Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

OPEN FRAKTUR METATARSAL OF RIGHT FOOT


LONTARA 2 BAWAH BELAKANG
RS. DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO
TAHUN 2018

Ade Syamsuryadi

Azis R014172029

CI LAHAN CI INSTITUSI

[ ] [Dr. Yuliana Syam, S. Kep., Ns., M. Kes]

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
BAB I

KONSEP MEDIS

A. Definisi

Fraktur adalah kerusakan kontinuitas tulang, yang bisa bersifat komplet

(inkapiler diseluruh tulang, dengan dua ujung tulang terpisah) atau (patah

sebagian atau pecah) dan biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik

(Hurst,2016). Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan

jaringan lunak disekitar tulang akan menentukkan apakah fraktur yang terjadi

itu lengkap atau tidak lengkap (Prince & Wilson, 2006).

Fraktur terbagi menjadi dua yaitu fraktur tertutup (closed/simple) dan

fraktur terbuka (open/compound). Fraktur tertutup adalah fraktur yang tidak

terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar dan tidak menyebabkan

robeknya kulit, sedangkan fraktur terbuka adalah fraktur yang terdapat hubungan

antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan. Fraktur dengan

luka pada kulit atau membrane mukosa sampai kepatahan tulang.

Metatarsus atau metatarsal adalah kelompok lima tulang panjang di

punggung kaki yang terletak diantara tulang-tulang tarsal dari belakang

sampai pertengahan kaki, kelompok tulang ini tidak mempunyai nama untuk

masing- masing tulang, namun tulang diberi nomor dari sisi medial (sisi kaki

besar) yaitu metatarsal pertama, kedua, ketiga, keempat dan kelima. Lima

bagian tulang ini saling berkaitan dalam satu unit dan berfungsi membagi

beban pada tubuh dan mengadaptasikan tubuh pada tanah yang tidak rata.

Open fraktur metatarsal adalah fraktur yang terdapat hubungan tulang

dengan dunia luar dengan luka pada area kulit/membran mukosa sampai
kepatahan tulang yang terjadi di salah satu atau area lima tulang panjang di

punggung kaki yang terletak diantara tulang-tulang tarsal dari belakang

sampai pertengahan kaki

Gambar 1. Anatomi tulang kaki

B. Etiologi

Penyebab fraktur menurut Hurst, 2016 yaitu :

1. Traumatik. Disebabkan oleh trauma yang tiba-tiba mengenai tulang

dengan kekuatan yang besar. Tulang tidak mampu menahan trauma

tersebut sehingga terjadi fraktur.

2. Patologis atau gangguan tulang. Disebabkan oleh kelemahan tulang

sebelumnya akibat kelainan patologis di dalam tulang. Fraktur

patologis terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah menjadi lemah

karena tumor atau proses patologis lainnya. Tulang seringkali

menunjukkan penurunan densitas. Penyebab paling sering dari fraktur-

fraktur semacam ini adalah tumor, baik primer maupun metastasis.


3. Cedera stress. Disebabkan oleh trauma yang terus menerus pada suatu

tempat tertentu, seperti yang terjadi pada kaki pemain basket dan

tulang kering pada pelari

C. Klasifikasi

Fraktur terbuka terbagi atas tiga derajat (menurut R. Gustillo), yaitu :

1. Derajat I :

a. luka < 1 cm

b. kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda lunak remuk

c. fraktur sederhana, transversal, oblik atau kominutif ringan

d. kontaminasi minimal

2. Derajat II :

a. laserasi > 1 cm

b. kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulsi

c. fraktur kominutif sedang

d. kontaminasi sedang

3. Derajat III :

Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot,

dan neurovaskular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat ini

terbagi atas :

a. Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun

terdapat laserasi luas/flap/avulsi; atau fraktur segmental/sangat

kominutif yang disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa

melihat besanya ukuran luka


b. Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulangyang terpapar atau

kontamnasi masif

c. Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa


melihat kerusakan jaringan lunak

Klasifikasi Fraktur metatarsal secara detail mengenai bentuk frakturnya

tetapi tidak berdasarkan stabilitasa ataupun penatalaksanaannya. Fraktur

metatarsal berdasarkan klasifikasi ini adalah 81. Identifikasi huruf untuk

menunjukkan metatarsal yang terkena, yaitu:

1. T: metatarsal 1

2. N: metatarsal 2

3. M: metatarsal 3

4. R: metatarsal 4

5. L: metatarsal 5

Lalu dilanjutkan dengan kompleksitas dari fraktur

1. A: diafiseal fraktur simpel dan bentuk baji

2. B: parsial artikular dan diafesial bentuk baji

3. C: fraktur intraartikular yang

kompleks Diikuti dengan area yang

terkena:

1. 1: metafisis proksimal

2. 2: diafesial

3. 3: metafisis distal

Kemudian diikuti dengan nomor yang sesuai dengan bentuk fraktur dan

tergantung pada grup dari nomor yang pertama


Gambar 2. Klasifikasi Fraktur Metatarsal

D. Manifestasi klinik

1. Nyeri yang kontinue dan meningkat saat bergerak, dan spasme otot

terjadi segera setelah fraktur

2. Alat gerak tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya; sokongan terhadap

otot hilang ketika tulang patah. Nyeri juga berkontribusi terhadap

kehilangan fugsi

3. Deformitas: ekstremitas atau bagiannya dapat membengkok atau berotasi


secara abnormal karena pergeseran lokasi akbitas spasme otot dan edema

4. Darah bisa merembes dari tulang yang patah (kadang dalam jumlah yang

cukup banyak) dan masuk ke dalam jaringan di sekitarnya atau keluar

dari luka akibat cedera.

5. Edema terjadi akibat peningkatan permeabilitas kapiler.

6. Pucat disebabkan kadar oksigen jaringan menurun.

7. Otot tegang dan terjadi pembengkakan

8. Krepitus akibat gesekan antara fragmen satu dengan yang lainnya.

9. Perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma

dan perdarahan yang mengikuti fraktur.

E. Pemeriksaan Penunjang

1. Radiologi untuk lokasi fraktur harus menurut rule of two,

terdiri dari : 2 gambaran, anteroposterior (AP) dan lateral

a. Memuat dua sendi di proksimal dan distal fraktur

b. Memuat gambaran foto dua ekstremitas, yaitu ekstremitas yang cedera

dan yang tidak terkena cedera (pada anak) ; dan dua kali, yaitu

sebelum tindakan dan sesudah tindakan.

c. Bertujuan untuk melihat beratnya cedera/ lokas dan Untuk melihat

perkembangan tulang. Pergeseran fragmen Tulang ada 4 yaitu :

1) Alignman : perubahan arah axis longitudinal, bisa membentuk

sudut

2) Panjang : dapat terjadi pemendekan (shortening)

3) Aposisi : hubungan ujung fragmen satu dengan lainnya


4) Rotasi : terjadi perputaran terhadap fragmen proksimal

2. Pemeriksaan jumlah darah lengkap

3. Arteriografi : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai

4. Kreatinin : trauma otot meningkatkanbeban kreatinin untuk klirens ginjal

5. CT Scan

a. Prosedur yang digunakan untuk melihat gambaran otak dari

berbagai sudut kecil dari tulang tengkorak

b. Mendeteksi struktur fraktur yang kompleks

6. MRI ( Magnetik Resonance Imaging )

Mengidentifikasi masalah pada otot, tendon & legamen. Untuk melihat /

mengetahui gambaran otak melalui informasi hidrogen proton dengan

menggunakan ruang magnetik yang besar sehingga gambaran pembuluh

darah, saraf dan otak lebih jelas.

F. Komplikasi

1. Syok

Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya

permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi.

Hal ini biasanya terjadi pada fraktur. Pada beberapa kondisi tertentu,syok

neurogenik sering terjadi pada fraktur femur karena rasa sakit yang hebat

pada pasien.

2. Kerusakan arteri

Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai oleh: tidak adanya nadi,CRT

(Capillary Revill Time) menurun, sianosis bagian distal, hematoma yang


lebar, serta dingin pada ekstremitas yang disebabkan oleh tindakan

emergensi pembidaiaan, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan

reduksi dan pembedahan.

3. Sindrom Kompartemen

Sindrom kompartemen adalah suatu kondisi dimana terjadi terjebaknya

otot, tulang syaraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut akibat suatu

pembengkakan dari edema atau perdarahan yang menekan otot, syaraf

dan pembuluh darah. Kondisi sindrom kompartemen akibat komplikasi

fraktur hanya terjadi pada fraktur yang dekat dengan persendian dan

jarang terjadi pada bagian tengah tulang. Tanda khas untuk sindrom

kompartemen adalah 5 P yaitu : Pain (nyeri lokal), Paralisis (kelumpuhan

otot), Parestesia (tidak ada sensasi), Pallor (pucat bagian distal),

Pulsessness (tidak ada denyut nadi, perubahan nadi, perfusi yang tidak

baik dan CRT >3 detik pada bagian distal kaki)

4. Infeksi

Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada

trauma ortopedik infeksi dimulai pada kulit (superfisial) dan masuk ke

dalam. Hal ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka.

5. Avaskuler nekrosis

Terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bisa

menyebabkan nekrosis tulang dan diawali Volkman’s Ischemia.


6. Sindrom emboli lemak

Merupakan komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktur

tulang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan sumsum tulang

kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam

darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernapasan, takikardi,

hipertensi, takipnea dan demam.

G. Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan fraktur adalah untuk menempatkan ujung-ujung dari

patah tulang supaya satu sama lain saling berdekatan, selain itu menjaga agar

tulang tetap menempel sebagaimana mestinya. Proses penyembuhan

memerlukan waktu minimal 4 minggu, tetapi pada usia lanjut biasanya

memerlukan waktu yang lebih lama. Setelah sembuh, tulang biasanya kuat

dan kembali berfungsi (Corwin, 2001).

1. Traksi

Traksi adalah tahanan yang dipakai dengan berat atau alat lain untuk

menangani kerusakan atau gangguan pada tulang dan otot. Tujuan traksi

adalah untuk menangani fraktur, dislokasi atau spasme otot dalam usaha

untuk memperbaiki deformitas dan mempercepat penyembuhan. Traksi

menggunakan beban untuk menahan anggota gerak pada tempatnya.

2. Fiksasi interna

Fiksasi interna dilakukan dengan pembedahan untuk menempatkan

piringan atau batang logam pada pecahan-pecahan tulang. Fiksasi interna


merupakan pengobatan terbaik untuk patah tulang pinggul dan patah

tulang disertai komplikasi.

3. Pembidaian

Pembidaian adalah suatu cara pertolongan pertama pada cedera/trauma

sistem muskuloskeletal untuk mengistirahatkan (immobilisasi) bagian

tubuh kita yang mengalami cedera dengan menggunakan suatu alat yaitu

benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling tulang.

4. Pemasangan Gips atau Operasi Dengan Orif

Gips adalah suatu bubuk campuran yang digunakan untuk membungkus

secara keras daerah yang mengalami patah tulang. Pemasangan gips

bertujuan untuk menyatukan kedua bagian tulang yang patah agar tak

bergerak sehingga dapat menyatu dan fungsinya pulih kembali dengan

cara mengimobilisasi tulang yang patah tersebut.

5. Kemoterapi

Dalam hal keganasan tulang adalah salah satu yang paling sering terkena

organ. Penyakit tulang metastatik dikaitkan dengan morbiditas yang

signifikan dan komplikasi yang parah dan telah menjadi kualitas yang

semakin penting dari masalah kehidupan. Empat modalitas pengobatan

utama yang saat ini digunakan untuk pengelolaan metastase tulang adalah

pengobatan medis (termasuk kemoterapi, bifosfonat, danterapi hormon),

radioterapi, radiofarmasi dan pembedahan.


6. Radioterapi

Radioterapi berperan penting dalam pengobatan pasien kanker dengan

keluhan karena metastase tulang. Dalam literatur, ada banyak bukti

tentang efektivitas untuk mengobati nyeri tulang, untuk mendorong

remineralisasi untuk memperkuat tulang stabil, dan untuk mengobati

keluhan neurologis karena saraf atau kompresi sumsum tulang belakang

7. Biofosfonat

Tulang adalah situs yang paling umum untuk metastasis jauh darit umor

padat, dan interaksi antara kanker dan tulang meningkat osteoklas-

mediated resorpsi tulang. Oleh karena itu, bifosfonat yang muncul sebagai

komponen penting dari perawatan untuk pasien dengan malignan lanjutan

yang melibatkan tulang. Bifosfonat mengikat erat pada permukaan tulang.

Selama resorpsi tulang, obat ini dicerna oleh osteoklas, dimana mereka

bertindak sebagai analog stabil substrat terfosforilasi, menghambat lebih

lanjut penyerapan tulang atau menginduksi apoptosis.

8. Pembedahan

Telah terbukti bahwa tindakan-tindakan di atas bisa memperpanjang

kehidupan penderita-penderita tumor ganas dengan metastasis.

Ortopedidan bedah tulang belakang dapat memberikan paliatif signifikan

untuk pasien dengan gejala yang timbul karena keterlibatan metastasis

tulang. Sekalipun demikian alangkah baiknya apabila usaha kita untuk

memperpanjang hidup penderita tidak melupakan kualitas hidupnya.


BAB II

KONSEP KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

1. Aktivitas / istirahat

Gejala :

a. kelemahan, kelelahan, terdapat masalah pada mobilitas

b. Keterbatasan / kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin

segera, fraktur itu sendiri atau terjadi secara sekunder, dari

pembengkakan jaringan, nyeri)

c. Kelemahan dari ekstremitas yang terkena

d. Penurunan ROM

2. Sirkulasi

Tanda :

a. Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respons terhadap

nyeri/ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah)

b. Takhikardia (respons stress, hipovolemia)

c. Penurunan/tak ada nadi pada bagian distal yang cidera: pengisian

kapiler lambat, pucat pada bagian yang terkena

d. Pembengkakan jaringan atau massa hematoma pada sisi cidera

3. Neurosensori

Gejala :

a. Hilang gerakan/sensasi, spasme otot

b. Kebas/kesemutan (parastesis)
c. Deformitas lokal: angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi

(bunyi berderit), spasme otot, terlihat kelemahan/hilang fungsi

d. Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri/ansietas atau trauma lain

4. Eliminasi

Tanda :

a. Hematuria

b. Sedimen urine

c. Perubahan output-GGA dengan kerusakan muskuloskletal

5. Nyeri/kenyamanan

a. Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area

jaringan /kerusakan tulang : dapat berkurang pada imobilisasi)

b. Spasme/kram otot (setelah imobilisasi)

6. Keamanan

Tanda :

a. Laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan warna

b. Pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-tiba)

B. Diagnose Keperawatan

1. Nyeri akut b.d agen injuri fisik, spasme otot, gerakan fragmen tulang,

edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi.

2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan suplai darah ke

jaringan.

3. Kerusakkan integritas kulit b.d pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup).


4. Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakkan rangka neuromuscular, nyeri,

terapi restriktif (imobilisasi).

5. Resiko infeksi.

6. Resiko trauma.

C. Rencana/Intervensi Keperawatan

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan


Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Nyeri akut b.d agen injuri fisik, spasme NOC : NIC :


otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera  Pain Level,  Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
jaringan lunak, pemasangan traksi.  pain control, lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
 comfort level presipitasi
Kriteria hasil:  Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
 Mampu mengontrol nyeri (tahu  Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan
penyebab nyeri, mampu dukungan
menggunakan tehnik  Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu
nonfarmakologi untuk mengurangi ruangan, pencahayaan dan kebisingan
nyeri, mencari bantuan)  Kurangi faktor presipitasi nyeri
 Melaporkan bahwa nyeri berkurang  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
dengan menggunakan manajemen  Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala,
nyeri relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin
 Mampu mengenali nyeri (skala,  Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri: ……...
intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)  Tingkatkan istirahat
 Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri  Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa
berkurang lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan
 Tanda vital dalam rentang normal dari prosedur
 Tidak mengalami gangguan tidur  Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik
pertama kali
Rencana keperawatan

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Kolaborasi

Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer NOC : NIC :


b.d penurunan suplai darah ke jaringan.  Circulation status Peripheral Sensation Management (Manajement
 Tissue Perfusion: cerebral sensasi perifer)
Kriteria hasil:  Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap
Mendemonstrasikan status sirkulasi panas/dingin/tajam/tumpul.
yang ditandai dengan:  Monitor adanya pretese
 Tekan sistol dan diastol dalam  Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada isi atau
rentang yang diharapkan. laserasi.
 Tidak ada ortostatik hipertensi.  Gunakan sarung tangan untuk proteksi.
 Tidak ada tanda-tanda peningkatan  Batasi gerakkan pada kepala, leher, dan punggung.
 Monitor kemampuan BAB.
tekanan intrakranial (tidak lebih dari
 Kolaborasi pemberian analgetik.
15 mmHg)
 Monitor adanya tromboplebitis.
Mendemonstrasikan kemampuan
 Diskusikan mengenai adanya perubahan sensasi.
kognitif yang ditandai dengan:
 Berkomunikasi dengan jelas dan
sesuai dengan kemampuan .
 Menunjukkan perhatian, konsentrasi,
dan orientasi.
 Memproses informasi.
 Membuat keputusan yang benar.
Menunjukkan fungsi sensori motorik
cranial yang utuh: tingkat kesadaran
membaik, tidak ada gerakkan
involunter.
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan
Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Kerusakan integritas kulit b.d NOC : NIC : Pressure Management


pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup).  Tissue Integrity : Skin and  Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
Mucous Membranes  Hindari kerutan pada tempat tidur
 Wound healing: primary and  Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
secondary intention.  Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali
kriteria hasil:  Monitor kulit akan adanya kemerahan
 Integritas kulit yang baik bisa  Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang
dipertahankan (sensasi, tertekan
elastisitas, temperatur, hidrasi,  Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
pigmentasi)  Monitor status nutrisi pasien
 Tidak ada luka/lesi pada kulit  Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
 Perfusi jaringan baik  Kaji lingkungan dan peralatan yang menyebabkan tekanan
 Menunjukkan pemahaman dalam  Observasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman luka,
proses perbaikan kulit dan karakteristik,warna cairan, granulasi, jaringan nekrotik, tanda-
mencegah terjadinya sedera tanda infeksi lokal, formasi traktus
berulang  Ajarkan pada keluarga tentang luka dan perawatan luka
 Mampu melindungi kulit dan  Kolaburasi ahli gizi pemberian diae TKTP, vitamin
mempertahankan kelembaban kulit  Cegah kontaminasi feses dan urin
dan perawatan alami  Lakukan tehnik perawatan luka dengan steril
 Menunjukkan terjadinya proses  Berikan posisi yang mengurangi tekanan pada luka
penyembuhan luka

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan


Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakkan NOC : NIC :


rangka neuromuscular, nyeri, terapi restriktif  Joint movement: active. Exercise therapy: ambulation
(imobilisasi).  Mobility level  Monitoring vital sign sebelum/sesudah latihan dan lihat
 Selft care: ADLs respon pasien saat latihan.
 Transfer performance  Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi
kriteria hasil: sesuai dengan kebutuhan.
 Klien meningkat dalam aktivitas  Bantu klien untuk mengangkat tongkat saat berjalan dan
fisik cegah terhadap cedera.
 Mengerti tujuan dan peningkatan  Kaji kemampuan pasien tentang mobilisasi
mobilisasi.  Latih klien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara
 Memverbalisasikan perasaan mandiri sesuai kemampuan.
dalam meningkatkan kekuatan dan  Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi
kemampuan berpindah. kebutuhan ADLs pasien.
 Memperagakan penggunaan alat.  Berikan alat bantu jika klien memerlukan.
 Bantu untuk mobilisasi.  Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan.
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan
Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Risiko infeksi NOC : NIC :


 Immune Status Infection control (control infeksi)
 Knowledge : Infection control  Pertahankan teknik aseptif
 Risk control  Batasi pengunjung bila perlu
Kriteria hasil:
 Klien bebas dari tanda dan gejala  Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
infeksi keperawatan
 Menunjukkan kemampuan untuk  Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
mencegah timbulnya infeksi  Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai dengan petunjuk
 Jumlah leukosit dalam batas umum
normal  Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi
 Menunjukkan perilaku hidup kandung kencing
sehat
 Status imun, gastrointestinal,
 Tingkatkan intake nutrisi
genitourinaria dalam batas normal  Berikan terapi antibiotik
 Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
 Pertahankan teknik isolasi k/p
 Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan,
panas, drainase
 Monitor adanya luka
 Dorong masukan cairan
 Dorong istirahat
 Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
 Kaji suhu badan pada pasien neutropenia setiap 4 jam

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan


Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Risiko trauma NOC : NIC :


 Knowledge : Personal Safety Environmental Management safety
Faktor-faktor risiko  Safety Behavior : Fall Prevention  Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien
Internal:  Safety Behavior : Fall occurance  Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan kondisi
Kelemahan, penglihatan menurun, penurunan  Safety Behavior : Physical Injury fisik dan fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit
sensasi taktil, penurunan koordinasi otot,  Tissue Integrity: Skin and Mucous terdahulu pasien
tangan-mata, kurangnya edukasi keamanan, Membran  Menghindarkan lingkungan yang berbahaya (misalnya
keterbelakangan mental Kriteria hasil: memindahkan perabotan)
- pasien terbebas dari trauma fisik  Memasang side rail tempat tidur
Eksternal:  Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
Lingkungan  Menempatkan saklar lampu ditempat yang mudah
dijangkau pasien.
 Membatasi pengunjung
 Memberikan penerangan yang cukup
 Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien.
 Mengontrol lingkungan dari kebisingan
 Memindahkan barang-barang yang dapat membahayakan
 Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau
pengunjung adanya perubahan status kesehatan dan
penyebab penyakit.
DAFTAR PUSTAKA

Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan medikal bedah Vol. 2 Ed.8.
Singapura: ELSEVIER.
Bulechek, G. M., & et al. (2013). Nursing Interventions Classification (NIC).
Philadelphia: Elsevier.
Brunner & Suddarth. (2000) . Keperawatan Medikal-Bedah. Edisi 8 Vol 2.
Jakarta: EGC

Hurst, M. (2016). Keperawatan medikal-bedah Vol. 1. Jakarta: EGC.


Kowal, Wesh, & Mayer. (2011). Buku ajar patofisiologi. Jakarta: EGC
Matalon, S. A., & et al. (2015, November-Desember). Anorectal cancer: Critical
anatomic and staging Distinctions that affect Use of Radiation Therapy.
Radiographics, 35, 2090-2107. doi:10.1148/rg.2015150037
Moorhead, S., & et al. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC).
Philadelphia: Elsevier.
NANDA. (2015). Diagnosis Keperawatan: Definisi & Klasifikasi (10 ed.).
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2015). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit (6 ed., Vol. 1). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Pusat Info & Studi kanker. (2016, July 11). Retrieved from faktakanker.com:
http://faktakanker.com/kanker-anal/gejala-kanker-anal
Smeltzer, Suzanne C & Brenda G Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth Vol. 2 Ed. 8. Bahasa : Agung Waluyo (et al).
Jakarta : EGC
Wilkinson & Nancy, (2011). Diagnosis Nanda, Intervensi NIC, Kriteria Hasil
NOC. Jakarta : EGC
WEB OF CAUTION

Nyeri Akut

Kerusakan
Integritas Kulit

Ketidakefektifan
perfusi jaringan perifer

Hambatan
Risiko Infeksi Mobilitas Fisik

Risiko Trauma

Anda mungkin juga menyukai