Anda di halaman 1dari 24

Diabetes Mellitus tipe 1 | Tutor 3

MAKALAH SGD SISTEM ENDOKRIN 1


“DIABETES MELLITUS TIPE 1”
(Untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Endokrin 1)

Disusun oleh :

Kelompok Tutor 03

Intan Tri Dini L. 220110110002


Reza Ekha Guntari 220110110014
Maya H. 220110110026
Ria Herliani 220110110038
Margaretha L. G. 220110110050
Neni Afriani 220110110062 (Scriber 1)
Palupi Darmanti 220110110074 (Scriber 2)
Nurali 220110110086
Mita Andriyani 220110110098
Silmi Kaffah 220110110110 (Chair)
Hilda Bidayatul H 220110110122
Mutiara 220110110134
Firdha Kusuma Putri 220110110146

FAKULTAS KEPERAWATAN

1
Diabetes Mellitus tipe 1 | Tutor 3

UNIVERSITAS PADJADJARAN
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini disusun
untuk memenuhi tugas dan diajukan untuk memenuhi standar proses pembelajaran pada mata
kuliah Sistem Endokrin I.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
penyusunan makalah ini :
1. Kedua orang tua tercinta yang telah memberikan doa dan dukungannya;
2. Ibu Nursiswati, SKep.,Ners.,MKep.,Sp.KMB selaku koordinator mata kuliah Sistem
Endokrin;
3. Ibu Anastasia Anna, S.Kp., M.Kes selaku dosen tutor yang selalu membimbing penulis
dalam SGD;
4. Seluruh dosen dan pegawai Fakultas Keperawatan Unpad;
5. Teman-teman yang telah memberikan ide dan semangat;
6. Pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu proses
penyusunan makalah ini sehingga dapat diselesaikan tepat waktu.

Namun demikian, sesuai pepatah “Tiada gading yang tidak retak”, penulis menyadari
berbagai kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, diharapkan kritik dan saran yang
membangun untuk perbaikan kedepannya.
Akhir kata, penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat dalam proses pembelajaran di
Fakultas Keperawatan.

Jatinangor, Mei 2013

Penulis

2
Diabetes Mellitus tipe 1 | Tutor 3

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Banyak orang yang masih mengganggap penyakit diabetes merupakan penyakit orangtua
atau penyakit yang hanya timbul karena faktor keturunan. Padahal, setiap orang dapat mengidap
diabetes, baik tua maupun muda. Diabetes adalah kondisi yang kronis, dimana tubuh tidak dapat
mengubah makanan menjadi energi sebagaimana harusnya. Hal ini berasosiasi dengan
komplikasi yang terjadi dalam jangka waktu yang cukup lama yang kemudian mempengaruhi
hampir seluruh bahagian tubuh. Kondisi ini acap kali menjurus ke arah masalah-masalah
kesehatan sebagai berikut.
· Kebutaan
· Penyakit jantung dan urat nadi
· Gagal ginjal
· Beragam amputasi
· Kerusakan pada syaraf
Diabetes yang tidak terkontrol dapat mengganggu kehamilan, dan pada umumnya menyebabkan
cacat bagi bayi yang dilahirkan oleh seorang ibu penderita diabetes. Ada tiga jenis diabetes: Jenis
1, jenis 2, dan masa kehamilan (gestasional).
Pada tahun 2000 menurut WHO diperkirakan sedikitnya 171 juta orang di seluruh dunia
menderita diabetes , atau sekitar 2,8% dari total populasi. Insidensnya terus meningkat dengan
cepat, dan diperkirakan pada tahun 2030, angka ini akan bertambah menjadi 366 juta atau sekitar
4,4% dari populasi dunia. Peningkatan prevalens terbesar terjadi di Asia dan Afrika, sebagai
akibat dari tren urbanisasi dan perubahan gaya hidup, seperti pola makan “Western-style” yang
tidak sehat. (Sumber : Wild S, Roglic G, Green A, Sicree R, King H. Global prevalence of
diabetes: estimates for the year 2000 and projections for 2030. Diabetes Care 2004
May;27(5):1047-53.)
Menurut Prof. Dr. Sidartawan Soegondo, Indonesia menjadi negara keempat di dunia
yang memiliki angka diabetesi terbanyak. Diabetesi secara keseluruhan di Indonesia mengalami
peningkatan hingga 14 juta orang (DetikNews, 15 April 2007). Hal ini berdasarkan laporan dari
WHO, dimana pada jumlah diabetesi di Indonesia pada tahun 2000 adalah 8,4 juta orang setelah

3
Diabetes Mellitus tipe 1 | Tutor 3

India (31,7 juta), Cina (20,8 juta) dan Amerika Serikat (17,7 juta). Diperkirakan jumlah tersebut
akan meningkat pada tahun 2030, India (79,4 juta), Cina (42,3 juta), Amerika Serikat (30,3 juta)
dan Indonesia (21,3 juta) (Darmono,
2005).
Di Indonesia sendiri, berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007,
dari 24417 responden berusia >15 tahun, 10,2% mengalami Toleransi GlukosaTerganggu (kadar
glukosa 140-200 mg/dl setelah puasa selama 14 jam dan diberi glukosa oral 75 gram). Sebanyak
1,5% mengalami Diabetes Melitus yang terdiagnosis dan 4,2% mengalami Diabetes Melitus
yang tidak terdiagnosis. Baik DM maupun TGT lebih banyak ditemukan pada wanita
dibandingkan pria, dan lebih sering pada golongan dengan tingkat pendidikan dan status sosial
rendah. Daerah dengan angka penderita DM paling tinggi yaitu Kalimantan Barat dan Maluku
Utara yaitu 11,1 %, sedangkan kelompok usia penderita DM terbanyak adalah 55-64 tahun yaitu
13,5%. Beberapa hal yang dihubungkan dengan risiko terkena DM adalah obesitas (sentral),
hipertensi, kurangnya aktivitas fisik dan konsumsi sayur-buah kurang dari 5 porsi perhari.
Peningkatan jumlah diabetesi disebabkan keterlambatan penegakan diagnosis penyakit
tersebut. Pasien sudah meninggal akibat kompikasi sebelum adanya penegakan diagnosis
(Sudoyo et al, 2006). Penyebab keterlambatan penegakan diagnosis tersebut adalah banyaknya
faktor yang berpengaruh terhadap pilihan-pilihan yang ada atau beragamnya variabel. Sangat
disayangkan bahwa banyak penderita diabetes yang tidak menyadari dirinya mengidap penyakit
yang lebih sering disebut penyakit gula atau kencing manis. Hal ini mungkin disebabkan
minimnya informasi masyarakat tentang diabetes terutama gejala-gejalanya.

1.2 Tujuan
a. Mahasiswa mampu memahami anatomi dan fisiologis pancreas
b. Mahasiswa mampu memahami konsep diabetes mellitus tipe 1
c. Mahasiswa mampu membuat diagnosa yang tepat bagi klien dengan gangguan diabetes
mellitus tipe 1
d. Mahasiswa mampu membuat rencana asuhan keperawatan bagi klien dengan gangguan
diabetes mellitus tipe 1

4
Diabetes Mellitus tipe 1 | Tutor 3

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 KASUS
Seorang anak laki-laki berusia 13 tahun BB 28 Kg, dibawa ke rumah sakit oleh orang tuanya.
Pada saat dikaji kesadaran anak apatis, turgor jelek, ekstremitas dingin dan lembab, HR 108x/mt,
RR 20x/mt, menangis lemah tanpa keluar air mata sewaktu dilakukan pengambilan darah tanpa
didampingi ayah dan ibunya. Gula darah puasa 419 mg/dl, gula darah post pandrial 573 mg/dl.

2.2 ANATOMI DAN FISIOLOGI PANKREAS


a. Anatomi Pankreas
Pankreas terletak melintang dibagian atas abdomen dibelakang gaster didalam ruang
retroperitoneal. Disebelah kiri ekor pankreas mencapai hilus limpa diarah kronio – dorsal
dan bagian atas kiri kaput pankreas dihubungkan dengan corpus pankreas oleh leher
pankreas yaitu bagian pankreas yang lebarnya biasanya tidak lebih dari 4 cm, arteri dan vena
mesentrika superior berada dileher pankreas bagian kiri bawah kaput pankreas ini disebut
processus unsinatis pankreas. Pankreas terdiri dari dua jaringan utama yaitu :
1. Asinus, yang mengekskresikan pencernaan ke dalam duodenum.
2. Pulau Langerhans, yang tidak mempunyai alat untuk mengeluarkan getahnya namun
sebaliknya mensekresi insulin dan glukagon langsung kedalam darah.
Pankreas manusia mempunyai 1 – 2 juta pulau langerhans, setiap pulau langerhans hanya
berdiameter 0,3 mm dan tersusun mengelilingi pembuluh darah kapiler.
Pulau langerhans mengandung tiga jenis sel utama, yakni sel-alfa, beta dan delta. Sel beta
yang mencakup kira-kira 60 % dari semua sel terletak terutama ditengah setiap pulau dan
mensekresikan insulin. Granula sel B merupakan bungkusan insulin dalam sitoplasma sel.
Tiap bungkusan bervariasi antara spesies satu dengan yang lain. Dalam sel B , molekul
insulin membentuk polimer yang juga kompleks dengan seng. Perbedaan dalam bentuk
bungkusan ini mungkin karena perbedaan dalam ukuran polimer atau agregat seng dari
insulin. Insulin disintesis di dalam retikulum endoplasma sel B, kemudian diangkut ke
aparatus golgi, tempat ia dibungkus didalam granula yang diikat membran. Granula ini
bergerak ke dinding sel oleh suatu proses yang tampaknya sel ini yang mengeluarkan insulin

5
Diabetes Mellitus tipe 1 | Tutor 3

ke daerah luar dengan eksositosis. Kemudian insulin melintasi membran basalis sel B serta
kapiler berdekatan dan endotel fenestrata kapiler untuk mencapai aliran darah (Ganong,
1995). Sel alfa yang mencakup kira-kira 25 % dari seluruh sel mensekresikan glukagon. Sel
delta yang merupakan 10 % dari seluruh sel mensekresikan somatostatin (Pearce, 2000)

Gambar anatomi pankreas dapat dilihat berikut ini :

Gambar 1. Gambar anatomi pankreas, duodenum.

b. Fisiologi Pankreas
Kelenjar pankreas dalam mengatur metabolisme glukosa dalam tubuh berupa hormon-
hormon yang disekresikan oleh sel – sel di pulau langerhans. Hormon-hormon ini dapat
diklasifikasikan sebagai hormon yang merendahkan kadar glukosa darah yaitu insulin dan
hormon yang dapat meningkatkan glukosa darah yaitu glukagon.
Fisiologi Insulin :
Hubungan yang erat antara berbagai jenis sel dipulau langerhans menyebabkan timbulnya
pengaturan secara langsung sekresi beberapa jenis hormone lainnya, contohnya insulin
menghambat sekresi glukagon, somatostatin menghambat sekresi glukagon dan insulin.

6
Diabetes Mellitus tipe 1 | Tutor 3

Insulin dilepaskan pada suatu kadar batas oleh sel-sel beta pulau langerhans. Rangsangan
utama pelepasan insulin diatas kadar basal adalah peningkatan kadar glukosa darah. Kadar
glukosa darah puasa dalam keadaan normal adalah 80-90 mg/dl. Insulin bekerja dengan cara
berkaitan dengan reseptor insulin dan setelah berikatan, insulin bekerja melalui perantara
kedua untuk menyebabkan peningkatan transportasi glukosa kedalam sel dan dapat segera
digunakan untuk menghasilkan energi atau dapat disimpan didalam hati. (Guyton & Hall,
1999)

2.3 DEFINISI
Istilah diabetes mellitus merujuk pada suatu gangguan metabolik akibat berbagai predisposisi
yang dikarakteristikan dengan adanya hiperglikemia kronis dengan gangguan metabolisme
karbohidrat, lemak, protein akibat defek sekresi insulin, insulin action atau keduanya (WHO,
2000)
Sedangkan diabetes mellitus tipe-1 lebih diakibatkan oleh karena berkurangnya sekresi insulin
akibat kerusakan sel beta pankreas yang didasari proses autoimun.

2.4 ETIOLOGI
Penyebab diabetes mellitus tipe-1 yaitu:
a. Respon autoimun
Diabetes tipe 1 biasanya merupakan penyakit autoimun yang progresif, dimana sel-sel
beta yang memproduksi insulin secara perlahan dihancurkan oleh kekebalan tubuh
sendiri. Tidak diketahui awal mulanya terjadi peristiwa kekebalan tubuh ini, tetapi bukti
menunjukkan bahwa kecenderungan genetik dan faktor lingkungan seperti infeksi virus
terlibat.
b. Faktor genetik
Para peneliti telah menemukan setidaknya 18 lokasi genetik, berlabel IDDM1 – IDDM18
yang terkait dengan diabetes tipe 1. Wilayah IDDM 1 mengandung gen HLA yang
menyandi protein yang disebut major histocompatibility complex. Gen-gen di wilayah ini
mempengaruhi respon imun. Kemajuan terbaru dalam penelitian genetik yang
mengidentifikasi komponen genetik lain dari diabetes tipe 1. Kromosom dan gen lain
terus diidentifikasi.

7
Diabetes Mellitus tipe 1 | Tutor 3

Kebanyakan orang yang menderita diabetes tipe 1, bagaimanapun tidak memiliki


penyakit riwayat keluarga. Kemungkinan mewarisi penyakit ini hanya 10% jika saudara
tingkat memiliki diabetes, dan bahkan pada kembar identik, satu kembar hanya memiliki
kesempatan 33% memiliki diabetes tipe 1 jika yang lain memiliki itu. Anak-anak lebih
mungkin mewarisi penyakit ini dari ayah dengan diabetes tipe 1 dibandingkan dari
seorang ibu dengan gangguan tersebut. Faktor genetik tidak bisa sepenuhnya menjelaskan
perkembangan diabetes. Selama 40 tahun terakhir, peningkatan besar dalam diabetes tipe
1 telah dilaporkan di negara-negara Eropa tertentu, dan insiden meningkat tiga kali lipat
di AS.
c. Virus
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa infeksi virus dapat memicu penyakit pada
individu yang rentan secara genetik. Contohnya virus enterik yang menyerang saluran
usus. Coxsackie adalah keluarga virus enterik. Wabah virus coxsackie serta gondok dan
rubella bawaan telah dikaitkan dengan kejadian diabetes tipe 1.
d. Diabetes sekunder kondisi lain
Kondisi yang merusak atau menghancurkan pankreas, seperti pankreatitis, operasi
pankreas, atau bahan kimia industri tertentu yang dapat menyebabkan diabetes. Obat-
oabtan tertentu juga dapat menyebabkan diabetes sementara, termasuk kortikosteroid,
beta blockers, dan fenitonin. Kelainan genetik langka (sindrom klinefelter, hunting
chorea, sindrom wolfram, leprechaunism, sindrom Rabson-Mendenhall, diabetes
lipoatrophic, dan lain-lain) dan gangguan hormonal (acromegaly, sindrom Cushing,
feokromositoma, hipertiroidisme, somatostatinoma, aldosteronoma) juga meningkatkan
risiko untuk diabetes.

2.5 MANIFESTASI KLINIS


a. Gejala klasik pada DM adalah :
- Poliuri (banyak buang air kecil), frekuensi buang air kecil meningkat termasuk pada
malam hari
- Polidipsi (banyak minum), rasa haus meningkat
- Polifagi (banyak makan), rasa lapar meningkat
b. Gejala lain yang dirasakan penderita :

8
Diabetes Mellitus tipe 1 | Tutor 3

- Kelemahan atau rasa lemah sepanjang hari


- Keletiha
- Penglihatan atau pandangan kabur
- Pada keadaan ketoasidosis akan menyebabkan mual, muntah dan penurunan
kesadaran
c. Tanda yang bisa diamati pada penderita DM adalah :
- Kehilangan berat badan
- Luka, goresan lama sembuh
- Kaki kesemutan, mati rasa
- Infeksi kulit

2.6 KOMPLIKASI
Secara garis besar komplikasi diabetes mellitus dibagi 2 yaitu:
1) Komplikasi metabolik.
Komplikasi metabolik yang paling sering ditemui adalah pada DM tipe 1 yaitu
ketoasidosis diabetik (DKA), yang ditandai dengan adanya hiperglikemia (gula darah .
300 mg/dl), asidosis metabolik akibat penimbunan benda keton dan diuresis osmotik.
2) Komplikasi vascular jangka panjang.
Komplikasi vaskular jangka panjang melibatkan pembuluh-pembuluh darah kecil
(mikroangiopati) diantaranya retinopati diabetik, nefropati diabetik, dan komplikasi
pembuluh darah sedang maupun besar (makroangiopati) antara lain aterosklerosis,
gangren pada ekstremitas dan stroke akibat DM.

2.7 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


Pemeriksaan darah
a. Pemeriksaan kadar gula darah diperlukan untuk menentukan jenis pengobatan serta
modifikasi diet. Ada dua macam pemeriksaan untuk menilai ada atau tidaknya masalah
pada gula darah seseorang.
- Uji kadar gula darah puasa (fasting blood glucose test), pemeriksaan gula darah
secara langusng setelah berpuasa sepanjang malam. Pemeriksaan ini merupakan baku
emas (gold standard) untuk diagnosis DM. Seseorang didiagnosis DM manakala

9
Diabetes Mellitus tipe 1 | Tutor 3

kadar gula darah puasanya, setelah dua kali pemeriksaan tidak beranjak dari nilai di
atas 140 mg/dl.
- Tes toleransi glukosa oral (oral glucose tolerance test), penilaian kemampuan tubuh
dalam menangani kelebihan gula seusai minum cairan berkadar glukosa tinggi.
Caranya, darah pasien yang telah berpuasa selama 10 jam (jangan lebih dari 16 jam)
diambil untuk diperiksa. Segera setelah darah diperoleh, pasien diberi minuman yang
mengandung 75 gr glukosa (1, 75 g/kgBB untuk anak-anak dan 100 g bagi wanita
hamil). Darah pasien kemudian diambil lagi setelah ½, 1, 2, 3 jam untuk diperiksa.
Kadar gula darah < 110 mg/dl dianggap sebagai respon gula darah yang normal.
Gula darah disimpulkan terganggu (impaired fasting glucose) jika hasil pemeriksaan
menunjuk pada kisaran angka > 110 hingga < 120 mg/dl. Jika hasil uji gula darah
mencapai angka > 140 mg/dl sampai < 120 mg/dl pada 2 jam postpandrial, dikatakan
sebagai toleranso glukosa terganggy (impaired glucose tolerance). Pasien dipastikan
mengidap DM seandainya gula darah 2 jam postpandrial bernilai > 120 mg/dl.
Patokan kadar glukosa darah sewaktu
Dan puasa untuk menyaring dan mendiagnosis DM
Bukan Belum pasti Pasti
Kadar gula Plasma vena < 100 100-199  200
darah sewaktu Darah kapiler < 90 90-199  200
(mg/dl)
Kadar gula Plasma vena < 100 100-125  126
darah puasa Darah kapiler < 90 90-99  100
(mg/dl)
Sumber : Konsesus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia, PERKENI 2006
Untuk pengukuran glukosa darah menggunakan sampel serum. Pengambilan darah harus
dilakukan pada lengan yang berlawanan dengan lengan tempat pemasangan selang IV.
Pengambilan darah pada lengan yang terpasang selang IV dapat dilakukan asalkan aliran
selang dihentikan paling tidak selama 5 menit dan lengan diangkat untuk mengalirkan
cairan infuse menjauhi vena-vena. Pencemaran 10% oleh cairan dextrose 5% (D5W)
dapat meningkatkan kadar glukosa dalam sampel sebesar 500 mg/dl atau lebih. Pasien
diambil darah vena 3-5 ml dikumpulkan dalam tabung bertutup merah (tanpa

10
Diabetes Mellitus tipe 1 | Tutor 3

antikoagulan) atau dalam tabung tutup abu-abu (berisi NaF). Darah yang telah diperoleh
disentrifus, kemudian serum atau plasmanya dipisahkan dan diperiksa kadar glukosa.
Pemeriksaan glukosa pun bisa menggukan glucose meter.
b. Pemeriksaan kadar kolesterol dan trigleserida menjadi penting karena diabetes memiliki
kecenderungan yang lebih tinggi untuk mengalami aterosklerosis dan
hiperlipoproteinemia tipe IV (ditandai dengan peningkatan VLDL). Tingginya kadar
kolesterol dan trigleserida memerlukan penanganan diet yang khusus. Sebelum
pengambilan sampel darah, pasien akan diminta untuk berpuasa selama sekitar 10-12
jam, namun tidak lebih dari 16 jam. Karena alasan ini, tes kolesterol biasanya dilakukan
di pagi hari setelah berpuasa semalam. Selama berpuasa, pasien boleh minum air dan
mungkin juga mengambil obat-obatan biasa (bukan obat yang dapat meningkatkan kadar
kolesterol seperti steroid anabolik, beta blocker, epinefrin, kontrasepsi oral, dan vitamin
D). Sampel darah diambil dengan memasukkan jarum ke pembuluh darah di lengan.
Hasilnya kemudian dikirim ke laboratorium untuk analisis. Bila menggunakan alat
pengukur kolesterol portabel, sampel darah cukup diambil dengan menusuk kulit di ujung
jari. Pengukuran kolesterol di laboratorium biasanya memberikan hasil yang lebih akurat
daripada dengan alat portabel.
c. Pemeriksaan kadar kalium berguna mengetahui derajat katabolisme protein.
d. Hasil pemeriksaan BUN (Blood Urea Nitrogen) dan kreatinin serum yang tidak normal
menguatkan nefropati yang membahayakan.
e. Pemeriksaan HbA1c sangat bermanfaat dan akurat, terutama selama pemantauan terapi.
Laju pembentukannya sebanding dengan kadar glukosa darah. Reaksi ini akan bertambah
intens jika kadar glukosa dalam darah terus meningkat. HbA1c mencerminkan rataan
kadar glukosa selama 120 hari (seusia eritrosit) dan HbA1c itu sendiri dijadikan sebagai
parameter pengendalian DM, di samping sebagai data pembenaran untuk menilai
keberhasilan obat.
Nilai HbA1c 5% mencerminkan kadar glukosa sekitar 90 mg/dl. Peningkatan 1%
berkorelasi dengan pertambahan kadar glukosa sekitar 30 mg/dl, sementara penurunan
sebesar 2% berimbas pada pereduksian komplikasi sebanyak 50-75%.

11
Diabetes Mellitus tipe 1 | Tutor 3

Sekalipun gula darah pasien terkendali, kadar ini setidaknya diperiksa sekali setiap 3 atau
4 bulan. Jika gula darah diabetes tidak terkendali, pemeriksaan sebaiknya dilakukan lebih
sering. Level HbA1c diusahakan dipertahankan <6,5% - < 8% (ADA, 2005)
Metode pemeriksaan HbA1C :
- Metode Ion-exchange chromatography: harus dikontrol perubahan suhu reagen dan
kolom, kekuatan ion, dan pH dari bufer. Interferens yang mengganggu adalah adanya
HbS dan HbC yang bisa memberikan hasil negatif palsu.
- Metode HPLC (high performance liquid chromatography): prinsip sama dengan ion
exchange chromatography, bisa diotomatisasi, serta memiliki akurasi dan presisi yang
baik sekali. Metode ini juga direkomendasikan menjadi metode referensi.
- Metode Electroforesis: hasilnya berkorelasi baik dengan HPLC, tetapi presisinya
kurang dibanding HPLC. Hb F memberikan hasil positif palsu, tetapi kekuatan ion,
pH, suhu, HbS, dan HbC tidak banyak berpengaruh pada metode ini.
- Metode Immunoassay (EIA): hanya mengukur HbA1C, tidak mengukur HbA1C yang
labil maupun HbA1A dan HbA1B, mempunyai presisi yang baik.
- Metode Affinity chromatography: non-glycated hemoglobin serta bentuk labil dari
HbA1C tidak mengganggu penentuan glycated hemoglobin, tak dipengaruhi suhu.
Presisi baik. HbF, HbS, ataupun HbC hanya sedikit mempengaruhi metode ini, tetapi
metode ini mengukur keseluruhan glycated hemoglobin, sehingga hasil pengukuran
dengan metode ini lebih tinggi dari metode HPLC.
- Metode Analisis kimiawi dengan Kolorimetri: waktu inkubasi lama (2 jam), lebih
spesifik karena tidak dipengaruhi non-glycosylated ataupun glycosylated labil.
Kerugiannya waktu lama, sampel besar, dan satuan pengukuran yang kurang dikenal
oleh klinisi, yaitu m mol/L.
http://www.bioactives-morinda.com/tahitiannoni/nonikesehatan/11-pemeriksaan-
diabetes-melitus
Pemeriksaan Urin
Bahan pemeriksaan urine rutin yang terbaik adalah urine segar, kurang dari 1 jam setelah
dikeluarkan.

12
Diabetes Mellitus tipe 1 | Tutor 3

a. Glukosa akan merembes ke dalam urin jika kadar gula telah mencapai ambangnya, pada
kisaran angka 150-180 mg/dl. Pemeriksaan urin dapat dilakukan dengan berbagi teknik
dan dilaporkan dengan sistem plus: 1+ hingga 4+
b. Keton terutama harus diperiksa selama infeksi, stress emosional, atau jika terjadi
peningkatan kadar gula darah yang sangat tinggi
c. Protein urn juga harus diperiksa, terutama jika gejala komplikasi ginjam (nefropati) mulai
tampak.
Pemeriksaan kadar c-peptida
Merupakan fragmen tak aktif yang terlepas dari proinsulin, menghasilkan molekul insulin aktif.
Pengukuran c-peptida dapat membantu menegakkan kemampuan pembuatan insulin pada sel
beta, jadi merupakan uji yang dapat membedakan diabetes tipe 1 dan 2. Indivisu diabetes tipe 2
umumnya memiliki kadar c-peptida normal/meningkat.
Pemeriksaan C-Peptide merupakan pengukuran kadar C-Peptide dalam darah dan urin. Kadar C-
Peptide dalam darah proporsional terhadap produksi insulin endogen. Pemeriksaan ini dapat
menggambarkan fungsi sel beta residual pada individu dengan diabetes melitus (DM) yang
tergantung insulin. Sampel yang digunakan 1 (0.5) mL Serum, Plasma Heparin, Urin 24 jam.
Untuk persiapan pasien terutama anak-anak, tidak dipuasakan.

2.8 PENATALAKSANAAN
a. Pada dugaan DM tipe 1 pasien harus segera rawat inap.
b. Insulin
Indikasi:
1. Semua penderita DM Tipe 1 memerlukan insulin eksogen karena produksi insulin
endogen oleh sel-sel β kelenjar pankreas tidak ada atau hampir tidak ada
2. Penderita DM Tipe 2 tertentu kemungkinan juga membutuhkan terapi insulin apabila
terapi lain yang diberikan tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah
3. Keadaan stres berat, seperti pada infeksi berat, tindakan pembedahan, infark miokard akut
atau stroke
4. DM Gestasional dan penderita DM yang hamil membutuhkan terapi insulin, apabila diet
saja tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah.
5. Ketoasidosis diabetik

13
Diabetes Mellitus tipe 1 | Tutor 3

6. Insulin seringkali diperlukan pada pengobatan sindroma hiperglikemia hiperosmolar non-


ketotik.
7. Penderita DM yang mendapat nutrisi parenteral atau yang memerlukan suplemen tinggi
kalori untuk memenuhi kebutuhan energi yang meningkat, secara bertahap memerlukan
insulin eksogen untuk mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal selama
periode resistensi insulin atau ketika terjadi peningkatan kebutuhan insulin.
8. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
9. Kontra indikasi atau alergi terhadap OHO

Cara Penyimpanan Insulin:


Insulin harus disimpan sesuai dengan anjuran produsen obat yang bersangkutan. Berikut
beberapa hal yang perlu diperhatikan:
1. Insulin harus disimpan di lemari es pada temperatur 2-8o C. Insulin vial Eli Lily yang sudah
dipakai dapat disimpan selama 6 bulan atau sampai 200 suntikan bila dimasukkan dalam
lemari es. Vial Novo Nordisk insulin yang sudah dibuka, dapat disimpan selama 90 hari bila
dimasukkan lemari es.
2. Insulin dapat disimpan pada suhu kamar dengan penyejuk 15-20o C bila seluruh isi vial akan
digunakan dalam satu bulan. Penelitian menunjukkan bahwa insulin yang disimpan pada
suhu kamar lebih dari 30° C akan lebih cepat kehilangan potensinya. Penderita dianjurkan
untuk memberi tanggal pada vial ketika pertama kali memakai dan sesudah satu bulan bila
masih tersisa sebaiknya tidak digunakan lagi.
3. Penfill dan pen yang disposable berbeda masa simpannya. Penfill regular dapat disimpan
pada temperatur kamar selama 30 hari sesudah tutupnya ditusuk. Penfill 30/70 dan NPH
dapat disimpan pada temperatur kamar selama 7 hari sesudah tutupnya ditusuk.
4. Untuk mengurangi terjadinya iritasi lokal pada daerah penyuntikan yang sering terjadi bila
insulin dingin disuntikkan, dianjurkan untuk mengguling-gulingkan alat suntik di antara
telapak tangan atau menempatkan botol insulin pada suhu kamar, sebelum disuntikkan.

Pada diabetes tipe 1, pankreas tidak dapat menghasilkan insulin sehingga harus diberikan
insulin pengganti. Pemberian insulin hanya dapat dilakukan melalui suntikan, Insulin
disuntikkan dibawah kulit ke dalam lapisan lemak, biasanya di lengan, paha atau dinding
perut. Dosis pemberian insulin tergantung pada kadar gula darah, yaitu :

14
Diabetes Mellitus tipe 1 | Tutor 3

 Gula darah < 60 mg % = 0 unit


 Gula darah < 200 mg % = 5 – 8 unit
 Gula darah 200 – 250 mg% = 10 – 12 unit
 Gula darah 250 - 300 mg% = 15 – 16 unit
 Gula darah 300 – 350 mg% = 20 unit
 Gula darah > 350 mg% = 20 – 24 unit

Untuk kasus ini berikan insulin 0,1 unit/kgbb/jamà 0,1 x 28/jam = 16,8 unit/6 jam)

Cara pemberian insulin :

 Insulin kerja singkat

 IV, IM, SC
 Infus ( AA / Glukosa / elektrolit )
 Jangan bersama darah ( mengandung enzim merusak insulin )

 Insulin kerja menengah / panjang :

 Jangan IV karena bahaya emboli.

Jenis insulin Awitan Puncak kerja Lama kerja


Meal Time Insulin

Insulin Lispro (Rapid 5-15 menit 1 jam 4 jam


acting)

Regular (Short acting)


30-60 menit 2-4 jam 5-8 jam
Background Insulin

NPH dan Lente


(Intermediate acting)
1-2 jam 4-12 jam 8-24 jam

15
Diabetes Mellitus tipe 1 | Tutor 3

Ultra Lente (Long acting)

2 jam 6-20 jam 18-36 jam


Insulin Glargine(Peakless
Long acting)
2-4 jam 4 jam 24-30 jam

c. Nutrisi
- Anak dengan DM memerlukan keseimbangan kalori adekuat
- Pemberian makan jarus disesuaikan dengan injeksi insulin yang diberikan (oerhatikan
onset, peak time, durasi, absorpsion rate)
- Meals dan snack harus diberikan sesuai peak time, dan jumlah kalori serta proporsi
nutrien harus tepat (perhatikan juga aktivitas anak, stress, dan kondisi sakit)
- Hati-hati terjadinya hipoglikemia
- Pentingnya diberikan dietary fiber (mencegah terjadinya peningkatan berlebihan
pasca makan)
- Dapat terjadi resiko atherosclerosis, kurangi lemak maksimal 30%

2.9 PATOFISIOLOGI
Terlampir

2.10 ASUHAN KEPERAWATAN


 Pengkajian
1. Identitas
Nama : An. X
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 13 tahun
Diagnosa Medis : Diabetes Mellitus tipe 1
2. Keluhan utama : Alasan mengapa keluarga membawa anaknya ke
rumah sakit (pada kasus tidak disebutkan)

16
Diabetes Mellitus tipe 1 | Tutor 3

3. Riwayat kesehatan sekarang : Tanyakan kepada keluarga pasien atau pasiennya


mengenai keluhan utama pasien dengan format PQRST
4. Riwayat kesehatan dahulu :-
5. Riwayat kesehatan keluarga : -
6. Pemeriksaan fisik : kesadaran apatis, turgor jelek, ekstremitas dingin
dan lembab, HR 108 x/mt, RR 30 x/mt, menangis lemah tanpa keluar air mata
sewaktu dilakukan pengambilan darah.
7. Pemeriksaan laboratorium : gula darah puasa 419 mg/dl, gula darah
postpandrial 573 mg/dl

 Analisa Data
Data Etiologi Masalah
DO : turgor jelek, HR 108 Hiperglikemia Kekurangan volume cairan
x/mt, RR 573 x/mt, gula ↓
darah puasa 419 mg/dl, Peningkatan osmolitas CES
gula darah PP 573 mg/dl ↓
Shift cairan intrasel ke
ekstrasel

Filtrat glomerulus
meningkat

Glukosa >>, kapasitas ginjal
(konsentrasi > 180 mg/dl)

Glukosuria

Peningkatan reabsorpsi H2O
dan elektrolit tubulus ginjal

Diuresis osmotik

17
Diabetes Mellitus tipe 1 | Tutor 3


Poliuri

Cairan tubuh <<

DO : BB 28 kg, usia 13 th Destruksi sel beta pankreas Perubahan nutrisi kurang


(BB ideal 45 kg, status ↓ dari kebutuhan
nutrisi 28/45 x 100% = Hipoinsulin
62,2%), gula darah puasa ↓
419 mg/dl, gula darah PP Gg. metabolisme
573 mg/dl ↓
Penurunan uptake glukosa
oleh sel

Penurunan pembentukan
ATP

<< glukosa ke intrasel

Starvasi sel

Merangsang hipotalamus

Rasa lapar terus

Poliphagia

Peningkatan glikolisis dan
glukoneogenesis

BB menurun

18
Diabetes Mellitus tipe 1 | Tutor 3

DO : kesadaran apatis, Asidosis metabolik Gangguan perfusi jaringan


ekstremitas dingin dan ↓
lembab pH darah menurun

Peningkatan PCO2 dan
penurunan PO2

Kompensasi ventilasi
menurun

Napas cepat dan dalam

RR meningkat

Penurunan perfusi ke otak
dan perifer

 Rencana Asuhan Keperawatan


Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Kekurangan volume Setelah dilakukan - Berikan cairan adekuat - Mempertahankan hidrasi
cairan berhubungan tindakan keperawatan dengan NaCl 0,9%. 8 dan volume cairan
dengan diuresis osmotik diharapkan kebutuhan jam pertama 50% - Mengetahui fungsi ginjal
ditandai dengan turgor cairan dan elektrolit kebutuhan (kebutuhan dan keefektifan terapi
jelek terpenuhi, dengan total 1660 cc= 50% x yang diberikan
kriteria hasil : 1660 = 830 cc/8 jam =
a. - Mempertahankan 104 cc/jam = 1,7
urine output sesuai cc/menit = 26
dengan usia, usia 8 th- tetes/menit)
14 th = 900-1800 ml - Pantau intake dan output
dalam batas normal serta catat berat jenis
b. - Berat jenis urine urin.

19
Diabetes Mellitus tipe 1 | Tutor 3

normal 1003- 1030 - Setelah output urin


c. - Tidak ada tanda-tanda mendekati normal (1
dehidrasi, elastisitas ml/kgBB/jam), berikan
turgor kulit baik, dan kalium melalui infus 20-
tidak ada rasa haus 40 meQ/L diencerkan
yang berlebihan dengan aquabidest 100
d. - Tekanan nadi perifer ml, diberikan dengan
jelas, HR 60-100 RR tetesan lambat
12-20
e. - Mukosa lembab

Perubahan nutrisi kurang Setelah dilakukan - Berikan terapi insulin - Insulin membantu
dari kebutuhan tubuh asuhan keperawatan, secara teratur melalui memindahkan glukosa
berhubungan dengan klien menunjukkan intravena 0,1 ke dalam sel dan
defisiensi insulin ditandai status nutrisi adekuat unit/kgbb/jam mengendalikan gula
dengan BB turun, pasien ; menghabiskan - Berikan makanan cair darah
lemah makanan, dengan yang mengandung nutrisi - Pemberian makanan
kriteria hasil : dan elektrolit. melalui oral lebih baik
- Pasien dapat Selanjutnya memberikan diberikan pada klien
mencerna jumlah makanan yang lebih sadar dengan fungsi
kalori atau nutrien padat gastrointestinal baik
yang tepat dan - Konsultasi dengan ahli - Sangat bermanfaat
menunjukkan tingkat diet (gizi) dan tentukan dalam perhitungan dan
energy program diet dan jumlah penyesuaian diet untuk
- BB mengalami kalori yang dibutuhkan memenuhi kebutuhan
penambahan hingga 2 - Observasi tanda-tanda nutrisi pasien
kg/minggu hipoglikemia - Metabolisme
- Tidak menunjukkan - Identifikasi makanan karbohidrat mulai terjadi
tanda-tanda yang disukai atau dan gula darah akan
malnutrisi dikehendaki termasuk berkurang dan
kebutuhan etnik/ kultur sementara tetap

20
Diabetes Mellitus tipe 1 | Tutor 3

diberikan insulin, maka


hipoglikemia dapat
terjadi
- Jika makanan yang
disukai paien dapat
dimasukkan dalam
pencernaan makanan,
kerjasama ini dapat
diupayakan setelah
pulang
Gangguan perfusi Mempertahankan - Ajarkan pasien untuk - Dengan mobilisasi
berhubungan dengan sirkulasi perifer tetap melakukan mobilisasi meningkatkan sirkulasi
melemahnya/menurunnya normal. - Ajarkan tentang faktor- darah
aliran darah ke perifer Kriteria Hasil : faktor yang dapat - Meningkatkan
ditandai dengan – Denyut nadi perifer meningkatkan aliran melancarkan aliran
ekstremitas dingin dan teraba kuat dan reguler darah : Tinggikan kaki darah balik sehingga
lembab - Ekstremitas teraba sedikit lebih rendah dari tidak terjadi oedema.
hangat jantung ( posisi elevasi - Kolestrol tinggi dapat
- Sensorik dan motorik pada waktu istirahat ), mempercepat terjadinya
membaik hindari penyilangkan arterosklerosis, merokok
kaki, hindari balutan dapat menyebabkan
ketat, hindari terjadinya vasokontriksi
penggunaan bantal, di pembuluh darah,
belakang lutut dan relaksasi untuk
sebagainya. mengurangi efek dari
- Ajarkan tentang stres.
modifikasi faktor-faktor - Pemberian vasodilator
resiko berupa : Hindari akan meningkatkan
diet tinggi kolestrol, dilatasi pembuluh darah
teknik relaksasi, sehingga perfusi
menghentikan kebiasaan jaringan dapat

21
Diabetes Mellitus tipe 1 | Tutor 3

merokok, dan diperbaiki, sedangkan


penggunaan obat pemeriksaan gula darah
vasokontriksi. secara rutin dapat
- Kerja sama dengan tim mengetahui
kesehatan lain dalam perkembangan dan
pemberian vasodilator, keadaan pasien, HBO
pemeriksaan gula darah untuk memperbaiki
secara rutin dan terapi oksigenasi daerah
oksigen ( HBO ). ulkus/gangren.

22
Diabetes Mellitus tipe 1 | Tutor 3

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang dapat disebabkan berbagai
macam etiologi, disertai dengan adanya hiperglikemia kronisa akibat gangguan sekresi insulin
atau gangguan kerja dari insulin atau keduanya. Sedangkan pada diabetes mellitus tipe 1 lebih
diakibatkan oleh karena berkurangnya sekresi insulin akibat kerusakan sel beta pankreas yang
didasari proses autoimun. Gejala klinis yang biasa ditunjukkan oleh pasien yaitu polidipsi,
poliuria, polifagia, dan disertai berat badan menurun. Anak dengan DM tipe 1 cepat sekali
menjurus ke dalam ketoasidosis diabetik yang disertai atau tanpa koma dengan prognosis kurang
baik bila tidak diterapi dengan baik. Oleh karena itu, pada dugaan DM tipe 1, penderita harus
segera dirawat inap. Selain itu pemberian insulin sangat dibutuhkan bagi pasien ini.
Pada kasus ini, kami mengambil tiga diagnosa keperawatan yaitu:
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik ditandai dengan
turgor jelek

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan defisiensi insulin
ditandai dengan BB turun, pasien lemah

3. Gangguan perfusi berhubungan dengan melemahnya/menurunnya aliran darah ke


perifer ditandai dengan ekstremitas dingin dan lembab.

3.2 Saran
Bagi perawat haruslah penting menjaga kebutuhan gizi pasien dan harus memperhatikan
diet apa saja yang harus di berikan kepada pasien. Jagalah kesehatan anda sejak dini sebelum
tumbul gejala penyakit yang kita takuti. Mulailah memilah-milah makanan yang baik untuk
kesehatan kita dan hindari stress yang dapat memperparah penyakit yang diderita.
Bukan hanya perawat saja yang perlu menjaga kesehatan, tetapi kita mnasyarakat luas
juga perlu memperhatikan kesehatan, dengan pola hidup sehat dan olah raga yang teratur serta
menjaga makanan yang dimakan.

23
Diabetes Mellitus tipe 1 | Tutor 3

DAFTAR PUSTAKA

Arisman. 2010. Obesitas, diabetes mellitus & dislipidemia: konsep, teori, dan penanganan
aplikatif. Jakarta: EGC
Brashers, Valentina. 2007. Aplikasi klinis patofisiologi: pemeriksaan dan manajemen. Jakarta:
EGC
Brunner & Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol. 2. Jakarta : EGC.
Doengoes, M.E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta : EGC.
DOI: Data Obat di Indonesia; Keterangan Lengkap Dari Obat-obat yang Beredar di Indonesia.
2008. Jakarta: PT. Muliapurna Jayaterbit
Engram, B. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta : EGC.
http://eprints.undip.ac.id/35606/3/Bab_2.pdf
http://prodia.co.id/kimia/c-peptide
http://www.umm.edu/patiented/articles/what_causes_type_1_diabetes_000009_2.htm
Jan Tambayong, dr. (2000). Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC.
Kee, Joyce L. 1998. Farmakologi: Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta: EGC
Price. S.A. (1995). Patofisiologi, Edisi Kedua, Jakarta : EGC.
Radde, Ingeborg C. 1998. Farmakologi dan Terapi Pediatri. Jakarta: Hipokrates

24

Anda mungkin juga menyukai