Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN

PENANGANAN KASUS KEGAWATDARURATAN PADA KALA II


PERSALINAN

Makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Asuhan Kebidanan
Kegawatdaruratan Maternal Neonatal

Dosen Pengampu : R.D. Rahayu, S.Si.T., S.Psi.,M.Si

Disusun Oleh :

1. Nur Fitriani (NIM. P27224019140)

2. Shafira Siti Nabila (NIM. P27224019145)

3. Sofia Sagita (NIM. P27224019147)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN


SURAKARTA

JURUSAN KEBIDANAN

PRODI ALIH JENJANG SARJANA TERAPAN KEBIDANAN REGULER

2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

rahmat dan hidayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan

makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam menyusun makalah ini

kami mendapat dari berbagai sumber.

Harapan kami, semoga makalah yang kami buat ini dapat berguna bagi

semua orang dan dapat dijadikan sebagai penambah ilmu pengetahuan kita, baik

anda yang membacanya maupun kami yang membuatnya. Kami menyadari bahwa

makalah yang kami buat ini belum sempurna dan masih perlu ditingkatkan lagi.

Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan

demi kesempurnaan makalah ini.

Klaten, 26 Januari 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii

DAFTAR ISI ....................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................

BAB III PENUTUP ............................................................................................

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kematian saat melahirkan menjadi faktor utama mortalitas
perempuan pada puncak produktivitasnya. Angka Kematian Ibu (AKI)
sangat tinggi di dunia, 800 perempuan meninggal setiap hari akibat
komplikasi kehamilan dan persalinan. Pada tahun 2013 tercatat 289.000
perempuan meninggal selama dan setelah kehamilan dan persalinan
(WHO, 2014).
Kasus kegawatdaruratan obstetri ialah kasus yang apabila tidak
segera ditangani akan berakibat kesakitan yang berat, bahkan kematian ibu
dan janinnya. Kasus ini menjadi penyebab kematian ibu, janin dan bayi
baru lahir. Secara umum terdapat berbagai kasus yang masuk dalam
kategori kegaatdaruratan maternal masa persalinan kala I dan II, dan
manifestasi klinis kasus kegawatdaruratan tersebut berbeda-beda dalam
rentang yang cukup luas.
Oleh sebab itu makalah ini disusun untuk memberikan informasi
tentang kegawatdaruratan maternal masa persalinan kala II sehingga dapat
meningkatkan kualitas pelayanan kebidanan dan deteksi dini
kegawatdaruratan maternal dalam usaha menurunkan angka kematian ibu
dan bayi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan persalinan sungsang?
2. Apa yang dimaksud dengan persalinan terlantar?
3. Apa yang dimaksud dengan distosia bahu?
4. Apa yang dimaksud dengan ruptur uteri?
5. Apa yang dimaksud dengan emboli air ketuban?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang persalinan sungsang
2. Untuk mengetahui tentang dengan persalinan terlantar
3. Untuk mengetahui tentang distosia bahu
4. Untuk mengetahui tentang ruptur uteri
5. Untuk mengetahui tentang emboli air ketuban
BAB II

PEMBAHASAN

Kegawatdaruratan obstetri adalah kondisi kesehatan yang mengancam jiwa


yang terjadi dalam kehamilan atau selama dan sesudah persalinan dan kelahiran.
Terdapat sekian banyak penyakit dan gangguan dalam kehamilan yang
mengancam keselamatan ibu dan bayinya (Chamberlain, Geoffrey, & Phillip
Steer, 1999).
A. Persalinan Sungsang
1. Pengertian
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak
memanjang dengan kepala di fundus uteri dan bokong berada di bagian
bawah kavum uteri.
Presentasi bokong merupakan malpresentasi yang paling sering
dijumpai. Sebelum umur kehamilan 28 minggu, kejadian presentasi bokong
berkisar antara 25-30%, dan sebagian besar akan berubah menjadi
presentasi kepala setelah umur kehamilan 34 minggu. (Wiknjosastro,
2007).
Menurut Cunningham (2014) terdapat 3 klasifikasi utama
presentasi bokong, yaitu :
a. Frank breech (bokong murni) apabila bagian bawah janin adalah
bokong saja tanpa disertai lutut atau kaki. Terjadi ketika kedua paha
janin fleksi dan ekstremitas bawah ekstensi.
b. Complete breech (bokong-kaki) apabila bagian bawah janin adalah
bokong lengkap disertai kedua paha yang tertekuk atau kedua lutut
tertekuk (duduk dalam posisi jongkok).
c. Footling (presentasi kaki) apabila bagian bawah janin adalah kaki
atau paha. Bisa satu kaki atau kedua kaki, bisa kaki dan paha atau
kedua lutut. Pada saat aterm 65% adalah Frnk breech, 25% complete
breech dan 10% footling. (Cunningham, 2010)
Gambar 2.1. Klasifikasi presentasi bokong

2. Etiologi
a. Dari sudut ibu
1) Keadaan rahim (rahim arkuatus, septum pada rahim, uterus
dupleks, mioma bersama kehamilan).
2) Keadaan jalan lahir (kesempitan panggul, deformitas tulang
panggul, terdapat tumor menghalangi jalan lahir dan perputaran
ke posisi kepala).
3) Keadaan plasenta (plasenta letak rendah, plasenta previa).
b. Dari sudut janin
1) Tali pusat pendek atau lilitan tali pusat.
2) Hidrosefalus atau anensefalus.
3) Kehamilan kembar.
4) Hidramnion atau oligohidramnion.
5) Prematuritas (Manuaba, 2010).
3. Tanda gejala
a. Pada pemeriksaan luar :
1) Pemeriksaan Leopold: Di bagian bawah uterus teraba besar bulat
lunak, dan tidak mudah digerakkan. Di bagian fundus teraba
bagian besar, bulat, keras.
2) Denyut jantung janin umumnya ditemukan setinggi atau sedikit di
atas umbilikus.
3) Pemeriksaan USG
b. Pada pemeriksaan dalam :
1) Setelah ketuban pecah, dapat diraba adanya bokong yang ditandai
adanya sacrum, kedua tuber ossis iskii, dan anus.
2) Bila dapat diraba kaki, maka harus dibedakan dengan tangan.
Pada kaki terdapat tumit, sedangkan pada tangan ditemukan ibu
jari yang letaknya tidak sejajar dengan jari-jari lain dan panjang
jari kurang lebih sama dengan panjang telapak tangan.
3) Untuk membedakan bokong dan muka, jari yang dimasukkan ke
dalam mulut akan meraba tulang rahang.
4) Pada presentasi bokong kaki sempurna, kedua kaki dapat diraba
di samping bokong, sedangkan pada presntasi bokong kaki tidak
sempurna, hanya teraba satu kaki di samping bokong.
4. Penatalaksanaan Medis
Persalinan letak sungsang dengan pervaginam mempunyai syarat yang
harus dipenuhi yaitu pembukaan benar-benar lengkap, kulit ketuban
sudah pecah, his adekuat dan tafsiran berat badan janin < 3600 gram.
Terdapat situasi-situasi tertentu yang membuat persalinan pervaginam
tidak dapat dihindarkan yaitu ibu memilih persalinan pervaginam,
direncanakan bedah sesar tetapi terjadi proses persalinan yang sedemikian
cepat, persalinan terjadi di fasilitas yang tidak memungkinkan dilakukan
bedah sesar, presentasi bokong yang tidak terdiagnosis hingga kala II dan
kelahiran janin kedua pada kehamilan kembar.
Persalinan pervaginam tidak dilakukan apabila didapatkan kontra
indikasi persalinan pervaginam bagi ibu dan janin, presentasi kaki,
hiperekstensi kepala janin dan berat bayi > 3600 gram, tidak adanya
informed consent, dan tidak adanya petugas yang berpengalaman dalam
melakukan pertolongan persalinan (Wiknjosastro, 2007).
a. Persalinan spontan
Yaitu janin dilahirkan dengan kekuatan dan tenaga ibu sendiri
(cara bracht). Pada persalinan spontan bracht ada 3 tahapan yaitu
tahapan pertama yaitu fase lambat, fase cepat, dan fase lambat.
Berikut ini prosedur melahirkan secara bracht :
Ibu dalam posisi litotomi, sedang penolong berdiri di depan vulva,
dilahirkan dengan kekuatan ibu sendiri. Setelah anak lahir, perawatan
dan pertolongan selanjutnya dilakukan seperti pada persalinan spontan
pervaginam pada presentasi belakang kepala.

Gambar 2.2. Menolong Persalinan dengan cara Brach


b. Partial Extraction/ Manual Aid
Janin dilahirkan sebagian dengan tenaga dan kekuatan ibu dan
sebagian lagi dengan tenaga penolong.
1) Mueller
a) Badan janin dipegang secara femuro-pelvis dan sambil
dilakukan traksi curam ke bawah sejauh mungkin sampai bahu
depan di bawah simfisis dan lengan depan dilahirkan dengan
mengait lengan di bawahnya.
Gambar 2.3 Pegangan “Femuro Pelvic” pada pertolongan persalinan sungsang
pervaginam.

b) Setelah bahu dan lengan depan lahir, maka badan janin yang
masih dipegang secara femuro-pelvis ditarik ke atas sampai
bahu belakang lahir (Wiknjosastro, 2007).

Gambar 2.4 (kiri) Melahirkan bahu depan dengan ekstraksi pada


bokong dan bila perlu dibantu dengan telunjuk jari tangan kanan
untuk mengeluarkan lengan depan.
Gambar 2.5 (kanan) Melahirkan lengan belakang (inset : mengait
lengan atas dengan telunjuk jari tangan kiri penolong.
2) Klasik
a) Kedua kaki janin dipegang dengan tangan kanan penolong
pada pergelangan kakinya dan dielevasi ke atas sejauh
mungkin sehingga perut janin mendekati perut ibu.

Gambar 2.6 Melahirkan lengan belakang pada tehnik melahirkan bahu


cara klasik.
b) Bersamaan dengan itu tangan kiri penolong dimasukkan ke
dalam jalan lahir dengan jari telunjuk menelusuri bahu janin
sampai pada fossa cubiti kemudian lengan bawah dilahirkan
dengan gerakan seolah-olah lengan bawah mengusap muka
janin
Gambar 2.7 Melahirkan lengan depan pada tehnik melahirkan bahu cara
klasik.
c) Untuk melahirkan lengan depan, pegangan pada pergelangan
kaki janin diganti dengan tangan kanan penolong dan ditarik
curam ke bawah sehingga punggung janin mendekati
punggung ibu. Dengan cara yang sama lengan dapat dilahirkan
(Wiknjosastro, 2007).
3) Lovset
a) Badan janin dipegang secara femuro-pelvis dan sambil
dilakukan traksi curam ke bawah badan janin diputar setengah
lingkaran, sehingga bahu belakang menjadi bahu depan.

Gambar 2.8 Tubuh janin dipegang dengan pegangan femuropelvik.


b) Sambil melakukan traksi, badan janin diputar kembali ke arah
yang berlawanan setengah lingkaran demikian seterusnya
bolak-balik sehingga bahu belakang tampak di bawah simfisis
dan lengan dapat dilahirkan.
Gambar 2.9 Sambil dilakukan traksi curam bawah, tubuh janin diputar
1800 kearah yang berlawanan sehingga bahu depan menjadi bahu depan
dibawah arcus pubis dan dapat dilahirkan.

Gambar 2.10 Tubuh janin diputar kembali 1800 kearah yang berlawanan
sehingga bahu belakang kembali menjadi bahu depan dibawah arcus
pubis dan dapat dilahirkan.
4) Mauriceau

Gambar 2.11 Cara persalinan sungsang dengan teknik mauriceau.


a) Tangan penolong yang sesuai dengan muka janin dimasukkan
ke dalam jalan lahir.
b) Jari tengah dimasukkan ke dalam mulut dan jari telunjuk serta
jari ke empat mencengkeram fossa canina sedangkan jari yang
lain mencengkeram leher.

Gambar 2.12 Jari tengah masuk ke dalam mulut bayi, jari telunjuk dan jari
manis berada di fossa canina.
c) Badan anak diletakkan di atas lengan bawah penolong seolah-
olah janin menunggang kuda. Jari telunjuk dan jari ke tiga
penolong mencengkeram leher janin dari arah punggung.
d) Kedua tangan penolong menarik kepala janin curam ke bawah
sambil seorang asisten melakukan fundal pressure.
e) Saat suboksiput tampak di bawah simfisis, kepala janin
dielevasi ke atas dengan suboksiput sebagai hipomoklion
sehingga berturut-turut lahir dagu, mulut, hidung, mata, dahi,
ubun-ubun besar dan akhirnya seluruh kepala (Wiknjosastro,
2007).
B. Persalinan Terlantar (Partus Lama)
Persalinan lama disebut juga dengan distosia, didefinisikan
sebagai persalinan abnormal/sulit, partus lama, partus kasep ataupun partus
terlantar.
Persalinan lama adalah persalinan (partus) lama yang ditandai dengan
fase laten lebih dari 8 jam, persalinan telah berlangsung 12 jam atau lebih
tanpa kelahiran bayi, dan dilatasi serviks di kanan garis waspada pada
partograf (Wiknjosastro, 2002).
Partus kasep atau persalinan terlantar adalah fase terakhir dari
suatu persalinan yang macet dan berlangsung terlalu lama sehingga timbul
komplikasi pada ibu dan bayi (Mochtar, 1998).
1. Kala II lama
a. Definisi
Kala II lama adalah kala II yang berlangsung lebih dari 2 jam pada
primigravida dan 1 jam pada multigravida (Saifuddin, 2009)
b. Etiologi
Sebab-sebab terjadinya partus kasep (partus lama) ini adalah
multikomplek, dan tentu saja bergantung pada pengawasan selagi
selama hamil, pertolongan persalinan yang baik, dan
pelaksanaannya.
Faktor-faktor penyebabnya antara lain :
1) Kelainan letak janin
2) 2. Kelainan-kelainan panggul
3) Kelainan his
4) Pimpinan partus yang salah
5) Janin besar atau ada kelainan congenital
6) Primitua
7) Perut gantung, grandemulti
8) Ketuban pecah dini
c. Tanda gejala
Tabel 2.1 : Diagnosis Partus Lama (dystosia)
Tanda dan Gejala Diagnosis
Serviks tidak membuka Belum in partu
Tidak didapatkan his/his tidak teratur
Pembukaan serviks tidak melewati 4 Fase laten memanjang
cm sesudah 8 jam in partu dengan his
yang teratur
Pembukaan serviks melewati kanan Fase aktif memanjang
garis waspada partograf
 Frekuensi his kurang dari 3 his  Inersia uteri
per 10 menit dan lamanya
kurang dari 40 detik
 Pembukaan serviks dan  Disproposi
turunnya bagian janin yang cephalopelvic
dipresentasi tidak maju
sedangkan his baik
 Pembukaan serviks dan  Obstruksi kepala
turunnya bagian janin yang
dipresentasi tidak maju dengan
kaput, terdapat moulase hebat,
edema servisk, tanda ruptura
uteri iminens, gawat janin,  Malpresentasi
 Kelainan presentasi (selain atau malposisi
vetreks dengan oksiput
anterior)
Pembukaan serviks lengkap, ibu ingin Kala II lama
meneran tetapi tidak ada kemajuan
penurunan
Sumber : prawirohardjo (2014)
d. Pentalaksanaan
1) Setelah pembukaan lengkap memimpin ibu untuk meneran
apabila timbul dorongan spontan untuk melakukan hal itu
2) Beristirahat pada posisi yang nyaman bagi ibu
3) Memantau kondisi janin
4) Bila ingin meneran, tetapi pembukaan belum lengkap anjurkan
ibu untuk bernapas cepat atau biasa, atur posisi agar nyaman,
upayakan tidak meneran hingga pembukaan lengkap
5) Bila pembukaan sudah lengkap tetapi ibu tidak ingin meneran
anjurkan untuk mobilisasi atau mengubah-ubah posisi hingga
timbul dorongan untuk meneran
6) Bila kontraksi kuat tetapi ibu tidak ingin meneran setelah 60
menit dari sejak pembukaan lengkap, pimpin untuk meneran
saat kontraksi puncak ( beri asupan nutrisi yang cukup ).
7) Bila 60 menit setelah itu kelahiran bayi masih belum terjadi
rujuk ibu ke fasilitas rujukan.
Penting bila melakukan pimpinan persalinan
1) Ada tanda pasti kala II
2) Ibu ada dorongan kuat untuk meneran
3) Selaput ketuban sudah pecah / di pecahkan.
C. Distosia Bahu
1. Definisi
Distosia bahu adalah tersangkutnya bahu janin dan tidak dapat
dilahirkan setelah kepala janin dilahirkan. Spong dkk (1995)
menggunakan sebuah kriteria objektif untuk menentukan adanya distosia
bahu yaitu interval waktu antara lahirnya kepala dengan seluruh tubuh.
Nilai normal interval waktu antara persalinan kepala dengan persalinan
seluruh tubuh adalah 24 detik, pada distosia bahu 79 detik. Mereka
mengusulkan bahwa distosia bahu adalah bila interval waktu tersebut
lebih dari 60 detik.

Gambar 2.13 : distosia bahu


Distosia bahu adalah kondisi darurat oleh karena bila tidak segera
ditangani akan menyebabkan kematian janin dan terdapat ancaman
cedera syaraf daerah leher akibat regangan berlebihan/terjadinya robekan
(Widjanarko, 2012).
2. Etiologi
a. Maternal :
1) Kelainan bentuk panggul
2) Diabetes gestasional
3) Riwayat persalinan dengan distosia bahu
4) Tinggi badan ibu < 150 cm
b. Fetal :
1) Makrosomia
3. Tanda Gejala
1. Turtle Sign
2. Tidak terjadi putaran paksi luar setelah kepala bayi lahir
3. Kepala tetap pada posisinya walau ibu meneran sekuat mungkin
American College of Obstetricians and Gynecologist (2002) menyatakan
bahwa penelitian yang dilakukan dengan metode evidence based
menyimpulkan bahwa :
a. Sebagian besar kasus distosia bahu tidak dapat diramalkan atau
dicegah
b. Adanya kehamilan yang melebihi 5000 gram atau dugaan berat
badan janin yang dikandung oleh penderita diabetes lebih dari 4500
gram
4. Penatalaksanaan
a. Ask for help; meminta bantuan dari tenaga kesehatan lainnya
b. Lift/Hyperflex Legs; melakukan manuver Mc Roberts dengan
menekuk kedua kaki sedekat mungkin kearah dada
c. Anterior shoulder disimpaction;
1) Pendekatan secara abdominal yaitu dengan melakukan manuver
Massanti atau penekanan suprapubik terhadap bahu depan
2) Pendekatan secara pervaginam yaitu dengan melakukan
manuver Rubin atau mendorong bahu depan janin kearah
dadanya sehingga menghasilkan diameter terkecil
d. Rotation of the posterior shoulder; melakukan manuver Woods
Corkscrew dimana bahu belakang diputar 180o menjadi bahu depan
e. Manual removal posterior arm
f. Roll over into ‘all four’ position
D. Rupture Uteri
1. Definisi
Rupture uteri adalah robekan atau diskontinuitas dinding Rahim
akibat di lampauinya daya renggang myometrium. (Saifuudin, 2009)
Rupture uteri komplit adalah keadaan robekan pada Rahim dimana
telah terjadi hubungan langsung antara rongga amnion dan rongga
peritoniteum. (Prawirohardjo, 2008)
2. Klasifikasi
Menurut Prawirohardjo (2014) klasifikasi ruptur uteri yaitu:
a. Klasifikasi ruptur uteri menurut keadaan robek
1) Ruptur uteri inkomplit (subperitoneal)
Ruptur uteri yang hanya dinding uterus yang robek sedangkan
lapisan serosa (peritoneum) tetap utuh.
2) Ruptur uteri komplit (transperitoneal)
Rupture uteri yang selain dinding uterusnya robek, lapisan serosa
(peritoneum) juga robek sehingga dapat berada di rongga perut.
b. Klasifikasi ruptur uteri menurut kapan terjadinya
1) Ruptur uteri pada waktu kehamilan (ruptur uteri gravidarum)
Ruptur uteri yang terjadi karena dinding uterus lemah yang dapat
disebabkan oleh:
a) Bekas seksio sesaria
b) Bekas enukleasi mioma uteri
c) Bekas kuretase/ plasenta manual
d) Sepsis post partum
e) Hipoplasia uteri
2) Ruptur uteri pada waktu persalinan (ruptur uteri intrapartum)
Ruptur uteri pada dinding uterus baik, tapi bagian terbawah janin
tidak maju/ turun yang dapat disebabkan oleh:
a) Versi ekstraksi
b) Ekstraksi forcep
c) Ekstraksi bahu
d) Manual plasenta
c. Klasifikasi ruptur uteri menurut etiologinya
1) Ruptur uteri spontan (non violent)
Ruptur uteri yang terjadi karena dinding uterus lemah atau
dinding uterus masih baik, tapi bagian terbawah janin tidak maju
atau tidak turun.
2) Ruptur uteri traumatika (violent)
Ruptur uteri yang terjadi oleh karena adanya rudapaksa pada
uterus.
3) Ruptur uteri jaringan parut
Ruptur uteri yang terjadi karena adanya locus minoris pada
dinding uterus sebagai akibat adanya jaringan parut bekas operasi
pada uterus sebelumnya.
3. Etiologi
Faktor etiologi ruptur uteri dapat dibedakan menjadi 3 yaitu: faktor
trauma pada uterus, faktor jaringan parut pada uterus, dan faktor yang
terjadi secara spontan.
a. Faktor trauma pada uterus meliputi kecelakaan dan tindakan.
Kecelakaan sebagai faktor trauma pada uterus berarti tidak
berhubungan dengan proses kehamilan dan persalinan misalnya
trauma pada abdomen, sedangkan tindakan berarti berhubungan
dengan proses kehamilan dan persalinan misalnya versi ekstraksi,
ekstraksi forcep, alat-alat embriotomi, manual plasenta, dan
ekspresi/dorongan.
b. Faktor jaringan parut pada uterus paling sering karena parut bekas
seksio sesaria, enukleasi mioma atau miomektomi, histerektomi,
histerotomi, histerorafi dan lain-lain.
c. Faktor yang menyebabkan ruptur uteri secara spontan misalnya
kelainan letak dan presentasi janin, disproporsi sefalopelvik,
kelainan panggul, dan tumor pada jalan lahir.
Faktor Predisposisi
a. Faktor uterus
1) Jaringan parut pada uterus
2) Kelaianan kongenital pada uterus
b. Faktor ibu
1) Grande/multiparitas
2) Usia tua
c. Faktor janin
1) Hamil ganda
2) Makrosomia
3) Letak lintang
4) Presentasi bokong
d. Faktor plasenta
Kelainan letak dan implantasi plasenta misalnya pada plasenta
akreta, inkreta, dan perkreta.
e. Faktor persalinan
1) Jarak yang terlalu dekat dengan persalinan sebelumnya
2) Induksi persalinan
3) Persalinan lama
4) Persalinan macet
5) Persalinan dengan ekstraksi forcep
6) Manual plasenta
7) Versi luar
8) Dorongan pada fundus
4. Tanda Gejala
a. Munculnya ring van Bandl yang semakin tinggi dan segmen bawah
Rahim yang tipis
b. Perdarahan (intra abdominal atau vaginal)
c. Nyeri perut hebat (mungkin berkurang setelah terjadi ruptur)
d. Syok
e. Perut distensi (cairan bebas)
f. Kontur uterus tidak normal
g. Nyeri tekan abdomen
h. Bagian janin mudah dipalpasi
i. Gerakan janin & DJJ tidak ada
j. Nadi ibu cepat
5. Penatalaksanaan
1. Penanganan rupture uteri dilakukan oleh tim yang memiliki
kewenangan dan berpengalaman, diantaranya dr. Sp.OG, dr. Sp.An,
dr. Sp.A, bidan terampil, tim laboratorium, serta tim khusus dari
perawatan intensif
2. Lakukan resusitasi dengan segera diantaranya pemberian cairan
adekuat, pemberian obat – obatan, uji analisa darah, dan memberi
dukungan psikologis pada keluarga ibu
3. Upaya perbaikan uterus dapat dipertimbangkan sesuai dengan
kedalaman dan luas robekan, namun sebagian besar kasus dilakukan
laparotomi/histerektomi
4. Lakukan perawatan intensif pada ibu dan bayi
5. Lakukan pemberian konseling kontrasepsi
6. Lakukan pemberian konseling mengenai kehamilan selanjutnya
E. Emboli Air Ketuban
1. Definisi
Emboli air ketuban merupakan sindrom dimana cairan ketuban
memasuki sirkulasi darah maternal, tiba-tiba terjadi gangguan pernafasan
yang akut dan shock. Sebanyak 25% wanita yang menderita keadaan ini
meninggal dalam waktu 1 jam. Kondisi ini amat jarang dengan
perbandingan 1 : 8000 sampai 1 : 30.000. Sampai saat ini mortalitas
maternal dalam waktu 30 menit mencapai angka 85%. Meskipun telah
diadakan perbaikan sarana ICU dan pemahaman mengenai hal hal yang
dapat menurunkan mortalitas, kejadian ini masih tetap merupakan
penyebab kematian ke III di negara berkembang.
Gambar 1. Bolus cairan ketuban masuk dalam sirkulasi darah ibu
2. Etiologi
Etiologi belum jelas diketahui secara pasti. Diduga bahwa terjadi
kerusakan penghalang fisiologi antara ibu dan janin sehingga bolus cairan
amnion memasuki sirkulasi maternal yang selanjutnya masuk kedalam
sirkulasi paru dan menyebabkan:
a. Kegagalan perfusi secara masif
b. Bronchospasme
c. Renjatan
Akhir akhir ini diduga bahwa terjadi suatu peristiwa syok anafilaktik
akibat adanya antigen janin yang masuk kedalam sirkulasi ibu dan
menyebabkan timbulnya berbagai manifestasi klinik.
Faktor Risiko
Emboli air ketuban dapat terjadi setiap saat dalam kehamilan namun
sebagian besar terjadi pada saat inpartu (70%), pasca persalinan (11%)
dan setelah Sectio Caesar (19%). Yang menjadi faktor risiko adalah
beberapa hal berikut :
a. Multipara f. Terminasi kehamilan
b. Solusio plasenta g. Trauma abdomen
c. IUFD h. Versi luar
d. Partus presipitatus i. Amniosentesis
e. Suction curettahge

3. Tanda Gejala
a. Pada umumnya emboli air ketuban terjadi secara mendadak dan
diagnosa emboli air ketuban harus pertama kali dipikirkan pada
pasien hamil yang tiba tiba mengalami kolaps.
b. Pasien dapat memperlihatkan beberapa gejala dan tanda yang
bervariasi, namun umumnya gejala dan tanda yang terlihat adalah :
1) Agitasi 5) Takipnea
2) Takipnea 6) Penurunan DJJ
3) Wajah kebiruan 7) Gangguan sirkulasi darah
4) Hipertonus uteri 8) Henti jantung
4. Penatalaksanaan
a. Lakukan resusitasi jantung paru (RJP)
b. Persiapan tim terdiri dari dr. Sp.OG dan dr. Sp.An untuk persiapan
persalinan Sectio Caesarea. Lalu, dr. Sp.A dan bidan/perawat anak
terlatih untuk persiapan resusitasi bayi. Serta, tim khusus yang
menangani perawatan intensif lanjutan dari ICU dan NICU
c. Lakukan persalinan Sectio Caesarea dengan segera
d. Ciri khas fase pertama dari EAK ialah kegagalan ventrikel kanan
untuk berdenyut. Pertimbangkan untuk melakukan :
1) EKG Thoraks
2) Pemberian norepinefrin untuk mempertahankan tekanan darah
3) Pemberian inhalasi Nitrogen Monoksida atau Prostasiklin jika
dibutuhkan
e. Ciri khas fase kedua dari EAK ialah kegagalan ventikel kiri untuk
berdenyut dan edema paru. Pertimbangkan untuk melakukan
pemberian dobutamine dan milrinone untuk mempertahankan
hemodinamik. Batasi pemberian cairan.
f. Insiden koagulopati dapat langsung terjadi atau dapat menyusul
sehubungan dengan kolapsnya sistem kardiovaskuler. Lakukan
pemberian transfusi darah dan tatalaksana atonia uteri
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kegawatdaruratan obstetri adalah kondisi kesehatan yang mengancam
jiwa yang terjadi dalam kehamilan atau selama dan sesudah persalinan dan
kelahiran. Terdapat sekian banyak penyakit dan gangguan dalam kehamilan
yang mengancam keselamatan ibu dan bayinya (Chamberlain, Geoffrey, &
Phillip Steer, 1999).
Kasus kegawatdaruratan obstetri dan noenatal apabila tidak segera
ditangani akan berakibat kesakitan yang berat, bahkan kematian ibu dan
janinya. Kasus ini menjadi penyebab utama kematian ibu, janin, dan bayi
baru lahir. Secara umum terdapat 4 penyebab utama kematian ibu, janin,
dan bayi baru lahir dari sisi obstetri, yaitu (1) perdarahan; (2) infeksi sepsis;
(3) hipertensi dan preeklampsia/eklampsia; dan (4) persalinan macet
(distosia). Terdapat lebih dari ¾ ( tiga perempat) kematian noenatal
disebabkan kesulitan bernapas saat lahir ( asfiksia), infeksi, komplikasi lahir,
dan berat badan lahir yang rendah.
B. Saran
Kasus kegawatdaruratan merupakan hal yang saat ini mendapat
perhatian yang begitu besar. Oleh karena itu, diharapkan seluruh pihak
memberikan kontribusinya dalam merespon kasus kegawatdaruratan ini. Bagi
mahasiswa, sudah seyogyanya memberikan peran dengan mempelajari
dengan sungguh-sunggu kasus-kasus kegawatadaruratan dan memaksimalkan
keterampilan dalam melakukan penanganan kegawatdaruratan yang berada
dalam koridor wewenang bidan.
DAFTAR PUSTAKA

Buku

Cunningham, F. Norman F. Kenneth J. Larry, C. John, C. Katharine D. 2014.


Obstetric Williams. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Marmi, dkk. 2016. Asuhan Kebidanan Patologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetry Jilid I. EGC: Jakarta.Prawirohardjo,


2010

Prawirohardjo, Sarwono. 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono


Prawiroharjo.

Prawirohardjo, Sarwono. 2014. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka


Sarwono Prawiroharjo.

Saifuddin. 2009. Pelayanan Kesehatan Maternal & Neonatal. Jakarta: Yayasan


Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

WHO, 2015. Maternal Mortality: World Health Organization; 2014.

Wiknjosasto, Hanifa. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

Jurnal

Pacheco, L.D., Saade, G., Hankins, G.D., Clark, S.L. and Society for Maternal-
Fetal Medicine (SMFM, 2016. Amniotic fluid embolism: diagnosis and
management. American Journal of Obstetrics and Gynecology, 215(2),
pp.B16-B24.

Sentilhes, L., Sénat, M.V., Boulogne, A.I., Deneux-Tharaux, C., Fuchs, F.,
Legendre, G., Le Ray, C., Lopez, E., Schmitz, T. and Lejeune-Saada, V.,
2016. Shoulder dystocia: guidelines for clinical practice from the French
College of Gynecologists and Obstetricians (CNGOF). European Journal of
Obstetrics & Gynecology and Reproductive Biology, 203, pp.156-161.
LAMPIRAN

SOAL – SOAL LATIHAN GADAR

1. Seorang ibu berumur 28 tahun dengan usia kehamilan 6 bulan datang ke PMB
untuk memeriksakan kehamilannya. Hasil pemeriksaan TTV dalam batas normal,
perut besar, payudara tegang, TFU 24 cm, teraba gerakan janin, pada auskultasi
DJJ di perut bagian atas pusat ibu.
a. Ibu tidak hamil
b. Ibu hamil letak sungsang
c. Ibu hamil dengan fetaldistres
d. Ibu mengalami kehamilan gemeli
2. Dibawah ini mana yang merupakan klasifikasi dari persalinan sungsang ?
a. Frank breech
b. Complete breech
c. Footling
d. Semua benar
3. Seorang wanita hamil datang ke BPM dengan keluhan keluar darah banyak dari
kemaluan disertai dengan gumpalan. Perut ibu terasa mulas dan nyeri, sudah
tidak datang haid sejak 3 blan yang lalu. Hasil pemeriksaan TTV dalam batas
normal, tes kehamilan positif, tinggi fundus melebihi usia kehamilan, tidak
teraba janin. Hasil pemeriksaan disertai dengan gelembung – gelembung kecil.
Diagnosa apakah yang paling tepat untuk kasus diatas ....
a. Kehamilan Ektopik Terganggu
b. Molahidatidosa
c. Abortus Insipiens
d. Missed Abortion
4. Ny. S umur 23 tahun G1P0A0 hamil 40 minggu datang ke RS dengan riwayat
Diabetes Melitus saat ini sedang dalam proses persalinan kala II. Setelah kepala
janin lahir, tidak terjadi putaran paksi luar. Diagnosa untuk Ny.S adalah
a. Partus lama
b. Partus serotinus
c. Distosia bahu
d. Emboli air ketuban
5. Ny. R umur 25 tahun G2P1A0 hamil 39 minggu datang ke bidan mengeluh perut
terasa nyeri sangat hebat, keluar keringat dingin dan gelisah. Setelah dilakukan
pemeriksaan oleh bidan didapatkan hasil perut teraba keras, denyut nadi dan
pernafasan meningkat, serta teraba lekukan melintang pada segmen bawah
rahim setinggi pusat. Diagnosa yang paling sesuai dari kasus diatas adalah....
a. Rupture uteri
b. Plasenta previa
c. Inersia uteri
d. Solusio plasenta

Anda mungkin juga menyukai