Disusun Oleh:
Lesi Lestari
1202078
S1 / 3A
Prodi S1 Keperawatan
STIKes Bethesda YAKKUM Yogyakarta
TA 2014/2015
KATA PENGANTAR
Penulis menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari
semua pihak yang bersifat membangun selalu Penulis harapkan demi
kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada
semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal
sampai akhir. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberkati segala usaha
kita. Amin.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit Menular Seksual (PMS) adalah penyakit yang penularannnya
terutama melalui hubungan seksual (Sjaiful Fahmi Daili,2007). Tempat
terjangkit penyakit tersebut tidak hanya pada alat kelamin saja, tetapi dapat di
berbagai tempat di luar alat kelamin. Yang tergolong penyakit menular
seksual ini adalah sifilis, gonore, ulkus mole, lymfogranuloma venereum dan
granuloma inguinale. Dari sudut epidemiologi ternyata penyaki menular
seksual berkembang sangat cepat berkaitan dengan pertambahan dan migrasi
penduduk, bertambahnya kemakmuran serta terjadi perubahan perilaku
seksual yang semakin bebas ( Ida bagus Gede Manuaba 2008). Penyakit
kelamin banyak terdapat di negara berkembang maupun yang sudah maju dan
tersebar luas pada semua lapisan masyarakat baik miskin maupun kaya.
Seperti pada penyakit IMS lainnya, limfogranuloma venereum merupakan
penyakit yang lebih sering dijumpai pada daerah- daerah rural dan orangorang berperilaku promiskus serta golongan social ekonomi rendah.
B. Rumusan masalah
a. Apa yang dimaksud dengan Lymphogranuloma venereum?
b. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan timbulnya
penyakit
Lymfogranuloma venereum??
c. Bagaimana cara penularan penyakit Limfogranuloma venereum?
d. Bagaimana mencegah, mendiagnosis dan mengobati penyakit
Limfogranuloma venereum?
C. Tujuan penulisan
Untuk mengetahui
tentang
bagaimana
dan
seperti
apa
penyakit
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Limfogranuloma venereum (LGV) adalah penyakit menular seksual yang
disebabkan oleh Chlamydia trachomatis serotype L1, L2, L3, afek primer
biasanya cepat hilang, bersifat sistemik, mengenai sistem saluran pembuluh
limfe dan kelenjar limfe, terutama pada daerah genital, inguinal, anus dan
rektum, dengan perjalanan klinis, akut, sub-akut, atau kronis tergantung pada
imunitas penderita dan biasanya berbentuk sindrom inguinal. Sindrom
tersebut berupa limfadenitis dan periadenitis beberapa kelenjar getah bening
inguinal medial dengan kelima tanda radang akut dan disertai gejala
konstitusi, kemudian akan mengalami perlunakkan yang tak serentak.
Limfogranuloma venereum (LGV) disebut juga Limfopatia venereum yang
dilukiskan pertama kali oleh Nicolas, Durand dan Favre pada tahun 1913,
karena itu juga disebut penyakit Durand-Nicolas-Favre disease. Selain itu
dikenal juga sebagai Limfogranuloma Inguinal, Limfogranuloma tropikum,
Tropical bubo, Climatic bubo, Strumous bubo, dan Paradenitis inguinal
B. Epidemiologi
LGV bersifat sporadis tersebar di seluruh dunia terutama pada negara-negara
yang beriklim tropis dan subtropics, seperti I daerah Amerika Utara, Eropa,
Australia dan prevalensi tinggi yang terdapat di Asia dan Amerika Selatan,
LGV merupakan penyakit endemis di timur dan barat Afrika, India, sebagian
Asia Tenggara, Amerika Utara dan Kepulauan Karibia. Pada daerah
nonendemis ditemukan padapelaut, tentara, dan wisatawan yang mendapat
infeksi pada saat berkunjung atau pernah tinggal di daerah endemis. Seperti
pada penyakit IMS lainnya, limfogranuloma venereum merupakan penyakit
yang lebih sering
orang-orang
usia dan tingginya aktivitas seksual, pernah dilaporkan kasus LGV pada
remaja. Kini penyakit ini jarang ditemukan.
C. Etiologi
Penyebab Limfogranuloma venereum (LGV) adalah Chlamydia trachomatis,
yang merupakan salah satu organisme dari 4 spesies dari genus Chlamydia,
yang memiliki siklus pertumbuhan yang unik . Chlamydia trachomatis
memiliki
metabolisme,
struktur,
maupun
kepekaan
terhadap
antibiotika
dan
kemoterapi, dan sebagian bersifat seperti virus yaitu memerlukan sel hidup
untuk berkembang biaknya (parasit obligat intrasel).
Spesies Chlamydia trachomatis terdiri dari dua biovars yaitu trachoma atau
organisme TRIC dan organisme LGV. Organisme LGV sendiri terdiri atas 3
serovars yaitu L1, L2, L3.
Chlamydia berukuran lebih kecil dari bakteri, berdiameter 250-550 mm,
namun lebih besar dari ukuran virus pada ummunya. Di dalam jaringan
pejamu , membentuk sitoplasma inklusi yang merupakan
patognomoni
infeksi Chlamydia.
Penyakit yang segolongan dengan Limfogranuloma venereum ialah
psitakosis, trakoma, dan Inclusion conjunctivitis.
D. Manifestasi klinis
LGV adalah penyakit sistematik primer menyerang system limfatik, dengan
manisfestasi klinis dapat akut, subakut atau kronik,dengan komplikasi pada
stadium lanjut. Masa tunas penyakit ini adalah 1-4 minggu. Gejal konstitusi
timbul sebelum penyakitnya mulai dan biasanya menetap selam sindrom
inguinal. Gejal tersebut berupa malese, nyeri kepala, artralgia, anoreksia,
nausea dan demam. Terdapat perbedaan gambaran klinis pada pria dan dan
wanita. Pada wanita jarang didapatkan lesi primer genital dan bubo inguinal.
E. Klasifikasi
Gambaran klinis LGV secara umum dapat dibagi dalam 2 stadium, yaitu :
1. Stadium dini, yang terdiri atas :
a. Lesi primer genital
Setelah masa inkubasi antara 3-20 hari, akan terjadi lesi primer di
genital yang bersifat tidak sakit, ummumnya bersifat solitar, tidak
papula- papula gerombolan vesikel kecil mirip lesi herpes, atau sebagai
uretritis nonspesifik. Masa inkubasi dapat bersifat lebih lama apabila
lesi primer genital tidak muncul, sebagai manifestasi adalah sindrom
inguinal. Pada pria sering berlokasi di genitalia, eksterna terutama
disulkus koronarius, frenulum, preputium, penis, uretra, dan skrotum.
Lesi primer pada pria sering disertai oleh limfangitis pada bagian
dorsal penis dan membentuk nodul limfangial yang lunak atau absesabses kecil (bubonuli). Bubonuli dapat pecah dan membentuk drainse
sinus, fistel, dan fibrosisuretra sehingga terbentuk sikatrik pada dasar
penis. Pada wanita lebih sering terjadi pada dinding posterior vagina,
portio, bagian posterior serviks dan vulva. Limfangitis sangat sering
berhubungan dengan edema local dan regional yang menyebabkan
phimosis pada pria dan pembengkakan pada wanita dengan derajat
yang bervariasi.
b. Sindrom inguinal
Sindrom inguinal merupakan sindrom yang sering dijumpai karena itu
akan diuraikan secara luas. Sindrom tersebut terjadi pada pria, jika afek
primernya di genitalia eksterna, umumnya unilateral, kira-kira 80%.
Pada wanita terjadi jika afek primernya pada genitelia eksterna dan
vagina 1/3 bawah. Itulah sebabnya sindrom tersebut lebih sering
terdapat pada pria daripada wanita, karena umumnya lesi primer pada
wanita terletak di tempat yang lebih dalam, yakni di vagina 2/3 atas
dan serviks. Jika lesi primer terletak pada tempat tersebut, maka yang
mengalami peradangan bukan kelenjar inguinal medial, tetapi kelenjar
Gerota. Pada sindrom ini yang terserang ialah kelenjar getah bening
inguinal medial, karena kelenjar tersebut merupakan kelnjar regional
bagi genitalia eksterna. Kelenjar yang dikenal ialah beberapa dan dapat
mdiketahui karena permukaannya berbenjol- benjol, kemudian akan
berkonfluensi. Karena LGV merupakn penyakit subakut, maka kelima
tanda radang akut terdapat pada dolor, rubor, tumor, kalor dan fungsio
lea. Selain limfadenitis terjadi pula periadenitis yang menyebabkan
perlekatan dengan jaringan sekitarnya. Kemudian terjadi perlunakan
yang tidak serentak, yang mengakibatkan konsistensinya menjadi
bermacam-macam, yakni keras, kenyal dan lunak (abses). Perlunakan
biasanya di tengah, dapat terjadi abses dan fistel yang multiple.
Sering terlihat pula 2 atau 3 kelompok kelenjar yang berdekatan dan
memanjang seperti sosis di bagian proksimal dan distal ligamentum
Pouparti dan dipisahkan oleh lekuk (sulkus). Gejala tersebut oleh
Greenblatt disebut
sering
kemungkinan
menyertai
berhubungan
sindrom
dengan
ini.
Gejala
penyebaran
konstitusi
ini
sistemik
dari
darah
dan
cairan
serebrospinal
pasien
baik
dengan
gejala
defekasi, sakit perut bawah, konstipasi dan diare. Selanjutnya bila tidak
diberi pengobatan akan terjadi proktokolitis berat yang gejalanya mirip
colitis ulserosa, dengan tanda-tanda fistel anal, abses perirektal dan
rektovaginal/rektovesikel. Gejala striktura rekti yang progresif sering
ditandai dengan secret dan perdarahan rektum, kolik dan obstipasi oleh
karena obstruksi total. Sindrom anorektal dapt terjad pada pria yang
homoseksual, yang melakukan sanggama secara genitoanal, mukosa
rektal dapat diinokulasi lansung oleh Chlamydia selama hubungan seks
secara anal atau melalui penyebaran limfatik dari uretra posterior.
b. Elefantiasis/Sindrom genital (esthiomene) Waktu terjadinya lesi primer
hingga sindrom inguinal 3-6 minggu, sedangkan dari bentuk dini
hingga bentuk lanjut yaitu selam satu tahun hingga beberapa tahun.
F. Cara Penularan
Penyakit seksual dapat menulari siapa saja yang memang telah aktif secara
seksual tanpa terkecuali. Baik pria maupun wanita dapat tertular penyakit
seksual apabila melakukan hubungan seksual dengan seseorang yang telah
terjangkit penyakit seksual.
Ada banyak macam penyakit seksual, biasanya disebabkan oleh virus atau
bakteri. Mengetahui jenis dari penyakit-penyakit seksual mungkin dapat
G.
Pemeriksaan Penunjang
1. Tes Frei
Merupakan metode diagnosis pertama yang dilakukan untuk mendiagnosis
LGV (1930-1970). Tes ini berdasarkan pada imunitas seluler terhadap virus
LGV. Bahan diambil dari aspirasi bubo yang belum pecah atau antigen yang
dibuat dari hasil pembiakan dalam selaput kuning telur embrio ayam, nama
dagang lygnanum.
Cara kerja :
a. Caranya dengan menyuntikkan 0,1 ml antigen intradermal pada lengan
bawah dengan kontrol pada lengan lainnya
b. Reaksi dibaca setelah 48-72 jam, hasil positif bila tampak papul
eritematosa dikelilingi daerah infaltrat dengan diameter >6 mm dan
daerah control negative. 3. Hasil positif dalam waktu 2 sampai beberapa
minggu (bahkan sampai 6 bulan) setelah infeksi dan akan tetap positif
untuk jangka waktu lama bahkan seumur hidup. Reaksi ini merupakan
delayed intradermal yang spesifik terhadap golongan Chlamydia
sehingga
antibody
Chlamydia
dan
kompleks
Chlamydia
3. Kultur Jaringan
Dilakukan dalam yolk sac embrio ayam atau dalam biakan sel dengan bahan
pemeriksaan dari aspirasi pus bubo yang belum pecah dapat member
konfirmasi diagnosis
4. Sitologi
Dipakai untuk menemukan badan inklusi Chlamydia yang khas dari koloni
virus, baik intraseluler maupun ekstraseluler. Specimen diambil dari
jaringan yang terinfeksi kemudian diwarnai dengan menggunakan metode
giemsa, iodine, dan antibodi fluoresen. Ssitologi tidak terlalu baik sebagai
metode untuk diagnosis pasti LGV karena spesimen sering kali
terkontaminasi dengan bakteri dan artefak lain.
5. Polymerase Chain Reaction (PCR)
Digunakan untuk melihat asam nukleat spesifik Chlamydia trachomatis
pada kasus-kasus yang disebabkan organisme ini. Primer DNA yang
digunakan untuk mengetahui adanay sekuens DNA di dalam plasmid atau
membrane protein bagian luar Chlamydia trachomatis.
6. Biopsi-Histopatologi
Biopsy digunakan untuk menyingkirkan diagnose banding yang tersering
yaitu infeksi atipik dan neoplasia. Gambaran histopatologi berupa
hyperplasia folikuler dan abses dari kelenjar limfe yang tidak spesifik.
7. Tes GPR
Tes GPR ini berdasarkan peningkatan globulin dalam darah. Dilakukan
dengan memberiakn beberapa tetes (1-2 tetes) formalin 40% pada 2 cc
serum
penggumpalan (serum jadi beku). Tes ini tidak spesifik oleh karena dapat
positif pada penyakit lain.
H. Diagnosis
Diagnosis LGV
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Limfogranuloma venereum (LGV) adalah penyakit menular seksual yang
disebabkan oleh Chlamydia trachomatis.
Gambaran klinis LGV secara umum dapat dibagi dalam 2 stadium, yaitu :
1. Stadium dini, yang terdiri atas : Lesi primer genital, Sindrom inguinal
2. Stadium lanjut, dapat berupa : Sindrom ano-rektal, Elefantiasis/Sindrom
genital (esthiomene)
LGV, jika diobati secara dini, prognosisnya baik, tetapi jika terjadi komplikasi
lanjut dapat menyebabkan kematian. Reinfeksi dan relaps mungkin terjadi,
terutam pada pasien human immunodeficiency virus (HIV), pada pasien ini
dapat berkembang dengan multipel abses, sehingga memerlukan terai yang
lebih lama karena resolusinya terlambat.
DAFTAR PUSTAKA