seprei (pada klien yang toleransi
dengan kegiatan ini).
f. Memberikan aktifitas pertama (latihan pertama) pada klien yang tirah baring

g. Memindahkan pasien untuk pemeriksaan diagnostik.

PROSEDUR TETAP MEMINDAHKAN PASIEN KE AMBULANS

Pada saat ambulans datang anda harus mampu menjangkau pasien sakit atau cedera
tanpa kesulitan, memeriksa kondisinya, melakukan prosedur penanganan emergensi di tempat
dia terbaring, dan kemudian memindahannya ke ambulans.
Pada beberapa kasus tertentu, misalnya pada keadaan lokasi yang berbahaya atau
pasien yang memerlukan prioritas tinggi maka proses pemindahan pasien harus didahulukan
sebelum menyelesaikan proses pemeriksaan dan penanganan emergensi diselesaikan. Jika
dicurigai adanya cedera spinal, kepala harus distabilkan secara manual dan penyangga leher
(cervical collar) harus dipasang dan pasien harus diimobilisasi di atas spinal board.
Pemindahan pasien ke ambulans dilakukan dalam 4 tahap berikut:
a. Pemilihan alat yang digunakan untuk mengusung pasien.
b. Stabilisasi pasien untuk dipindahkan
c. Memindahan pasien ke ambulans
d. Memasukkan pasien ke dalam ambulans

Usungan ambulans beroda (wheeled ambulance stretcher) adalah alat yang paling banyak
digunakan untuk memindahkan pasien ke ambulans. Stabilisasi merujuk pada urutan tindakan
yang dibutuhkan untuk mempersiapkan pasien sebelum dipindahkan. Pasien sakit atau cedera
harus distabilkan agar kondisinya tidak memburuk. Perawatan luka dan cedera lain yang
diperlukan harus segera diselesaikan, benda yang menusuk harus difiksasi, dan seluruh balut
serta bidai harus diperiksa sebelum pasien diletakkan di alat pengangkut pasien.
Jangan menghabiskan banyak waktu untuk merawat pasien dengan cedera yang sangat buruk
atau korban yang telah meninggal.

50
MEMBANTU PASIEN BERJALAN MENGGUNAKAN ALAT

Definisi :
Alat bantu jalan pasien adalah alat bantu jalan yang digunakan pada
penderita/pasien yang mengalami penurunan kekuatan otot dan patah tulang
pada anggota gerak bawah serta gangguan keseimbangan.

Tujuan :

1. Meningkatkan kekuatan otot, pergerakan sendi dan


kemampuan mobilisasi
2. Menurunkan resiko komplikasi dari mobilisasi
3. Menurunkan ketergantungan pasien dan orang lain
4. Meningkatkan rasa percaya diri klien
5. Mencapai kestabilan klien dalam berjalan
6. Membantu melatih meningkatkan alat gerak klien, melatih dan
meningkatkan mobilisasi

Indikasi dan kontra indikasi :

Indikasi :

1. Klien dengan nyeri yang berhubungan dengan fraktur dan/atau


trauma
2. Kliien amputasi kaki: di atas atau dibawah lutut
3. Klien dengan kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan
nyeri dan kerusakan musculoskeletal
4. Klien setelah bedah artroskopis lutut
5. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan ketidak
nyamanan dan mibilisasi yang diprogramkan.
6. Klien dengan fraktur ekstremitas bawah
7. Klien dengan postop amputasi ekstremitas bawah

8. Klien dengan kelemahan kaki/ post strauke

51
Kontra indikasi :

1. Penderita demam dengan suhu tubuh lebih dari 37o C.


2. Penderita dalam keadaan bedrest.
3. Penderita dengan post op.
4. Klien dengan nyeri yang berhubungan dengan imflamasi, insisi, dan
drainasse.
5. Klien yang potensi kerusakan integritas kulit yang berhubungan
dengan perubahan turgor kulit.

A. Persiapan :
 Alat :
1. KRUK
2. WALKER
3. TRIPOD / QUADRIPOD
4. STICK.
 PASIEN
1. Klien dibantu untuk duduk di sisi tempat tidur dan harus istirahat
selama 1 sampai 2 menit sebelum berdiri.
2. Klien harus tetap berdiri 1 sampai 2 menit sebelum bergerak.
3. Keseimbangan klien harus tetap stabil sebelum berjalan.
4. Untuk kruk, dilakukan pengukuran panjang kruk dengan cara
meletakkan kruk di bawah aksila pasien dengan jarak satu kepal.
 LINGKUNGAN
1. Perawat memeriksa lingkungan untuk memastikan tidak ada
rintangan di jalan klien
2. Memastikan kursi,penutup meja tempat tidur
3. Kursi roda disingkirkan dari jalan
4. Menentukan tempat istirahat pada kasus dengan perkiraan kurang
toleransi aktivitas atau klien menjadi pusing.Misalnya, jika
diperlukan kursi dapat ditempatkan di ruangan yang digunakan
klien beristirahat.

52
Tahap pre interaksi
1. Cuci tangan
2. Siapkan alat-alat
Tahap orientasi
1. Memberi salam , panggil klien dengan panggilan yang disenangi
2. Memperkenalkan nama perawat
3. Jelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada klien atau keluarga
4. Menjelaskan tentang kerahasiaan
Tahap Kerja
A. KRUK
 Menyediakan kruk yang digunakan ( biasanya kruk aksila ).
 Menjelaskan prosedur kepada klien dan keluarga.
 Lakukan pengukuran kruk yang meliputi area tinggi klien, jarak
antara bantalan kruk dengan aksila, dan sudut fleksi siku.
 Pada posisi telentang, ujung kruk berada 15 cm disamping tumit
klien. Tempatkan ujung pita pengukur dengan lebar 3 sampai 4 jari
dari aksila dan ukur sampai tumit klien.
 Pada posisi berdiri, posisi kruk dan ujung kruk berada 14-15 cm
disamping dan 14-15 cm didepan kaki klien.
 Lebar bantalan kruk harus 3-4 lebar jari di bawah aksila.
 Selanjutnya, kaji toleransi aktifitas, kekuatan, nyeri, koordinasi,
kemampuan fungsional, dan penyakit serta cedera.
 Bantu klien bangun dan duduk di sisi tempat tidur selama 1 sampai 2
menit sebelum berdiri.
 Klien harus tetap berdiri 1 sampai 2 menit sebelum bergerak.
 Atur kesejajaran kaki dan tubuh klien.
 Klien memposisikan kruk pertama kali lalu memposisikan kaki yang
berlawanan ( mis. Kruk kanan dengan kaki kiri )
 Pada gaya berjalan tiga titik, berat badan di topang pada kaki yang
tidak sakit dan kemudian di kedua kruk.
 Pada gaya berjalan dua titik memerlukan sebagian penopang berat
disetiap kaki. Setiap kruk digerakkan secara bersamaan dengan kaki
yang berlawanan sehingga gerakan kruk sama dengan lengan.

53
B. WALKER
1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan kepada klien.
2. Ukur walker sesuai tinggi klien, dari bagian panggul sampai tumit
klien.
3. Bantu klien untuk bangun dari tempat tidur, untuk berdiri.
4. Minta klien untuk meletakkan tangan disamping badan atau
memegang telapak tangan perawat.
5. Berdiri disamping klien dan pegang telapak dan lengan tangan pada
bahu klien.
6. Bantu pasien untuk memegang pemegangan tangan pada batang di
bagian atas walker.
7. Bantu klien melangkah pelan-pelan dengan walker.
8. Gerakkan walker didepan sekitar 15 cm/6 inchi saat berat badan
ditopang oleh kedua kaki
9. Gerakkan kaki tangan kearah depan dekat dengan alat bantu jalan
saat berat badan ditopang oleh kaki kiri dan kedua lengan
10. Selanjutnya gerakkan kaki sebelah kiri dan kesebelah kanan saat
berat badan ditopang oleh kaki kanan dan kedua lengan

Jika salah satu kaki lebih lemah

1. Pindahkan walker dan kaki yang lebih lemah didepan secara


bersamaan sekitar 15 cm/6 inchi saat berat badan ditopang oleh kaki
yang lebih kuat
2. Lalu gerakkan kaki yang lebih kuat kedepan saat berat badan
ditopang oleh kaki yang lebih lemah dan kedua lengan.

C. TONGKAT
1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan kepada klien
2. Pegang tongkat dengan tangan pada bagian tubuh yang lebih
kuat, untuk memberikan support maksimum yang meluruskan
tubuh ketika berjalan.
3. Posisi standar ujung tongkat (jarak antara tongkat dan kaki 15
cm / 6 inchi) disamping tubuh dan 15 cm /6 inchi didepan kaki

54
terdekat. Jadi siku agak sedikit bengkok
Saat maksimum support dibutuhkan, lakukan:
1. Pindahkan tongkat sejauh 20 cm /1 kaki / jarak yang
nyaman untuk dijangkau
2. Selanjutnya gerakkan kaki yang ditopang (kaki yang
sakit) kedepan kearah tongkat yang dekat saat berat
badan ditopang oleh kaki yang lebih kuat
3. Selanjutnya gerakkan kaki yang tidak sakit kearah depan
sejajar dengan tongkat, dan kaki yang sakit itu saat berat
badan ditopang oleh tongkat dan kaki yang sedang sakit
4. Ulangi langkah

Petunjuk diatas terdiri dari 2 poin support pada lantai untuk setiap
saat

Saat anda bertambah kuat dan support yang dibutuhkan


semakin berkurang

1. Gerakkan tongkat dan kaki yang sakit kedepan pada saat


yang bersamaan saat berat badan ditopang oleh tongkat
dan kaki yang lebih kuat

2. Gerakkan kaki yang lebih kuat kedepan saat berat badan


ditopang oleh tongkat dan kaki yang sakit

D. TRIPOD/QUADRIPOD
Penggunaan alat bantu tripod sama dengan alat bantu tongkat. Yang
membedakan pada tongkat kaki 4 dan kaki 3 adalah alat bantu berjalan
berupa tongkat dengan kaki-kaki berjumlah 4 Tongkat bisa diatur tinggi
rendahnya agar bisa digunakan oleh orang dengan segala umur. Cocok
digunakan oleh Lansia dan untuk rehabilitasi setelah kecelakaan atau
operasi.
Sedangkan Tongkat kaki Lipat Besi Ringan dan Kuat untuk Orang Tua,
adalah Tongkat kaki yang dapat dilipat manjadi pendek sehingga dapat

55
dimasukkan ke dalam tas atau kantung plastik. Tongkat Lipat terbuat
dari besi baja yang kuat namun ringan. Tinggi Tongkat kaki dapat
disetel ketinggiannya menjadi 5 tingkat.

Tahap terminasi
1. Menyimpulkan hasil prosedur yang dilakukan
2. Melakukan kontrak untuk tindakan selanjutnya
3. Berikan reinforcement sesuai dengan kemampuan klien
Tahap Evaluasi
Menanyakan pada pasien apa yang dirasakan setelah dilakukan kegiatan .
Tahap dokumentasi
Catat seluruh hasil tindakan dalam catatan keperawatan
ROM (Range Of Motion)

A. Pengertian

Range Of Motion (ROM) adalah tindakan/latihan otot atau persendian yang diberikan
kepada pasien yang mobilitas sendinya terbatas karena penyakit, diabilitas, atau
trauma.

B. Tujuan

Untuk mengurangi kekakuan pada sendi dan kelemahan, Memelihara mobilitas


persendian, Merangsang sirkulasi darah pada otot yang dapat dilakukan aktif maupun
pasif tergantung dengan keadaan pasien.

C. Prinsip Dasar Latihan ROM.

1. ROM harus diulang sekitar 8 kali dan dikerjakan minimal 2 kali sehari.

2. ROM di lakukan berlahan dan hati-hati sehingga tidak melelahkan pasien

3. Dalam merencanakan program latihan ROM, perhatikan umur pasien,


diagnosa, tanda-tanda vital dan lamanya tirah baring.

4. Bagian-bagian tubuh yang dapat di lakukan latihan ROM adalah leher, jari,
lengan, siku, bahu, tumit, kaki, dan pergelangan kaki.

5. ROM dapat di lakukan pada semua persendian atau hanya pada bagianbagian
yang di curigai mengalami proses penyakit.

56
6. Melakukan ROM harus sesuai waktunya. Misalnya setelah mandi atau
perawatan rutin telah di lakukan.

D. Manfaat ROM

1. Meningkatkan mobilisasi sendi.

2. Memperbaiki toleransi otot untuk latihan.

3. Meningkatkan massa otot.

4. Mengurangi kehilangan tulang.

5. Menentukan nilai kemampuan sendi tulang dan otot dalam melakukan pergerakan.

6. Mengkaji tulang sendi, otot.

7. . Mencegah terjadinya kekakuan sendi

8. Memperlancar sirkulasi darah.

9. Memperbaiki tonus otot

E. Gerakan-Gerakan ROM

1. Fleksi dan Ekstensi Pergelangan Tangan Cara :

a. Jelaskan prosedur yang kan dilakukan

b. Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh dan siku menekuk

c. dengan lengan.

d. Pegang tangan pasien dengan satu tang dan tangan yang lain memegang.

e. pergelangan tangan pasien.

f. Tekuk tangan pasien ke depan sejauh mungkin.

g. Catat perubahan yang terjadi.

2. Fleksi dan Ekstensi Siku Cara :

a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.

b. Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh dengan telapak

c. mengarah ke tubuhnya.

d. Letakkan tangan di atas siku pasien dan pegang tangannya mendekat bahu.

e. Lakukan dan kembalikan ke posisi sebelumnya.

57
3. Pronasi dan Supinasi Lengan Bawah Cara :

a) Jelaskan Prosedur yang akan dilakukan.

b) Atur posisi lengan bawah menjauhi tubuh pasien dengan siku menekuk.

c) Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan pasien dan pegang tangan

d) pasien dengan tangan lainnya.

e) Putar lengan bawah pasien sehingga telapaknya menjauhinya.

f) Kembalikan ke posisi semula.

g) Putar lengan bawah pasien sehingga telapak tangannya menghadap kearahnya.

h) Kembalikan ke posisi semula.

i) Catat perubahan yang terjadi.

4. Pronasi Fleksi Bahu Cara :

a) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.

b) Atur posisi tangan pasien disisi tubuhnya.

c) Letakkan satu tangan perawat di atas siku pasien dan pegang tangan pasien dengan
tangan lainnya.

d) Angkat lengan pasien pada posisi semula.

e) Catat perubahan yang terjadi.

5. Abduksi dan Adduksi Bahu Cara :

a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.

b. Atur posisi lengan pasien di samping badannya.

c. Letakkan satu tangan perawat di atas siku pasien dan pegang tangan pasien

d. dengan tangan lainnya.

e. Gerakkan lengan pasien menjauh dari tubuhnya kearah perawat (Abduksi).

f. Gerakkan lengan pasien mendekati tubuhnya (Adduksi)

g. Kembalikan ke posisi semula.

h. Catat perubahan yang terjadi.

6. Rotasi Bahu Cara :

58
a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.

b. Atur posisi lengan pasien menjauhi tubuh dengan siku menekuk.

c. Letakkan satu tangan perawat di lengan atas pasien dekat siku dan pegang

d. tangan pasien dengan tangan yang lain.

e. Gerakkan lengan bawah ke bawah sampai menyentuh tempat tidur, telapak

f. tangan menghadap ke bawah.

g. Kembalikan posisi lengan ke posisi semula.

h. lengan bawah ke belakang sampai menyentuh tempat tidur, telapak tangan menghadap ke
atas.

i. Kembalikan lengan ke posisi semula.

j. Catat perubahan yang terjadi.

7.Fleksi dan Ekstensi Jari-jari Cara :

a. Jelaskan prosedur yang akan di lakukan.

b. Pegang jari-jari kaki pasien dengan satu tangan, sementara tang lain

c. memegang kaki.

d. Bengkokkan (tekuk) jari-jari kaki ke bawah

e. Luruskan jari-jari kemudian dorong ke belakang.

f. Kembalikan ke posisi semula.

g. Catat perubahan yang terjadi.

8. Infersi dan efersi kaki Cara :

a. Jelaskan prosedur yang akan di lakukan.

b. Pegang separuh bagian atas kaki pasien dengan satu jari dan pegang

c. pergelangan kaki dengan tangan satunya.

d. Putar kaki ke dalam sehingga telapak kaki menghadap ke kaki lainnya.

e. Kembalikan ke posisi semula Putar kaki keluar sehingga bagian telapak kaki menjauhi kaki
yang lain.

59
2.5 PRAKTIKUM 5

TINDAKAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN


TUBUH AKIBAT TINDAKAN OPERATIF

A. Definisi
Operasi merupakan tindakan pembedahan pada suatu bagian tubuh (Smeltzer and
Bare, 2002).
Keperawatan praoperatif merupakan tahapan awal dari keperawatan perioperatif.
Kesuksesan tindakan pembedahan secara keseluruhan sangat tergantung pada fase ini. Hal ini
disebabkan fase ini merupakan awalan yang menjadi landasan untuk kesuksesan tahapan-
tahapan berikutnya. Kesalahan yang dilakukan pada tahap ini akan berakibat fatal pada tahap
berikutnya. Pengkajian secara integral dari fungsi pasien meliputi fungsi fisik biologis dan
psikologis sangat diperlukan untuk keberhasilan dan kesuksesan suatu operasi (scribd, 2016).
Preoperatif adalah fase dimulai ketika keputusan untuk menjalani operasi atau
pembedahan dibuat dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja operasi ( Smeltzer and
Bare, 2002 ).
Fase praoperatif adalah waktu sejak keputusan untuk operasi diambil hingga sampai
ke meja pembedahan, tanpa memandang riwayat atau klasifikasi pembedahan.
Tindakan keperawatan preoperatif merupakan tindakan yang dilakukan oleh perawat
dalam rangka mempersiapkan pasien untuk dilakukan tindakan pembedahan dengan tujuan
untuk menjamin keselamatan pasien intraoperatif.
B. Tipe pembedahan
Menurut fungsinya (tujuannya), Potter & Perry ( 2005 ) membagi menjadi:
1. Diagnostik : biopsi, laparotomi eksplorasi
2. Kuratif (ablatif) : tumor, appendiktom
3. Reparatif : memperbaiki luka multiple
4. Rekonstruktif : mamoplasti, perbaikan wajah.
5. Paliatif : menghilangkan nyeri,
6. Transplantasi : penanaman organ tubuh untuk menggantikan organ atau struktur tubuh yang
malfungsi (cangkok ginjal, kornea).
Sedangkan Smeltzer and Bare ( 2001 ), membagi operasi menurut tingkat urgensi dan
luas atau tingkat resiko:
1. Menurut tingkat urgensinya
a. Kedaruratan
Klien membutuhkan perhatian dengan segera, gangguan yang diakibatkannya diperkirakan
dapat mengancam jiwa (kematian atau kecacatan fisik), tidak dapat ditunda.
b. Urgen
Klien membutuhkan perhatian segera, dilaksanakan dalam 24 – 30 jam.
c. Diperlukan
Klien harus menjalani pembedahan, direncanakan dalam beberapa minggu atau bulan.
d. Elektif
Klien harus dioperasi ketika diperlukan, tidak terlalu membahayakan jika tidak dilakukan.
e. Pilihan

60
Keputusan operasi atau tidaknya tergantung kepada klien (pilihan pribadi klien).
2. Menurut luad dan tingkat resiko
a. Mayor
Operasi yang melibatkan organ tubuh secara luas dan mempunyai tingkat resiko yang tinggi
terhadap kelangsungan hidup klien.
b. Minor
Operasi pada sebagian kecil dari tubuh yang mempunyai resiko komplikasi lebih kecil
dibandingkan dengan operasi mayor.
C. Persiapan Klien di Unit Perawatan
1. Persiapan fisik
Persiapan fisik pre operasi yang dialami oleh pasien dibagi dalam 2 tahapan, yaitu
persiapan di unit perawatan dan persiapan di ruang operasi. Berbagai persiapan fisik yang
harus dilakukan terhadap pasien sebelum operasi menurut Brunner & Suddarth (2002),
antara lain :
a. Status kesehatan fisik secara umum
Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan pemeriksaan status kesehatan secara
umum, meliputi identitas klien, riwayat penyakit seperti kesehatan masalalu, riwayat
kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik lengkap, antara lain status hemodinamik, status
kardiovaskuler, status pernafasan, fungsi ginjal dan hepatik, fungsi endokrin, fungsi
imunologi, dan lain-lain. Selain itu pasien harus istirahat yang cukup, karena dengan istirahat
dan tidur yang cukup pasien tidak akan mengalam stres fisik, tubuh lebih rileks sehingga bagi
pasien yang memiliki riwayat hipertensi, tekanan darahnya dapat stabil dan bagi pasien
wanita tidak akan memicu terjadinya haid lebih awal.
b. Status nutrisi
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mngukur tinggi badan dan berat badan, lipat kulit trisep,
lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin dan globulin) dan keseimbangan nitrogen.
Segala bentuk defisiensi nutrisi harus dikoreksi sebelum pembedahan untuk memberikan
protein yang cukup untuk perbaikan jaringan. Kondisi gizi buruk dapat mengakibatkan pasien
mengalami berbagai komplikasi pasca operasi dan mengakibatkan pasien menjadi lebih lama
dirawat dirumah sakit. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah infeksi pasca operasi,
dehisiensi (terlepasnya jahitan sehingga luka tidak bisa menyatu), demam dan penyembuhan
luka yang lama. Pada kondisi yang serius pasien dapat mengalami sepsis yang bisa
mengakibatkan kematian.
c. Keseimbangan cairan dan elektrolit
Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan output cairan. Demikian
juga kadar elektrolit serum harus berada dalam rentang normal. Kadar elektrolit serum harus
berada dalam rentang normal. Kadar elektrolit yang biasanya dilakukan pemeriksaan
diantaranya adalah kadar natrium serum (normal : 134-145 mmol/l), kadar kalium serum
(normal : 3,5-5 mmol/l) dan kadar kreatinin serum (0,70-1,50 mg/dl). Keseimbangan cairan
dan elektrolit terkait erat dengan fungsi ginjal. Dimana ginjal berfungsi mengatur mekanisme
asam basa dan eksresi metabolit obat-obatan anstesi. Jika fungsi ginjal mengalami gangguan
seperti oliguri/anuria, infusiensi renal akut, dan nefritis akut, maka operasi harus ditunda
menunggu perbaikan fungsi ginjal, keculi pada kasus-kasus yang mengancam jiwa.
d. Kebersihan lambung dan kolon

61
Lambung dan kolon harus dibersihkan terlebih dahulu. Intervensi keperawatan yang bisa
diberikan diantaranya adalah pasien dipuasakan dan dilakukan tindakan pengosongan
lambung dan kolon dengan tindakan enema/lavement. Lamanya puasa berkisar antara 7
sampai 8 jam (biasanya puasa dilakukan mulai pukul 24.00 WIB). Tujuan dari pengosongan
lambung dan kolon adalah untuk menghindari aspirasi (masuknya cairan lambung ke paru-
paru) dan menghindari kontaminasi feses ke area pembedahan sehingga menghindarkan
terjadinya infeksi pasca pembedahan. Khusus pada pasien yang membutuhkan
operasi CITO (segera), seperti pada pasien kecelakaan lalu lintas, maka pengosongan
lambung dapat dilakukan dengan cara pemasangan NGT (naso gastric tube).
e. Pencukuran daerah operasi
Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari terjadinya infeksi pada
daerah yang dilakukan pembedahan karena rambut yang tidak dicukur dapat menjadi tempat
bersembunyi kuman dan juga mengganggu/menghambat proses penyembuhan dan perawatan
luka. Meskipun demikian ada beberapa kondisi tertentu yang tidak memerlukan pencukuran
sebelum operasi, misalnya pada pasien luka incisi pada lengan. Tindakan pencukuran
(scheren) harus dilakukan dengan hati-hati jangan sampai menimbulkan luka pada daerah
yang dicukur. Sering kali pasien diberikan kesempatan untuk mencukur sendiri agar pasien
merasa lebih nyaman.
f. Personal hygiene
Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi karena tubuh yang kotor
dapat merupakan sumber kuman dan dapat mengakibatkan infeksi pada daerah yang
dioperasi. Pada pasien yang kondisi fisiknya kuat dianjurkan untuk mandi sendiri dan
membersihkan daerah operasi dengan lebih seksama. Sebaliknya jika pasien tidak mampu
memenuhi kebutuhan personal hygiene secara mandiri maka perawat akan memberikan
bantuan pemenuhan kebutuhan personal hygiene.
g. Pengosongan kandung kemih
Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan melakukan pemasangan kateter. Selain untuk
pengongan isi bladder tindakan kateterisasi juga diperlukan untuk
mengobservasi balance cairan.
h. Latihan pra operasi
Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum operasi, hal ini sangat penting
sebagai persiapan pasien dalam menghadapi kondisi pasca operasi, seperti : nyeri daerah
operasi, batuk dan banyak lendir pada tenggorokan.
Latihan yang diberikan pada pasien sebelum operasi antara lain:
1) Latihan nafas dalam
Latihan nafas dalam sangat bermanfaat bagi pasien untuk mengurangi nyeri setelah
operasi dan dapat membantu pasien relaksasi sehingga pasien lebih mampu beradaptasi
dengan nyeri dan dapat meningkatkan kualitas tidur. Selain itu teknik ini juga dapat
meningkatkan ventilasi paru dan oksigenasi darah setelah anastesi umum. Dengan melakukan
latihan tarik nafas dalam secara efektif dan benar maka pasien dapat segera mempraktekkan
hal ini segera setelah operasi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pasien.
2) Latihan batuk efektif
Latihan batuk efektif juga sangat diperlukan bagi klien terutama klien yang mengalami
operasi dengan anstesi general. Karena pasien akan mengalami pemasangan alat bantu nafas

62
selama dalam kondisi teranestesi. Sehingga ketika sadar pasien akan mengalami rasa tidak
nyaman pada tenggorokan. Dengan terasa banyak lendir kental di tenggorokan. Latihan batuk
efektif sangat bermanfaat bagi pasien setalah operasi untuk mengeluarkan lendir atau sekret
tersebut.
3) Latihan gerak sendi
Latihan gerak sendi merupakan hal sangat penting bagi pasien sehingga setelah operasi,
pasien dapat segera melakukan berbagai pergerakan yang diperlukan untuk mempercepat
proses penyembuhan. Pasien/keluarga pasien seringkali mempunyai pandangan yang keliru
tentang pergerakan pasien setelah operasi. Banyak pasien yang tidak berani menggerakkan
tubuh karena takut jahitan operasi sobek atau takut luka operasinya lama sembuh. Pandangan
seperti ini jelas keliru karena justru jika pasien selesai operasi dan segera bergerak maka
pasien akan lebih cepat merangsang usus (peristaltik usus) sehingga pasien akan lebih cepat
kentut/flatus.
Tujuan lainnya adalah memperlancar sirkulasi untuk mencegah stasis vena dan
menunjang fungsi pernafasan optimal. Intervensi ditujukan pada perubahan posisi tubuh dan
juga Range of Motion (ROM). Latihan perpindahan posisi dan ROM ini pada awalnya
dilakukan secara pasif namun kemudian seiring dengan bertambahnya kekuatan tonus otot
maka pasien diminta melakukan secara mandiri.
2. Persiapan penunjang
Persiapan penunjang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari tindakan
pembedahan. Tanpa adanya hasil pemeriksaan penunjang, maka dokter bedah tidak mungkin
bisa menentukan tindakan operasi yang harus dilakukan pada pasien. Pemeriksaan penunjang
yang dimaksud adalah berbagai pemeriksaan radiologi, laboratorium maupun pemeriksaan
lain seperti ECG, dan lain-lain.
Berbagai jenis pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan pada pasien sebelum
operasi (tidak semua jenis pemeriksaan dilakukan terhadap pasien, namun tergantung pada
jenis penyakit dan operasi yang dijalani oleh pasien).
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien preoperasi antara lain :
1. Pemeriksaan Radiologi dan diagnostik, seperti : Foto thoraks, abdomen, foto tulang (daerah
fraktur), USG (Ultra Sono Grafi), CT scan (computerized Tomography Scan) , MRI
(Magnetic Resonance Imagine), BNO-IVP, Renogram, Cystoscopy, Mammografi, CIL
(Colon in Loop), EKG/ECG (Electro Cardio Grafi), ECHO, EEG (Electro Enchephalo
Grafi), dll.
2. Pemeriksaan Laboratorium, berupa pemeriksaan darah : hemoglobin, angka leukosit,
limfosit, LED (laju enap darah), jumlah trombosit, protein total (albumin dan globulin),
elektrolit (kalium, natrium, dan chlorida), CT/BT, ureum, kreatinin, BUN, dll. Bisa juga
dilakukan pemeriksaan pada sumsum tulang jika penyakit terkait dengan kelainan darah.
3. Biopsi, yaitu tindakan sebelum operasi berupa pengambilan bahan jaringan tubuh untuk
memastikan penyakit pasien sebelum operasi. Biopsi biasanya dilakukan untuk memastikan
apakah ada tumor ganas/jinak atau hanya berupa infeksi kronis saja.
4. Pemeriksaan Kadar Gula Darah (KGD).
Pemeriksaan KGD dilakukan untuk mengetahui apakah kadar gula darah pasien dalan
rentang normal atau tidak. Uji KGD biasanya dilakukan dengan puasa 10 jam (puasa jam 10

63
malam dan diambil darahnya jam 8 pagi) dan juga dilakukan pemeriksaan KGD 2 jam PP
(post prandial).
5. Informed Consent
Selain dilakukannya berbagai macam pemeriksaan penunjang terhadap pasien, hal lain
yang sangat penting terkait dengan aspek hukum dan tanggung jawab dan tanggung gugat,
yaituInformed Consent. Baik pasien maupun keluarganya harus menyadari bahwa tindakan
medis, operasi sekecil apapun mempunyai resiko. Oleh karena itu setiap pasien yang akan
menjalani tindakan medis, wajib menuliskan surat pernyataan persetujuan dilakukan tindakan
medis (pembedahan dan anestesi).
Informed Consent sebagai wujud dari upaya rumah sakit menjunjung tinggi aspek etik
hukum, maka pasien atau orang yang bertanggung jawab terhadap pasien wajib untuk
menandatangani surat pernyataan persetujuan operasi. Artinya apapun tindakan yang
dilakukan pada pasien terkait dengan pembedahan, keluarga mengetahui manfaat dan tujuan
serta segala resiko dan konsekuensinya. Pasien maupun keluarganya sebelum
menandatangani surat pernyataan tersebut akan mendapatkan informasi yang detail terkait
dengan segala macam prosedur pemeriksaan, pembedahan serta pembiusan yang akan
dijalani. Jika petugas belum menjelaskan secara detail, maka pihak pasien/keluarganya
berhak untuk menanyakan kembali sampai betul-betul paham. Hal ini sangat penting untuk
dilakukan karena jika tidak maka penyesalan akan dialami oleh pasien/keluarga setelah
tindakan operasi yang dilakukan ternyata tidak sesuai dengan gambaran keluarga.
6. Persiapan mental/emosional.
Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan
operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat berpengaruh terhadap kondisi
fisiknya.
Masalah mental yang biasa muncul pada pasien preoperasi adalah kecemasan. Maka
perawat harus mengatasi permasalahan yang sedang dihadapi klien. Perawat perlu mengkaji
mekanisme koping yang biasa digunakan oleh pasien dalam menghadapi stres. Disamping itu
perawat perlu mengkaji hal-hal yang bisa digunakan untuk membantu pasien dalam
menghadapi masalah ketakutan dan kecemasan preoperasi, seperti adanya orang terdekat,
tingkat perkembangan pasien, faktor pendukung/support system.
Persiapan mental dapat dilakukan dengan bantuan keluarga dan perawat. Kehadiran dan
keterlibatan keluarga sangat mendukung persiapan mental pasien. Keluarga hanya perlu
mendampingi pasien sebelum operasi, memberikan doa dan dukungan pasien dengan kata-
kata yang menenangkan hati pasien dan meneguhkan keputusan pasien untuk menjalani
operasi.

D. Peran perawat pra-operatif


Lamanya waktu praoperatif akan menentukan lengkapnya data pengkajian, misalnya:
jika pasien datang ke tempat pembedahan pada hari yang sama, maka waktu yang tersedia
mungkintidak cukup untuk melakukan pemeriksaan fisik yang komprehensif. Dalam kasus
ini perawat lebih berfokus pada pengkajian utama seluruh sistem tubuh untuk memastikan
bahwa tidak ada masalah yang terabaikan. Walaupun dokter akan melakukan pemeriksaan
yang teliti dan menyeluruh sebelum menentukan jadwal pembedahan, tetapi pengkajian
praoperatif sering kali menunjukkan adanya ketidakabnormalan. Hal ini akan mengakibatkan

64
penundaan atau pembatalan jadwal pembedahan yang telah dibuat. Perawat harus tetap
waspada terhadap kemungkinan terjadinya komplikasi pascaoperatif karena biasanya hasil
pemeriksaan memperlihatkan hasil yang normal-normal saja.pengkajian praoperatif secara
umum meliputi:
1. Pengkajian umum
2. Riwayat kesehatan
3. Pengkajian psikososialspiritual
4. Pemeriksaan fisik
5. Pengkajian diagnostik.
Asuhan keperawatan praoperatif pada praktiknya akan dilakukan secara
berkesinambungan, baik asuhan keperawatan praoperatif di bagian rawat inap, poliklinik,
bagian bedah sehari (one day care ) atau di unit gawat darurat yang kemudian dilanjutkan
dikamar operasi oleh perawat perioperatif. Asuhan keperawatan praoperatif yang terintegrasi
di ruang rawat inap, poloklinik, bedah sehari, atau unit gawat darurat akan tetap dilanjutkan
oleh perawat perioperatif dikamar operasi (Muttaqin, 2009).

E. Tujuan Asuhan Keperawatan Pre-Operatif


Tujuan utama asuhan keperawatan pre-operatif pada klien bedah dapat meliputi :
1. Menghilangkan ansietas pre-operatif
2. Peningkatan pengetahuan tentang persiapan pre-operatif
3. Harapan pasca-operatif
F. Jenis – jenis tindakan keperawatan preoperatif
Kegiatan keperawatan yang dapat dilakukan sesuai peran perawat perioperatif antara
lain mengidentifikasi factor – factor yang mempengaruhi resiko pelaksanaan operasi,
mengkaji kebutuhan fisik dan psikologis dan memfasilitasi persiapan fisik dan psikologis
selama masa pra pembedahan (Taylor, 1997 ).
Adapun tindakan keperawatan preoperatif yang dapat dilakukan sesuai peran perawat
perioperatif antara lain :
1. Membina hubungan terpeutik, memberi kesempatan pada klien untuk menyatakan rasa
takut dan perhatiannya terhadap rencana operasi
2. Melakukan sentuhan untuk menunjukkan adanya empati dan perhatian
3. Menjawab atau menerangkan tentang berbagai prosedur operasi
4. Meningkatkan pemenuhan nutrisi dan hidrasi
5. Mengajarkan batuk dan nafas dalam
6. Mengajarkan manajemen nyeri setelah pembedahan
7. Mengajarkan latihan lengan dan ambulasi
8. Menerangkan alat – alat yang akan digunakan oleh klien selama operasi.

(https://www.academia.edu/39889316/ASUHAN_KEPERAWATAN_PRE-OPERATIF

https://www.scribd.com/doc/114439789/Askep-Perioperatif-Dan-Persiapan-Pasien-Sebelum-
Operasi )

65
Tindakan Keperawatan preoperatif

1. Pengertian

Tindakan keperawatan adalah setiap terapi perawatan langsung yang dilakukan perawat untuk
kepentingan klien, terapi tersebut termasuk terapi yang dilakukan perawat berdasarkan
diagnosis keperawatan, pengobatan yang dilakukan dokter berdasarkan diagnosis medis, dan
melakukan fungsi penting sehari – hari untuk klien yang tidak dapat melakukannya ( Mc.
Closkey dan Bulechek 1992 ) yang dikutip Barbara J. G ( 2008 ). Tindakan keperawatan
preoperatif merupakan tindakan yang dilakukan oleh perawat dalam rangka mempersiapkan
pasien untuk dilakukan tindakan pembedahan dengan tujuan untuk menjamin keselamatan
pasien intraoperatif. Persiapan fisik maupun pemeriksaan penunjang serta persiapan mental
sangat diperlukan karena kesuksesan suatu tindakan pembedahan klien berawal dari
kesuksesan persiapan yang dilakukan selama tahap persiapan. Kesalahan yang dilakukan
pada saat tindakan preoperatif apapun bentuknya dapat berdampak pada tahap-tahap
selanjutnya, untuk itu diperlukan kerjasama yang baik antara masing-masing komponen yang
berkompeten untuk menghasilkan outcome yang optimal, yaitu kesembuhan pasien secara
paripurna ( Rothrock, 1999 ). Pengakajian secara integral dari fungsi pasien meliputi fungsi
fisik biologis dan psikologis sangat diperlukan untuk keberhasilan dan kesuksesan suatu
operasi.

2. Persiapan Klien di Unit Perawatan

a. Persiapan Fisik

Persiapan fisik pre operasi yang dialami oleh pasien dibagi dalam 2 tahapan, yaitu persiapan
di unit perawatan dan persiapan di ruang operasi. Berbagai persiapan fisik yang harus
dilakukan terhadap pasien sebelum operasi menurut Brunner & Suddarth ( 2002 ), antara lain
:

1) Status kesehatan fisik secara umum

Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan pemeriksaan status kesehatan secara


umum, meliputi identitas klien, riwayat penyakit seperti kesehatan masa lalu, riwayat
kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik lengkap, antara lain status hemodinamika, status
kardiovaskuler, status pernafasan, fungsi ginjal dan hepatik, fungsi endokrin, fungsi
imunologi, dan lain-lain. Selain itu pasien harus istirahat yang cukup, karena dengan istirahat
dan tidur yang cukup pasien tidak akan mengalami stres fisik, tubuh lebih rileks sehingga
bagi pasien yang memiliki riwayat hipertensi, tekanan darahnya dapat stabil dan bagi pasien
wanita tidak akan memicu terjadinya haid lebih awal.

2) Status Nutrisi

Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat badan, lipat kulit
trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin dan globulin) dan keseimbangan
nitrogen. Segala bentuk defisiensi nutrisi harus dikoreksi sebelum pembedahan untuk
memberikan protein yang cukup untuk perbaikan jaringan. Kondisi gizi buruk dapat

66
mengakibatkan pasien mengalami berbagai komplikasi pasca operasi dan mengakibatkan
pasien menjadi lebih lama dirawat di rumah sakit. Komplikasi yang paling sering terjadi
adalah infeksi pasca operasi, dehisiensi (terlepasnya jahitan sehingga luka tidak bisa
menyatu), demam dan penyembuhan luka yang lama. Pada kondisi yang serius pasien dapat
mengalami sepsis yang bisa mengakibatkan kematian.

3) Keseimbangan cairan dan elektrolit

Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan output cairan.
Demikaian juga kadar elektrolit serum harus berada dalam rentang normal. Kadar elektrolit
yang biasanya dilakukan pemeriksaan di antaranya adalah kadar natrium serum (normal : 135
-145 mmol/l), kadar kalium serum (normal : 3,5 – 5 mmol/l) dan kadar kreatinin serum (0,70
– 1,50 mg/dl). Keseimbangan cairan dan elektrolit terkait erat dengan fungsi ginjal. Dimana
ginjal berfungsi mengatur mekanisme asam basa dan ekskresi metabolit obatobatan anastesi.
Jika fungsi ginjal baik maka operasi dapat dilakukan dengan baik. Namun jika ginjal
mengalami gangguan seperti oliguri/anuria, insufisiensi renal akut, dan nefritis akut, maka
operasi harus ditunda menunggu perbaikan fungsi ginjal, kecuali pada kasuskasus yang
mengancam jiwa.

4) Kebersihan lambung dan kolon

Lambung dan kolon harus dibersihkan terlebih dahulu. Intervensi keperawatan yang bisa
diberikan diantaranya adalah pasien dipuasakan dan dilakukan tindakan pengosongan
lambung dan kolon dengan tindakan enema/lavement. Lamanya puasa berkisar antara 7
sampai 8 jam (biasanya puasa dilakukan mulai pukul 24.00 WIB). Tujuan dari pengosongan
lambung dan kolon adalah untuk menghindari aspirasi (masuknya cairan lambung ke paru-
paru) dan menghindari kontaminasi feses ke area pembedahan sehingga menghindarkan
terjadinya infeksi pasca pembedahan. Khusus pada pasien yang membutuhkan operasi CITO
(segera), seperti pada pasien kecelakaan lalu lintas, maka pengosongan lambung dapat
dilakukan dengan cara pemasangan NGT (naso gastric tube).

5) Pencukuran daerah operasi

Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari terjadinya infeksi pada daerah
yang dilakukan pembedahan karena rambut yang tidak dicukur dapat menjadi tempat
bersembunyi kuman dan juga mengganggu/menghambat proses penyembuhan dan perawatan
luka. Meskipun demikian ada beberapa kondisi tertentu yang tidak memerlukan pencukuran
sebelum operasi, misalnya pada pasien luka incisi pada lengan. Tindakan pencukuran
(scheren) harus dilakukan dengan hati-hati jangan sampai menimbulkan luka pada daerah
yang dicukur. Sering kali pasien diberikan kesempatan untuk mencukur sendiri agar pasien
merasa lebih nyaman. Daerah yang dilakukan pencukuran tergantung pada jenis operasi dan
daerah yang akan dioperasi. Biasanya daerah sekitar alat kelamin (pubis) dilakukan
pencukuran jika yang dilakukan operasi pada daerah sekitar perut dan paha. Misalnya :
apendiktomi, herniotomi, uretrolithiasis, operasi pemasangan plate pada fraktur femur, dan
hemmoroidektomi. Selain terkait daerah pembedahan, pencukuran pada lengan juga
dilakukan pada pemasangan infus sebelum pembedahan.

67
6) Personal Hygine

Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi karena tubuh yang kotor
dapat merupakan sumber kuman dan dapat mengakibatkan infeksi pada daerah yang
dioperasi. Pada pasien yang kondisi fisiknya kuat dianjurkan untuk mandi sendiri dan
membersihkan daerah operasi dengan lebih seksama. Sebaliknya jika pasien tidak mampu
memenuhi kebutuhan personal hygiene secara mandiri maka perawat akan memberikan
bantuan pemenuhan kebutuhan personal hygiene.

7) Pengosongan kandung kemih

Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan melakukan pemasangan kateter. Selain untuk
pengongan isi bladder tindakan kateterisasi juga diperlukan untuk mengobservasi balance
cairan.

8) Latihan Pra Operasi

Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum operasi, hal ini sangat penting
sebagai persiapan pasien dalam menghadapi kondisi pasca operasi, seperti : nyeri daerah
operasi, batuk dan banyak lendir pada tenggorokan. Latihan yang diberikan pada pasien
sebelum operasi antara lain:

a) Latihan Nafas Dalam

Latihan nafas dalam sangat bermanfaat bagi pasien untuk mengurangi nyeri setelah operasi
dan dapat membantu pasien relaksasi sehingga pasien lebih mampu beradaptasi dengan nyeri
dan dapat meningkatkan kualitas tidur. Selain itu teknik ini juga dapat meningkatkan ventilasi
paru dan oksigenasi darah setelah anastesi umum. Dengan melakukan latihan tarik nafas
dalam secara efektif dan benar maka pasien dapat segera mempraktekkan hal ini segera
setelah operasi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pasien. Latihan nafas dalam dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut : Pasien tidur dengan posisi duduk atau setengah
duduk (semifowler) dengan lutut ditekuk dan perut tidak boleh tegang. Letakkan tangan di
atas perut, hirup udara sebanyak-banyaknya dengan menggunakan hidung dalam kondisi
mulut tertutup rapat. Tahan nafas beberapa saat (3-5 detik) kemudian secara perlahan-lahan,
udara dikeluarkan sedikit demi sedikit melalui mulut. Lakukan hal ini berulang kali (15 kali).
Lakukan latihan dua kali sehari praopeartif.
b) Latihan Batuk Efektif
Latihan batuk efektif juga sangat diperlukan bagi klien terutama klien yang mengalami
operasi dengan anstesi general. Karena pasien akan mengalami pemasangan alat bantu nafas
selama dalam kondisi teranestesi. Sehingga ketika sadar pasien akan mengalami rasa tidak
nyaman pada tenggorokan. Dengan terasa banyak lendir kental di tenggorokan. Latihan batuk
efektif sangat bermanfaat bagi pasien setalah operasi untuk mengeluarkan lendir atau sekret
tersebut. Pasien dapat dilatih melakukan teknik batuk efektif dengan cara : Pasien condong ke
depan dari posisi semifowler, jalinkan jarijari tangan dan letakkan melintang di atas incisi
sebagai bebat ketika batuk. Kemudian pasien nafas dalam seperti cara nafas dalam (3-5 kali)

68
Segera lakukan batuk spontan, pastikan rongga pernafasan terbuka dan tidak hanya batuk
dengan mengandalkan kekuatan tenggorokan saja karena bisa terjadi luka pada tenggorokan.
Hal ini bisa menimbulkan ketidaknyamanan, namun tidak berbahaya terhadap incisi. Ulangi
lagi sesuai kebutuhan. Jika selama batuk daerah operasi terasa nyeri, pasien bisa
menambahkan dengan menggunakan bantal kecil atau gulungan handuk yang lembut untuk
menahan daerah operasi dengan hati-hati sehingga dapat mengurangi guncangan tubuh saat
batuk.
c) Latihan Gerak Sendi
Latihan gerak sendi merupakan hal sangat penting bagi pasien sehingga setelah operasi,
pasien dapat segera melakukan berbagai pergerakan yang diperlukan untuk mempercepat
proses penyembuhan. Pasien/keluarga pasien seringkali mempunyai pandangan yang keliru
tentang pergerakan pasien setelah operasi. Banyak pasien yang tidak berani menggerakkan
tubuh karena takut jahitan operasi sobek atau takut luka operasinya lama sembuh. Pandangan
seperti ini jelas keliru karena justru jika pasien selesai operasi dan segera bergerak maka
pasien akan lebih cepat merangsang usus (peristaltik usus) sehingga pasien akan lebih cepat
kentut/flatus. Keuntungan lain adalah menghindarkan penumpukan lendir pada saluran
pernafasan dan terhindar dari kontraktur sendi dan terjadinya dekubitus. Tujuan lainnya
adalah memperlancar sirkulasi untuk mencegah stasis vena dan menunjang fungsi pernafasan
optimal. Intervensi ditujukan pada perubahan posisi tubuh dan juga Range of Motion (ROM).
Latihan perpindahan posisi dan ROM ini pada awalnya dilakukan secara pasif namun
kemudian seiring dengan bertambahnya kekuatan tonus otot maka pasien diminta melakukan
secara mandiri. Status kesehatan fisik merupakan faktor yang sangat penting bagi pasien yang
akan mengalami pembedahan, keadaan umum yang baik akan mendukung dan
mempengaruhi proses penyembuhan. Sebaliknya, berbagai kondisi fisiologis dapat
mempengaruhi proses pembedahan. Demikian juga faktor usia/penuaan dapat mengakibatkan
komplikasi dan merupakan faktor resiko pembedahan. Oleh karena itu sangatlah penting
untuk mempersiapkan fisik pasien sebelum dilakukan pembedahan/operasi.

69
TINDAKAN KEPERAWATAN PRE OPERATIF

1. SOP MEMBERSIHKAN DAERAH OPERASI

Persiapan
1. Persiapan Alat
a. Alat-alat steril
1. Pinset anatomis 1 buah
2. Pinset sirugis 1 buah
3. Gunting bedah/jaringan 1 buah
4. Kassa kering dalam kom tertutup secukupnya
5. Kassa desinfektan dalam kom tertutup
6. Handsoon 1 pasang
7. Korentang/forcep
b. Alat-alat tidak steril
1. Gunting verban 1
2. buah
3. Plester
4. Pengalas
5. Kom kecil 2 buah (bila dibutuhkan)\
6. Kapas alcohol
7. Sabun cair anti septik
8. Aceton/bensin
9. NaCl 9 %
10. Cairan antiseptic (bila dibutuhkan)
11. Handsoon 1 pasang
12. Masker
13. Bengkok
14. Air hangat (bila dibutuhkan)
15. Kantong plastic/baskom untuk tempat sampah
c. Persiapan Lingkungan
1. Menutup sampiran
2. Membuat pasien merasa nyaman
3. Menjaga privasi pasien
d. Persiapan pasien
1. Memberi salam
2. Memperkenalkan diri
3. Menjelaskan maksud dan tujuan serta meminta ijin pada pasien

B. Tahap Pelaksanaan
1. Perawat cuci tangan
2. Pasang masker dan sarung tangan yang tidak steril
3. Atur posisi pasien sesuai dengan kebutuhan
4. Letakkan pengalas dibawah area luka
5. Buka balutan lama (hati-hati jangan sampai menyentuh luka) dengan menggunakan pinset
anatomi, buang balutan bekas kedalam bengkok. Jika menggunakan plester lepaskan plester
dengan cara melepaskan ujungnya dan menahan kulit dibawahnya, setelah itu tarik secara
perlahan sejajar dengan kulit dan kearah balutan. (Bila masih terdapat sisa perekat dikulit,
dapat dihilangkan dengan aceton/ bensin )

70
6. Bila balutan melekat pada jaringan dibawah, jangan dibasahi, tapi angkat balutan dengan
berlahan
7. Letakkan balutan kotor ke bengkok lalu buang kekantong plastic, hindari kontaminasi
dengan permukaan luar wadah
8. Kaji lokasi, tipe, jumlah jahitan atau bau dari luka
9. Membuka set balutan steril dan menyiapkan larutan pencuci luka dan obat luka dengan
memperhatikan tehnik aseptic
10. Buka sarung tangan ganti dengan sarung tangan steril
11. Membersihkan luka dengan sabun anti septic atau NaCl 9 %
12. Memberikan obat atau antikbiotik pada area luka (disesuaikan dengan terapi)
13. Menutup luka dengan cara:
a. Balutan kering
a. Lapisan pertama kassa kering steril u/ menutupi daerah insisi dan bagian
sekeliling kulit
b. Lapisan kedua adalah kassa kering steril yang dapat menyerap
c. Lapisan ketiga kassa steril yang tebal pada bagian luar
b. Balutan basah – kering
a. Lapisan pertama kassa steril yang telah diberi cairan steril atau untuk menutupi
area luka
b. Lapisan kedua kasa steril yang lebab yang sifatnya menyerap
c. Lapisan ketiga kassa steril yang tebal pada bagian luar
c. Balutan basah – basah
a. Lapisan pertama kassa steril yang telah diberi dengan cairan fisiologik u/
menutupi luka
b. Lapisa kedua kassa kering steril yang bersifat menyerap
c. Lapisan ketiga (paling luar) kassa steril yang sudah dilembabkan dengan cairan
fisiologik
14. Plester dengan rapi
15. Buka sarung tangan dan masukan kedalam kantong plastic tempat sampah
16. Lepaskan masker
17. Atur dan rapikan posisi pasien
18. Buka sampiran
19. Rapikan peralatan dan kembalikan ketempatnya dalam keadaan bersih, kering dan rapi
20. Perawat cuci tangan

C. Tahap Evaluasi
Evaluasi keadaan umum pasien

D. Dokumentasi
Dokumentasikan tindakan dalam catatan keperawatan

https://www.scribd.com/document/348307926/Sop-Membersihkan-Daerah-Operasi

71
2. MENCUKUR DAERAH OPERASI
Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari terjadinya infeksi pada
daerah yang dilakukan pembedahan karena rambut yang tidak dicukur dapat menjadi
tempat bersembunyi kuman dan juga mengganggu/menghambat proses penyembuhan dan
perawatan luka. Meskipun demikian ada beberapa kondisi tertentu yang tidak
memerlukan pencukuran sebelum operasi, misalnya pada pasien luka incisi pada lengan.
Tindakan pencukuran (scheren) harus dilakukan dengan hati-hati jangan sampai
menimbulkan luka pada daerah yang dicukur. Sering kali pasien diberikan kesempatan
untuk mencukur sendiri agar pasien merasa lebih nyaman. Daerah yang dilakukan
pencukuran tergantung pada jenis operasi dan daerah yang akan dioperasi. Biasanya
daerah sekitar alat kelamin (pubis) dilakukan pencukuran jika yang dilakukan operasi
pada daerah sekitar perut dan paha. Misalnya : apendiktomi, herniotomi, uretrolithiasis,
operasi pemasangan plate pada fraktur femur, dan hemmoroidektomi. Selain terkait
daerah pembedahan, pencukuran pada lengan juga dilakukan pada pemasangan infus
sebelum pembedahan.

72
SOP MENCUKUR DAERAH OPERASI

Mencukur daerah operasi

No. Dokumen No. Revisi Halaman


SOP/036/RS/2014 01 1/2

Disahkan oleh
Direktur
Tanggal Terbit
Standar
Prosedur 2 Desember 2014
Operasional
dr. Yulia Pohan

PENGERTIAN
Menghilangkan rambut dan kotoran pada daerah operasi

TUJUAN Membersihkan lapangan operasi dari rambut


Mencegah terjadinya infeksi

Penerapan Standar Pelayanan RS


Pasien yang meerlukan tindakan tersebut
KEBIJAKAN

PETUGAS Perawat

PROSEDUR Persiapan alat


PELAKSANAAN
1. gunting rambut\
2. alat cukur (alat harus tersedia dalam keadaan tajam)
3. mangkok berisi larutan kebutuhan
4. kapas
5. kassa / verband sesuai kebutuhan
6. alkohol 70 %
7. plester
8. pengalas
9. air dalam waskom
10. waslap / handuk

B. Persiapan pasien

pasien diberitahu kalau akan dilakukan tindakan

73
C. Pelaksanaan :

1. alat-alat didekatkan de pasien


2. lepaskan pakaian di daerah yang akan dicukur
3. pasang pengalas
4. bila rambut panjang gunting dulu kemudian dengan kapas yang
sidah dibasahi dengan air sabun usap daerah yang akan dicukur
5. cukur daerah yang akan dioperasi dengan alat cukur
6. bersihkan dengan air sabun kemudian bilas dengan air bersih
7. keringkan dengan waslap / handuk

https://www.scribd.com/doc/312314014/SOP-Mencukur

74
3. KLISMA
1. Defenisi
Adalah suatu tindakan memasukkan cairan secara perlahan-lahan ke dalam rektum
dan kolon sigmoid melalui anus dengan menggunakan kanul rektal. Terdapat tiga
jenis enema; enema rendah, enema tinggi, dan enema gliserin.
- Enema rendah adalah memasukkan cairan melalui anus sampai ke kolon
desenden.
- Enema tinggi adalah memasukkan cairan melalui anus (rektum) sampai ke kolon
asenden.
- Enema gliserin adalah memasukkan cairan melalui anus ke dalam kolon sigmoid
dengan menggunakan spuit gliserin.

2. Tujuan

a. Merangsang peristaltik usus dan defekasi untuk mengatasi konstipasi dan


impaksi.
b. Membersihkan kolon untuk persiapan operasi atau pemeriksaan diagnostic.
c. Melunakkan feses yang telah mengeras atau mengosongkan rectum dan kolon
bawah untuk prosedur diagnostic atau pembedahan.
d. Membantu defekasi yang normal sebagai bagian dari program latihan defekasi
(bowel training program)
e. Memberikan terapi seperti: mengurangi kadar kalium yang tinggi dengan
enema Natrium Polystyrene Sulfonate (Kayexalate) dan mengurangi bakteri
kolon dengan enema Neomycin.

3. Klasifikasi Klisma/Huknah/Enema
Enema dapat diklasifikasikan ke dalam 4 golongan menurut cara kerjanya:
cleansing (membersihkan), carminative (untuk mengobati flatulence), retensi
(menahan), dan mengembalikan aliran.

a. Enema cleansing, meningkatkan evakuasi feses secara lengkap dari kolon. Enema
ini bekerja dengan cara menstimulasi peristaltik melalui pemasukan sejumlah besar
larutan atau melaui iritasi lokal mukosa kolon. Ada dua jenis: high enema dan low
enema. High enema diberikan untuk membersihkan keseluruhan kolon. Cairan
diberikan pada tekanan yang tinggi dengan menaikkan wadah enema 30-45 cm

75
atau sedikit lebih tinggi di atas pinggul klien. Posisi klien berubah dari posisi
lateral kiri ke posisi rekumben dorsal dan kemudian ke posisi lateral kanan, agar
cairan dapat turun ke usus besar. Low enema diberikan hanya untuk membersihkan
rektum dan kolon sigmoid. Perawat memegang kantung enema 7,5 cm atau lebih
rendah dari atas pinggul klien. Enema pembersih paling efektif jika diberikan
dalam waktu 5-10 menit.
b. Enema carminative, menghilangkan distensi gas. Enema ini meningkatkan
kemampuan untuk mengeluarkan flatus. Larutan dimasukkan ke dalam rektum
untuk mengeluarkan gas dengan merenggangkan rektum dan kolon, kemudian
merangsang peristaltik. Untuk orang dewasa dimasukkan 60-180ml.
c. Enema retensi-minyak melumasi rektum dan kolon. Feses mengabsorpsi minyak
sehingga feses menjadi lebih lunak dan lebih mudah dikeluarkan. Untuk
meningkatkan kerja minyak, klien mempertahankan enema selama 1-3 jam.
d. Enema bolak-balik, digunakan untuk mengurangi flatus dan meningkatkan
gerakan peristaltik. Pertama-tama larutan (100-200 ml untuk orang dewasa)
dimasukkan ke rektum dan kolon sigmoid klien, kemudian wadah larutan
direndahkan sehingga cairan turun kembali keluar melalui selang rektum ke dalam
wadah. Pertukaran aliran cairan ke dalam dan keluar ini berulang 5-6 kali, sampai
perut gembung hilang atau abdomen merenggang dan rasa tidak nyaman
berkurang atau hilang.
e. Enema medikasi (enema untuk tujuan medis) mengandung obat-obatan. Contoh
enema medikasi adalah Natrium Polisitren Sulfonat (Kayexalate), digunakan
untuk mengobati klien yang memiliki kadar kalium serum tinggi. Obat ini
mengandung suatu resin yang menukar ion-ion natrium dengan ion-ion kalium
didalam usus besar. Jenis enema medikasi lain ialah larutan Neomysin, yang
merupakan suatu antibiotik yang digunakan untuk mengurangi bakteri di kolon
sebelum klien menjalani bedah usus.

Volume maksimum yang dianjurkan untuk pemberian enema:

Bayi 150-250 ml
Toddler 250-350 ml
Anak usia sekolah 300-500 ml
Remaja 500-750 ml

76
Dewasa 750-1000 ml

Suhu volume larutan hangat untuk dewasa 40,5oC-43oC. Suhu cairan yang digunakan
untuk anak-anak adalah 37,7oC.

4. Indikasi, Kontra Indikasi, Dan Komplikasi

a.Indikasi
1) Klien yang mengalami konstipasi.
2) Klien yang mengalami impaksi.
3) Pemeriksaan radiologi seperti kolonoskopi,
endoskopi membutuhkan pengosongan usus supaya
hasil pembacaan yang diperoleh maksimal.
4) Anastesia umum (GA) dalam pembedahan bisa
diberikan melalui enema dengan tujuan untuk
mengurangi efek muntah selama dan setelah operasi,
juga mencegah terjadinya aspirasi.
b. Kontraindikasi
1) Klien yang mengalami dehidrasi dan bayi yang masih
muda, bila diberikan enema dengan tipe larutan
hipertonik.
2) Keadaan patologi klinis pada rektum dan kolon seperti
hemoroid bagian dalam atau hemoroid besar.
3) Tumor rektum dan kolon.
4) Pasien dengan gangguan fungsi jantung atau gagal ginjal.
5) Pasien post operasi.
c. Komplikasi
1) Kerusakan reflek defekasi normal, bila terlalu sering enema.
2) Iritasi mukosa kolon, bila cairan sabun terlalu banyak.
3) Inflamasi usus yang serius, terjadi bila diberikan sabun atau
deterjen yang keras ke dalam salin normal atau air kran.
4) Terjadi keracunan air atau beban sirkulasi berlebih, jika air kran
diabsorpsi dalam jumlah besar, sehingga enema air kran tidak
boleh berulang.

77
SOP KLISMA
5. Persiapan Alat Dan Bahan

a. 1 set enema berisi:


1) wadah untuk tempat larutan.
2) pipa untuk menghubungkan wadah ke selang rektum.
c. klem untuk menjepit pipa, untuk mengontrol aliran larutan ke
pasien.
d. Kanul rektal ukuran: 22-30 G Fr (dewasa), 12-18 G Fr (anak)
atau paket enema dengan rektal tip.
e. pelumas yang digunakan untuk rectal tube sebelum
dimasukkan.
f. termometer untuk mengukur suhu larutan.

g.sabun/jelly/garam
h.sejumlah larutan yang dibutuhkan dengan suhu yang tepat.
Larutan ditempatkan di wadahnya, diperiksa suhunya,
kemudian ditambahkan sabun/garam.
2. selimut mandi untuk menutupi klien
3. perlak agar tempat tidur tidak basah
4. kertas toilet
5. baskom, waslap dan handuk serta sabun
6. bedpan.

6. Prosedur
a. Cuci tangan.
b. Kaji status klien.
c. Siapkan alat dan tempatkan di dekat tempat tidur klien. Jelaskan alasan/tujuan dan
prosedur.
d. Pertahankan privasi klien: tutup pintu/pasang gorden, buka area rektal yang
diperlukan.

78
e. Berikan posisi yang nyaman: tinggikan tempat tidur yang sesuai dan pasang
pengaman tempat tidur pada sisi yang berlawanan, atur posisi klien: miring ke kiri
atau posisi Sim’s dengan lutut kanan fleksi.

f. Pasang perlak dan alasnya serta dekatkan bedpen.


g. Pasang sarung tangan, siapkan set enema, lumasi ujung kanul dengan jelly 7,5-
10 cm.
h. Tentukan letak anus dengan tangan non-dominan.
i. Masukkan ujung kanul perlahan-lahan 7,5-10 cm (dewasa); 5-7,5 cm (anak);
2,5-3,75 cm (anak). Anjurkan klien rileks & napas dalam.
j. Alirkan cairan enema dengan buka klem dan tinggikan kontainer perlahan: 30-
45 cm (high enema) dan 7,5 cm (low enema).
k. Bila sudah selesai, tarik kanul perlahan.
l. Anjurkan klien menahan 5-10 menit atau sesuai kemampuan klien (untuk anak,
rapatkan gluteus beberapa menit).
m. Bantu klien defekasi dan bersihkan.
n. Rapikan klien dan beriposisi nyaman. Kumpulkan dan bersihkan alat-alat.
o. Cuci tangan

Prosedur Huknah Gliserin:


a. Jelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan
b. Pasang sampiran
c. Pasang selimut mandi dan tarik selimut tidur
d. Lepaskan pakaian bagian bawah
e. Atur posisi klien:
1) Dewasa: miring ke kiri dengan lutut kanan fleksi
2) Bayi dan anak: rekumben dorsal di bawahnya diberi pispot
f. Pasang alas dan perlaknya

79
g. Teteskan gliserin pada punggung tangan untuk memeriksa kehangatan
kemudian tuangkan ke mangkok kecil
h. Isi spuit gliserin 10-20 cc dan keluarkan udara
i. Setelah pasien berada pada posisi miring, tangan kiri dan tangan kanan
mendorong bokong ke atas sambil memasukkan spuit perlahan-lahan hingga ke
rectum, lalu pasang bengkok
j. Masukkan spuit gliserin 7-10cm untuk orang dewasa dan 5-7,5 cm untuk anak
serta 2,5-3,75 cm untuk bayi
k. Masukkan gliserin perlahan-lahan sambil menganjurkan pasien untuk menarik
napas panjang dan dalam
l. Cabut spuit dan letakkan dalam bengkok
m. Bantu pasien BAB
1) Bantu pasien ke toilet untuk pasien yang bias ke toilet
2) Untuk pasien dengan keadaan umum yang lemah dan tirah baring, pasang
pispot
n. Ambil pispot
o. Bersihkan daerah perianal pada pasien yang buang air besar pada pispot.
1) Bersihkan dengan tisu
2) Ambil waslap dan bersihkan dengan air sabun pada daerah perianal Bilas
dengan air bersih
3) Keringkan dengan handuk
p. Tarik alas dan perlak
q. Ganti selimut mandi dan selimut tidur
r. Bantu pasien mengenakan pakaian bawah
s. Buka sampiran
t. Rapikan alat kemudian cuci tangan
u. Dokumentasikan warna dan konsistensi feses, adanya distensi abdomen
(Potter & Perry, 2005).

https://www.scribd.com/document/396000874/SOP-Klisma-docx

80
4. PENDIDIKAN KESEHATAN PRE OPERATIF
Pendidikan kesehatan setelah operasi diutamakan untuk pencegahan infeksi. Adapun
yang paling sering dilakukan oleh perawat adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dapat
dilakukan dengan menggunkaan air dan sabun atau antiseptik cair yang ada di tempat
tidur klien. Mencucui tangan diwajibkan kepada klien untuk mencegah infeksi. Dilakukan
sebelum makan, setelah makan dan setelah buang air. Selain itu, klien juga diingatkan
untuk meningkatkan istirhat tidurnya. Istirahat dan tidur mampu membantu proses
penyembuhan karena dengan istirahat yang cukup maka penyerapan nutrisi oleh tubuh
menjadi optimal dan proses penyembuhan luka berjalan maksimal.

SOP PENDIDIKAN KESEHATAN PRE OPERATIF

PENDIDIKAN KESEHATAN PRE OPERASI

No. Dokumen No. Revisi Halaman


.
STANDAR PROSEDUR
OPERASIONAL

1. PENGERTIAN Pendidikan kesehatan pre operasi adalah memberikan informasi


ke-pada klien dan keluarga tentang prosedur operatif, tujuan
operatif dan resiko komplikasi setelah operatif dan teknik
mengatasi nyeri serta latihan batuk efektif melalui diskusi,
ceramah dan atau demonstrasi.
2. TUJUAN 1. Meningkatkan pengetahuan pasien dan keluarga tentang
prosedur tindakan operasi yang akan dijalani pasien
2. Membangun kerjasama pasien dan keluarga dalam tindakan
operatif
1. KEBIJAKAN
:

81
2. PROSEDUR : 1. Berikan informasi kepada pasien dan keluarga tanggal,
waktu dan lokasi pembedahan
2. Berikan informasi kepada pasien dan orang terdekat berapa
lama operasi akan dijalani
3. Kaji pengalaman pembedahan terdahulu dan tingakat
pengetahuan klien terkait dengan pembedahan
4. Kaji kecemasan pasien/keluarga terkait dengan pembedahan
5. Berikan waktu kepada pasien untuk mengajukan pertanyaan
dan mendiskusikan hal-hal yang menjadi perhatian
6. Gambarkan rutinitas yang dilakukan sebelum operasi
(anastesi, diet, dll)
7. Jelaskan medikasi pra operatif, efek yang akan terjadi dan
rasionalisasi penggunaan
8. Berikaan informasi kepada orang terdekat tentang tempat
menunggu hasil pembedahan dengan tepat
9. Berikan informasi tentang apa yang akan didengar, dirasa,
dicium dan dilihat selama kejadian
10. Diskusikan manajemen nyeri yang mungkin dilakukan
11. Jelaskan tujuan pengkajian post operatif
12. Berikan penjelasan tentang rutinitas post operatif/peralatan
yang mungkin digunakan (penggantian balutan, pengobatan
dll) dan berikan penjelasan tentang tujuan masing-masing.
13. Berikan penjelasan kepada pasien teknik mengubah posisi
ditempat tidur dengan tepat
14. Evaluasi kemampuan pasien untuk memdemonstrasikan
cara mengubah posisi dengan tepat
15. Berikan penjelasan kepada pasien cara menggunkan insentif
spirometri
16. Evaluasi kemampuan pasien dalam mendemontrasikan
kemampuan menggunkan insentif spirometri dengan tepat
17. Berikan penjelasan kepada pasien cara menekan daerah
pembedahan, batuk efektif dan nafas dalam
18. Evaluasi kemampuan pasien dalam mendemontrasikan

82
kemampuan menekan daerah pembedahan, batuk efektif
dan nafas dalam dengan tepat
19. Berikan penjelasan kepada pasien tentang teknik melatih
kaki
20. Evaluasi kemampuan pasien untuk mengulangi latihan kaki
21. Tekankan pemtingnya ambulasi dini dan perawatan
pulmoner
22. Berikan informasi tentang bagaimana mereka dapat
membantu dalam masa penyembuhan
23. Dukung pemberian informasi oleh tanaga kesehatan lain
dengan tepat
24. Identifikasi harapan pasien setelah pembedahan
25. Perbaiki harapan pasien yang tidak realistik
26. Berikan waktu kepada pasien untuk menjelaskan kembali
peristiwa yang akan terjadi
27. Libatkan keluarga dan orang terdekat.
3. UNIT TERKAIT  Instalasi Rawat Inap
:  Instalasi Rawat Jalan
 ICU
 IGD
 IBS

https://www.academia.edu/29988103/PENDIDIKAN_KESEHATAN_PRE_OPERASI
http://eprints.undip.ac.id/60836/1/3.pdf

83
5 INFORMED CONCENT

A. Persepsi perawat tentang informed consent

1. Pengertian informed consent

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perawat memiliki jawaban yang beragam


mengenai informed consent. Seorang partisipan berpendapat bahwa informed
consent adalah lembar persetujuan yang diberikan pada saat sebelum operasi dan
ditanda tangani oleh pasien atau keluarga. Partisipan berpendapat bahwa informed
consent adalah lembar persetujuan yang diberikan pada saat sebelum operasi dan
ditanda tangani oleh pasien atau keluarga yang merupakan pengesahan dari
mereka untuk dilakukan tindakan medik kepadanya. Hal ini sejalan dengan
tinjauan teori yang mendefinisikan bahwa Informed Consent adalah suatu izin
(consent) atau pernyataan setuju dari pasien yang diberikan dengan bebas dan
rasional, sesudah mendapatkan informasi dari dokter dan yang sudah
dimengertinya. (J. Guwandi, 2004 )

2. Manfaat penjelasan informed consent

Hasil penelitian menunjukkan seorang partisipan mengatakan manfaat penjelasan


informed consent adalah memberikan keyakinan kepada pasien bahwa supaya
pasien tahu prosedurnya membahayakan atau tidak.Partisipan mengemukakan
bahwa manfaat penjelasan informed consent adalah mendapatkan informasi
tentang penyakitnya. Partisipan lainnya mengemukakan manfaat penjelasan
informed consent adalah mengetahui hal - hal yang perlu dipersiapkan sebelum
operasi. Partisipan menyatakan bahwa manfaat informed consent adalah supaya
pasien tahu prosedur penanganan penyakitnya bisa membahayakan atau tidak,
serta mendapatkan informasi tentang hal-hal yang perlu dipersiapkan sebelum
operasi. Hal ini agak berbeda dengan tinjauan teori yang menjelaskan tujuan
informed consent adalah untuk memberikan perlindungan pasien terhadap
tindakan dokter yang sebenarnya tidak diperlukan dan secara medik tidak ada
dasar pembenarannya yang dilakukan tanpa sepengetahuan pasiennya dan juga
untuk memberi perlindungan hukum kepada dokter terhadap suatu kegagalan dan
bersifat negatif, karena prosedur medik modern tidak tanpa resiko dan pada setiap
tindakan medik ada melekat suatu resiko (inherent risk). (J. Guwandi, 2004)

4. Penanggung jawab Informed Consent

Hasil penelitian menunjukkan seorang partisipan mengatakan bahwa


penanggung jawab informed consent adalah dokter bedahnya yang
mempertanggung jawabkan hasil tindakannya. Partisipan lain mengatakan
penanggung jawab informed consent adalah operator dalam melakukan
tindakan operasi.Pemberian penjelasan kepada pasien sebelum
penandatanganan informed consent adalah tanggung jawab dokter dan hal ini

84
tidak dapat didelegasikan kepada perawat. Perawat tidak berwenang dalam
memberikan informasi karena memberikan informasi mengenai suatu tindakan
medik (operasi) termasuk medical care (bidang pengobatan) hanya dapat
dilakukan oleh dokternya sendiri. Perawat tidak diperbolehkan memberikan
informasi mengenai suatu tindakan medik meskipun pasien yang memintanya.
Perawat menjelaskan kepada pasien bahwa hal tersebut adalah wewenang
dokter untuk menjelaskan. (J. Guwandi, 2004)

4. Hak – hak pasien dalam informed consent

Hasil penelitian menunjukkan seorang partisipan mengatakan hak – hak pasien


dalam informed consent adalah mendapat informasi, menerima ganti rugi bila
merasa dirugikan, menolak pengobatan.Partisipan lain mengatakan bahwa hak –
hak pasien dalam informed consent adalah menerima maupun menolak
persetujuan. Konsumen pelayanan kesehatan mempunyai hak umum untuk
menentukan jenis pelayanan kesehatan dan harus bersedia untuk kebutuhan saat
ini dan saat yang akan datang.

B. Perilaku perawat dalam pemberian informed consent

1. Peran sebagai Advocate

Hasil penelitian menunjukkan seorang partisipan berpendapat bahwa perannya


sebagai advocate adalah melindungi pasien terhadap tindakan malpraktik
dokter. Partisipan lain berpendapat bahwa peran perawat sebagai advocate
adalah sebagai pembela dan pelindung terhadap hak-hak pasien. Peran advokasi
dilakukan perawat dalam membantu pasien dan keluarga dalam
menginterpretasi berbagai informasi dari pemberi layanan atau informasi lain
khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang
diberikan terhadap pasien juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi
hak-hak pasien yang meliputi hak oleh pelayanan sebaik-baiknya, hak atas
informasi tentang penyakitnya, hak untuk menentukan nasibnya sendiri dan hak
untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian. (M. Dwidiyanti, 2007).

2. Peran sebagai Counsellor

Partisipan berpendapat bahwa perannya sebagai counsellor adalah mengatasi


tekanan psikologis dengan mencari penyebab kecemasannya, memberikan
keyakinan dalam mengurangi kecemasan pasien. Konseling adalah proses
membantu pasien untuk menyadari dan mengatasi tekanan psikologis atau
masalah sosial, untuk membangun hubungan interpersonal yang baik, dan untuk
meningkatkan perkembangan seseorang dimana didalamnya diberikan
dukungan emosional dan intelektual. (Mubarak dan Nur Chayatin, 2009) Hal ini
sejalan dengan apa yang dilakukan partisipan melalui perannya sebagai
counsellor sebagaimana yang terungkap diatas. Partisipan lainnya berpendapat

85
bahwa peran perawat sebagai advocate adalah menggali respon pasien dan
mengklarifikasi informasi yang pasien belum mengerti serta memberikan
motivasi dalam mengambil keputusan.

3. Peran sebagai consultant

Hasil penelitian menunjukkan partisipan memperhatikan hak pasien dalam


menentukan alternatif baginya dalam memilih tindakan yang tepat dan terbaik
serta memposisikan dirinya sebagai tempat berkonsultasi untuk memecahkan
suatu permasalahan. Perawat berperan sebagai tempat konsultasi bagi pasien
terhadap masalah yang dialami atau mendiskusikan tindakan keperawatan yang
tepat untuk diberikan. (Mubarak dan Nur Chayatin, 2009).

https://www.academia.edu/8233265/PERAN_PERAWAT_DALAM_INFORM
ED_CONSENT_PRE_OPERASI_DI_RUANG_BEDAH_RUMAH_SAKIT_U
MUM_PEMANGKAT_KALIMANTAN_BARAT

86
BAB II

LANDASAN TEORI DAN TEKNIS PELAKSANAAN

GANGGUAN KEBUTUHAN RASA AMAN DAN NYAMAN AKIBAT


PATOLOGIS SISTEM INTEGUMEN DAN IMUN

2.6 PRAKTIKUM 1

MERAWAT LUKA

A. LANDASAN TEORI

A. Pengertian Merawat Luka

Suatu kegiatan penanganan luka yang terdiri atas membersihkan luka,


menutup, dan membalut luka sehingga dapat membantu proses penyembuhan
luka.

B. Tujuan

1. Menjaga luka dari trauma


2. Imobilisasi luka
3. Mencegah perdarahan
4. Mencegah kontaminasi oleh kuman
5. Mengabsorbsi drainase
6. Meningkatkan kenyamanan fisik dan psikologis

C. Prinsip Merawat Luka


Bersih dan alat harus steril agar pasien terhindar dari infeksi

D. Persiapan Alat
Alat Steril:
1. Pinset anatomis
2 buah *
2. Pinset Cirugis 1 buah *

87
3. Gunting lurus satu buah *
4. Arteri klem/penjepit arteri 2 buah *
5. Kapas lidi
6. Kasa steril*
7. Depres *
8. Kapas sublimat/kapas savlon dalam tempatnya
9. Mangkok steril*
10.Korentang *
11.Hand scoon sesuai ukuran *
Alat tidak steril
1. Gunting pembalut
2. Alkohol 70 %
3. Plester
4. Bensin dalam tempatnya
5. Betadin/ savlon
6. Bengkaok/kantong plastik
7. Kain pembalut / perban secukupnya
8. Obat luka yang diperlukan
E. Prosedur kerja :
1. Cuci tangan
2. Memakai hands scoon
3. Balutan lama dibuka dan dibuang pada bengkok.
4. Luka dibersihkan dengan kapas sublimat / kapas savlon dengan satu arah
(dari dalam keluar) sampai bersih.
5. Kapas kotor dibuang pada bengkok.
6. Luka diberikan obat yang sudah ditentukan.
7. Luka ditutup ddengan kain kassa steril secukupnya dengan menggunakan
pinset steril dan usahakan serat kassa melekat pada luka.
8. Luka dibalut dengan rapi.
9. Setelah selesai pasien dirapikan dan alat – alat dibereskan.
10. Melepas handscoon.
11. Cuci tangan.

88
2.7 PRAKTIKUM 2

MEMBERI KOMPRES PADA LUKA

A. LANDASAN TEORI

A. Pengertian memberi kompres pada luka


Mengompres luka adalah membersihkan luka dengan kasa steril yang telah
dicelupkan kedalam obat kompres, kemudian ditutup dengan kasa steril yang
kering.
B. Tujuan
Melaksanakan program pengobatan luka.
C. Prinsip memberi kompres pada luka
Bersih agar luka pasien segera sembuh dan tidak merasakan nyeri.
D. Persiapan alat
1. Kasa steril
2. Korentang
3. Alcohol 70%
4. H2o2 3%
5. Nacl 0,9 %
6. Satu set kasa pembalut
7. Korentang steril
8. Pengalas
9. Bengkok
E. Prosedur kerja :
1. Cuci tangan dan pasang sarung tangan
2. Petugas meletakan alas dibawah luka pasien
3. Petugas membuka balutan dengan pinset anatomis
4. Petugas membuang balutan lama kedalam nirbekn
5. Petugasmenekan daerah dekat luka untung mengeluarkan kotoran /
eksudat
6. Petugas membersihkan luka dengan alcohol h2o2 3%, dan bilas dengan
nacl 0,9 %petugas mengambil kasa kompres menggunakan pinset
7. Petugas meletakan kasa kompres sesuai kebutuhan

89
8. Petugas menutup dengan kering
9. Petugas memplester luka yang dituutp kasa
10. Petugas mengevaluasi pasien
11. Petugas membuang balutan lama ke dalam sampah medis
12. Petugas membereskan alat sesudah tindakan
13. Petugas mencuci tangan
14. Petugas mendokumentasikan kedalam rekam medis

90
2.8 PRAKTIKUM 3

MEMASANG RESTRAIN

A. LANDASAN TEORI

A. Pengertian Memasang Restrain

Restrain adalah terapi dengan alat-alat mekanik atau manual untuk membatasi
mobilitas fisik klien, dilakukan pada kondisi khusus, merupakan intervensi
yang terakhir jika perilaku klien sudah tidak dapat diatasi atau di kontrol
dengan strategi perilaku maupun modifikasi lingkungan (widyodinigrat. R,
2009).

B. Tujuan

1. Menghindari hal-hal yang membahayakan pasien selama pemberian asuhan


keperawatan
2. Memberi perlindungan kepada pasien dari kecelakaan (jatuh dari tempat
tidur) Memenuhi kebutuhan pasien akan keselamatan dan rasa aman (Safety
And Security Needs)
C. Indikasi
1. Pasien dengan penurunan kesadaran disertai gelisah
2. Pasien dengan indikasi gangguan kejiwaan (gaduh gelisah)
D. Persiapan Alat
1. Pilihlah restrain yang cocok sesuai kebutuhan
2. Bantalan pelindung kulit/ tulang
E. Prosedur kerja :
1. Perawat cuci tangan
2. Gunakan sarung tangan
3. Gunakan bantalan pada ekstremitas klien sebelum dipasang restrain
4. Ikatkan restrain pada ekstremitas yang dimaksud
5. Longgarkan restrain setiap 4 jam selama 30 menit

91
6. Kaji kemungkinan adanya luka setiap 4 jam (observasi warna kulit dan
denyut nadi pada ekstremitas) Catat keadaan klien sebelum dan sesudah
pemasangan restrain.

92
2.9 PRAKTIKUM 4
MELAKUKAN TEST ALERGI HASIL KOLABORASI
A. LANDASAN TEORI
A. Pengertian melakukan test alergi hasil kolaborasi
Suatu pengujian yang dilakukan dengan menyuntikkan obat dibawah
permukaan kulit antebrachialis bagian dalam untuk mengidentifikasi substansi
alergi (alergen)yang menjadi pemicu timbulnya reaksi alergi.biasanya
dilakukan pada pasien yang akan diberikan pengobatan dan dicurigai memiliki
alergi terhadap bahan dan obattertentu, misalnya pada penderita rhinitis
alergika, asthma, alergi makanan, dan lain sebagainya.
B. Tujuan
1. Pasien mendapatkan pengobatan sesuai program pengobatan dokter.
2. Memperlancar proses pengobatan dan menghindari kesalahan dalam
pemberian obat.
3. Membantu menentukan diagnosa terhadap penyakit tertentu (misalnya
tuberculin tes).
4. Menghindarkan pasien dari efek alergi obat ( dengan skin test).
C. Prinsip
Pasien tidak alergi obat yang dimasukkan oleh tenaga medis
D. Persiapan alat :
1. Obat-obatan yang sesuai program pengobatan dokter
2. Daftar obat pasien
3. Spuit 1 cc atau 0,5 cc disposible.
4. Jarum sesuai kebutuhan, gergaji ampul bila perlu.
5. Perlak dan alas
6. Kapas alkohol atau kapas yang sudah dibasahi nacl 0,9% dalam tempatnya
7. Handschoen
8. Bengkok
E. Prosedur kerja :
1. Mencuci tangan
2. Berdiri di sebelah kanan/kiri pasien sesuai kebutuhan.
3. Cek daftar obat pasien untuk memberikan obat

93
4. Membawa obat dan daftar obat ke hadapan pasien sambil mencocokkan
nama pada tempat
5. Tidur dengan nama pada daftar obat.
6. Menginjeksi pasien sesuai dengan nama pada daftar obat
7. Jaga privasi pasien
8. Injeksi intrakutan dilakukan dengan cara spuit diisi oleh obat sesuai
dosisnya.
9. Menentukan lokasi injeksi yaitu 1/3 atas lengan bawah bagian dalam.
10. Membersihkan lokasi tusukan dengan kapas normal saline atau kapas
alcohol bila diperlukan,
11. Kulit diregangkan tunggu sampai kering.
12. Lubang jarum menghadap keatas dan membuat sudut antara 5-150 dari
permukaan kulit
13. Memasukan obat perlahan-lahan sampai berbentuk gelembung kecil, dosis
yang diberikan 0,1cc atau sesuai jenis obat.
14. Setelah penyuntikan area penyuntikan tidak boleh didesinfeksi.
15. Bila injeksi intrakutan dilakukan untuk test antibiotik, lakukan penandaan
pada area penyutikan dengan melingkari area penyuntikan dengan
diameter kira kira 1inchi atau diameter 2,5 cm. Penilaian reaksi dilakukan
15 menit setelah penyuntikan. Nilai positif jika terdapat tanda tanda rubor,
dolor, kalor melebihi daerah yang sudah ditandai, artinya pasien alergi
dengan antibiotik tersebut.
16. Bila injeksi ditujukan untuk mantoux test tuberkulin test, dapat dinilai
hasilnya dalam 2 sampai 3 kali 24 jam, positif bila terdapat rubor dolor
melebihi diameter 1 cm pada area penyuntikan.
17. Beri penjelasan pada pasien atau keluarga untuk tentang penilaian pada
daerah penyuntikan dan anjurkan untuk tidak menggaruk, memasage atau
memberi apapun pada daerah penyutikan. Menyimpan obat obat sisa dan
daftar obat pasien ketempatnya
18. Mengobservasi keadaan umum pasien
19. Melepaskan handschoen, mencuci tangan.
20. Membuat pendokumentasian mencakup:

94
a. Tindakan dan respon pasien
b. Nama jelas perawat yang melakukan tindakan, waktu penyuntikan dan
waktu penilaian, dan lokasi penyuntikan.

95
3.0 PRAKTIKUM 5
PROSEDUR ISOLASI
A. LANDASAN TEORI
A. Pengertian prosedur isolasi
Memisahkan pasien dan peralatan yang di perlukan yang di perlukan pada
suatu tempat tersendiri/ khusus.
B. Tujuan
1. Menghindarkan penyebab / penularan penyakit
2. Memudahkan perawat
3. Memberikan ketenangan dan rasa aman bagi pasien yang bersangkutan
maupun pasien lain
C.Prinsip
Agar pasien terhindar dari penyakit menular
D. Prosedur kerja :

1. Teknik pelaksanaan isolasi pada pasien yang berpenyakit menular


bergantung pada macamnya isolasi yang di lakukan terhadap pasien
2. Apabila di nyatakan / di sangka berpenyakit menular maka segera di
tempatkan di kamar isolasi yang telah di siapkan di samping perawatan
dan pengobatan terhadap pasien bersangkutan juga harus di cegah
penularan penyakitnya
a. Pasien harus di tempatkan di kamar isolasi
b. Pada waktu menolong pasien petugas harus menggunakan masker
c. Masker di pakai apabila penyakitnya menular melalui pernapasan
3. setelah menolong pasien , petugas harus segera mencuci tangan dan masker
di buang ketempat sampah infeksius.
4. apabila pasien berpenyakit menular dan di nyatakan sudah sembuh dan
boleh pulang.lakukan hal-hal berikut :
a. Pasien harus mandi dulu dan pakaiannya harus dig anti, setelah itu
pasien tidak boleh masuk lagi ke kamar isolasi
b. Alat – alat tenun, alat- alat makan dansejenisnya pasien harus
direndam di dalam larutan desinfektan sebelun di cuci
c. Kasur dan bantal di jemur di bawah sinar matahari

96
d. Tempat tidur, meja, kursi, dan semua alat-alat di kamar maupun
ruangan harus di bersihkan dengan sabun dan larutan desinfektan,
kemudian di keringkan
e. Setelah kering semua perobatan di kembalikan ketempat semula.
Perhatian
a. Pakaian khusus dan masker tidak boleh di pakai di luar ruangan
isolasi.
b. Keluarga/ pengunjung di larang makan di ruang isolasi.

97
3.1 PRAKTIKUM 6
PROSEDUR PROTEKSI DIRI PERAWAT (APD)
A. LANDASAN TEORI
A. Pengertian prosedur proteksi diri perawat
Suatu kegiatan atau cara dalam melindungi diri untuk mengurangi resiko
kontaminasi dan menjaga higiene makanan yang akan disajikan kepada pasien
dengan menggunakan pelindung seperti penutup kepala, celemek, sarung
tangan, masker dan sepatu.

B. Tujuan

Untuk melindungi perawat dari hal-hal yang tidak diinginkan dan mengurangi
resiko kontaminasi.

C. Persiapan alat :
1. Penutup Kepala
2. Celemek
3. Sarung tangan plastik
4. Masker
5. Sepatu
D. Prosedur kerja :
1. Penutup kepala
a. Menggunakan penutup kepala selama berada di lingkungan rumah sakit
b. Melepaskan penutup kepala hanya saat keluar dari rumah sakit dan saat ke
toilet
c. Penutup kepala digunakan menutup seluruh kepala dan rambut
d. Menggunakan penutup kepala sesuai dengan seragam yang dipakai pada
saat hari bekerja
2. Celemek
a. Celemek digunakan secara benar dan menutupi bagian tubuh depan agar
tidak langsung mengotori pakaian atau seragam kerja
b. Menggunakan celemek pada saat menyajikan makanan
c. Menggunakan celemek pada saat membersihkan peralatan kotor
d. Mencuci celemek yang kotor dan mengeringkannya di tempat pengeringan
yang telah disediakan
3. Sarung tangan plastik

98
a. Mencuci tangan menggunakan air mengalir dan sabun atau cairan
pembersih desinfektan sebelum menggunakan sarung tangan plastik
b. Menggunakan sarung tangan plastik pada saat menyajikan atau mengambil
makanan
c. Setelah selesai menggunakan sarung tangan plastik, sarung tangan plastik
dibuang di tempat sampah
d. Sarung tangan plastik hanya digunakan untuk satu kali pemakaian saja dan
tidak digunakan untuk pemakaian berulang-ulang
4. Masker
a. Masker yang dimaksud adalah masker 1 kali pakai
b. Menggunakan masker harus menutupi bagian hidung dan mulut secara
baik untuk mengurangi kontaminasi kedalam makanan pasien
c. Masker terutama digunakan oleh staf yang akan menyajikan makanan
pada saat sedang sakit sehingga dapat meningkatkan resiko penularan
penyakit baik kepada pasien melalui makanan maupun kepada rekan kerja
d. Masker yang telah selesai digunakan dilipat kedalam sehingga bagian
dalam dari masker berada diluar. Masker kemudian dilipat menjadi kecil
dan dibuang kedalam tempat sampah khusus sampah medis
5. Sepatu
a. Menggunakan sepatu berwarna hitam dan tidak mencolok
b. Menggunakan sepatu yang nyaman dan tidak licin sehingga tidak
membahayakan staf yang sedang bekerja
Menggunakan sepatu yang menutupi bagian kaki dan tidak terbuka
sehingga melindungi staf dari bahan yang tertumpah atau terjatuh

99
3.2 PRAKTIKUM 7
MEMBERIKAN OBAT SESUAI PROGRAM TERAPI
A. LANDASAN TEORI
A. pengertian memberikan obat sesuai program terapi
Pemberian Obat Melalui Oral Merupakan Pemberian Obat Melalui Mulut
Dengan Tujuan Mencegah, Mengobati, Dan Mengurangi Rasa Sakit Sesuai
Dengan Jenis Obat.
B. Tujuan
Agar pasien mengurangi rasa sakitnya sesuai dengan jenis obat.
C. Persiapan alat :
1. Obat-Obatan
2. Tempat Obat
3. Daftar Buku Obat/ Jadwal Pemberian Obat
4. Air Minum Dalam Tempatnya
D. Prosedur kerja :
a. Membagi Obat Ketempat Obat:
1. Mencuci Tangan
2. Membaca Instruksi Pada Daftar Obat
3. Mengambil Obat-Obatan
4. Menyiapkan Obat Dengan Tepat Menurut Daftar Obat (Obat Masih Dalam
Kemasan)
5. Menyiapkan Obat Cair Beserta Gelas Obat
b. Membagi Obat Ke Pasien
1. Mencuci Tangan
2. Mengambil Daftar Obat Kemudian Obat Diteliti Kembali Sambil
Membuka Bungkus Obat.
3. Menuangkan Obat Cair Kedalam Gelas Obat, Jaga Kebersihan Etiket Obat
4. Membawa Obat Dan Daftar Obat Ke Pasien Sambil Mencocokan Nama
Pada Tempat Tidur Dengan Nama Daftar Obat
5. Memastikan Pasien Benar Dengan Meanggil Nama Pasien Sesuai Dengan
Nama Pada Daftar Obat

100
6. Memberi Obat Satu Per Satu Ke Pasien Sambil Menunggu Sampai Pasien
Selesai Minum
a. Catat Perubahan, Reaksi Terhadap Pemberian, Dan Evaluasi Respon
Terhadap Obat Dengan Mencatat Hasil Peberian Obat
b. Mencuci Tangan.

101
3.3 PRAKTIKUM 8
MEMBERIKAN PENDIDIKAN KESEHATAN
A. LANDASAN TEORI
A. Pengertian memberikan pendidikan kesehatan
Pendidikan dan penyuluhan pasien adalah tindakan memberikan pengertian
kepada pasien/keluarga pasien mengenai penyakit yang diderita oleh pasien
serta tindak lanjut yang akan diterima oleh pasien, serta hal-hal yang harus
diperhatikan oleh keluarga pasien untuk mempercepat penyembuhan pasien.
B. Tujuan
Agar pasien/keluarga dapat mengenal penyakit yang diderita oleh pasien
supaya keluarga menindak lanjuti ke fasilitas kesehatan.
C. Persiapan alat :
Media Pendkes, Buku catatan pemberian pendkes, ATK
D. Prosedur kerja :
a. Petugas kesehatan menentukan diagnosis, rencana terapi dan/atau tindakan
suatu penyakit;
b. Petugas kesehatan memberikan penyuluhan kepada pasien/keluarga
pasien, berupa:
 Informasi penyakit yang diderita pasien;
 Penggunaan obat secara aman, efektif dan rasional kepada pasien;
 Penggunaan peralatan medis secara aman dan efektif kepada pasien;
 Makanan yang harus dikonsumsi maupun yang harus dihindari oleh
pasien;
 Aspek Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.
c. Petugas menggunakan alat bantu/media penyuluhan bila diperlukan;
d. Petugas mengadakan evaluasi terhadap hasil pendidikan dan penyuluhan
kesehatan pada pasien;
e. Petugas memberikan umpan balik terhadap pasien;
f. Petugas menyusun perencanaan lanjutan terkait pemberian pendidikan dan
penyuluhan kesehatan;

102
g. Petugas selesai melakukan pendidikan dan penyuluhan kesehatan kepada
pasien dan mencatatnya dalam rekam medis atau blangko khusus dalam
rekam medis.

B. TEKNIS PELAKSANAAN
DAFTAR PUSTAKA

103
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
1. Tindakan Keperawatan Merawat Luka
POLTEKKES KEMENKES No. Dokumen :

MALANG SOP.KMB.012

STANDARD OPERASIONAL No. Revisi:

PROSEDUR 00

Tanggal Terbit :
MERAWAT LUKA
Halaman :

Petugas/Pelaksana:

Unit Laboratorium Keperawatan Perawat, dosen, CI,

mahasiswa

Pengertian Suatu kegiatan penanganan luka yang terdiri atas


membersihkan luka, menutup, dan membalut luka
sehingga dapat membantu proses penyembuhan luka.
Indikasi 1. Balutan kotor dan basah akibat faktor eksternal
2. Ada rembesan eksudat
3. Ingin mengkaji keadaan luka
4. Dengan frekuensi tertentu untuk mempercepat
debridemen jaringan nekrotik
Tujuan 1. Menjaga luka dari trauma
2. Imobilisasi luka
3. Mencegah perdarahan
4. Mencegah kontaminasi oleh kuman
5. Mengabsorbsi drainase
6. Meningkatkan kenyamanan fisik dan psikologis
Persiapan alat Alat Steril:
1. Pinset anatomis

104
2 buah *
2. Pinset Cirugis 1 buah *
3. Gunting lurus satu buah *
4. Arteri klem/penjepit arteri 2 buah *
5. Kapas lidi
6. Kasa steril*
7. Depres *
8. Kapas sublimat/kapas savlon dalam tempatnya
9. Mangkok steril*
10.Korentang *
11.Hand scoon sesuai ukuran *
Alat tidak steril
1. Gunting pembalut
2. Alkohol 70 %
3. Plester
4. Bensin dalam tempatnya
5. Betadin/ savlon
6. Bengkaok/kantong plastik
7. Kain pembalut / perban secukupnya
8. Obat luka yang diperlukan
Persiapan pasien Memberitahu dan menjelaskan tujuan tindakan dan klien
diletakan pada posisi yang menyenangkan atau nyaman
untuk mempermudah tindakan
Persiapan Ciptakan lingkungan yang aman dan nyaman
lingkungan
Pelaksanaan 1. Cuci tangan
2. Memakai hands scoon
3. Balutan lama dibuka dan dibuang pada bengkok.
4. Luka dibersihkan dengan kapas sublimat / kapas
savlon dengan satu arah (dari dalam keluar) sampai
bersih
5. Kapas kotor dibuang pada bengkok

105
6. Luka diberikan obat yang sudah ditentukan.
7. Luka ditutup ddengan kain kassa steril secukupnya
dengan menggunakan pinset steril dan usahakan serat
kassa melekat pada luka
8. Luka dibalut dengan rapi
9. Setelah selesai pasien dirapikan dan alat – alat
dibereskan
10. Melepas handscoon
11. Cuci tangan. Sikap Sikap Selama Pelaksa
Evaluasi 1. Tanyakan keadaan dan kenyamanan pasien setelah
tindakan.
2. Observasi luka

2. Tindakan Keperawatan Memberikan Kompres Pada Luka


POLTEKKES KEMENKES No. Dokumen :

MALANG

STANDARD OPERASIONAL No. Revisi:

PROSEDUR

Tanggal Terbit :
MEMBERIKAN KOMPRES
PADA LUKA Halaman :

Petugas/Pelaksana:

Unit Laboratorium Keperawatan Perawat, dosen, CI,

mahasiswa

Pengertian Mengompres luka adalah membersihkan luka dengan


kasa steril yang telah dicelupkan kedalam obat kompres,
kemudian ditutup dengan kasa steril yang kering
Tujuan Melaksanakan program pengobatan luka
Persiapan alat 10. Kasa steril
11. Korentang

106
12. Alcohol 70%
13. H2o2 3%
14. Nacl 0,9 %
15. Satu set kasa pembalut
16. Korentang steril
17. Pengalas
18. Bengkok
Persiapan pasien 1. Lakukan tindakan dengan 5S (senyum, salm, sapa,
sopan, santun)
2. Lakukan perkenalan diri dan identifikasi pasien
3. Jelaskan tujuan yang akan dilakukan
4. Jelaskan prosedur pelaksanaan
5. Buat informed consent
Persiapan 1. Jaga privasi pasien dengan memasang
lingkungan sketsel/sampiran
2. Ciptakan lingkungan yang aman dan nyaman
Pelaksanaan 15. Cuci tangan dan pasang sarung tangan
16. Petugas meletakan alas dibawah luka pasien
17. Petugas membuka balutan dengan pinset anatomis
18. Petugas membuang balutan lama kedalam nirbekn
19. Petugasmenekan daerah dekat luka untung
mengeluarkan kotoran / eksudat
20. Petugas membersihkan luka dengan alcohol h2o2
3%, dan bilas dengan nacl 0,9 %petugas mengambil
kasa kompres menggunakan pinset
21. Petugas meletakan kasa kompres sesuai kebutuhan
22. Petugas menutup dengan kering
23. Petugas memplester luka yang dituutp kasa
24. Petugas mengevaluasi pasien
25. Petugas membuang balutan lama ke dalam sampah
medis
26. Petugas membereskan alat sesudah tindakan

107
27. Petugas mencuci tangan
28. Petugas mendokumentasikan kedalam rekam medis

Evaluasi 1. Dokumentasi tindakan


2. Evaluasi hasil indakan dan respon pasien

3. Tindakan Keperawatan Memasang Restrain

POLTEKKES KEMENKES No. Dokumen :

MALANG

STANDARD OPERASIONAL No. Revisi:

PROSEDUR

Tanggal Terbit :
PEMASNGAN RESTRAIN
Halaman :

Petugas/Pelaksana:

Unit Laboratorium Keperawatan Perawat, dosen, CI,

mahasiswa

Pengertian Restrain adalah terapi dengan alat-alat mekanik atau


manual untuk membatasi mobilitas fisik klien, dilakukan
pada kondisi khusus, merupakan intervensi yang terakhir
jika perilaku klien sudah tidak dapat diatasi atau di
kontrol dengan strategi perilaku maupun modifikasi
lingkungan (widyodinigrat. R, 2009).
Indikasi 3. Pasien dengan penurunan kesadaran disertai gelisah
4. Pasien dengan indikasi gangguan kejiwaan (gaduh
gelisah)
Tujuan 3. Menghindari hal-hal yang membahayakan pasien
selama pemberian asuhan keperawatan
4. Memberi perlindungan kepada pasien dari kecelakaan

108
(jatuh dari tempat tidur)
5. Memenuhi kebutuhan pasien akan keselamatan dan
rasa aman (Safety And Security Needs)
Persiapan alat 3. Pilihlah restrain yang cocok sesuai kebutuhan
4. Bantalan pelindung kulit/ tulang
Persiapan pasien Kaji keadaan pasien untuk menentukan jenis restrain
sesuai keperluan
Persiapan Ciptakan lingkungan yang aman dan nyaman
lingkungan
Pelaksanaan 7. Perawat cuci tangan
8. Gunakan sarung tangan
9. Gunakan bantalan pada ekstremitas klien sebelum
dipasang restrain
10. Ikatkan restrain pada ekstremitas yang dimaksud
11. Longgarkan restrain setiap 4 jam selama 30
menit
12. Kaji kemungkinan adanya luka setiap 4 jam
(observasi warna kulit dan denyut nadi pada
ekstremitas)
13. Catat keadaan klien sebelum dan sesudah
pemasangan restrain
Evaluasi 1. Dokumentasi tindakan
2. Evaluasi hasil indakan dan respon pasien

4. Tindakan Keperawatan Melakukan Test Alergi Hasil Kolaborasi


POLTEKKES KEMENKES No. Dokumen :

MALANG

STANDARD OPERASIONAL No. Revisi:

PROSEDUR

Tanggal Terbit :

109
TEST ALERGI Halaman :
HASIL KOLABORASI

Petugas/Pelaksana:

Unit Laboratorium Keperawatan Perawat, dosen, CI,

mahasiswa

Pengertian Suatu pengujian yang dilakukan dengan menyuntikkan


obat dibawah permukaan kulit antebrachialis bagian
dalam untuk mengidentifikasi substansi alergi
(alergen)yang menjadi pemicu timbulnya reaksi
alergi.biasanya dilakukan pada pasien yang akan
diberikan pengobatan dan dicurigai memiliki alergi
terhadap bahan dan obattertentu, misalnya pada
penderita rhinitis alergika, asthma, alergi makanan, dan
lain sebagainya

Indikasi Pasien dengan alergi obat


Tujuan 5. Pasien mendapatkan pengobatan sesuai program
pengobatan dokter.
6. Memperlancar proses pengobatan dan menghindari
kesalahan dalam pemberian obat.
7. Membantu menentukan diagnosa terhadap penyakit
tertentu (misalnya tuberculin tes).
8. Menghindarkan pasien dari efek alergi obat ( dengan
skin test).
Persiapan alat 9. Obat-obatan yang sesuai program pengobatan dokter
10. Daftar obat pasien
11. Spuit 1 cc atau 0,5 cc disposible.
12. Jarum sesuai kebutuhan, gergaji ampul bila perlu.

110
13. Perlak dan alas
14. Kapas alkohol atau kapas yang sudah dibasahi
nacl 0,9% dalam tempatnya
15. Handschoen
16. Bengkok
Persiapan pasien 1. Lakukan tindakan dengan 5S (senyum, salm, sapa,
sopan, santun)
2. Lakukan perkenalan diri dan identifikasi pasien
3. Jelaskan tujuan yang akan dilakukan
4. Jelaskan prosedur pelaksanaan
5. Buat informed consent
Persiapan 1. Jaga privasi pasien dengan memasang
lingkungan sketsel/sampiran
2. Ciptakan lingkungan yang aman dan nyaman
Pelaksanaan 21. Mencuci tangan
22. Berdiri di sebelah kanan/kiri pasien sesuai
kebutuhan.
23. Cek daftar obat pasien untuk memberikan obat
24. Membawa obat dan daftar obat ke hadapan pasien
sambil mencocokkan nama pada tempat
25. Tidur dengan nama pada daftar obat.
26. Menginjeksi pasien sesuai dengan nama pada daftar
obat
27. Jaga privasi pasien
28. Injeksi intrakutan dilakukan dengan cara spuit diisi
oleh obat sesuai dosisnya.
29. Menentukan lokasi injeksi yaitu 1/3 atas lengan
bawah bagian dalam.
30. Membersihkan lokasi tusukan dengan kapas normal
saline atau kapas alcohol bila diperlukan,
31. Kulit diregangkan tunggu sampai kering.
32. Lubang jarum menghadap keatas dan membuat

111
sudut antara 5-150 dari permukaan kulit
33. Memasukan obat perlahan-lahan sampai berbentuk
gelembung kecil, dosis yang diberikan 0,1cc atau
sesuai jenis obat.
34. Setelah penyuntikan area penyuntikan tidak boleh
didesinfeksi.
35. Bila injeksi intrakutan dilakukan untuk test
antibiotik, lakukan penandaan pada area penyutikan
dengan melingkari area penyuntikan dengan
diameter kira kira 1inchi atau diameter 2,5 cm.
Penilaian reaksi dilakukan 15 menit setelah
penyuntikan. Nilai positif jika terdapat tanda tanda
rubor, dolor, kalor melebihi daerah yang sudah
ditandai, artinya pasien alergi dengan antibiotik
tersebut.
36. Bila injeksi ditujukan untuk mantoux test tuberkulin
test, dapat dinilai hasilnya dalam 2 sampai 3 kali 24
jam, positif bila terdapat rubor dolor kalor melebihi
diameter 1 cm pada area penyuntikan.
37. Beri penjelasan pada pasien atau keluarga untuk
tentang penilaian pada daerah penyuntikan dan
anjurkan untuk tidak menggaruk, memasage atau
memberi apapun pada daerah penyutikan.
Menyimpan obat obat sisa dan daftar obat pasien
ketempatnya
38. Mengobservasi keadaan umum pasien
39. Melepaskan handschoen, mencuci tangan.
40. Membuat pendokumentasian mencakup:
a. Tindakan dan respon pasien
b. Nama jelas perawat yang melakukan tindakan,
waktu penyuntikan dan waktu penilaian, dan
lokasi penyuntikan.

112
Evaluasi 1. Dokumentasi tindakan
2. Evaluasi hasil indakan dan respon pasien

5. Tindakan Keperawatan Isolasi

POLTEKKES KEMENKES No. Dokumen :

MALANG

STANDARD OPERASIONAL No. Revisi:

PROSEDUR

Tanggal Terbit :
PERAWATAN ISOLASI
Halaman :

Petugas/Pelaksana:

Unit Laboratorium Keperawatan Perawat, dosen, CI,

mahasiswa

Pengertian Memisahkan pasien dan peralatan yang di perlukan yang


di perlukan pada suatu tempat tersendiri/ khusus
Indikasi Pasien dengan penyakit menular
Tujuan 4. Menghindarkan penyebab / penularan penyakit
5. Memudahkan perawat
6. Memberikan ketenangan dan rasa aman bagi pasien
yang bersangkutan maupun pasien lain
Persiapan pasien 1. Lakukan tindakan dengan 5S (senyum, salm, sapa,
sopan, santun)
2. Lakukan perkenalan diri dan identifikasi pasien
3. Jelaskan tujuan yang akan dilakukan
Persiapan Ciptakan lingkungan yang aman dan nyaman
lingkungan
Pelaksanaan 3. Teknik pelaksanaan isolasi pada pasien yang
berpenyakit menular bergantung pada macamnya

113
isolasi yang di lakukan terhadap pasien
4. Apabila di nyatakan / di sangka berpenyakit menular
maka segera di tempatkan di kamar isolasi yang telah
di siapkan di samping perawatan dan pengobatan
terhadap pasien bersangkutan juga harus di cegah
penularan penyakitnya
d. Pasien harus di tempatkan di kamar isolasi
e. Pada waktu menolong pasien petugas harus
menggunakan masker
f. Masker di pakai apabila penyakitnya menular
melalui pernapasan
3. setelah menolong pasien , petugas harus segera
mencuci tangan dan masker di buang ketempat
sampah infeksius.
4. apabila pasien berpenyakit menular dan di nyatakan
sudah sembuh dan boleh pulang.lakukan hal-hal
berikut :
f. Pasien harus mandi dulu dan pakaiannya harus
dig anti, setelah itu pasien tidak boleh masuk lagi
ke kamar isolasi
g. Alat – alat tenun, alat- alat makan dansejenisnya
pasien harus direndam di dalam larutan
desinfektan sebelun di cuci
h. Kasur dan bantal di jemur di bawah sinar
matahari
i. Tempat tidur, meja, kursi, dan semua alat-alat di
kamar maupun ruangan harus di bersihkan
dengan sabun dan larutan desinfektan, kemudian
di keringkan
j. Setelah kering semua perobatan di kembalikan
ketempat semula.
Perhatian
c. Pakaian khusus dan masker tidak boleh di pakai
di luar ruangan isolasi
d. Keluarga/ pengunjung di larang makan di ruang
isolasi
Evaluasi 1. Dokumentasi tindakan
2. Evaluasi hasil indakan dan respon pasien

114
6. Tindakan Keperawatan Proteksi diri Perawat
POLTEKKES KEMENKES No. Dokumen :

MALANG SOP.KDM.001

STANDARD OPERASIONAL No. Revisi: 00

PROSEDUR

Tanggal Terbit :
PEMAKAIAN ALAT
PELINDUNG DIRI Halaman :

Petugas/Pelaksana:

Unit Laboratorium Keperawatan Perawat, dosen, CI,

mahasiswa

Pengertian Suatu kegiatan atau cara dalam melindungi diri untuk


mengurangi resiko kontaminasi dan menjaga higiene
makanan yang akan disajikan kepada pasien dengan
menggunakan pelindung seperti penutup kepala,
celemek, sarung tangan, masker dan sepatu.
Persiapan alat 6. Penutup Kepala
7. Celemek
8. Sarung tangan plastik
9. Masker

115
10. Sepatu

Pelaksanaan 6. Penutup kepala


e. Menggunakan penutup kepala selama berada di
lingkungan rumah sakit
f. Melepaskan penutup kepala hanya saat keluar
dari rumah sakit dan saat ke toilet
g. Penutup kepala digunakan menutup seluruh
kepala dan rambut
h. Menggunakan penutup kepala sesuai dengan
seragam yang dipakai pada saat hari bekerja
7. Celemek
e. Celemek digunakan secara benar dan menutupi
bagian tubuh depan agar tidak langsung
mengotori pakaian atau seragam kerja
f. Menggunakan celemek pada saat menyajikan
makanan
g. Menggunakan celemek pada saat membersihkan
peralatan kotor
h. Mencuci celemek yang kotor dan
mengeringkannya di tempat pengeringan yang
telah disediakan
8. Sarung tangan plastik
e. Mencuci tangan menggunakan air mengalir dan
sabun atau cairan pembersih desinfektan sebelum
menggunakan sarung tangan plastik
f. Menggunakan sarung tangan plastik pada saat
menyajikan atau mengambil makanan
g. Setelah selesai menggunakan sarung tangan
plastik, sarung tangan plastik dibuang di tempat
sampah
h. Sarung tangan plastik hanya digunakan untuk

116
satu kali pemakaian saja dan tidak digunakan
untuk pemakaian berulang-ulang
9. Masker
e. Masker yang dimaksud adalah masker 1 kali
pakai
f. Menggunakan masker harus menutupi bagian
hidung dan mulut secara baik untuk mengurangi
kontaminasi kedalam makanan pasien
g. Masker terutama digunakan oleh staf yang akan
menyajikan makanan pada saat sedang sakit
sehingga dapat meningkatkan resiko penularan
penyakit baik kepada pasien melalui makanan
maupun kepada rekan kerja
h. Masker yang telah selesai digunakan dilipat
kedalam sehingga bagian dalam dari masker
berada diluar. Masker kemudian dilipat menjadi
kecil dan dibuang kedalam tempat sampah
khusus sampah medis
10. Sepatu
c. Menggunakan sepatu berwarna hitam dan tidak
mencolok
d. Menggunakan sepatu yang nyaman dan tidak
licin sehingga tidak membahayakan staf yang
sedang bekerja
Menggunakan sepatu yang menutupi bagian kaki dan
tidak terbuka sehingga melindungi staf dari bahan
yang tertumpah atau terjatuh
Evaluasi 1. Dokumentasi tindakan
2. Evaluasi hasil tindakan dan respon pasien

7. Tindakan Keperawatan Memberikan Obat Sesuai Program Terapi


POLTEKKES KEMENKES No. Dokumen :

117
MALANG SOP.KDM.001

STANDARD OPERASIONAL No. Revisi: 00

PROSEDUR

Tanggal Terbit :
MEMBERIKAN Halaman :
OBAT SESUAI
TERAPI
Petugas/Pelaksana:

Unit Laboratorium Keperawatan Perawat, dosen, CI,

mahasiswa

Pengertian Pemberian Obat Melalui Oral Merupakan Pemberian


Obat Melalui Mulut Dengan Tujuan Mencegah,
Mengobati, Dan Mengurangi Rasa Sakit Sesuai Dengan
Jenis Obat.
Persiapan alat 1. Obat-Obatan
2. Tempat Obat
3. Daftar Buku Obat/ Jadwal Pemberian Obat
4. Air Minum Dalam Tempatnya

Pelaksanaan a. Membagi Obat Ketempat Obat:


6. Mencuci Tangan
7. Membaca Instruksi Pada Daftar Obat
8. Mengambil Obat-Obatan
9. Menyiapkan Obat Dengan Tepat Menurut Daftar
Obat (Obat Masih Dalam Kemasan)
10. Menyiapkan Obat Cair Beserta Gelas Obat
c. Membagi Obat Ke Pasien
7. Mencuci Tangan
8. Mengambil Daftar Obat Kemudian Obat Diteliti
Kembali Sambil Membuka Bungkus Obat.

118
9. Menuangkan Obat Cair Kedalam Gelas Obat, Jaga
Kebersihan Etiket Obat
10. Membawa Obat Dan Daftar Obat Ke Pasien
Sambil Mencocokan Nama Pada Tempat Tidur
Dengan Nama Daftar Obat
11. Memastikan Pasien Benar Dengan Meanggil
Nama Pasien Sesuai Dengan Nama Pada Daftar
Obat
12. Memberi Obat Satu Per Satu Ke Pasien Sambil
Menunggu Sampai Pasien Selesai Minum
d. Catat Perubahan, Reaksi Terhadap Pemberian, Dan
Evaluasi Respon Terhadap Obat Dengan Mencatat
Hasil Peberian Obat
e. Mencuci Tangan

Evaluasi 1. Dokumentasi tindakan


2. Evaluasi hasil tindakan dan respon pasien

8. Tindakan Keperawatan Memberikan Pendidikan Kesehatan


POLTEKKES KEMENKES No. Dokumen :

MALANG SOP.KDM.001

STANDARD OPERASIONAL No. Revisi: 00

PROSEDUR

Tanggal Terbit :
PENDIDIKAN/PENYULUHA
Halaman :
N PASIEN

Petugas/Pelaksana

Unit Laboratorium Keperawatan : Perawat, dosen,

CI, mahasiswa

119
Pengertian Pendidikan dan penyuluhan pasien adalah tindakan
memberikan pengertian kepada pasien/keluarga pasien
mengenai penyakit yang diderita oleh pasien serta tindak
lanjut yang akan diterima oleh pasien, serta hal-hal yang
harus diperhatikan oleh keluarga pasien untuk
mempercepat penyembuhan pasien

Persiapan alat Media Pendkes, Buku catatan pemberian pendkes, ATK

Pelaksanaan h. Petugas kesehatan menentukan diagnosis,


rencana terapi dan/atau tindakan suatu penyakit;
i. Petugas kesehatan memberikan penyuluhan
kepada pasien/keluarga pasien, berupa:
 Informasi penyakit yang diderita pasien;
 Penggunaan obat secara aman, efektif dan
rasional kepada pasien;
 Penggunaan peralatan medis secara aman
dan efektif kepada pasien;
 Makanan yang harus dikonsumsi maupun
yang harus dihindari oleh pasien;
 Aspek Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.
j. Petugas menggunakan alat bantu/media
penyuluhan bila diperlukan;
k. Petugas mengadakan evaluasi terhadap hasil
pendidikan dan penyuluhan kesehatan pada
pasien;
l. Petugas memberikan umpan balik terhadap
pasien;
m. Petugas menyusun perencanaan lanjutan terkait
pemberian pendidikan dan penyuluhan
kesehatan;
n. Petugas selesai melakukan pendidikan dan
penyuluhan kesehatan kepada pasien dan
mencatatnya dalam rekam medis atau blangko
khusus dalam rekam medis.

Evaluasi 1. Dokumentasi tindakan


2. Evaluasi hasil tindakan dan respon pasien

120
DAFTAR PUSTAKA

Andari, Rizki., Endang. (2013). Rawat Luka. Jurnal (online).

https://media.neliti.com/media/publications/137976-ID-rawat-luka.pdf.

Diakses tanggal 17 Februari 2019.

Kasmui.2006. Memberikan obat sesuai terapi. ISYFI : Semarang

Kusyati, E.2012. Pendidikan Penyuluhan Kesehatan. Popup Design :

Yogyakarta

Ridho, Achmad Ali. 2012. Perawatan Isolasi, Medis Modern, dan Traditional

Chinese Medicine. Aqwamedika : Solo

Santoso, Ody. 2012. Pemakaian obat pelindung diri. Yayasan Amal Media Suara

Islam: Jakarta

121
TINDAKAN POST OPERATIF

3.4 TINDAKAN POST OPERATIF

A. Pengertian
Post operasi adalah masa yang dimulai ketika masuknya pasien ke ruang
pemulihan dan berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau
dirumah. Setelah pembedahan, keadaan pasien dapat menjadi kompleks akibat
perubahan fisiologis yang mungkin terjadi. Untuk memonitor pasien post operasi,
informasi pada saat operasi adalah sangat berguna terutama prosedur pembedahan
dan hal-hal yang terjadi selama pembedahan berlangsung. Informasi ini
membantu mendeteksi adanya perubahan semasa memonitor pasien post operasi.
Tindakan post operasi dilakukan dalam 2 tahap, yaitu periode pemulihan segera
dan pemulihan berkelanjutan setelah fase post operasi.

B. Proses Keperawatan Post Operasi


Proses keperawatan post operatif pada praktiknya akan dilaksanakan
secara berkelanjutan baik di ruang pemulihan, ruang intensif, dan ruang rawat
inap bedah. Fase post operatif adalah suatu kondisi dimana pasien sudah masuk di
ruang pulih sadar sampai pasien dalam kondisi sadar betuk untuk dibawa keruang
rawat inap.
Ruang pulih sadar (recovery room) atau unit perawatan pasca anastesi
(PACU) merupakan suatu ruangan untuk pemulihan psikologis pasien pasca
operatif. PACU biasanya terletak berdekatan dengan ruang operasi. Pasien yang
masih di bawah pengaruh anastesi atau yang pulih dari anastesi di tempatkan di
unit ini untuk kemudahan akses ke perawat yang di siapkan dalam merawat pasien
pasca operatif segera, ahli anastesi dan ahli bedah dan alat pemantau dan peralatan
khusus, medikasi, dan penggantian cairan. Dalam lingkungan ini, pasien di
berikan perawatan spesialis yang di sediakan oleh mereka yang sangat
berkualifikasi untuk memberikannya.
Selama periode post operatif, klien dirawat oleh perawat di ruang PAR
(Pasca Anesthesia Recovary) dan unit setelah di pindah dari ruang pemulihan.
Awal periode post operasi waktu yang diperlukan tergantung umur dan kesehatan
fisik, type pembedahan, anesthesia dan komplikasi post operasi. Perawat sirkulasi,

122
perawat anastesi, dan ahli bedah mengantar klien ke area recovery ahli bedah atau
anastesiologis mereview catatan klien dengan perawat PACU dan menjelaskan
tipe dan luasnya pembedahan, tipe anastesi, kondisi patologis, darah, cairan intra
vena, pemberian obat, perkiraan kehilangan darah dan beberapa traumka intubasi.

C. Tindakan Keperawatan Post Operatif


1. Menyiapkan Tempat Tidur Aether Bed
Tempat tidur untuk pasien pasca bedah ( aether bed ) adalah tempat tidur
yang disiapkan untuk klien pasca operasi yang mendapat narkose (obat bius)
Tujuan :
a. Menghangatkan pasien
b. Mencegah penyulit ( komplikasi ) pasca bedah
c. Alat – alat tenun tidak kotor
d. Memudahkan perawatan
Persiapan alat – alat :
a. Alat – alat tenun untuk tempat tidur terbuka ditambah satu selimut,
b. Dua buli – buli panas,
c. Perlak serta handuk dalam satu gulungan, handuk dibagian dalam
Cara kerja :
a. Mencuci tangan.
b. Mengangkat dan melipat sprei penutup jika tersedia tempat tidur
tertutup.
c. Mengangkat bantal dan membentangkan gulungan perlak dan handuk
pada bagian kepala.
d. Melepaskan sprei dan selimut atas pada bagian kaki dari bawah kasur
dan kemudian di lipat ke atas.
e. Memasang selimut tambahan hingga menutup seluruh permukaan
tempat tidur.
f. Meletakkan buli – buli panas di atas sprei bagian kaki, diarahkan
mulutnya ke pinggir tempat tidur.
g. Mengangkat buli – buli panas sebelum pasien dibaringkan setelah
kembali dari kamar bedah.

123
h. Melipat pinggir selimut tambahan bersama – sama selimut dan sprei
atas dari sisi tempat pasien akan masuk sampai batas pinggir kasur,
lalu dilipat sampai sisi yang lain.
i. Meletakkan pasien di atas tempat tidur.
j. Menarik kembali lipatan tadi untuk menutup pasien.
k. Memasukkan kembali selimut dan sprei atas di bagian kaki ke bawah
kasur, jika pasien sudah sadar.
l. Mencuci tangan.

2. Anamnesa dan observasi sirkulasi (tekanan darah, nadi,pernafasan


dan suhu)
Pembedahan pada dasarnya merupakan trauma yang akan
menimbulkan perubahan faal, sebagai respon terhadap trauma. Gangguan faal
tersebut meliputi tanda-tanda vital serta organ-organ vital seperti sistem
respirasi, sistem kardiovaskular, panca indera (SSP), sistem urogenital, sistem
pencernaan dan luka operasi.
Berikut ini hal-hal yang harus dipantau secara singkat, jelas, lengkap,
dan dituliskan setiap harinya dalam periode yang berlangsung tepat sesudah
pembedahan:
1) Tanda-tanda vital
2) Respirasikepatenanjalannafas, kedalaman, frekuensi, sifat dan bunyi
nafas
3) Cek suhu tubuh dan nadi

Berikut-berikut adalah pengkajian-pengkajian yang harus dimonitoring


secara aktual meliputi:
1) Sistem Kardiovaskuler
Pasien mengalami komplikasi kardiovaskular akibat kehilangan
darah secara aktual dan potensial dari tempat pembedahan, balans cairan,
efek samping anastesi, ketidak seimbangan elektrolit dan depresi
mekanisme resulasi sirkulasi normal. Adapun hal-hal yang harus di
monitoring adalah:

124
 Tekanan darah dan denyut nadi
Harus dicatat setiap 15 menit pada beberapa kasus lebih sering
sehingga penderita stabil. Sesudah itu, tanda-tanda harus dicatat setiap jam
selama beberapa jam.
Masalah yang sering terjadi adalah pendarahan. Kehilangan darah
terjadi secara eksternal melalui drain atau insisi atau secara internal luka
bedah. Pendarahan dapat menyebab kanturunnya tekanan darah:
meningkatnya kecepatan denyut jantung dan pernafasan (denyut nadi
lemah, kulit dingin, lembab, pucat, serta gelisah). Apabila pendarahan
terjadi secara eksternal, memperhatikan adanya peningkatan drainase yang
mengandungi darah pada balutan atau melalui drain.
2) Sistem Pernafasan
Obat anastesi tertentu dapat menyebabkan depresi pernafasan sehingga
perlu waspada terhadap pernafasan yang dangkal dan lambat serta batuk
yang lemah. Frekuensi, irama, kedalaman ventilasi pernafasan,
kesimetrisan gerakan dinding dada, bunyi nafas dan membrane mukosa
dimonitor. Apabila pernafasan dangkal letakan tangan di atas muka /
mulut pasien sehingga dapat merasakan udara yang keluar.

3. Pemeriksaan Kesadaran
Setelah dilakukan pembedahan, pasien memiliki tingkat kesadaran yang
berbeda. Oleh karena itu, seorang harus memonitor tingkat respon pasien
dengan berbagai cara. Misalnya dengan memonitor fungsi pendengaran atau
penglihatan. Apakah pasien dapat berespon dengan baik ketika diberi stimulus
atau tidak sama sekali. Ataupun juga dapat memonitor tingkat kesadaran
dengan menentukan Skala Koma Glasgow / Glasgow Coma Scale (GCS).
GCS inimemberikan 3 bidang fungsi neurologik: memberikan gambaran pada
tingka tresponsif pasien dan dapat digunakan dalam mengevaluasi motorik
pasien, verbal, dan respon membuka mata. Masing-masing respon diberikan
angka dan penjumlahan dari gambaran minimem berikan indikasi beratnya
keadaan koma dan sebuah prediksi kemungkinan yang terjadi dari hasil yang

125
ada. Elemen-elemen GCS ini dibagi menjadi tingkatan-tingkatan yang berbeda
seperti dibawah ini:

Skala Koma Glaskow / Glaskow Coma Scale (GCS)


a) Membuka mata
Spontan :4
Dengan perintah :3
Dengan nyeri :2
Tidak berespon :1
b) Respon motorik terbaik
Dengan perintah :6
Melokalisasi nyeri :5
Menarik area yang nyeri :4
Fleksi Abnormal :3
Ekstensi Abnormal :2
Tidak berespon :1
c) Respon verbal
Beorientasi :5
Bicara membingungkan :4
Kata-kata tidak tepat :3
Suara tidak dapat dimengerti :2
Tidak ada respon :1
Nilai terendah yang di dapat adalah 3 (respon paling sedikit). Nilai
tertinggi adalah 15 (paling berespon). Nilai 7 atau nilai dibawah 7 umumnya
dikatakan sebagai koma dan membutuhkan intervensi bagi pasien koma
tersebut.

4. Mengobservasi Bising Usus


Bising usus adalah bunyi gemerincing pada usus yang dapat didengar
melalui stetoskop. Bising usus adalah kontraksi tonik bersifat kontinu,
berlangsung bermenit-menit, atau berjam-jam, kadang-kadang meningkat atau
menurun intensitasnya tetap kontinu. Kontraksi ini dapat disebabkan oleh

126
serangkaian potensial aksi atau perangsangan non elektronergik oleh hormone.
Kontraksi ritmik pada saluran pencernaan terjadi secepat 12 kali permenit atau
3 kali permenit. Anestesi umum menimbulkan pelemasan, relaksasi otot polos
mengalami penurunan diperlukan suatu tindakan mengembalikan bising usus
dengan meningkatkan suhu tubuh. Biasanya bising usus belum terdengar pada
hari pertama setelah pembedahan, pada hari kedua bising usus masih lemah,
dan usus baru aktif kembali pada hari ketiga.
1. Bising usus tidak ada (-) : dijumpai setelah tindakan pembedahan,
peritonitis, ileus paralitik
2. Bising usus meningkat disebabkan hipermotilitas usus pada diare atau
gastro enteritis, obstruksi usus
Bising abdomen (bruit) merupakan bunyi dari pembuluh darah (artery
narrowing)

5. Membimbing Latihan Nafas Dalam


Nafas dalam adalah bernafas secara perlahan dan menggunakan diafragma.
Tujuan Latihan Nafas Dalam:
Meningkatkan kapasitas paru dan mencegah atelektasis
Latihan Nafas Dalam dilakukan pada :
a. Pasien dengan gangguan paru obstruktif maupun restriktif
b. Pasien pada tahap penyembuhan dari pembedahan thorax
c. Untuk metode relaxasi
Prosedur Pelaksanaan:
 Tahap Pra Interaksi
1. Mengecek program terapi
2. Mencuci tangan
 Tahap Orientasi
1. Memberikan salam dan menyapa nama pasien
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan
3. Menanyakan persetujuan/kesiapan pasien
 Tahap Kerja
1. Menjaga privacy pasien

127
2. Mempersiapkan pasien
3. Meminta pasien meletakkan satu tangan di dada dan
satu tangan di abdomen
4. Melatih pasien melakukan nafas perut (menarik
nafas dalam melalui hidung hingga 3 hitungan,
jaga mulut tetap tertutup)
5. Meminta pasien merasakan mengembangnya
abdomen (cegah lengkung pada punggung)
6. Meminta pasien menahan nafas hingga 3 hitungan
7. Meminta menghembuskan nafas perlahan dalam 3
hitungan (lewat mulut, bibir seperti meniup)
8. Meminta pasien merasakan mengempisnya abdomen
dan kontraksi dari otot
9. Merapikan pasien
 Tahap Terminasi
1. Melakukan evaluasi tindakan
2. Berpamitan dengan klien
3. Mencuci tangan
4. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan

6. Membimbing batuk efektif


Batuk efektif adalah suatu teknik batuk yang benar, dimana klien dapat
menghemat tenaga dan dapat mengeluarkan dahak secara maksimal.
Tujuan Batuk Efektif
a) Membebaskan jalan nafas dari akumulasi secret
b) Mengeluarkan sputum untuk pemeriksaan diagnostik laboraturium
c) Mengurangi sesak nafas karena akumulasi secret
Batuk Efektif dilakukan pada :
a) Pasien dengan gangguan saluran nafas akibat akumulasi secret
b) Pasien yang akan di lakukan pemeriksaan diagnostik sputum
c) Pasien setelah menggunakan bronkodilator
Peralatan:

128
1. Kertas tissue
2. Bengkok
3. Perlak/alas
4. Sputum pot berisi desinfektan
5. Air minum hangat
Prosedur Pelaksanaan:
 Tahap PraInteraksi
1. Mengecek program terapi
2. Mencuci tangan
3. Menyiapkan alat
 Tahap Orientasi
1. Memberikan salam dan sapa nama pasien
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan
3. Menanyakan persetujuan/kesiapan pasien
 Tahap Kerja
1. Menjaga privacy pasien
2. Mempersiapkan pasien
3. Meminta pasien meletakkan satu tangan di dada dan satu tangan di
abdomen
4. Melatih pasien melakukan nafas perut (menarik nafas dalam melalui
hidung hingga 3 hitungan, jaga mulut tetap tertutup)
5. Meminta pasien merasakan mengembangnya abdomen (cegah lengkung
pada punggung)
6. Meminta pasien menahan nafas hingga 3 hitungan
7. Meminta menghembuskan nafas perlahan dalam 3 hitungan (lewat
mulut, bibir seperti meniup)
8. Meminta pasien merasakan mengempisnya abdomen dan kontraksi dari
otot
9. Memasang perlak/alas dan bengkok (di pangkuan pasien bila duduk
atau di dekat mulut bila tidur miring)
10. Meminta pasien untuk melakukan nafas dalam 2 kali , yang ke-3:
inspirasi, tahan nafas dan batukkan dengan kuat

129
11. Menampung lender dalam sputum pot
12. Merapikan pasien
 Tahap Terminasi
1. Melakukan evaluasi tindakan
2. Berpamitan dengan klien
3. Mencuci tangan
4. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan

D. Komplikasi Pasca Operatif


1. Syok
Syok adalah komplikasi pasca operatif yang paling serius. Digambarkan
sebagai tidak memadainya oksigenasi selular yang disertai dengan
ketidakmampuan untuk mengekspresikan produk sampah metabolisme.
Tekanan darah rendah dan urine pekat.Meskipun terdapat banyak jenis
syok, definisi dasar tentang syok secara umum berpusat pada suatu
ketidakadekuatan aliran darah ke organ-organ vital dan ketidakmampuan
jaringan dari organ-organ ini untuk menggunakan oksigen dan nutrien lain.
Manifestasi Klinis :
a) Pucat.
b) Kulit dingin dan terasa basah.
c) Pernafasan cepat
d) Sianosis pada bibir, gusi dan lidah.
e) Nadi cepat, lemah dan bergetar.
f) Penurunan tekanan nadi.
Pencegahan :
a) Terapi penggantian cairan.
b) Menjaga trauma bedah pda tingkat minimum.
c) Pengatasan nyeri dengan membuat pasien senyaman mungkin dan
dengan menggunakan narkotik secara bijaksana.
d) Pemakaian linen yang ringan dan tidak panas (mencegah vasodilatasi).
e) Ruangan tenang untuk mencegah stres.
f) Posisi supinasi dianjurkan untuk memfasilitasi sirkulasi.

130
g) Pemantauan tanda vital.
Penatalaksanaan Medis :
a) Pasien dijaga tetap hangat tapi tidak sampai kepanasan.
b) Dibaringkan datar di tempat tidur dengan tungkai dinaikkan.
c) Pemantauan status pernafasan dan CV.
d) Penentuan gas darah dan terapi oksigen melalui intubasi atau nasal
kanul jika diindikasikan.
e) Penggantian cairan dan darah kristaloid (ex : RL) atau koloid (ex :
komponen darah, albumin, plasma atau pengganti plasma).
f) Penggunaan beberapa jalur intravena.
Terapi obat : kardiotonik (meningkatkan efisiensi jantung) atau diuretik
(mengurangi retensi cairan dan edema).
Intervensi Keperawatan
Perawat membantu dalam melaksanakan pengobatan yang diresepkan. Tekanan
darah pasien harus dipantau dengan konstan. Pasien dijaga agar tetap berbaring
datar ketika obat ini diberikan. Jika tekanan darah sistolik terus menurun,
medikasi dihentikan dan cairan ditingkatkan.
Tindakan keperawatan berikut diindikasikan:
a. Dukungan psikologis diberikan, dan penggunaan energi pasien dikurangi.
Reaksi pasien terhadap pengobatan dikaji, dan istirahat ditingkatkan.
Dukungan dan penenangan diberikan untuk menghilangkan kegelisahan,
sedatif diberikan dengan waspada sehingga sirkulasi tidak tertekan lebih jauh.
b. Pasien dijaga agar tetap hangat, karena hipotermia mengurangi oksigenasi
jaringan. Hipotermia juga mempengaruhi sirkulasi perifer.
c. Pasien diubah posisinya setiap 2 jam, dan dorong pasien agar melakukan napas
dalam untuk meningkatkan fungsi optimal kardiopulmonari.
d. Komplikasi dicegah dengan mengamati semua parameter dan memantau pasien
dengan ketat dalam 24 jam periode setelah awitan syok. Komplikasi yang
umum adalah edema perifer dan pulmonal akibat kelebihan cairan, yang
diakibatkan oleh pemberian cairan yang lebih cepat dibanding dengan yang
dapat diakomodasi oleh tubuh.
e. Semua pengamatan dan intervensi didokumentasikan.

131
2. Hemorrhagi (Perdarahan)
Hemorrhagi dikelompokkan menjadi 3 jenis, yaitu:
1. HemorrhagiPrimer : terjadi pada waktu pembedahan.
2. HemorrhagiIntermediari : beberapa jam setelah pembedahan ketika
kenaikan tekanan darah ke tingkat normalnya melepaskan bekuan yang
tersangkut dengan tidak aman dari pembuluh darah yang tidak terikat.
3. HemorrhagiSekunder : beberapa waktu setelah pembedahan bila ligatur slip
karena pembuluh darah tidak terikat dengan baik atau menjadi terinfeksi
atau mengalami erosi oleh selang drainage.
Manifestasi Klinis:
Gelisah, gundah, terus bergerak, merasa haus, kulit dingin-basah-pucat,
nadi meningkat, suhu turun, pernafasan cepat dan dalam, bibir dan
konjungtiva pucat dan pasien melemah.
Penatalaksanaan :
a) Pasien dibaringkan seperti pada posisi pasien syok
b) Sedatif atau analgetik diberikan sesuai indikasi
c) Inspeksi luka bedah
d) Balut kuat jika terjadi perdarahan pada luka operasi
e) Transfusi darah atau produk darah lainnya
f) Observasi VS.

3. Trombosis Vena Profunda (TVP)


Trombosis Vena Profunda (TVP) adalah trombisis pada vena yang
letaknya dalam dan bukan superfisial.Dua komplikasi serius dari TVP adalah
embolisme pulmonari dan sindrom pasca flebitis.
Manifestasi klinis :
a) Nyeri atau kram pada betis
b) Demam, menggigil dan perspirasi
c) Edema
d) Vena menonjol dan teraba lebih mudah
Pencegahan :
a) Latihan tungkai

132
b) Pemberian Heparin atau Warfarin dosis rendah
c) Menghindari penggunaan selimut yang digulung, bantal yang digulung
atau bentuk lain untuk meninggikan yang dapat menyumbat pembuluh di
bawah lutut
d) Menghindari menjuntai kaki di sisi tempat tidur dalam waktu yang lama
e) Penatalaksanaan Medis :
f) Ligasi vena femoralis
g) Terapi antikoagulan
h) Pemeriksaan masa pembekuan
i) Stoking elatik tinggi
j) Ambulasi dini

4. Embolisme Pulmonal
Suatu embolus adalah benda asing(bekuan darah, udara, lemak) yang
terlepas dari tempat asalnya dan terbawa disepanjang aliran darah.Ketika embolus
menjalar ke sebelah kanan jantung dan dengan sempurna menyumbat arteri
pulmonal, gejala yang ditimbulkan mendadak dan sangat tiba-tiba.Pasien yang
mengalami penyembuhan normal mendadak menangis dengan nyaring, nyeri
seperti ditusuk-tusuk pada dada dan menjadi sesak napas, diaforetik, cemas, dan
sianosis.Pupil dilatasi, nadi menjadi cepat dan tidak teratur, kematian
mendadakdapat terjadi.

5. Komplikasi Pernapasan
Komplikasi pernapasan merupakan masalah yang paling sering dan paling
serius dihadapi oleh pasien bedah.
Pencegahan:
a) Menurunkan resistensi pasien
b) Penghisapan sekresi menggunakan selang edndotrake atau bronkoskopi.
Jenis komplikasi pernapasan:
a) Hipoksemia
b) Atelektasis
c) Bronkhitis

133
d) Bronkopneumonia dan pneumonia
e) Pneumonia lobaris
f) Kongesti pulmonari hipostatik
g) Pleurisi
h) Superinfeksi

6. Retensi Urine
Retensi urine dapat terjadi setelah segala prosedur pembedahan
pembedahan, retensi terjadi paling sering setelah pembedahan pada rektum, anus,
dan vagina, dan setelah herniorafi dan pembadahan pada abdomen bagian
bawah.Penyebabnya diduga adalah spasme spinkter kandung kemih.

7. Komplikasi Gastrointestinal
Komplikasi yang timbul akibat gangguan inidapat terjadi dalam beberapa
bentuk, tergantung pada letak dan keluasan pembedahan.Sebagai contoh, bedah
mulut dapat menghadirkan masalah mengunyah dan menelan, sehingga diet harus
dimodifikasi untuk bisa menyesuaikan kesulitan ini.Prosedur pembedahan
lainnya, seperti gastrektomi, reseksi usus halus, ileostomi, dan kolostomi,
mempunyai efek yang lebih drastis pada sistem gastrointestinal dan membutuhkan
pertimbangan diet yang lebih mendalam.

E. Melatih Ambulasi
Ambulasi dini adalah tahapan kegiatan yang dilakukan segera pada pasien
pasca operasi dimulai dari bangun dan duduk sampai pasien turun dari tempat
tidur dan mulai berjalan dengan bantuan alat sesuai dengan kondisi pasien (Roper,
2002)
Ambulasi merupakan latihan yang dilakukan dengan hati-hati tanpa tergesa-
gesa untuk memperbaiki sirkulasi dan mencegah flebotrombosis (Hin Chiff, 1999)
Hal ini harusnya menjadi bagian dalam perencanaan latihan untuk semua pasien.
Ambulasi mendukung kekuatan, daya tahan dan fleksibelitas. Keuntungan dari
latihan berangsur-angsur dapat di tingkatkan seiring dengan pengkajian data
pasien menunjukkan tanda peningkatan toleransi aktivitas. Menurut Kozier (1995

134
dalam Asmandi, 2008) ambulasi adalah aktivitas berjalan. Ambulasi dini
merupakan tahapan kegiatan yang dilakukan segera pada pasien paska operasi
dimulai dari duduk sampai pasien turun dari tempat tidur dan mulai berjalan
dengan bantuan alat sesuai dengan kondisi pasien.
Tindakan-Tindakan Ambulasi Dini:
 Duduk diatas tempat tidur
a) Jelaskan pada pasien prosedur yang akan dilakukan
b) Tempatkan klien pada posisi terlentang
c) Pindahkan semua bantal
d) Posisi menghadap kepala tempat tidur
e) Regangkan kedua kaki perawat dengan kaki paling dekat ke kepala
tempat tidur di belakang kaki yang lain.
f) Tempatkan tangan yang lebih jauh dari klien di bawah bahu klien,
sokong kepalanya dan vetebra servikal.
g) Tempatkan tangan perawat yang lain pada permukaan temapt tidur.
h) Angkat klien ke posisi duduk dengan memindahkan berat badan
perawat dari depan kaki ke belakang kaki.
i) Dorong melawan tempat tidur dengan tangan di permukaan tempat
tidur.
 Duduk di tepi tempat tidur
a) Jelaskan pada pasien prosedur yang akan dilakukan
b) Tempatkan px pada posisi miring, menghadap perawat di sisi tempat
tidur tempat ia akan duduk.
c) Pasang pagar tempat tidur pada sisi 2. yang berlawanan.
d) Tinggikan kepala tempat tidur pada ketinggian yang dapat ditoleransi
pasien.
e) Berdiri pada sisi panggul klien yang berlawanan.
f) Balikkan secara diagonal sehingga perawat berhadapan dengan pasien
dan menjauh dari sudut tempat tidur.
g) Regangkan kaki perawat dengan kaki palingdekat ke kepala tempat
tidur di depan kaki yang lain

135
h) Tempatkan lengan yang lebih dekat ke kepala tempat tidur di bawah
bahu pasien, sokong kepala dan lehernya
i) Tempat tangan perawat yang lain di atas paha pasien.
j) Pindahkan tungkai bawah klien dan kaki ke tepi tempat tidur.
k) Tempatkan poros ke arah belakang kaki, yang memungkinkan tungkai
atas pasien memutar ke bawah.
l) Pada saat bersamaan, pindahkan berat badan perawat ke belakang
tungkai dan angkat pasien.
m) Tetap didepan pasien sampai mencapai keseimbangan.
n) Turunkan tinggi tempat tidur sampai kaki menyentuh lantai
 Memindahkan Pasien dari TT ke Kursi
a) Bantu pasien ke posisi duduk di tepi tempat tidur. Buat posisi kursi
pada sudut 45 derajat terhadap tempat tidur. Jika menggunakan kursi
roda, yakinkan bahwa kusi roda dalam posisi terkunci.
b) Pasang sabuk pemindahan bila perlu, sesuai kebijakan lembaga.
c) Yakinkan bahwa klien menggunakan sepatu yang stabil dan antislip.
d) Regangkan kedua kaki perawat.
e) Fleksikan panggul dan lutut perawat, sejajarkan lutut perawat dengan
pasien
f) Pegang sabuk pemindahan dari bawah atau gapai melalui aksila pasien
dan tempatkan tangan pada skapula pasien.
g) Angkat pasien sampai berdiri pada hitungan 3 sambil meluruskan
panggul dan kaki, pertahankan lutut agak fleksi.
h) Pertahankan stabilitas kaki yang lemah atau sejajarkan dengan lutut
perawat.
i) Berporos pada kaki yang lebih jauh dari kursi, pindahkan pasien secara
langsung ke depan kursi
j) Instruksikan pasien untuk menggunakan penyangga tangan pada kursi
untuk menyokong.
k) Fleksikan panggul perawat dan lutut saat menurunkan pasien ke kursi.
l) Kaji klien untuk kesejajaran yang tepat.
m) Stabilkan tungkai dengan selimut mandi

136
n) Ucapkan terima kasih atas upaya pasien dan puji pasien untuk
kemajuan dan penampilannya.
 Membantu Berjalan
a) Anjurkan pasien untuk meletakkan tangan di samping badan atau
memegang telapak tangan perawat.
b) Berdiri di samping pasien dan pegang telapak dan lengan bahu pasien.
c) Bantu pasien berjalan
 Memindahkan Pasien dari TT ke Brancard
a) Merupakan tindakan keperawatan dengan cara memindahkan pasien
yang tidak dapat atau tidak boleh berjalan sendiri dari tempat tidur ke
branchard.
b) Atur posisi branchard dalam posisi terkunci
c) Bantu pasien dengan 2 – 3 perawat
d) Berdiri menghadap pasien
e) Silangkan tangan di depan dada
f) Tekuk lutut anda, kemudian masukkan tangan ke bawah tubuh
pasien.Perawat pertama meletakkan tangan di bawah leher/bahu dan
bawah pinggang, perawat kedua meletakkan tangan di bawah pinggang
dan pinggul pasien, sedangkan perawat ketiga meletakkan tangan di
bawah pinggul dan kaki.
g) Angkat bersama-sama dan pindahkan ke branchard
 Melatih Berjalan dengan menggunakan Alat Bantu Jalan
Kruk dan tongkat sering diperlukan untuk meningkatkan mobilitas pasien.
Melatih berjalan dengan menggunakan alat bantu jalan merupakan
kewenangan team fioterapi. Namun perawat tetap bertanggungjawab untuk
menindaklanjuti dalam menjamin bahwa perawatan yang tepat dan
dokumentasi yang lengkap dilakukan.

F. Konsep Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
Pengkajian segera pasien bedah saat kembali ke unit klinik terdiri
atas yang berikut:

137
1. Respirasi : Kecepatan jalan napas, kedalaman, frekuensi, dan
karakter pernapasan, sifat dan bunyi napas.
2. Sirkulasi : Tanda-tanda vital termasuk tekanan darah dan kondisi
kulit.
3. Tingkat kesadaran :Respon secara verbal terhadap pertanyaan atau
reorientasi terhadap tempat terbangun ketika dipanggil namanya.
4. Drainase : Adanya drainase, keharusan untuk menghubungkan
selang ke sistem drainase yang spesifik, adanya dan kondisi
balutan.
5. Kenyamanan : Tipe nyeri dan lokasi, mual atau muntah, perubahan
posisi yang dibutuhkan.
6. Psikologi : Sifat dari pertanyaan pasien, kebutuhan akan istirahat
dan tidur, gangguan oleh kebisingan, pengunjung, ketersediaan bel
pemanggil atau lampu pemanggil.
7. Keselamatan : Kebutuhan akan pagar tempat tidur, drainase selang
tidak tersumbat, cairan IV terinfus dengan tepat dan letak IV
terbebat dengan baik.
8. Peralatan : Diperiksa untuk fungsi yang baik.

B. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data pada pengkajian, diagnosa keperawatan mayor dapat
mencakup yang berikut:
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan efek depresan
dari medikasi dan agens anestetik.
2. Nyeri dan ketidaknyamanan pasca operatif.
3. Risiko terhadap perubahan suhu tubuh : hipotermia.
4. Risiko terhadap cedera yang berhubungan dengan status pasca
anetesia.
5. Perubahan nutrisi: Kurang dari kebutuhan tubuh
6. Perubahan eliminasi urinarius yang berhubungan dengan penurunan
aktivitas, efek medikasi, dan penurunan masukan cairan.

138
7. Konstipasi yang berhubungan dengan motilitas lambung dan usus
selama periode intraoperatif.
8. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan penurunan
intoleransi aktivitas, dan pembatasan aktivitas yang diresepkan.
9. Ansietas tentang diagnosis pasca operatif, kemungkinan perubahan
dalamgayahidup, dan perubahan dalam konsep diri.

C. Perencanaan dan Implementasi


Tujuan: Tujuan utama pasien dapat mencakup fungsi pernapasan yang
optimal, reda dari nyeri dan ketidaknyamanan pasca operatif (mual dan mutah,
distensi abdomen, cegukan), pemeliharaan suhu tubuh normal, bebas dari
cedera, pemeliharaan keseimbangan nutrisi, kembalinya fungsi perkemihan
yang normal, mengalami kembali pola biasanya dari eliminasi usus,
pemulihan mobilitas dalam keterbatasan pasca operatif dan rencana
rehabilitatif, reduksi ansietas dan pencapaian kesejahteraan psikologi, dan
tidak adanya komplikasi. Komplikasi ini termasuk, tetapi tidak terbatas pada,
kerusakan perfusi jaringan, ketidakseimbangan cairan, kerusakan integritas
kulit, dan infeksi.

D. Intervensi Keperawatan dan Evaluasi


1. Diagnosa ke-1
Intervensi :
a. Latih pasien untuk napas dalam
b. Kaji bunyi napas pasien
c. Gunakan spirometri insentif
d. Kaji suhu tubuh pasien
e. Observasi nilai gas darah
f. Anjurka pasiem untuk pemeriksaan rotgen dada
g. Anjurkan pasien untuk mengobah posisi setiap 2 jam sekali
h. Ajarkan pasien untuk batuk efektif
i. Latih pasien untuk melakukan ambulasi dini
j. Hindarkan pasien dari penderita infeksi pernapasan atas

139
Evaluasi: Pasien memepertahankan fungsi pernapasan yang optimal.
a. Melakukan latihan napas dalam
b. Menunjukkan bunyi napas yang bersih
c. Menggunakan spirometer insensitive sesuai dengan yang
diresepkan
d. Menunjukkan suhu tubuh yang normal
e. Memepertahankan nilai gas darah yang normal
f. Menunjukkan hasil rontgen dada yang normal
g. Berbalik dari satu posisi ke posisi laninnya sesuai yang
diinstruksikan
h. Batuk secara effektif untuk memebersihkan sekresi
i. Melakukan latihan dan ambulasi seperti yang diresepkan
j. Menghindari individu yang menderita infeksi pernapasan atas

2. Diagnosa ke-2
Intervensi :
a. Meredakan nyeri
b. Anjurkan pasien untuk melakuakn strategi distraksi
c. Kaji mual dan muntah
d. Hilangkan distress abdomen dan nyeri akibat gas
e. Hilangkan cegukan
Evaluasi : Pasien mengalami peredaan nyeri dan ketidaknyamanan
pasca operatif (kegelisahan, mual dan muntah, distensi abdomen, dan
cegukan).
a. Menunjukkan bahwa nyeri berkurang intensitasnya
b. Membebat tempat insisi ketika batuk untuk mengurangi nyeri
c. Ikut serta dalam strategi distraksi
d. Melaporkan tidak adanya mual dan tidak muntah
e. Bebas dari distress abdomen dan nyeri akibat gas
f. Menunjukkan tidak adanya cegukan

140
3. Diagnosa ke-3
Intervensi:
a. Observasi tanda-tanda hipotermia dan laporkan pada dokter
b. Pertahankan ruangan pada suhu yang nyaman dan sediakan selimut
untuk mencegah menggigil
c. Pantau kondisi pasien terhadap disritmia jantung
Evaluasi : Pasien memeprtahankan suhu tubuh normal
a. Menunjukkan suhu tubuh inti normal
b. Bebas dari menggigil
c. Tidak menunjukkan tanda-tanda kedinginan
d. Tidak mengalami disritmia jantung

4. Diagnosa ke-4
Intervensi :
a. Lindungi pasien dari penyebab yang dapat mencedrai diri
b. Anjurkan menggunkaan restrain bila dibutuhkan
c. Deteksi masalah-masalah sebelum mereka mengakibatkan cedera
Evaluasi :
a. Terhindar dari cedera
b. Menerima untuk menaikkan pagar tempat tidur ketika dibutuhkan
c. Bebas dari cedera yang berhubungan dengan kesalahan posisi,
terjatuh dan bahaya lainnya.
d. Mencapai kembali sensorium yang normal

5. Diagnosa ke-5
Intervensi :
a. Auskultasi abdomen untuk mendeteksi adanya paralisis ileus, dan
bising usus normal
b. Kembalikan pasein pada masukan diet normal bila pasien telah
pulih benar dari efek anestesi dan tidak merasa mual
c. Observasi berat badan pasien sebelum dan sesudah operasi
Evaluasi : Pasien memepertahankan keseimbangan nutrisi

141
a. Menunjukkan motilitas gastrointestinal yang meningkat dan tidak
adanya paralisis ileus, bising usus normal.
b. Kembali pada pola diet normal bila memungkinkan
c. Mengalami penambahan berat badan ke berat badan sebelum
operasi.

6. Diagnosa ke-6
Intervensi :
a. Kaji pasien apakah berkemih atau dengan kateter
b. Haluaran urin kurang dari 30 ml selama 2 jam berurutan harus
dilaporkan
c. Masukan dan haluaran dicatat bagi semua pasien setelah prosedur
operatif urologic atau prosedur yang kompleks dan bagi semua
pasien lansia
Evaluasi : Fungsi perkemihan normal kembali
a. Berkemih adekuat tanpa menggunakan kateter
b. Menunjukkan tidak adanya berkemih dalam jumlah yang sedikit
(menunjukkan retensi)
c. Menerima untuk bertanggung jawab terhadap masukan cairan
yang adekuat
7. Diagnosa ke-7
Intervensi :
a. Auskultasi abdomen untuk mendeteksi adanya bising usus, jika
bising usus terdengar, diet pasien secara bertahap sitingkatkan.
b. Auskultasi abdomen atau usus untuk mendeteksi adanya distress
abdomen, nyeri akibat gas, dan konstipasi
c. Observasi pola eliminasi usus pasien
Evaluasi : Pasien mengalami fungsi usus yang kembali normal
a. Menunjukkan bising usus yang normal dan efektif saat auskultasi
b. Bebas dari distress abdomen, nyeri akibat gas, dan konstipasi
c. Menunjukkan pola eliminasi usus yang lazim

142
8. Diagnosa ke-8
Intervensi :
a. Menyesuaikan antara aktivitas dan istirahat
b. Secara progresif meningkatkan ambulasi
c. Melanjutkan aktivitas normal dalam kerangka waktu yang
ditetapkan
d. Melakukan aktivitas yang berhubungan dengan perawatan diri
e. Ikut serta dalam program rehabilitasi (bila memungkinkan)
Evaluasi :Pasien dapat melakukan ambulasi dalam keterbatasan pasca
opertatif dan rencana rehabilitatif.

143
3.5 Asuhan Keperawatan Gangguan Kebutuha Suhu Tubuh

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GANGGUAN KEBUTUHAN


SUHU TUBUH AKIBAT PATOLOGIS BERBAGAI SISTEM TUBUH

3.5.1 Anamnesa riwayat infeksi sistem tubuh

Anamnesis susunan sistem bertujuan mengumpulkan data- data positif dan


negatif yang berhubungan dengan penyakit yang di derita pasien berdasarkan alat
tubuh yang sakit. Anamnesis ini juga dapat menjaring masalah pasien yang
terlewatkan pada waktu pasien menceritakan riwayat penyakit sekarang.
1. Kepala : sefalgia, vertigo, nyeri sinus, trauma kapitis
2. Mata : visus, diplopia, fotofobia, lakrimasi
3. Telinga : pendengaran, tinistus, sekret, nyeri
4. Hidung : pilek, obstruksi, epistaksis, bersin
5. Mulut : geligi, stomatitis, salivasi
6. Tenggorok : nyeri menelan, susah menelan, tonsilitis, kelainan suararan gondok,
kelenjar getah bening
7. Jantung : sesak nafas, ortopnu, palpitasi, hipertensi
8. Leher : pembesaran gondok, kelenjar getah bening
9. Paru : batuk, riak, hemoptosis, asma
10. Gastrointestinal : nafsu makan, defikasi, mual, muntah, diare, konstipasi, obsipasi,
hematemesis, melena, hematoskezia, hemoroid.
11. Saluran kemih : nokturia, disuria, polakisuria, oligosuria, poliuria, retensi urin,
anuria, haematuria
12. Alat kelamin ; fungsi seks, menstruasi, kelainan ginekologik, good Morning
discharge
13. Payudara : pendarahan, discharge, benjolan
14. Neurologik : kesadaran, gangguan saraf otak, paralisis, kejang, amestesi,
parastesi, ataksia, gangguan fungsi luhur
15. Psikologik ; perangai, orientasi, anxietas, depresi, psikosis
16. Kulit : gatal, ruam, kelainan kuku, infeksi kulit
17. Endokrin : struma, tremor, diabetes, akromegali, kelemahan umum

144
18. Muskuloskeletal ; nyeri sendi, bengkak sendi, nyeri otot, kejang otot, kelemahan
otot, nyeri tulang, riwayat gout.

3.5.2 masalah keperawatan pada pasien dengan hipertermi dan hipotermi

 Rumusan Masalah

Bagaimana konsep pengetahuan dan asuhan keperawatan tentang hipertermi ?

 Tujuan

Sebagaimana rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut:

 Tujuan Umum

Menerapkan konsep pengetahuan dan asuhan keperawatan tentang Hipertermi

 Tujuan Khusus

1. Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan hipertermi


2. Mampu menentukan masalah keperawatan pada klien dengan hipertermi
3. Mampu membuat diagnosa keperawatan pada klien dengan hipertemi
4. Mampu membuat intervensi atau rencana keperawatan pada klien dengan
hipertermi
5. Mampu membuat implementasi atau tindakan keperawatan pada klien
dengan hipertermi
6. Mampu mengevaluasi asuhan keperawatan pada klien dengan hipertermi
 Manfaat

 Bagi Profesi perawat

Sebagai bahan masukan dan informasi bagi perawat yang ada di rumah sakit
dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan keperawatan medical bedah
khususnya dengan kasus hipertermi.

145
 Klien

Memberikan pengetahuan serta masukan kepada klien tentang cara menangani,


merawat, dan mencegah kasus hipertermi.

 Keluarga

Memberikan pengetahuan serta masukan kepada kelurga tentang cara menangani,


merawat, mencegah kekambuhan dan berkomunikasi kepada anggota keluarga
yang mengalami kasus hipertermi.

 Penulis

Untuk menambah referensi dan kemampuan mengaplikasikan asuhan keperawatan


medika bedah khususnya pada klien dengan kasus hipertermi

Hipotermi
A. Defenisi
Hipotermi adalah keadaan suhu tubuh yang rendah atau
berada dibawah normal.
( Maternal & Neonatal Health, Depkes RI, 2005)
Hipotermi adalah keadaan dimana seorang individu mengalami atau
berisiko mengalami penurunan suhu tubuh terus - menerus dibawah 35, 5ºC
per rektal karena peningkatan kerentanan terhadap faktor – faktor
eksternall (http://jhonkarto.blogspot.com/2009/02/bayi-hipotermi.html).
Bayi hipotermi adalah bayi dengan suhu badan dibawah normal. Adapun
suhu normal bayi adalah 36,5-37,5 °C. Suhu normal pada neonatus 36,5-37,5°C
dan diukur melalui ketiak dengan termometer.
(http://jhonkarto.blogspot.com/2009/02/bayi-hipotermi.html).
Hipotermi terbagi atas 3 macam, yaitu :
1. Hipotermi ringan (cold stres) yaitu suhu antara 36 – 36, 5 0 c
2. Hipotermi sedang yaitu suhu antara 32 – 36 0 c
3. Hipotermi berat yaitu suhu tubuh < 32 0 c

146
(Kosim Sholeh M, dkk, 2008, Buku Ajar Neonatologi, IDAI, Jakarta, hal.
89)

B. Etiologi
Hipotermi dapat disebabkan oleh karena terpapar dengan lingkungan
yang dingin (suhu lingkungan rendah, permukaan yang dingin atau basah)
atau bayi dalam keadaan basah atau tidak berpakaian.
(Kosim Sholeh M, dkk, 2008, Buku Ajar Neonatologi, IDAI, Jakarta, hal.
89)
Penyebab terjadinya hipotermi pada bayi yaitu :
1. Jaringan lemak subkutan tipis.
2. Perbandingan luas permukaan tubuh dengan berat badan besar
3. BBL tidak mempunyai respon shivering (menggigil) pada reaksi
kedinginan.
4. Kurangnya pengetahuan perawat dalam pengelolaan bayi yang beresiko
tinggi mengalami hipotermi.
(http://jhonkarto.blogspot.com/2009/02/bayi-hipotermi.html)
C. Patofisiologi
Suhu tubuh diatur dengan mengimbangi produksi panas terhadap
kehilangan panas. Bila kehilangan panas dalam tubuh lebih besar daripada laju
pembentukan panas maka akan terjadi penurunan suhu tubuh.
Apabila terjadi paparan dingin, secara fisiologis tubuh akan
memberikan respon untuk menghasilkan panas berupa :
1. Shivering Thermoregulation (ST) yaitu merupakan mekanisme tubuh
berupa menggigil atau gemetar secara involunter akibat dari kontraksi otot
untuk menghasilkan panas.
2. Non-shivering thermoregulation (NST) yaitu merupakan mekanisme yang
dipengaruhi oleh stimulasi sistem saraf simpatis untuk menstimulasi
proses metabolik dengan melakukan oksidasi terhadap jaringan lemak
coklat. Peningkatan metabolisme jaringan lemak coklat akan
meningkatkan produksi panas dari dalam tubuh.

147
3. Vasokonstriksi perifer yaitu merupakan mekanisme yang distimulasi oleh
sistem saraf simpatis,kemudian sistem saraf perifer akan memicu otot
sekitar arteriol kulit untuk berkontraksi sehingga terjadi vasokontriksi.
Keadaan ini efektif untuk mengurangi aliran darah ke jaringan kulit dan
mencegah hilangnya panas yang tidak berguna.
Untuk bayi, respon fisiologis terhadap paparan dingin adalah
dengan proses oksidasi dari lemak coklat atau jaringan adiposa coklat.
Pada bayi BBL (neonatus), NST (proses oksidasi jaringan lemak coklat)
adalah jalur yang utama dari suatu peningkatan produksi panas yang cepat,
sebagai reaksi atas paparan dingin. Sepanjang tahun pertama kehidupan,
jalur ST mengalami peningkatan sedangkan untuk jalur NST selanjutnya
akan menurun.
(Kosim Sholeh M,dkk, 2008, Buku Ajar Neonatologi, IDAI, Jakarta, hal.
91)
D. Gejala Klinis
Hipotermi ditandai dengan bayi tidak mau minum, kurang aktif, pucat,
takipnoe atau takikardia. Sedangkan hipotermi yang berkepanjangan, akan
menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen, distres respirasi,
gangguan keseimbangan asam basa, hipoglikemia, defek koagulasi, dan pada
keadaan yang berat akan menyebabkan kematian.
(Kosim Sholeh M,dkk, 2008, Buku Ajar Neonatologi, IDAI, Jakarta, hal.
93)

E. Mekanisme hilangnya panas pada BBL


Mekanisme hilangnya panas pada bayi yaitu dengan :
1. Radiasi yaitu perpindahan suhu dari suatu objek panas ke objek yang
dingin, misalnya dari bayi dengan suhu yang hangat dikelilingi suhu
lingkungan yang lebih dingin. Sumber kehilangan panas dapat berupa suhu
lingkungan yang dingin atau suhu inkubator yang dingin.
2. Konduksi yaitu perpindahan panas yang terjadi sebagai akibat perbedaan
suhu antara kedua objek. Kehilangan panas terjadi saat terjadi kontak

148
langsung antara kulit BBL dengan permukaan yang lebih dingin. Sumber
kehilangan panas terjadi pada BBL yang berada pada permukaan/alas yang
dingin, seperti pada waktu proses penimbangan.
3. Konveksi yaitu transfer panas yang terjadi secara sederhana dari selisih
suhu antara permukaan kulit bayi dan aliran udara yang dingin
dipermukaan tubuh bayi. Sumber kehilangan panas disini dapat berupa :
inkubator dengan jendela yang terbuka, atau pada waktu proses
transportasi BBL ke rumah sakit.
4. Evaporasi yaitu panas yang terbuang akibat penguapan, melalui
permukaan kulit dan traktus respiratorius. Sumber kehilangan panas dapat
berupa BBL yang basah setelah lahir, atau pada waktu dimandikan.
(Kosim Sholeh M, dkk, 2008, Buku Ajar Neonatologi, IDAI, Jakarta,
hal.89)
F. Akibat - akibat yang ditimbulkan oleh hipotermi
Akibat yang bisa ditimbulkan oleh hipotermi yaitu :
§ Hipoglikemi
§ Asidosis metabolik, karena vasokonstrtiksi perifer dengan metabolisme
anaerob.
§ Kebutuhan oksigen yang meningkat.
§ Metabolisme meningkat sehingga pertumbuhan terganggu.
§ Gangguan pembekuan sehingga mengakibatkan perdarahan pulmonal yang
menyertai hipotermi berat.
§ Shock.
§ Apnea
(http://jhonkarto.blogspot.com/2009/02/bayi-hipotermi.html)
G. Pencegahan Hipotermi
Pemberian panas yang mendadak, berbahaya karena dapat terjadi
apnea sehingga direkomendasikan penghangatan 0,5-1°C tiap jam (pada bayi
< 1000 gram penghangatan maksimal 0,6 °C). (Indarso, F, 2001).
Alat-alat Inkubator untuk bayi < 1000 gram, sebaiknya diletakkan
dalam inkubator. Bayi-bayi tersebut dapat dikeluarkan dari inkubator apabila
tubuhnya dapat tahan terhadap suhu lingkungan 30°C. Radiant Warner adalah

149
alat yang digunakan untuk bayi yang belum stabil atau untuk tindakan-
tindakan. Dapat menggunakan servo controle (dengan menggunakan probe
untuk kulit) atau non servo controle (dengan mengatur suhu yang dibutuhkan
secara manual). Pengelolaan Menurut Indarso, F (2001) menyatakan bahwa
pengelolaan bayi hipotermi :

1. Bayi cukup bulan


§ Letakkan BBL pada Radiant Warner.
§ Keringkan untuk menghilangkan panas melalui evaporasi.
§ Tutup kepala.
§ Bungkus tubuh segera.
§ Bila stabil, dapat segera rawat gabung sedini mungkin setelah lahir bayi
dapat disusukan.
2. Bayi sakit
§ Seperti prosedur di atas.
o Tetap letakkan pada radiant warmer sampai stabil.
3. Bayi kurang bulan (prematur)
§ Seperti prosedur di atas.
o Masukkan ke inkubator dengan servo controle atau radiant warner
dengan servo controle.
4. Bayi yang sangat kecil
§ Dengan radiant warner yang diatur dimana suhu kulit 36,5 °C. Tutup
kepala. Kelembaban 40-50%. Dapat diberi plastik pada radiant warner.
§ Dengan servo controle suhu kulit abdomen 36, 5°C.
§ Dengan dinding double. Kelembaban 40-50% atau lebih (bila
kelembaban sangat tinggi, dapat dipakai sebagai sumber infeksi dan
kehilangan panas berlebihan).
§ Bila temperatur sulit dipertahankan, kelembaban dinaikkan. Temperatur
lingkungan yang dibutuhkan sesuai umur dan berat bayi.
3.5.3 Asuhan keperawatan pada gangguan pemenuhan keseimbangan suhu tubuh

150
A. PENGERTIAN SUHU TUBUH
Suhu adalah pernyataan tentang perbandingan (derajat) panas suatu zat. Dapat
pula dikatakan sebagai ukuran panas / dinginnya suatu benda. Sedangkan dalam
bidang thermodinamika suhu adalah suatu ukuran kecenderungan bentuk atau
sistem untuk melepaskan tenaga secara spontan.

B. FISIOLOGI PENGATURAN SUHU TUBUH


Kontrol Neural dan Vascular
Hipotalamus :Yang terletak antara hemisfer serebral, mengontrol suhu
tubuh. Suhu yang nyaman adalah pada saat sistim panas beroperasi. Hipotalamus
merasakan perubahan ringan pada suhu tubuh, hipotalamus anterior mengontrol
pengeluaran panas, dan hipotalamus posterior mengontrol produksi panas. Bila sel
saraf di hipotalamus anterior menjadi panas melebihi set point maka inpuls akan
dikirim untuk menurunkan suhu tubuh. Mekanisme pengeluaran panas termasuk
berkeringat, fasodilatasi atau pelebaran pembuluh darah dan hambatan produksi
panas. Darah didistribusi kembali ke pembuluh darah permukaan untuk
meningkatkan pengeluaran panas. Jika hipotalamus posterior merasakan suhu
tubuh lebih rendah dari set point maka mekanisme konservasi panas bekerja.
Vasokonstriksi (penyempitan) pembuluh darah mengurangi aliran darah kekulit
dan extremitas. Kompensasi produksi panas distimulasi melalui kontraksi otot
volunteer dan getaran atau menggigil pada otot. Bila vasokonstriksi tidak efektif
dalam pencegahan tambahan pengeluaran panas, tubuh mulai menggigil. Lesi atau
trauma pada hipotalamus atau korda spinalis yang membawa pesan hipotalamus
dapat menyebabkan perubahan yang serius pada kontrol suhu.

C. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SUHU TUBUH


1. Kecepatan metabolisme basal
Kecepatan metabolisme basal tiap individu berbeda-beda. Hal ini memberi
dampak jumlah panas yang diproduksi tubuh menjadi berbeda pula. Sebagaimana
disebutkan pada uraian sebelumnya, sangat terkait dengan laju metabolisme.
2. Rangsangan saraf simpatis

151
Rangsangan saraf simpatis dapat menyebabkan kecepatan metabolisme menjadi
100% lebih cepat. Disamping itu, rangsangan saraf simpatis dapat mencegah
lemak coklat yang tertimbun dalam jaringan untuk dimetabolisme. Hampir
seluruh metabolisme lemak coklat adalah produksi panas. Umumnya, rangsangan
saraf simpatis ini dipengaruhi stress individu yang menyebabkan peningkatan
produksi ephineprin dan norephineprin yang meningkatkan metabolisme.
3. Hormone pertumbuhan
Hormone pertumbuhan ( growth hormone ) dapat menyebabkan peningkatan
kecepatan metabolisme sebesar 15-20%. Akibatnya, produksi panas tubuh juga
meningkat.
4. Hormone tiroid
Fungsi tiroksin adalah meningkatkan aktivitas hampir semua reaksi kimia dalam
tubuh sehingga peningkatan kadar tiroksin dapat mempengaruhi laju metabolisme
menjadi 50-100% diatas normal.
5. Hormone kelamin
Hormone kelamin pria dapat meningkatkan kecepatan metabolisme basal kira-kira
10-15% kecepatan normal, menyebabkan peningkatan produksi panas. Pada
perempuan, fluktuasi suhu lebih berfariasi dari pada laki-laki karena pengeluaran
hormone progesterone pada masa ovulasi meningkatkan suhu tubuh sekitar 0,3-
0,6°C di atas suhu basal.
6. Demam ( peradangan )
Proses peradangan dan demam dapat menyebabkan peningkatan metabolisme
sebesar 120% untuk tiap peningkatan suhu 10°C.
7. Status gizi
Malnutrisi yang cukup lama dapat menurunkan kecepatan metabolisme 20-30%.
Hal ini terjadi karena di dalam sel tidak ada zat makanan yang dibutuhkan untuk
mengadakan metabolisme. Dengan demikian, orang yang mengalami mal nutrisi
mudah mengalami penurunan suhu tubuh (hipotermia). Selain itu, individu
dengan lapisan lemak tebal cenderung tidak mudah mengalami hipotermia karena
lemak merupakan isolator yang cukup baik, dalam arti lemak menyalurkan panas
dengan kecepatan sepertiga kecepatan jaringan yang lain.
8. Aktifitas

152
Aktifitas selain merangsang peningkatan laju metabolisme, mengakibatkan
gesekan antar komponen otot / organ yang menghasilkan energi termal. Latihan
(aktivitas) dapat meningkatkan suhu tubuh hingga 38,3-40,0 °C.
9. Gangguan organ
Kerusakan organ seperti trauma atau keganasan pada hipotalamus, dapat
menyebabkan mekanisme regulasi suhu tubuh mengalami gangguan. Berbagai zat
pirogen yang dikeluarkan pada saat terjadi infeksi dapat merangsang peningkatan
suhu tubuh. Kelainan kulit berupa jumlah kelenjar keringat yang sedikit juga
dapat menyebabkan mekanisme pengaturan suhu tubuh terganggu.
10. Lingkungan
Suhu tubuh dapat mengalami pertukaran dengan lingkungan, artinya panas tubuh
dapat hilang atau berkurang akibat lingkungan yang lebih dingin. Begitu juga
sebaliknya, lingkungan dapat mempengaruhi suhu tubuh manusia. Perpindahan
suhu antara manusia dan lingkungan terjadi sebagian besar melalui kulit.

D. TIPE DEMAM
1. Demam Intermiten
Yaitu demam yang tinggi berfluktuasi (dapat naik turun) sampai normal. Tipe
demam intermitten biasan terdapat pada penyakit TBC dan malaria.

2. Demam Remiten
Yaitu demam tinggi berfluktuasi namun tidak mencapai normal. Biasanya terdapat
pada penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut oleh karena virus, malaria
falcifarum, pneumoni oleh karena kuman mikoplasma.

3. Demam Kontinu
Yaitu demam dengan berfluktuasi tidak lebih 1 derajat Celcius. Terdapat pada
penyakit typus, pneumoni oleh karena kuman pneumokokus.

4. Demam berulang
Demam yang diselingi dengan fase suhu tubuh normal. Demam tipe ini terdapat
pada Limfoma Maligna, demam berdarah dengue (DBD).

153
5. Demam dengan bradikardia relative
Yaitu demam yang tidak disertai dengan kenaikan nadi yang sesuai. Terdapat
pada demam typus, demam buatan.
E. GANGGUAN PADA STATUS SUHU
Kelelahan akibat panas terjadi bila diaphoresis yang banyak
mengakibatkan kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan. Disebabkan
oleh lingkungan yang terpajan panas. Tanda dan gejala kurang volume cairan
adalah hal yang umum selama kelelahan akibat panas, tindakan pertama yaitu
memindahkan klien kelingkungan yang lebih dingin serta memperbaiki
keseimbangan cairan dan elektrolit.

1. Hipertermia
Setiap penyakit atau trauma pada hipotalamus dapat mempengaruhi mekanisme
pengeluaran panas.
Hipertermia dibagi menjadi dua (2):
§ Hipertermia adalah peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan ketidakmampuan
tubuh untuk meningkatkan pengeluaran panas atau menurunkan produksi panas.
§ Hipertermian Malignan adalah kondisi bawaan dimana tidak dapat mengontrol
produksi panas, yang terjadi ketika orang yang rentan menggunakan obat-obatan
anastetik tertentu.
2. Hipotermia
Hipotemia adalah pengeluaran panas akibat paparan terus-menerus terhadap
dingin mempengaruhi kemampuan tubuh untuk memproduksi panas.
3. Heatstroke
Heatstroke adalah pajanan yang lama terkena sinar matahari atau lingkungan
dengan suhu tinggi yang dapat mempengaruhi mekanisme pengeluaran panas.

154
ASUHAN KEPERAWATAN PADA SUHU TUBUH

A. Pengkalian
§ Riwayat keperawatan.
§ Kaji adanya gejala dan tanda meningkatnya suhu tubuh terutama pada malam hari,
nyeri kepala, lidah kotor, tidak nafsu makan, epistaksis, penurunan kesadaran.

B. Diagnosa keperawatan

1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.


2. Resiko ketidakseimbangan temperatur tubuh

2.1.4 Memasang cooler blanket

Pengertian :
Sering kali digunakan untuk meredakan perdarahan dengan cara mengkonstriksi
pembuluh darah, meredakan inflamasi dengan vasokonstrisi, dan meredakan nyeri
dengan memperlambat kecepatan konduksi saraf, menyebabkan mati rasa, dan
bekerja sebagai counterirritant.
Tujuan :
1. Membantu menurunkan suhu tubuh
2. Mengurangi rasa sakit atau nyeri
3. Membantu mengurangi perdarahan
4. Membatasi peradangan
Indikasi :
1. Pasien yang suhunya tinggi
2. Pasien perdarahan hebat
3. Pasien yang kesakitan
Kontraindikasi :
1. Luka terbuka dengan meningkatkan kerusakan jaringan karena
mengurangi aliran ke luka terbuka

155
2. Gangguan sirkulasi. Dingin dapat mengganggu nutrisi jaringan lebih
lanjut dan menyebabkan kerusakan jaringan.
3. Alergi atau hipersensitivitas terhadap dingin. Beberapa klien
memiliki alergi terhadap dingin yang dimanisfestasikan dengan respon
inflamasi (mis, eritema, hive, bengkak, nyeri sendi, dan kadang-kadang
spasme otot), yang dapat membahayakan jika oran g tersebut hipersensitif.

Persiapan Alat :
Alat
1. Bengkok
2. Kantong es
3. Sarung pelindung
Bahan
1. Potongan es secukupnya dalam wadah
2. Kassa gulung
3. Plester
4. Larutan klorin 0,5%
Perlengkapan
1. Baki dan alas
2. Perlak kecil atau handuk kecil dan alas
3. Tempat cuci tangan
4. Sarung tangan
5. Alat tulis dan buku catatan
6. Tempat sampah basah
7. Tempat sampah kering
8. Baskom

Persiapan Pasien :

 Menjelaskan prosedur yang akan dilakukan


 Menjaga privasi pasien

156
Langkah-langkah :
a. Menyiapkan alat dan bahan
Sebelum dimasukkan ke dalam kantong es, potongan es dicelupkan dulu ke dalam
air untuk menghilangkan ujung- ujungnya yang runcing.
Isi alat dengan keping es sebanyak stengah hingga dua pertiga kantong.
Keluarkan udara yang berlebihan dengan menekuk atau memelintir alat
Pasang tutup kantong atau kolar es dengan kuat, atau buat sebauh simpul pada
sarung tangan di bagian ujung yang terbuka. Hal ini dilakukan untuk mencegah
kebocoran cairan jika es meleleh.
Pegang alat secara terbalik dan periksa jika ada kebocoran
Bungkus alat dengan sarung penutup yang lembut, jika alat tersebut belum
dibungkus.
Pertahankan alat tersebut pada tempatnya dengan menggunakan kasa gulung,
pengikat,atau handuk. Fiksasi dengan plester se suai kebutuhan.
b. Mencuci tangan di bawah ait mengalir
c. Memasang perlak dan alasnya
d. Mendekatkan alat dan bahan
e. Memakai sarung tangan
f. Memasang kompres pada bagian tubuh yang memerlukan dan hanya pada
jangka waktu yang telah ditentukan guna menghindari efek yang mebahayakan
dari kompres dingin yang berkepanjangan
g. Mengucap hamdallah dengan pasien dan berpamitan
h. Membereskan alat- alat
i. Merendam sarung tangan dalam larutan klorin
j. Mencuci tangan

NO ASPEK YANG DINILAI TINDAKAN


YA TIDAK
1 TAHAP PRAINTERAKSI
Kaji :
a. Kemampuan klien untuk mengenali kapan rasa dapat menyebabkan cedera.
Kaji apaan klien menyadari rasa dingin serta dapat membedakan suhu yang

157
terlalu dingin untuk jaringan tubuh
b. Tingkat kesadaran dan kondisi fisik umum klien. Klien yang sangat muda,
sangat tua, tidak sadar,atau yang lemah tidak dapat
menoleransi dingin dengan baik.
c. Area yang dikompres dengan memeriksa :
· Perubahan integritas kulit, seperti adanya edema, memar, kemerahan,
lesi terbuka, adanya rabas, dan perdarahan.
· Status sirkulasi (warna, suhu, dan sensasi). Jaringan yang terasa dingin,
berwarna pucat atau kebiruan, dan kurangnya sensasi atau mati rasa
mengindikasikan kerusakan sirkulasi.
d. Tingkat ketidaknyamanan dan rentang pergerakan sendi jika spasme otot
atau nyeri sedang dikompres.
e. Denyut nadi, pernapasan, dan tekanan darah. Faktor ini penting dikaji
sebelum kompres diberikan pada area tubuh yang luas.

2 TAHAP ORIENTASI
a. Mengucapkan salam, memperkenalkan diri dan menjelaskan prosedur
yang akan dilakukan.
Contoh “assalamualaikum bapak/ibu perkenalkan saya perawat...akan
melakukan tindakan pemberian cooler blanket/ selimut dingin yang
bertujuan untuk...”
b. Berikan kesempatan pasien untuk bertanya
c. Ajak pasien berdoa bersama sebelum melakukan tindakan dengan
membaca “bismillahirrohmanirrohim”
3 TAHAP KERJA

158
k. Menyiapkan alat dan bahan
Sebelum dimasukkan ke dalam kantong es, potongan es dicelupkan dulu
ke dalam air untuk menghilangkan ujung- ujungnya yang runcing.
Isi alat dengan keping es sebanyak stengah hingga dua pertiga kantong.
Keluarkan udara yang berlebihan dengan menekuk atau memelintir alat
Pasang tutup kantong atau kolar es dengan kuat, atau buat sebauh simpul
pada sarung tangan di bagian ujung yang terbuka. Hal ini dilakukan untuk
mencegah kebocoran cairan jika es meleleh.
Pegang alat secara terbalik dan periksa jika ada kebocoran
Bungkus alat dengan sarung penutup yang lembut, jika alat tersebut belum
dibungkus.
Pertahankan alat tersebut pada tempatnya dengan menggunakan kasa
gulung, pengikat,atau handuk. Fiksasi dengan plester se suai kebutuhan.
l. Mencuci tangan di bawah ait mengalir
m. Memasang perlak dan alasnya
n. Mendekatkan alat dan bahan
o. Memakai sarung tangan
p. Memasang kompres pada bagian tubuh yang memerlukan dan hanya
pada jangka waktu yang telah ditentukan guna menghindari efek yang
mebahayakan dari kompres dingin yang berkepanjangan
q. Mengucap hamdallah dengan pasien dan berpamitan
r. Membereskan alat- alat
s. Merendam sarung tangan dalam larutan klorin
t. Mencuci tangan
4 TAHAP TERMINASI

EVALUASI

a. Mengevaluasi respon klien terhadap tindakan yang telah dilakukan


b. Mengevaluasi kenyamanan pasien setelah dilakukan tindakan
selimut dingin/cooler blanket

159
DOKUMENTASI

a. Mencatat respon klien terhadap pemindahan yang telah dilakukan


b. Mencatat kenyamanan posisi pasien setelah dilakukan pemberian
selimut pendingin / cooler blanket

2.1.4 Memasang warme blanket


1. DEFINISI
Blanket warmer / selimut penghangat adalah suatu alat yang digunakan untuk
menghangatkan tubuh pasien ketika mengalami hipotermi.

2. TUJUAN
1. Membantu mempertahankan suhu tubuh
2. Mengurangi rasa sakit atau nyeri
3. Mencegah terjadinya hipotermi

3. PROSEDUR

NILAI
NO. TINDAKAN
YA TIDAK KET

A. Persiapan Alat dan Bahan

1. Warmer Blanket

2. Warming unit

B. Persiapan Klien

1. Cuci tangan (sesuai SOP cuci


tangan)
2. Sampaikan salam (sesuai SOP
komunikasi terapeutik)
3. Jelaskan prosedur kepada klien

160
untuk mengurangi kecemassan
dan mengharapkan kerjasama dari
klien dan kontrak waktu

C. Persiapan Lingkungan

1. Mengatur lingkungan klien,


memasang sampiran

D. Kerja

1. Mencuci tangan

2. Pasang warmer blanket diatas


tempat tidur pasien

3. Rapikan sebelah kanan dan kiri


warmer blanket

4. Tidurkan pasien diatas warmer


blanket

5. Hubungkan slang warmer unit


dengan warmer blanket

6. Nyalakan mesin warmer unit dan


atur suhunya

4. EVALUASI
8.1. Mencatat tindakan pemasangan warmer blanket.
8.2. Mengobservasi respon klien selama tindakan.

2.1.5 melaksanakan obat sesuai progam terapi


A. Strandar dan Reaksi Obat
1. Standar Obat

161
Obat merupakan subtansi asing yang dimasukan ke dalam tubuh manusia
guna untuk menimbulkan atau menghasilkan efek – efek pengobatan atau terapi.
Dalam penggunaanya, tentus aja oabt ini tidak boleh digunakan asal – asalan
apalagi jika sampai digunakan karena berdasarkan insting belaka, hal – hal
tersebut tentu saja dapat membahayakan. Maka dari itu sebelum pemberian obat
dilakukan, alangkah lebih baik jika kita mengetahui bagaimana standar obat yang
baik, diantaranya :
a. Kemurnian, yaitu bahwa obat mengandungg unsure keaslian, tidak ada
percampuran.
b. Standar potensi yang baik.
c. Memiliki bioavailability yaitu keseimbangan setiap senyawa di dalam obat.
d. Adanya keamanan.
e. Efektivitas.
2. Reaksi Obat
Reaksi obat dapat dihitung dalam satuan waktu paruh, yakni suatu interval
waktu yang diperlukan dalam tubuh untuk proses eliminasi, sehingga terjadi
pengurangan konsentrasi setengah dari kadar puncak obat dalam tubuh.

B. Masalah dalam Pemberian Obat dan Intervensi Keperawatan


Obat diberikan semata – mata hanya bertujuan untuk menghasilkan reaksi
terapi atau reaksi pengobatan guna untuk mengurangi hingga menyembuhkan
penyakit yang di derita oleh klien atau pasien. Namun dalam proses pemberiannya
terkadang ada beberapa hal yang sering kali terjadi ketika proses pemberian obat
akan dilakukan, diantaranya ialah :
1. Menolak pemberian obat
Pasien sering kali menolak ketika pemberian obat akan diberikan, hal ini
biasanya disebabkan karena adanya rasa takut terjadi sesuatu pada diri mereka
ataupun karena hal – hal kecil seperti tidak menyukai aroma obat tersebut. Jika
pasien menolak pemberian obat, intervensi keperawatan pertama yang dapat
dilakukan adalah dengan menanyakan alasan pasien melakukan hal tersebut.
Kemudian, jelaskan kembali kepada pasien alasan pemberian obat. Jika pasien

162
terus menolak sebaiknya tunda pengobatan, laporkan ke dokter dan catat dalam
pelaporan.
2. Kerusakan Integritas kulit terganggu
Kerusakan integritas kulit adalah keadaan dimana seorang individu
mengalami atau beresiko terhadap kerusakan jaringan epidermis dan dermis
(Carpenito, 2000; 302). Batasan karakteristik mayor harus terdapat gangguan
jaringan epidermis dan dermis. Untuk mengatasi masalah gangguan integritas
kulit, lakukan penundaan dalam pengobatan, kemudian laporkan ke dokter dan
catat ke dalam laporan.
3. Disorientasi dan bingung
Masalah disorientasi dan bingung dapat diatasi oleh perawat dengan cara
melakukan penundaan pengobatan. Jika pasien ragu, laporkan ke dokter dan catat
ke dalam pelaporan.
4. Menelan obat bukal atau sublingual
Sebagai perawat yang memiliki peran dependen, jika pasien menelan obat
bukal atau sublingual, maka sebaiknya laporkan kejadian tersebut kepada dokter,
untuk selanjutnya dokter yang akan melakukan intervensi.

5. Alergi kulit
Apabila terjadi alergi kulit atas pemberian obat kepada pasien, keluarkan
sebanyak mungkin pengobatan yang telah diberikan, beritahu dokter, dan catat
dalam pelaporan.

C. Konsep dan Tehnik Pemberian Obat Melalui Oral, Sublingual dan Bukal
1. Pemberian Obat Melalui Oral
Pemberian obat melalui mulut dilakukan dengan tujuan mencegah,
mengobati, dan mengurangi rasa sakit sesuai dengan efek terapi dari jenis obat.
a. Persiapan Alat dan Bahan :
1) Daftar buku obat / catatan, jadwal pemberian obat.
2) Obat dan tempatnya.
3) Air minum dalam tempatnya.
b. Prosedur Kerja :

163
1) Cuci tangan.
2) Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan.
3) Baca obat, dengan berprinsip tepat obat, tepat pasien, tepat dosis, tepat waktu,
dan tepat tempat.
4) Bantu untuk meminumkannya dengan cara:
- Apabila memberikan obat berbentuk tablet atau kapsul dari botol, maka
tuangkan jumlah yang dibutuhkan ke dalam tutup botol dan pindahkan ke tempat
obat. Jangan sentuh obat dengan tangan. Untuk obat berupa kapsul jangan
dilepaskan pembungkusnya.
- Kaji kesulitan menelan. Bila ada, jadian tablet dalam bentuk bubuk dan
campur dengan minuman.
- Kaji denyut nadi dan tekanan darah sebelum pemberian obat yang
membutuhkan pengkajian.
5) Catat perubahan dan reaksi terhadap pemberian. Evaluasi respons terhadap obat
dengan mencatat hasil pemberian obat.
6) Cuci tangan.
2. Pemberian Obat Melalui Sublingul
Pemberian obat melalui sublingual merupakan rute pemberian obat yang
absorpsinya baik melalui jaringan, kapiler di bawah lidah. Obat-obat ini mudah
diberikan sendiri. Karena tidak melalui lambung, sifat kelabilan dalam asam dan
permeabilitas usus tidak perlu dipikirkan.
a. Persiapan
Persiapan Alat dan Bahan :
1) Daftar buku obat / catatan, jadwal pemberian obat.
2) Obat yang sudah ditentukan dalam tempatnya.
b. Prosedur Kerja :
1) Cuci tangan.
2) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
3) Memberikan obat kepada pasien.
4) Memberitahu pasien agar meletakkan obat pada bagian bawah lidah, hingga
terlarut seluruhnya.

164
5) Menganjurkan pasien agar tetap menutup mulut, tidak minum dan berbicara
selama obat belum terlarut seluruhnya.
6) Catat perubahan dan reaksi terhadap pemberian. Evaluasi respons terhadap obat
dengan mencatat hasil pemberian obat.
7) Cuci tangan.
3. Pemberian Obat Melalui Bukal
Pemberian obat secara bukal adalah memberika obat dengan cara meletakkan
obat diantara gusi dengan membran mukosa diantara pipi. Tujuannya yaitu
mencegah efek lokal dan sistemik, untuk memperoleh aksi kerja obat yang lebih
cepat dibandingkan secara ora, dan untuk menghindari kerusakan obat oleh hepar.
c. Persiapan Alat dan Bahan :
1) Daftar buku obat / catatan, jadwal pemberian obat.
2) Obat yang sudah ditentukan dalam tempatnya.
d. Prosedur Kerja :
1) Cuci tangan.
2) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
3) Memberikan obat kepada pasien.
4) Memberitahu pasien agar meletakkan obat diantara gusi dan selaput mukosa
pipi sampai habis diabsorbsi seluruhnya.
5) Menganjurkan pasien agar tetap menutup mulut, tidak minum dan berbicara
selama obat belum terlarut seluruhnya.
6) Catat perubahan dan reaksi terhadap pemberian. Evaluasi respons terhadap obat
dengan mencatat hasil pemberian obat.
7) Cuci tangan.

D. Menyiapkan Obat Dari Ampul Dan Vial


1. Menyiapkan obat ampul
a. Persiapan alat
1) Catatan pemberian obat atau kartu obat
2) Ampul obat sesuai resep
3) Spuit dan jarum yang sesuai
4) Jarum steril ekstra (bila perlu)

165
5) Kapas alcohol
6) Kassa steri
7) Baki obat
8) Gergaji ampul (bila perlu)
9) Label obat
10) Bak spuit
11) Bengkok
b. Beberapa hal yang perlu diperhatikan saat menyiapkan obat dari ampul
1) Pertahankan sterilitas spuit, jarum dan obat ketika mempersiapkan obat dengan
menggunakan prinsip steril
2) Buang bekas ampul pada tempat khusus setelah dibungkus dengan kertas tissue
c. Prosedur kerja
1) Cuci tangan
2) Siapkan alat-alat
3) Periksa label obat dengan catatan pemberian obat sesuai dengan prinsip 5 benar
yaitu benar nama pasien, benar nama obat, benar dosis obat, benar cara pemberian
obat, dan benar waktu pemberian obat
4) Lakukan penghitungan dosis sesuai dengan yang dibutuhkan
5) Pegang ampul dan turunkan cairan di atas leher ampul dengan cara melentikkan
jari tangan pada leher ampul beberapa kali atau dengan cara memutar ampul
dengan tangan searah jarum jam
6) Letakkan kassa steril diantara ibu jari tangan dengan ampul, kemudian
patahkan leher ampul kearah menjauhi tenaga kesehatan dan orang sekitar
7) Buang leher ampul pada tempat khusus
8) Buka penutup jarum spuit, kemudian masukkan jarum ke dalam ampulntepat di
bagian tengah ampul
9) Aspirasi sejumlah cairan dari ampul sesuai dengan dosis yang diperlukan
10) Jika terdapat gelembung udara dalam spuit harus dikeluarkan terlebih dahulu
11) Periksa kembali jumlah larutan dalam spuit, bandingkan dengan volume yang
dibutuhkan
12) Bandingkan label obat dengan catatan pemberian obat
13) Bila perlu ganti jarum spuit yang baru, jika obat dapat mengiritasi kulit

166
14) Beri label spuit dengan label obat yang sesuai
15) Tempatkan spuit dalam bak spuit, kapas alcohol dan kartu obat diatas baki
16) Buang dan simpan kembali peralatan yang diperlukan
17) Cuci tangan
2. Menyiapkan obat vial
a. Peralatan
1) Catatan pemberian obat atau kartu obat
2) Spuit dan jarum yang sesuai
3) Vial obat sesuai resep
4) Jarum steril ekstra (bila perlu)
5) Kapas alcohol
6) Baki obat
7) Label obat
8) Bak spuit
9) Bengkok
b. Beberapa hal yang harus diperhatikan saat menyiapkan obat dari vial
1) Jika obat perlu dicampurkan, ikuti petunjuk dalam vial
2) Pertahankan kesterilan spuit, jarum dan obat saat menyiapkannya
3) Perlu pencahayaan yang baik saat menyiapkan obat ini
c. Prosedur kerja
1) Cuci tangan
2) Siapkan peralatan
3) Periksa label vial dengan catatan atau kartu obat sesuai prinsip 5 benar
4) Hitung dosis yang diperlukan. Bila perlu rotasikan cairan yang ada dalam vial
dengan menggunakan tangan agar tercampur sempurna. Tidak boleh mengocok
larutan dalam vial karena dapat menyebabkan larutan menjadi berbuih.
5) Buka segel pada bagian tutup obat tanpa menyentuh bagian karetnya
6) Usap bagian karet tersebut dengan kapas alcohol
7) Buka tutup jarum
8) Masukkan udara ke dalam spuit sesuai dengan jumlah obat yang dibutuhkan
9) Dengan hati-hati masukkan jarum secara tegak lurus tepat di tengah-tengah
karet dari vial dan ujung jarum dijaga di atas permukaan obat.

167
10) Aspirasi sejumlah obat yang diperlukan sesuai dosis dengan menggunakan salah
satu metode di bawah ini:
- Pegang vial menghadap ke atas, gerakkan ujung jarum ke bawah hingga
berada pada bagian bawah cairan obat. Kemudian tarik plunger hingga spuit terisi
cairan obat sesuai dengan dosis yang diperlukan. Hindari untuk menghisap tetes
terakhir dari vial.
- Pegang vial menghadap ke bawah (terbalik), pastikan ujung jarum berada di
bawah cairan obat dan secara bertahap aspirasi cairan obat sesuai dengan dosis
yang diperlukan.
11) Bila terdapat udara pada bagian atas spuit, maka keluarkan udara yang ada
dalam spuit tersebut ke dalam vial
12) Pada saat volume obat dalam spuit sudah tepat, maka cabut jarum dari vial dan
tutup jarum dengan penutup jarum
13) Jika masih terdapat gelembung dalam spuit:
- Pegang spuit secara vertical, dengan jarum menghadap ke atas.
- Tarik plunger ke bawah dan jentikkan spuit dengan jari.
- Dorong plunger perlahan ke atas untuk mengeluarkan udara, tetapi jaga agar
tidak mengeluarkan larutan.
14) Periksa kembali jumlah larutan yang ada pada spuit, bandingkan dengan volume
yang dibutuhkan
15) Bandingkan label obat dengan catatan pemberian obat yang sesuai
16) Ganti jarum spuit yang baru
17) Beri label spuit dengan label obat yang sesuai
18) Tempatkan spuit (dalam bak spuit), kapas alkohol, dan kartu obat di atas baki
19) Buang atau simpan kembali peralatan yang tidak diperlukan Mencuci tangan

E. Konsep dan Teknik Pemberian Obat Melalui Intervena (Selang IV),


Intracutan (IC), Subcutan (SC), dan Intramuscular (IM)
1. Pemberian Obat Melalui Intervena (selang IV)
a. Alat dan bahan :
1) Spuit dan jarum sesuai ukuran
2) Obat dalam tempatnya

168
3) Selang intravena
4) Kapas alcohol
b. Prosedur Kerja:
1) Cuci tangan
2) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
3) Periksa identitas pasien dan ambil obat kemudian masukkan ke dalam spuit.
4) Cari tempat penyuntikan obat pada daerah selang intravena
5) Lakukan desinfeksi dengan kapas alcohol dan stop aliran
6) Lakukan penyuntikan dengan memasukkan jarum spuit hingga menembus
bagian tengah dan masukkan obat perlahan-lahan ke dalam selang intravena.
7) Setelah selesai tarik spuit.
8) Periksa kecepatan infuse dan observasi reaksi obat
9) Cuci tangan
10) Catat obat yang telah diberikan dan dosisnya
2. Pemberian Obat Melalui Jaringan Intrakutan (IC)
Memberikan atau memasukkan obat ke dalam jaringan kulit dilakukan
sebagai tes reaksi alergi terhadap jenis obat yang akan digunakan. Pemberian obat
melalui jaringan intrakutan ini dilakukan di bawah dermis atau epidermis. Secara
umum, dilakukan pada daerah lengan, tangan bagian ventral.
a. Persiapan Alat dan Bahan:
1) Daftar buku obat / catatan, jadwal pemberian obat.
2) Obat dalam tempatnya.
3) Spuit 1 cc / spuit insulin.
4) Kapas alkohol dalam tempatnya.
5) Cairan pelarut.
6) Bak steril dilapisi kas steril (tempat spuit).
7) Bengkok.
8) Perlak dan alasnya.
b. Prosedur Kerja:
1) Cuci tangan.
2) Jelaskan ada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan.

169
3) Bebaskan daerah yang akan disuntik. Bila menggunakan baju lengan panjang,
buka dan ke ataskan.
4) Pasang perlak / pengalas di bawah bagian yang disuntik.
5) Ambil obat untuk tes alergi, kemudian larutkan / encerkan dengan akuades
(cairan pelarut). Selanjutnya, ambil 0,5 cc dan encerkan lagi sampai ±1 cc. Lalu
siapkan pada bak injeksi atau steril.
6) Desinfeksi dengan kapas alkoho pada daerah yang akan disuntik.
7) Tegangkan daerah yang akan disuntik dengan tangan kiri.
8) Lakukan penusukan dengan lubang menghadap ke atas yang sudutnya 15-20
terhadap permukaan kulit.
9) Semprotkan obat hingga terjadi gelembung.
10) Tarik spuit dan tidak boleh dilakukan massage.
11) Cuci tangan.
12) Catat reaksi pemberian, hasil pemberian obat / tes obat, tanggal, waktu, dan jenis
obat.

3. Pemberian Obat Melalui Jaringan Subcutan (SC)


Pemberian obat melalui suntikan di bawah kulit dapat dilakukan pada daerah
lengan atas sebelah luar atau 1/3 bagian dari bahu, paha sebelah luar, daerah dada,
dan daerah sekitar umbilikus (abdomen). Umumnya, pemberian obat melalui
jaringan subkutan ini dilakukan dalam program pemberian insulin yang digunakan
untuk mengontrol kadar gula darah. Terdapat dua tipe larutan insulin yang
diberikan, yaitu jernih dimaksudkan sebagai insulin tipe reaksi cepat (insulin
reguler). Larutan yang keruh termasuk tipe lambat karena adanya penambahan
protein sehingga memperlambat absorpsi obat.
a. Persiapan Alat dan Bahan:
1) Daftar buku obat / catatan, jadwal pemberian obat.
2) Obat dalam tempatnya.
3) Cairan pelarut.
4) Bak injeksi.
5) Bengkok.

170
6) Perlak dan alasnya.
b. Prosedur Kerja:
1) Cuci tangan.
2) Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan.
3) Bebaskan daerah yang disuntik atau bebaskan suntikan dari pakaian. Apabila
menggunakan baju, maka dibuka atau dikeataskan.
4) Ambil obat dalam tempatnya sesuai dengan dosis yang akan siberikan. Setelah
itu, tempatkan pada bak injeksi.
5) Desinfeksi dengan kapas alcohol
6) Tegakkan dengan tangan kiri (daerh yang akan dilakukan suntikan subkutan).
7) Lakukan penusukan dengan lubang menghadap ke atas, yang sudut 45o dengan
permukaan kulit.
8) Lakukan aspirasi. Bila tidak ada daerah, semprotkan obat perlahan-lahan
hingga habis.
9) Tarik spuit dan tahan dengan kapas alkohol. Masukan spuit yang telah
dipakai ke dalam bengkok.
10) Catat reaksi pemberian, tanggal, waktu pemberian, dan jenis/dosis obat.
11) Cuci tangan.
4. Pemberian Obat Melalui intramuscular (IM)
Memberikan obat melalui intramaskular merupakan pemberian obat dengan
memasukannya kedalam jaringan otot. Lokasi penyuntikan dapat dilakukan di
dorsogluteal (posisi tengkurak), ventrogluteal (posisi berbaring), vastus lateralis
(daerah paha), atau deltoid (lengan atas). Tujuannya agar absorsi obat dapat lebih
cepat.
a. Persiapan alat dan bahan:
1) Daftar buku obat/catatan, jadwal pemberian obat.
2) Obat dalam tempatnya.
3) Spuit dan jarum yang sesuai dengan ukuran: untuk orang dewasa, panjangnya
2,5-3,75 cm sedangkan untuk anak, panjangnya 1,25-1,5 cm.
4) Kapas alcohol dalam tempatnya.
5) Cairan pelarut.
6) Bak injeksi.

171
7) Bengkok.
b. Prosedur kerja:
1) Cuci tangan.
2) Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan.
3) Ambil obat kemudian masuk kedalam spuit sesuai dengan dosis. Setelah itu,
letakan pada bak injeksi.
4) Periksa tempat yang akan dilakukan penyuntikan (lihat lokasi penyuntikan).
5) Disenfeksi dengan kapas alkohol pada tempat yang akan dilakukan
penyuntikan.
6) Lakukan penyuntikan:
- Dorsogluteal, dengan menganjurkan pasien untuk tengkurap dan lututnya di
putar kea rah dalam atau miring. Fleksikan lutut bagian atas dan pinggul, serta
letakan didepan tungkai bawah.
- Ventrogluteal, dengan menganjurkan pasien untuk miring, tengkurap, atau
terlentang. Lutut dan pinggul pada sisi yang akan dilakukan penyuntikan dalam
keadaan fleksi.
- Vastuslateralis (paha), menganjurkan pasien untuk berbaring telentang dengan
lutut sedikit fleksi.
- Deltoid (lengan atas), dengan menganjurkan pasien untuk duduk atau
berbaring mendatar dan dengan lengan atas fleksi.
7) Lakukan penusukan menggunakan jarum dengan posisi tegak lurus.
8) Setelah jarum masuk, lakukan aspirasi spuit. Bila tidak ada darah, semprotkan
obat secara perlahan-lahan hingga habis.
9) Setelah selesai, ambil spuit dengan menariknya. Tekan daerah penyuntikan
dengan kapas alkohol, kemudian letakan spuit yang telah digunakan pada
bengkok.
10) Catat reaksi pemberian, jumblah dosis dan waktu pemberian.
11) Cuci tangan.

F. Konsep dan Teknik Cara Pemberian Obat Secara Topical (Kulit, Mata,
Telinga dan Hidung)
1. Pemberian Obat Pada Kulit

172
Memberikan obat pada kulit merupakan pemberian obat dengan
mengoleskannya dikulit yang bertujuan mempertahankan hidrasi, melindungi
permukaan kulit, mengurangi iritasi kulit atau mengatasi infeksi. Jenis obat kulit
yang diberikan dapat bermacam-macam seperti krim, losion, aerosol dan spray.
a. Persiapan alat dan bahan:
1) Obat dalam tempatnya (seperti krim, losion, aerosol dan sray).
2) Pinset anatomis.
3) Kain kasa.
4) Kertas tisu.
5) Balutan.
6) Pengalas.
7) Air sabun, air hangat.
8) Sarung tangan.
b. Prosedur kerja:
1) Cuci tangan.
2) Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan.
3) Pasang pengalas dibawah daerah yang akan dilakukan tindakan.
4) Gunakan sarung tangan.
5) Bersihkan daerah yang akan diberi obat dengan air hangat (apabila terdapat
kulit mengeras) dan gunakan pinset anatomis.
6) Berikan obar sesuai dengan indikasi dan cara pemakaian seperti mengoleskan
dan mengompres.
7) Kalau perlu, tutup dengan kain kasa atau balutan pada daerah yang diobati.
8) Cuci tangan.
2. Pemberian Obat Pada Mata
Pemberian obat pada mata dengan obat tetes mata atau saleb mata digunakan
untuk persiapan pemeriksaan struktur internal mata dengan mendilatasi pupil,
pengukuran refraksi lensa dengan melemahkan otot lensa, serta penghilangan
iritasi mata.
a. Persiapan alat dan bahan:
1) Obat dalam tempatnya dengan penetes steril atau berupa saleb.
2) Pipet.

173
3) Pinset anatomi dalam tempatnya.
4) Korentang dalam tempatnya.
5) Plester.
6) Kain kasa.
7) Kertas tisu.
8) Balutan.
9) Sarung tangan.
10) Air hangat/ kapas pelembab.
b. Prosedur kerja:
1) Cuci tangan.
2) Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan.
3) Atur posisi pasien dengan kepala menegadah dengan posisi perawat disamping
kanan.
4) Gunakan saryng tangan.
5) Bersihkan daerah kelopak dan bulu mata dengan kapas lembab dari sudut mata
kearah hidung. Apabila sangat kotor basuh dengan air hangat.
6) Buka mata dengan menekan perlahan-lahan bagian bawah dengan ibu jari, jari
telunjuk di atas tulang orbita.
7) Teteskn obat mata diatas sakus kunjungtiva. Stelah tetesan selesai sesuai
dengan dosis, anjurkan pasien untuk menutup mata dengan berlahan-lahan,
apabila menggunakan obat tetes mata.
8) Apabila obat mata jenis saleb, pengang aplikasi saleb diatas pinggir kelopak
mata kemudian pencet tube sehingga obat keluar dan berikan obat pada kelopak
mata bawah. Setelah selesai, anjurkan pasien untuk melihat kebawah, secara
bergantian dan berikan obat pada kelopak mata bagian atas. Biarkan pasien untuk
memejamkan mata dan merenggangkan kelopak mata.
9) Tutup mata dengan kasa bila perlu.
10) Cuci tangan.
11) Catat obat, jumblah, waktu dan tempat pemberian.
3. Pemberian Obat pada Telinga

174
Memberika obat pada telinga dilakukan dengan obat tetes telinga atau salep.
Pada umumnya, obat tetes telinga dapat berupa obat antibiotic diberikan pada
gangguan infeksi telinga, khususnya otitis media pada telinga tengah.
a. Persiapan alat dan bahan:
1) Obat dalam tempatnya.
2) Penetes.
3) Speculum telinga.
4) Pinset anatomi dalam tempatnya.
5) Korentang dalam tempatnya.
6) Plester.
7) Kain kasa.
8) Kertas tisu.
9) Balutan.
b. Prosedur kerja:
1) Cuci tangan.
2) Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan digunakan.
3) Atur posisi pasien dengan kepala miring kekanan atau kekiri sesuai dengan
daerah yang akan diobati, usahakan agar lubang telinga pasien ke atas.
4) Luruskan lubang telinga dengan menarik daun telinga ke atas/kebelakang pada
orang dewasa dan kebawah pada anak-anak.
5) Apabila obat berupa obat tetes, maka teteskan obat dengan jumlah tetesan
sesuai dosis pada dinding saluran untuk mencegah terhalang oleh gelembung
udara.
6) Apabila berupa salep, maka ambil kapas lidi dan masukan atau oleskan salep
pada liang telinga.
7) Pertahankan posisi kepala ±2-3 menit.
8) Tutup telinga dengan pembalut dan plester kalau perlu.
9) Cuci tangan.
10) Catat jumlah, tanggal, dan dosis pemberian.
4. Pemberian Obat Pada Hidung
Memberikan obat tetes pada hidung dapat dilakukan pada hidung seseorang
dengan keradangan hidung (rhinitis) atau nasofaring.

175
a. Persiapan alat dan bahan:
1) Obat dalam tempatnya.
2) Pipet.
3) Speculum hidung.
4) Pinset anatomi dalam tempatnya.
5) Korentang dalam tempatnya.
6) Plester.
7) Kain kasa.
8) Kertas tisu.
9) Balutan
b. Prosedur kerja:
1) Cuci tangan.
2) Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dijalankan.
3) Atur posisi pasien dengan cara:
- Duduk di kursi dengan kepala menengadah ke belakang.
- Berbaring dengan kepala ekstensi pada tepi tempat tidur.
- Berbaring dengan bantal dibawah bahu dan kepala tengadah ke belakang.
5) Berikan tetesan obat sesuan dengan dosis pada tiap lubang hidung.
6) Pertahankan posisi kepala tetap tengadah ke belakang selama 5 menit.
7) Cuci tangan.
8) Catat cara, tanggal, dan dosis pemberian obat.

G. Konsep dan Teknik Cara Pemberian Obat Melalui Anus / Rectum dan
Vagina
1. Pemberian Obat Melalui Rectum
Memberikan obat melalui rectum merupakan pemberian obat dengan
memasukan obat melalui anus dan kemudian raktum, dengan tujuan memberikan
efek local dan sistemik. Tindakan pengobatan ini disebut pemberian obat
Supositotia yang bertujuan untuk mendapatkan efek terapi obat, menjadikan lunak
pada daerah fases, dan merangsang buang air besar.
Pemberian obat yang memiliki efek lokal, seperti Dulcolac Supositoria,
berfungsi untuk meningkatkan defekasi secara lokal. Pemberian obat dengan efek

176
sistemik, seperti obat Aminofilin Supositoria, berfungsi mendilatasi Bronkhus.
Pemberian obat Supositoria ini diberikan tepat pada dinding Rektal yang melewati
sphincter ani interna. Konta indikasi pada pasien yang mengalami pembedahan
rectal.
a. Persiapan alat dan bahan:
1) Obat Supositoria dalam tempatnya.
2) Sarung tangan.
3) Kain kasa.
4) Vaseline/pelican/pelumas.
5) Kertas tisu.
b. Prosedur kerja:
1) Cuci tangan.
2) Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan.
3) Gunakan satung tangan.
4) Buka pembungkus obat dan pegang dengan kain kasa.
5) Oleskan pelicin pada ujung oabat Supositoria.
6) Regangkan glutea dengan tangan kiri. Kemudian masukan Supositiria secara
berlahan melalui anus, Sphincher ana interna, serta mengenai dinding rectal ± 10
cm pada orang dewasa, 5 cm pada bayi atau anak.
7) Setelah selesai, tarik jari tangan dan bersihkan daerah sekitar anal dengan tisu.
8) Anjurkan pasien untuk tetap berbaring telentang atau miring selama ± 45 menit.
9) Setelah selesai, lepaskan sarung tangan kedalam bengkok
10) Cuci tangan.
11) Catat obat, jumblah dosis, dan cara pemberian.
2. Pemberian Obat Melalui Vagina
Pemberian obat melalui vagina merupakan tindakan memasukkan obat
melalui vagina, yang bertujuan untun mendapatkan efek terapi obat dan
mengobati saluran vagina atau serviks. Obat ini tersedia dalam bentuk krim dan
supositoria yang digunakan untuk mengobati infeksi lokal.
a. Persiapan alat dan bahan:
1) Obat dalam tempatnya.
2) Sarung tangan

177
3) Kain kasa
4) Kertas tisu
5) Kapas sublimat dalam tempatnya.
6) Pengalas
7) Korentang dalam tempatnya
b. Prosedur Kerja:
1) Cuci tangan.
2) Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan.
3) Gunakan sarung tangan
4) Buka pembungkus obat dan pegang dengan kain kasa
5) Bersihkan sekitar alat kelamin dengan kapas sublimat
6) Anjurkan pasien tidur dengan posisi dorsal recumbert
7) Apabila jenis obat Supositoria, maka buka pembungkus dan berikan pelumas
pada obat
8) Renggangkan labia minora dengan tangan kiri dan masukkan obat sepanjang
dinding kanal vaginal posterior sampai 7,5-10 cm.
9) Setelah obat masuk, bersihkan daerah sekitar orivisium dan labia dengan tisu
10) Anjurkan untuk tetap dalam posisi selama ±10 menit agar obat bereaksi.
11) Cuci tangan
12) Catat jumlah, dosis, waktu, dan cara pemberian.

H. Konsep dan Teknik Pemberian Obat Melalui Wadah Cairan Intravena


Merupakan cara memberikan obat dengan menambahkan atau memasukkan
obat kedalam wadah cairan intravena yang bertujuan untuk meminimalkan efek
samping dan mempertahankan kadar terapetik dalam darah.
1. Alat dan bahan :
a. Spuit dan jarum sesuai dengan ukuran
b. Obat dalam tempatnya
c. Wadah cairan ( kantong / botol )
d. Kapas alcohol dalam tempatnya
2. Prosedur Kerja :
a. Cuci tangan

178
b. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
c. Bebaskan daerah yang akan disuntik, bila menggunakan bau lengan panjang
buka dan ke ataskan
d. Cari tempat penyuntikan obat pada daerah kantong
e. Lakukan desinfeksi dengan kapas alcohol dan stop aliran.
f. Lakukan penyuntikan dengan memasukkan jarum spuit hingga menembus
bagian tengah dan masukkan obat perlahan-lahan ke dalam kantong / wadah
cairan.
g. Setelah selesai tarik spuit dan campur dengan membalikkan kantong cairan
dengan perlahan-lahan dari satu ujung ke ujung lain.
h. Periksa kecepatan infus.
i. Cuci tangan
j. Catat reaksi pemberian, tanggal, waktu, dan dosis pmberian obat

2.1.7 Melaksanakan evaluasi kebtuhan keseimbangan suhu tubuh


Prosedur pencegahan infeksi

1. Cuci tangan
Langkah cuci tangan adalah rata tata cara mencuci tangan menggunakan sabun
untuk membersihkan jari – jari, telapak dan punggung tangan dari semua kotoran,
kuman serta bakteri jahat penyebab penyakit.
Berikut adalah 7 langkah cuci tangan yang benar:

a) Basahi kedua telapak tangan setinggi pertengahan lengan memakai air yang
mengalir, ambil sabun kemudian usap dan gosok kedua telapak tangan secara
lembut

b) Usap dan gosok juga kedua punggung tangan secara bergantian

c) Jangan lupa jari-jari tangan, gosok sela-sela jari hingga bersih

d) Bersihkan ujung jari secara bergantian dengan mengatupkan

e) Gosok dan putar kedua ibu jari secara bergantian

f) Letakkan ujung jari ke telapak tangan kemudian gosok perlahan.

179
g) Bersihkan kedua pergelangan tangan secara bergantian dengan cara memutar,
kemudian diakhiri dengan membilas seluruh bagian tangan dengan air bersih
yang mengalir lalu keringkan memakai handuk atau tisu.

Penggunaan sabun khusus cuci tangan baik berbentuk batang maupun cair sangat
disarankan untuk kebersihan tangan yang maksimal. Pentingnya mencuci tangan
secara baik dan benar memakai sabun adalah agar kebersihan terjaga secara
keseluruhan serta mencegah kuman dan bakteri berpindah dari tangan ke tubuh
anda.

2. Penggunaa Alat Pelindung Diri (APD)


Alat pelindung diri harus selalu tersedia untuk individu yang melakukan
pelayanan klien.

a) Gaun

Alasan utama memakai gaun adalah untuk melindingi pengotoran pakaian selama
kontak dengan pakaian. Gaun menutup individu pelayanan kesehatan dan
pengunjung dari kontak dengan materi darah yang terinfeksi atau cairan tubuh.

b) Pelindung pernapasan

Gunakan pelindung seluruh wajah (dengan penutup mata, hidung, dan mulut)
untuk mengantisipasi percikan atau semua darah atau cairan tubuh ke wajah.
Selain itu, gunakan masker juga saat bekerja dengan klien yang ditempatkan pada
pencegahan droplet atau darah. Jika klien berada dalam perlindungan pencegahan
udara untuk TB, gunakan masker tipe respirator yang disetujui OSHA.

c) Pelindung mata

Gunakan baik kacamata khusus atau google ketika melakukan prosedur yang
menyebabkan percikan atau semburan. Kacamata harus disesuaikan dengan wajah
sehingga cairan tidak dapat masuk diantara wajah dan kacamata.

d) Sarung tangan

180
Sarung tangan membantu untuk mencegah penularan patogen dengan kontak
langsung dan tidak langsung.

Ketika diperlukan alat perlindungan diri lengkat, pertama-tama lakukan cuci


tangan, kemudian pakai gaun, gunakan masker dan kacamata (selama diperlukan),
dan diakhiri dengan memakai sarung tangan.

3. Pemasangan & Pelepasan Sarung Tangan Bersih dan Sarung Tangan Steril

a) Sarung Tangan Bersih

Cara pemasangan dan pelepasan bersih tidak memerlukan prosedur khusus.


Pemasangannya dilakukan seperti memasang sarung tangan pada umumnya,
begitu juga saat pelepasan sarung tangan bersih.

b) Sarung tangan steril

1) Pemasangan

1. Lepaskan jam tangan, cincin dan lengan pakaian panjang di tarik ke atas.

2. Inspeksi kuku dan permukaan kulit apakah ada luka

3. Perawat mencuci tangan

4. Buka pembungkus bagian luar dari kemasan sarung tangan dengan memisahkan
sisi - sisinya

5. Jaga agar sarung tangan tetap di atas permukaan bagian dalam pembungkus

6. Identifikasi sarung tangan kiri dan kanan, gunakan sarung tangan pada tangan
yang dominan terlebih dahulu

7. Dengan ibu jari dan telunjuk serta jari tangan yang non dominan pegang tepi
mancet sarung tangan untuk menggunakan sarung tangan dominan

8. Dengan tangan yang dominan dan bersarung tangan selipkan jari - jari ke dalam
mancet sarung tangan kedua

181
9. Kenakan sarung tangan kedua pada tangan yang non dominan

10. Jangan biarkan jari -jari tangan yang sudah bersarung tangan menyentuh setiap
bagian atau benda yang terbuka

11. Setelah sarung tangan kedua digunakan mancet biasanya akan jatuh ke tangan
setelah pemakaian sarung tangan

12. Setelah kedua tangan bersarung tangan tautkan kedua tangan ibu jari adduksi ke
belakang

13. Pastikan setelah pemakaian sarung tangan steril hanya memegang alat - alat
steril.

2) Cara melepaskan sarung tangan steril

1. Pegang bagian luar dari satu mancet dengan tangan bersarung tangan, hindari
menyentuh pergelangan tangan

2. Lepaskan sarung tangan dengan dibalik bagian luar kedalam, buang pada
bengkok

3. Dengan ibu jari atau telunjuk yang tidak memakai sarung tangan, ambil bagian
dalam sarung tangan lepaskan sarung tangan kedua dengan bagian dalam keluar,
buang pada bengkok.

182
LAMPIRAN

POLTEKKES KEMENKES No. Dokumen :

MALANG SOP.KDM.001
D-III
KEPERAWATAN STANDARD OPERASIONAL No. Revisi: 00
LAWANG
PROSEDUR

Tanggal Terbit :
PERAWATAN LUKA
Halaman :

Petugas/Pelaksana:

Unit Laboratorium Keperawatan Perawat, dosen, CI,

mahasiswa

Pengertian Suatu teknik aseptik yang bertujuan membersihkan luka


dari debris untuk mempercepat proses penyembuhan luka.
Indikasi 1. Balutan luka kotaor dan basah akibat faktor eksternal
2. Ada rembesan cairan atau eksudat
3. Megobservasi keadaan luka
4. Mempercepat debridement jaringan yang nekrotik
Tujuan 1. Menjaga luka dari trauma
2. Imobilisasi luka
3. Mencegah perdarahan
4. Mencegah kontaminasi oleh kuman dan bakteri
5. Meningkatkan kenyamanan fisik dan psikologi pasien

183
Persiapan alat 19. Bak instrumen steril
20. Pinset anatomis 2
21. Pinset sirugis
22. Gunting jaringan
23. Klem (jika dibutuhkan)
24. Kapas steril
25. Kassa steril
26. Cucing steril 2
27. Cairan antiseptik
28. Cairan Ns
29. Sufratul/tul
30. Hipafix atau plester
31. Alkohol
32. Sampiran
33. Gunting plester
34. Bengkok
35. Pengalas
36. Korentang
37. Cairan desinfektan atau klorin
Persiapan pasien 6. Lakukan tindakan dengan 5S (senyum, salm, sapa,
sopan, santun)
7. Lakukan perkenalan diri dan identifikasi pasien
8. Jelaskan tujuan yang akan dilakukan
9. Jelaskan prosedur pelaksanaan
10. Buat informed consent
Persiapan 3. Jaga privasi pasien dengan memasang sketsel/sampiran
lingkungan 4. Ciptakan lingkungan yang aman dan nyaman
Pelaksanaan 29. Siapkan hipafix atau plester, kapas steril yang
telah diberi Ns, dan betadine jika tidak ada tul
30. Alat-alat didekatkan ke pasien
31. Lakukan cuci tangan dan pakailah sarung tangan
bersih

184
32. Buka balutan dengan menggunakan kapas yang
telah disemprot atau diberi alkohol dan dilepas sesuai
arah tumbuhnya rambut (tidak steril)
33. Masukkan pinset yang telah digunakan ke dalam
larutan desinfektan atau klorin
34. Ganti dengan handscoon steril
35. Bersihkan luka menggunakan kassa yang telah
diberi Ns dari dalam keluar sampai bersih.
36. Keringkan dengan kassa kering steril dari dalam
ke luar
37. Observasi luka apakah ada jahitan, tanda infeksi,
ada rembesan ata cairan/eksudat dan lihat area di
sekitar luka
38. Beri tul atau betadine jika tidak ada pada area luka
39. Tutup luka menggunakan kassa steril
40. Masukkan pinset yang telah dipakai ke larutan
desinfektan atau klorin
41. Fiksasi atau plester pada area tepi terlebih dahulu (3
plester) atau gunakan hipafix
42. Beritahu pasien tentang hasil observasi luka
43. Rapikan klien dan lingkungannya
44. Bereskan alat-alat dan buang kotoran
45. Lepaskan sarung tangan
46. Cuci tangan
Evaluasi 3. Dokumentasi tindakan
4. Evaluasi hasil indakan dan respon pasien

185
POLTEKKES KEMENKES No. Dokumen :

MALANG SOP.KDM.001
D-III
KEPERAWATAN STANDARD OPERASIONAL No. Revisi: 00
LAWANG
PROSEDUR

RESTRAIN Tanggal Terbit :

Halaman :

Petugas/Pelaksana:

Unit Laboratorium Keperawatan Perawat, dosen, CI,

mahasiswa

Pengertian Suatu kegiatan yang dilakukan untuk membantu klien


dalam proses istirahat dan tidur
Indikasi Klien yang memiliki gangguan istirahat-tidur.

Tujuan Membantu klien dalam proses istirahat-tidur.

Persiapan alat
Persiapan pasien Mengatur posisi pasien senyaman mungkin.
Persiapan Lingkungan yang tenang, pasang sketsel, kalau perlu
lingkungan matikan lampu/pasang lampu tidur yang redup.

Pelaksanaan . Siapkan restrain sesuai jenis pengikatan yang akan


dilakukan.

186
2. Jelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai:

a. Tujuan pemasangan restraint.

b. Perawatan yang akan diberikan.

c. Lama pemasangan.

3. Ajukan informed consent/nota persetujuan tindakan


kepada pasien/keluarga sebelum

tindakan.

4. Tutup pintu/jendela/tirai antar tempat tidur.

5. Cuci tangan.

6. Atur ekstremitas pasien dalam posisi anatomis.

7. Lindungi bagian tulang yang menonjol menggunakan


kapas atau bantalan lembut lainnya.

8. Lakukan pengikatan pada pergelangan tangan atau


kaki, dan pastikan bahwa ikatan cukup

longgar dengan cara menyisipkan 2 jari di sela-sela


restrain.

9. Buat ikatan/simpul yang nantinya mudah dilepas oleh


perawat (bukan ikatan mati).

10. Ikatkan ujung restraint pada bagian tempat tidur yang


memudahkan pasien untuk

menggerakkan tangan dan kakinya, dan pastikan ikatan


tidak dapat dijangkau pasien.

11. Lepaskan restraint sekurang-kurangnya tiap 2 jam


atau sesuai dengan aturan rumah sakit

dan kebutuhan pasien, serta gerak-gerakkan pergelangan


tangan.

12. Selama pengikatan, lakukan hal-hal berikut:

a. Periksa tanda-tanda penurunan sirkulasi atau gangguan


integritas kulit.

b. Setelah ikatan dilepas, lakukan latihan pergerakan

187
sendi.

c. Observasi tanda-tanda gangguan sensori, yaitu: tidur


yang berlebihan, cemas, panik,

dan halusinasi.

13. Cuci tangan dengan prinsip bersih.

Evaluasi 1. Tanyakan keadaan dan lain-laindan kenyamanan


pasien setelah tindakan.

2. Observasi tanda kegelisahan yang menyebabkan


gangguan istirahat-tidur.

188
POLTEKKES KEMENKES No. Dokumen :

MALANG SOP.KDM.001
D-III
KEPERAWATAN STANDARD OPERASIONAL No. Revisi: 00
LAWANG
PROSEDUR

Memberi Kompres Pada Luka Tanggal Terbit :

Halaman :

Petugas/Pelaksana:

Unit Laboratorium Keperawatan Perawat, dosen, CI,

mahasiswa

Pengertian Membersihkan luka dan mengompres luka dengan kasa


steril yang telah dicelupkan dalam obat kompres,
kemudian ditutup dengan kassa steril yang kering

Tujuan Melaksanakan program obat luka

189
Persiapan alat a. 1 set ganti pembalut
b. Obat kompres dalam mangkok steril
c. Kasa steril dan tromol
d. Korentang steril
e. Alcohol 70%, H2O2 3%, Nacl 0.9%
f. Gunting , plaster
g. 2 buah kantong plastik, piala ginjal
h. Bantalan plastik

Persiapan pasien a. Memberitahu dan menjelaskan kepada pasien


mengenai tindakan yang akan dilakukan
b. Menyiapkan lingkungan
c. Mengatur posisi tidur pasien

Persiapan Lingkungan yang tenang, pasang sketsel, kalau perlu


lingkungan nyalakan lampu.

Pelaksanaan 17. Mencuci tangan


18. Piala ginjal didekatkan ketuuh pasien
19. Membuka balutan dengan kapas alkohol
20. Memasukkan balutan kotor kedalam piala
ginjal/kantong plastik
21. K/p menekan daerah dekat luka untuk
mengeluarkan kotoran
22. Membersihkan luka dengan alkohol H2O2 3%
dan bilas dengan NaCl 0.9 % sekitarnya
dibersihkan dengan alkohol 70%
23. Pinset yang telah dipakai dibersihkan dengan
alkohol
24. Dengan 2 pinset ambil kompres
25. Meletakkan kasa kompres pada luka sesuai

190
dengan kebutuhan
26. Menutup dengan kasa kering kemudian diberi
bantalan kapas dan diplester
27. Merapikan pasien
28. Membereskan alat-alat
29. Membuang kotoran
30. Mencuci tangan
31. Membersihkan mulut
32. Melakukan pencatatan

Evaluasi 1. Tanyakan keadaan dan lain-laindan kenyamanan


pasien setelah tindakan.

191
POLTEKKES KEMENKES No. Dokumen :

MALANG SOP.KDM.001
D-III
KEPERAWATAN STANDARD OPERASIONAL No. Revisi: 00
LAWANG
PROSEDUR

Pemberian Obat Melalui Intra Tanggal Terbit :


Cutan (IC)
Halaman :

Petugas/Pelaksana:

Unit Laboratorium Keperawatan Perawat, dosen, CI,

mahasiswa

Pengertian Pemberian obat yang dilakukan dengan cara


memasukan obat ke dalam jaringan kulit yang
dilakukan untuk tes alergi terhadap obat yang akan
diberikan. Pada umumnya diberikan pada pasien
yang akan diberikan obat antibiotik. Pemberian
intrakutan pada dasarnya dibawah kulit atau di bawah
dermis/ epidermis. Secara umum pada daerah lengan

192
tnngan dan daerah ventral.

Tujuan 3. Digunakan untuk tes tuberkulin atau tes alergi


terhadap obat obta tertentu
4. Pemberian vaksinasi

Persiapan alat 9. Obat dalam tempatnya


10. Sarung tangan
11. Spuit 1cc
12. Kapas alkohol dalam tempatnya
13. Bak injeksi
14. Bengkok
15. Perlak
16. Catatan pemberian obat

Persiapan pasien 6. Pastikan identitas klien


7. Kaji kondisi klien
8. Beritahu dan jelaskan pada klien/keluarganya
tindakan yang dilakukan
9. Jaga privacy klien
10. Posisi klien

Persiapan Lingkungan yang tenang, pasang sketsel, kalau perlu


lingkungan nyalakan lampu.

Pelaksanaan 18. Salam pada pasien


19. Jelaskan prosedur yang akan di lakukan
20. Cuci tangan
21. Pakai sarung tangan
22. Bebaskan daerah yang akan di lakukan suntikan

193
23. Pasang perlak/ pengalas pada bawah daerah yang
akan di lakukan injeksi intra kutan
24. Ambil obat yang akan dilakukan tes alergi.
Kemudian larutkan/ encerkan dengan aquades
(cairan pelarut), ambil 0,5CC dan encerkan lagi
sampai 1CC, lalu siapkan pada bak injeksi
25. Desinfektan daerah yang akan dilakukan suntikan
dengan kapas alkohol
26. Lakukan penusukan dengan lubang jarum
menghadap ke atas membentuk sudut 15-20°
terhadap permukaan kulit
27. Masukan obat hingga terjadi gelembung
28. Tarik spuit dan tidak boleh di lakukan masase
29. Lingkari area penusukan dengan menggunakan
ballpoint Tunggu ± 10-15 menit, kemudian catat
reaksi yang terjadi
30. Jika terdapat reaksi bintik kemerahan dan
pasien merasakan gatal di sekitar area penusukan,
maka pemberian obat tidak boleh di berikan
31. Bantu pasien ke posisi nyaman
32. Lepas sarung tangan
33. Rapikan alat
34. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan
f. Dokumentasi
4. Mencatat tanggal dan waktu pelaksanaan tindakan.
5. Mencatat hasil pengkajian sebelum, selama dan
setelah tindakan prosedur.
6. Mencatat hasil observasi klien selama dan setelah
tindakan.

Evaluasi 1. Tanyakan keadaan dan lain-laindan kenyamanan


pasien setelah tindakan.

194
POLTEKKES KEMENKES No. Dokumen :

MALANG SOP.KDM.001
D-III
KEPERAWAT STANDARD OPERASIONAL No. Revisi: 00
AN LAWANG
PROSEDUR

Pemberian Obat Melalui Tanggal Terbit :


Injeksi Intramuscular (IM)
Halaman :

Petugas/Pelaksana:

Unit Laboratorium Keperawatan Perawat, dosen, CI,

mahasiswa

Pengertian Pemberian obat dengan cara memasukan obat ke dalam


jaringan otot. Lokasi penyuntikan pada daerah paha (vastus
lateralis), ventrogluteal (pasien harus dalam posisi miring),
dorsogluteal (pasien harus telungkup) dan deltoid
(lengan atas). Tujuan pemberian obat melalui
intramuskular agar absorpsi obat lebih cepat oleh karena
vaskularitas otot

Indikasi 5. Pasien tidak mungkin diberikan obat secara oral


6. Pasien tidak sadar

195
7. Tidak ada alergi terhadap Obat
8. Pasien membutuhkan jumlah obat yang besar sehingga
tidak memungkinkan melalui injeksi SC

Tujuan 4. Supaya cepat diabsorbsi karena didalam otot terdapat


banyak suplay darah
5. Untuk memasuka obat dalam jumlah besar
6. Mencegah atau mengurangi iritasi
Persiapan alat 13) Sarung tangan 1 pasang
14) Spuit sesuai dengan kebutuhan
15) Jarum steril 1 (21-23G dan panjang 1 – 1,5 inci untuk
dewasa; 25-27 G dan panjang 1 inci untuk anak-anak)
16) Bak spuit 1
17) Kapas alkohol dalam kom (secukupnya)
18) Perlak dan pengalas
19) Obat sesuai program terapi
20) Bengkok 1
21) Buku injeksi/daftar obat
a.

Persiapan 6. Pastikan identitas klien


pasien 7. Kaji kondisi klien
8. Beritahu dan jelaskan pada klien/keluarganya tindakan
yang dilakukan
9. Jaga privacy klien
10. Posisi klien

Persiapan Lingkungan yang tenang, pasang sketsel, kalau perlu nyalakan


lingkungan lampu.

Pelaksanaan Tahap Orientasi

196
4. Berikan salam, pangggil klien dengan namanya
5. Perkenalkan nama dan tanggung jawab perawat
6. Jelaskan tujuan, prosedur dan lamanya tindakan pada
klien/keluarga
Tahap Kerja
11. Mengatur posisi pasien
12. Membebaskan / membuka pakaian klien daerah
yang akan disuntik
13. Mendesinfeksi permukaan kulit
14. Menusukkan jarum dengan posisi tegak lurus
90° permukaan kulit
15. Melakukan aspirasi
16. Jika tidak ada darah memasukkan obat secara
perlahan-lahan
17. Menarik jarum dengan cepat bila obat telah
masuk
18. Menekan daerah bekas suntikan dengan kapas
alcohol
19. Bantu pasien ke posisi nyaman
20. Mengobservasi pasien
Tahap Terminasi
5. Evaluasi respon klien
6. Berikan reinforcement positif
7. Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
8. Mengakhiri kegiatan dengan baik

Evaluasi 1. Tanyakan keadaan dan lain-laindan kenyamanan pasien


setelah tindakan.

197
POLTEKKES KEMENKES No. Dokumen :

MALANG SOP.KDM.001
D-III
KEPERAWATAN STANDARD OPERASIONAL No. Revisi: 00
LAWANG
PROSEDUR

Pemberian Obat Melalui Sub Tanggal Terbit :


Cutan (SC)
Halaman :

Petugas/Pelaksana:

Unit Laboratorium Keperawatan Perawat, dosen, CI,

mahasiswa

Pengertian Pemberian obat secara subcutan adalah memasukan


obat kedalam bagian bawah kulit lokasi yang
dianjurkan untuk suntikan ini merupakan lengan
bagian atas, kaki bagian atas dan daerah sekitar pusar.

Tujuan Pemberian obatsubcutan ialah untuk memasukan


sejumlah toksin atau obat ke jaringan subkutan di

198
bawah kulit untuk proses di absorbsi.

Persiapan alat 10. Bak injeksi steril


11. Kapas alkohol
12. Spuit injeksi 3cc
13. Obat dalam tempatnya
14. Temap sampah (infeksius, sefety box, non
infeksius)
15. Sarung tangan
16. Bengkok
17. Catatan pemberian obat
18. Persiapan Lingkungan

Persiapan pasien 6. Pastikan identitas klien


7. Kaji kondisi klien
8. Beritahu dan jelaskan pada klien/keluarganya
tindakan yang dilakukan
9. Jaga privacy klien
10. Posisi klien

Persiapan Lingkungan yang tenang, pasang sketsel, kalau perlu


lingkungan nyalakan lampu.

Pelaksanaan 15. Menjelakan prosedur yang akan di lakukan


kepada klien
16. Mencuci tangan
17. Mengatur posisi pasien
18. Memilih area suntikan
19. Memakai sarung tangan
20. Membersikan area penusukan dengan kapas
alcohol dengan gerakan sirkuler
21. Dengan jarum menghadap ke atas masukan jarum

199
tepat dibawah kulit dengan sudut 30-45°
22. Melakukan aspirasi
23. Jika tidak ada darah masukan obat secara
perlahan
24. Mencabut jarum sesuai sudut masuknya
25. Usap pelan daerah penusukan dengan kapas
alkohol
26. Observasi kulit terhadap kemerahan, bengkak,
gatal
27. Mengembalikan posisi klien
28. Merapikan alat-alat dan cuci tangan
f. Dokumentasi
4. Mencatat tanggal dan waktu pelaksanaan tindakan.
5. Mencatat hasil pengkajian sebelum, selama dan
setelah tindakan prosedur.
6. Mencatat hasil observasi klien selama dan setelah
tindakan.

Evaluasi 1. Tanyakan keadaan dan lain-laindan kenyamanan


pasien setelah tindakan.

200
POLTEKKES KEMENKES No. Dokumen :

MALANG SOP.KDM.001
D-III
KEPERAWATAN STANDARD OPERASIONAL No. Revisi: 00
LAWANG
PROSEDUR

Pemberian Obat Melalui Intra Tanggal Terbit :


Vena (IV)
Halaman :

Petugas/Pelaksana:

Unit Laboratorium Keperawatan Perawat, dosen, CI,

mahasiswa

Pengertian Pemberian obat yang dilakukan melalui vena,


diantaranya vena mediana kubiti/ sefalika (lengan),
vena safena (tungkai), vena jugularis (leher), vena
frontalis/ temporalis (kepala). Sedangkanpembuluh
darah vena adalah pembuluh darah yangmenghantarkan
darah ke jantung.

Tujuan 4. Mendapat reaksi yang lebih cepat, sehingga sering

201
digunakan pada pasien yang sedang gawat darurat
5. Memasukan obat dalam volume yang lebih besar
6. Menghindari kerusakan jaringan

Persiapan alat 1. Sarung tangan


2. Buku catatan pemberian obat
3. Kapas alkohol
4. Spuit 2-5ml
5. Bengkok
6. Kassa
7. Torniket
8. Perlak pengalas

Persiapan pasien 6. Pastikan identitas klien


7. Kaji kondisi klien
8. Beritahu dan jelaskan pada klien/keluarganya
tindakan yang dilakukan
9. Jaga privacy klien
10. Posisi klien

Persiapan Lingkungan yang tenang, pasang sketsel, kalau perlu


lingkungan nyalakan lampu.

Pelaksanaan 18. Petugas mengatur posisi pasien sesuai


tempatpenyuntikan
19. Petugas menyiapkan bahan dan alat
20. Petugas memakai sarung tangan
21. Petugas menyedot obat injeksi ke dalam spuite.
22. Petugas membebaskan daerah yang akandiinjeksi
23. Petugas menentukan tempat penyuntikan dengan
benar.
24. Petugas membersihkan kulit dengan kapasalkohol

202
(melingkar dari arah dalam ke luar)
25. Petugas menggunakan ibu jari dan telunjukuntuk
merenggangkan kulit.
26. Petugas menginjeksi menggunakan spuit
dengansudut 30° hingga sejajar dengan pembuluh
darah
27. Petugas melakukan aspirasi dan pastikan
darahtidak masuk spuitk.
28. Petugas memasukkan obat secara perlahanl.
29. Petugas mencabut jarum dari tempat tusukan.
30. Petugas menekan daerah tusukan dengan
kapasdesinfektan
31. Petugas memasukkan spuit ke bak spuit
32. Petugas merapikan alat.
33. Petugas mencuci tangan.
34. Petugas mencatat tindakan dalam status pasien

Evaluasi 1. Tanyakan keadaan dan lain-laindan kenyamanan


pasien setelah tindakan.

203
204
DAFTAR PUSTAKA

Doni. 2017. SOP Injeksi Intamuskular (IM). https://bangsalsehat.blogspot.com/20


17/10/sop-injeksi-intramuskular-im.html diakses tanggal 3 Januari
2019
Emiliano, E. SOP Injeksi Subcutan (SC). https://www.academia.edu/38422219
/SOP_INJEKSI_SUBKUTAN_SC_.doc diakses 3 January 2013
Emiliano, E. SOP Injeksi Intrakutan (IC). https://www.academia.edu/38422218
/SOP_INJEKSI_INTRAKUTAN_IC_.doc diakses tanggal 3 Januari
2019
Haerudin, H. Injeksi Intamuskular (IM). https://www.academia.edu/28475446/IN
JEKSI_INTRAMUSKULAR_IM diakses tanggal 3 Januari 2019
Latri. 2016. SOP Injeksi Subkutan (SC). https://www.scribd.com/doc/302626820
/SOP-Injeksi-Subcutan-docx diakses tanggal 3 Januari 2019
Pertiwi, Y. 2015. Prosedur Mengompres Luka.
https://www.scribd.com/doc/2884580
Pranata, H. 2017. Prosedur Pemberian Medikasi (Obat). https://docplayer.info
/33402231-Prosedur-pemberian-medikasi-obat.html diakses tanggal 3
Januari 2019
Rahayu T. 2009. Majalah Ilmih Sultan http://research.unissula.ac.id/file/publikasi
/210996001/6057pruritus.pdf diakases 5 Januari 2013
Rusma, Ika.SOP Injeksi IV. https://www.academia.edu/34535288/SOP_INJEKSI
_IV diakases 5 Januari 2013
Sudung. 2016. Pruritus Uremik. https://www.researchgate.net/publication/312403
335_Pruritus_Uremik diakases 5 Januari 2013
Wikipedia. 2018. Gatal. https://id.wikipedia.org/wiki/Gatal

Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan. Diknakes,


Jakarta. Doenges, M.E.,Moorhouse M.F.,Geissler A.C. (2010)

Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 4, Buku II, EGC,


Jakarta. Rochani, Siti. (2009)

Anas Tamsuri, 2011, Klien Gangguan Mata dan Penglihatan Jakarta. EGC

Sidarta llyas, 2003, Ilmu Penyakit Mata Jakarta FKUI

http://aanborneo.com/2013/04/makalah-katarak.html, jam 18:30 tgl 20 – 9 – 2013

http://gexmi.com/2012/12/makalah-katarak.html jam 18:30, jam 18:57 tgl 20 – 9 –


2013

205
http://liriyantoasy.com/2012/02/08/makalah-katarak/ jam 19:03 tgl 20 – 9 – 2013

https://ensiklopediblog.com/2013/03/08/tes-koordinasi-dan-gangguan-
keseimbangan/

https://askepdoumbojo.com/2011/12/pengkajian-fisik-pada-sistem.html

https://pande-krisna.com/2012/12/laporan-pendahuluan-tonsilitis_2487.html

https://esafebriantonugroho.com/2013/10/makalah-katarak.html

Brunner & Suddarth. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah : Edisi 8
Vol 1. EGC. Jakarta.
Barbara C. Long. (1996). Perawatan Medikal Bedah 2.Yayasan Ikatan Alumni
Pendidikan Keperawatan. Bandung.
Potter & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Edisi 4 Vol 2.
EGC. Jakarta.
http://mr7wv.blogspot.com/2009/10/asuhan-keperawatan-post-operatif.html
http://sichesse.blogspot.com/2012/05/asuhan-keperawatan-dengan-post-op
https://id.scribe.com/document/342608603/POST-OP
Aimul, Aziz. 2009. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba
Medika.

Kozier, Barbara. 2010. Buku Ajar Fundamental keperawatan, Ed. 7, Vol 1.


Jakarta: EGC.

Mubarak, Wahit Iqbal. 2007. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia: Teori &
Aplikasi dalam Praktik. Jakarta: EGC.

Nasution, Septian. 2012. Prosedur Mengenakan dan Melepas Sarung Tangan


[online]. Tersedia: http://septinas.blogspot.com/2012/06/prosedur-mengenakan-
melepas-sarung.html [9 Juni 2015].

Potter, Patricia A. dan Anne G. Perry. 2010. Fundamental Keperawatan, Edisi 7


Buku 2. Jakarta: Salemba Medika.

206
207

Anda mungkin juga menyukai