Anda di halaman 1dari 27

TUTORIAL KLINIK

SINDROM NEFROTIK
Tutorial Klinik ini dibuat untuk melengkapi persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior
Ilmu Kesehatan Anak

Disusun Oleh:

Andi Deby Dettialangi Tenri 201741520207

Joes Meyerisen 201741520108

Muhamad Tody Irawan 201741520211

Qonita Fitriyani Rustan 201741520204

Millatul Fahiroh Thohir 201741520101

Ongky Harianto 201741520111

Pembimbing :
dr. Sondang Maniur Lumbanbatu,Sp.A
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
MEDAN
2022
KATA PENGANTAR

i
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan Tutorial
Klinik ini guna memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior di bagian SMF Ilmu
Kesehatan Anak di RSUD Drs. H. Amri Tambunan dengan judul “Sindrom Nefrotik”.
Tutorial Klinik ini bertujuan agar penulis dapat memahami lebih dalam teori-teori
yang diberikan selama menjalani Kepaniteraan Klinik Senior di bagian SMF Ilmu
Kesehatan Anak kemudian mengaplikasikannya untuk kepentingan klinis kepada pasien.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Sondang Maniur Lumbanbatu,Sp.A yang
telah membimbing penulis dalam tutorial klinik ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa
tutorial klinik ini masih memiliki kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran
yang membangun dari semua pihak yang membaca tutorial klinik ini. Harapan penulis
semoga tutorial klinik ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membacanya.

Lubuk Pakam, 9 September 2022

Penulis

DAFTAR ISI

ii
KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................................iii
LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................1
1.2 Data Pasien.......................................................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................11
2.1 Definisi...........................................................................................................................11
2.2 Etiologi...........................................................................................................................11
2.3 Epidemiologi..................................................................................................................11
2.4 Faktor Risiko..................................................................................................................13
2.5 Patofisiologi....................................................................................................................13
2.6 Gejala Klinis...................................................................................................................14
2.7 Diagnosis........................................................................................................................15
2.8 Pemeriksaan Penunjang..................................................................................................15
2.9 Tatalaksana.....................................................................................................................15
2.9.1 Tatalaksana Umum...............................................................................................15
2.9.2 Diitetik.................................................................................................................16
2.9.3 Diuretik................................................................................................................ 16
2.10 Komplikasi dan Prognosis............................................................................................19
2.10.1 Komplikasi........................................................................................................19
2.10.2 Prognosis...........................................................................................................21
BAB III KESIMPULAN........................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................23

LEMBAR PENGESAHAN

iii
Telah dibacakan pada tanggal :

Nilai :

Dokter Pembimbing

dr. Sondang Maniur Lumbanbatu,Sp.A

iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sindrom nefrotik (SN) adalah keadaan klinis dengan gejala proteinuria,
hipoalbuminemia, edema dan hiperkolesterolemia.1 Kadang-kadang gejala disertai
dengan hematuria, hipertensi, dan penurunan fungsi ginjal.8,10 Jika tidak terdiagnosa atau
tidak segera diobati, edema interstisial akan meningkatkan tekanan tubulus
proksimal yang menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) sehingga terjadi
gagal ginjal. Sindrom Nefrotik merupakan kelainan ginjal terbanyak dijumpai pada
anak, dengan angka kejadian 15 kali lebih banyak.10
dibandingkan orang dewasa. Insidennya sekitar 2-3 kasus per tahun tiap
100.000 anak berumur kurang dari 16 tahun. Terbanyak pada anak berumur antara 3-4
tahun dengan perbandingan anak laki-laki dan perempuan 2: 1.9,10,1 Laporan dari luar
negri, menunjukkan dua per tiga kasus anak dengan SN dijumpai pada umur < 5 tahun.
Pada sindrom nefrotik idiopatik paling lazim muncul antara usia 2 dan 6 tahun. Sebagian
besar anak respon terhadap pengobatan steroid.9

1.2 Data Pasien


Tanggal masuk : 23 Agustus 2022
Jam : 19.30 Wib
Ruangan : Kenanga
DPJP : dr. Sondang Maniur Lumbatu, Sp.A

Identitas Pasien

● Nama : Rudito
● Usia : 17 thn 8 bln
● Jenis Kelamin : LK
● Agama : Islam
● Suku : Jawa
● Alamat : Dusun pisang I Kel/Desa Melati II Kec. Perbaungan
● Tanggal Masuk : 23 Agustus 2022
● BB masuk : 89kg

1
Anamnesis Orang Tua
● Nama ibu : Malni
● Umur : 46 Tahun
● Pendidikan : SD
● Pekerjaan : IRT
● Perkawinan : Sudah menikah
● Alamat : Perbaungan
● Riwayat Penyakit :-

Riwayat Kelahiran

● Tanggal Lahir : 14 desember 2004


● Tempat Lahir : Pekan baru
● Kelahiran : Persalinan Pervaginam, cukup bulan
● Berat Badan Lahir : 3000gr
● Panjang Badan Lahir : Ibu tidak mengingat
● Ditolong oleh : Bidan

Perkembangan Fisik
● 0-3 bulan : Mulai mampu mengangkat dan menahan kepala sebentar,berusaha
menggerakkan badan ke kanan dan kiri.
● 4-6 bulan : Mampu memiringkan badan serta telungkup, mulai mampu duduk
dengan dibantu.
● 7-12 bulan : Sudah mampu duduk dan mulai berdiri dengan bantuan, kemudian
sudah mampu berdiri sendiri dan berjalan dengan dibantu pada usia
10 bulan, mulai mengoceh kata-kata pendek di awal usia 7 bulan.
● 1 Tahun : Sudah mampu berjalan 8-10 langkah tanpa dibantu, sudah mampu
mengucapkan 1-2 kata pendek secara penuh

Anamnesis Makanan
● 0 – 4 Bulan : ASI + Susu Formula
● 4 – 6 Bulan : ASI + Susu Formula + Bubur saring
● 7 – 12 Bulan : ASI + Bubur Kasar

2
● 1 Tahun : Makanan Keluarga

Riwayat Imunisasi
● BCG : 1X
● DPT : 3X
● Polio : 4X
● Campak : 1X
● Hepatitis B : 4X
● Kesan : Imunisasi lengkap

Penyakit Yang Pernah Diderita Pasien :


Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya.

Keterangan Mengenai Saudara Pasien :


Anak ke 1 dari 3 bersaudara

Anamnesis Penyakit
Keluhan Utama : Tubuh tampak bengkak
Telaah:

● Seorang pasien baru laki laki berusia 17 tahun tiba di ruang Kenanga pkl 19:30 wib
dengan keluhan sesak nafas dan bengkak di seluruh tubuh.
● pasien mengatakan sesak nafas dialami sejak 1 minggu ini, memberat 3 hari SMRS.
● pasien juga mengatakan sesak dirasakan terutama saat beraktivitas. pasien juga
merasakan badan mudah lelah, dan didapatkan bengkak di seluruh badan di jumpai 2
minggu ini.
● pasien juga mengeluhkan batuk sesekali berdahak, BAK sedikit 2x.
● Riwayat mual, muntah, demam di sangkal.
● Riwayat perjalanan di sangkal, riwayat kontak dengan pasien covid-19 disangkal.

Riwayat Obat : -

Riwayat Penyakit Terdahulu : Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini
sebelumnya

3
STATUS PRESENS
 Status Sensorium : Compos mentis
● Tekanan Darah : 173/121 mmHg
● Frekuensi Nadi : 112x/i
● Frekuensi Nafas : 26x/i
● Temperature : 36,7 C
● Saturasi O2 : 97%
● Berat Badan : 87 kg
● Tinggi Badan : 167 cm
● Lingkar kepala : 55 cm
● Lingkar Lengan : 15 cm
● lingkar perut : 111 cm

Status Lokalisata
● Kepala : Normosefali,
● Rambut : merah lurus, mudah rontok
● Mata : Sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis (-/-), edema palpebra
(+/+), Oedem (+/+) Wajah : tampak edema
● Hidung : Jejas (-/-), sekret (-/-)
● Telinga : Jejas (-/-), sekret (-/-)
● Mulut : Jejas (-), mukosa tampak normal

LEHER : Trakea medial, pembesaran KGB (-), massa (-).

THORAX
● Inspeksi : Simetris
● Perkusi : Sonor dextra = sinistra
● Palpasi : Stem Frenikus dextra= sinistra
● Auskultasi : Suara napas vesikuler, wheezing (-/-), ronkhi (+/+)

ABDOMEN

● Inspeksi : Distensi

4
● Palpasi : Shifting dullnes +, Nyeri Tekan +, pembesaran Hepar -
● Perkusi : Redup/pekak seluruh lapangan abdomen
● Auskultasi : peristaltik + kesan meningkat

EKSTREMITAS
● Superior : Teraba hangat, edema (+/+)
● Inferior : Teraba hangat, edema (+/+)

Diagnosis :
● Bronkopneumonia + Nefrotik Sindrome + PGK stage III + Hipertensi + Effusi Pleura
Bilateral + Hypoalbuminemia + Hypokalemia + Edema Anasarca + Parenchymal
kidney disease bilateral.

Antropometri

● L. Kepala : Normocephali
● BB/U : Normoweight
● TB/U : Stunting Grade I
● BB/TB : Obesitas

Pemeriksaan Radiologis

USG Ginjal
Kesan:
● Parenchymal kidney disease bilateral

5
● Ascites

Pemeriksaan Lab
Tanggal pemeriksaan : 23 Agustus 2022

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal

Glukosa Sewaktu 121 mg/dL 100 - 140

Ureum 57 H mg/dL 20 - 40

Creatinin 2.4 H mg/dL 0.8 - 12

Asam Urat 4.6 mg/dL 3.5 - 7.2

Natrium 147 mEq/L 135-147

Kalium 3.0 L mEq/L 3.5 - 5.0

Chlorida 105 mEq/L 95 - 105

Trigliserida 370 H mg/dL 37 - 148

Kolesterol Total 507 H mg/dL Dianjurkan : < 200


Resiko Sedang: 200-239
Resiko Tinggi : >=240

HDL-Kolesterol 29 L mg/dL 30 - 63

LDL-Kolesterol 405 H mg/dL 50 - 150

Protein Total 3.6 L g/dL 6-8

Albumin 2.0 L g/dL 3.4 - 4.8

Globulin 1.6 L g/dL 1.8 - 4.2

6
Pemeriksaan urine rutin
Tanggal Pemeriksaan 24 September 2022

Treatment Parameter Hasil Nilai Rujukan Satuan

Urine rutin kejernihan Keruh Jernih

Urine rutin Berat Jenis 1.025 1.010 - 1.030 g/mL

Urine rutin pH/Reaksi 6.0 5.0 - 8.0

Urine rutin Blood Positif 1+ Negatif

Urine rutin Leukosit Negatif Negatif

Urine rutin Nitrit Negatif Negatif

Urine rutin Protein Positif 3+ Negatif

Urine rutin Keton Negatif Negatif

Urine rutin Urobilinogen Normal Negatif

Urine rutin Eritrosit 3-7 0-2 /LPB

Urine rutin Lekosit 4-8 0-5 /LPB

Urine rutin Epitel Positif 6-8 Sel/LPK

Urine rutin Silinder Negatif Negatif /IPK

Urine rutin Kristal Negatif Negatif LPB

Urine rutin Bakteri Negatif Negatif

Pemeriksaan Darah Lengkap


Tanggal Pemeriksaan 29 Agustus 2022

Treatment Parameter Hasil Nilai Rujukan Satuan

Darah Lengkap Hemoglobin 11.92 L 13.2 - 17.3 g/dL

Darah Lengkap Hematokrit 33.8 L 40 - 52 Vol%

Darah Lengkap Eritrosit 3.86 L 4.4 - 5.9 10^6/uL

7
Darah Lengkap Lekosit 25.82 H 4.5 - 12.5

Darah Lengkap Trombosit 639.8 H 140 - 392

Darah Lengkap MCV 87.6 80 - 100 fL

Darah Lengkap MCH 30.9 26 - 34 pg

Darah Lengkap MCHC 35.3 32 - 36 g/dL

Darah Lengkap TRDW 14.9 H 11.5 - 14.5 %

Darah Lengkap MPV 8.0 7.0 - 11.0 fL

Darah Lengkap Basofil 0.52 0-1 %

Darah Lengkap Eosinofil 0.52 L 2-4 %

Darah Lengkap Segmen/Neu 82.21 H 50 - 70 %

Darah Lengkap Limfosit 12.67 L 25 - 40 %

Darah Lengkap Monosit 4.07 2-8 %

Glukosa 112 100 - 140 mg/dL


Sewaktu

Ureum 55 H 20 - 40 mg/dL

Creatinin 2.1 H 0.8 - 12 mg/dL

Asam Urat 4.8 3.5 - 7.2 mg/dL

Protein Total 3.4 L 6-8 g/dL

Albumin 1.8 L 3.4 - 4.8 g/dL

Globulin 1.6 L 1.8 - 4.2 g/dL

Elektrolit Natrium 142 135-147 mEq/L

Elektrolit Kalium 4.2 3.5 - 5.0 mEq/L

8
Elektrolit Chlorida 104 95 - 105 mEq/L

urine rutin tgl : 29.09.2022

Treatment Parameter Hasil Nilai Rujukan Satuan

Urine rutin kejernihan Keruh Jernih

Urine rutin Berat Jenis 1.025 1.010 - 1.030 g/mL

Urine rutin pH/Reaksi 6.0 5.0 - 8.0

Urine rutin Blood Positif 2+ Negatif

Urine rutin Leukosit Positif 1+ Negatif

Urine rutin Nitrit Negatif Negatif

Urine rutin Protein Positif 3+ Negatif

Urine rutin Bilirubin Negatif Negatif

Urine rutin Keton Negatif Negatif

Urine rutin Urobilinogen Normal Negatif

Urine rutin Eritrosit 4-6 0-2 /LPB

Urine rutin Lekosit 2-4 0-5 /LPB

Urine rutin Epitel Positif 6-8 Sel/LPK

Urine rutin Silinder Negatif Negatif /IPK

Urine rutin Kristal Negatif Negatif LPB

Urine rutin Bakteri Negatif Negatif

elektrolit tgl : 01.09.2022

Treatment Parameter Hasil Nilai Rujukan Satuan

Elektrolit Natrium 142 135-147 mEq/L

Elektrolit Kalium 4.2 3.5 - 5.0 mEq/L

Elektrolit Chlorida 104 95 - 105 mEq/L

9
Status Gizi

10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Sindrom nefrotik (SN) adalah keadaan klinis yang ditandai dengan gejala proteinuria
masif (>40 mg/m2 LPB/jam atau 50 mg/kg/hari atau rasio protein/kreatinin pada urin
sewaktu >2 mg/mg atau dipstik ≥ 2+) Hipoalbuminemia < 2,5 g/dL Edema Dapat disertai
hiperkolesterolemia >200 mg/dL.1

2.2 Etiologi
Etiologi SN dibagi 3 yaitu kongenital, primer/idiopatik, dan sekunder mengikuti
penyakit sistemik, antara lain lupus eritematosus sistemik (LES), purpura Henoch Schonlein,
dan lain lain.¹ Sindrom nefrotik terjadi akibat peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus
sehingga mengakibatkan keluarnya protein melalui urine dalam jumlah yang banyak.³
Terdapat tiga penyebab Sindrom Nefrotik:
1. Sindrom nefrotik primer atau idiopatik (SNI) yang dihubungkan dengan penyakit
glomerulus intrinsik pada ginjal dan tidak terkait dengan penyebab di luar ginjal.²
2. Sindrom nefrotik sekunder dihubungkan oleh penyebab yang berada diluar ginjal,
akibat infeksi, keganasan, penyakit jaringan ikat, efek obat dan toksin, dan akibat
penyakit sistemik.³ Penyebab sindrom nefrotik sekunder yang paling sering adalah (1)
penyakit autoimun dan vasculitis seperti purpura Henoch-Schonlein dan lupus
eritematosus sistemik, serta vasculitis lain yang dihubungkan dengan antineutrophil
cytoplasmic antibody (ANCA); (2) penyakit infeksi seperti human immunodeficiency
virus (HIV), hepatitis B dan C sifilis kongenital, dan malaria,⁴
3. Sindrom nefrotik kongenital, yang muncul sebelum usia 3 bulan disebabkan oleh
kelainan genetik yang umumnya diturunkan secara autosomal resesif.² SNI
merupakan penyebab sindrom nefrotik utama pada anak, dan juga tetap merupakan
penyebab utama yang ditemukan pada semua usia.³

2.3 Epidemiologi
Berdasarkan tabel 1 di bawah, menurut data ISKDC penelitian yang dilakukan
secara global pada tahun 1965 ditemukan 512 kasus sindrom nefrotik.⁵ Sindrom nefrotik
(SN) pada anak merupakan penyakit ginjal anak yang paling sering ditemukan. Insidens
SN pada anak dalam kepustakaan di Amerika Serikat dan Inggris adalah 2-7 kasus baru
per 100.000 anak per tahun,dengan prevalensi berkisar 12 – 16 kasus per 100.000 anak.

11
Di negara berkembang insiden nya lebih tinggi. Di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000
per tahun pada anak berusia kurang dari 14 tahun.3 Perbandingan anak laki-laki dan
perempuan 2:1.¹

Tabel 1. Epidemiologi Sindrom Nefrotik

No Penulis Periode Penelitian Angka Kejadian Tempat

1 ISKDC 1965 512 Seluruh Dunia

2 ISKDC rata-rata per tahun 2-7 per 100.000 Amerika Serikat dan
Inggris

3 Ali et al. 1997-2004 231 Abuzar Children


Hospital Iran

4 Subandiah K 2000-2003 91 RSU.Dr.Saiful


Anwar Malang

5 Safaei A et al. 2000-2007 44 Shahrivar Hospital


Iran

6 Nilawati GAP 2000-2007 68 RSUP Sanglah


Denpasar

7 Alhassan A et al. 2005-2010 25 Dawmat Aljandal


General Hospital
Arab Saudi

8 Raharja I 2014 64 RSUP Fatmawati

9 Sahana KS 2014 47 Tertiary Care


Hospital India

10 Situmorang D et al. 2010-2014 382 RSUP Dr. Hasan


Sadikin Bandung

11 Albar H et al. 2011-2017 142 RSUD Dr. Wahidin


Sudirohusodo
Makassar

12 Kiran PA et al. 2016-2017 50 Goverment General


Hospital, Guntur,
A.P

13 Agrawal A et al. 2017-2018 107 Tertiary Care


Institution of
Central India

12
2.4 Faktor Risiko
Faktor risiko sindrom nefrotik antara lain yaitu adalah kondisi medis yang dapat
merusak ginjal, obat obatan tertentu, dan beberapa infeksi. Kondisi medis tertentu yang
dapat meningkatkan risiko sindrom nefrotik antara lain lupus, amiloidosis, Henoch
Schonlein purpura dan untuk obat-obatan tertentu yang dapat menyebabkan sindrom
nefrotik meliputi obat antiinflamasi non steroid (OAINS) dan beberapa antibiotik. Infeksi
tertentu juga menjadi faktor risiko dari sindrom nefrotik adalah HIV, hepatitis B,
hepatitis C, dan malaria.6

2.5 Patofisiologi
Kapiler glomerulus dilapisi oleh endotel yang terletak di membran basal
glomerulus, ditutupi oleh epitel glomerulus, atau podosit, yang menyelubungi kapiler
dengan tonjolan sitoplasma yang disebut foot processes. Di antara foot processes,
terdapat celah filtrasi yang disebut dengan slit pore dengan diameter 200-300 A.15
Filtrasi air plasma dan zat terlarut terjadi secara ekstraseluler dan melalui celah
filtrasi dan fenestra endotel. Perubahan glomerulus yang dapat menyebabkan proteinuria
adalah kerusakan pada membran basal glomerulus, permukaan endotel, atau podosit.14
Albumin adalah konstituen utama dalam proteinuria, terhitung 85%. Defek umum pada
permeabilitas glomerulus berhubungan dengan proteinuria non selektif yang
menyebabkan kebocoran glomerulus dari berbagai protein plasma.14
Teori klasik mengenai pembentukan edema ini (underfilled theory) adalah
menurunnya tekanan onkotik intravaskular yang menyebabkan cairan merembes ke
interstisial. Dengan meningkatnya permeabilitas kapiler glomerulus, albumin keluar
menimbulkan albuminuria dan hipoalbuminemia. Hipoalbuminemia menyebabkan
menurunnya tekanan onkotik koloid plasma intravaskuler/ keadaan ini menyebabkan
meningkatnya cairan transudat melewati dinding kapiler dari ruang intravaskuler ke
ruang interstisial yang menyebabkan terbentuknya edema.11
Sebagai akibat pergeseran cairan ini volume plasma total dan volume darah arteri
dalam peredaran menurun dibanding dengan volume sirkulasi efektif. Menurunnya
volume plasma atau volume sirkulasi efektif merupakan stimulasi timbulnya retensi air
dan natrium renal. Dengan teori underfilled ini diduga terjadi kenaikan kadar renin
plasma dan aldosteron sekunder terhadap adanya hipovolemia.11 hal ini tidak ditemukan
pada semua pasien dengan SN. Beberapa pasien SN menunjukan meningkatnya volume
plasma dengan tertekannya aktivitas renin plasma dan kadar aldosteron, sehingga timbul

13
konsep teori overfilled. menurut teori ini retensi natrium renall dan air terjadi karena
mekanisme intrarenal primer dan tidak bergantung pada stimulasi sistemik perifer.
retensi natrium renal primer mengakibatkan ekspansi volume plasma dan cairan
ekstraseluler. pembentukan edema terjadi sebagai akibat overfilling cairan ke dalam
ruang interstisial. teori overfilled ini dapat menerangkan adanya volume plasma yang
tinggi dengan kadar renin plasma dan aldosteron menurun sekunder terdapat
hipervolemia.11

2.6 Gejala Klinis


1. Gejala klinis utama
Tanda utama sindrom nefrotik adalah edema, yang dapat terjadi pada daerah-
daerah di tubuh sesuai dengan gaya gravitasi, Edema mulai muncul di wajah,
khususnya daerah periorbita yang umumnya terlihat pagi hari dan berkurang pada
sore hari. Umumnya akan terlihat lebih jelas pada bagian tubuh ekstremitas seperti
pada kaki. Penderita sindrom nefrotik yang tidak diobati atau tidak memberi respons
terhadap pengobatan dapat berkembang menjadi edema anasarka masif yang disertai
edema scrotal atau vulva². Efusi pleura dan asites tanpa disertai edema yang luas
sering terlihat, khususnya pada anak usia muda dan bayi¹².Anak dengan sindrom
nefrotik biasanya memiliki tekanan darah dan serum kreatinin yang normal. Namun
beberapa penelitian melaporkan, hipertensi dapat terjadi hingga 21% pada anak-anak
usia 6 tahun . Umumnya terjadi pada anak yang hipovolemia berat karena sekresi
renin yang berlebihan, aldosterone, dan hormon vasokonstriktor sebagai kompensasi
tubuh terhadap hipovelemia. Hematuria mikroskopis dapat dilihat pada hingga 23%
pasien. Sedangkan, Microhematuria berkembang dari 3% menjadi 4%¹³.
2. Gangguan Gastrointestinal
Gangguan gastrointestinal yang sering ditemukan pada pasien sindrom
nefrotik adalah diare. Namun tidak semua penderita sindrom nefrotik mengalami
diare, umumnya dialami oleh pasien dengan keadaan edema yang masif, diduga
penyebabnya adalah edema di mukosa usus. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan
hepatomegali, hal ini disebabkan karena sintesis albumin yang meningkat¹¹.
3. Gangguan Pernapasan
Gangguan pernapasan biasa terjadi pada penderita yang mengalami distensi
abdomen dengan atau tanpa efusi pleura¹¹.

14
2.7 Diagnosis
Sindrom nefrotik (SN) adalah keadaan klinis yang ditandai dengan gejala: proteinuria
masif, hipoalbuminemia, edema, dan dapat disertai dengan hiperkolesterolemia.1 Proteinuria
masif adalah kadar proteinuria: >40 mg/m2 LPB/jam atau 50 mg/kg/hari atau rasio
protein/kreatinin pada urin sewaktu >2 mg/mg atau dipstik ≥2+. Sedangkan,
hipoalbuminemia adalah kadar albumin dalam darah < 2,5 g/dl. Edema merupakan
penimbunan cairan dalam jaringan, terlihat pada daerah yang mempunyai resistensi rendah,
seperti kelopak mata, tibia, atau skrotum. Hiperkolesterolemia adalah kadar kolesterol dalam
darah adalah >200 mg/dL. Kadar ureum dan kreatinin umumnya normal kecuali ada
penurunan fungsi ginjal. Bila terjadi hematuria mikroskopik (>20 eritrosit/LPB) dicurigai
adanya lesi glomerular (seperti: sclerosis glomerulus fokal).10

2.8 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan, antara lain:
1. Proteinuria kuantitatif, dapat menggunakan urine 24 jam atau rasio protein/kreatinin
pada urine pertama pagi hari.
2. Pemeriksaan darah:
3. Darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis leukosit,trombosit, hematokrit,
laju endap darah).
4. Kadar albumin dan kadar kolesterol serum.
5. Ureum, kreatinin serta klirens kreatinin dengan cara klasik atau dengan rumus
Schwartz.
6. Kadar komplemen C3. Pemeriksaan ditambah dengan komplemen C4 bila dicurigai
lupus eritematosus sistemik.
7. Urinalisis. Disarankan pemeriksaan biakan bila muncul tanda klinis yang mengarah
kepada infeksi saluran kemih¹.

2.9 Tatalaksana
2.9.1 Tatalaksana Umum
Anak dengan manifestasi klinis SN pertama kali, sebaiknya dirawat di rumah
sakit dengan tujuan untuk mempercepat pemeriksaan dan evaluasi pengaturan diit,
penanggulangan edema, memulai pengobatan steroid, dan edukasi orang tua.1

15
2.9.2 Diitetik

Pemberian diit tinggi protein dianggap merupakan kontraindikasi karena akan


menambah beban glomerulus untuk mengeluarkan sisa metabolisme protein
(hiperfiltrasi) dan menyebabkan sklerosis glomerulus. Bila diberi diit rendah protein
akan terjadi malnutrisi energi protein (MEP) dan menyebabkan hambatan pertumbuhan
anak. Jadi cukup diberikan diit protein normal sesuai dengan RDA (recommended daily
allowances) yaitu 1,5-2 g/kgbb/hari. Diit rendah garam (1-2 g/hari) hanya diperlukan
selama anak menderita edema.1
2.9.3 Diuretik

Restriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat. Biasanya diberikan loop
diuretic seperti furosemid 1-3 mg/kgbb/hari, bila perlu dikombinasikan dengan
spironolakton (antagonis aldosteron, diuretik hemat kalium) 2-4 mg/kgbb/hari. Sebelum
pemberian diuretik, perlu disingkirkan kemungkinan hipovolemia. Pada pemakaian
diuretik lebih dari 1-2 minggu perlu dilakukan pemantauan elektrolit kalium dan natrium
darah.1

Bila pemberian diuretik tidak berhasil (edema refrakter), biasanya terjadi karena
hipovolemia atau hipoalbuminemia berat (≤ 1 g/dL), dapat diberikan infus albumin 20-
25% dengan dosis 1 g/kgbb selama 2-4 jam untuk menarik cairan dari jaringan interstisial
dan diakhiri dengan pemberian furosemid intravena 1-2 mg/kgbb. Bila pasien tidak
mampu dari segi biaya, dapat diberikan plasma 20 ml/kgbb/hari secara pelan-pelan 10
tetes/menit untuk mencegah terjadinya komplikasi dekompensasi jantung. Bila
diperlukan, suspensi albumin dapat diberikan selang-sehari untuk memberi kesempatan
pergeseran cairan dan mencegah overload cairan. Bila asites sedemikian berat sehingga
mengganggu pernapasan dapat dilakukan pungsi asites berulang. Skema pemberian
diuretik untuk mengatasi edema tampak pada gambar dibawah.1

16
Bagan 1. Tatalaksana Umum : Pengobatan Dengan Kortikosteroid

Sebelum pengobatan steroid dimulai, dilakukan pemeriksaan berikut:

1. Pengukuran berat badan dan tinggi badan


2. Pengukuran tekanan darah
3. Pemeriksaan fisis untuk mencari tanda atau gejala penyakit sistemik, seperti lupus
eritematosus sistemik, purpura Henoch-Schonlein.
4. Mencari fokus infeksi di gigi-geligi, telinga, ataupun kecacingan. Setiap infeksi perlu
dieradikasi lebih dahulu sebelum terapi steroid dimulai.
5. Melakukan uji Mantoux. Bila hasilnya positif diberikan profilaksis INH selama 6
bulan bersama steroid, dan bila ditemukan tuberkulosis diberikan obat anti
tuberkulosis (OAT).
Perawatan di rumah sakit pada SN relaps hanya dilakukan bila terdapat edema anasarka yang
berat atau disertai komplikasi muntah, infeksi berat, gagal ginjal, atau syok. Tirah baring tidak
perlu dipaksakan dan aktivitas fisik disesuaikan dengan kemampuan pasien. Bila edema tidak
berat, anak boleh sekolah. Pada SN idiopatik, kortikosteroid merupakan pengobatan awal,
kecuali bila ada kontraindikasi. Jenis steroid yang diberikan adalah prednison atau
prednisolon.

17
A. TERAPI INISIAL
Terapi inisial pada anak dengan sindrom nefrotik idiopatik tanpa kontraindikasi
steroid sesuai dengan anjuran ISKDC adalah diberikan prednison 60 mg/m2 LPB/hari atau
2 mg/kgbb/hari (maksimal 80 mg/ hari) dalam dosis terbagi, untuk menginduksi remisi.
Dosis prednison dihitung sesuai dengan berat badan ideal (berat badan terhadap tinggi
badan). Prednison dosis penuh (full dose) inisial diberikan selama 4 minggu. Bila terjadi
remisi dalam 4 minggu pertama, dilanjutkan dengan 4 minggu kedua dengan dosis 40
mg/m2 LPB (2/3 dosis awal) atau 1,5 mg/kgbb/hari, secara alternating (selang sehari), 1 x
sehari setelah makan.1

Bila setelah 4 minggu pengobatan steroid dosis penuh, tidak terjadi remisi, pasien dinyatakan
sebagai resisten steroid.

B. PENGOBATAN SN RELAPS

Skema pengobatan relaps dapat dilihat pada Gambar 3, yaitu diberikan prednison dosis penuh
sampai remisi (maksimal 4 minggu) dilanjutkan dengan dosis alternating selama 4 minggu. Pada
pasien SN remisi yang mengalami proteinuria kembali 3++ tetapi tanpa edema, sebelum pemberian
prednison, dicari terlebih dahulu pemicunya, biasanya infeksi saluran nafas atas. Bila terdapat
infeksi diberikan antibiotik 5-7 hari, dan bila kemudian proteinuria menghilang tidak perlu
diberikan pengobatan relaps. Bila sejak awal ditemukan proteinuria 3++ disertai edema, maka
diagnosis relaps dapat ditegakkan dan prednison mulai diberikan. 1

18
2.10 Komplikasi dan Prognosis
2.10.1 Komplikasi
1. Infeksi
Infeksi adalah penyebab utama morbiditas dan, secara historis, kematian pada
anak dengan NS. NS dikaitkan dengan konsentrasi rendah immunoglobulin G (IgG)
dari kehilangan urin dan produksi yang berubah, yang berkontribusi pada risiko infeksi.
Hilangnya komplemen juga dapat menjadi predisposisi risiko infeksi. Peritonitis
bakterial spontan, terutama oleh Streptococcus pneumoniae, tetap menjadi komplikasi
serius dari NS, dan albumin serum yang rendah (<15 g/L atau 1,5 g/dL) dikaitkan
dengan peningkatan risiko peritonitis. Profilaksis antibiotik rutin untuk pencegahan
peritonitis bakteri spontan pada anak-anak dengan NS aktif umumnya tidak dianjurkan
karena kelangkaan bukti, meskipun beberapa pusat dapat memilih profilaksis pada
anak-anak dengan riwayat peritonitis. Vaksinasi pneumokokus dapat berhasil diberikan
kepada anak-anak dengan NS, bahkan ketika sedang menjalani terapi steroid, dan
direkomendasikan oleh Konferensi Konsensus Sindrom Nefrotik Anak. Anak-anak
dengan NS juga berisiko terkena pneumonia dari Streptococcus pneumoniae,
Haemophilus influenzae, Staphylococcus aureus, dan selulitis, yang disebabkan oleh
Staphylococcus, grup A Streptococci, dan spesies H influenzae.6
Infeksi varicella-zoster menimbulkan resiko besar pada anak-anak dengan NS.
Vaksin adalah bentuk virus yang dilemahkan, yang biasanya paling baik dihindari pada
anak-anak dengan gangguan kekebalan. Tampaknya aman, bagaimanapun, untuk anak-
anak yang dalam remisi atau yang menggunakan steroid alternatif dosis rendah, jadwal
vaksinasi dua dosis yang dioptimalkan telah dikembangkan. Profilaksis varicella-zoster
immune globulin (VZIG) direkomendasikan untuk pajanan cacar air. VZIG harus

19
diberikan sesegera mungkin tetapi dapat diberikan hingga 10 hari setelah paparan.
Asiklovir intravena terapeutik juga bisa efektif pada NS, namun, data langka dan
diekstrapolasi dari laporan transplantasi organ padat.6

2. Tromboemboli vena

NS adalah keadaan hiperkoagulasi yang dikenal dengan baik di mana anak-anak


berisiko mengalami tromboemboli vena (VTE) termasuk trombosis vena sinus serebral,
emboli paru, dan trombosis vena ginjal. VTE memperumit sekitar 3% kasus SN selama
masa kanak- kanak. Patofisiologi VTE pada NS adalah multifaktorial akibat kelainan
agregasi trombosit, peningkatan sintesis faktor protrombotik (faktor V dan VIII),
kehilangan protein antikoagulan (antitrombin III, protein) melalui urin. C dan S),
perubahan fibrinolisis, dan deplesi cairan intravaskuler. Pengobatan dengan heparin
dengan berat molekul rendah. Tidak ada bukti yang cukup untuk menjamin profilaksis
trombosis universal pada SN masa kanak-kanak.

3. Cedera ginjal akut (AKI)

AKI, komplikasi yang kurang diperhatikan, sekarang diakui sebagai komplikasi


terpenting ketiga pada anak-anak yang dirawat di rumah sakit dengan NS. Baru-baru
ini, sebuah studi multisenter dari Amerika Serikat melaporkan bahwa 58,6% dari 336
anak yang dirawat di rumah sakit karena NS memiliki bukti AKI dengan faktor risiko
yang teridentifikasi seperti infeksi penyerta, penggunaan obat nefrotoksik dan SRNS.
Penggunaan diuretik pada anak dengan hemokonsentrasi dan deplesi volume
intravaskular mungkin merupakan predisposisi AKI. Trombosis vena ginjal, nekrosis
tubular akut dalam keadaan hipovolemik dan sepsis, dan nefritis interstisial yang
disebabkan oleh obat antiinflamasi nonsteroid atau antibiotik juga diakui sebagai
kontributor AKI.6

4. Dislipidemia

NS dikaitkan dengan kelainan substansial dalam metabolisme lipid,


menyebabkan hiperkolesterolemia, hipertrigliseridemia, dan berbagai kelainan
lipoprotein lainnya. Abnormalitas lipid terutama terkait dengan hilangnya protein
transpor utama melalui urin termasuk albumin, yang membawa kolesterol bebas, dan
juga peningkatan kompensasi protein yang terlibat dalam metabolisme trigliserida.

20
Tidak diketahui apakah metabolisme lipid yang berubah memberikan risiko
kardiovaskular jangka panjang dari aterosklerosis pada anak-anak dengan NS.
Penggunaan agen penurun lipid untuk dislipidemia pada NS tidak disarankan, kecuali
ada proteinuria persisten yang substansial dengan tingkat hipertrigliseridemia yang
sangat tinggi. Bukti manfaatnya tidak jelas dan efek samping seperti disfungsi hati,
risiko rhabdomyolysis, dan pertumbuhan dan perkembangan yang tertunda meskipun
jarang tidak berarti. Jika statin dimulai, hanya direkomendasikan untuk anak di atas
usia 10 tahun dengan pemantauan fungsi hati dan kreatinin kinase sebelum memulai
terapi dan setelah 4 minggu.6
2.10.2 Prognosis

Respon steroid adalah prediktor yang paling penting dari prognosis. Prognosis
jangka panjang baik untuk pasien yang responsif terhadap terapi kortikosteroid,
dengan lebih dari 80% pasien tidak lagi mengalami kekambuhan penyakit pada 8
tahun setelah onset penyakit. Kekambuhan penyakit yang sering terjadi pada sekitar
60% pasien, menyebabkan morbiditas akibat refrakter terhadap pengobatan memiliki
risiko lebih besar dari 50% untuk berkembang menjadi end stage renal disease (ESRD)
dalam waktu 5 tahun setelah diagnosis. Faktanya, Focal Segmental Glomerulosclerosis
adalah diagnosis utama kedua di antara pasien dialisis pediatrik di Amerika Utara.7

Derajat proteinuria merupakan indikator prognostik penting pada Membranous


Nephropathy idiopatik. Pasien dengan proteinuria tanpa gambaran lengkap sindrom
nefrotik sering mencapai remisi penyakit secara spontan, meskipun kekambuhan dapat
terjadi. Mereka dengan sindrom nefrotik memiliki tingkat remisi 50%, dengan
disfungsi ginjal berkembang di sekitar sepertiga dari pasien. Selain itu, usia lebih dari
10 tahun, hipertensi pada presentasi, dan adanya trombosis vena ginjal adalah
indikator prognostik yang buruk. Prognosis pada MN sekunder tergantung pada
penyebabnya.7

Hasil jangka panjang untuk Membranoproliferative Glomerulonephritis, C3


Glomerulopathy, and Immune-Complex–Mediated Membranoproliferative
Glomerulonephritis buruk. Lima puluh persen dan 90% mengembangkan ESRD
masing- masing 10 tahun dan 20 tahun. Hasil lebih buruk pada mereka dengan
sindrom nefrotik, insufisiensi ginjal, dan bulan sabit pada biopsi awal. C3G mungkin
lebih tahan terhadap pengobatan daripada IC-MPGN.

21
BAB III
KESIMPULAN
Sindrom Nefrotik (SN) merupakan salah satu gambaran klinik penyakit glomerular
yang ditandai dengan proteinuria masif, hipoalbuminemia, edema dan hiperkolesterolemia.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa sindroma nefrotik
adalah urinalisis dan pemeriksaan darah. Pengobatan sindroma nefrotik pada anak meliputi
pengaturan diet, pemberian diuretik yang bertujuan untuk mengurangi edema, dan pemberian
imunosupresan seperti steroid yang bertujuan untuk menginduksi remisi.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Trihono P, Alatas H, Tambunan T, and Pardede S. Konsensus Tatalaksana Sindrom


Nefrotik Idiopatik Pada Anak. Edisi-2. Jakarta: IDAI; 2012.
2. Tim UKK Nefrologi IDAI. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi Ke-3. Jakarta Pusat:
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2017
3. Lydia A, Maruhum B M. Sindrom Nefrotik. Dalam: Setiati S, editor. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi ke-6. Jakarta: Internal Publishing; 2014
4. Andolino T P, Adam J R. Nephrotic Syndrome. 2015.
https://pedsinreview.aappublications.org/content/pedsinreview/36/3/117.full.pdf
[diakses pada 14 September 2022]
5. Srivastava R N. Fifty Years of Nephrotic Syndrome in Children, and Hereafter. Indian
Pediatr 2013. https://www.indianpediatrics.net/jan2013/jan-107-110.htm [diakses
pada 14 September 2022].
6. Noone D G, Iijima K, Parekh R. Idiopathic nephrotic syndrome in children, Lancet.
2018; 392(101410:61-74. doi: 10.1016/S0140-6736(18):30536-1
7. Wang C S, Greenbaum L A. Nephrotic syndrome. Pediatric Clinics of North America.
2019;66(1):73-85. doi:10.1016/j.pct.2018.08.006
8. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Sindroma Nefrotik dalam Pedoman Pelayanan Medis
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: IDAI Publishing; 2009. p:274-276.
9. Wirya I W. Sindrom Nefrotik. In : Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku Ajar
Nefrologi Anak Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2009. p:381-422.
10. Amalia T Q. Aspek Klinis, Diagnosis dan Tatalaksana Sindroma Nefrotik pada Anak.
Papua: Jurnal Kedokteran Nanggroe Medika; 2018;1(2).
11. Trihono PP, Husain A, Taralan T, Sudung OP. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi Ke-
2. Jakarta: Balai Penerbitan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2002
12. Nishi S, dkk. Evidence-based Clinical Practice Guidelines for Nephrotic Syndrome.
2016.https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4891386/pdf/10157_2015_Arti
cle_1216.pdf [diakses pada 14 September 2022].
13. Norwood V F, Craig A P. Campbell – Walsh Urology. Elsevier; 2016;2857-2859.
14. Tapia C, Khalid B. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls
Publishing; 2022.https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470444/. di update pada 5
Juni 2022 [diakses pada 15 September 2022].
15. Pardede S O. Podosit dan slit diafragma dan perannya. Sari Pediatri:2004;6(3)119-124

anggal Masuk : 23 Agustus 2022

23

Anda mungkin juga menyukai