Anda di halaman 1dari 17

REFERAT

Krisis Hiperglikemi
Referat ini dibuat untuk melengkapi persyaratan Kepaniteraan Klinik
Senior Ilmu Penyakit Dalam

Pembimbing :
dr. MHD. ISA ANSARI HRP. M.Ked(PD).,Sp.PD

Disusun Oleh:

A. Deby Dettialangi 20174152020


Tenri 7

Joes Meyerisen 20174152010


8

SMF ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD DRS. H. AMRI TAMBUNAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
MEDAN
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tutorial klinis ini tepat waktu.

Tulisan ini untuk melengkapi tugas persyaratan kepaniteraan klinik stase (KKS) Ilmu
Penyakit Dalam RSUD Drs. H. Amri Tambunan, selain itu tulisan ini juga bertujuan supaya
pembaca dapat mengetahui dan memahami secara jelas mengenai sirosis hati. Penulis
menyadari sepenuhnya bahwa referat ini tidak mungkin dapat terselesaikan dengan baik tanpa
adanya dorongan dan bimbingan dari beberapa pihak. Ucapan terima kasih penulis sampaikan
kepada:

1. dr. MHD. ISA ANSARI HRP. M.Ked(PD).,Sp.PD selaku pembimbing selama di


stase Ilmu Penyakit Dalam RSUD Deli Serdang
2. Seluruh pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan paper ini.

Demikian tugas ini disusun, semoga dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca
pada umumnya. Saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi
kesempurnaan tulisan ini.

Lubuk Pakam, 16 Desember 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I 4
PENDAHULUAN 4
1.1 Latar Belakang 4
BAB II 5
TINJAUAN PUSTAKA 5
2.1 Definisi Diabetes 5
2.2 Etiologi Diabetes 5
2.3 Epidemiologi 5
2.4 Patofisiologi 6
2.5 Komplikasi 7
2.5.1 komplikasi Kronis 7
2.5.2 Komplikasi Akut 7
2.6 Krisis Hiperglikemik 7
2.6.1 Ketoasidosis Diabetikum (KAD) 7
2.6.2 Hiperglikemik Hiperosmolar state (HHS) 7
2.7 Etiologi dan Patofisiologi 8
2.8 Diagnosa 9
2.6.1 Ketoasidosis Diabetikum (KAD) 9
2.6.2 Hiperglikemik Hiperosmolar state (HHS) 9
2.9 Tatalaksana 13
2.10 Prognosis 15
BAB III 16
KESIMPULAN 16
DAFTAR PUSTAKA 17

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hiperglikemia adalah suatu kondisi medis berupa peningkatan glukosa darah


melebihi normal yang menjadi karakteristik beberapa penyakit terutama diabetes melitus
di samping berbagai kondisi lainnya. Diabetes melitus (DM) saat ini menjadi salah satu
ancaman kesehatan global. Organisasi WHO memprediksi adanya peningkatan DM tipe 2
di berbagai penjuru dunia, Badan kesehatan dunia WHO memprediksi kenaikan jumlah
pasien DM tipe 2 di Indonesia dari 8,4 juta tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada
tahun 2030. Prediksi International Diabetes Federation (IDF) juga menunjukan bahwa
pada 2019-2030 terdapat kenaikan jumlah pasien DM dari 10,7 juta menjadi 13,7 pada
tahun 2030 1
Diabetes dengan komplikasi merupakan penyebab kematian tertinggi ketiga di
Indonesia. Komplikasi akut dari diabetes melitus adalah Ketoasidosis Diabetik (KAD)
dan Hyperosmolar Hyperglycaemic State (HHS). Hyperosmolar Hyperglycaemic State
(HHS) adalah komplikasi akut pada diabetes melitus. Perubahan istilah HHS menjadi
HONK (koma hiperosmolar non ketotik) terjadi karena hiperglikemik hiperosmolar
memungkinkan fakta bahwa beberapa pasien mungkin sangat sakit tetapi tidak koma
dan bisa terjadi ketotik ringan dan asidosis. Angka kematian keseluruhan diperkirakan
setinggi 20%, yaitu sekitar 10 kali lebih besar daripada ketoasidosis Diabetik (KAD).
HHS sering dipersulit oleh infeksi, komplikasi vaskular, kejang, edema serebral,dan
mielinolisis pontine sentral (CPM) HHS merupakan suatu kedaruratan metabolik yang
serius namun jarang ditemui, angka morbiditas dan mortalitas sangat tinggi jika tidak
ditangani dengan segera dan adekuat. 2
KAD dan Hiperosmolar Hyperglycemia State (HHS) adalah 2 komplikasi akut
metabolik diabetes mellitus yang paling serius dan mengancam nyawa. Kedua keadaan
tersebut dapat terjadi pada Diabetes Mellitus (DM ) tipe 1 dan 2, meskipun KAD lebih
sering dijumpai pada DM tipe 1. KAD mungkin merupakan manifestasi awal dari DM
tipe 1 atau mungkin merupakan akibat dari peningkatan kebutuhan insulin pada DM
tipe 1 pada keadaan infeksi, trauma, infark miokard, atau kelainan lainnya. 3

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Diabetes Melitus

Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya (PERKENI, 2021).
Manifestasi DM disebabkan karena defisiensi relatif atau absolut atau resistensi jaringan terhadap insulin.
insulin merupakan hormon anabolik yang merangsang sintesis glikogen, lemak dan protein. Pada
defisiensi insulin, hormon antagonis insulin yang lebih dominan sehingga terjadi hiperglikemia. Akibat
hiperglikemia terjadi berbagai proses biokimia dalam sel yang berperan dalam terjadinya komplikasi pada
diabetes melitus (guyton, 2018).¹
Sesuai dengan anjuran American Diabetes Association (ADA) 2022 DM bisa diklasifikasikan
secara etiologi menjadi diabetes tipe 1, diabetes type 2, diabetes Gestasional, dan diabetes tipe lain. DM
tipe 1 atau yang dulu dikenal dengan nama Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM), terjadi karena
kerusakan sel beta pankreas (reaksi autoimun). Bila kerusakan sel beta telah mencapai 90% maka gejala
DM mulai muncul. selain itu ada yang karena autoimun dan idiopatik DM tipe II merupakan 90% dari
kasus DM yang dulu dikenal sebagai non insulin dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) dan mempunyai
pola familial yang kuat. DM tipe II seringkali terjadi resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif
sampai defek sekresi insulin disertai resistensi insulin (ADA, 2022).

2.2 Epidemiologi Diabetes Melitus

Penyakit Diabetes mellitus muncul sebagai suatu penyakit kronis di negara-negara di seluruh dunia
dan terus meningkat tiap tahunnya. menurut IDF Diabetes Atlas edisi ke-10 memberikan informasi
terperinci tentang perkiraan dan proyeksi prevalensi diabetes, secara global, menurut wilayah, negara, dan
wilayah, untuk tahun 2021, 2030, dan 2045. Ini menarik perhatian pada dampak yang berkembang dari
diabetes di seluruh dunia dan menyoroti bukti dan tindakan efektif yang harus segera diambil oleh
pemerintah dan pembuat kebijakan untuk mengatasinya. Diperkirakan 537 juta orang dewasa berusia 20–
79 tahun di seluruh dunia (10,5% dari semua orang dewasa dalam kelompok usia ini). diabetes. Pada
tahun 2030, 643 juta, dan pada tahun 2045, 783 juta orang dewasa berusia 20–79 tahun diproyeksikan
akan tinggal bersama diabetes. Jadi, sementara populasi dunia diperkirakan tumbuh 20% selama periode
ini, jumlah penderita diabetes adalah diperkirakan meningkat sebesar 46% (IDF atlas, 2021).

2.3 Patogenesis

Patofisiologi Diabetes Melitus tipe II sangat kompleks, pada awalnya, terjadi kegagalan aksi
insulin dalam upaya menurunkan gula darah, mengakibatkan sel B pankreas akan mensekresikan insulin
lebih banyak untuk mengatasi kekurangan insulin. Dalam keadaan ini toleransi glukosa dapat normal
5
tetapi suatu saat akan terjadi gangguan dan menyebabkan gangguan toleransi glukosa (IGT) dan belum
terjadi diabetes. Apabila keadaan resistensi insulin bertambah berat disertai beban glukosa yang terus
menerus, sel B pankreas dalam jangka waktu yang tidak lama tidak mampu mensekresikan insulin untuk
menurunkan kadar gula darah, disertai peningkatan glukosa hepatik dan penurunan penggunaan glukosa
oleh otot dan lemak yang mempengaruhi kadar gula darah puasa dan postprandial yang sangat
karakteristik pada Diabetes Melitus tipe II. akhirnya sekresi insulin oleh sel B pankreas akan menurun dan
terjadi hiperglikemia yang bertambah berat dan terus menerus berlangsung (Mabel, 2021).

2.4 Diagnosis Diabetes Melitus

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah dan HbA1c. Pemeriksaan
glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksa an secara enzimatik dengan bahan plasma darah
vena, pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan glukometer. Diagnosis Tidak dapat
ditegakkan atas dasar adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan seperti keluhan klasik
DM seperti poliuri, polidipsi, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan
atau memiliki keluhan lain seperti lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi
pada pria, serta pruritus vulva pada wanita. (PERKENI, 2021)
Komite Ahli Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Mellitus merekomendasikan kriteria diagnosis
DM sebagai berikut. Kadar glukosa puasa dua ulangan yang melebihi 126 mg/dl (>7 mmol/L) konsisten
dengan diabetes bahkan tanpa adanya gejala. Kadar glukosa darah puasa normal 100 mg/dl atau lebih
dianggap glukosa puasa terganggu (GDPT). Orang dengan kadar GDP (GDP= 100-125 mg/dl (5,66,9
mmol/l) dan/atau dengan tes toleransi glukosa terganggu (TTGO) (glukosa pasca-beban 2 jam 140-199
mg/dl (78,8 mmol/L- 11,1 mmol/L) berisiko diabetes dan harus diamati secara berkala untuk mendeteksi
perkembangan hiperglikemik. Replikasi, respons glikemik dua jam >200 mg/dl (>11,1 mmol/L) setelah
uji toleransi glukosa oral standar juga mengindikasikan diabetes (ADA, 2021)
Tabel. 1 Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus

Catatan: Saat ini tidak semua Laboratorium di Indonesia memenuhi standar NGSP, sehingga harus berhati-hati
dalam membuat interpretasi hasil pemeriksaan HbA1c, Pada kondisi tertentu seperti anemia, hemoglobinopati,
riwayat transfusi darah 2-3 bulan terakhir, kondisi-kondisi yang mempengaruhi umur eritrosit gangguan fungsi
ginjal maka HbA1c tidak dapat dipakai sebagai alat diagnosis maupun evaluasi

6
2.5 Komplikasi
2.5.1. Komplikasi Kronis / penyulit menahun
2.5.1.1. Makroangiopati
Pembuluh darah otak akan menyebabkan stroke, pembuluh darah jantung akan
menyebabkan penyakit koroner, sedangkan pembuluh darah tepi yaitu penyakit arteri
perifer sering terjadi pada pasien DM. Gejala tipikal yang bisa muncul pertama kali adalah
nyeri pada saat istirahat, namun sering juga tanpa disertai gejala. Ulkus iskemik pada kaki
merupakan kelainan lain yang dapat ditemukan pada pasien DM.
2.5.1.1. Mikroangiopati
a. Retinopati Diabetik
Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko atau memperlambat
progresi retinopati. terapi aspirasi tidak mencegah timbulnya retinopati.
b. Nefropati Diabetik
Skrining nefropati diperlukan minimal satu kali setahun dengan pemerikasaan albumin urin
(rasio Albumin-Kreatinin dalam urin sewaktu) dan estimasi LFG.

2.5.1. Komplikasi akut


2.6 Krisis Hiperglikemia
2.6.1 Hyperosmolar Hyperglycemic State (HHS)

HHS adalah kondisi klinis yang timbul akibat komplikasi diabetes melitus. Masalah ini
paling sering terlihat pada diabetes tipe 2. Won Frerichs dan Dreschfeld pertama kali
menggambarkan gangguan tersebut sekitar tahun 1880. Mereka menggambarkan pasien dengan
diabetes mellitus dengan hiperglikemia dan glikosuria yang mendalam tanpa pernapasan
Kussmaul klasik atau aseton dalam urin yang terlihat pada ketoasidosis diabetik. Kondisi klinis
ini sebelumnya disebut nonketotic hyperglycemic coma, hyperosmolar hyperglycemic
nonketotic syndrome, dan hyperosmolar nonketotic coma (HONK) ¹

2.6.2 Ketoasidosis Diabetic (KAD)


Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah komplikasi akut yang mengancam jiwa seorang
penderita diabetes mellitus yang tidak terkontrol. Ketoasidosis diabetik (KAD)adalah keadaan
dekompensasi metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama
disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relatif. Kondisi kehilangan urin, air, kalium,
amonium, dan natrium menyebabkan hipovolemia, ketidakseimbangan elektrolit, kadar glukosa
darah sangat tinggi, dan pemecahan asam lemak bebas menyebabkan asidosis dan sering
disertai koma. KAD merupakan komplikasi akut diabetes melitus yang serius dan membutuhkan
pengelolaan gawat darurat.¹

7
2.7 Etiologi dan Patofisiologi
KAD dihasilkan dari defisiensi insulin akibat diabetes melitus karena, ketidak patuhan
pasien menggunakan insulin serta penggunaan obat tanpa resep dokter dan obat keras, dan
peningkatan kebutuhan insulin karena infeksi (Tabel 1). Defisiensi insulin ini merangsang
peningkatan hormon kontraregulasi (glukagon, katekolamin, kortisol, dan hormon pertumbuhan).
Tanpa kemampuan menggunakan glukosa,sehingga tubuh membutuhkan sumber energi
alternatif. Aktivitas lipase meningkat, menyebabkan kerusakan jaringan adiposa yang
menghasilkan asam lemak bebas. Komponen ini diubah menjadi asetil koenzim A, beberapa di
antaranya memasuki siklus Krebs untuk produksi energi; sisanya dipecah menjadi keton (aseton,
asetoasetat, dan β-hidroksibutirat). Keton dapat digunakan untuk energi, tetapi terakumulasi
dengan cepat. Glikogen dan protein dikatabolisme menjadi glukosa. Bersama dengan faktor-
faktor ini meningkatkan hiperglikemia, yang menyebabkan diuresis osmotik yang mengakibatkan
dehidrasi, asidosis metabolik, dan menyebabkan Hyperosmolar Hyperglycemic State (HHS).⁶

Tabel 1 Penyebab KAD


Drugs a. Antipsychotic agents: Clozapin(Clozaril),
Olanzapine(Zyprexa),
Risperidone(Risperdal),Illicit drugs(Cocaine)
and alcohol.
b. Others: Corticosteroids, Glucagon,
Interferon, Pentamidine, sympathomimetic
agents,Thiazide diuretics

Infection Pneumonia,Sepsis, Urinary tract infection

Lack of Insulin a. Insulin pump failure


b. Nonadherence to insulin treatment plans:
Body image issue, financial problems,
psychological factors.
c. Unrecognized symptoms of nem-onset
diabetes mellitus

Others physiologic stressors Acromegaly, Arterial thrombosis,


Cerebrovascular accident, pancreatitis,
pregnancy, physiological stress,
shock/hipovolemia, Trauma

8
2.8 Diagnosis
2.8.1 Ketoasidosis Diabetic (KAD)

Terdapat perbedaan kriteria diagnosis KAD antara pedoman Inggris dan Amerika (Tabel
1) Ada beberapa implikasi potensial dari perbedaan ini. Kriteria Inggris menunjukkan bahwa
Anda memiliki DKA atau tidak. Namun, kedua pedoman tersebut menyatakan bahwa diagnosis
hanya dapat dibuat jika ketiga kriteria ("D", "K", dan "A") ada. Landasan pengobatan adalah
pemberian cairan dan insulin dengan titik akhir penurunan ketogenesis.

9
Tabel 1: UK vs USA diagnostic criteria for KAD

UK USA

Mild Moderate Severe

“D”—a >11.0 mmol/L >13.9 mmol/L >13.9 mmol/L >13.9 mmol/L


glucose (200 mg/dL) (>250 mg/dL) (>250 mg/dL) (>250 mg/dL)
concentration or a previous
history of
diabetes
mellitus

“K”—the >3.0 mmol/L Urine or Urine or Urine or


presence of or significant serum ketone serum ketone serum ketone
ketones (>2+) on positive positive positive
standard urine
ketone sticks

“A”— pH <7,3 7.25 to 7.30 7.00 to <7.24 <7.00


confirmation
of an acidosis
Serum <15 15 to 18 10 to <15 <10
bicarbonate
(mmol/L)

Anion gap Not >10 >12 >12


applicable

Pedoman Inggris menyatakan bahwa untuk membuat diagnosis KAD adalah memiliki
riwayat diabetes sebelumnya, terlepas dari konsentrasi glukosa, meskipun (glukosa >11 mmol/L
(200 mg/dL) yang ditentukan), adalah kriteria diagnostik yang memadai. Karena tersedianya test
3-beta-hidroksibutirat, disamping itu pengukuran keton serum dengan kadar >3 mmol/L
disarankan sebagai bagian dari kriteria diagnostik untuk ketoasidosis dibandingkan dengan
menggunakan keton dalam urin. Juga, pedoman Inggris menyatakan bahwa menggunakan
Analisis gas darah vena dari pada analisis gas darah arteri (AGDA) dengan pH <7,3 digunakan
untuk menegakkan diagnosis asidosis.

Ada beberapa keuntungan kriteria KAD berdasarkan pedoman Inggris, Sekitar 10%
pasien dengan KAD hadir dengan KAD euglikemik atau dengan kadar glukosa di bawah ambang
batas yang ditetapkan oleh pedoman Amerika . Ini adalah kondisi yang semakin menjadi masalah
dengan pengakuan bahwa hal itu dapat terjadi pada orang yang memakai penghambat
kotransporter 2 glukosa natrium dan pada kehamilan. Oleh karena itu, penekanan pada riwayat
diabetes sebelumnya dengan ambang glukosa yang lebih rendah dari kriteria Amerika
10
memungkinkan untuk mendeteksi ketoasidosis euglikemik. Penggunaan serum keton dalam urin
lebih menguntungkan. Orang dengan KAD biasanya mengalami dehidrasi, sehingga produksi
urin rendah; mungkin diperlukan beberapa jam sebelum urin diproduksi, sehingga menunda
penanganan yang tepat. Setiap perkiraan keton urin yang dikumpulkan dengan cara ini akan
menjadi rata-rata konsentrasi dalam urin yang ditahan di kandung kemih sejak pengosongan
terakhir. Akhirnya, saat KAD teratasi, β-hidroksibutirat diubah menjadi asetoasetat, yang
kemudian diekskresikan ke dalam urin, memberikan kesan (salah) bahwa kondisinya
membutuhkan waktu lebih lama untuk diselesaikan dari yang sebenarnya. Untuk alasan ini, tes
keton urin tidak direkomendasikan secara rutin dalam pedoman Inggris. Namun, karena tempat
perawatan, pengukur keton darah tidak tersedia secara universal di semua rumah sakit setiap saat,
ada ketentuan yang dibuat untuk memungkinkan penggunaan keton urin sesekali. Penggunaan pH
vena dianjurkan untuk diagnosis asidosis, karena data menunjukkan bahwa perbedaan antara pH
arteri dan vena tidak cukup besar untuk mengubah keputusan manajemen klinis. Selain itu, anion
gap tidak digunakan sebagai bagian dari diagnosis KAD di Inggris. Ini sebagian karena serum
klorida tidak dilaporkan secara rutin sebagai bagian dari analisis gas darah, atau laporan
konsentrasi elektrolit. Selain itu, penggunaan larutan natrium klorida 0,9% dapat menyebabkan
asidosis metabolik hiperkloremik, dan peningkatan yang terus-menerus dalam serum klorida
dapat memberi kesan kepada mereka yang tidak waspada atau tidak berpengalaman bahwa anion
gap yang tinggi dapat disebabkan oleh adanya keton, bukan karena resusitasi cairan.

Pedoman Amerika menyarankan penggunaan ambang glukosa >250 mg/dL (13,9


mmol/L), adanya keton serum dan urin positif dengan anion gap, dan pH arteri <7,3 untuk
membuat diagnosis KAD. Perbedaan terbesar antara pedoman Inggris dan AS adalah klasifikasi
tingkat keparahan KAD (Tabel 1). Ada beberapa keuntungan mengkategorikan KAD menurut
tingkat keparahannya.

Pedoman konsensus American Diabetes Association (ADA) merekomendasikan penilaian


keparahan DKA berdasarkan status mental bersama dengan parameter laboratorium. Sementara
pedoman ADA mengakui bahwa sekitar 10% pasien dengan KAD hadir dengan kadar glukosa
yang lebih rendah, mereka menekankan bahwa fitur diagnostik utama dari KAD adalah
peningkatan ketonemia. Alasan untuk membagi presentasi KAD menjadi berbagai tingkat
keparahan adalah multifaktorial. Salah satu alasannya adalah karena ketersediaan sumber daya.
Di Inggris, ada prinsip cakupan kesehatan universal, di mana pembayaran untuk perawatan
kesehatan dipotong dari pajak penghasilan dan perawatan diberikan gratis di tempat pengiriman.
Di AS, ada sistem berbasis asuransi yang dominan. Pada mereka yang tidak memiliki atau minim
jaminan asuransi kesehatan, penting untuk mempertimbangkan cara atau memberikan perawatan
yang aman dan tepat yang terjangkau bagi pasien dan pengasuh. Pedoman ADA juga
menyarankan agar status mental digunakan untuk menilai tingkat keparahan. Penekanan khusus
ini memungkinkan triase pasien yang lebih aman yang datang ke ruang gawat darurat baik ke unit
perawatan intensif atau unit step-down. Selanjutnya, sesuai pedoman AS, pasien dengan kadar
bikarbonat 18 mmol/L dapat mengalami KAD ringan. Hal ini termasuk untuk mengetahui bahwa
KAD dapat diobati sebagian sebelum presentasi di rumah sakit. Perlu dicatat bahwa pasien
dengan KAD dapat memiliki berbagai gangguan asam-basa dan mungkin memiliki anion gap
yang kecil meskipun konsentrasi beta-hidroksibutirat meningkat. Subset pasien ini mungkin
secara keliru diklasifikasikan memiliki KAD ringan jika seseorang hanya mencari anion gap.

Untuk diagnosis ketoasidosis, pedoman ADA 2009 merekomendasikan agar pengukuran


keton dengan reaksi nitroprusida digunakan karena lebih mudah tersedia. Namun, karena beta-
hidroksibutirat adalah produk utama ketogenesis dan reaksi nitroprusida tidak mengukur beta-
hidroksibutirat, pedoman ADA menyarankan pengukuran beta-hidroksibutirat jika
memungkinkan. Selanjutnya, dalam pedoman AS, anion gap digunakan dalam kriteria diagnostik.
Pemberian insulin yang agresif dapat menyebabkan hiperkloremia dan mengurangi celah sebelum
11
peningkatan bikarbonat. Oleh karena itu, perhatian harus diberikan pada konsentrasi bikarbonat
daripada hanya anion gap. Pedoman ADA juga merekomendasikan penggunaan pH arteri tetapi
menyatakan bahwa pH vena juga dapat digunakan..⁵

2.8.2 Hyperosmolar Hyperglycemic State (HHS)

HHS kebanyakan terjadi pada orang dewasa dan pasien lanjut usia dan memiliki
mortalitas lebih tinggi daripada KAD dengan kematian terjadi pada 5-16% [45, 46]. Evolusi HHS
berlangsung selama beberapa hari hingga beberapa minggu, dan presentasi yang paling umum
adalah perubahan status mental. Inggris memiliki pedoman terpisah untuk diagnosis HHS,
Karena kurangnya uji coba terkontrol secara acak untuk pengobatan HHS, konsensus ADA
menggabungkan KAD dan HHS, Kedua pedoman merekomendasikan penilaian keparahan pada
presentasi. Namun, pedoman Inggris memberikan titik potong data spesifik untuk menentukan
tingkat keparahan HHS (Tabel 2). Keduanya merekomendasikan evaluasi penyebab pencetus.

Tabel 2: UK vs USA diagnostic criteria for HHS

UK USA

Hyperglycemia >30 mmol/L (540 >33.3 mmol/L (600


mg/dL) mg/dL)

Hyperosmolarity >320 mOsm/kg >320 mOsm/kg

Lack of acidosis Calculation 2 × Na (mmol/L) + 2 × Na (meQ/L) +


glucose (mmol/L) + glucose (mg/dL)/18 +
urea (mmol/L) blood urea nitrogen
(mg/dL)]/2.8

Ketones Low Low

pH >7.3 >7.3

Bicarbonate >15 mmol/L >20 mmol/L

Mental status Present Present


changes

Faktor pembeda pada HHS adalah tidak adanya keton atau produksi keton yang rendah
meskipun dalam keadaan insulinopenik. Secara umum, kadar glukosa pada HHS lebih tinggi
daripada KAD. Pedoman Inggris dan ADA menyarankan kadar glukosa yang serupa untuk
mendiagnosis HHS. Pedoman Inggris menyarankan nilai batas glukosa >30 mmol/L (540
12
mg/dL), dan pernyataan konsensus ADA menyarankan batas >33,3 mmol/L (600 mg/dL). Selain
hiperglikemia, pasien HHS mengalami dehidrasi berat karena sifat kronis hiperglikemia.
Meskipun ada sebagian pasien yang mengalami KAD dan HHS, kedua kelompok menyarankan
untuk membuat diagnosis HHS ketika pH lebih besar dari 7,3 dan kadar bikarbonat lebih besar
dari 15 mmol/L (pedoman Inggris) dan >20 mmol/ L untuk pernyataan konsensus ADA bersama
dengan ketonemia minimal. Perbedaan diagnosis, meskipun minimal, terletak pada perhitungan
osmolalitas dan penilaian keparahan. Perbedaannya diuraikan dalam Tabel 2.

Pedoman AS dan Inggris menggunakan batas 320 mOsm/kg untuk diagnosis osmolalitas
serum. Nilai ini berdasarkan penelitian yang menunjukkan bahwa perubahan status mental terjadi
dengan osmolalitas serum >320 mOsm/kg. Osmolalitas dihitung dengan rumus [2 × terukur Na
(meQ/L) + glukosa (mg/dL)/18 + nitrogen urea darah (mg/dL)]/2,8] atau [2 × terukur Na
(mmol/L) + glukosa (mmol/L) + [urea (mmol/L)]. Nitrogen urea darah bukanlah osmolit yang
efektif karena dapat melintasi membran tanpa efek osmotik. Pedoman Inggris menyarankan
beberapa cara untuk menghitung osmolalitas serum, yang tidak termasuk kadar nitrogen urea
darah.

Pedoman AS Karena kemampuannya untuk melewati membran plasma dengan bebas,


pedoman ADA merekomendasikan perhitungan osmolalitas serum tanpa memasukkan nitrogen
urea darah. Oleh karena itu, pasien yang didiagnosis dengan HHS sesuai konsensus ADA
cenderung mengalami dehidrasi sebelum menerima intervensi untuk HHS.⁵

2.9 Treatment
2.9.1 Ketoasidosis Diabetic (KAD)

Prinsip manajemen KAD dan HHS berdasarkan pedoman Inggris dan Amerika hampir
sama, Kedua perspektif setuju bahwa penanganan utama harus berupa penggantian cairan
(Rehidrasi) dan penggantian cairan awal yang dipilih adalah larutan natrium klorida 0,9%.
Tingkat kecepatan penggantian cairan berdasarkan perspektif AS menganjurkan 15–20
mL/kg/jam (1–1,5 L) pada jam pertama (terlepas dari tingkat keparahannya) dan perspektif
Inggris 1 L di masing-masing 2 jam pertama. Kedua perspektif setuju bahwa penggantian fosfat
tidak diperlukan sebagai studi terkontrol oleh Kitabchi et al. karena tidak menunjukkan
perbedaan hasil yang signifikan. Laju infus insulin sama pada kedua perspektif yaitu 0,1
unit/kg/jam. Ada perbedaan dalam bagaimana tingkat infus insulin harus disesuaikan. Pedoman
berbeda untuk jumlah dan waktu insulin dan penggunaan bikarbonat.

Pedoman Inggris merekomendasikan penyesuaian infus insulin tergantung pada tingkat


penurunan glukosa (3,0 mmol/jam [54 mg/dL]) dan keton serum (0,5 mmol/jam) dengan
peningkatan konsentrasi bikarbonat yang sesuai sebesar 3,0 mmol/jam. L. Pedoman Inggris juga
menggabungkan bukti baru untuk menunjukkan bahwa penggunaan insulin basal kerja panjang
yang berkelanjutan membantu mencegah hiperglikemia rebound yang terlihat ketika insulin
intravena dihentikan.

Pedoman AS Penilaian tingkat keparahan KAD secara langsung diterjemahkan ke rejimen


pengobatan yang relevan. Di AS, Kitabchi et al. melakukan studi perintis dalam penggunaan
rejimen insulin dosis rendah untuk pengobatan KAD, misalnya, 0,22 unit/KgBB atau 0,33 unit
/KgBB diikuti dengan infus 7 unit per jam, Sebuah studi selanjutnya oleh Umpierrez et al. juga
menunjukkan bahwa injeksi insulin subkutan yang sering sama manjurnya dengan insulin
intravena untuk pengobatan KAD ringan-sedang . Suntikan insulin subkutan dapat lebih mudah
13
dilakukan di unit medis umum daripada di ICU.

Untuk pengelolaan cairan, pedoman AS menyarankan penggunaan infus saline 0,45%


tergantung pada kadar natrium. Tingkat penyesuaian insulin IV juga berbeda. Pedoman AS
meningkatkan kecepatan infus setelah satu jam jika nilai glukosa tidak turun 10%. Pedoman
Inggris tidak merekomendasikan penggunaan penggantian bikarbonat dengan alasan bahwa
penggantian cairan dan insulin saja sudah cukup untuk menaikkan pH.sedangkan Pedoman AS
mengatakan bahwa bikarbonat harus diberikan saat pH <6,9 hingga pH >7,0. Meskipun studi
acak prospektif tidak menunjukkan manfaat penggunaan bikarbonat pada KAD berat. terapi
bikarbonat direkomendasikan ketika pH <6,9 karena asidosis dapat menyebabkan efek
kardiovaskular dan paru yang merugikan.⁵

2.9.2 Hyperosmolar Hyperglycemic State (HHS)

Terapi HHS sama halnya dengan KAD,Terapi cairan (Rehidrasi) dan penurunan glukosa
darah. Kedua pedoman merekomendasikan pemantauan osmolalitas serum secara hati-hati untuk
menghindari komplikasi koreksi berlebihan yang cepat. Kedua pedoman merekomendasikan
inisiasi cairan IV dengan kira-kira 1 L saline 0,9% dan koreksi dehidrasi yang agresif sampai
osmolalitas berhenti menurun. Kedua pedoman menyarankan untuk mempertahankan konsentrasi
glukosa 13,9–16,7 mmol/L (250–300 mg/dL di AS) dan 10–15 mmol/L (180–270 mg/dL di
Inggris). Pasien dengan HHS telah menghabiskan simpanan kalium meskipun kurang dari pada
KAD. Pernyataan konsensus Inggris dan ADA menyarankan pemberian kalium jika
konsentrasinya kurang dari 3,3 meQ/L (3,3 mmol/L) dan tidak mengganti kalium jika
konsentrasinya lebih besar dari 5,5 meQ/L (5,5 mmol/L). Perbedaan dalam pedoman adalah
dengan pilihan cairan sehubungan dengan konsentrasi natrium dan waktu inisiasi insulin.

Pedoman Inggris merekomendasikan pengobatan awal dengan 1 L saline 0,9% untuk jam
pertama dengan penyesuaian kecepatan dan cairan berikutnya tergantung pada perubahan
osmolalitas (3-8 mOsmol/kg/jam) setelah jam pertama selama 6 jam setelah presentasi. dengan
penurunan glukosa 5 mmol/L/jam (90 mg/dL/jam). Penggunaan saline 0,45% tidak dianjurkan
secara rutin. Namun, pedoman tersebut membuat pengecualian untuk penggunaan salin 0,45%
ketika osmolalitas tidak menurun meskipun pemberian cairan sudah adekuat. Insulin intravena
harus dimulai dengan insulin intravena dengan kecepatan tetap dan berdasarkan berat badan pada
0,05 U/kg/jam setelah konsentrasi glukosa berhenti menurun dengan resusitasi cairan ketika
konsentrasi glukosa berhenti menurun dengan resusitasi cairan.

Pedoman AS dan ADA merekomendasikan pengobatan awal dengan 1-1,5 L saline 0,9%.
Berbeda dengan pedoman Inggris, mereka merekomendasikan pemberian saline 0,45% ketika
kadar natrium meningkat. Rekomendasi dibuat untuk mengganti cairan sesuai dengan
osmolalitas. Secara umum, rekomendasinya adalah memulai dosis insulin intravena pada 0,1
U/kg/jam setelah osmolalitas berhenti menurun. Mereka juga menyarankan penggandaan dosis
insulin jika glukosa tidak turun 2,8–3,9 mmol/L/jam (50–70 mg/dL/jam). Setelah konsentrasi
glukosa 13,9–16,7 mmol/L (250–300 mg/dL) tercapai, pedoman ADA merekomendasikan
penurunan dosis insulin menjadi 0,02–0,05 U/kg/jam.⁵

14
2.10 Prognosis

KAD merupakan penyebab kematian terbanyak pada pasien DM dibawah umur 20 tahun (50%
dari total mortalitas). Mortalitas akibat KAD pada orang dewasa <1%, tetapi meningkat menjadi
>5% pada pasien lanjut usia dengan penyakit komorbid yang berat. Prognosis pada KAD lebih
buruk jika terjadi koma, hipotensi, dan terdapat banyak penyakit komorbid yang berat.⁸

15
BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
KAD adalah keadaan dekompensasi kekacauan metabolik yang ditandai oleh trias
hiperglikemia, asidosis, dan ketosis,KAD dan Hiperosmolar Hyperglycemia State (HHS) adalah
2 komplikasi akut metabolik diabetes mellitus yang paling serius dan mengancam nyawa. Kedua
keadaan tersebut dapat terjadi pada Diabetes Mellitus (DM) tipe 1 dan 2, meskipun KAD lebih
sering dijumpai pada DM tipe 1. KAD mungkin merupakan manifestasi awal dari DM tipe 1 atau
mungkin merupakan akibat dari peningkatan kebutuhan insulin pada DM tipe 1 pada keadaan
infeksi, trauma, infark miokard, atau kelainan lainnya. Walaupun angka insidennya di Indonesia
tidak begitu tinggi dibandingkan negara barat, kematian akibat KAD masih sering dijumpai,
dimana kematian pada pasien KAD usia muda umumnya dapat dihindari dengan diagnosis cepat,
pengobatan yang tepat dan rasional sesuai dengan patofisiologinya. Keberhasilan
penatalaksanaan KAD membutuhkan koreksidehidrasi, hiperglikemia, asidosis dan kelainan
elektrolit, identifikasi faktor presipitasi komorbid, dan yang terpenting adalah pemantauan pasien
terus menerus. Penatalaksanaan KAD meliputi terapi cairan yang adekuat, pemberian insulin
yang memadai, terapi kalium, bikarbonat, fosfat, magnesium, terapi terhadap keadaan
hiperkloremik serta pemberian antibiotika sesuai dengan indikasi. Faktor yang sangat penting
pula untuk diperhatikan adalah pengenalan terhadap komplikasi akibat terapi sehingga terapi
yang diberikan tidak justru memperburuk kondisi pasien.⁷

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Pedoman Pengelolahan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Dewasa di Indonesia,


PERKENI, 2021
2. Pasquel FJ, Umpierrez GE. Hyperosmolar hyperglycemic state: a historic review of the
clinical presentation, diagnosis, and treatment. Diabetes Care. 2014 Nov;37(11):3124-31.

3. McDonnell CM, Pedreira CC, Vadamalayan B, Cameron FJ, Werther GA. Diabetic
ketoacidosis, hyperosmolarity and hypernatremia: are high-carbohydrate drinks worsening
initial presentation? Pediatr Diabetes. 2005 Jun;6(2):90-4.
4. American Diabetes Association. Standards of Medical Care in Diabetes-2021 Abridged for
Primary Care Providers. Clin Diabetes. 2021;39:14–43.
5. Dhatariya KK, Vellanki P.Treatment of Diabetic Ketoacidosis (DKA)/Hyperglycemic
Hyperosmolar State (HHS): Novel Advances in the Management of Hyperglycemic Crises
(UK Versus USA).Curr Diab Rep. 2017; 17(5): 33.
6. Westerberg DP. Diabetic ketoacidosis: Evaluation and treatment, Am Fam
Physician.2013;87(5):337-46
7. Gotera, Wira; Agung budiyasa, Dewa Gde. Penatalaksanaan Ketoasidosis Diabetik (KAD).
journal of internal medicine, [S.l.], nov. 2012
8. Tarigan TJE, Ketoasidosis diabetik, Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M,
Setiyohayadi B, Syam AF, Penyunting Buku Ajar ilmu penyakit dalam, Edisi ke 6 Jakarta:
Interna Publishing;2014.

17

Anda mungkin juga menyukai