Anda di halaman 1dari 57

Mata Kuliah : Keperawatan Kritis

Dosen Pengampu : Hasriana, S.Kep., Ns., M.Kes

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN
DIABETE MELITUS

DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 3 / A1 2018

ADI HERMAWAN NH0118003


ANIS ILAHI SARASWATI NH0118009
FITRI RAMADHANI NH0118021
FIZRIANI PANDIALI NH0118022
FRANSISKA SISILIA NH0118023
KRISTINA YOU NH0118040
MATHILDA SANDY NH0118044

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
NANI HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Sistem Endokrin (Diabetes
Melitus)”.

Rasa terima kasih kami ucapkan kepada dosen pengampuh mata kuliah Ibu
Hasriana, S.Kep., Ns., M.Kes yang telah memberikan tugas yang sangat
bermanfaat ini sehingga dapat menambah pemahaman dan ilmu kami.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, namun selain itu,
kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kritik
dan saran yang membangun sangat kami harapkan agar kedepannya dapat lebih
baik lagi.

Makassar, 10 Oktober 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Tujuan Penulisan................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 3


A. Sistem Endokrin.................................................................................... 3
B. Konsep Medis Diabetes Melitus........................................................... 15
C. Konsep Keperawatan Diabetes Melitus................................................ 21

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN.......................................................... 25


A. Pengkajian............................................................................................. 25
B. Diagnosa............................................................................................... 36
C. Intervensi............................................................................................... 38
D. Implementasi Dan Evaluasi.................................................................. 41

BAB IV PENUTUP......................................................................................... 51
A. Kesimpulan .......................................................................................... 51
B. Saran .................................................................................................... 51

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 52

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sistem endokrin meliputi sistem dan alat yang mengeluarkan hormon
atau alat yang merangsang keluarnya hormon yang berupa mediator kimia.
Sistem endokrin berkaitan dengan sistem saraf, mengontrol dan memadukan
fungsi tubuh. Kedua sistem ini bekerja sama untuk mempertahankan
homeostasis. Sistem endokrin bekerja melalui hormon, maka sistem saraf
bekerja melalui neurotransmiter yang dihasilkan oleh ujung-ujung saraf
(Ningsih & Kusuma, 2017).
Dimana saat ini gaya hidup modern dengan pilihan menu makanan dan
cara hidup yang kurang sehat semakin menyebar ke seluruh lapisan
masyarakat termasuk masyarakat yang ada disulawesi selatan khususnya
makassar, sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah penyakit
degeneratif yaitu penyakit yang tidak menular akan tetapi dapat diturunkan.
Salah satu penyakit degeneratif dan gangguan pada sistem endokrin yang
memerlukan penanganan secara tepat dan serius adalah diabetes mellitus
(Rostika, Hikayati, & Sigit, 2017).
Berdasarkan data organisasi kesehatan dunia World Health Organization
(WHO 2014) jumlah penderita diabetes telah mengalami peningkatan dari
108 juta penderita pada tahun 1980 menjadi 422 juta penderita pada tahun
2014. WHO juga menjadikan diabetes melitus sebagai penyebab kematian
ke-7. Selain itu, International Diabetes Federation (IDF 2017) melaporkan
jumlah penderita DM sebanyak 387 juta jiwa di tahun 2014 meningkat
menjadi 424,9 juta jiwa di tahun 2017 dan diperkirakan akan bertambah
menjadi 628,6 juta jiwa pada tahun 2045. Pada tahun 2015 diperkirakan dari
jumlah 1,6 juta (Angriani, Hariani, & Dwianti, 2019).
Menurut Estimasi data International Diabetes Federation (IDF) dari hasil
survey 2017 Asia tenggara menempati urutan ke-3 setelah Amerika Utara
dan Afrika Utara dengan jumlah penderita Diabetes Melitus (DM) yaitu

1
8,5% terjadi pada usia 20-29 tahun . Sedangkan di
Indonesia(Kemenkes,2013), prevalensi penderita DM pada tahun 2017,
dengan jumlah 10,3 juta dan perkiraan peningkatan prevelensi meningkat
pada tahun 2045 menjadi 16,7 juta orang menderita diabetes. Prevelensi DM
yang terdiagnosis dokter tertinggi terdapat di Yogyakarta 2,6%, DKI Jakarta
2,5%, Sulawesi Utara 2,4%, dan Kalimantan Timur sebanyak 2,3%
(Angriani et al., 2019).
Berdasarkan survey Dinas Kesehatan kota Makassar tahun 2016 jumlah
penderita DM mengalami peningkatan pada tahun 2014 sebanyak 1.894
orang, pada tahun 2015 menjadi 5.700 orang, sedangkan data terakhir pada
tahun 2016 sebanyak 4.555 penderita DM (Angriani et al., 2019).
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum :
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui dan
memahami konsep sistem endokrin.
2. Tujuan khusus :
a. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami definisi dari
sistem endokrin dan diabetes melitus.
b. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami anatomi fisiologi
sistem endokrin.
c. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami fungsi dari sistem
endokrin.
d. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami penyakit apa saja
pada sistem endokrin.
e. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami etiologi,
patofisiologi, komplikasi, pemeriksaan penunjang serta
pelaksanaan pada diabetes melitus
f. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami pencegahan
diabetes melitus
g. Mahasiswa mampu membuat konsep dan asuhan keperawatan
pada penderita diabetes melitus

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Sistem Endokrin
1. Definisi Sistem Endokrin
Sistem endokrin merupakan sistem kelenjar yang bekerja pada tubuh
manusia yang hasil sekresinya langsung ke dalam darah tanpa melewati
duktus atau saluran dan dari sekresi tersebut adalah hormon. Dimana
Hormon merupakan zat kimia yang dibawa dalam aliran darah ke jaringan
dan organ kemudian merangsang hormon untuk melakukan tindakan
tertentu (Utomo & Hidayat, 2017).
Menurut Sherwood 2010 Sistem Endokrin adalah sistem yang terdiri dari
kelenjar endokrin buntu atau tanpa saluran yang tersebar pada bagian
tubuh (Utomo & Hidayat, 2017).
2. Anatomi Fisiologi Sistem Endokrin

3
Gambar Anatomi Saluran Endokrin (Dyah & Faik, 2021)

Gambar Anatomi Saluran Endokrin (Dyah & Faik, 2021)

Kelenjar terdiri dari dua tipe yaitu endokrin & eksokrin. Kelenjar endokrin
melepaskan sekresinya langsung ke dalam darah. Dimana kelenjar
endokrin terdapat pada pulau Langerhans, kelenjar gonad (ovarium dan
testis), kelenjar adrenal, hipofise, tiroid dan paratiroid, sedangkan kelenjar
eksokrin melepaskan sekresinya ke dalam duktus pada permukaan tubuh
seperti kulit dan organ internal (lapisan traktus intestinal-sel APUD).
(Ningsih & Kusuma, 2017)
Hormon berfungsi untuk membedakan sistem saraf pusat dan sistem
reproduktif pada janin yang sedang berkembang, merangsang urutan
perkembangan, mengkoordinasi sistem reproduksi, memelihara

4
lingkungan internal secara optimal dan melakukan respon korektif dan
adaptif ketika terjadi kedaruratan. Terdapat dua klasifikasi pembagian
hormon yaitu hormon yang larut dalam air dan lemak. Hormon yang larut
dalam air yaitu insulin, glukagon, hormon adrenokortikotropik (ACTH)
dan gastrin. Hormon yang larut dalam lemak yaitu steroid (estrogen,
progesteron, testoteron, aldosteron, glukokortikoid) dan tironin (tiroksin)
(Ningsih & Kusuma, 2017).
Dimana yang termasuk kelenjar endokrin adalah : (Ningsih & Kusuma,
2017)
- Hipotalamus
- Hipofisis anterior dan posterior
- Kelenjar Tiroid
- Kelenjar Paratiroid
- Pulau Langerhans
- Anak ginjal, kortex dan medula
- Gonad (ovarium dan testis)
- Sel APUD di lambung, usus dan pankreas

Gambar Hipotalamus

Hipotalamus terletak langsung di bawah otak dan ukurannya sebesar biji


kenari. Sejumlah besar informasi sehubungan dengan keadaan tubuh

5
dikirim ke hipotalamus. Informasi ini merupakan pemimpin umum sistem
hormon, ia memiliki tugas penting memastikan kemantapan dalam tubuh
manusia. Setiap saat, hipotalamus mengkaji pesan-pesan yang datang dari
otak dan dari dalam tubuh (Dyah & Faik, 2021).
Setelah itu, hipotalamus menjalankan beberapa fungsi yaitu menjaga
kemantapan suhu tubuh, mengendalikan tekanan darah, memastikan
keseimbangan cairan dan pola tidur yang tepat. Hipotalamus ini sebuah
organ yang terdiri dari sel-sel tidak sadar, namun sel-sel dalam
hipotalamus bertindak dalam cara yang luar biasa demi menjamin bahwa
keseimbangan yang dibutuhkan dalam tubuh tetap terjaga. (Dyah & Faik,
2021).

Gambar Hipofisis

Hipofisis adalah kelenjar endokrin yang ukurannya sebesar kacang,


terletak di dasar tulang tengkorak dan di bawah otak. Kelenjar hipofisis
mengeluarkan bermacam-macam hormon, termasuk hormon yang
mempengaruhi kelenjar lainnya, sehingga disebut kelenjar kepala bagi
kelenjar endokrin lainnya. Hipofisis terdiri dari tiga bagian yaitu lobus
anterior, lobus intermedia dan lobus posterior (Dyah & Faik, 2021).

6
Gambar Kelenjar tiroid

Kelenjar tiroid terletak di leher bagian depan tepat di bawah kartilago


krikoid, antara fasia koli media dan fasia prevertebralis. Di dalam ruang
yang sama juga terletak trakea, esofagus, pembuluh darah besar dan saraf.
Kelenjar tiroid melekat pada trakea dan melingkarinya dua pertiga sampai
tiga perempat lingkaran. Keempat kelenjar paratiroid umumnya terletak
pada permukaan belakang kelenjar tiroid (Ningsih & Kusuma, 2017).
Pada orang dewasa berat tiroid kira-kira 18 gram dan terdapat dua lobus
kanan dan kiri yang dibatasi oleh isthmus. Masing-masing lobus memiliki
ketebalan 2 cm lebar 2,5 cm dan panjang 4 cm. Dimana kelenjar tiroid
menghasilkan hormon tiroid utama yaitu tiroksin (T4) atau Tetra
Iodotironin. Bentuk aktif hormon ini adalah triyodotironin (T3) yang
sebagian besar berasal dari konversi hormon T4 di perifer dan sebagian
kecil langsung dibentuk oleh kelenjar tiroid. Yodida inorganik yang
diserap dari saluran cerna merupakan bahan baku hormon tiroid (Ningsih
& Kusuma, 2017).
Yodida inorganik mengalami oksidasi menjadi bentuk organik dan
selanjutnya menjadi bagian dari tirosin yang terdapat dalam tiroglobulin
sebagai monoyodotirosin (MIT). Kelenjar tiroid juga mengeluarkan
kalsitonin dari sel parafolikuler. Kalsitonin adalah polipeptida yang
menurunkan kadar kalsium serum dengan menghambat reabsorbsi kalsium
dan tulang (Ningsih & Kusuma, 2017).

7
Adapun fungsi hormon tiroid adalah
- Mengatur laju metabolisme tubuh
- Pertumbuhan testis, saraf dan tulang
- Mempertahankan sekresi GH dan gonadotropin
- Menambah kekuatan kontraksi otot dan irama jantung
- Merangsang pembentukan sel darah merah
- Mempengaruhi kekuatan dan ritme pernafasan serta sebagai
kompensasi tubuh terhadap kebutuhan Oksigen akibat metabolisme
- Antagonis insulin.

Gambar Kelenjar paratiroid

Kelenjar paratiroid tumbuh di dalam endoderm menempel pada bagian


anterior dan posterior kedua lobus kelenjar tiroid yang berjumlah 4 buah
terdiri dari chief cells dan oxyphill cells. Kelenjar paratiroid berwarna
kekuningan dan berukuran kurang lebih 3 x 3 x 2 mm dengan berat
keseluruhan sampai 100 mg (Ningsih & Kusuma, 2017).
Kelenjar paratiroid mensintesa dan mengeluarkan hormon paratiroid
(Parathyroid Hormon,PTH). Sintesis PTH dikendalikan oleh kadar kalsium
dalam plasma. Sintesis PTH dihambat apabila kadar kalsium rendah.PTH
bekerja pada tiga sasaran utama dalam pengendalian homeostasis
kalsium,yaitu di ginjal, tulang dan usus. Di dalam ginjal PTH
meningkatkan reabsorbsi kalsium. Di tulang PTH merangsang aktifitas
osteoplastik sedangkan di usus PTH meningkatkan absorbsi kalsium.
Dimana fungsinya untuk mengatur kadar Calcium dan Phospor dalam

8
darah.

Gambar Pankreas

Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki 2 fungsi


utama yaitu menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon
penting seperti insulin. Pankreas terletak pada bagian posterior perut dan
berhubungan erat dengan duodenum (usus 12 jari). Pada pankreas terdapat
pulau langerhans, yang menghasilkan beberapa sel yang berguna bagi
tubuh, antara lain :(Dyah & Faik, 2021)
- Sel Alfa : menghasilkan glukagon
- Sel Beta : menghasilkan insulin
- Sel Delta : menghasilkan hormon pertumbuhan / somatostatin.
Selain beberapa sel, pulau langerhans juga mensekresi insulin, dimana hal
tersebut dipengaruhi oleh glukosa darah yang juga dirangsang oleh asam
amino, asam lemak bebas, benda keton, glukagon, sekretin, dan
tolbutamid. Sekresi insulin juga dihambat oleh epinefrin dan norepinefrin
(Dyah & Faik, 2021).
Fungsi dari Kelenjar Pankreas yaitu : (Dyah & Faik, 2021)
- Meningkatkan metabolisme karbohidrat

9
- Meningkatkan timbunan glikogen
- Meningkatkan sintesa asam lemak
- Meningkatkan intake asam amino
- Meningkatkan sintesa protein

Gambar Kelenjar Adrenal

Kelenjar adrenal terletak di kutub atas kedua ginjal. Kelenjar suprarenal


atau kelenjar anak ginjal menempel pada ginjal. Terdiri dari dua lapis yaitu
bagian korteks dan medula. Korteks adrenal mensintesa 3 hormon yaitu :
(Ningsih & Kusuma, 2017)
- Mineralokortikoid (aldosteron)
- Glukokortikoid
- Androgen
Mineralokortikoid (aldosteron) berfungsi mengatur keseimbangan
elektrolit dengan meningkatkan retensi natrium dan eksresi kalium.
Membantu dalam mempertahankan tekanan darah normal dan curah
jantung. Glukokortikoid (kortisol) berfungsi dalam metabolisme glukosa
(glukosaneogenesis) yang meningkatkan kadar glukosa darah,
metabolisme cairan dan elektrolit, inflamasi dan imunitas terhadap
stressor. Hormon seks (androgen dan estrogen). (Ningsih & Kusuma,
2017)

10
Gambar Kelenjar Gonad

Kelenjar gonad terbentuk pada minggu-minggu pertama gestasi dan


tampak jelas pada minggu pertama. Keaktifan kelenjar gonad terjadi pada
masa prepubertas dengan meningkatnya sekresi gonadotropin (FSH dan
LH).
Testis terdiri dari dua buah dalam skrotum. Testis mempunyai dua fungsi
yaitu sebagai organ endokrin dan reproduksi. Menghasilkan hormon
testoteron dan estradiol di bawah pengaruh LH. Efek testoteron pada fetus
merangsang diferensiasi dan perkembangan genital pria (Ningsih &
Kusuma, 2017).
Pada masa pubertas akan merangsang perkembangan tanda-tanda seks
sekunder seperti perkembangan bentuk tubuh, distribusi rambut tubuh,
pembesaran laring, penebalan pita suara, pertumbuhan dan perkembangan
alat genetalia. Sedangkan Ovarium berfungsi sebagai organ endokrin dan
reproduksi pada wanita. Sebagai organ endokrin ovarium menghasilkan sel
telur (ovum) yang setiap bulannya pada masa ovulasi siap dibuahi sperma.
Estrogen dan progesteron akan mempengaruhi perkembangan seks
sekunder, menyiapkan endometrium untuk menerima hasil konsepsi serta
mempertahankan laktasi (Ningsih & Kusuma, 2017).

Sel Apud merupakan Sel endokrin saluran cerna yang mengeluarkan


hormon gastrointestinal atau gastroenteropankreas,didapatkan difus di
lambung, usus dan pankreas. Sel ini termasuk kelompok sel APUD
(Amine Precursor Uptake and Decarboxylation) seperti halnya sel C tiroid,

11
medula anak ginjal, hipofisis, hipotalamus dan melanosit. Sel APUD
saluran cerna tidak membentuk suatu kelenjar melainkan tersebar di
lambung,usus,dan pankreas (Ningsih & Kusuma, 2017).

3. Fungsi Sistem Endokrin


Mendiferensiasi sistem reproduksi dan CNS dalam tumbuh kembang janin
menstimulasi urutan pertumbuhan dan tumbuh kembangnya masa kanak-2
dan kedewasaan. mengkoordinasi sistem reproduksi wanita dan pria
mempertahankan optimalitas lingkungan internal sepanjang hidup
individu. menginisiasi respon korektif dan adaptatif saat emergensi.
Sistem endokrin mempunyai lima fungsi umum :(Utomo & Hidayat, 2017)

1. Membedakan sistem saraf dan sistem reproduktif pada janin yang


sedang berkembang
2. Menstimulasi urutan perkembangan
3. Mengkoordinasi sistem reproduktif
4. Memelihara lingkungan internal optimal
5. Melakukan respons korektif dan adaptif ketika terjadi situasi darurat

4. Penyakit Pada Sistem Endokrin


Beberapa penyakit yang dapat menyerang sistem endokrin atau terdapat
pada kelenjar endokrin yaitu : (Utomo & Hidayat, 2017)
a. Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme tubuh dengan
naiknya gula darah atau terjadinya hiperglikemia karena kekurangan
hormon insulin. Yang mungkin juga terjadi karena hormon insulin
tidak bekerja dengan semestinya.
b. Diabetes Insipidus
Diabetes Insipidus adalah suatu gangguan penyakit yang disebabkan
oleh gangguan tingkat sirkulasi pada hormon ADH (anti-diuretic
hormone) dimana fungsinya untuk mengatur cairan dalam tubuh.
Hormon ADH ini adalah hormon yang dihasilkan oleh kelenjar

12
hipofisis posterior. Penyebab utama terjadinya diabetes inspidus ini
adalah produksi hormon ADH berkurang atau ketika ginjal kurang
merespon terhadap hormon ADH yang ada dan mengakibatkan ginjal
mengeluarkan terlalu banyak cairan dan urin yang dihasilkan menjadi
tidak pekat.
c. Hipotiroid
Hipotiroid merupakan penyakit yang terjadi karena kurangnya hormon
tiroksin yang diproduksi oleh kelenjar tiroid. Hipotiroid menyebabkan
beberapa kelainan pada tubuh karena hormon dari kelenjar tiroid ini
bertugas mengatur metabolisme dalam tubuh. Apabila terjadi
kekurangan hormon, maka fungsi metabolisme tubuh tidak akan
berjalan sebagaimana mestinya. Sehingga dapat mengakibatkan berat
badan meningkat tanpa alasan yang jelas, sangat mudah lelah,
kurangnya kesadaran diri (merasa bingung) dan mudah lupa. Jika
hipotiroid ini terjadi karena penyakit bawaan lahir, maka akan terjadi
kretinisme, dimana perkembangan fisik dan mental pada masa anak-
anak menjadi terhambat. kretinisme pada anak ini dapat ditandai
dengan tubuhnya yang kecil, bentuk kepala yang agak menonjol,
tangan dan kaki pendek, dimana gejala-gejalanya mirip dengan
dwarfisme. Pada orang dewasa, gejala yang terlihat adalah wajah yang
terlihat sembab, dan juga rambut yang rontok ketika menderita
hipotiroid.
d. Hipertiroid
Hipertiroid adalah kebalikan dari Hipotiroid dimana apabila hipotiroid
disebabkan kurangnya hasil sekresi hormon pada kelenjar tiroid, maka
hipertiroid merupakan terlalu banyaknya hormon tiroid yang
dihasilkan. Pada kebanyakan kasus yang terjadi hipertiroid penyebab
utamanya adalah penyakit graves. Penyakit graves sendiri adalah
penyakit auto-imun dimana tubuh memproduksi TSI (thyroid
stimulating immunoglobulin) juga dikenal sebagai LATS (long-acting
thyroid stimulator), yang merupakan antibodi yang menuju reseptor

13
TSH (thyroid stimulating hormon) pada sel tiroid.
e. Penyakit Addison
Penyakit Addison adalah penyakit yang terdapat pada kelenjar
adrenal. Diamana korteks adrenal menghasilkan hormon yang terlalu
sedikit dari seharusnya. Penyebab utama pada penyakit addison ini
merupakan kelainan autoimun dimana terjadi kesalahan pada produksi
hormon aldosteron dan kortisol yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal
menjadi terlalu sedikit. Selain hal tersebut penyebab lain dari penyakit
addison ini juga berasal dari kondisi kelenjar pituitari yang kurang
memproduksi hormon adrenokortikotropik (ACTH), sehingga
berakibat pada kurangnya hormon kortisol saja, karena sekresi
hormon aldosteron ini tidak bergantung pada ACTH.
f. Sindrom Cushing
Sindrom Cushing adalah penyakit yang terjadi karena sekresi yang
berlebih dari hormon kortisol. Dimana penyebab sindrom Cushing ini
ada tiga, yang pertama adalah karena rangsangan yang terlalu berlebih
dari korteks adrenal dengan jumlah hormon CRH atau ACTH yang
berlebih. Kedua yaitu karena terdapat tumor pada kelenjar adrenal
yang mengakibatkan kesulitan dalam mensekresi hormon kortisol
ACTH. Yang terakhir adalah karena terdapat tumor yang mensekresi
hormon ACTH selain dari kelenjar pituitari, yang biasanya terdapat
pada paru-paru. Selain ketiga faktor diatas, konsumsi obat yang
mengandung kortikosteroid juga bisa memicu sindrom cushing ini.
Sindrom Cushing ini dapat diketahui dengan mudah apabila seorang
pasien memang mengonsumsi obat yang mengandung kortikosteroid
sejak lama. Gejala seperti membulatnya wajah, munculnya guratan-
guratan pada tubuh, serta penumpukan lemak adalah gejala yang
terlihat dari penderita sindrom Cushing.
g. Sindrom Adrenogenital
Dimana penyebab sindrom adrenogenital ini adalah Sekresi hormon
androgen yang terlalu berlebih. Hormon androgen yang dihasilkan

14
oleh kelenjar adrenal ini merupakan hormon yang lebih
mempengaruhi pria. Apabila seorang wanita menghasilkan hormon
androgen yang terlalu berlebih maka akan berakibat wanita tersebut
bisa mempunyai ciri-ciri fisik seperti laki-laki. Pada pria, kelebihan
hormon androgen ini akan sulit dideteksi kecuali pada pria ketika
masih dalam masa puber dimana terjadi pembesaran suara,
pertumbuhan jenggot, dan munculnya hasrat berhubungan. Kelebihan
androgen pada pria dewasa bisa tidak terlalu berpengaruh karena
hormon ini merupakan hormon untuk pria.

B. Konsep Medis Diabetes Melitus


1. Definisi Diabetes Melitus
Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (Chrisanto, 2017).
WHO mengemukakan bahwa Diabetes Melitus merupakan penyakit kronis
yang terjadi ketika pankreas tidak menghasilkan insulin yang cukup atau
ketika tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin yang
dihasilkan (Srimiyati, 2018).

2. Etiologi Diabetes Melitus


Faktor risiko dapat menyebabkan terjadinya penyakit diabetes melitus
biasanya disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :(Kuswinarti &
Kusumawati, 2020)
1. Genetik
Faktor genetik atau keturunan sangat memungkinkan seseorang
menderita diabetes melitus karena jika ada riwayat keluarga yang
salah satu anggotanya menderita Diabetes Melitus dimungkinkan
akan menurunkan kepada anaknya.
2. Usia

15
Faktor usia memungkinkan pada orang dewasa yang berusia 45
tahun keatas atau orang yang berusia dibawah 45 tahun tetapi
mengalami kegemukan.
3. Stres
Stress kronis cenderung membuat seseorang makan makanan yang
manis- manis untuk meningkatkan kadar lemak serotonin otak.
Serotonin ini mempunyai efek penenang sementara untuk
meredakan stressnya. Tetapi gula dan lemak berbahaya bagi
mereka yang beresiko mengidap penyakit Diabetes Melitus.
4. Pola makan yang salah
Pola makan yang cenderung mengkonsumsi makanan yang
mengandung gula dan bersifat manis akan cepat meningkatkan
kadar gula darah seseorang sehingga pola makan yang salah harus
dikendalikan dengan cara mengendalikan keinginannya untuk
mengkonsumsi makanan yang bersifat manis.

3. Patofisiologi Diabetes Melitus


Sebagian besar gambaran patologi dari DM dapat dihubungkan dengan
salah satu efek utama akibat kurangnya insulin. Dimana berkurangnya
pemakaian glukosa pada sel – sel tubuh yang mengakibatkan naiknya
konsentrasi glukosa darah setinggi 300 – 1200 mg/dL. Peningkatan
mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang menyebabkan
terjadinya metabolism lemak yang abnormal disertai dengan endapan
kolestrol pada dinding pembuluh darah dan akibat dari berkurangnya
protein dalam jaringan tubuh (Manurung, 2018).
Pasien – pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat
mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi
sesudah makan. Pada hiperglikemia yang parah yang melebihi ambang
ginjal normal (konsentrasi glukosa darah sebesar 160 – 180mg/100 ml),
akan timbul glikosuria karena tubulus – tubulus renalis tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa. Glukosuria ini akan mengakibatkan

16
diuresis osmotic yang menyebabkan poliuri disertai kehilangan sodium,
klorida, potassium, dan pospat (Manurung, 2018).
Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat
glukosa yang keluar bersama urine maka pasien akan mengalami
keseimbangan protein negative dan berat badan menurun serta cenderung
terjadi polifagi. Adapun akibat lainnya yaitu terjadi asthenia atau
kekurangan energy sehingga pasien menjadi cepat lelah dan mengantuk
yang disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga
berkurangya penggunaan karbohidrat untuk energy (Manurung, 2018).

4. Komplikasi Diabetes Melitus


Adapun Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita diabetes melitus
dapat bersifat akut maupun kronik. Komplikasi akut diantaranya yaitu
hiperglikemia dengan ketoasidosis atau hiperosmolar non ketogenik.
Komplikasi kronik diantaranya dapat menyebabkan kerusakan pada
beberapa organ, yaitu mata (retinopati), Diabetic Kidney Disease (DKD),
syaraf (neuropati), pembuluh darah (aterosklerosis), dan jantung
(Kuswinarti & Kusumawati, 2020)

5. Pemeriksaan Penunjang Diabetes Melitus


Menurut Smelzer dan Bare, pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
pada penderita diabetes melitus adalah : (Octavia, 2020)
- Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi : melihat pada daerah kaki bagaimana produksi
keringatnya (menurun atau tidak), kemudian bulu pada jempol kaki
berkurang (-).
b. Palpasi : akral teraba dingin, kulit pecah - pecah, pucat, kering
yang tidak normal, pada ulkus terbentuk kalus yang tebal atau bisa
juga teraba lembek.
- Pemeriksaan vaskuler

17
a. Pemeriksaan radiologi yang meliputi : gas subkutan, adanya benda
asing, osteomelietus.
b. Pemeriksaan laboratorium
- Pemeriksaan darah yang meliputi : GDS (Gula Darah
Sewaktu), GDP (Gula darah puasa),
- Pemeriksaan urine, dimana urine diperiksa ada atau tidaknya
kandungan glukosa pada urine tersebut.

6. Penatalaksanaan Diabetes Melitus


Prinsip penatalaksanaan diabetes melitus secara umum ada lima sesuai
dengan Konsensus Pengelolaan DM di Indonesia tahun 2006 adalah untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien DM (Bhatt, Saklani, & Upadhayay,
2016).
Adapun tujuan penatalaksanaan DM adalah Jangka pendek seperti
hilangnya keluhandan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman dan
tercapainya target pengendalian glukosa darah. Jangka panjang yaitu
tercegah dan terhambatnya progresivitas penyulit mikroangiopati,
makroangiopati dan neuropati (Bhatt et al., 2016).
a. Diet
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama
dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang
seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-
masing individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan
pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan
jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat
penurun glukosa darah atau insulin. Standar yang dianjurkan adalah
makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat 60-
70%, lemak 20-25% danprotein 10-15%. Untuk menentukan status
gizi, dihitung dengan BMI (Body Mass Indeks). Indeks Massa Tubuh
(IMT) atau Body Mass Index (BMI) merupupakan alat atau cara yang
sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa, khususnya yang

18
berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Untuk
mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung dengan rumus, Berat Badan
(Kg) IMT = Tinggi Badan (m)Xtinggi Badan (m).
b. Exercise (latihan fisik/olahraga)
Dianjurkan latihan secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang
lebih 30 menit, yang sifatnya sesuai dengan Continous, Rhythmical,
Interval, Progresive, Endurance (CRIPE). Training sesuai dengan
kemampuan pasien. Sebagai contoh adalah olah raga ringan jalan kaki
biasa selama 30 menit. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak
atau bermalasmalasan.
c. Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan sangat penting dalam pengelolaan. Pendidikan
kesehatan pencegahan primer harus diberikan kepada kelompok
masyarakat resiko tinggi. Pendidikan kesehatan sekunder diberikan
kepada kelompok pasien DM. Sedangkan pendidikan kesehatan untuk
pencegahan tersier diberikan kepada pasien yang sudah mengidap DM
dengan penyulit menahun.
d. Obat
Obat oral hipoglikemik, insulin Jika pasien telah melakukan
pengaturan makan dan latihan fisik tetapi tidak berhasil
mengendalikan kadar gula darah maka dipertimbangkan pemakaian
obat hipoglikemik.

7. Pencegahan Diabetes Melitus


Pencegahan penyakit diabetes melitus dapat dilakukan dengan tiga tahap
yaitu pencegahan primer, sekunder dan tersier (Firmansyah, 2018)
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada orang - orang
yang termasuk kelompok risiko tinggi, yaitu mereka yang belum
menderita DM, tetapi berpotensi untuk menderita DM diantaranya :
- Kelompok usia tua (>45tahun)

19
- Kegemukan (BB(kg)>120% BB idaman atau IMT>27 (kglm2)
- Tekanan darah tinggi (>140i90mmHg)
- Riwayat keiuarga DM
- Riwayat kehamilan dengan BB bayi lahir > 4000 gr.
- Disiipidemia (HvL <35mg/dl dan atau Trigliserida>250mg/dl).
- Pernah TGT atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT)

Untuk pencegahan primer harus dikenai faktor-faktor yang


berpengaruh terhadap timbulnya DM dan upaya untuk menghilangkan
faktor-faktor tersebut. Oleh karena sangat penting dalam pencegahan
ini. Sejak dini hendaknya telah ditanamkan pengertian tentang
pentingnya kegiatan jasmani teratur, pola dan jenis makanan yang
sehat menjaga badan agar tidak terlalu gemuk dan risiko merokok bagi
kesehatan.

b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder merupakan upaya mencegah atau menghambat
timbulnya penyulit dengan tindakan deteksi dini dan memberikan
pengobatan sejak awal penyakit. Dalam pengelolaan pasien DM, sejak
awal sudah harus diwaspadai dan sedapat mungkin dicegah
kemungkinan terjadinya penyulit menahun. Adapun Pilar utama
pengelolaan DM meliputi:
- Penyuluhan
- Perencanaan makanan
- Latihan jasmani
- Obat berkhasiat hipoglikemik
c. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier merupakan upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih
lanjut dan merehabilitasi pasien sedini mungkin, sebelum kecacatan tersebut
menetap. Pelayanan kesehatan yang holistik dan terintegrasi antar disiplin
ilmu terkait sangat diperlukan, terutama dirumah sakit rujukan, misalnya para
ahli sesama disiplin ilmu seperti ahli penyakit jantung, mata, rehabilitasi

20
medis, gizi dan lain-lain.

C. Konsep Keperawatan Diabetes Melitus


1. Pengkajian
1) Identitas klien, meliputi :
Nama pasien, tanggal lahir,umur, agama, jenis kelamin, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, No rekam medis.
2) Keluhan utama
a. Kondisi hiperglikemi:
Penglihatan kabur, lemas, rasa haus dan banyak kencing,
dehidrasi, suhu tubuh meningkat, sakit kepala.
b. Kondisi hipoglikemi
Tremor, perspirasi, takikardi, palpitasi, gelisah, rasa lapar, sakit
kepala, susah konsentrasi, vertigo, konfusi, penurunan daya ingat,
patirasa di daerah bibir, pelo, perubahan emosional, penurunan
kesadaran.
3) Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan utama gatal-gatal pada
kulit yang disertai bisul lalu tidak sembuh-sembuh, kesemutan atau
rasa berat, mata kabur, kelemahan tubuh. Disamping itu klien juga
mengeluh poliurea, polidipsi, anorexia, mual dan muntah, BB
menurun, diare kadang-kadang disertai nyeri perut, kram otot,
gangguan tidur atau istirahat, haus, pusingatau sakit kepala, kesulitan
orgasme pada wanita dan masalah impoten pada pria.
4) Riwayat kesehatan dahulu
DM dapat terjadi saat kehamilan, penyakit pankreas, gangguan
penerimaan insulin, gangguan hormonal, konsumsi obat-obatan seperti
glukokortikoid, furosemid, thiazid, beta bloker, kontrasepsi yang

21
mengandung estrogen.
5) Riwayat kesehatan keluarga
Adanya riwayat anggota keluarga yang menderita DM
6) Pemeriksaan Fisik
a. Aktivitas dan Istirahat
- Gejala: lemah, letih, sulit bergerak atau berjalan, kram otot,
tonus otot menurun, gangguan istirahat dan tidur.
- Tanda: takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau
dengan aktivitas, letargi, disorientasi, koma
b. Sirkulasi
- Gejala : adanya riwayat penyakit hipertensi, infark miokard
akut, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus
pada kaki, penyembuhan yang lama.
- Tanda : takikardia, perubahan TD postural, nadi menurun,
disritmia, krekels, kulit panas, kering dan kemerahan, bola
mata cekung.
c. Integritas ego
- Gejala : stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial
yang berhubungan dengan kondisi.
- Tanda : ansietas, peka rangsang.
d. Eliminasi
- Gejala : perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa
nyeri terbakar, kesulitan berkemih, ISK, nyeri tekan abdomen,
diare.
- Tanda : urine encer, pucat, kuning, poliuri, bising usus lemah,
hiperaktif pada diare.
e. Makanan dan cairan
- Gejala: hilang nafsu makan, mual muntah, tidak mengikuti diet,
peningkatan masukan glukosa atau karbohidrat, penurunan
berat badan, haus, penggunaan diuretik.
- Tanda: kulit kering bersisik, turgor jelek, kekakuan, distensi

22
abdomen, muntah, pembesaran tiroid, napas bau aseton
f. Neurosensori
- Gejala: pusing, kesemutan, kebas, kelemahan pada otot,
parastesia, gangguan penglihatan.
- Tanda: disorientasi, mengantuk, letargi, stupor/koma, gangguan
memori, refleks tendon menurun, kejang.
g. Kardiovaskuler
Takikardia / nadi menurun atau tidak ada, perubahan TD postural,
hipertensi dysritmia, krekel, DVJ (GJK)
h. Pernapasan
- Gejala: merasa kekurangan oksigen, batuk dengan atau tanpa
sputum.
- Tanda: pernapsan cepat dan dalam, frekuensi meningkat.
i. Seksualitas
Gejala: rabas vagina, impoten pada pria, kesulitan orgasme pada
wanita
j. Gastro intestinal
Muntah, penurunan BB, kekakuan/distensi abdomen, anseitas,
wajah meringis pada palpitasi, bising usus lemah/menurun.
k. Muskulo skeletal
Tonus otot menurun, penurunan kekuatan otot, ulkus pada kaki,
reflek tendon menurun kesemuatan/rasa berat pada tungkai.
l. Integumen
Kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata cekung, turgor
jelek, pembesaran tiroid, demam, diaforesis (keringat banyak),
kulit rusak, lesi/ulserasi/ulku
2. Diagnosa Keperawatan Yang Biasanya Muncul
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis
2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d.
ketidakmampuan menggunakan glukose (tipe 1)
3) Ketidakstabilan gula darah berhubungan dengan imobilisasi

23
4) Defisit Volume Cairan berhubungan dengan Kehilangan volume
cairan secara aktif, Kegagalan mekanisme pengaturan
5) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik
6) Perfusi jaringan tidak efektif b.d hipoksemia jaringan.

3. Intervensi
Menurut PPNI (2018) intervensi keperawatan adalah segala treatment yang
dikerjakan oleh perawat didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis
untuk mencapai luaran (outcome) yang diharapkan. Yang nantinya
perawat akan mengimplementasikan intervensi keperawatan. Dimana
tindakan pada intervensi keperawatan terdiri atas observasi, terapeutik,
edukasi dan kolaborasi.
4. Implementasi
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan atau intervensi
dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien secara optimal.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan perbandingan yang sistemik dan terencana mengenai
kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan dan dilakukan secara
berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.
Penilaian dalam keperawatan bertujuan untuk mengatasi pemenuhan
kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses
keperawatan.

24
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

Kasus :
Klien Ny.A (58 th) dengan diagnosa medis Diabetes Melitus datang ke RS
dengan keluhan badan lemas, pusing dan buang air besar cair 5 kali. Pada saat
dilakukan pengkajian Pasien mengatakan nafsu makan berkurang, pasien hanya
habis setengah porsi dari diet RS, Pasien mengatakan mempunyai riwayat
penyakit DM sejak 3 tahun yang lalu, Anak pasien mengatakan pasien kontrol
rutin di puskesmas, namun pasien terkadang lupa untuk meminum obat rutinnya,
Pasien mengatakan untuk mandi, makan, minum dan ke kamar mandi dibantu
oleh anaknya, Pasien tampak lemas, Pasien tampak lemah, Terpasang infus NaCl
0,9% di punggung tangan kiri pasien sejak tanggal 29 Juni 2021 dan dari
pengkajian didapatkan hasil TD 100/70 mmHg, GDS 529 mg/dL.
A. Pengkajian
1. Identitas
m. Pasien
Nama Pasien : Ny. A
Tempat tanggal lahir : Makassar, 31 Desember 1960
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status Perkawinan : Kawin
Suku/Bangsa : Bugis/Indonesia

25
Alamat : Perintis KM 8
Diagnosa Medis : Diabetes Mellitus
No.RM : 009973
Tanggal Masuk RS : 29 Juni 2021

n. Penanggung Jawab/ Keluarga


Nama : Bp. R
Umur : 69 tahun
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Buruh
Alamat : Perintis KM 8
Hubungan dengan pasien : Suami
Status perkawinan : Kawin
2. Riwayat Kesehatan
a. Kesehatan Pasien
- Keluhan Utama saat Pengkajian
Pasien mengeluhkan badan lemas, pusing dan buang air besar
cair 5 kali
- Riwayat Kesehatan Sekarang
a) Alasan masuk RS : pasien mengatakan badan terasa lemas,
pusing, buang air besar cair sudah 5 kali, pasien
mempunyai riwayat DM 3 tahun yang lalu.
b) Riwayat kesehatan pasien : pasien mengatakan badan
terasa lemas, pusing sejak 3 hari yang lalu, buang air besar
cair 5 kali dalam sehari. Pada tanggal 29 Juni 2021 pasien
berobat di Poli Dalam di RS Dy kemudian pasien
menjalani rawat inap di bangsal Kirana.
- Riwayat Kesehatan Dahulu

26
a) Pasien mengatakan sakit DM sejak 3 tahun yang lalu,
pasien berobat rutin di Puskesmas, mendapatkan terapi
metformin dan glimipirid
b) Anak pasien mengatakan terkadang pasien lupa meminum
obat rutinnya

b. Riwayat Kesehatan Keluarga


- Genogram
G1

87 X X X
G2

X ? ? X X ? X ? X X X X ? ? X

58 69

G3

39 37 17

Ket.

: Perempuan : Garis keturunan

: Laki-laki ? : umur tidak diketahui

: Menikah : Pasien

27
X : Meninggal : Tinggal serumah

- Dari pihak keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit


DM seperti pasien

3. Kesehatan Fungsional
a. Aspek Fisik-Biologis
- Nutrisi
a) Sebelum sakit
Pasien makan 3x sehari, 1 porsi habis. Makanan yang
dikonsumsi pasien berupa nasi sayur dan lauk.Kemudian
pasien minum 8-10 gelas perhari(1500-2000cc) berupa air
putih.Pasien selalu minum teh manis setiap hari.
b) Selama sakit
Pasien mengatakan pasien makan 3x sehari, habis setengah
porsi. Makanan yang dikonsumsi pasien berupa nasi sayur
dan lauk. Kemudian pasien minum 8-10 gelas
perhari(1500-2000cc) berupa air putih.
- Pola Eliminasi
a) Sebelum sakit
BAB teratur setiap hari pada pagi hari. Bentuk dan warna
feses lunak berwarna kuning kecoklatan. Buang air kecil
lancar kurang lebih sebanyak 5-6 kali.
b) Selama sakit
Selama dirumah sakit pasien buang air besar cair 5 kali
dalam sehari sekali. Terdapat ampas. Warna kuning bau
khas feses. Untuk buang air kecil pasien lancarr sehari 5-6
kali sehari. Urine berwarna kuning jernih.

28
- Pola Aktivitas
a) Sebelum sakit
1) Keadaan aktivitas sehari-hari
Pasien setiap hari bekerja sebagai ibu rumah tangga.
Dalam melakukan kegiatan sehari-hari meliputi mandi,
makan, BAB/ BAK dan berpakaian pasien
melakukannya secara mandiri dan tidak menggunakan
alat bantu.
2) Keadaan pernafasa
Pasien bernafas menggunakan hidung, pernafasan
teratur.
3) Keadaan kardiovaskuler
Pasien mengatakan tidak mempunyai penyakit jantung.
b) Selama sakit
1) Keadaan aktivitas sehari-hari
Pasien setiap hari bekerja sebagai ibu rumah tangga.
Dalam melakukan kegiatan sehari-hari meliputi mandi,
makan, BAB/ BAK dan berpakaian pasien dibantu oleh
anaknya.
2) Keadaan pernafasan
Pasien bernafas menggunakan hidung, pernafasan
teratur.
3) Keadaan kardiovaskuler
Pasien mengatakan tidak berdebar-debar setelah
melakukan aktivitas
- Kebutuhan Istirahat-tidur
a) Sebelum sakit
Sebelum sakit kebutuhan istirahat-tidur pasien tercukupi,
pasien biasanya dalam sehari tidur 6-8 jam.
b) Selama sakit

29
Selama sakit pasien mengatakan tidak ada perubahan dalam
pola tidurnya di rumah sakit. Selama di Rumah Sakit pasien
lebih banyak waktunya untuk istirahat.

b. Aspek Psiko-Sosial-Spiritual
- Pemeliharaan dan pengetahuan terhadap kesehatan
Pasien mengatakan apabila sakit pasien dan keluarga berobat di
puskesmas terdekat. Pasien belum mengerti tentang pengobatan
rutin tentang penyakitnya.
- Pola hubungan
Pasien menikah satu kali, dan tinggal bersama suami
- Koping atau toleransi stres
Pengambilan keputusan dalam menjalankan tindakan dilakukan
oleh pihak keluarga, terutama suami pasien dan pasien.
- Kognitif dan persepsi tentang penyakitnya
a) Keadaan mental : Pasien dalam keadaan compos mentis
(sadar penuh)
b) Berbicara : Pasien dapat berbicara dengan lancar
c) Bahasa yang dipakai : Bahasa Jawa dan Indonesia
d) Kemampuan bicara : Tidak ada gangguan
e) Pengetahuan pasien terhadap penyakit : Pasien
mengatakan paham mengenai penyakit yang dideritanya.
f) Persepsi tentang penyakit : Pasien menurut pada apa yang
disarankan oleh keluarganya.
- Konsep diri
a) Gambaran diri
Pasien mengatakan lemas. Pasien sedikit terganggu dalam
menjalankan aktivitas karena merasa lemas.
b) Harga diri
Pasien menghargai dirinya dan selalu mempunyai harapan
terhadap hidupnya

30
c) Peran diri
Pasien mengakui perannya sebagai seorang ibu rumah
tangga, pasien mengatakan bahwa ingin segera sembuh
dan berkumpul dengan keluarga.
d) Ideal diri
Pasien lebih menurut pada keluarganya
e) Identitas diri
Pasien mengenali siapa dirinya

- Seksual
Pasien tidak memikirkan kebutuhan seksualnya
- Nilai
Pasien memahami nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat,
pasien memahami hal-hal yang baik dan yang benar

c. Aspek Lingkungan Fisik


Rumah pasien berada di pedesaan.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
- Kesadaran : Composmentis
- Status Gizi :
TB = 155cm
BB = 60 kg
IMT = 24,97 kg/m2
- Tanda Vital
TD = 100/70 mmHg
Nadi = 88 x/menit
Suhu = 36,2 oC
RR = 22 x/menit
- Skala Nyeri
Pasien mengatakan tidak merasakan nyeri pada tubuhnya.

31
b. Pemeriksaan Secara Sistematik (Cephalo-Caudal)
- Kulit
Kulit lembab berwarna sawo matang, tidak terdapat lesi,
pertumbuhan rambut merata. Turgor kulit baik.
- Kepala
a) Rambut : Rambut lurus, rambut hitam terdapat uban, dan
berambut tebal.Rambut tertata rapi.
b) Mata : Konjungtiva tidak anemis, dilatasi pupil normal,
reflek pupil baik, sklera baik
c) Hidung : Normal dan simetris tidak terdapat lesi.
d) Telinga : Kedua lubang telinga bersih tidak mengeluarkan
cairan
e) Mulut : Mulut bersih, tidak ada gigi palsu, gigi rapat
berwarna putih kekuningan, mukosa bibir lembab, tidak
berbau mulut
- Leher
Tidak ada benjolan ( tidak terdapat pembesaran vena jugularis)
- Tengkuk
Pada tengkuk tidak terdapat benjolan yang abnormal.
- Thorax
a) Inspeksi : Simetris, tidak ada pertumbuhan rambut, warna
kulit merata
b) Palpasi : tidak ada nyeri tekan, ekspansi dada simetris
c) Perkusi : suara sonor
d) Auskultasi : suara trakheal, bronkhial, bronko vesikuler
- Kardivaskuler
a) Inspeksi : tidak ada lesi, warna kulit merata, persebaran
rambut merata
b) Palpasi : Teraba iktus kordis pada interkostalis ke 5, 2 cm
dari midklavikularis kiri.
c) Perkusi : Suara redup

32
d) Auskultasi : Suara S1 dan S2 normal
- Punggung
Bentuk punggung simetris, tidak terdapat luka, kulit berwarna
sawo matang..
- Abdomen
a) Inspeksi : Warna kulit sawo matang, warna kulit merata,
tidak terdapat bekas luka.
b) Auskultasi : Peristaltik usus 38 kali permenit, terdengar
jelas
c) Perkusi : Terdengar hasil ketukan ―tympani‖ di semua
kuadran abdomen
d) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan,, tidak terdapat edema, tidak
terdapat massa dan benjolan yang abnormal
- Panggul
Bentuk panggul normal, warna kulit panggul merata
kecoklatan, tidak terdapat lesi, pertumbuhan rambut tipis
merata
- Anus dan rectum Pada anus dan rectum normal, tidak terdapat
lesi, tidak tedapat pembengkakan. Warna merah tua.
- Genetalia
Pada Genetalia pasien normal, tidak ada luka.
- Ekstremitas
a) Atas
Tangan kanan dan kiri bisa digerakkan secara leluasa.
Kekuatan otot 5, Tangan kiri terpasang infus NaCl 0,9 % 20
tpm.
b) Bawah
Kedua telapak kaki kanan dan kiri tidak terjadi kelemahan,
anggota gerak lengkap, tidak terdapat edema, kekuatan otot
5, Kuku pada jari kaki terlihat bersih
Pemeriksaan body sistem dalam 6B

33
B1 Breathing : Hidung normal dan terlihat simetris tidak terdapat lesi, tidak ada
cekret atau cairan, fungsih penciuman baik, serta dapat membedakan bau minyak
angin dan parfum. Benduk dada Simetris, tidak ada pertumbuhan rambut, warna
kulit merata, tidak ada nyeri tekan, ekspansi dada simetris, suara sonor, suara
trakheal, bronkhial, bronko vesikuler.

B2 Bleading : Pada Kardivaskuler tidak ada lesi, warna kulit merata, persebaran
rambut merata, Teraba iktus kordis pada interkostalis ke 5, 2 cm dari
midklavikularis kiri.Suara redup, suara jantung normal.

B3 Brain : Persyarafan, nilai GCS 15 (E:4, V:5, M:6), pasien tampak lemas,
kepala dan wajah simetris, gerakan wajah normal, mata simetris, fungsih
pendengaran normal, fungsih penciuman normal, fungsih pengecapan normal,
fungsih penglihatan normal.

B4 Bladder : Pada perkemihan-eliminasi frekuensi minum klien 4-5 kali


perhari, urine warna kuning bening dengan bau khas. Pasien mengatakan tidak ada
gangguan pada pola eliminasi urine.

B5 Bowel : Pada pencernaan-eliminasin tidak terdapat peradangan, Tidak ada


nyeri tekan, tidak terdapat edema, tidak terdapat massa dan benjolan yang
abnormal, BAB dengan konsistensi lunak

B6 Bone : pada pemeriksaan tulang-otot-integumen pergerakan sendi pasien


baik. Ekstermitas atas Tangan kanan dan kiri bisa digerakkan secara leluasa tidak
ada fraktur dan nyeri otot. Kekuatan otot 5, Tangan kiri terpasang infus NaCl 0,9
% 20 tpm. Ekstermitas Bawah Kedua telapak kaki kanan dan kiri tidak terjadi
kelemahan, anggota gerak lengkap, tidak terdapat edema dan fraktur, kekuatan
otot 5, Kuku pada jari kaki terlihat bersih.

5. Pemeriksaan Laboratorium

34
a. Pemeriksaan Patologi Klinik
Ny. A dari Ruang Kirana RS Dy , Senin, 2 Juli 2021
No Jenis Pemeriksaan Hasil (Satuan) Satuan Nilai Rujukan
1 Hemoglobin 12,5 Mg/dL 75-140
2 Eritrosit 3,79 M/uL 3,9 – 5,5
3 GDS 529 Mg/dL <200
4 Leukosit 14.600 K/uL 4.000 – 10.000

b. Terapi Pengobatan
Ny. A dari Ruang Kirana RS Dy , Senin, 2 Juli 2021
Hari/Tanggal Obat Dosis dan satuan Rute
Senin, 2 Juli 2021 NaCl 0,9% 20 tpm IV
Novorapid 3 x 12 ui SC
Selasa, 3 Juli 2021 Ceftriaxone 1 gram/12jam IV
NaCl 0,9% 20 tpm IV
Rabu, 4 Juli 2020 Novorapid 3 x 16 ui SC
Ceftriaxone 1 gram/12jam IV

6. Analisa Data
DATA MASALAH PENYEBAB
DS : Risiko gangguan Ketidakpatuhan
- Pasien mengatakan lemas dan ketidakseimbangan dalam
pusing kadar glukosa pengobatan
- Pasien mengatakan nafsumakan darah
berkurang, pasien hanya habis
setengah porsi dari diet RS
- Pasien mengatakan mempunyai

35
riwayat penyakit DM sejak 3
tahun yang lalu
- Anak pasien mengatakan pasien
kontrol rutin di puskesmas,
namun pasien terkadang lupa
untuk meminum obat rutinnya
DO :
- GDS 529 mg/dL
- Pasien tampak lemas

DS : Defisit perawatan Kelemahan


- Pasien mengatakan lemas dan diri fisik
pusing Pasien mengatakan, untuk
mandi, makan, minum dan ke
kamar mandi dibantu oleh
anaknya
DO :
- Pasien tampak lemah
- TD 100/70 mmHg
DS : - Risiko infeksi Prosedure
DO : invasif
- Terpasang infus NaCl 0,9% di
punggung tangan kiri pasien sejak
tanggal 29 Juni 2021

B. Diagnosa
1. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik, ditandai
dengan :
DS :

36
- Pasien mengatakan lemas dan pusing
- Pasien mengatakan, untuk mandi, makan, minum danke kamar
mandi dibantu oleh anaknya
DO :
- Pasien tampak lemah TD 100/70 mmHg
2. Risiko gangguan ketidakseimbangan kadar glukosa dalam darah dengan
factor risiko ketidakpatuhan dalam pengobatan, ditandai dengan :
DS :
- Pasien mengatakan lemas dan pusing
- Pasien mengatakan nafsumakan berkurang, pasien hanya habis
setengah porsi dari diet RS
- Pasien mengatakan mempunyai riwayat penyakit DM sejak 3 tahun
yang lalu
- Anak pasien mengatakan pasien kontrol rutin di puskesmas, namun
pasien terkadang lupa untuk meminum obat rutinnya
DO :
- GDS 529 mg/dL
- Pasien tampak lemas
3. Risiko infeksi dengan factor risiko procedure invasive
DS :
-
DO :
- Terpasang infus NaCl 0,9% dipunggung tangan kiri pasien sejak
tanggal 29 Juni 2021

37
38
C. Intervensi
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
1 Risiko gangguan Setelah dilakukan asuhan a. Monitor tingkat a. Pasien patuh dalam pengobatan.
ketidakseimbangan keperawatan selama 3 x 24 jam, kepatuhan pasien dalam b. Pasien mengetahui pengobatan
kadar glukosa risiko ketidakstabilan kadar glukosa pengobatan DM
darah dengan factor darah teratasi dengan kriteria : b. Pendidikan Kesehatan c. Pasien dan keluarga dapat
risiko a. Pasien mengatakan bersedia tentang pengobatan mengelola pengobatan DM
ketidakpatuhan patuh dalam pengobatan DM selama di rumah
dalam pengobatan b. GDS <200 c. Ajarkan pasien dan d. Novorapid injeksi sebagai
c. Pasien dapat merubah pola hidup keluarga cara pengganti fungsi insulin dalam
DM penggunaan injeksi tubuh untuk menstabilkan kadar
d. Pasien dan keluarga dapat novorapid selama glukosa dalam darah
mengelola terapi pengobatan DM dirumah
selama dirumah d. Kolaborasi dengan
dokter pemberian
injeksi novorapid 3x12
unit/SC
2 Risiko Infeksi Setelah dilakukan asuhan a. Pantau tanda-tanda a. Mengidentifikasi tanda-tanda

38
berhubungan keperawatan selama 3 x 24 jam vital. peradangan terutama bila suhu
dengan procedure infeksi tidak terjadi dengan kriteria: b. Lakukan perawatan tubuh meningkat
invasive a. Tidak ada tanda-tanda infeksi terhadap prosedur b. Mengendalikan penyebaran
(dolor, kalor, rubor, tumor, invasif seperti infus, mikroorganisme patogen.
fungtio laesa) kateter, drainase luka c. Untuk mengurangi risiko infeksi
b. Luka bersih, tidak lembab dan c. Jika ditemukan tanda nosokomial.
tidak kotor. infeksi kolaborasi d. Penurunan Hb dan peningkatan
c. Balutan infus bersih, tidak, untuk pemeriksaan jumlah leukosit dari normal bisa
lembab, dan tidak kotor darah, seperti Hb dan terjadi akibat terjadinya proses
d. Tanda-tanda vital dalam batas leukosit infeksi
normal. d. Kolaborasi untuk e. Antibiotik mencegah perkembangan
(TD: 110-120/60-80 mmHg, N: pemberian antibiotik mikroorganisme patogen.
60-100 x/mnt, RR: 16- 20x/mnt, ceftriaxone 1gr/24 jam
S :36- 36,5°C).
3 Defisit perawatan Setelah dilakukan tindakan a. Observasi tingkat a. Mengetahui keadekuatan pasien
diri berhubungan keperawatan selama 3x24 jam, kemandirian pasien dalam melakukan personal hygiene
dengan nyeri, diharapkan kebutuhan personal dalam melakukan b. Sebagai upaya menjaga kebersihan
kelemahan hygiene pasien dapat terpenuhi personal hygiene tubuh pasien
dengan kriteria hasil b. Berikan Air hangat c. Menekankan pentingnya kebersihan

39
- Kebersihan pasien terjagn c. Motivasi pasien untuk tubuh agar tidak terjadi komplikasi
- Pasien tidak bau personal hygiene 2 kali atau infeksii nosokomial
sehari pagi dan sore
d. Motivasi keluarga
untuk menjaga
kebersihan diri dan
lingkungan ketika
membesuk

D. Implementasi Dan Evaluasi

40
1. Diagnosa keperawatan : Risiko gangguan ketidakseimbangan kadar glukosa darah berhubungan dengan
ketidakpatuhan dalam pengobata
Hari/Tanggal Pelaksanaan Evaluasi
Senin, 2 Juli Jam 10.00 Jam 14.00
2021 Menanyakan tingkat kepatuhan pasien dalam pengobatan S:
Jam 10.10 - Pasien mengatakan selalu kontrol rutin ke
Mengajarkan pasien tentang pengobatan DM puskesmas Anak pasien mengatakan terkadang
Jam 11.30 pasien lupa meminum obat rutinnya Pasien
Melakukan kolaborasi dengan dokter pemberian injeksi mengatakan obat sudah disuntikan
novorapid 3x12 unit/sc O:
- Obat rutin metformin dalam sebulan masih tersisa
Pasien memahami apabila harus berobat rutin
Injeksi novorapid 12 unit/SC berhasil diberikan di
lengan atas pasien
A:
- Risiko ketidakstabilan kadar glukosa dalam darah
teratasi sebagian
P:
- Lanjutkan intervensi, Kelola pemberian injeksi

41
novorapid 12 unit/SC
Jam 18.00 Jam 18.40
Melakukan kolaborasi dengan dokter pemberian injeksi S :
novorapid 3x12 unitb - Pasien mengatakan obat sudah disuntikan
O:
- Injeksi novorapid 12 unit/SC berhasil diberikan di
lengan atas pasien
A:
- Risiko ketidakstabilan kadar glukosa dalam darah
teratasi sebagian
P:
- Lanjutkan intervensi, Kelola pemberian injeksi
novorapid 12 unit/SC
Selasa, 3 Juli Jam 06.00 Jam 06.10
2021 Melakukan kolaborasi dengan dokter pemberian injeksi S :
novorapid 3x12 unit dan mengajarkan pasien dan keluarga - Pasien mengatakan obat sudah disuntikan Keluarga
untuk memberikan novorapid 12unit/ SC pasien mengatakan belum berani menyuntikkan
obatnya
O:

42
- Injeksi novorapid 12 unit/SC berhasil diberikan di
lengan atas pasien
A:
- Risiko ketidakstabilan kadar glukosa dalam darah
teratasi sebagian
P:
- Lanjutkan intervensi Kolaborasi dengan dokter
pemberian injeksi novorapid 12 unit/SC
Jam 11.30 Jam 11.40
Melakukan kolaborasi dengan dokter pemberian injeksi S :
novorapid 3x16 unit dan mengajarkan pasien dan keluarga - Pasien mengatakan lemas berkurang
untuk memberikan novorapid 16unit/ SC - Pasien mengatakan obat sudah disuntikan Keluarga
- Pasien mengatakan mau belajar menyuntikkan
obatnya
O:
- Injeksi novorapid 12 unit/SC berhasil diberikan di
lengan atas pasien
A:
- Risiko ketidakstabilan kadar glukosa dalam darah

43
teratasi sebagian
P:
- Lanjutkan intervensi Kolaborasi dengan dokter
pemberian injeksi novorapid 12 unit/SC
Jam 18.00 Jam 18.10
Melakukan kolaborasi dengan dokter pemberian injeksi S :
novorapid 3x16 unit dan mengajarkan pasien dan keluarga - Pasien mengatakan badan sudah enakan Pasien
untuk memberikan novorapid 16unit/ SC mengatakan obat sudah disuntikan Keluarga pasien
mengatakan mau belajar menyuntikkan obatnya
O:
- Injeksi novorapid 12 unit/SC berhasil diberikan di
lengan atas pasien
A:
- Risiko ketidakstabilan kadar glukosa dalam darah
teratasi sebagian
P:
- Lanjutkan intervensi Kolaborasi dengan dokter
pemberian injeksi novorapid 12 unit/SC
Rabu, 4 Juli Jam 11.30 Jam 11.40

44
2021 Melakukan kolaborasi dengan dokter pemberian injeksi S :
novorapid 3x16 unit dan mengajarkan pasien dan keluarga - Pasien mengatakan lemas berkurang
untuk memberikan novorapid 16unit/ SC - Pasien mengatakan obat sudah disuntikan
- Keluarga pasien mengatakan sudah bisa
menyuntikkan obatnya.
O:
- Injeksi novorapid 12 unit/SC berhasil diberikan di
lengan atas pasien
- Keluarga mampu mengelola novorapid injeksi
dengan benar
A:
- Risiko ketidakstabilan kadar glukosa dalam darah
teratasi
P:
- Intervensi Dihentikan

2. Diagnosa keperawatan : Risiko infeksi dengan factor risiko prosedure invasive

45
Hari/Tanggal Pelaksanaan Evaluasi
Senin, 2 Juli Jam 09.00 Jam 12.00
2021 Memantau tanda-tanda vital pasien S:
Jam 11.00 - Pasien mengatakan masi lemas dan pusing
Melakukan Kolaborasi untuk pemberian antibiotik - Pasien mengatakan tidak sakit saat obat
ceftriaxone 1gr/24 jam disuntikkan
O:
- TD = 100/70 mmHg
- Nadi = 88 x/menit
- Suhu = 36,2 oC
- RR = 22 x/menit
- Injeksi ceftriaxone 1 gram berhasil disuntikkan
melalui kateter infus pasien ditangan kiri
A:
- Risiko infeksi teratasi sebagian
P:
- Lanjutkan intervensi
Selasa, 3 Juli Jam 08.00 Jam 14.00
2021 Melakukan dressing infus S:

46
- Pasien mengatakan infusnya tidak terasa gatal
O:
- Tidak Nampak tanda-tanda infeksi pada
pemasangan infus ditangan kiri pasien, Injeksi
ceftriaxone 1 gram berhasil disuntikkan melalui
kateter infus pasien ditangan kiri
A:
- Risiko infeksi teratasi sebagian

P:
- Lanjutkan intervensi

47
Rabu, 4 Juli Jam 09.00 Jam 14.00
2021 Melakukan kolaborasi dengan dokter pemberian antibiotic S : Pasien mengatakan tidak sakit saat obat disuntikkan,
ceftriaxone 1 gram/24jam/ IV Pasien mengatakan terasa lega setelah infus dan kateter
Jam 13.00 dilepas
Melakukan ap infus O : Injeksi ceftriaxone 1 gram berhasil disuntikkan
melalui kateter infus pasien ditangan kiri, Kateter infus
berhasil diaff
A : Risiko infeksi teratasi
P : Hentikan intervensi, pasien BLPL

3. Diagnosa keperawatan : Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik


Hari/Tanggal Pelaksanaan Evaluasi
Senin, 2 Juli Jam 16.00 Jam 16.20
2021 Mengobservasi tingkat kemandirian pasien dalam S :
melakukan personal hygiene - Pasien mengatakan mandi dibantu oleh anaknya
Jam 16.10 karena masih terasa pusing Pasien mengatakan
Memotivasi pasien untuk personal hygiene 2 kali sehari, mandi sehari sekali pada pagi hari, karena pasien
pagi dan sore tidak bisa mandi sendiri, harus dibantu oleh

48
anaknya
O:
- Pasien tampak lemah dan pucat Wajah pasien
nampak berminnyak dan kulitnya terasa lengket
A:
- Defisit perawatan diri belum teratasi
P:
- Lanjutkan intervensi
Selasa, 3 Juli Jam 07.00 Jam 07.10
2021 Mengobservasi tingkat kemandirian pasien dalam S : Pasien mengatakan masih agak lemas
melakukan personal hygiene O : TTD 110/70 mmHg
Jam 07.10 Memotivasi pasien untuk personal hygiene 2 kali Jam 07.20
sehari, pagi dan sore S : Pasien mengatakan sudah mandi, dan bersedia mandi
2 kali sehari pagi ini sama nanti sore
O : Pasien tampak bersih dan pakiannya rapi
Jam 16.00 Jam 16.10
Mengobservasi tingkat kemandirian pasien dalam S : Pasien belajar mandi sendiri
melakukan personal hygiene O : Pasien tampak lebih bugar
Jam 16.10 Jam 16.20

49
Memotivasi pasien untuk personal hygiene 2 kali sehari, S : Pasien mengatakan sudah mandi,
pagi dan sore O : Pasien tampak bersih dan pakiannya rapi
Jam 16.20
S : Pasien belajar mandi sendiri Pasien mengatakan
sudah mandi,
O : Pasien tampak bersih dan pakiannya rapi Pasien
tampak lebih bugar
A : Defisit perawatan teratasi
P : Hentikan intervensi

50
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sistem endokrin merupakan sistem kelenjar yang bekerja pada tubuh
manusia yang hasil sekresinya langsung ke dalam darah tanpa melewati
duktus atau saluran dan dari sekresi tersebut adalah hormon. Dimana
Hormon merupakan zat kimia yang dibawa dalam aliran darah ke jaringan
dan organ kemudian merangsang hormon untuk melakukan tindakan
tertentu.
Dimana yang termasuk kelenjar endokrin adalah Hipotalamus, Hipofisis
anterior dan posterior, Kelenjar Tiroid,Kelenjar Paratiroid, Pulau
Langerhans, Anak ginjal, kortex dan medula, Gonad (ovarium dan testis),
Sel APUD di lambung, usus dan pankreas.
Sistem endokrin berfungsih Mendiferensiasi sistem reproduksi dan CNS
dalam tumbuh kembang janin menstimulasi urutan pertumbuhan dan
tumbuh kembangnya masa kanak-2 dan kedewasaan. mengkoordinasi
sistem reproduksi wanita dan pria mempertahankan optimalitas lingkungan
internal sepanjang hidup individu. menginisiasi respon korektif dan
adaptatif saat emergensi.
Beberapa penyakit yang dapat menyerang sistem endokrin atau terdapat
pada kelenjar endokrin yaitu Diabetes Mellitus, Diabetes Insipidus,
Hipotiroid, Hipertiroid, Penyakit Addison, Sindrom Cushing dan Sindrom
Adrenogenital

B. Saran
Semoga makalah yang kami susun dapat dimanfaatkan seluas-luasnya,
sehingga dapat menunjang proses pembelajaran dan semakin
mengefektifkan kemandirian dan kreativitas mahasiswa. Selain itu,
mahasiswa perlu mencari referensi tambahan untuk mendukung proses
pembelajaran dan penerapannya di dunia kerja .

51
DAFTAR PUSTAKA

Angriani, S., Hariani, H., & Dwianti, U. (2019). Efektifitas Perawatan Luka
Modern Dressing Dengan Metode Moist Wound Healing Pada Ulkus
Diabetik Di Klinik Perawatan Luka Etn Centre Makassar. Politeknik
Kesehatan Makassar, 10(01), 2087–2122.

Bhatt, H., Saklani, S., & Upadhayay, K. (2016). Anti-oxidant and anti-diabetic
activities of ethanolic extract of Primula Denticulata Flowers. Indonesian
Journal of Pharmacy, 27(2), 74–79.
https://doi.org/10.14499/indonesianjpharm27iss2pp74

Chrisanto, E. Y. (2017). Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Sikap Perawat


tentang Perawatan Ulkus Diabetik dengan Metode Moist Wound Healing di
RSD Mayjend H. M. Ryacudu Kotabumi Lampung Utara Tahun 2017.
Jurnal Kesehatan Holistik (The Journal of Holistic Healthcare), 11(2), 123–
131.

Dyah, E., & Faik, A. (2021). Kodefikasi Terkait Sistem Endokrin Dan Digestif
(KKPMT 2). In Modul KKPMT 2 (2nd ed.). Semarang.

Firmansyah, M. R. (2018). Hubungan Efikasi Diri Dengan Kadar Gula Darah


Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Di Puskesmas 7 Ulu Palembang Tahun
2017. Aisyiyah Medika, 1, 1–7.

Kuswinarti, & Kusumawati, M. (2020). Gambaran Penderita Diabetes Mellitus


tipe 2 dengan Obat Antidiabetik Oral. 61–75.

Ningsih, D. P., & Kusuma, Y. L. (2017). Diabetes Mellitus, Stres dan Manajemen
Stres. In STIKes Majapahit Mojokerto (Vol. 1).

Octavia, R. D. (2020). Asuhan Keperawatan Klien Dengan DiabetesMellitus Di


RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan Tahun 2020. 1–109.

52
Rostika, F., Hikayati, & Sigit, P. (2017). Pelatihan Senam Kaki Pada Penderita
Diabetes Mellitus Dalam Upaya Pencegahan Komplikasi Diabetes Pada Kaki
(Diabetes Foot). Jurnal Pengabdian Sriwijaya, 1(1), 7–15.
https://doi.org/10.37061/jps.v1i1.1543

Srimiyati. (2018). Pengetahuan Pencegahan Kaki Diabetik Penderita Diabetes


Melitus Berpengaruh terhadap Perawatan Kaki. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu
Kesehatan: MEDISAINS, 16(2), 76–82.
https://doi.org/10.30595/medisains.v16i2.2721

Utomo, D. W., & Hidayat, N. (2017). Pemodelan Sistem Pakar Diagnosis


Penyakit pada Sistem Endokrin Manusia dengan Metode Dempster-Shafer.
Pengembangan Teknologi Informasi Dan Ilmu Komputer, 1(9), 893–903.
Retrieved from http://j-ptiik.ub.ac.id

53

Anda mungkin juga menyukai