Anda di halaman 1dari 29

Jejas Reversibel dan Jejas

Ireversibel
Rochima Nuzul Haq
1710211028
• Sel selalu berusaha mempertahankan keadaan
normalnya.
• Ketika sel menghadapi stres fisiologis atau rangsang
patologis sel dapat beradaptasi mencapai kondisi baru
dan mempertahankan viabilitas dan fungsinya.
• Apabila kemampuan adaptif berlebihan atau stres
eksternal berbahaya, maka sel mengalami jejas.
• Dalam batas tertentu cedera bersifat reversibel dan sel
akan kembali ke kondisi stabil semula
• Namun apabila stresnya berat atau berkepanjangan dan
terjadi secara tiba-tiba akan mengakibatkan cedera
ireversibel dan kematian sel.
Empat sistem yang paling mudah terkena jejas

1. Integritas membran sel , yang penting bagi


homeostasis ionik dan osmotik selular.
2.Pembentukan ATP, sebagian besar melalui
respirasi aerobik mitokondria
3.Sintesis protein
4.Integritas apparatus genetik
Jejas reversibel
• Dalam batas tertentu ketika ada rangsang yang dapat
menghilangkan jejas, sel akan kembali ke keadaan normal.
• Pada stadium ini, walaupun terjadi kelainan struktur dan fungsi,
jejas umumnya tidak berkembang sehingga tidak mengakibatkan
kerusakan membran dan kerusakan inti.
• Perubahan ultrastruktur jejas sel reversibel meliputi :
• Perubahan membran plasma
• Perubahan mitokondrial
• Dilatasi retikulum endoplasma
• Perubahan nuklear
• Dua pola perubahan morfologik yang berikatan dengan jejas
reversibel dapat dikenali dengan mikroskop cahaya :
• Pembengkakan sel
• Degenerai lemak (perlemakan)
• Pembengkakan sel
• Akibat kegagalan pompa ion yang tergantung tenaga/ energi-dependen pada
membran plasma, mengakibatkan sel tidak mampu mempertahankan
homeostasis ion dan cairan.
• Pembengkakan sel mungkin akan lebih tampak pada tingkat seluruh organ.
• Bila semua sel pada organ terkena :
• Terdapat warna kepucatan (akibat dari tekanan pada kapiler)
• Peningkatan turgor
• Penambahan berat organ akan meningkat
• Secara mikroskopik
• Tampak vakuola kecil jernih di dalam sitoplasma
• Vakuola tersebut menggambarkan segmen retikulum endoplasma
yang melebar dan terlepas.
• Pola jejas non-letal ini kadang-kadang disebut Degenerasi Hidrofik
atau Degenerasi Vakuolar
• Perlemakan atau Degenerasi Lemak
• Akibat jejas hipoksia dan berbagai cedera toksik dan
metabolit yang tampak sebagai vakuola kecil atau besar
di dalam sitoplasma.
• Reaksi yang kurang sering terjadi, terutama ditemukan
pada sel yang berperan dalam metabolisme lemak
(misalnya, hepatosit dan sel miokardium)
• Tampak sebagai vakuol lemak dalam sitoplasma.

• Sel cedera juga akan menunjukan pulasan eosinofil yang


bertambah, dan akan lebih menonjol apabila terjadi
nekrosis
Jejas Ireversibel

• Cedera yang presisten atau berlebihan menyebabkan


sel melewati ambang batas.
• Disertai kerusakan luas pada semua membran,
pembengkakan lisosom, vakuolisasi mitokondria,
sehingga terjadi penurunan kapasitas untuk
membentuk ATP.
• Dua fenomena yang menandai jejas ireversibel :
• Ketidakmampuan memperbaiki disfungsi mitokondria
• Terjadinya gangguan fungsi membran yang besar
•Terdapat beberapa
penyebab potensial
kerusakan membran
dan semua
mempunyai peran
pada bentuk tertentu
jejas
•Kehilangan progresif
fosfolipid membran
•Abnormalitas
sitoskeletal
•Radikal oksigen toksik
•Produk pemecahan
lipid
Nekrosis

• Jenis kematian sel yang dihubungkan dengan hilangnya integritas


membran dan bocornya isi sel sehingga terjadi kerusakan sel.

• Akibat pengaruh enzim yang merusak sel yang mengalami jejas


fatal.

• Isi sel yang bocor keluar akan mengakibatkan reaksi lokal pejamu
yang disebut radang yang merupakan upaya untuk menghilangkan
sel yang mati dan memulai proses perbaikan.

• Enzim yang mengakibatkkan pencernaan sel berasal dari lisosom sel


mati dan dari lisosom leukosit.
Perubahan yang menandai nekrosis

• Bertambahnya warna eosinofil


• Pelisutan inti
• Fragmentasi dan disolusi
• Rusaknya membran organel
• Keluarnya isi sel dan pencernaanya oleh enzim
Perubahan yang menandai nekrosis
1. Nekrosis Koagulatif

 Arsitektur jaringannya tetap dipertahankan untuk beberapa hari


 Jaringan berbentuk padat
 Jejas merusak protein dan enzim, sehingga tidak terjadi proteolisis sel mati
 Sel menjadi eosinofilik tanpa nukleus dan bisa bertahan beberapa hari hingga beberapa
minggu
 Leukosit akan menuju tempat nekrosis dan sel mati akan dicerna oleh enzim lisosom dari
leukosit
 Sisa-sisa akan dihilangkan melalui proses fagositosis
 Karakteristiknya adalah infark (daerah nekrosis iskemik)
 Terjadi pada semua organ kecuali otak
2. Nekrosis Liquefaktifa
 Dijumpai pada infeksi bakteri
setempat, infeksi jamur
 Mikroba akan mengakibatkan
akumulasi sel radang
 Enzim leukosit yang mencerna
jaringan
 Karena alasan tertentu
diakibatkan kematian hipoksia sel
dalam sistem saraf pusat
 Sel mati seluruhnya kemudian
dicerna sehingga jaringan berubah
menjadi massa yang cair
 Jaringan akan dihilangkan oleh
fagosit
 Apabila terjadi pada radang akut,
akan terbentuk cairan berwarna
kuning kental dan disebut nanah
3. Nekrosis Gangrenosa

 Sebenarnya bukan merupakan gambaran tertentu sel yang mati


 Namun terminologi ini masih dipakai pada keadaan klinis sehari-hari
 Terjadi pada tungkai terutama tungkai bawah yang mengalami
kekurangan aliran darah
 Terjadi pula nekrosis koagulatifa meliputi berbagai lapisan jaringan
 Apabila diikuti infeksi bakteri, nekrosis koagulatifa berubah menjadi
nekrosis liquefaktifa
 Kemudian nekrosis liquefaktifa akan didatangi oleh leukosit
(mengakibatkan keadaan yang disebut gangren basah)
4. Nekrosis Kaseosa  Dijumpai pada fokus infeksi
tuberkulosa
 Kaseosa berarti “mirip keju” yang
menyatakan gambaran putih
kekuning-kuningan pada daerah
nekrosis yang rapuh
 Pada gambaran mikroskopik, fokus
nekrotik menunjukkan kumpulan
sel yang berfragmentasi dan sel
yang hancur dengan gambaran
merah muda granuler pada
pewarnaan jaringan H&E
 Arsitektur jaringan dirusak secara
menyeluruh dan gambaran sel
tidak dapat dikenal lagi
 Daerahnya dikelilingi oleh jaringan
radang
 Gambaran khas dari fokus radang
disebut granuloma
5. Nekrosis Lemak  Daerah yang mengalami destruksi
lemak
 Kelainan khas akibat pelepasan
enzim lipase prankreas yang
teraktifkan ke dalam jaringan
pankreas dan rongga peritoneum
 Terjadi pada keadaan darurat
abdomen
 Dikenal sebagai pankreatitis akuta
 Enzim pankreas yang keluar dari
sel asinus dan duktus akan
mencairkan sel lemak peritoneum
 Lipase memecah ester trigliserida
pada sel lemak
 Asam lemak yang terbentuk
mengikat kalsium dan
menghasilkan daerah putih seperti
kapur
6. Nekrosis Fibrinoid
 Nekrosis khusus
 Tampak dengan mikroskop
cahaya
 Terjadi pada reaksi imun
 Kompleks antigen dan
antibodi mengendap pada
dinding arteri
 Endapan kompleks imun
bersama dengan fibrin yang
keluar dari pembuluh darah,
akan memberikan gambaran
merah muda amorf yang
mencolok pada sediaan H&E
dan disebut fibrinoid (mirip
fibrin)
 Penyakit akibat gangguan
imunologi
APOPTOSIS

• Jalur “bunuh diri” sel


• Kematian sel yang terprogram
• Jalur kematian sel dengan mengaktifkan enzim yang merusak DNA inti
sel itu sendiri dan protein pada inti dan sitoplasma
• Apoptosis berarti “lepas”
• Fragmen sel yang mengalami apoptosis akan terlepas
• Membran plasma sel apoptotik tetap utuh, tetapi berubah sehingga sel
dan fragmen yang terlepas akan menjadi target fagosit
• Sel yang mati dan fragmennya akan segera dibersihkan sebelum isi sel
bocor keluar, sehingga tidak menimbulkan reaksi radang pada pejamu
• Apoptosis yang diinduksi oleh stimulus patologis dapat berkembang
menjadi nekrosis
Penyebab Apoptosis

• Apoptosis pada situasi fisiologis


• Merupakan fenomena normal
• Berfungsi menghilangkan sel yang tidak diperlukan lagi
dan untuk mempertahankan jumlah sel yang tetap pada
berbagai jaringan
Apoptosis penting untuk situasi
fisiologis berikut:

1. Destruksi sel terprogram saat embriogenesis


2. Involusi jaringan yang bergantung hormon pada saat
terjadi kekurangan hormon
3. Hilangnya sel pada populasi sel yang sedang
poliferatif
4. Eliminasi sel yang telah selesai melakukan tugasnya
5. Eliminasi limfosit reaktif yang berpotensi merugikan
diri
6. Kematian sel oleh limfosit T sitotoksik
Apoptosis pada kondisi patologis

• Apoptosis mengeliminasi sel yang telah mengalami


gangguan genetik atau kerusakan yang tidak dapat
diperbaiki
• Tanpa menimbulkan reaksi tubuh yang berlebihan
• Kerusakan jaringan yang terjadi dibatasi serendah
mungkin
Kematian akibat apoptosis menyebabkan hilangnya
sel pada beberapa kondisi patologis :

1. Kerusakan DNA
2. Akumulasi dari protein yang salah bentuk
3. Jejas sel pada beberapa infeksi
4. Atrofia patologis di organ parenkim setelah
obstruksi duktus
Mekanisme Apoptosis

• Terjadi karena aktivasi enzim kaspase


• Aktivasi kaspase tergantung dari keseimbangan
antara produksi protein pro- dan anti-apoptotik
• Dua jalur berbeda akan bersatu untuk mengaktifkan
kaspase : jalur mitokondria dan jalur reseptor kematian
• Walaupun kedua jalur ini dapat bertemu, namun
masing-masing diinduksi dalam kondisi, molekul, dan
peran yang berbeda
Mekanisme Apoptosis
Perbedaan Nekrosis dan Apoptosis
Gambaran Nekrosis Apoptosis

Besar sel Membesar (bengkak) Mengecil (melisut)

Inti Piknosis  karioreksis  kariolisis Fragmentasi menjadi


fragmen sebesar nukleosom

Membran plasma Rusak Utuh; struktur berubah,


terutama orientasi lemak
Isi sel Pencernaan enzimatik bisa Utuh; mungkin ditampillkan
menghilangkan sel pada badan-badan
apoptotik
Radang sekitarnya Sering Tidak

Peran fisiologis atau Patologis (diakhiri jejas sel Sering fisiologis; upaya
patologis ireversibel) untuk mengeliminasi sel
yang tidak diinginkan; bisa
patologis setelah berbagai
cedera sel, khsusnya
kerusakan DNA dan
kerusakan protein
Referensi

• Buku ajar patologi Robbins edisi 9


• Buku ajar patologi Robbin edisi 7

Anda mungkin juga menyukai