Disusun oleh :
Kelompok Tutor 03
FAKULTAS KEPERAWATAN
1
Diabetes Mellitus tipe 1 | Tutor 3
UNIVERSITAS PADJADJARAN
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini disusun
untuk memenuhi tugas dan diajukan untuk memenuhi standar proses pembelajaran pada mata
kuliah Sistem Endokrin I.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
penyusunan makalah ini :
1. Kedua orang tua tercinta yang telah memberikan doa dan dukungannya;
2. Ibu Nursiswati, SKep.,Ners.,MKep.,Sp.KMB selaku koordinator mata kuliah Sistem
Endokrin;
3. Ibu Anastasia Anna, S.Kp., M.Kes selaku dosen tutor yang selalu membimbing penulis
dalam SGD;
4. Seluruh dosen dan pegawai Fakultas Keperawatan Unpad;
5. Teman-teman yang telah memberikan ide dan semangat;
6. Pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu proses
penyusunan makalah ini sehingga dapat diselesaikan tepat waktu.
Namun demikian, sesuai pepatah “Tiada gading yang tidak retak”, penulis menyadari
berbagai kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, diharapkan kritik dan saran yang
membangun untuk perbaikan kedepannya.
Akhir kata, penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat dalam proses pembelajaran di
Fakultas Keperawatan.
Penulis
2
Diabetes Mellitus tipe 1 | Tutor 3
BAB I
PENDAHULUAN
3
Diabetes Mellitus tipe 1 | Tutor 3
India (31,7 juta), Cina (20,8 juta) dan Amerika Serikat (17,7 juta). Diperkirakan jumlah tersebut
akan meningkat pada tahun 2030, India (79,4 juta), Cina (42,3 juta), Amerika Serikat (30,3 juta)
dan Indonesia (21,3 juta) (Darmono,
2005).
Di Indonesia sendiri, berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007,
dari 24417 responden berusia >15 tahun, 10,2% mengalami Toleransi GlukosaTerganggu (kadar
glukosa 140-200 mg/dl setelah puasa selama 14 jam dan diberi glukosa oral 75 gram). Sebanyak
1,5% mengalami Diabetes Melitus yang terdiagnosis dan 4,2% mengalami Diabetes Melitus
yang tidak terdiagnosis. Baik DM maupun TGT lebih banyak ditemukan pada wanita
dibandingkan pria, dan lebih sering pada golongan dengan tingkat pendidikan dan status sosial
rendah. Daerah dengan angka penderita DM paling tinggi yaitu Kalimantan Barat dan Maluku
Utara yaitu 11,1 %, sedangkan kelompok usia penderita DM terbanyak adalah 55-64 tahun yaitu
13,5%. Beberapa hal yang dihubungkan dengan risiko terkena DM adalah obesitas (sentral),
hipertensi, kurangnya aktivitas fisik dan konsumsi sayur-buah kurang dari 5 porsi perhari.
Peningkatan jumlah diabetesi disebabkan keterlambatan penegakan diagnosis penyakit
tersebut. Pasien sudah meninggal akibat kompikasi sebelum adanya penegakan diagnosis
(Sudoyo et al, 2006). Penyebab keterlambatan penegakan diagnosis tersebut adalah banyaknya
faktor yang berpengaruh terhadap pilihan-pilihan yang ada atau beragamnya variabel. Sangat
disayangkan bahwa banyak penderita diabetes yang tidak menyadari dirinya mengidap penyakit
yang lebih sering disebut penyakit gula atau kencing manis. Hal ini mungkin disebabkan
minimnya informasi masyarakat tentang diabetes terutama gejala-gejalanya.
1.2 Tujuan
a. Mahasiswa mampu memahami anatomi dan fisiologis pancreas
b. Mahasiswa mampu memahami konsep diabetes mellitus tipe 1
c. Mahasiswa mampu membuat diagnosa yang tepat bagi klien dengan gangguan diabetes
mellitus tipe 1
d. Mahasiswa mampu membuat rencana asuhan keperawatan bagi klien dengan gangguan
diabetes mellitus tipe 1
4
Diabetes Mellitus tipe 1 | Tutor 3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 KASUS
Seorang anak laki-laki berusia 13 tahun BB 28 Kg, dibawa ke rumah sakit oleh orang tuanya.
Pada saat dikaji kesadaran anak apatis, turgor jelek, ekstremitas dingin dan lembab, HR 108x/mt,
RR 20x/mt, menangis lemah tanpa keluar air mata sewaktu dilakukan pengambilan darah tanpa
didampingi ayah dan ibunya. Gula darah puasa 419 mg/dl, gula darah post pandrial 573 mg/dl.
5
Diabetes Mellitus tipe 1 | Tutor 3
ke daerah luar dengan eksositosis. Kemudian insulin melintasi membran basalis sel B serta
kapiler berdekatan dan endotel fenestrata kapiler untuk mencapai aliran darah (Ganong,
1995). Sel alfa yang mencakup kira-kira 25 % dari seluruh sel mensekresikan glukagon. Sel
delta yang merupakan 10 % dari seluruh sel mensekresikan somatostatin (Pearce, 2000)
b. Fisiologi Pankreas
Kelenjar pankreas dalam mengatur metabolisme glukosa dalam tubuh berupa hormon-
hormon yang disekresikan oleh sel – sel di pulau langerhans. Hormon-hormon ini dapat
diklasifikasikan sebagai hormon yang merendahkan kadar glukosa darah yaitu insulin dan
hormon yang dapat meningkatkan glukosa darah yaitu glukagon.
Fisiologi Insulin :
Hubungan yang erat antara berbagai jenis sel dipulau langerhans menyebabkan timbulnya
pengaturan secara langsung sekresi beberapa jenis hormone lainnya, contohnya insulin
menghambat sekresi glukagon, somatostatin menghambat sekresi glukagon dan insulin.
6
Diabetes Mellitus tipe 1 | Tutor 3
Insulin dilepaskan pada suatu kadar batas oleh sel-sel beta pulau langerhans. Rangsangan
utama pelepasan insulin diatas kadar basal adalah peningkatan kadar glukosa darah. Kadar
glukosa darah puasa dalam keadaan normal adalah 80-90 mg/dl. Insulin bekerja dengan cara
berkaitan dengan reseptor insulin dan setelah berikatan, insulin bekerja melalui perantara
kedua untuk menyebabkan peningkatan transportasi glukosa kedalam sel dan dapat segera
digunakan untuk menghasilkan energi atau dapat disimpan didalam hati. (Guyton & Hall,
1999)
2.3 DEFINISI
Istilah diabetes mellitus merujuk pada suatu gangguan metabolik akibat berbagai predisposisi
yang dikarakteristikan dengan adanya hiperglikemia kronis dengan gangguan metabolisme
karbohidrat, lemak, protein akibat defek sekresi insulin, insulin action atau keduanya (WHO,
2000)
Sedangkan diabetes mellitus tipe-1 lebih diakibatkan oleh karena berkurangnya sekresi insulin
akibat kerusakan sel beta pankreas yang didasari proses autoimun.
2.4 ETIOLOGI
Penyebab diabetes mellitus tipe-1 yaitu:
a. Respon autoimun
Diabetes tipe 1 biasanya merupakan penyakit autoimun yang progresif, dimana sel-sel
beta yang memproduksi insulin secara perlahan dihancurkan oleh kekebalan tubuh
sendiri. Tidak diketahui awal mulanya terjadi peristiwa kekebalan tubuh ini, tetapi bukti
menunjukkan bahwa kecenderungan genetik dan faktor lingkungan seperti infeksi virus
terlibat.
b. Faktor genetik
Para peneliti telah menemukan setidaknya 18 lokasi genetik, berlabel IDDM1 – IDDM18
yang terkait dengan diabetes tipe 1. Wilayah IDDM 1 mengandung gen HLA yang
menyandi protein yang disebut major histocompatibility complex. Gen-gen di wilayah ini
mempengaruhi respon imun. Kemajuan terbaru dalam penelitian genetik yang
mengidentifikasi komponen genetik lain dari diabetes tipe 1. Kromosom dan gen lain
terus diidentifikasi.
7
Diabetes Mellitus tipe 1 | Tutor 3
8
Diabetes Mellitus tipe 1 | Tutor 3
2.6 KOMPLIKASI
Secara garis besar komplikasi diabetes mellitus dibagi 2 yaitu:
1) Komplikasi metabolik.
Komplikasi metabolik yang paling sering ditemui adalah pada DM tipe 1 yaitu
ketoasidosis diabetik (DKA), yang ditandai dengan adanya hiperglikemia (gula darah .
300 mg/dl), asidosis metabolik akibat penimbunan benda keton dan diuresis osmotik.
2) Komplikasi vascular jangka panjang.
Komplikasi vaskular jangka panjang melibatkan pembuluh-pembuluh darah kecil
(mikroangiopati) diantaranya retinopati diabetik, nefropati diabetik, dan komplikasi
pembuluh darah sedang maupun besar (makroangiopati) antara lain aterosklerosis,
gangren pada ekstremitas dan stroke akibat DM.
9
Diabetes Mellitus tipe 1 | Tutor 3
kadar gula darah puasanya, setelah dua kali pemeriksaan tidak beranjak dari nilai di
atas 140 mg/dl.
- Tes toleransi glukosa oral (oral glucose tolerance test), penilaian kemampuan tubuh
dalam menangani kelebihan gula seusai minum cairan berkadar glukosa tinggi.
Caranya, darah pasien yang telah berpuasa selama 10 jam (jangan lebih dari 16 jam)
diambil untuk diperiksa. Segera setelah darah diperoleh, pasien diberi minuman yang
mengandung 75 gr glukosa (1, 75 g/kgBB untuk anak-anak dan 100 g bagi wanita
hamil). Darah pasien kemudian diambil lagi setelah ½, 1, 2, 3 jam untuk diperiksa.
Kadar gula darah < 110 mg/dl dianggap sebagai respon gula darah yang normal.
Gula darah disimpulkan terganggu (impaired fasting glucose) jika hasil pemeriksaan
menunjuk pada kisaran angka > 110 hingga < 120 mg/dl. Jika hasil uji gula darah
mencapai angka > 140 mg/dl sampai < 120 mg/dl pada 2 jam postpandrial, dikatakan
sebagai toleranso glukosa terganggy (impaired glucose tolerance). Pasien dipastikan
mengidap DM seandainya gula darah 2 jam postpandrial bernilai > 120 mg/dl.
Patokan kadar glukosa darah sewaktu
Dan puasa untuk menyaring dan mendiagnosis DM
Bukan Belum pasti Pasti
Kadar gula Plasma vena < 100 100-199 200
darah sewaktu Darah kapiler < 90 90-199 200
(mg/dl)
Kadar gula Plasma vena < 100 100-125 126
darah puasa Darah kapiler < 90 90-99 100
(mg/dl)
Sumber : Konsesus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia, PERKENI 2006
Untuk pengukuran glukosa darah menggunakan sampel serum. Pengambilan darah harus
dilakukan pada lengan yang berlawanan dengan lengan tempat pemasangan selang IV.
Pengambilan darah pada lengan yang terpasang selang IV dapat dilakukan asalkan aliran
selang dihentikan paling tidak selama 5 menit dan lengan diangkat untuk mengalirkan
cairan infuse menjauhi vena-vena. Pencemaran 10% oleh cairan dextrose 5% (D5W)
dapat meningkatkan kadar glukosa dalam sampel sebesar 500 mg/dl atau lebih. Pasien
diambil darah vena 3-5 ml dikumpulkan dalam tabung bertutup merah (tanpa
10
Diabetes Mellitus tipe 1 | Tutor 3
antikoagulan) atau dalam tabung tutup abu-abu (berisi NaF). Darah yang telah diperoleh
disentrifus, kemudian serum atau plasmanya dipisahkan dan diperiksa kadar glukosa.
Pemeriksaan glukosa pun bisa menggukan glucose meter.
b. Pemeriksaan kadar kolesterol dan trigleserida menjadi penting karena diabetes memiliki
kecenderungan yang lebih tinggi untuk mengalami aterosklerosis dan
hiperlipoproteinemia tipe IV (ditandai dengan peningkatan VLDL). Tingginya kadar
kolesterol dan trigleserida memerlukan penanganan diet yang khusus. Sebelum
pengambilan sampel darah, pasien akan diminta untuk berpuasa selama sekitar 10-12
jam, namun tidak lebih dari 16 jam. Karena alasan ini, tes kolesterol biasanya dilakukan
di pagi hari setelah berpuasa semalam. Selama berpuasa, pasien boleh minum air dan
mungkin juga mengambil obat-obatan biasa (bukan obat yang dapat meningkatkan kadar
kolesterol seperti steroid anabolik, beta blocker, epinefrin, kontrasepsi oral, dan vitamin
D). Sampel darah diambil dengan memasukkan jarum ke pembuluh darah di lengan.
Hasilnya kemudian dikirim ke laboratorium untuk analisis. Bila menggunakan alat
pengukur kolesterol portabel, sampel darah cukup diambil dengan menusuk kulit di ujung
jari. Pengukuran kolesterol di laboratorium biasanya memberikan hasil yang lebih akurat
daripada dengan alat portabel.
c. Pemeriksaan kadar kalium berguna mengetahui derajat katabolisme protein.
d. Hasil pemeriksaan BUN (Blood Urea Nitrogen) dan kreatinin serum yang tidak normal
menguatkan nefropati yang membahayakan.
e. Pemeriksaan HbA1c sangat bermanfaat dan akurat, terutama selama pemantauan terapi.
Laju pembentukannya sebanding dengan kadar glukosa darah. Reaksi ini akan bertambah
intens jika kadar glukosa dalam darah terus meningkat. HbA1c mencerminkan rataan
kadar glukosa selama 120 hari (seusia eritrosit) dan HbA1c itu sendiri dijadikan sebagai
parameter pengendalian DM, di samping sebagai data pembenaran untuk menilai
keberhasilan obat.
Nilai HbA1c 5% mencerminkan kadar glukosa sekitar 90 mg/dl. Peningkatan 1%
berkorelasi dengan pertambahan kadar glukosa sekitar 30 mg/dl, sementara penurunan
sebesar 2% berimbas pada pereduksian komplikasi sebanyak 50-75%.
11
Diabetes Mellitus tipe 1 | Tutor 3
Sekalipun gula darah pasien terkendali, kadar ini setidaknya diperiksa sekali setiap 3 atau
4 bulan. Jika gula darah diabetes tidak terkendali, pemeriksaan sebaiknya dilakukan lebih
sering. Level HbA1c diusahakan dipertahankan <6,5% - < 8% (ADA, 2005)
Metode pemeriksaan HbA1C :
- Metode Ion-exchange chromatography: harus dikontrol perubahan suhu reagen dan
kolom, kekuatan ion, dan pH dari bufer. Interferens yang mengganggu adalah adanya
HbS dan HbC yang bisa memberikan hasil negatif palsu.
- Metode HPLC (high performance liquid chromatography): prinsip sama dengan ion
exchange chromatography, bisa diotomatisasi, serta memiliki akurasi dan presisi yang
baik sekali. Metode ini juga direkomendasikan menjadi metode referensi.
- Metode Electroforesis: hasilnya berkorelasi baik dengan HPLC, tetapi presisinya
kurang dibanding HPLC. Hb F memberikan hasil positif palsu, tetapi kekuatan ion,
pH, suhu, HbS, dan HbC tidak banyak berpengaruh pada metode ini.
- Metode Immunoassay (EIA): hanya mengukur HbA1C, tidak mengukur HbA1C yang
labil maupun HbA1A dan HbA1B, mempunyai presisi yang baik.
- Metode Affinity chromatography: non-glycated hemoglobin serta bentuk labil dari
HbA1C tidak mengganggu penentuan glycated hemoglobin, tak dipengaruhi suhu.
Presisi baik. HbF, HbS, ataupun HbC hanya sedikit mempengaruhi metode ini, tetapi
metode ini mengukur keseluruhan glycated hemoglobin, sehingga hasil pengukuran
dengan metode ini lebih tinggi dari metode HPLC.
- Metode Analisis kimiawi dengan Kolorimetri: waktu inkubasi lama (2 jam), lebih
spesifik karena tidak dipengaruhi non-glycosylated ataupun glycosylated labil.
Kerugiannya waktu lama, sampel besar, dan satuan pengukuran yang kurang dikenal
oleh klinisi, yaitu m mol/L.
http://www.bioactives-morinda.com/tahitiannoni/nonikesehatan/11-pemeriksaan-
diabetes-melitus
Pemeriksaan Urin
Bahan pemeriksaan urine rutin yang terbaik adalah urine segar, kurang dari 1 jam setelah
dikeluarkan.
12
Diabetes Mellitus tipe 1 | Tutor 3
a. Glukosa akan merembes ke dalam urin jika kadar gula telah mencapai ambangnya, pada
kisaran angka 150-180 mg/dl. Pemeriksaan urin dapat dilakukan dengan berbagi teknik
dan dilaporkan dengan sistem plus: 1+ hingga 4+
b. Keton terutama harus diperiksa selama infeksi, stress emosional, atau jika terjadi
peningkatan kadar gula darah yang sangat tinggi
c. Protein urn juga harus diperiksa, terutama jika gejala komplikasi ginjam (nefropati) mulai
tampak.
Pemeriksaan kadar c-peptida
Merupakan fragmen tak aktif yang terlepas dari proinsulin, menghasilkan molekul insulin aktif.
Pengukuran c-peptida dapat membantu menegakkan kemampuan pembuatan insulin pada sel
beta, jadi merupakan uji yang dapat membedakan diabetes tipe 1 dan 2. Indivisu diabetes tipe 2
umumnya memiliki kadar c-peptida normal/meningkat.
Pemeriksaan C-Peptide merupakan pengukuran kadar C-Peptide dalam darah dan urin. Kadar C-
Peptide dalam darah proporsional terhadap produksi insulin endogen. Pemeriksaan ini dapat
menggambarkan fungsi sel beta residual pada individu dengan diabetes melitus (DM) yang
tergantung insulin. Sampel yang digunakan 1 (0.5) mL Serum, Plasma Heparin, Urin 24 jam.
Untuk persiapan pasien terutama anak-anak, tidak dipuasakan.
2.8 PENATALAKSANAAN
a. Pada dugaan DM tipe 1 pasien harus segera rawat inap.
b. Insulin
Indikasi:
1. Semua penderita DM Tipe 1 memerlukan insulin eksogen karena produksi insulin
endogen oleh sel-sel β kelenjar pankreas tidak ada atau hampir tidak ada
2. Penderita DM Tipe 2 tertentu kemungkinan juga membutuhkan terapi insulin apabila
terapi lain yang diberikan tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah
3. Keadaan stres berat, seperti pada infeksi berat, tindakan pembedahan, infark miokard akut
atau stroke
4. DM Gestasional dan penderita DM yang hamil membutuhkan terapi insulin, apabila diet
saja tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah.
5. Ketoasidosis diabetik
13
Diabetes Mellitus tipe 1 | Tutor 3
Pada diabetes tipe 1, pankreas tidak dapat menghasilkan insulin sehingga harus diberikan
insulin pengganti. Pemberian insulin hanya dapat dilakukan melalui suntikan, Insulin
disuntikkan dibawah kulit ke dalam lapisan lemak, biasanya di lengan, paha atau dinding
perut. Dosis pemberian insulin tergantung pada kadar gula darah, yaitu :
14
Diabetes Mellitus tipe 1 | Tutor 3
Untuk kasus ini berikan insulin 0,1 unit/kgbb/jamà 0,1 x 28/jam = 16,8 unit/6 jam)
IV, IM, SC
Infus ( AA / Glukosa / elektrolit )
Jangan bersama darah ( mengandung enzim merusak insulin )
15
Diabetes Mellitus tipe 1 | Tutor 3
c. Nutrisi
- Anak dengan DM memerlukan keseimbangan kalori adekuat
- Pemberian makan jarus disesuaikan dengan injeksi insulin yang diberikan (oerhatikan
onset, peak time, durasi, absorpsion rate)
- Meals dan snack harus diberikan sesuai peak time, dan jumlah kalori serta proporsi
nutrien harus tepat (perhatikan juga aktivitas anak, stress, dan kondisi sakit)
- Hati-hati terjadinya hipoglikemia
- Pentingnya diberikan dietary fiber (mencegah terjadinya peningkatan berlebihan
pasca makan)
- Dapat terjadi resiko atherosclerosis, kurangi lemak maksimal 30%
2.9 PATOFISIOLOGI
Terlampir
16
Diabetes Mellitus tipe 1 | Tutor 3
Analisa Data
Data Etiologi Masalah
DO : turgor jelek, HR 108 Hiperglikemia Kekurangan volume cairan
x/mt, RR 573 x/mt, gula ↓
darah puasa 419 mg/dl, Peningkatan osmolitas CES
gula darah PP 573 mg/dl ↓
Shift cairan intrasel ke
ekstrasel
↓
Filtrat glomerulus
meningkat
↓
Glukosa >>, kapasitas ginjal
(konsentrasi > 180 mg/dl)
↓
Glukosuria
↓
Peningkatan reabsorpsi H2O
dan elektrolit tubulus ginjal
↓
Diuresis osmotik
17
Diabetes Mellitus tipe 1 | Tutor 3
↓
Poliuri
↓
Cairan tubuh <<
18
Diabetes Mellitus tipe 1 | Tutor 3
19
Diabetes Mellitus tipe 1 | Tutor 3
Perubahan nutrisi kurang Setelah dilakukan - Berikan terapi insulin - Insulin membantu
dari kebutuhan tubuh asuhan keperawatan, secara teratur melalui memindahkan glukosa
berhubungan dengan klien menunjukkan intravena 0,1 ke dalam sel dan
defisiensi insulin ditandai status nutrisi adekuat unit/kgbb/jam mengendalikan gula
dengan BB turun, pasien ; menghabiskan - Berikan makanan cair darah
lemah makanan, dengan yang mengandung nutrisi - Pemberian makanan
kriteria hasil : dan elektrolit. melalui oral lebih baik
- Pasien dapat Selanjutnya memberikan diberikan pada klien
mencerna jumlah makanan yang lebih sadar dengan fungsi
kalori atau nutrien padat gastrointestinal baik
yang tepat dan - Konsultasi dengan ahli - Sangat bermanfaat
menunjukkan tingkat diet (gizi) dan tentukan dalam perhitungan dan
energy program diet dan jumlah penyesuaian diet untuk
- BB mengalami kalori yang dibutuhkan memenuhi kebutuhan
penambahan hingga 2 - Observasi tanda-tanda nutrisi pasien
kg/minggu hipoglikemia - Metabolisme
- Tidak menunjukkan - Identifikasi makanan karbohidrat mulai terjadi
tanda-tanda yang disukai atau dan gula darah akan
malnutrisi dikehendaki termasuk berkurang dan
kebutuhan etnik/ kultur sementara tetap
20
Diabetes Mellitus tipe 1 | Tutor 3
21
Diabetes Mellitus tipe 1 | Tutor 3
22
Diabetes Mellitus tipe 1 | Tutor 3
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang dapat disebabkan berbagai
macam etiologi, disertai dengan adanya hiperglikemia kronisa akibat gangguan sekresi insulin
atau gangguan kerja dari insulin atau keduanya. Sedangkan pada diabetes mellitus tipe 1 lebih
diakibatkan oleh karena berkurangnya sekresi insulin akibat kerusakan sel beta pankreas yang
didasari proses autoimun. Gejala klinis yang biasa ditunjukkan oleh pasien yaitu polidipsi,
poliuria, polifagia, dan disertai berat badan menurun. Anak dengan DM tipe 1 cepat sekali
menjurus ke dalam ketoasidosis diabetik yang disertai atau tanpa koma dengan prognosis kurang
baik bila tidak diterapi dengan baik. Oleh karena itu, pada dugaan DM tipe 1, penderita harus
segera dirawat inap. Selain itu pemberian insulin sangat dibutuhkan bagi pasien ini.
Pada kasus ini, kami mengambil tiga diagnosa keperawatan yaitu:
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik ditandai dengan
turgor jelek
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan defisiensi insulin
ditandai dengan BB turun, pasien lemah
3.2 Saran
Bagi perawat haruslah penting menjaga kebutuhan gizi pasien dan harus memperhatikan
diet apa saja yang harus di berikan kepada pasien. Jagalah kesehatan anda sejak dini sebelum
tumbul gejala penyakit yang kita takuti. Mulailah memilah-milah makanan yang baik untuk
kesehatan kita dan hindari stress yang dapat memperparah penyakit yang diderita.
Bukan hanya perawat saja yang perlu menjaga kesehatan, tetapi kita mnasyarakat luas
juga perlu memperhatikan kesehatan, dengan pola hidup sehat dan olah raga yang teratur serta
menjaga makanan yang dimakan.
23
Diabetes Mellitus tipe 1 | Tutor 3
DAFTAR PUSTAKA
Arisman. 2010. Obesitas, diabetes mellitus & dislipidemia: konsep, teori, dan penanganan
aplikatif. Jakarta: EGC
Brashers, Valentina. 2007. Aplikasi klinis patofisiologi: pemeriksaan dan manajemen. Jakarta:
EGC
Brunner & Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol. 2. Jakarta : EGC.
Doengoes, M.E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta : EGC.
DOI: Data Obat di Indonesia; Keterangan Lengkap Dari Obat-obat yang Beredar di Indonesia.
2008. Jakarta: PT. Muliapurna Jayaterbit
Engram, B. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta : EGC.
http://eprints.undip.ac.id/35606/3/Bab_2.pdf
http://prodia.co.id/kimia/c-peptide
http://www.umm.edu/patiented/articles/what_causes_type_1_diabetes_000009_2.htm
Jan Tambayong, dr. (2000). Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC.
Kee, Joyce L. 1998. Farmakologi: Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta: EGC
Price. S.A. (1995). Patofisiologi, Edisi Kedua, Jakarta : EGC.
Radde, Ingeborg C. 1998. Farmakologi dan Terapi Pediatri. Jakarta: Hipokrates
24