SINDROM NEFROTIK
Tutorial Klinik ini dibuat untuk melengkapi persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior
Ilmu Kesehatan Anak
Disusun Oleh:
Pembimbing :
dr. Sondang Maniur Lumbanbatu,Sp.A
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
MEDAN
2022
KATA PENGANTAR
i
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan Tutorial
Klinik ini guna memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior di bagian SMF Ilmu
Kesehatan Anak di RSUD Drs. H. Amri Tambunan dengan judul “Sindrom Nefrotik”.
Tutorial Klinik ini bertujuan agar penulis dapat memahami lebih dalam teori-teori
yang diberikan selama menjalani Kepaniteraan Klinik Senior di bagian SMF Ilmu
Kesehatan Anak kemudian mengaplikasikannya untuk kepentingan klinis kepada pasien.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Sondang Maniur Lumbanbatu,Sp.A yang
telah membimbing penulis dalam tutorial klinik ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa
tutorial klinik ini masih memiliki kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran
yang membangun dari semua pihak yang membaca tutorial klinik ini. Harapan penulis
semoga tutorial klinik ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membacanya.
Penulis
DAFTAR ISI
ii
KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................................iii
LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................1
1.2 Data Pasien.......................................................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................11
2.1 Definisi...........................................................................................................................11
2.2 Etiologi...........................................................................................................................11
2.3 Epidemiologi..................................................................................................................11
2.4 Faktor Risiko..................................................................................................................13
2.5 Patofisiologi....................................................................................................................13
2.6 Gejala Klinis...................................................................................................................14
2.7 Diagnosis........................................................................................................................15
2.8 Pemeriksaan Penunjang..................................................................................................15
2.9 Tatalaksana.....................................................................................................................15
2.9.1 Tatalaksana Umum...............................................................................................15
2.9.2 Diitetik.................................................................................................................16
2.9.3 Diuretik................................................................................................................ 16
2.10 Komplikasi dan Prognosis............................................................................................19
2.10.1 Komplikasi........................................................................................................19
2.10.2 Prognosis...........................................................................................................21
BAB III KESIMPULAN........................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................23
LEMBAR PENGESAHAN
iii
Telah dibacakan pada tanggal :
Nilai :
Dokter Pembimbing
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sindrom nefrotik (SN) adalah keadaan klinis dengan gejala proteinuria,
hipoalbuminemia, edema dan hiperkolesterolemia.1 Kadang-kadang gejala disertai
dengan hematuria, hipertensi, dan penurunan fungsi ginjal.8,10 Jika tidak terdiagnosa atau
tidak segera diobati, edema interstisial akan meningkatkan tekanan tubulus
proksimal yang menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) sehingga terjadi
gagal ginjal. Sindrom Nefrotik merupakan kelainan ginjal terbanyak dijumpai pada
anak, dengan angka kejadian 15 kali lebih banyak.10
dibandingkan orang dewasa. Insidennya sekitar 2-3 kasus per tahun tiap
100.000 anak berumur kurang dari 16 tahun. Terbanyak pada anak berumur antara 3-4
tahun dengan perbandingan anak laki-laki dan perempuan 2: 1.9,10,1 Laporan dari luar
negri, menunjukkan dua per tiga kasus anak dengan SN dijumpai pada umur < 5 tahun.
Pada sindrom nefrotik idiopatik paling lazim muncul antara usia 2 dan 6 tahun. Sebagian
besar anak respon terhadap pengobatan steroid.9
Identitas Pasien
● Nama : Rudito
● Usia : 17 thn 8 bln
● Jenis Kelamin : LK
● Agama : Islam
● Suku : Jawa
● Alamat : Dusun pisang I Kel/Desa Melati II Kec. Perbaungan
● Tanggal Masuk : 23 Agustus 2022
● BB masuk : 89kg
1
Anamnesis Orang Tua
● Nama ibu : Malni
● Umur : 46 Tahun
● Pendidikan : SD
● Pekerjaan : IRT
● Perkawinan : Sudah menikah
● Alamat : Perbaungan
● Riwayat Penyakit :-
Riwayat Kelahiran
Perkembangan Fisik
● 0-3 bulan : Mulai mampu mengangkat dan menahan kepala sebentar,berusaha
menggerakkan badan ke kanan dan kiri.
● 4-6 bulan : Mampu memiringkan badan serta telungkup, mulai mampu duduk
dengan dibantu.
● 7-12 bulan : Sudah mampu duduk dan mulai berdiri dengan bantuan, kemudian
sudah mampu berdiri sendiri dan berjalan dengan dibantu pada usia
10 bulan, mulai mengoceh kata-kata pendek di awal usia 7 bulan.
● 1 Tahun : Sudah mampu berjalan 8-10 langkah tanpa dibantu, sudah mampu
mengucapkan 1-2 kata pendek secara penuh
Anamnesis Makanan
● 0 – 4 Bulan : ASI + Susu Formula
● 4 – 6 Bulan : ASI + Susu Formula + Bubur saring
● 7 – 12 Bulan : ASI + Bubur Kasar
2
● 1 Tahun : Makanan Keluarga
Riwayat Imunisasi
● BCG : 1X
● DPT : 3X
● Polio : 4X
● Campak : 1X
● Hepatitis B : 4X
● Kesan : Imunisasi lengkap
Anamnesis Penyakit
Keluhan Utama : Tubuh tampak bengkak
Telaah:
● Seorang pasien baru laki laki berusia 17 tahun tiba di ruang Kenanga pkl 19:30 wib
dengan keluhan sesak nafas dan bengkak di seluruh tubuh.
● pasien mengatakan sesak nafas dialami sejak 1 minggu ini, memberat 3 hari SMRS.
● pasien juga mengatakan sesak dirasakan terutama saat beraktivitas. pasien juga
merasakan badan mudah lelah, dan didapatkan bengkak di seluruh badan di jumpai 2
minggu ini.
● pasien juga mengeluhkan batuk sesekali berdahak, BAK sedikit 2x.
● Riwayat mual, muntah, demam di sangkal.
● Riwayat perjalanan di sangkal, riwayat kontak dengan pasien covid-19 disangkal.
Riwayat Obat : -
Riwayat Penyakit Terdahulu : Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini
sebelumnya
3
STATUS PRESENS
Status Sensorium : Compos mentis
● Tekanan Darah : 173/121 mmHg
● Frekuensi Nadi : 112x/i
● Frekuensi Nafas : 26x/i
● Temperature : 36,7 C
● Saturasi O2 : 97%
● Berat Badan : 87 kg
● Tinggi Badan : 167 cm
● Lingkar kepala : 55 cm
● Lingkar Lengan : 15 cm
● lingkar perut : 111 cm
Status Lokalisata
● Kepala : Normosefali,
● Rambut : merah lurus, mudah rontok
● Mata : Sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis (-/-), edema palpebra
(+/+), Oedem (+/+) Wajah : tampak edema
● Hidung : Jejas (-/-), sekret (-/-)
● Telinga : Jejas (-/-), sekret (-/-)
● Mulut : Jejas (-), mukosa tampak normal
THORAX
● Inspeksi : Simetris
● Perkusi : Sonor dextra = sinistra
● Palpasi : Stem Frenikus dextra= sinistra
● Auskultasi : Suara napas vesikuler, wheezing (-/-), ronkhi (+/+)
ABDOMEN
● Inspeksi : Distensi
4
● Palpasi : Shifting dullnes +, Nyeri Tekan +, pembesaran Hepar -
● Perkusi : Redup/pekak seluruh lapangan abdomen
● Auskultasi : peristaltik + kesan meningkat
EKSTREMITAS
● Superior : Teraba hangat, edema (+/+)
● Inferior : Teraba hangat, edema (+/+)
Diagnosis :
● Bronkopneumonia + Nefrotik Sindrome + PGK stage III + Hipertensi + Effusi Pleura
Bilateral + Hypoalbuminemia + Hypokalemia + Edema Anasarca + Parenchymal
kidney disease bilateral.
Antropometri
● L. Kepala : Normocephali
● BB/U : Normoweight
● TB/U : Stunting Grade I
● BB/TB : Obesitas
Pemeriksaan Radiologis
USG Ginjal
Kesan:
● Parenchymal kidney disease bilateral
5
● Ascites
Pemeriksaan Lab
Tanggal pemeriksaan : 23 Agustus 2022
Ureum 57 H mg/dL 20 - 40
HDL-Kolesterol 29 L mg/dL 30 - 63
6
Pemeriksaan urine rutin
Tanggal Pemeriksaan 24 September 2022
7
Darah Lengkap Lekosit 25.82 H 4.5 - 12.5
Ureum 55 H 20 - 40 mg/dL
8
Elektrolit Chlorida 104 95 - 105 mEq/L
9
Status Gizi
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Sindrom nefrotik (SN) adalah keadaan klinis yang ditandai dengan gejala proteinuria
masif (>40 mg/m2 LPB/jam atau 50 mg/kg/hari atau rasio protein/kreatinin pada urin
sewaktu >2 mg/mg atau dipstik ≥ 2+) Hipoalbuminemia < 2,5 g/dL Edema Dapat disertai
hiperkolesterolemia >200 mg/dL.1
2.2 Etiologi
Etiologi SN dibagi 3 yaitu kongenital, primer/idiopatik, dan sekunder mengikuti
penyakit sistemik, antara lain lupus eritematosus sistemik (LES), purpura Henoch Schonlein,
dan lain lain.¹ Sindrom nefrotik terjadi akibat peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus
sehingga mengakibatkan keluarnya protein melalui urine dalam jumlah yang banyak.³
Terdapat tiga penyebab Sindrom Nefrotik:
1. Sindrom nefrotik primer atau idiopatik (SNI) yang dihubungkan dengan penyakit
glomerulus intrinsik pada ginjal dan tidak terkait dengan penyebab di luar ginjal.²
2. Sindrom nefrotik sekunder dihubungkan oleh penyebab yang berada diluar ginjal,
akibat infeksi, keganasan, penyakit jaringan ikat, efek obat dan toksin, dan akibat
penyakit sistemik.³ Penyebab sindrom nefrotik sekunder yang paling sering adalah (1)
penyakit autoimun dan vasculitis seperti purpura Henoch-Schonlein dan lupus
eritematosus sistemik, serta vasculitis lain yang dihubungkan dengan antineutrophil
cytoplasmic antibody (ANCA); (2) penyakit infeksi seperti human immunodeficiency
virus (HIV), hepatitis B dan C sifilis kongenital, dan malaria,⁴
3. Sindrom nefrotik kongenital, yang muncul sebelum usia 3 bulan disebabkan oleh
kelainan genetik yang umumnya diturunkan secara autosomal resesif.² SNI
merupakan penyebab sindrom nefrotik utama pada anak, dan juga tetap merupakan
penyebab utama yang ditemukan pada semua usia.³
2.3 Epidemiologi
Berdasarkan tabel 1 di bawah, menurut data ISKDC penelitian yang dilakukan
secara global pada tahun 1965 ditemukan 512 kasus sindrom nefrotik.⁵ Sindrom nefrotik
(SN) pada anak merupakan penyakit ginjal anak yang paling sering ditemukan. Insidens
SN pada anak dalam kepustakaan di Amerika Serikat dan Inggris adalah 2-7 kasus baru
per 100.000 anak per tahun,dengan prevalensi berkisar 12 – 16 kasus per 100.000 anak.
11
Di negara berkembang insiden nya lebih tinggi. Di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000
per tahun pada anak berusia kurang dari 14 tahun.3 Perbandingan anak laki-laki dan
perempuan 2:1.¹
2 ISKDC rata-rata per tahun 2-7 per 100.000 Amerika Serikat dan
Inggris
12
2.4 Faktor Risiko
Faktor risiko sindrom nefrotik antara lain yaitu adalah kondisi medis yang dapat
merusak ginjal, obat obatan tertentu, dan beberapa infeksi. Kondisi medis tertentu yang
dapat meningkatkan risiko sindrom nefrotik antara lain lupus, amiloidosis, Henoch
Schonlein purpura dan untuk obat-obatan tertentu yang dapat menyebabkan sindrom
nefrotik meliputi obat antiinflamasi non steroid (OAINS) dan beberapa antibiotik. Infeksi
tertentu juga menjadi faktor risiko dari sindrom nefrotik adalah HIV, hepatitis B,
hepatitis C, dan malaria.6
2.5 Patofisiologi
Kapiler glomerulus dilapisi oleh endotel yang terletak di membran basal
glomerulus, ditutupi oleh epitel glomerulus, atau podosit, yang menyelubungi kapiler
dengan tonjolan sitoplasma yang disebut foot processes. Di antara foot processes,
terdapat celah filtrasi yang disebut dengan slit pore dengan diameter 200-300 A.15
Filtrasi air plasma dan zat terlarut terjadi secara ekstraseluler dan melalui celah
filtrasi dan fenestra endotel. Perubahan glomerulus yang dapat menyebabkan proteinuria
adalah kerusakan pada membran basal glomerulus, permukaan endotel, atau podosit.14
Albumin adalah konstituen utama dalam proteinuria, terhitung 85%. Defek umum pada
permeabilitas glomerulus berhubungan dengan proteinuria non selektif yang
menyebabkan kebocoran glomerulus dari berbagai protein plasma.14
Teori klasik mengenai pembentukan edema ini (underfilled theory) adalah
menurunnya tekanan onkotik intravaskular yang menyebabkan cairan merembes ke
interstisial. Dengan meningkatnya permeabilitas kapiler glomerulus, albumin keluar
menimbulkan albuminuria dan hipoalbuminemia. Hipoalbuminemia menyebabkan
menurunnya tekanan onkotik koloid plasma intravaskuler/ keadaan ini menyebabkan
meningkatnya cairan transudat melewati dinding kapiler dari ruang intravaskuler ke
ruang interstisial yang menyebabkan terbentuknya edema.11
Sebagai akibat pergeseran cairan ini volume plasma total dan volume darah arteri
dalam peredaran menurun dibanding dengan volume sirkulasi efektif. Menurunnya
volume plasma atau volume sirkulasi efektif merupakan stimulasi timbulnya retensi air
dan natrium renal. Dengan teori underfilled ini diduga terjadi kenaikan kadar renin
plasma dan aldosteron sekunder terhadap adanya hipovolemia.11 hal ini tidak ditemukan
pada semua pasien dengan SN. Beberapa pasien SN menunjukan meningkatnya volume
plasma dengan tertekannya aktivitas renin plasma dan kadar aldosteron, sehingga timbul
13
konsep teori overfilled. menurut teori ini retensi natrium renall dan air terjadi karena
mekanisme intrarenal primer dan tidak bergantung pada stimulasi sistemik perifer.
retensi natrium renal primer mengakibatkan ekspansi volume plasma dan cairan
ekstraseluler. pembentukan edema terjadi sebagai akibat overfilling cairan ke dalam
ruang interstisial. teori overfilled ini dapat menerangkan adanya volume plasma yang
tinggi dengan kadar renin plasma dan aldosteron menurun sekunder terdapat
hipervolemia.11
14
2.7 Diagnosis
Sindrom nefrotik (SN) adalah keadaan klinis yang ditandai dengan gejala: proteinuria
masif, hipoalbuminemia, edema, dan dapat disertai dengan hiperkolesterolemia.1 Proteinuria
masif adalah kadar proteinuria: >40 mg/m2 LPB/jam atau 50 mg/kg/hari atau rasio
protein/kreatinin pada urin sewaktu >2 mg/mg atau dipstik ≥2+. Sedangkan,
hipoalbuminemia adalah kadar albumin dalam darah < 2,5 g/dl. Edema merupakan
penimbunan cairan dalam jaringan, terlihat pada daerah yang mempunyai resistensi rendah,
seperti kelopak mata, tibia, atau skrotum. Hiperkolesterolemia adalah kadar kolesterol dalam
darah adalah >200 mg/dL. Kadar ureum dan kreatinin umumnya normal kecuali ada
penurunan fungsi ginjal. Bila terjadi hematuria mikroskopik (>20 eritrosit/LPB) dicurigai
adanya lesi glomerular (seperti: sclerosis glomerulus fokal).10
2.9 Tatalaksana
2.9.1 Tatalaksana Umum
Anak dengan manifestasi klinis SN pertama kali, sebaiknya dirawat di rumah
sakit dengan tujuan untuk mempercepat pemeriksaan dan evaluasi pengaturan diit,
penanggulangan edema, memulai pengobatan steroid, dan edukasi orang tua.1
15
2.9.2 Diitetik
Restriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat. Biasanya diberikan loop
diuretic seperti furosemid 1-3 mg/kgbb/hari, bila perlu dikombinasikan dengan
spironolakton (antagonis aldosteron, diuretik hemat kalium) 2-4 mg/kgbb/hari. Sebelum
pemberian diuretik, perlu disingkirkan kemungkinan hipovolemia. Pada pemakaian
diuretik lebih dari 1-2 minggu perlu dilakukan pemantauan elektrolit kalium dan natrium
darah.1
Bila pemberian diuretik tidak berhasil (edema refrakter), biasanya terjadi karena
hipovolemia atau hipoalbuminemia berat (≤ 1 g/dL), dapat diberikan infus albumin 20-
25% dengan dosis 1 g/kgbb selama 2-4 jam untuk menarik cairan dari jaringan interstisial
dan diakhiri dengan pemberian furosemid intravena 1-2 mg/kgbb. Bila pasien tidak
mampu dari segi biaya, dapat diberikan plasma 20 ml/kgbb/hari secara pelan-pelan 10
tetes/menit untuk mencegah terjadinya komplikasi dekompensasi jantung. Bila
diperlukan, suspensi albumin dapat diberikan selang-sehari untuk memberi kesempatan
pergeseran cairan dan mencegah overload cairan. Bila asites sedemikian berat sehingga
mengganggu pernapasan dapat dilakukan pungsi asites berulang. Skema pemberian
diuretik untuk mengatasi edema tampak pada gambar dibawah.1
16
Bagan 1. Tatalaksana Umum : Pengobatan Dengan Kortikosteroid
17
A. TERAPI INISIAL
Terapi inisial pada anak dengan sindrom nefrotik idiopatik tanpa kontraindikasi
steroid sesuai dengan anjuran ISKDC adalah diberikan prednison 60 mg/m2 LPB/hari atau
2 mg/kgbb/hari (maksimal 80 mg/ hari) dalam dosis terbagi, untuk menginduksi remisi.
Dosis prednison dihitung sesuai dengan berat badan ideal (berat badan terhadap tinggi
badan). Prednison dosis penuh (full dose) inisial diberikan selama 4 minggu. Bila terjadi
remisi dalam 4 minggu pertama, dilanjutkan dengan 4 minggu kedua dengan dosis 40
mg/m2 LPB (2/3 dosis awal) atau 1,5 mg/kgbb/hari, secara alternating (selang sehari), 1 x
sehari setelah makan.1
Bila setelah 4 minggu pengobatan steroid dosis penuh, tidak terjadi remisi, pasien dinyatakan
sebagai resisten steroid.
B. PENGOBATAN SN RELAPS
Skema pengobatan relaps dapat dilihat pada Gambar 3, yaitu diberikan prednison dosis penuh
sampai remisi (maksimal 4 minggu) dilanjutkan dengan dosis alternating selama 4 minggu. Pada
pasien SN remisi yang mengalami proteinuria kembali 3++ tetapi tanpa edema, sebelum pemberian
prednison, dicari terlebih dahulu pemicunya, biasanya infeksi saluran nafas atas. Bila terdapat
infeksi diberikan antibiotik 5-7 hari, dan bila kemudian proteinuria menghilang tidak perlu
diberikan pengobatan relaps. Bila sejak awal ditemukan proteinuria 3++ disertai edema, maka
diagnosis relaps dapat ditegakkan dan prednison mulai diberikan. 1
18
2.10 Komplikasi dan Prognosis
2.10.1 Komplikasi
1. Infeksi
Infeksi adalah penyebab utama morbiditas dan, secara historis, kematian pada
anak dengan NS. NS dikaitkan dengan konsentrasi rendah immunoglobulin G (IgG)
dari kehilangan urin dan produksi yang berubah, yang berkontribusi pada risiko infeksi.
Hilangnya komplemen juga dapat menjadi predisposisi risiko infeksi. Peritonitis
bakterial spontan, terutama oleh Streptococcus pneumoniae, tetap menjadi komplikasi
serius dari NS, dan albumin serum yang rendah (<15 g/L atau 1,5 g/dL) dikaitkan
dengan peningkatan risiko peritonitis. Profilaksis antibiotik rutin untuk pencegahan
peritonitis bakteri spontan pada anak-anak dengan NS aktif umumnya tidak dianjurkan
karena kelangkaan bukti, meskipun beberapa pusat dapat memilih profilaksis pada
anak-anak dengan riwayat peritonitis. Vaksinasi pneumokokus dapat berhasil diberikan
kepada anak-anak dengan NS, bahkan ketika sedang menjalani terapi steroid, dan
direkomendasikan oleh Konferensi Konsensus Sindrom Nefrotik Anak. Anak-anak
dengan NS juga berisiko terkena pneumonia dari Streptococcus pneumoniae,
Haemophilus influenzae, Staphylococcus aureus, dan selulitis, yang disebabkan oleh
Staphylococcus, grup A Streptococci, dan spesies H influenzae.6
Infeksi varicella-zoster menimbulkan resiko besar pada anak-anak dengan NS.
Vaksin adalah bentuk virus yang dilemahkan, yang biasanya paling baik dihindari pada
anak-anak dengan gangguan kekebalan. Tampaknya aman, bagaimanapun, untuk anak-
anak yang dalam remisi atau yang menggunakan steroid alternatif dosis rendah, jadwal
vaksinasi dua dosis yang dioptimalkan telah dikembangkan. Profilaksis varicella-zoster
immune globulin (VZIG) direkomendasikan untuk pajanan cacar air. VZIG harus
19
diberikan sesegera mungkin tetapi dapat diberikan hingga 10 hari setelah paparan.
Asiklovir intravena terapeutik juga bisa efektif pada NS, namun, data langka dan
diekstrapolasi dari laporan transplantasi organ padat.6
2. Tromboemboli vena
4. Dislipidemia
20
Tidak diketahui apakah metabolisme lipid yang berubah memberikan risiko
kardiovaskular jangka panjang dari aterosklerosis pada anak-anak dengan NS.
Penggunaan agen penurun lipid untuk dislipidemia pada NS tidak disarankan, kecuali
ada proteinuria persisten yang substansial dengan tingkat hipertrigliseridemia yang
sangat tinggi. Bukti manfaatnya tidak jelas dan efek samping seperti disfungsi hati,
risiko rhabdomyolysis, dan pertumbuhan dan perkembangan yang tertunda meskipun
jarang tidak berarti. Jika statin dimulai, hanya direkomendasikan untuk anak di atas
usia 10 tahun dengan pemantauan fungsi hati dan kreatinin kinase sebelum memulai
terapi dan setelah 4 minggu.6
2.10.2 Prognosis
Respon steroid adalah prediktor yang paling penting dari prognosis. Prognosis
jangka panjang baik untuk pasien yang responsif terhadap terapi kortikosteroid,
dengan lebih dari 80% pasien tidak lagi mengalami kekambuhan penyakit pada 8
tahun setelah onset penyakit. Kekambuhan penyakit yang sering terjadi pada sekitar
60% pasien, menyebabkan morbiditas akibat refrakter terhadap pengobatan memiliki
risiko lebih besar dari 50% untuk berkembang menjadi end stage renal disease (ESRD)
dalam waktu 5 tahun setelah diagnosis. Faktanya, Focal Segmental Glomerulosclerosis
adalah diagnosis utama kedua di antara pasien dialisis pediatrik di Amerika Utara.7
21
BAB III
KESIMPULAN
Sindrom Nefrotik (SN) merupakan salah satu gambaran klinik penyakit glomerular
yang ditandai dengan proteinuria masif, hipoalbuminemia, edema dan hiperkolesterolemia.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa sindroma nefrotik
adalah urinalisis dan pemeriksaan darah. Pengobatan sindroma nefrotik pada anak meliputi
pengaturan diet, pemberian diuretik yang bertujuan untuk mengurangi edema, dan pemberian
imunosupresan seperti steroid yang bertujuan untuk menginduksi remisi.
22
DAFTAR PUSTAKA
23