Anda di halaman 1dari 40

Laporan Kasus

SINDROM NEFROTIK

Oleh :

Disusun Oleh:
Nuraini Fitriyah, S.Ked
712020025

Dosen Pembimbing:
dr. Hadi Asyik, Sp.A(K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PALEMBANG BARI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2022

i
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan kasus yang berjudul:


SINDROM NEFROTIK

Oleh:
Nuraini Fitriyah, S.Ked
712020025

Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik
Senior (KKS) di Bagian Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Daerah
Palembang BARI Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.

Palembang, 22 Maret 2022


Pembimbing,

dr. Hadi Asyik, Sp.A(K)

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Semesta Alam, Allah SWT, atas nikmat dan
karunia-Nya. Sholawat beriring salam selalu tercurah kepada junjungan Nabi
Muhammad SAW.
Penulis mengucapkan terima kasih atas bimbingan selama pengerjaan
laporan kasus, yang berjudul “Sindrom Nefrotik” ini kepada dr. Hadi Asyik,
Sp.A(K), dan terakhir, bagi semua pihak yang terlibat, baik secara langsung
maupun tidak langsung, rela maupun tidak rela, yang tidak dapat penulis sebutkan
satu-persatu, penulis haturkan terima kasih atas bantuannya hingga laporan kasus
ini dapat terselesaikan. Semoga bantuan yang telah diberikan mendapatkan
imbalan setimpal dari Allah SWT.
Penulis menyadari bahwa didalam laporan kasus ini masih banyak
kekurangan baik dalam penulisan maupun isi laporan kasus. Karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi sempurnanya laporan
kasus ini. Penulis berharap laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Palembang, 22 Maret 2022

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
KATA PENGANTAR..................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii
KATA
PENGANTAR................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1

1.1 Latar belakang ................................................................................... 1


1.2 Maksud dan Tujuan ........................................................................... 2
1.3 Manfaat .............................................................................................. 3
BAB II LAPORAN KASUS…...................................................................... 4
2.1 Kasus ................................................................................................. 4
BAB IIITINJAUAN PUSTAKA…............................................................... 9
3.1 Definisi .............................................................................................. 9
3.2 Epidemiologi...................................................................................... 9
3.3 Etiologi .............................................................................................. 13
3.4 Patogenesis dan Patofisiologi............................................................. 15
3.6 Manifestasi Klinis............................................................................... 20
3.7 Diagnosis ........................................................................................... 22
3.8 Tatalaksana......................................................................................... 25
BAB IV ANALISA KASUS…....................................................................... 34
BAB V KESIMPULAN…............................................................................. 38
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….. 39

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sindrom nefrotik (SN) pada anak merupakan penyakit ginjal anak yang paling sering
ditemukan. Insidens SN pada anak dalam kepustakaan di Amerika Serikat dan Inggris
adalah 2-7 kasus baru per 100.000 anak per tahun, dengan prevalensi berkisar 12 – 16
kasus per 100.000 anak. Di negara berkembang insidensnya lebih tinggi. Di Indonesia
dilaporkan 6 per 100.000 per tahun pada anak berusia kurang dari 14 tahun. Perbandingan
anak laki-laki dan perempuan 2:1. 1
Etiologi SN dibagi 3 yaitu kongenital, primer/idiopatik, dan sekunder mengikuti
penyakit sistemik, antara lain lupus eritematosus sistemik (LES), purpura Henoch
Schonlein, dan lain lain. Pada konsensus ini hanya akan dibicarakan SN idiopatik. Pasien
SN biasanya datang dengan edema palpebra atau pretibia. Bila lebih berat akan disertai
asites, efusi pleura, dan edema genitalia. Kadang-kadang disertai oliguria dan gejala
infeksi, nafsu makan berkurang, dan diare. Bila disertai sakit perut, hati-hati terhadap
kemungkinan terjadinya peritonitis atau hipovolemia. Dalam laporan ISKDC
(International Study for Kidney Diseases in Children), pada sindrom nefrotik kelainan
minimal (SNKM) ditemukan 22% dengan hematuria mikroskopik, 15-20% disertai
hipertensi, dan 32% dengan peningkatan kadar kreatinin dan ureum darah yang bersifat
sementara1
Penyebab Sindrom Nefrotik sangat luas maka anamnesis dan pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan urin termasuk pemeriksaan sedimen perlu dengan cermat. Pemeriksaan
kadar albumin dalam serum, kolesterol dan trigliserid juga membantu penilaian terhadap
sindrom nefrotik. Anamnesis penggunaan obat, kemungkinan berbagai infeksi dan
riwayat penyakit sistemik lain perlu diperhatikan. Manajemen dari Sindrom nefrotik yaitu
mengatasi penyababnya, memberikan terapi berdasarkan gejalanya serta pada beberapa
kasus diberikan agen immunosuppressant.2
Pengobatan sindrom nefrotik adalah untuk mengurangi atau menghilangkan
proteinuria, memperbaiki hipoalbuminemia, mencegah dan mengatasi penyakit penyerta
seperti infeksi, trombosis dan kerusakan ginjal pada gagal ginjal akut dan sebagainya. Jika
tidak dilakukan terapi sedini mungkin maka akan menyebabkan kerusakan glomeruli
ginjal sehingga mempengaruhi kemampuan ginjal menfiltrasi darah. Hal ini dapat
menyebabkan gagal ginjal akut ataupun kronik2

1.1. Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuan pembuatan laporan kasus ini adalah :
5
1. Diharapkan pada semua sarjana kedokteran dapat memahami setiap kasus Sindrom
Nefrotik
2. Diharapkan adanya pola pikir kritis setelah dilakukannya diskusi laporan kasus
tentang Sindrom Nefrotik
3. Diharapkan pada semua sarjana kedokteran dapat mengaplikasikan pemahaman
yang didapat mengenai kasus Sindrom Nefrotik.

1.2. Manfaat
1.2.1. Teoritis
Untuk meningkatkan pengetahuan dan menambah wawasan ilmu tentang
Sindrom Nefrotik
1.2.2. Praktis
Sebagai masukan guna lebih meningkatkan mutu pelayanan yang diberikan
terutama dalam memberikan informasi (pendidikan kesehatan) kepada pasien dan
keluarganya tentang kasus Sindrom Nefrotik

BAB II
LAPORAN KASUS
6
2.1 Identitas
2.1.1 Identitas Pasien
Nama : An. AT
Tanggal lahir : 8 Juni 2020
Umur : 1 tahun 9 bulan
Jenis Kelamin : laki-laki
Anak ke :3
Agama : Islam
Alamat : Jl. KH Azhari Lr KM Jaya 1 RT 9 RW 5
Dikirim oleh : IGD
MRS tanggal : 18 Maret 2022

2.1.1 Identitas Orang Tua Pasien


Nama Ibu : Ny. M
Umur : 34 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Alamat : Jl. KH Azhari Lr KM Jaya 1 RT 9 RW 5
Nama Ayah : Tn. J
Umur : 37 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Alamat : Jl. KH Azhari Lr KM Jaya 1 RT 9 RW 5

2.2 Anamnesis
Tanggal : 22 Maret 2022
Diberikan oleh : Ibu pasien

A. Riwayat Penyakit Sekarang


1. Keluhan Utama
Bengkak pada kedua mata, kaki dan kemaluan sejak ± 3 minggu SMRS
2. Keluhan Tambahan
Tidak ada
3. Riwayat Perjalanan Penyakit

7
Pasien datang ke IGD RSUD Bari dengan keluhan edema pada kedua mata, kaki
dan kemaluan sejak 3 minggu SMRS. Bengkak bertambah hebat pada kemaluan
dan kaki 3 hari SMRS. Bengkak memberat pada pagi hari dan berkurang saat
siang hari. Riwayat demam, batuk, pilek sebelumnya disangkal. Ibu pasien
mengatakan keluhan ini baru pertama kali dirasakan dan sebelumnya sudah
pernah datang ke praktik dr. Nazir Sp.A(K) kemudian dirujuk ke RSUD
Palembang Bari.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
- Tidak ada

5. Riwayat Penyakit Keluarga


- Riwayat mengalami keluhan yang sama dengan pasien disangkal

6. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran


- Masa kehamilan : 39 minggu ( cukup bulan )
- Partus : Spontan, pervaginam
- Tempat : Klinik Bidan
- Ditolong oleh : Bidan
- Tanggal : 8 Juni 2020
- BB lahir : 3000gr
- Panjang badan : 48 cm
- Lingkar kepala : Ibu lupa
- Keadaan saat lahir : Langsung menangis

7. Riwayat Makanan
− ASI ekslusif : tidak meminum ASI
− Susu formula : Sejak usia 1 bulan – saat ini
− Bubur Nasi : Saat usia 7 bulan – 9 bulan (3-4 kali/ hari)
− Nasi Tim/Lembek : Sejak usia 10 bulan – 1 tahun (3-4 kali/ hari)
− Nasi biasa : Diberikan sejak usia 1 tahun – saat ini
− Daging : belum diberikan daging
− Tempe : 2x dalam seminggu
− Tahu : 2x dalam seminggu
− Sayuran : 1x dalam seminggu
− Buah : 2-3x dalam seminggu
Kesan : Kuantitas kurang baik, kualitas buruk.
8
8. Riwayat Imunisasi
IMUNISASI DASAR ULAN
GAN
Umur Umur Umur Umur
BCG 1 bulan
DPT 1 2 bulan DPT 2 - DPT 3 -
Hepatitis b 1 2 bulan Hepatitis b 2 - Hepatitis b 3 -
Hib 1 2 bulan Hib 2 - Hib 3 -
Polio 1 1 bulan Polio 2 - Polio 3 -
Campak - Polio 4 -
MMR -

Kesan : Imunisasi dasar tidak lengkap.

9. Riwayat Tumbuh Kembang


Riwayat Perkembangan
Gigi Pertama : 9 bulan Duduk : 6 bulan
Berbalik : 7 bulan Berdiri : 11 bulan
Tengkurap : 5 bulan Berjalan : 12 bulan
Merangkak : 8 bulan Berbicara : 9 bulan
Kesan : Perkembangan sesuai usia

Riwayat Perkembangan Mental


Isap jempol : Ada
Ngompol : Ada
Sering mimpi : Ada, jarang
Aktivitas : Aktif
Membangkang : Tidak ada
Kekuatan : Tidak ada
Kesan : Perkembangan mental baik

2.3 Pemeriksaan Fisik (22 Maret 2022)


1. Pemeriksaan fisik umum
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Berat Badan : 11 kg

9
Tinggi Badan : 82 cm

Status Gizi
BB/U : 0 SD – 2 SD (BB Normal)
TB/U : -2 SD – 0 SD (TB Normal)
BB/TB : 1 SD – 0 SD (Gizi Baik)
Edema (+), sianosis (-), dispnue (-), anemia (-), ikterik (-), dismorfik (-).

Tanda Vital
Tekanan Darah : 100/60 mmHg
Suhu : 36,30C
Pernapasan : 32 x/menit, vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-). Tipe
pernapasan: thorakoabdominal.
Nadi : 88 x/menit, reguler, isi: cukup, tegangan: cukup.
Kulit : Akral hangat, CRT < 2 detik

2. Pemeriksaan khusus
a. Kepala
Bentuk : Normocephali, simetris .
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut.
Mata :Lagoftalmus (-/-), palpebra edema (+/+), konjungtiva anemis
(-/-), sklera ikterik (-/-), sekret (-/-), pupil bulat isokor, refleks
cahaya (+/+) normal.
Hidung : Dismorfik (-), sekret (-/-), epistaksis (-/-)
Mulut : Sianosis (-), mukosa mulut dan bibir kering (-)
Telinga : Dismorfik (-), cairan (-)
Gigi : hanya ada gigi 11,12,13,21,22,23,31,32,41,42. gusi berdarah
(-)
Lidah : Atrofi papil (-), hiperemis (-), lidah kotor (-)

b. THT
Faring : Hiperemis (-), edema (-), selaput (-)
Tonsil : Simetris, ukuran T1-T1 tenang, uvula ditengah, hiperemis(-),
detritus (-)
c. Leher
Inspeksi : Massa (-), pembesaran KGB (-)
Palpasi : Massa (-), pembesaran KGB (-)
10
d. Thoraks
Paru
Inspeksi :Simetris, statis-dinamis. Retraksi dinding dada (-), sela iga
tidak melebar.
Palpasi : Stem fremitus sama kanan dan kiri, krepitasi (-), nyeri tekan
(-)
Perkusi : Sonor dikedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+) normal, tipe pernapasan thorakal, ronkhi (-/-),
wheezing (-/-).
e. Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Thrill (-), iktus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas kanan atas (ICS II linea parasternalis dextra)
Batas kanan bawah (ICS IV linea parasternalis dextra)
Batas kiri atas (ICS II linea parasternalis sinistra)
Batas kiri bawah (ICS IV line midclavicula sinistra)
Auskultasi : HR 88 x/menit, bunyi jantung I dan II normal, irama reguler,
isi dan tegangan cukup murmur (-) gallop (-).
f. Abdomen
Inspeksi : Cembung
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Lemas, nyeri tekan epigastrium (-), hepar dan lien tidak teraba,
ginjal dalam batas normal, shifting dullness(+)
Perkusi : Pekak (+), nyeri ketok (-), asites (+).
g. Ekstremitas :
Bentuk : Normal
Deformitas :-
Edema : Pitting
Trofi : Eutrofi
Pergerakan : Aktif
Tremor :-
Chorea :-
Akral : Hangat
Lain-lain : CRT < 2”
h. Kulit : akral hangat, crt <3’, pucat (-)
i. Genitalia
11
laki-laki
Phimosis :-
Testis : Dalam batas normal.
Scrotum : Dalam batas normal.

Status Neurologikus
1) Fungsi Motorik
Lengan Tungkai
Pemeriksaan
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Luas Luas Luas Luas
Kekuatan +5 +5 +5 +5
Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni
Klonus (-) (-)
Refleks
Normal Normal Normal Normal
Fisiologis
Refleks
(-) (-) (-) (-)
Patologis

2) Gejala rangsang meningeal:


a) Kaku kuduk (-)
b) Kernig sign (-)
c) Brudzinski I (-)
d) Brudzinski II (-)
e) Laseg sign (-)

3) Fungsi sensorik : Dalam batas normal


4) Nervi cranialis : Dalam batas normal
5) Refleks primitif : Sudah menghilang

2.4 Pemeriksaan Laboratorium


Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan sebagai berikut:
Tabel 2.1 Pemeriksaan Laboratorium (18 Maret 2022)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan Kesan
Darah Rutin
Hemoglobin 12.1 g/dl 14.0 – 16.0 Menurun
Hematokrit 37 % 40.0 – 52.0 Normal
Jumlah Trombosit 315 10^3/ul 150 – 400 Normal
Jumlah Leukosit 20.6 10^3/ul 5 – 10 Meningkat
Jumlah Eritrosit 4.56 Juta/uL 4.5-5.5 Normal
12
Hitung Jenis
Eosinofil 1 % 1–3 Normal
Basofil 0 % 0–1 Normal
Batang 2 % 2-6 Normal
Segmen 60 % 50-70 Normal
Limfosit 30 % 20.0 – 40.0 Normal
Monosit 7 % 2-8 Normal
Kimia Klinik
Protein Total 3.0 g/dl 6.7-8.7 Menurun
Albumin 1.1 g/dl 3.8-5.1 Menurun
Globulin 1.9 g/dl 1.5-3.0 Normal
Cholestrol Total 378 Mg/dl <200 Meningkat
Ureum 37 Mg/dl 20-40 Normal
Creatinin 0.9 Mg/dL 0.9-1.3 Normal
Imunologi
Antigen SARS-CoV-2 Negatif Negatif

Pemeriksaan Laboratorium (23 Maret 2022)


Nama test Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hematologi
Leukosit 14.0 10^3/uL 5.0-10.0
Kimia Klinik
Protein Total 3.72 g/dl 6.7-8.7
Albumin 1.73 g/dl 3.8-5.1
Globulin 1.99 g/dl 1.5-3.0

Tabel 2.2 Pemeriksaan Urin Rutin (18 Maret 2022)


Pa H Nilai I
ra a Nor n
me s mal t
ter i e
l r
p
r
e
t
a
s
i
Urine Lengkap
Makroskopis
Wa K
rna u
n
13
i
n
g
Ke J
jer e
nih r
an n
i
h
Re 7 5-8,5 Normal
aks .
i/ 0
pH
Be 1 1000- Normal
rat . 1.030
jen 0
is 1
0
Pro N Nega Normal
tei e tif
n g
a
ti
f
Bil N Nega Normal
iru e tif
bin g
a
ti
f
Gl N Nega Normal
uk e tif
osa g
a
ti
f
Ke N Nega Normal
ton e tif
g
a
ti
f
Da N Nega Normal
rah e tif
/ g
Hb a
ti

14
f
Nit N Nega Normal
rit e tif
g
a
ti
f
Ur P Positi Normal
obi o f
lin s
og it
en i
f
Le N Nega Normal
kos e tif
it g
a
ti
f
Mi
kr
os
ko
pis
Le 1 0-5
kos -
it 2
/
L
P
B
Eri 0 1-3 Normal
tro -
sit 1
/
L
P
B
Sel + Normal
epi
tel
Sili N Normal
nd e
er g
a
ti
f

15
Kri N Normal
stal e
g
a
ti
f

Pemeriksaan Laboratorium (26 Maret 2022)


Pa H Nilai I
ra a Nor n
me s mal t
ter i e
l r
p
r
e
t
a
s
i
Urine Lengkap
Makroskopis
Wa K
rna u
n
i
n
g
Ke J
jer e
nih r
an n
i
h
Re 6 5-8,5 Normal
aks .
i/ 0
pH
Be 1 1000- Normal
rat . 1.030
jen 0
is 1
5
Pro + Nega Normal
tei 3 tif
n
Bil N Nega Normal

16
iru e tif
bin g
a
ti
f
Gl N Nega Normal
uk e tif
osa g
a
ti
f
Ke N Nega Normal
ton e tif
g
a
ti
f
Da + Nega Normal
rah 2 tif
/
Hb
Nit N Nega Normal
rit e tif
g
a
ti
f
Ur P Positi Normal
obi o f
lin s
og it
en i
f
Le N Nega Normal
kos e tif
it g
a
ti
f
Mi
kr
os
ko
pis
Le 1 0-5
kos -
it 2
/
17
L
P
B
Eri 1 1-3 Normal
tro 0
sit -
1
5
/
L
P
B
Sel + Normal
epi
tel
Sili N Normal
nd e
er g
a
ti
f
Kri N Normal
stal e
g
a
ti
f

2.5 Daftar Masalah


1. Edema Palpebra
2. Edema Skrotum
3. Pitting Edema

2.6 Diagnosis Banding


1. Sindrom Nefrotik
2. Sindrom Nefritik

2.7 Diagnosis Kerja


Sindrom Nefrotik

2.8 Tatalaksana
Pemeriksaan Anjuran
- Mantoux test
18
Farmakologis
- Furosemid 2x 15 mg tab
- Spinorolakton 2 x 15 mg tab
- Diet rendah garam max 1 gr/hari
- Catopril 2 x 6,25 mg
- IVFD D5% gtt 6 makro
- Prednison 2-2-1,5
- Inj. Ceftriaxon 1x1,2 gram

Non Farmakologis
Edukasi
1. Makan obat teratur dan diet sesuai petunjuk,
2. Pemantauan volume urin dan tekanan darah
3. Kontrol rutin.

2.9 Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad Bonam
Quo ad functionam : Dubia ad Bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad Bonam

2.10 Follow Up

Tanggal Catatan Paraf Supervisor


23 Maret 2022 (06.00) Masalah: Edema. dr. Hadi Asyik, Sp.A

S: Ibu os mengatakan
perut, tungkai os
bengkak.

O:
KU: Tampak sakit
sedang. Kesadaran:
Compos Mentis.

19
TD: 100/70 mmHg
HR: 88 x/menit.
RR: 26 x/menit
A : Gangguan kelebihan
Cairan
P : Mengatasi Bengkak
Diagnosa : Sindrom
Nefrotik
Terapi :
- IVFD D5% gtt 6x/m
- Furosemid tab 2x15
mg
- Spironolacton 2 x15
mg
- Catopril 2 x 6,25 mg
- Mulai terapi
prednison 2-2-1,5

Diet :
- Diet rendah garam 1
gr/hari
Monitoring:
- Observasi intake dan
output pasien
- Observasi tanda vital

24 Maret 2022 (06.00) Masalah: Edema. dr. Hadi Asyik, Sp.A

S: Ibu os mengatakan
perut bengkak

O:
KU: Tampak sakit
sedang. Kesadaran:
Compos Mentis.
TD: 100/60 mmHg

20
HR: 85 x/menit.
RR: 28 x/menit
A : Gangguan kelebihan
Cairan
P : Mengatasi Bengkak
Diagnosa : Sindrom
Nefrotik
Terapi :
- IVFD D5% gtt 6x/m
- Furosemid tab 2x15
mg
- Spironolacton 2 x15
mg
- Catopril 2 x 6,25 mg
- Terapi prednison 2-
2-1,5 (hari ke-2)

Diet :
- Diet rendah garam 1
gr/hari
Monitoring:
- Observasi intake dan
output pasien
- Observasi tanda vital

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

21
Sindrom nefrotik merupakan suatu penyakit glomerular yang ditandai dengan edema,
proteinuria masif >3,5 gram/hari, hipoalbunemia <3,5 gram/hari hiperkolesterolemia dan
lipiduria. Sindrom nefrotik memiliki berbagai efek metabolik yang berdampak pada
individu, beberapa episode sindrom nefrotik adalah self-limited dan sebagian diantaranya
respon dengan terapi spesifik, sementara sebagiannya lagi merupakan kondisi kronis.2
Hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan lipiduria, gangguan keseimbangan nitrogen,
hiperkoagulabilitas, gangguan metabolisme kalsium dan tulang serta hormone tiroid
sering dijumpai pada SN. Umumnya, SN dengan fungsi ginjal normal kecuali sebagian
kasus yang berkembang menjadi penyakit ginjal tahap akhir (PGTA). Pada beberapa
episode SN dapat sembuh sendiri dan menunjukkan respone yang baik terhadap terapi
steroid akan tetapi sebagian lain dapat berkembang menjadi kronik2

2.2. Epidemiologi
Sindrom nefrotik merupakan penyakit kronis yang penting pada anak-anak. Perkiraan
insiden tahunan sindrom nefrotik pada anak sehat adalah dua sampai tujuh kasus baru per
100.000 anak di bawah usia 18 tahun. Lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada
anak perempuan dalam kelompok usia yang lebih muda, tetapi setelah masa remaja
tercapai tidak ada perbedaan yang signifikan antara jenis kelamin. Peningkatan insiden
dan penyakit yang lebih parah terlihat pada populasi Afrika-Amerika dan Hispanik1

2.3. Etiologi
Sindrom nefrotik dapat disebabkan oleh glomerulonefritis primer dan sekunder akibat
infeksi, keganasan, penyakit jaringan ikat, obat atau toksin dan akibat penyakit sitemik.
Penyebab sindrom nefritik pada dewasa dihubungkan dengan penyakit sistemik seperti
diabetes mellitus, amiloidosis atau lupus eritemtosis sistemik. Berikut merupakan
klasifikasi dan penyebab sindrom nefrotik. Klasifikasi dan penyebab sindrom nefrotik4

Glomerulonefritis primer
a. GN lesi minimal
b. Glomerulosklerosis segmental
c. GN membranosa
d. GN membranoproliferatif
e. GN proliferatif lain

Glomerulonefritis sekunder
a.Infeksi (HIV, hepatitis B dan C, Sifilis, malaria, skistosoma, tuberkulosisdan lepra)
b. Keganasan (adenosarkoma paru, payudara, kolon, limfoma hodgkin,

22
mieloma multipel dan karsinoma ginjal)
c.Connective tissue disease ( SLE, artritis reumatoid, mixed connectivetissue disease)
d. Efek obat dan toksin ( NSAID, penisilamin, probenesid)
e. Lain – lain (Diabetes melitus, amiloidosis, pre-eklamsia, refluks
vesikoureter)

2.4. Patofisiologi
1. Proteinuria
Ada tiga jenis proteinuria yaitu glomerular, tubular dan overflow.
Kehilangan protein pada sindrom nefrotik termasuk dalam proteinuria
glomerular. Proteinuria pada penyakit glomerular disebabkan oleh meningkatnya
filtrasi makromolekul melewati dinding kapiler glomerulus. Hal ini sering
diakibatkan oleh kelainan pada podosit glomerular. Dalam keadaan normal
membran basal glomerulus mempunyai mekanisme penghalang untuk mencegah
kebocoran protein. Mekanisme penghalang pertama berdasarkan ukuran molekul
dan yang kedua berdasarkan muatan listriknya. Pada sindrom nefrotik kedua
mekanisme tersebut terganggu.proteinuria dibedakan menjadi selektif dan non-
selektif berdasarkan ukuran molekul protein yang keluar melalui urin. Protein
selktif apabila protein yang keluar terdiri dari molekul kecil mialnya albumin,
sedangkan yang non-selektif apabila protein yang keluar terdiri dari molekul
besar seperti imunoglobulin.

2. Hipoalbuminemia
Pada keadaan normal, produksi albumin di hati adalah 12-14 g/hari (130-
200 mg/kg) dan jumlah yang diproduksi sama dengan jumlah yang
dikatabolisme. Katabolisme secara dominan terjadi pada ekstrarenal, sedangkan
10% di katabolisme pada tubulus proksimal ginjal setelah resorpsi albumin yang
telah difiltrasi. Pada pasien sindrom nefrotik, hipoalbuminemia merupakan
manifestasi dari hilangnya protein dalam urin yang berlebihan dan peningkatan
katabolisme albumin. Hilangnya albumin melalui urin merupakan konstributor
yang penting pada kejadian hipoalbuminemia. Meskipun demikian, hal tersebut
bukan merupakan satu-satunya penyebab pada pasien sindrom nefrotik karena
laju sintesis albumin dapat meningkat setidaknya tiga kali lipat dan dengan
begitu dapat mengompensasi hilangnya albumin melalui urin.

3. Edema

23
Terdapat beberapa teori yang menjelaskan tentang timbulnya edema pada
sindrom nefrotik. Underfilled theory merupakan teori klasik tentang
pembentukan edema. Teori ini berisi bahwa adanya edema disebabkan oleh
menurunnya tekanan onkotik intravaskuler dan menyebabkan cairan merembes
ke ruang interstisial. Adanya peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus
menyebabkan albumin keluar sehingga terjadi albuminuria dan
hipoalbuminemia. Sebagaimana diketahui bahwa salah satu fungsi vital dari
albumin adalah sebagai penentu tekanan onkotik. Maka kondisi
hipoalbuminemia ini menyebabkan tekanan onkotik koloid plasma intravaskular
menurun. Sebagai akibatnya, cairan transudat melewati dinding kapiler dari
ruang intravaskular ke ruang interstisial kemudian timbul edema.
Menurut teori lain yaitu teori overfilled, retensi natrium renal dan air tidak
bergantung pada stimulasi sistemik perifer tetapi pada mekanisme intrarenal
primer. Retensi natrium renal primer mengakibatkan ekspansi volume plasma
dan cairan ekstraseluler. Overfilling cairan ke dalam ruang interstisial
menyebabkan terbentuknya edema.

4. Hiperkolesterolemia
Hampir semua kadar lemak (kolesterol, trigliserid) dan lipoprotein serum
meningkat pada sindrom nefrosis. Hal ini dapat dijelaskan dengan penjelasan
antara lain yaitu adanya kondisi hipoproteinemia yang merangsang sintesis
protein menyeluruh dalam hati, termasuk lipoprotein. Selain itu katabolisme
lemak menurun karena terdapat penurunan kadar lipoprotein lipase plasma,
sistem enzim utama yang mengambil lemak dari plasma. Beberapa peningkatan
serum lipoprotein yang di filtrasi di glomerulus akan mencetuskan terjadinya
lipiduria sehingga adanya temuan khas oval fat bodies dan fatty cast pada
sedimen urin. 5

24
2.5. Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinis yang paling sering pada SN adalah edema, pada fase awal edema
di wajah pada pagi hari saat bangun tidur dengan edema palpebra dan edema pada kaki
pada sore hari. Tanpa tindakan korektif, edema menjadi lebih jelas, menyebar dan
menjadi edema anasarca dengan asites, hidrokel atau efusi pleura, juga dapat
menyebabkan komplikasi seperti hipovolemia, infeksi (pneumonia dan peritonitis karena
Streptococcus pneumoniae), DVT. , dan emboli paru.
Hipertensi terjadi pada 25% kasus, dan hipotensi dapat menunjukkan keadaan
hipovolemia Gagal ginjal fungsional mungkin terjadi. Hematuria mikroskopis dapat
ditemui pada sekitar 20% kasus, hematuria makroskopik jarang terjadi6

2.6. Diagnosis
Berdasarkan pemikiran bahwa penyebab Sindrom Nefrotik sangat luas
maka
anamnesis dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan urin termasuk pemeriksaan sedimen
perlu dengan cermat. Pemeriksaan kadar albumin dalam serum, kolesterol dan trigliserid
juga membantu penilaian terhadap sindrom nefrotik. 7,9

1. Gambaran Klinis
Dari anamnesis akan di dapatkan bahwa pasien sindrom nefrotik dating dengan
edema yang progresif pada ekstremitas bawah, peningkatan berat badan dan lemah, yang
merupakan gejala tipikal pada sindrom nefrotik. Selain itu juga dapat ditemukan urin
berbusa. Pada kondisi yang lebih serius, akan terjadi edema periorbital dan genital (skrotum),

25
ascites, efusi pleura. Jika terjadi bengkak hebat dan generalisata dapat bermanifestasi sebagai
anasarka.

2. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakaukan pada sindrom nefrotik
adalah sebagai berikut :
a. Urinalisis dan biakan urin, dilakukan jika terdapat gejala klinis yang
mengarah pada infeksi saluran kemih (ISK).
b. Protein urin kuantitatif ; Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan urin 24
jam atau rasio protein/kreatinin pada urin pertama pagi hari,
pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui derajat dari proteinuria.
c. Pemeriksaan darah ; Darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis
leukosit, trombosit, hematokrit, LED), Albumin dan kolesterolserum, Ureum,
kreatinin, dan klirens kreatinin.
d. Pemeriksaan Radiologi ; dapat dilakukan USG ginjal untukmengidentifikasi
trombosis vena renalis jika terdapat indikasi curigaadanya keluhan nyeri pinggang
(flank pain), hematuria atau gagal
ginjal akut.
e. Pemeriksaan Histopatologi; pada pemeriksaan ini dapat dilakukan
biopsi ginjal, pemeriksaan ini direkomendasikan pada pasien sindrom
nefrotik untuk mengkonfirmasi subtipe penyakitnya atau untuk
konfirmasi diagnosis. Biopsi ginjal diindikasikan untuk kasus sindrom nefrotik yang
tidak diketahui penyebabnya agar dapat menegakkan diagnosisnya. Diagnosis
patologis pada kasus ini penting karena minimal change disease, focal
glomerulosclerosis, dan membranous nephropathy memiliki pilihan tata laksana dan
prognosis yang berbeda. Namun, untuk sindrom nefrotik dengan penyebab yang
jelas, misalnya pada pasien dengan diabetes kronik, biopsi ginjal tidak perlu
dilakukan lagi

26
Berikut ini adalah beberapa batasan yang dipakai pada sindrom nefrotik :

1) Remisi Apabila proteinuri negatif atau trace (proteinuria < 4 mg/m 2 LPB/jam) 3 hari
berturut-turut dalam satu minggu, maka disebut remisi.
2) Relaps Apabila proteinuri ≥ 2+ ( >40 mg/m2 LPB/jam atau rasio protein/kreatinin
pada urin sewaktu >2 mg/mg) 3 hari berturut-turut dalam satu minggu, maka disebut
relaps.
3) Sindrom nefrotik sensitif steroid (SNSS) Sindrom nefrotik yang apabila dengan
pemberian prednison dosis penuh (2mg/kg/hari) selama 4 minggu mengalami remisi.
4) Sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS) Sindrom nefrotik yang apabila dengan
pemberian prednison dosis penuh (2mg/kg/hari) selama 4 minggu tidak mengalami
remisi.
5) Sindrom nefrotik relaps jarang Sindrom nefrotik yang mengalami relaps < 2 kali
dalam 6 bulan sejak respons awal atau < 4 kali dalam 1 tahun.
6) Sindrom nefrotik relaps sering Sindrom nefrotik yang mengalami relaps ≥ 2 kali
dalam 6 bulan sejak respons awal atau ≥ 4 kali dalam 1 tahun.
7) Sindrom nefrotik dependen steroid Sindrom nefrotik yang mengalami relaps dalam 14
hari setelah dosis prednison diturunkan menjadi 2/3 dosis penuh atau dihentikan dan
terjadi 2 kali berturut-turut.

2.7. Diagnosis Banding


Diagnosis sindrom nefrotik (SN) antara lain focal segmental glomerulosclerosis
(FSGS), membranous nephropathy, nefropati diabetik, dan nefropati IgA.

Focal Segmental Glomerulosclerosis (FSGS)

27
Pada focal segmental glomerulosclerosis (FSGS), pasien dapat asimptomatik atau
terjadi edema, gejala disfungsi renal, reflux nephropathy, riwayat infeksi HIV, dan
penggunaan obat-obatan tertentu seperti pamidronate dan heroin.
Hasil pemeriksaan fisik umumnya nonspesifik. Diperlukan pemeriksaan penunjang
untuk membedakan dengan SN, antara lain pemeriksaan serial kreatinin, glomerular
filtration rate (GFR) abnormal, dan pada biopsi renal ditemukan sklerosis fokal dan
segmental pada glomerulus.

Membranous Nephropathy
Membranous nephropathy dapat terjadi secara primer atau idiopatik dan sekunder
akibat neoplasma, infeksi hepatitis, sifilis, atau SLE. Pada biopsi renal akan ditemukan
penebalan membran dasar dan subepithelial electrondense deposits. Pemeriksaan
penunjang seperti rontgen thorax, feses lengkap, uji serologi dapat dilakukan untuk
menentukan etiologi sekunder.

Nefropati Diabetik
Pada nefropati diabetik, didapatkan riwayat diabetes melitus, gangguan penglihatan
pada pasien yang memiliki komorbid retinopati, disfungsi renal, serta pembengkakkan
ekstremitas.
Pemeriksaan fisik dapat dilakukan funduskopi untuk mendeteksi retinopati diabetik.
Pada funduskopi akan ditemukan mikroaneurisma, soft/ hard exudates, mikroinfark,
edema makula, dan neovaskularisasi.
Pada pemeriksaan penunjang dapat ditemukan kadar HbA1c meningkat. Pada biopsi
renal dapat ditemukan mesangiolysis, glomerulosclerosis, dan Kimmelstiel-Wilson
nodule. Pada urinalisis dapat ditemukan mikroskopik hematuria.

IgA Nephropathy
Pada IgA nephropathy, dapat ditemukan keluhan urin berwarna gelap yang seringkali
bersamaan dengan faringitis, riwayat penyakit hepar, seronegative arthropathy, Celiac
disease, Henoch- Schonlein purpura, serta melena. Pada pemeriksaan fisik, jarang
ditemukan edema. Selain itu, pada biopsi renal ditemukan deposit IgA pada mesangium.

2.8. Penatalaksanaan
Tatalaksana pada Sindrom Nefrotik : 7,8,9
1. Manajemen Nutrisi dan Cairan
Karena adanya mekanisme retensi natrium pada sindrom nefrotik, maka beberapa
literatur merekomendasikan diet natrium yang dibatasi agar kurang dari 3 gram/hari
28
dan diet cairan < 1500 ml/hari. Diet rendah garam diberikan untuk menurunkan
derajat edema dan sebaiknya kurang dari 35% kalori berasal dari lemak untuk
mencegah obesitas selama terapi steroid dan mengurangi hiperkolesterolemia. Pasien
disarankan untuk istirahat, retriksi asupan protein dengan diet protein 0,8
gram/kgBB/hari serta ekskresi protein urin/24 jam dan jika fungsi ginjal menurun
maka diet disesuaikan hingga 0,6 gram/kgBB/hari disertai ekskresi protein dalam
urin/24 jam kemudian diet rendah kolesterol

2. Diuretik
Furosemide (Lasix) pada 40 mg per oral dua kali setiap hari atau bumetanide 1 mg
dua kali sehari, dengan perkiraan menggandakan dosis setiap satu hingga tiga hari
jika ada peningkatan yang tidak memadai pada edema atau bukti lain adanya
kelebihan cairan. Batas toksik perkiraan untuk furosemide adalah 240 mg per dosis
atau total 600 mg per hari. Jika masih ada kekurangan respon klinis, pasien dapat
dirawat dengan mengubah ke diuretik loop intravena, menambahkan diuretik tiazid
oral, atau memberikan bolus intravena 20% albumin manusia sebelum bolus diuretik
intravena

Gambar 3.2 Algoritma Pemberian Diuretik.1

29
30
Gambar 3.3 Tempat dan cara kerja diuretik14

Gambar 3.4 Alur tatalaksana sindrom nefrotik.1

31
3. ACE- Inhibitor
Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor menunjukkan dapat menurunkan
proteinuria dengan menurunkan tekanan darah, mengurangi tekanan intraglomerular
dan aksi langsung di podosit, dan mengurangi risiko progresifitas dari gangguan
ginjal pada pasien sindrom nefrotik sekunder. Dosis yang direkomendasikan masih
belum jelas, tapi pada umumnya digunakan enalapril dengan dosis 2,5 – 20 mg/hari.

4. Kortikosteroid
Yang digunakan sebagai immunosupressan pada sindrom nefrotik adalah golongan
glukokortikoid yaitu prednison, prednisolon dan metilprednisolon. Penatalaksanaan
sindrom nefrotik dengan kortikosteroid yaitu :
 4 minggu pertama diberikan prednison 60 mg/hari (2 mg/kgBB) dibagi dalam 3-4
dosis sehari. Dosis ini diteruskan selama 4 minggu tanpa memperhatikan adanya
remisi atau tidak (maksimum 80 mg/hari)
 4 minggu kedua diberikan prednison diteruskan dengan dosis 40 mg/hari, diberikan
dengan cara intermiten, yaitu 3 hari berturut turt dalam 1 minggu dengan dosis
tunggal setelah makan pagi atau alternate (selang 1 hari dengan dosis tunggal setelah
makan pagi)
 Tappering off prednison pelan – pelan diturunkan setiap minggu nya menjadi 30
mg, 20 mg, 10 mg/hari diberikan secara intermiten atau alternate.
 Jika terjadi relapse maka pengobatan diulangi dengan cara yang sama.

5. Terapi Hiperlipidemia
Beberapa studi menyatakan bahwa terdapat peningkatan risiko atherogenesis atau
miokard infark pada pasien dengan sindrom nefrotik yang berkaitan dengan
peningkatan level lipid. Sehingga disarankan untuk pemberian hipolipidemic agents
pada pasien sindrom nefrotik

6. Terapi Antibiotik
Terapi ini digunakan jika pasien sindrom nefrotik mengalami infeksi, infeksi tersebut
harus di atasi dengan adekuat untuk mengurangi morbiditas. Jenis antibiotik yang
banyak dipakai yaitu golongan penisilin dan sefalospori

2.9. Komplikasi
1. Keseimbangan Nitrogen Negatif

32
Proteinuria masif akan menyebabkan keseimbangan nitrogen menjadi negatif, yang
secara klinis dapat diukur dengan kadar albumin plasma. Diet tinggi protein tidak
terbukti memperbaiki metabolisme albumin karena respon hemodinamik terhadap
asupan yang meningkat adalah meningkatnya tekanan glomerulus yang menyebabkan
kehilangan protein dalam urin yang semakin banyak. Diet rendah protein akan
mengurangi proteinuria namun juga menurunkan kecepatan sintesis albumin dan
dalam jangka panjang akan meningkatkan risiko memburuknya keseimbangan
nitrogen negatif.
2. Hiperkoagulasi
Komplikasi tromboemboli sering ditemukan pada sindrom nefrotik akibat
peningkatan koagulasi intravaskular. Kadar berbagai protein yang terlibat dalam
kaskade koagulasi terganggu pada sindrom nefrotik serta agregasi paltelet ikut
meningkat. Gangguan koaglasi yang terjadi disebabkan oleh peningkatan sisntesis
protein oleh hati dan kehilangan protein melalui urin.
3. Hiperlipidemia dan lipiduria
Merupakan keadaan yang serig menyertai sindrom nefrotik. Respon hiperlipidemik
sebagian dicetuskan oleh menurunnya tekanan onkotik plasma, serta derajat
hiperlipidemia berbanding terbalik dan berhubungan erat dengan menurunnya
tekanan onkotik. Kondisi hiperlipidemia dapat reversibel seiring dengan resolusi dari
sindronefrotik yang terjadi baik secara spontan maupun diinduksi dengan obat.
4. Gangguan Metabolisme kalsium dan tulang
Vitamin D yang terikat protein maka akan diekskresikan melalui uring sehingga
terjadi penurunan kadar plasma. Kadar 25(OH)D dan 1,25 (OH)2D plasma juga ikut
menurunan sedangkan kadar vitamin D bebas tidak mengalamu gangguan.
5. Infeksi
Infeksi merupakan penyebab tersering terjadinya kematian pada sindrom nefrotik
terutama oleh organisme berkapsul. Infeksi pada sindrom nefrotik terjadi akibat defek
imunitas humoral, seluler dan gangguan sistema komplemen4,10

2.10. Prognosis
Untuk pasien dengan perubahan patologi yang minimal, prognosisnya sangat
baik, dengan sebagian besar pasien mengalami remisi setelah pengobatan kortikosteroid.
85 hingga 90% pasien responsif terhadap steroid dan dapat kambuh sehingga mereka
berisiko mengalami toksisitas steroid, infeksi sistemik, dan komplikasi lainnya.
Untuk pasien dengan glomerulosklerosis segmen fokal, prognosisnya buruk.
Umumnya akan berkembang menjadi Gagal ginjal stadium akhir yang membutuhkan
hemodialisis dan transplantasi ginjal.4
33
BAB IV
ANALISA KASUS

Pasien ini memiliki gejala utama yaitu edema pada mata, kemaluan dan kaki dan pada
aloanamnesis didapatkan dari Ibu An. AT mengatakan edema terjadi semula pada bagian mata
lalu menjalar ke kaki dan kemaluan. Edema atau bengkak yang dirasakan memberat pada saat
bangun tidur di pagi hari dan berkurang saat siang. Edema atau bengkak yang dialami An. AT
ini telah berlangsung selama 1 minggu SMRS.
Menurut Nishi,et.al (2015) Manifestasi Klinis yang paling sering pada SN adalah
edema, pada fase awal edema di wajah pada pagi hari saat bangun tidur dengan edema
palpebra dan edema pada kaki pada sore hari. Tanpa tindakan korektif, edema menjadi lebih
jelas, menyebar dan menjadi edema anasarca dengan asites, hidrokel atau efusi pleura, juga
dapat menyebabkan komplikasi seperti hipovolemia, infeksi (pneumonia dan peritonitis
karena Streptococcus pneumoniae) dan emboli paru.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, kesadaran composmentis, HR
88x/m, RR 32x/m dan temp 35,3C. Pada pemeriksaan fisik didapatkan juga bahwa mata An.
AT edema pada palpebra, turgor kembali cepat, dan adanya asites serta pitting edema pada
kedua tungkai An. AT.
Pada pemeriksaan darah didapatkan leukositosis dengan nilai 20.600 ul pemeriksaan
yang dilakukan pada tanggal 18 maret 2022. Pada pemeriksaan protein total didapatkan
menurun 3.0 g/dl, adanya hipoalbumin (1.1 g/dl) dan hiperkolesterol (378 mg/dl) dengan
pemeriksaan fungsi ginjal yang normal (ureum 37 mg/dl dan kreatinin 0.9 mg/dl). Menurut
Konsensus tatalaksana sindrom nefrotik IDAI untuk mendiagnosa sindrom nefrotik meliputi
proteinuria masif, hipoalbuminemia, edema dan hiperkolesterolnemia.
Tatalaksana yang diberikan pada kasus ini yaitu secara non farmakologis dan
farmakologis. Tatalaksana non farmakologis yang diberikan pada pasien ini adalah rawat inap
dikarenakan pasien baru pertama kali mengalami penyakit ini. Selain itu, memberikan edukasi
mengenai makan obat yang teratur dan diet rendah garam sebanyak 1 gr/hari. Dilakukan
pemantau urin dan tekanan darah. Pasien wajib melakukan kontrol rutin.
Secara farmakologis diberikan IVFD D5% gtt 6 makro, furosemid 2 x15 mg tab,
spinorolakton 2 x 15 mg tab, pemberian ceftriaxon drip 1 x 1,2 gram D5% gtt 6 makro,
catopril 2 x 6,25 mg dan pemberian prednison 2-2-1,5. Furosemide merupakan obat golongan
diuretik yang bermanfaat untuk restriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat. Biasanya
diberikan loop diuretic seperti furosemid 1-3 mg/kgbb/hari, bila perlu dikombinasikan dengan
spironolakton (Antagonis aldosteron, diuretik hemat kalium) 2-4 mg/kgbb/hari. Pada
pemakaian diuretik lebih dari 1-2 minggu perlu dilakukan pemantauan elektrolit kalium dan
natrium darah.
34
Ceftriaxone 1 x 1,2 gr merupakan obat golongan antibiotik karena pasien sindrom
nefrotik sangat rentan terhadap infeksi yang sering ditemukan pada anak dengan SN adalah
pnemonia dan infeksi saluran napas atas karena virus.
Catopril diberikan dengan doss 2 x 6,25 mg yang merupakan golongan Angiotensin
converting enzyme (ACE) inhibitor. Obat antihipertensi ini memiliki pengaruh terhadap
hemodinamik ginjal yang dapat mengurangi tekanan hidrolik glomerulus. ACE inhibitor dapat
menurunkan hipertensi glomerular kapiler dan glomerular permselectivity. ACE inhibitor
sudah digunakan untuk terapi proteinuria pada pasien dengan penyakit ginjal. Efek
antiproteinuria ACE inhibitor lebih besar pada pasien dengan ekskresi protein urin yang besar.
ACE inhibitor bermanfaat untuk mengurangi ekskresi protein urin pada penyakit ginjal non-
diabetik.
Prednisone yang digunakan sebagai immunosupressan pada sindrom nefrotik adalah
golongan glukokortikoid yaitu prednisone dosis terbagi menjadi 2-2-1,5. Prednison dosis
penuh (Full dose) inisial diberikan selama 4 minggu. Bila terjadi remisi dalam 4 minggu
pertama, dilanjutkan dengan 4 minggu kedua dengan dosis 40 mg/m2 LPB (2/3 dosis
awal) atau 1,5 mg/kgbb/hari, secara alternating (selang sehari), 1 x sehari setelah makan pagi.
Adapun perbedaan sindrom nefrotik dan sindrom nefritik sebagai berikut:
Perbedaan Sindrom Nefrotik Sindrom Nefritik Akut
Definisi Sindrom nefrotik (SN) pada Sindrom nefritik adalah
anak adalah suatu sindrom sindrom klinis yang muncul
yang ditandai dengan sebagai hematuria,
proteinuria masif, hipertensi, oliguria, dan
hipoalbuminemia berat, edema. Ini bisa disebabkan
edema dengan atau tanpa oleh penyakit ginjal primer
hiperkolesterolemia. 1,2 atau manifestasi klinis dari
patologi ginjal glomerulus
lainnya.16

Etiologi 1. Primer (Idiopatik)17 1. Infeksi Streptokokus


a. Minimal hemolitik grup A-beta.
change disease. 2. Infeksi bakteri
b. Focal (meningokokus,
segmental endokarditis
glomeruloscleross. stafilokokus, dan
c. Membranoproliferative pneumonia
glomerulonephritis.

35
2. Sekunder17 pneumokokus, dll.)
a. Infeksi 3. Infeksi virus (terutama
Hepatitis B, HIV, dll. hepatitis B, hepatitis C,
b. Sistemik gondongan, HIV,
Systemic varicella, dan EBV
lupus menyebabkan infeksi
erythematosis, mononukleosis).
Diabetes mellitus, 4. Infeksi parasit (Malaria
dll. dan toksoplasmosis)
c. Penyakit Hematologi 5. Sindrom Goodpasture.16
Leukaemia,
Lymphoma
Sickle cell disease,
dll.
d. Obat-obatan
NSAID,
penicillamine,dll.
Epidemiologi 1. Sering terjadi pada anak- 1. 90% kasus sindrom
anak dibawah usia 14 nefritik adalah anak
tahun.1 dibawah <14 tahun.
2. Lebih sering terjadi pada 2. Lebih sering terjadi
anak laki-laki daripada pada laki-laki
perempuan dalam dibandingkan
kelompok usia yang perempuan.16
lebih muda.17
Patofisiologi Pada sindrom nefrotik, Kerusakan membran basal
patofisiologi dengan gejala kapiler glomerulus ginjal
proteinuri, hipoalbuminemia, sehingga mekanisme
edema, hiperlipidemia.1,2 penghalang kebocoran
Pengendapan kompleks imun protein terganggu.16
pada glomerulus,
menyebabkan glomerulus
injury dan perubahan
endotel.17

36
Manifetstasi Seiring waktu, edema 1. Hematuria (Terlihat atau
Klinis semakin meluas, dengan terdeteksi pada
pembentukan asites, efusi urinalisis).
pleura, dan edema genital. 2. Edema (pada tingkat
Anorexia, iritabilitas, nyeri yang lebih rendah
perut, dan diare sering dibandingkan dengan
terjadi. Hipertensi dan sindrom nefrotik).
hematuria jarang ditemukan. 3. Gejala uremik (misalnya
Differensial diagnosis untuk nafsu makan berkurang,
anak dengan edema adalah kelelahan, pruritus,
penyakit hari, penyakit mual.
jantung kongenital. 4. Hipertensi
Glomerulonephritis akut atau 5. Oliguria (<300mls /
kronis, dan malnutrisi hari).
protein.10 6. Ektima
7. Faringitis.16

Edema Terjadi akibat proteiunuria Terjadi akibat proteinuria


masif dan terjadinya edema ringan dan sering ditemukan
anasarka.17 edema pada periorbital dan
ekstermitas.16
Hipoalbuminemia Penurunan tekanan onkotik Proteinuria ringan.16
koloid plasma intravaskuler,
keadaan ini menyeybabkan
terjadi ekstravasasi cairan
menembus dinding kapiler
dari ruang intravaskuler ke
ruang interstitial yang
menyebabkan edema.17
Urinalisis Proteinuria masif ++ / >40, Gross hematuria (Seperti
3+ atau 4+ dipstick, warna cola), red blood cell

37
mg/jam/m2,, lipiduria, bisa >5, leukosituria, proteinuria
terjadi hematuria.17 <3,5 g.16
Hipertensi Dapat ditemukan normal / Sering ditemukan (Tekanan
meningkat, hipertensi dapat darah >95 persentil
dijumpai pada semua tipe menurut umur) pada
sindrom nefrotik.18 50% penderita.18
Hiperlipidemia Hiperlipidemia terjadi Tidak ditemukan
penurunan tekanan onkotik, peningkatan kadar lipid
disertai pula oleh penurunan darah.16
akti:itas degradasi degradasi
lemak karena hilangnya
hilangnya α-glikoprotein
sebagai perangsang lipase.17
Pemeriksaan 1. Proteinuria masif 1. Proteinuria ringan.
Penujang (>40mg/m2). 2. Hematuria makroskopis
2. Hipoalbuminemia (<2,5 / mikroskopis
g/dl). 3. Uji serologi (ASTO
3. Hiperkolestrolemia meningkat, C3 menurun
(>200 mg/dl). dengan kadar 20-40
4. Kadar ureum dan mg/dL).
kreatinin umumnya 4. Hipergamaglobulinemia
normal kecuali ada terutama IgG.
penurunan fungsi 5. Anti DNA-ase beta dan
ginjal.17 properdin meningkat.16
Fungsi Ginjal Fungsi ginjal baik dan Peningkatan Ureum
penurunan fungsi ginjal baik Kreatinin.18
dan penurunan fungsi ginjal
fungsi ginjal yang ter/ermin
dari peningkatan kreatinin
serum biasanya terjadi pada
sindrom nefrotik dari tipe
histologik.18

38
Prognosis 1. Untuk pasien dengan Prognosis sindrom nefritik
perubahan bergantung pada etiologi
minimal change yang mendasari dan usia
pathology, pasien. Biasanya, anak-anak
prognosisnya sangat mengalami
baik, dengan sebagian glomerulonefritis akut
besar pasien mengalami sembuh sendiri, dan
remisi setelah prognosisnya baik. Orang
pengobatan dewasa biasanya memiliki
kortikosteroid. 85 hingga perjalanan penyakit yang
90% pasien responsif kronis. Penyakit ini tidak
terhadap steroid dan teratasi pada 20 sampai 74%
dapat kambuh sehingga orang dewasa. Pada pasien
berisiko mengalami ini, gangguan fungsi ginjal
toksisitas steroid, infeksi berlanjut dan akan
sistemik, dan komplikasi menyebabkan gagal ginjal
lainnya.17 kronis.16
2. Untuk pasien dengan
glomerulosklerosis fokal-
segmental, prognosisnya
serius. Umumnya akan
berkembang menjadi
penyakit ginjal stadium
akhir yang membutuhkan
dialisis dan transplantasi
ginjal.17

39
DAFTAR PUSTAKA

1. Kerlin BA, Ayoob A, Smoyer WE. Epidemiology and Pathophysiology of


Nephrotic Syndrome Associated Thromboembolic Disease. Clin J Am Soc
Nephrol. 2012; 7(3): 513–520.
2. McCloskey O, Maxwell AP.2017. Diagnosis and management of nephrotic
syndrome. Practitioner. ;261(1801):11-5.
3. Charles,K. 2009. Nephrotic Syndrome in Adults: Diagnosis and Management.
American Academy of Family Physician, 80(10):1129-1134, 1136.
4. Tapia C, Bashir K. 2020 Nephrotic Syndrome. In: StatPearls. Treasure Island
(FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470444/
5. Floege J. 2015. Introduction to glomerular disease: clinical presentations. In:
Johnson RJ, Feehally J, Floege J, eds. Comprehensive Clinical Nephrology.
5th ed Philadelphia: Elsevier
6. Nishi et al. 2015. Evidence-based clinical practice guidelines for nephrotic
syndrome 2014. Clin Exp Nephrol. 20: 342–370.
7. PPK PAPDI. 2015. Penatalaksanaan Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta.
8. UKK IDAI. 2012. Konsensus Tata Laksana Sindrom Nefrotik Idiopatik pada
Anak. Jakarta.
9. Koedner, C. 2016. Diagnosis and Management of Nephrotic Syndrome in
Adults. American Academy of Family Physician, 93(6):479-485.
10. Wang CS, Greenbaum LA. 2019. Nephrotic Syndrome. Pediatr Clin North
Am.;66(1):73-85. doi: 10.1016/j.pcl.2018.08.006. PMID: 30454752

40

Anda mungkin juga menyukai