Anda di halaman 1dari 44

1

SKRIPSI

STUDI LITERATUR HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN


KETAJAMAN PENGLIHATAN PADA PENDERITA
DIABETES MELLITUS TIPE 2

NITA SARI
PO.71.4.201.15.1.075

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR
JURUSAN KEPERAWATAN MAKASSAR
PRODI D.IV KEPERAWATAN
MAKASSAR
2020
2

SKRIPSI

STUDI LITERATUR HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN


KETAJAMAN PENGLIHATAN PADA PENDERITA
DIABETES MELLITUS TIPE 2

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Terapan Keperawatan

NITA SARI
PO.71.4.201.15.1.075

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR
JURUSAN KEPERAWATAN MAKASSAR
PRODI D IV KEPERAWATAN
MAKASSAR
2020
3

PERSETUJUAN PEMBIMBING

STUDI LITERATUR HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN


KETAJAMAN PENGLIHATAN PADA PENDERITA
DIABETES MELLITUS TIPE 2

Disusun Oleh :
Nita Sari
NIM. PO.71.4.201.15.1.075

Telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan pada seminar Hasil


Program Studi D.IV Keperawatan Jurusan Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Makassar

Pada tanggal :

……………………………

Menyetujui,

Pembimbing Utama, Pembimbing Pendamping,

Hj. Masdiana AR, SKM, S,Kep M.Kes Hj. Ningsih Jaya, SKM, S.Kep, M.Kes

NIP.196512311989032006 NIP. 196005161983032002

Mengetahui,
Ketua Jurusan Keperawatan

Hj. Harliani, S.Kp, M.Kes


4

NIP. 196504121988032002

HALAMAN PENGESAHAN

STUDI LITERATUR HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN


KETAJAMAN PENGLIHATAN PADA PENDERITA
DIABETES MELLITUS TIPE 2

Disusun oleh:
Nita Sari
NIM. PO.71.4.201.15.1.075
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
Pada tanggal :
SUSUNAN DEWAN PENGUJI

Penguji I,
Rahman, A.Kep, S.Pd, M.Kes (…………………………….)
NIP. 196306141990031003
Penguji II,
H.Rezki Djuntaha, SKM, M.Kes (…………………………….)
NIP. 196312311989031041

Pembimbing I
Hj. Masdiana AR, SKM,S.Kep M.Kes (…………………………….)

NIP. 196512311989032006

Pembimbing II,
Hj. Ningsih Jaya, SKM, S.Kep, M.Kes (…………………………….)

NIP. 196005161983032002

Mengetahui,
Ketua Jurusan Keperawatan
5

Hj. Harliani, S.Kp, M.Kes


NIP. 196504121988032002

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

PERSETUJUAN PEMBIMBING

HALAMAN PENGESAHAN

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori
B. Hipotesis

BAB III METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
B. Kriteria Literatur
C. Metode Pengumpulan Data
D. Kerangka Pikir

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
B. Pembahasan
6

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
7

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah pada Dewasa

Tabel 4.1 Sintesis Grid


8

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka piker

Gambar 3.2 Alur Penelitian


9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hipertensi adalah manifestasi gangguan keseimbangan hemodinamik

system kardiovaskular. Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan pada organ

tubuh, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada pasien hipertensi

ditemukan kerusakan organ yang secara umum ditemukan adalah penyakit

jantung (hipertropi ventrikel kiri, infark miokardium, gagal jantung), otak

(stroke, demensia), penyakit ginjal kronik, penyakit arteri perifer dan retinopati.

(Yastina & Afriant, 2017)

Hipertensi yang berkepanjangan dapat menyebabkan kerusakan pada

bagian dalam arteri pada area mata dan beresiko terjadinya pembekuan darah.

Jika hal ini terjadi pada mata dapat menyebabkan terjadinya retinopati hingga

yang menyebabkan kaburnya pengihatan, penurunan ketajaman penglihatan

bahkan sampai kebutaan. (Y. N. I. Sari, 2017)

Data World Health Organization (WHO) tercatat di Indonesia sekitar 3,5

Juta orang mengalami kebutaan akibat katarak pada tahun 2012. Menurut Pusat

Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI tahun 2014, secara global

penyebab gangguan penglihatan posisi pertama adalah gangguan retraksi dan


10

gangguan katarak pada posisi ke-2 (33%) Penyebab kebutaan. (Syawal et al.,

2019)

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (LITBANGKES)

Kementrian Kesehatan RI mensurvei di 15 provinsi 2014-2016. Prevalensi

kebutaan di Indonesia berkisar antaran 1,7% sampai dengan 4,4%. Prevalensi

kebutaan di Indonesia adalah 3,0%. Data terakhir dari Hasil Survei RAAB

(Rapid Assesment of Avoidable Blindness) tahun 2014 prevalensi angka

kebutaan di Sulawesi Selatan sebanyak 2,6% dan prevalensi katarak sebanyak

64,3 %. RAAB adalah pengumpulan data yang mengalami gangguan penglihatan

dan kebutaan berstandar yang sudah ditetapkan oleh WHO, melalui Global

Action Plan (GAP) 2014-2019. (KEMENKES RI, 2018)

Diabetes merupakan penyebab kebutaan pada dewasa usia 20-74 tahun.

Pada tahun 2008, sekitar 3,6 juta dewasa dengan diabetes dilaporkan memiliki

gangguan penglihatan yan diartikan sebagai kesulitan melihat atau penurunan

ketajaman penglihatan. Jumlah individu dengan penyakit mata sehubungan

dengan Diabetes juga akan meningkat, Antara 2005 hingga 2050 diperkirakan

retinopati diabetik akan meningkat tiga kali hingga mencapai 16 juta dari 5,5 juta

orang. (Kurniawan, 2018)

Menurut Asroruddin, 2013 semakin tinggi pengaruh gangguan dari

penyakit yang diderita pasien maka disimpulkan semakin rendah kualits hidup
11

seseorang, hal ini karena gangguan penglihatan dan penyakit mata berdampak

terhadap kualitas hidup pasien terkait penglihatan.

Asroruddin Muhammad. 2014. Dampak Gangguan Penglihatan dan

Penyakit Mata terhadap Kualitas Hidup Terkait Penglihatan Pada Populasi

Gangguan Penglihatan Berat Dan Buta Indonesia. Universitas Indonesia

Mengingat hal tersebut maka perlu dilakukan deteksi ketajaman

penglihatan pada pasien Diabetes Mellitus terutama yang memilki riwayat

Hipertensi. Hal ini disebabkan karena pada pasien Hipertensi akan merusak

vaskuler pembuluh darah pada retina sehingga terjadi gangguan sirkulasi yang

menghalangi aliran darah yang mengandung nutrisi dan oksigen ke retina.

Gangguan penglihatan pada masyarakat masih dianggap oleh sebagian akibat

dari usia lanjut sehingga akan terlambat untuk ditangani. Pasien diabetes yang

mempunyai tekanan darah yang tinggi atau hipertensi sangat tinggi resikonya

mengalami penurunan ketajaman penglihatan dibanding dengan pasien diabetes

yang mempunyai tekanan darah l yang terkontrol.

Penelitian yang dilakukan oleh Medha Gitta Anindita (2010) yang

memiliki jumlah responden sebanyak 83 orang, dengan deskriptif analitik dan

pendekatan cross sectional. Dari 83 diketahui pasien diabetes melitus dengan

hipertensi memiliki risiko untuk mengalami retinopati sebelas kali lebih besar

daripada tanpa hipertensi dan peningkatan risiko tersebut secara statistik

signifikan (OR = 11.2 ; CI 95% 2.7 sampai dengan 46.6)


12

Berdasarkan fenomena yang terjadi ini dapat disimpulkan bahwa

hipertensi sangat erat kaitannya dengan penglihatan khususnya ketajaman

penglihatan pada penderita diabetes mellitus, oleh karena itu peneliti ingin

melakukan Studi Literatur tentang “Hubungan Hipertensi dengan ketajaman

penglihatan pada penderita Diabetes Mellitus tipe 2”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka didapatkan rumusan masalah

yaitu “Apakah Ada hubungan Hipertensi dengan Ketajaman Penglihatan pada

penderita Diabetes Mellitus tipe 2 ?”.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari studi literatur ini adalah untuk menelaah literatur, artikel atau

dokumen terkait dengan Hubungan Hipertensi dengan ketajaman Penglihatan

pada penderita Diabetes Mellitus tipe 2.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Menambah ilmu pengetahuan dalam bidang ilmu keperawatan dan

wawasan mengenai hubungan Hipertensi dengan ketajaman penglihatan

pada penderita diabetes mellitus tipe 2

2. Manfaat praktis

a. Terhadap Institusi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan referensi tentang

Hubungan Hipertensi dengan ketajaman Penglihatan pada penderita


13

Diabetes Mellitus tipe 2, khususnya bagi mahasiswa D.IV Keperawatan

Poltekkes Kemenkes Makassar.

b. Terhadap Peneliti

Sebagai pengembangan kemampuan peneliti dalam membuat

penelitian sehingga dapat mengaplikasikan ilmu yang didapat selama

perkuliahan.

c. Terhadap peneliti lain

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi data dasar dan

pengembangan ilmu keperawatan dalam lingkup keperawatan medical

bedah, serta sebagai dasar dalam pengembangan ilmu keperawatan

untuk dijadikan referensi selanjutnya.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Diabetes Mellitus

a. Defenisi

Diabetes Mellitus merupakan gangguan metabolisme yang

karakteristiknya adalah peningkatan glukosa dalam darah

(Hiperglikemia), disebabkan karena ketidakseimbangan antara suplai

dan kebutuhan insulin. Insulin bertujuan untuk kunci masuknya glukosa

dalam sel agar dapat digunakan untuk proses metaboliseme dan

pertumbuhan sel. Kekurangan insulin mengakibatkan glukosa tidak

terpakai didalam darah dan menimbulnya peningkatan gula darah,

sementara sel menjadi kekurangan glukosa yang sangat dibutuhkan

dalam kelangsungan dan fungsi sel (Tarwoto et al., 2016)

Menurut Yuliane elin, 2009 Diabetes mellitus adalah gangguan

metabolism yang dengan karakteristik hipergikemia atau peningkatan

kadar gula darah yang berhubungan dengan abnormal metabolism

karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi

insulin atau penurunan sensitivitas insulin ataupun kedua-duanya

(Nurarif & Kusuma, 2015)

14
Diabetes mellitus adalah penyakit yang terjadi akibat gangguan

pada pancreas yang tidak dapat menghasilkan insulin sesuai dengan

kebutuhan tubuh dan atau ketidakmampuan dalam memecahkan insulin.

Penyakit diabetes mellitus juga faktor komplikasi dari beberapa penyakit

lain (Magfuri, 2016)

Menurut Hidayah Diabetes Melitus merupakan gangguan kronis

yang karakteristiknya adalah kadar glukosa darah yang tinggi melebihi

batas normal dan gangguan metabolic karbohidrat, lemak dan protein

yang disebabkan oleh kekurangan hormone insulin secara relative

maupun absolut (Hasdianah, 2012)

Menurut American Diabetes Association (ADA) diabetes mellitus

adalah penyakit gangguan metabolic dengan gejalanya adalah

hiperglikemia atau peningkatan kadar gula darah disebabkan karena

kelainan sekresi (pengeluaran) insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.

(Kurniawan, 2018)

b. Patofisiologi

1) Diabetes tipe 1

Pada diabetes tipe 1 terdapat ketidakmampuan untuk

menghasilkan insulin karena sel-sel beta pangkreas telah di

hancurkan oleh sel-sel beta pangreas telah dihancurkan oleh proses

autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa

15
yang tidak teratur oleh hati, disamping itu, glukosa yang berasal

dari makanan tidak dapat di simpang dalam hati meskipun tetap

berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postpradial

(sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup

tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang

tersaring keluar, akibat glukosatersebut muncul dalam urin

(Glukosauria). Ketika glukosa yang berlebih disekresikan dalam

urin, ekskresi yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis

osmotic. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan,

pasien akan mengalami penngkatan dalam berkemih (poliuri) dan

rasa haus (polydipsia). (Wijaya & Putri, 2013)

Defesiensi insulin juga mengganggu etabolisme protein dan

lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat

mengalami penigkatan selera makan (polifagia) akibat menurunnya

simpanan kalori gejala lainnya mencakup kelelahan dan

kelemahannya. Proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih

lanjut turun menimbulkan hiperglikemia. Di samping itu akan

terjadi pemecahan lemak yang prodiksi bahan keton yang

merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton

merupakan pasam yang menganggu keseimbangan asam lambung

tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis diabetic yang

16
diakibatkan dapat menyebabkan tanda dan gejala seperti nyeri

abdomen, mual, muntah, nafas berbau aseton dan bila tidak

ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan

kematian. (Wijaya & Putri, 2013)

2) Diabetes tipe 2

Pada diabetes tipe 2 terdapat dua masalah yang berhubungan

dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi

insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus

pada permukaan sel. Sebagai akibat insulin dengan reseptor

tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metaboliseme glukosa

di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes pada diabetes tipe 2

disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian

insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan

glukosa oleh jaringan. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung

lambat dan progresif maka diabetes tipe 2 dapat berjalan tanpa

terdeteksi. Jika gejalanya dialami oleh pasien, poliurua, polydipsia,

luka yang lama sembuh, infeksi vagina atau pandagan yang kabur

(jika kadar glukosa yang sangat tinggi). Penyakit diabetes mellitus

membuat gangguan pada pembuluh darah besar (makrovaskuler)

disebut makroangiopati, dan pada pembuluh darah halus

(mikrovaskuler) disebut mikroangiopati. (Wijaya & Putri, 2013).

17
18

3) Diabetes tipe 2

Pada diabetes tipe 2 terdapat dua masalah yang berhubungan

dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi

insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus

pada permukaan sel. Sebagai akibat insulin dengan reseptor

tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metaboliseme glukosa

di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes pada diabetes tipe 2

disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian

insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan

glukosa oleh jaringan. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung

lambat dan progresif maka diabetes tipe 2 dapat berjalan tanpa

terdeteksi. Jika gejalanya dialami oleh pasien, poliurua, polydipsia,

luka yang lama sembuh, infeksi vagina atau pandagan yang kabur

(jika kadar glukosa yang sangat tinggi). Penyakit diabetes mellitus

membuat gangguan pada pembuluh darah besar (makrovaskuler)

disebut makroangiopati, dan pada pembuluh darah halus

(mikrovaskuler) disebut mikroangiopati. (Wijaya & Putri, 2013)

c. Etiologi

1) Faktor keturunan (genetik)

Factor genetik mempengaruhi sel beta dan mengubah

kemampuannya untuk mengenali dan menyebarkan rangsangan


19

sekretoris insulin. Keadaan ini meningkatkan kerentanan individu

tersebut terhadap faktor lingkungan yang dapat mengubah integritas

dan fungsi sel beta pankreas ( Prince & Wilson,2002 dalam

(Damayanti, 2015)).

2) Obesitas

Kegemukan menyebabkan berkurangnya jumlah reseptor I

nsulin yang bekerja di dalam sel pada otot skeletal dan jaringan

lemak. hal tersebut menyebabkan resistensi insulin perifer,

kegemukan dapat merusak kemampuan sel beta untuk mesekresikan

insulin saat terjadi kondisi hiperglikemia ( Smeltzer, et al, 2008

dalam (Damayanti, 2015)).

3) Usia

Usia 30 tahun beresiko menderita diabetes mellitus. Pada usia

30 tahun kadar gula darah akan meningkat 1-2 mg% tiap tahun, saat

berpuasa akan meningkat 6-13% pada 2 Jam setelah makan

(Sudoyo,et al, 2009 dalam (Damayanti, 2015)).

4) Aktivitas fisik

Aktivitas fisik yang secara teratur akan meningkatkan insulin

dan meningkatkan toleransi glukosa (Nuari, 2017)

5) Stress
20

Stress fisik atau trauma sangat berhubungan dengan glukosa

yang disebabkan oleh efek hormonal pada metabolism gukosa dan

sekresi insulin.

6) Riwayat DM gestational

Wanita yang mempunyai riwayat DM gestational atau wanita

yang mempunyai riwayat melahirkan bayi dengan berat melebihi

4.000 gr mempunyai resiko penyakit Diabetes Mellitus (Damayanti,

2015)

d. Klasifikasi Diabetes mellitus

Klasifikasi Diabetes Mellitus yaitu :

1) DM tipe 1 Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)

Diabetes Meliitus tipe 1 IDDM adalah penyakit hiperglikemia

akibat rusaknya sel beta di pancreas sebagai penghasil insulin oleh

sistem kekebalan tubuh sendiri. IDDM dapat pula disebabkan

oleh faktor genetik, lingkungan ataupun faktor lainnya. Diabetes

tipe 1 sering terjadi pada anak atau dewa muda, dan biasa terjadi

disegala usia (Kurniawan, 2018).

Kerusakan dan atau hilangnya fungsi insulin yang dihasilkan

oleh sel beta pancreas, diabetes tipe 1 ini terbagi atas 2 jenis :

a) Jenis yang mediasi oleh kekebalan tubuh dan ditandai dengan

munculnya penanda autoimun seperti Islet cell antibodies


21

(ICAs), insulin autoantibodies (IAAs), dan autoantibodies to

glutamic acid decarboxylase (GAD65). Penanda autoimun ini

muncul pada 85-90% penderita diabetes tipe 1 (Kurniawan,

2018)

b) Jenis Diabetes idiopatik yang tidak diketahui penyebabnya.

Hanya sedikit yang termaksud dalam jenis ini dan terbanyak

penderita DM jenis ini adalah Ras Afrika atau Asia. Jenis ini

sangat diturunkan, namun tidak tampak dari penanda autoimun

dan tidak berhubungan dengan Human Leukocyte Antigen

(HLA). (Kurniawan, 2018)

2) DM Tipe 2 Non-insulin dependent diabetes mellitus (NIDDM)

NIDDM merupakan diabetes melitus yang tidak bergantung

pada insulin. Diabetes Melitus tipe II muncul karena tubuh tidak

memproduksi insulin secara cukup (defisiensi relatif insulin) atau

insulin yang di produksi tidak efektif ( resistensi insulin).

Diabetes ini lebih banyak menyerang pada usia dewasa

dibanding anak-anak, tercatat 90-95% penderita diabetes adalah

diabetes tipe 2 ini. (Kurniawan, 2018).

Menurut Kurniawan,2018 faktor risiko yang berhubungan

dengan proses terjadinya DM tipe 2, diantaranya adalah:

a) Usia
22

b) Obesitas

c) Riwayat keluarga

d) Ras ( Indian Amerika, Hispanik, Afrika Amerika, Penduduk

Alaska, Asia Amerika dan Pulau di Pasifik).

3) Diabetes Gestasional

Diabetes gestasional disebabkan karena kehamilan.

Dikatakan Diabetes gestasional karena ditemukan intoleransi

glukosa terjadi pertama kali pada kehamilan. Oleh karena itu

disebabkan akibat hormon yang di keluarkan saat kehamilan atau

kekurangan insuin. Kurang lebih 5-10% kehamilan memiliki

komplikasi berupa diabetes gestasional saat trimester kedua atau

ketiga dari kehamilan dan berakhir dalam enam pekan setelah

kehamilan berakhir. (Kurniawan, 2018)

4) Diabetes tipe lain

Diabetes tipe ini disebabkan oleh infeksi, obat atau zat kimia,

sidrom genetik, kelainan genetik fungsi sel beta dan lain

sebagainya. (Kurniawan, 2018)

Menurut Porth (2007) DM tipe lain merupakan gangguan

endokrin yang menimbulkan hiperglikemia akibat peningkatan


23

produksi glukosa hati atau penurunan penggunaan glukosa oleh sel

(Damayanti, 2015)

e. Tanda dan Gejala

Menurut Tarwoto, dkk (2016) tanda dan gejala yang lazim muncul

pada pasien DM, ialah :

1) Sering kencing/miksi (poliuria)

Adanya hiperglikemia menyebabkan sebagian glukosa

dikeluarkan oleh ginjal bersama urine karena keterbatasan

kemampuan filtrasi ginjal dan kemampuan reabsorbsi dari tubulus

ginjal. Untuk mempermudah pengeluaran glukosa maka diperlukan

banyak air, sehingga frekuensi miksi menjadi meningkat.

2) Meningkatnya rasa haus (polidipsia)

Banyaknya miksi menyebabkan tubuh kekurangan cairan

(dehidrasi), hal ini merangsang pusat haus yang mengakibatkan

polydipsia.

3) Meningkatnya rasa lapar (polipagia)

Meningkatkan katabolisme, pemecahan glikogen untuk energi

menyebabkan cadangan energi berkurang, keadaan ini menstimulasi

pusat lapar.
24

4) Penurunan berat badan

Penurunan berat badan disebabkan karena banyaknya kehilangan

cairan, glikogen dan cadangan trigliserida serta massa otot.

5) Kelainan pada mata, penglihatan kabur

Pada kondisi kronis, keadaan hiperglikemia menyebabkan

aliran darah menjadi lambat, sirkulasi ke vaskuler tidak lancar,

termasuk pada mata yang dapat merusak retina serta kekeruhan

pada lensa.

6) Kulit gatal, infeksi kulit, gatal-gatal disekitar penis dan vagina

Peningkatan glukosa darah mengakibatkan penumpukan pula pada

kulit sehingga menjadi gatal, jamur dan bakteri mudah menyerang

kulit.

7) Ketonuria

Ketika glukosa tidak lagi digunakan untuk energi, maka

digunakan asam lemak untuk energi, asam lemak akan dipecah

menjadi keton yang kemudian berada pada darah dan dikeluarkan

melalui ginjal.

8) Kelemahan dan keletihan

Kurangnya cadangan energi, adanya kelaparan sel, kehilangan

potasium menjadi akibat pasien mudah lelah dan letih.

9) Terkadang tanpa gejala


25

Pada keadaan tertentu, tubuh sudah dapat beradaptasi dengan

peningkatan glukosa darah.

f. Komplikasi Diabetes Mellitus

1) Komplikasi makrovaskuler

Perubahan pembuluh darah besar akibat aterosklerosis

menimbulkan masalah yang serius pada diabetes. Aterosklerosis

yang terjadi pada pembuluh darah arteri koroner maka akan

menyebabkan penyakit jantung koroner, sedangkan aterosklerosis

yang terjadi pada pembuluh darah serebral akan menyebabkan

stroke infark.

2) Komplikasi mikrovaskuler

a) Retinopati diabetikum

Diabetes mellitus dapat menimbulkan gangguan pada mata

terutama adalah retinopati diabetic keadaan ini disebabkan oleh

perubahan dalam pembuluh-pembuluh darah kecil pada retina

mata. Bentuk kerusakan bias bocor dan keluar cairan atau darah

yang membuat retina membengkak atau timbul endapan lemak

yang disebut eksudat. Retina adalah bagian mata tempat cahaya

difokuskan setelah melewati lensa mata. Bila pembuluh darah

bocor atau terbentuk jaringan parut diretina, bayangan yang

dikirim ke otak menjadi kabur (Hasdianah, 2012).


26

b) Nefropati diabetikum

Nefropati diabetic adalah gangguan fungsi ginjal akibatnya

kebocoran selaput penyaring darah (glomerulus). Bila kadar

glukosa darah meninggi maka akan merusak filtrasi ginjal yang

mengakibatkan kerusakan pada membrane filtrasi sehingga

terjadi gula yang tinggi dalam darah akan berinteraksi dengan

protein yang mengubah struktur fungsi dan sel, termaksuk

membrane basal glomerulus. Akibatnya, penghalang protein

rusak dan terjadi kebocoran protein darah ke urin (albuminuria).

Gangguan ginjal dapat menyebabkan fungsi ekskresi filtrasi dan

hormonal ginjal terganggu. Akibatnya terganggunya pengeluaran

zat-zat racun melalui urin, zat racun banyak di dalam tubuh.

Tubuh akan mengalami pembengkakan dan timbul resiko

kematian (Hasdianah, 2012).

c) Neuropati diabetikum

Penurunan sensibilitas terhadap sentuhan ringan dan penurunan

sensibilitas nyeri dan suhu membuat penderita Selain itu otot

lengan atas menjadi lemah, penglihatan kabur, impotensi

sementara, mengeluarkan banyak keringat, dan rasa berdebar

waktu istirahat (R. N. Sari, 2012)

2. Ketajaman penglihatan
27

a. Defenisi

Ketajaman penglihatan adalah kemampuan untuk membedakan

bagian-bagian detail yang kecil, baik terhadap objek maupun terhadap

permukaan. Ketajaman Pengihatan juga bisa diartikan sebagai

kemampuan mata untuk dapat melihat suatu objek secara jelas dan

sangat tergantung pada kemampuan akomodasi utama (Ilyas, 2008)

Ketajaman penglihatan adalah ukuran, seberapa jauh objek,

dan detail suatu benda dapat tertangkap oleh mata sehingga visus

dapat disebut sebagai fisiologi mata yang paling penting. Ketajaman

penglihatan didasarkan pada prinsip tentang adanya daya pisah

minimum yaitu jarak yang paling kecil antara dua garis yang masih

mungkin dipisahkan dan dapat ditangkap sebagai dua garis (Murtiati,

2010)

Faktor resiko yang mempengaruhi ketajaman penglihatan :

1) Kadar gula darah

Penyakit mata pada penderita diabetes mellitus penyebab yang

paling sering adalah hilangnya penglihatan pada penderita yang

berusia dewasa tua produktif di Inggris. 50% pasien mengalami

retinopati setalah 10 tahun terdiagnosa mengalami diabetes

Mellitus. Gangguan penglihatan ditandai oleh :


28

a) Mikroaneusma dilatasi fokal dinding kapiler, tidak terlihat

dengan oftalmoslop

b) Titik atau bintik perdarahan intraretinal

c) Eksudat lunak (seperti kapas) yang disebabkan oleh

mikroinfark pada serabut superfisial

d) Eksudat keras akibat kebocoran plasma ke retina

e) Edema retina.

Pada retinopati proliferatif terjadi proliferasi pembuluh darah

baru sebagai respons terhadap iskemia, terutama di dekat batas

diskus. Pembuluh darah yang rapuh ini mudah mengalami

perdarahan ke retina dan vitreus. Perdarahan menyebabbkan

kebutaan mendadak, diikuti fibrosis dan kontraksi yang

menyebabkan ablasio retina dan glaukoma. Tingginya kadar gula

darah juga akan meningkatakkan viskositas darah sehingga aliran

darah yang membawa zat-zat kebutuhan metabolisme ke mata

terganggu (Rubbenstein et al., 2007)

2) Usia

Interpretasi hasil Riskesdas 2013, usia merupakan salah satu

factor resiko alami yang berpengaruh terhadap kondisi kesehatan

karena semakin tua seseorang, mempengaruhi kemampuan kerja

organ-organ mengalami penurunan.


29

3) Lama menderita

Durasi mengalami diabetes mellitus merupakan factor utama

terjadinya penurunan ketajaman penglihatan, semakin lama

seorang pasien menderita diabetes mellitus maka akan

menyebabkan komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler

diberbagai organ terutama pada mata (Kurniawan, 2018)

3. Hipertensi

Menurut Sylvia A. Prince Hipertensi adalah peningkatan tekanan

darah sistolik ≥140 mmHg atau tekanan diastolic ≥ 90 mmHg. Hipertensi

tidak hanya menimbulkan kerusakan jantung tetapi juga gangguan seperti

ginjal, saraf, dan pembuluh darah darah. Sehingga semakin tinggi tekanan

darah semakin besar pula resikonya. (Nurarif & Kusuma, 2015b)

Tekanan darah adalah tenaga yang digunakan untuk memompa darah

dari jantung keseluruh tubuh. Dalam hal ini, jantung akan bekerja terus-

menerus untuk memompa darah keseluruh tubuh. Tentunya, agar setiap

bagian tubuh mendapatkan oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah.

Besarnya tekanan yang dibutuhkan akan sesuai dengan mekanisme tubuh

jika tidak ada gangguan. Tapi jika tekanan darah mengalami peningkatan

akan terjadi gangguan dalam proses tersebut (Y. N. I. Sari, 2017)

Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah pada Dewasa menurut

Joint National Committee (JNC)


30

No Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)


1 Normal <120 <80
2 Prehipertensi 120 – 139 80 – 89
3 Hipertensi 140 – 159 90 – 99
Grade 1
4 Hipertensi ≥ 160 ≥ 100
Grade 2
(Y. N. I. Sari, 2017)

Menurut penelitian Gallego memeriksa hubungan tekanan darah dan

perkembangan retinopati diabetik pada anak-anak dengan DM. penelitian

ini menemukan peningkatan tekanan darah, durasi lama mnderita DM, dan

tingginya HbA1c akan menigkatkan resiko retiopati diabetes. Peningkatan

tekanan darah akan menyebabkan perubahan pada aliran darah dan

berakibat kerusakan pada sel endotel pembuluh darah. (Kurniawan, 2018)

Hipertensi dapat merusak mata hingga terjadi kebutaan. Dalam hal

ini, jika Tekanan Darah atau Hipertensi yang berkepanjangan dapat

menyebabkan kerusakan pada bagian dalam arteri pada area mata dan

beresiko terjadinya pembekuan darah. Jika hal ini terjadi pada retina mata

maka dapat menyebabkan kerusakan mata atau retinopati hingga terjadi

kebutaan (Y. N. I. Sari, 2017)

Penelitian yang dilakukan oleh Medha Gitta Anindita (2010)

dengan judul Hipertensi Sebagai Faktor Risiko Retinopati Diabetik Pada

Pasien Diabetes Melitus tahun 2010, dengan hasil Penelitian ini

menyatakan, hipertensi meningkatkan risiko retinopati pada pasien

diabetes melitus tipe II. Pasien diabetes melitus tipe II dengan hipertensi
31

meemiliki risiko untuk mengalami retinopati diabetik sebelas kali lebih

besar dibanding tidak hipertensi.

Jika kondisi tekanan darah pada dinding pembuluh darah arteri cukup

kuat akan menimbulkan kerusakan pada sel endotel pembuluh darah

sehingga mengalami penyumbatan dan penyempitan (vasokontriksi)

pembuluh darah sehinggga terjadi gangguan sirkulasi yang menghalangi

aliran darah yang mengandung nutrisi dalam jangka panjang akan

melemahkan pembuluh darah.

B. Hipotesis

Berdasarkan dasar pemikiran variabel penelitian, maka dapat ditarik

hipotesis peneitian sebagai berikut :

Hipotesis Aternative (Ha)

Ada hubungan antara Hipertensi dengan ketajaman penglihatan pada pasien

Diabetes Mellitus Tipe 2


32

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis peneitian ini merupakan penelitian dengan studi literature

dimana peneliti mengidentifikasi jurnal, artikel, maupun document terkait

yang berhubungan atau relevan dengan masalah penelitian, yajni hubungan

hipertensi dengan ketajaman penglihatan pada penderita Diabetes Mellitus

tipe 2.

B. Sumber Data

Sumber data pada penelitian ini adalah data sekunder, data ini merupakan

data yang diperoleh secara tidak langsung. Data ini diambil dari dokumen-

dokumen yang berkaitan dengan penelitian. Dokumen-dokumen tersebut

diperoleh melalui data tertulis ataupun dengan mengakses situs-situs yang

memuat gambaran mengenai informasi yang menunjang dalam menyelidiki

hubungan Hipertensi dengan Ketajaman Penglihatan Pada Penderita Diabetes

Mellitus.

C. Kriteria Inklusi dan Ekslusi Penelitian

1. Kriteria inklusi dalam penelitian studi Literatur ini adalah :

a) Artikel yang dipublikasikasikan pada periode 2010-2020

b) Dipublikasikan pada jurnal terakreditasi misalnya Sinta,Scopus,

Doaj,Jurnal Media Keperawatan, dll

c) Jumlah populasi dan sampel representative


33

2. Kriteria Ekslusi, adalah karakteristik sampel yang tidak dimasukkan

kedalam penelitian.

Kritesia eksklusiliteratur dalam penelitian ini adalah artikel review

dan bukan artikel penelitian.

D. Metode Pengambilan Data

Pengambilan data dilakukan melalui studi literature dengan cara

melakukan penelusuran hasil publikasi ilmiah yang relevan dengan hubungan

hipertensi dengan ketajaman penglihatan pada penderita Diabetes Mellitus

dengan rentan waktu 2010-2020 baik internasional maupun nasional.

Penelusuran dilakukan melalui database Google Scholar, selain penelusuran

hasil publikasi ilmiah, juga dapat ditelusuri pada buku terkait hubungan

hipertensi dengan ketajaman penglihatan pada penderita Diabetes Mellitus.

Kemudian dipilih literature yang paling relevan dengan penelitian ini

sehingga didapatkan 7 literatur yang dianalisis dan disimpulkan.


34

E. Kerangka Pikir

Gambar 3.1 Kerangka Pikir

Hipertensi

Kerusakan vaskuler
pembuluh darah

Diabetes Melllitus Penyumbatan


pembuluh darah

Hiperglikemia
Vasokontriksi

Gangguan Vaskularisasi
Gangguan Sirkularisasi

Retina
Factor resiko
- Umur
Penurunan ketajaman - Jenis kelamin
penglihatan
- Lama menderita
DM
- Dislipidemia
Retinopati Diabetik
35

F. Alur penelitian

Gambar 3.2 Alur penelitian

Studi literature 12 jurnal peneitian

Jurnal yang didapatkan sesuai


kriteria sebanyak 7 jurnal

Data dikumpulkan dari 7 jurnal yang dinilai


relevan terhadap masalah penelitian ini

Menganalisa tiap jurnal terkait, judul, tujuan,


metode, dan hasil penelitian

Menyusun Sintesis Grid Tiap literature/jurnal


yang di dapatkan

Hasil analisis literature/jurnal dituangkan dalam pembahasan


dengan penambahan kalimat sendiri oleh peneliti mengenai
hasil penelitian jurnal yang dijadikan sumber literatur

Kesimpulan
36

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Hasil

Studi literature ini melalui penelusuran hasil publikasi ilmiah dengan

rentang tahun 2010-2020 dengan menggunnakan database Google Scholar

dengan menggunakan keyword Hipertensi “OR” Hypertension “AND”

Assessment “AND” Valid “OR” Reliable “AND” healing. Pada pencarian

Google Scholar dilakukan skrining tahun (2010-2020) dan menggunakan

frase “Hubungan Hipertensi dengan ketajaman penglihatan pada penderita

diabetes mellitus tipe 2” dan “ hubungan hipertensi dengan retinopati diabetic

pada penderita Diabetes Mellitus tipe 2”.

Berdasarkan hasil penelusuran literatur pada Google Scholar didapatkan 7

lieratur ilmiah meliputi jurnal dan naskah publikasi ilmiah yang sesuai dan

relevan dengan variabel hipertensi dengan jetajaman penglihatan pada

penderita diabetes mellitus tipe 2.


37

Tabel 4.1

SINTESIS GRID

N Peneliti Tujuan Desain Responde Pengumpulan data Hasil penelitian


O penelitian penelitia n
n
1 Rahmawati, Untuk Cross Responde Data demografi Berdasarkan hasil penelitian
Amiruddin mengetahui sectional n pada dikumpulkan : umur, jenis menunjukkan bahwa dari 17
(2017) hubungan study. penelitian kelamin, pendidikan dan responden yang tidak hipertensi
Glycohemogl Glycohemoglo ini dilakukan pengukuran dengan penglihatan normal
obin, bin, sebanyak HbA1c, Pemeriksaan tekanan sebanyak 3 responden (17,6%),
Hipertensi, Hipertensi, 26 orang. darah dengan menggunakan gangguan penglihatan ringan
IMT terhadap IMT terhadap tensi air raksa, IMT dilakukan sebanyak 12 responden (70,6%)
gangguan gangguan pengukuran dengan dan gangguan penglihatan Berat
penglihatan penglihatan menggunakan timbangan dan sebanyak 2 responden (11,8%).
penderita penderita meteran. Karakteristik Dari 9 responden menderita
diabetes diabetes gangguan penglihatan hipertensi dengan penglihatan
Mellitus mellitus. diketahui dengan penglihatan ringan sebanyak 1
menggunakan kuesioner yang responden (11,1%) dan gangguan
diklasifikasikan menjadi 3 berat tidak ada responden).
yaitu penglihatan normal, Berdasarkan hasil uji spearman
gangguan penglihatan ringan, didapatkan nilai korelasi
dan gangguan penglihatan spearman=0.669 dan nilai p=0.000.
berat
2 Yunia Untuk Cross Responde Data demografi Berdasarkan hasil penelitian
Annisa, mengetahui Sectional n pada dikumpulkan : umur dan jenis menunjukan bahwa 90 responden
38

M.Fadhol perbandingan . penelitian kelamin. data tentang yang mengalami hipertensi disertai
Romdhoni., resiko ini hipertensi atau tekanan darah dengan retinopati sebanyak 15
(2017)., terjadinya sebanyak dan retinopati diabetic orang (16,67%), yang mengalami
Perbandingan retiopati 90 didapatkan pada rekam medis hipertensi dan tidak mengalami
Resiko diabetik antara responden responden. retinopati sebanyak 20 responden
Terjadinya pasien (22,23). Pada responden yang non
Retinopati hipertensi dan hipertensi dan mengalami retinopati
Diabetik non hipertensi sebanyak 7 responden (7,78%), dan
Antara Pasien yang mengidap yang tidak mengalami hipertensi
Hipertensi diabetes serta tidak mengalami retinopati
Dan Non mellitus di sebanyak 48 responden (53,33%).
Hipertensi RSUD Perbandingan pasien diabetes
yang Majenang mellitus dengan hipertensi memiliki
Mengidap resiko mengalami retinopati 12 kali
Diabetes lebih besar daripada non hipertensi
Mellitus Di dan peningkatan resiko tersebut
RSUD secara statistik signifikan (OR
Majenang =12,3; 95%CI =3,7-56,5 ).

3 Putri Nirmala Tujuan Deskripti Responde Data yang dikumpulkan yaitu Hasil penelitian ini menunjukan
Dewi dkk., penelitian ini f n umur, jenis kelamin, durasi pasien retinopati diabetik dengan
(2019)., adalah observasi sebanyak menderita DM, tekanan hipertensi sebanyak 102 orang
Profil mengetahui onal 162 orang darah, Disiplidemia, (62,9%). Sementara itu, pasien
Tingkat profil tingkat dengan retinopati diabetik tentang yang tidak menderita hipertensi
Keparahan keparahan Kriteria tingkatan keparahan sebanyak 60 orang (37,1%).
Retinopati retinopati inklusi retinopati yang dialami Pada pasien dengan hipertensi
Diabetik diabetik adalah responden, data ini diperoleh ditemukan tingkat keparahan
Dengan Atau dengan atau responden dari rekam medik responden. retinopati diabetik yang berbeda-
39

Tanpa tanpa dengan beda,yaitumild NPDR sebesar


Hipertensi hipertensi pada retinopati 58,1%,moderate NPDR sebesar
pada di pasien diabetes diabetik 60,5 %, severe NPDR sebesar 60%
RSUP Dr. M. melitus di dengan dan PDR sebesar 69,6%, sedangkan
Djamil RSUP Dr. M. hasil untuk pasien retinopati diabetik
Padang Djamil pemeriksa tanpa hipertensi ditemukantingkat
Padang. an tekanan keparahan retinopati diabetik
darah dengan persentase yang lebih kecil
lengkap yaitu mild NPDR sebesar 41,9%,
yang moderate NPDR sebesar 39,5% ,
terdapat severe NPDR sebesar40%, dan
dalam PDR sebesar 30,4%. Hal ini
rekam menunjukkan pasien dengan tingkat
medik keparahan PDR lebih banyak yang
RSUP Dr. menderita hipertensi.
M. Djamil
Padang
antara
Januari
sampai
Desember
2016.
4 IIs Noventi, Tujuan studi Responde Data dikumpulkan Hasil penelitian ini menunjukan
dkk., (2018) penelitian kasus- n menggunakan kuesioner pada responden yang mengidap
Faktor menentukan kontrol sebanyak termasuk: data demografi Diabetik Retinopati NPDR pasien
Resiko faktor –faktor 60 (jenis kelamin dan usia), dengan tidak mempunyai hipertensi
Retinopati resiko responden GDA, profil DM (Durasi dominan 16 responden (53,3%) dan
Diabetika : A pengembangan yang diabetes) dan komorbiditas yang mempunyai Hipertensi
40

Case – DR di RSMM berhubung (hipertensi, dislipidemia). sebanyak 14 responden (46.7%) ,


Control Jawa Timur an dengan Diagnosa pertama kali dipilih pada PDR pasien dengan hipertensi
Surabaya. retinopati untuk ada atau tidaknya DR, dominan 22 responden (73,3%) dan
diabetic ditentukan oleh dokter mata yang tidak mempunyai hipertensi
DR NPDR menurut temuan klinis sebanyak 8 responden (26.7%)
Dan DR dikonfirmasi dengan
PDR ophthalmoscopy langsung
Masing- dan tidak langsung mengikuti
masing 30 klasifikasi retinopati diabetik
responden klinis. Mengenai
(30 kasus komorbiditas, diagnosis
dan 30 sepenuhnya didasarkan pada
kontrol) pemeriksaan klinis,
mempertimbangkan riwayat
klinis dan tes laboratorium.
Hipertensi ditetapkan sebagai
tekanan darah ≥140 / 90
mmHg, dislipidemia
ditetapkan kolesterol total
≥200 mg / dL.
5 Hamzatun Tujuan dari Cross Responde Data demografi Hasil analisis ada hubungan
Syawal dkk., penelitian ini Sectional n dikumpulkan : usia, jenis yang signifikan antara kadar
(2019) Faktor adalah sebanyak kelamin, lama menderita DM, glukosa darah pasien Diabetes
Yang mengetahui 45 orang komplikasi DM, Kadar Gula Melitus dengan penurunan
Berhubungan hubungan diabetes di darah. Untuk megetahui ketajaman penglihatan dengan nilai
Dengan faktor yang wilayah ketajaman penglihatan P = 0,003 (P<0,050).
Ketajaman mempengaruhi kerja dilakukan pengukuran dengan Hasil analisis adanya hubungan
Penglihatan ketajaman puskemsm menggunakan pengukuran faktor usia dengan penurunan
41

Pasien penglihatan as visus untuk mengetahui ketajaman penglihatan P


Diabetes pasien diabetes kecematan ketajaman penglihatan. Value=0,015 dengan nilai OR 13,2.
Melitus Tipe melitus tipe 2 Biringkan Hasil uanalisis menunjukan
2 Di Wilayah aya. adanya hubungan faktor jenis
Kerja kelamin dengan penurunan
Puskemas ketajaman penglihatan P
Kecamatan Value=0,034 dengan nilai OR 5,3
Biringkanaya Hasil analisis menunjukan
Kota adanya hubungan faktor lama
Makassar menderita dengan penurunan
ketajaman penglihatan P
Value=0,032 dengan nilai OR 6,0.
Hasil analisis adanya hubungan
faktor komplikasi dengan
penurunan ketajaman penglihatan P
Value=0,010 dengan nilai OR 1,6.
6 Dyah Rahayu Penelitian ini deskripti Responde Data demografi Hasil penelitian ini tentang
Utami dkk., bertujuan f n dikumpulkan : usia, jenis karakteristik klinis pasien
(2017) untuk observasi sebanyak kelamin, tekanan darah, retinopati salah satunya adalah
Karakteristik mengetahui onal 75 orang GDS,HbA1c, Total hipertensi menunjukan hasil Pada
Klinis Pasien karakteristik dengan kolesterol, HDL, LDL, Dan 75 pasien yang menderita retinopati
Retinopati pasien kriteria trigliserid diabetik, tekanan darah paling
Diabetik retinopati inkluasi dominan adalah prehipertensi
Periode 1 diabetik di pasien sebanyak 25 (33.3%) pasien.
Januari RSUP Dr. diabetes Hipertensi stadium I dan II
2014–31 Mohammad mellitus berturut-turut 23 (30.7%) pasien
Desember Hoesin yang di dan 22 (29.3%) pasien, serta hanya
2015 di Palembang diagnose 5 pasien (6.7%) saja yang memiliki
42

RSUP Dr. retinopati tekanan darah normal.


Mohammad diabetic
Hoesin
Palembang
7 Rusman Untuk Cross Responde Data demografi Hasil penelitian menunjukan data
Shiddiq dkk., Mengetahui Sectional n dikumpulkan : umur, jenis terbanyak yaitu 16 responden dari
(2011). Hubungan sebanyak kelamin, pengukuran HbA1c seluruh sampel penelitian
Hubungan Hipertensi dan 35 orang untuk mengetahui kadar mengalami hipertensi dan retinopati
Hipertensi Glycohemoglo dengan glukosa, pengukuran tekanan diabetic. Responden yang tidak
dan bin (HbA1c) kriteria darah dan pemeriksaan mengalami hipertensi dan
Glycohemogl dengan inklusi fundoskopi yang dilakukan mengalami retinopati diabetic
obin (HbA1c) Kejadian semua oleh dokter spesialis penyakit merupakan data yang paling sedikit
dengan Retinopati pasien DM mata untuk mengetahui yaitu sebanyak 2 responden.
Kejadian Diabetika Pada yang apakah responden mengalami Tabulasi silang antara hipertensi
Retinopati Penderita berusia ≥ retinopati diabetik. dan retinopati diabetic menunjukan
Diabetika Diabetes 40 tahun X2 = 7,098 dan P= 0,008 (p <0,05).
Pada Mellitus di dan
Penderita RSUD Di terdiagnos
Diabetes Margono is Diabetes
Mellitus di Soekarno Mellitus
RSUD Di Purwokerto Tipe 2 ≥ 5
Margono tahun di
Soekarno poliklinik
Purwokerto DM
RSUD
Prof. dr.
Margono
Soekarjo
43
44

Anda mungkin juga menyukai