Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN KASUS

RDS ec Sepsis ec Pneumonia

Referat ini dibuat untuk melengkapi persyaratan mengikuti Kepaniteraan Klinik

Senior di Bagian Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Haji Medan

Pembimbing :

dr. Hj. Rita Anggraini, Sp. A

Disusun Oleh :

Iftiana Zulfardani (102121093)

Deviansi Barapadang (102121070)

Elmera Gracia Siritoitet (102121075)

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BATAM

RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul” RSD
ec Sepsis ec Pneumonia”.
Referat ini dibuat dengan maksud dan tujuan untuk memenuhi penilaian
pada kepaniteraan klinik Departemen Ilmu Kesehatan Anak di Rumah Sakit
Umum Haji Medan. Penyusunan referat ini terselesaikan atas bantuan dari banyak
pihak yang turut membantu terselesaikannya laporan ini. Untuk itu, dalam
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada dr. Hj. Rita Anggraini, Sp. A selaku pembimbing dan seluruh teman-
teman kepaniteraan klinik Bagian Departemen Ilmu Kesehatan Anak atas
kerjasamanya selama penyusunan laporan ini.
Semoga referat ini dapat bermanfaat baik bagi penulis sendiri, pembaca
maupun bagi semua pihak-pihak yang berkepentingan.

Medan, Desember 2022

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN............................................................................................................i
KATA PENGANTAR.........................................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................iii
BAB I....................................................................................................................................1
PENDAHULUAN................................................................................................................1
BAB II...................................................................................................................................3
LAPORAN KASUS.............................................................................................................3
BAB III...............................................................................................................................12
TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................................12
3.1 SEPSIS.......................................................................................................................12
3.1.1 DEFINISI...............................................................................................................12
3.1.2 EPIDEMIOLOGI...............................................................................................12
3.1.3 ETIOLOGI..........................................................................................................13
3.1.4 PENEGAKAN DIAGNOSIS.............................................................................13
3.1.5 TATALAKSANA................................................................................................17
BAB III............................................................................................................................25
PENUTUP.......................................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pneumonia adalah bentuk infeksi saluran pernapasan akut yang

mempengaruhi paru-paru. Paru-paru terdiri dari kantung-kantung kecil

yang disebut alveoli, yang diisi dengan udara ketika orang yang sehat

bernafas. Ketika seorang individu memiliki pneumonia, alveoli diisi

dengan nanah dan cairan, yang membuat bernapas menyakitkan dan

membatasi asupan oksigen.

Pneumonia merupakan faktor penyebab kematian terbesar pada anak-

anak di seluruh dunia, dengan kasus kematian sebesar 920.136 pada anak-

anak di bawah usia 5 tahun (tahun 2015), angka ini menyumbang 16% dari

semua kematian anak-anak di bawah lima tahun.

Banyak faktor risiko yang meningkatkan angka kejadian pneumonia

yaitu bayi kurang dari 2 bulan, berat badan lahir rendah, tidak mendapat

ASI eksklusif, polusi udara, kepadatan tempat tinggal, imunisasi yang

tidak memadai, dan defisiensi vitamin A. Dalam laporan WHO disebutkan

bahwa hampir 90% kematian balita terjadi di negara berkembang dan lebih

dari 40% disebabkan diare dan infeksi saluran pernapasan akut

(pneumonia), yang dapat dicegah dengan ASI eksklusif.

Pneumonia disebabkan oleh sejumlah agen infeksi, termasuk virus,

bakteri, dan jamur. Sebagian besar anak-anak yang sehat dapat melawan

infeksi dengan pertahanan alami mereka, anak-anak yang sistem

kekebalannya terganggu memiliki risiko lebih tinggi terkena pneumonia.


Sistem imun seorang anak mungkin dilemahkan oleh kekurangan gizi,

terutama pada bayi yang tidak disusui secara eksklusif.

Air Susu Ibu (ASI) eksklusif adalah pemberian ASI saja, termasuk

kolostrum tanpa tambahan apapun sejak lahir, dengan kata lain pemberian

susu formula, air matang, air gula, air teh, dan madu untuk bayi baru lahir

serta makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur

nasi, dan tim tidak dibenarkan. ASI adalah makanan ideal bagi bayi,

menyediakan nutrisi yang mereka butuhkan untuk perkembangan yang

sehat dan memberikan antibodi terhadap penyakit anak yang umum seperti

diare dan pneumonia, dua penyebab utama kematian anak di Indonesia.

1.2 Tujuan

Penulisan paper ini bertujuan untuk mempelajari kasus

bronkopneumoni dengan berlandasan teori guna dapat memahami,

mengenali gejala, mengobati sehingga dapat mengoptimalisasi

kemampuan dan pelayanan dalam mengatasi pasien.

2
3

BAB II
LAPORAN KASUS

STATUS PASIEN
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN SUMATERA UTARA

3.1 IDENTITAS PASIEN


 Nama : Muhammad Rasyad

 Jenis Kelamin : Laki - laki

 Usia : 0 Tahun 1 Bulan 4 hari

 Tanggal lahir : 13 Oktober 2022

Alamat : Jl. Hakim Gbuntu NO. 3 Medan


Area
 Agama : Islam

 Suku Bangsa : WNI

 No RM : 367293

 Tanggal Masuk RS : 17 November 2022 (23:45 WIB)

 Ruangan : Nicu

3.2 ANAMNESIS

Keluhan Utama : Sesak


Telaah :
Pasien datang dibawa oleh orang tuanya ke RS Haji Medan dengan
keluhan sesak sejak 1 hari ini sebelum masuk rumah sakit. Keluhan lain yang
dirasakan adalah batuk berdahak sejak 1 minggu ini. Selain batuk, keluhan
demam juga dirasakan oleh pasien yang bersifat hilang timbul sudah 1 minggu
ini. Keluhan Mual (-) dan muntah (-). BAB dan BAK dalam batas normal.
Riwayat Penyakit Dahulu : Tidak Ada
Riwayat Penyakit Keluarga : Diabetes (Nenek)

Riwayat Pengobatan : Tidak Ada


Riwayat Kehamilan : Ibu rutin kontrol secara teratur ke dokter selama
kehamilan. Anak ke 4 dari 4 bersaudara
Riwayat Kelahiran : Os lahir lebih bulan secara normal ditolong oleh
Bidan ,segera menangis, BBL : 3400 gram, PBL :
50 cm
Riwayat Imunisasi : Hepatitis B, BCG, Polio
Riwayat Tumbuh Kembang : Tumbuh kembang baik, sesuai dengan usia

3.3 PEMERIKSAAN FISIK


A. Keadaan umum
Kesan Sakit : Tampak sakit sedang
Sesorium : Compos mentis
Kuantitatif : GCS 15 (E= 4, V= 5, M= 6)
HR : 130 x / menit
RR : 70 x / menit
Temperatur : 37,8 °C
SpO2 : 90 %

B. Data Antropometri
Berat Badan : 4,3 kg
Panjang Badan : 54 cm

C. Status Gizi
BB/Umur : Diantara -2 SD sampai +2 SD : BB Cukup
TB/Umur : -2 SD sampai +3 SD : Normal
BB/TB : Diantara -2 SD sampai +3 SD : Gizi Baik

4
D. STATUS
GENERALIS Kepala
- Bentuk : Normocephpali, Simetris, Deformitas (-)
- Rambut : Warna hitam, terdistribusi merata, tidak mudah dicabut
- Wajah : Simetris, pucat (-), ikterik (-), petekie (-
- Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-), Refleks
Cahaya (+/+), Pupil isokor (+/+), Mata cekung (-/-)
- Hidung : DBN, sekret (-/-), Pernapasan cuping Hidung (+)
- Telinga : DBN, tidak ada serumen, nyeri tekan (-)
- Mulut : DBN, bibir kering (+), sianosis (-)
- Lidah : Lidah kotor (-)
Leher
- Kelenjar Getah Bening : Tidak teraba membesar
- Massa : Tidak ada
- Pembesaran Tiroid : Tidak teraba membesar
Thoraks
 Paru
Inspeksi : Simetris kanan dan kiri,retraksi (+)
Palpasi : Fremitus kanan dan kiri

Perkusi : Sonor di kedua lapang paru


Auskultasi : Vesikuler (+/+), Ronkhi halus (+/+), Wheezing (-/-)
 Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : BJ I-II regular , murmur (-), gallop (-)
 Abdomen
Inspeksi : Simetris, Soepel
Auskultasi : Bising usus (+) Normal
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani di keempat kuadran abdomen

 Ekstremitas : Akral hangat, Capillary Refill Time < 2”, edema (-)
 Genitalia : Laki – laki , DBN
 Anus/Rectum : Tidak dilakukan pemeriksaan

5
3.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium (18/11/2022)

Hematologi
No. Pemeriksaan Hasil Normal Satuan
Darah Lengkap
1. Hemoglobin 12.8 11.7-15.5 gr/dl
2. Hematokrit 36.4 37-45 %
3. Leukosit 18.70 4-11 ribu/mm3
4. Trombosit 227 150-440 ribu/mm3
5. Eritrosit 3.85 4.00-5.00 juta/uL
6. PDW 16.5 9.0-13.0 fL
7. RDW-CV 16.7 11.5-14.5 %
8. MPV 9.2 7.2-11.1 fL
9. PCT 0.209 0.150-0.400 %
Index Eritrosit
1. MCV 95 80-100 fl
2. MCH 33 26-34 pg
3. MCHC 35 32-36 g/dL
Hitung Jenis Leukosit
1. Basofil 0 0-1 %
2. Eosinofil 0 1-3 %
3. Neutrofil Segmen 62 50-70 %
4. Limfosit 21 20-45 %
5. Monosit 17 4-8 %
Jumlah total sel
1. Total Lymphosit 3.85 0.58-4.47 ribu/uL
2. Total Basofil 0.00 0-0.1 ribu/uL
3. Total Monosit 3.21 0.17-1.22 ribu/uL
4. Total Eosinofil 0.06 0-0.61 ribu/uL
5. Total Neutrofil 11.6 1.88-7.82 ribu/uL
Imunoserologi
1. HbBsAg Negatif Negatif
2. HIV Non Reaktif Non Reaktif
3. Swab Antigen Covid 19 Negatif Negatif
4. CRP Kuantitatif 47.3 0-10
Elektrolit
1 Natrium (Na) 127 135-155 mg/dL
2 Kalium (K) 4.40 3.3-4.9 mg/dL
3 Klorida (Cl) 82.00 96-113 mg/dL
KIMIA KLINIK
Analisa Gas Darah
1 pH 7.372 7.34-7.44
2 PO2 60.0 83-108 mmHg
3 PCO2 40.0 27-108 mmHg
4 HCO3 22.4 21-25 mmol/L
5 BEecf -2.5 (-) 2.0-(+)3.0 mmol/L
6 O2 Saturasi (SO2) 90.0 95-98 %
Karbohidrat
1 Glukosa Darah Adrandom 120 <200 mg/dL

6
Pemeriksaan Foto Radiologi Tanpa Kontras (18/11/2022)

Foto Thoraks AP Supine :

- Cor : Besar dan bentuk kesan normal

- Pulmo : tampa konsilidasi di supra-parahilar


kanan, infiltrat di paracardial kanan kiri, tampak
penebalan fissura minor

- Sinus phrenicocostalis kanan kiri tampak baik

- Soft tissue tampak baik

- Tulang-tulang tampak baik.

Kesan : Pneumonia ( mohon korelasi klinis dan lab)

3.5 RESUME

Pasien datang dibawa oleh orang tuanya ke RS Haji Medan dengan keluhan sesak
sejak 1 hari ini sebelum masuk rumah sakit. Keluhan lain yang dirasakan adalah batuk
berdahak sejak 1 minggu ini. Selain batuk, keluhan demam juga dirasakan oleh pasien
yang bersifat hilang timbul sudah 1 minggu ini. Keluhan Mual (-) dan muntah (-). BAB
dan BAK dalam batas normal.

Pada Pemeriksaan Fisik ditemukan :


Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Kuantitatif : GCS 15 (E= 4, V= 5, M= 6)
HR : 130 x / menit
RR : 70 x / menit
Temperatur : 37,8 °c

SpO2 : 97 %

Status Gizi : Ditemukan hasil BB cukup dan gizi baik

Status Generalis : Pada pemeriksaan kepala ditemukan


ukuran kepala yang normocephali. Pada
pemeriksaan thorax, inspeksi didapatkan
fusiformis, simetris kanan dan kiri,
Fremitus kanan sama dengan kiri, perkusi
sonor dikedua lapang paru, auskultasi

7
vesikuler (+/+), rhonki halus(+/+),
wheezing (-/-).
Status Neurologis : GCS E4V5M6, Dalam batas normal
Pemeriksaan Laboratorium : Ditemukan penurunan pada
Hematokrit, Eritrosit, Eusinofil, Natrium
(Na), Klorida (Cl), PO2, Beecf, 02 Saturasi
(SO2). Peningkatan pada Leukosit, PDW,
RDW-CV, Monosit, Total Monosit, Total
Neutrofil, CRP Kuantitatif
Pemeriksaan Foto Radiologi Tanpa Kontras : Foto Thoraks AP Supine Kondisi foto cukup.
Cor : besar dan bentuk normal pulmo : tampa
konsolidasi di supra-parahilar kanan, infitrat di
paracardial kanan kiri, tampak penebalan fissura minor,
sinus phrenicocostalis kanan kiri tajam, trachea tampak
ditengah, hemidiafragma kanan kiri tampak baik, soft
tissue tampak baik, tulang-tulang tampak baik.

Kesan : Pneumonia (mohon korelasi klinis dan lab)


3.6 DIAGNOSA BANDING

1. RDS ec Sepsis ec Pneumonia

2. RDS ec Sepsis ec Bronkitis

3. RDS ec Sepsis ec Tbc


3.7 DIAGNOSIS KERJA

RDS ec Sepsis ec Pneumonia

3.8 PENATALAKSANAAN
Terapi IGD :
● IVFD NaCL 0,9 % 4 : 1 → 10 gtt/i (Micro)
● Nebul ventolin ½ resp
● Inj Dexametason ½ am
● Pasang OGT

Advice Terapi dr. Rita, Sp.A


 IVFD NaCL 0,9 % 50 cc habisa dalam 1 jam selanjutnya diganti dengan 4:1 20
gtt(mikro)
 Inj. Cefotaxim 250 mg/8 jam
8
 Inj. Dexametason 1,5 mg/12 jam
 Inj. Ranitidine 4ml/12 jam
 Setelah BAK Amitasin 70ml habis dalam 8 jam kemudian 350 ml/8 jam
 CPAP Peep 6, Fio2 25%
 Minum Susu 10 cc/3 jam

 Nebul combivent ½ resp / 8 jam

9
Follow Up

Tanggal S O A P

17/11/2022  Sesak (+), retraksi HR :125x/I RDS ec Pneumonia  IVFD NaCl 0.9 % 50cc
(+), batuk (+) RR :68x/i dalam 1 jam selanjutnya
T :37ºC 4:1 20gtt/i (Mikro)
SpO2 : 98%  CPAP fio2: 25 PEEP : 6
 Inj. Cefotaxim 250
BB: 4,5 kg mg/8jam
TB: 54 cm  BAK (+), Amikasin 70mg
selanjutnya 35 mg/8jam
 Ranitidine 4 mg/12 jam
 Dexametason 1,5 mg/12
jam
 Susu 10 cc/3 jam
 Nebul ventolin ½ resp /8
jam

18/11/2022 Batuk (+), sesak(+), HR : 125x/I RDS ec Pneumonia  Nebul combivent s/s
retraksi (+), RR : 35x/i ventolin ½ resp/12 jam
terpasang CPAP T : 36 ºC  Inj Amonisteril 6 % 6 gtt/i
dengan Fio2n: 25 % SpO2 : 98%  Diet susu : 10-20cc/3jam
PEEP : 6 Periksa
 Cek darah, CRV, KGD,
Elektrolit, Agda, kultur
19/11/2022 Sesak (+), retraksi HR : 145x/I RDS ec Pneumonia  IVFD NaCl 3 %
(+), secret dijalan RR : 50x/i selanjutnya 2 cc/jam
nafas(+), gelisah (+), T : 36,6ºC (selama 24 jam)selanjtnya
lemas (+), terpasang SpO2 : 96% NS 8 gtt/i
02 NRM 6L/i  Aminosteril 5 gtt/i
 Terapi lain lanjutkan
20/11/2022 Ku stabil, menangis HR : 148/I RDS ec Pneumonia  Infus NS : 8 gtt/i
(+), sesak (+), RR : 48x/i  Amonisteril 5gtt/i
retraksi (+) T : 37ºC  Lakukan sacsion secara
SpO2 : 96% berkala
 Diet asi/pasi 30 cc/3 jam
 Periksa Darah Ulang
21/11/2022 Ku stabil, sesak HR :129x/I RDS ec Pneumonia  Infus NS 8 gtt/i
menurun, retraksi RR :40x/i  Aminosteril 5 gtt/i
menurun T : 37ºC  Diet asi/pasi 60 cc/3 jam
SpO2 :96% (coba oral)
 Cek elektrolit ulang

22/11/2022 Ku stabil, batuk (+), HR :138x/I RDS ec Pneumonia  IVFD NS 12 gtt/i


sesak menurun, RR :42x/i  Inj cefotaxim 250mg/8jam
menghisap kuat, T : 36,5ºC  Amikasin 75 mg/8 jam
gerak aktif SpO2 :99%  Inj ranitidine 4 mg/12 jam
 Dexametason 1,5 mg/12
jam
 Nebul Ventolin s/s ½ / 12
jam
 Nistatin 3x0,3 cc
 Diet asi/pasi 60 cc
Pindah ruangan

10
23/11/2022 Sesak menurun, HR :130x/I RDS ec Pneumonia  IVFD NS 12 gtt/i
batuk (+) RR :40x/i  Inj cefotaxim 250mg/8jam
T : 36,5ºC  Amikasin 75 mg/8 jam
SpO2 :99%  Inj ranitidine 4 mg/12 jam
 Dexametason 1,5 mg/12
jam
 Nebul Ventolin s/s ½ / 12
jam
 Nistatin 3x0,3 cc
 Diet asi/pasi 60 cc
 Periksa Darah Ulang
24/11/2022 Batuk berkurang HR :129x/I RDS ec Pneumonia  Nebul Ventolin s/s ½ / 12
RR :38x/i jam
T : 36,4ºC  Boleh pulang.
SpO2 :99%

11
12

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 SEPSIS
3.1.1 DEFINISI
Sepsis adalah disfungsi organ yang mengancam kehidupan (lift-threatening
organ dysfunction) yang disebabkan oleh disregulasi imun terhadap infeksi.
Sepsis dan syok septik merupakan salah satu penyebab morbilitas dan
mortalitas (50-60%) anak yang dirawat diruang rawat inap dan ruang rawat intensif.
Angka kematian lebih tinggi pada anak dengan imunodefisiensi.1-3
Diagnosis sepsis dengan menggunakan definisi tahun 2001 pada Surviving
Sepsis campaign (SSC) terlalu sensitif (sensitivitas 96,9%) dan kurang spesifik
(spesifik 58,3%). Sehingga mengakibatkan tingginya resistensi antibiotika, serta
tingginya penggunaan antibiotika, sarana dan prasarana.
Untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas sepsis, serta ketidaktepatan
penggunaan antibiotika, sarana, dan prasarana, perlu disusun suatu panduan nasional
praktek klinis sepsis pada bayi dan anak diindonesia sesuai dengan fasilitas kesehatan
yang tersedia.
3.1.2 EPIDEMIOLOGI
Insiden sepsis lebih tinggi pada kelompok neonatus dan bayi 1-18 tahun (9,7 versus
0,23 kasus per 1000 anak). Pasien sepsis berat, sebagian besar berasal dari infeksi saluran
nafas (36-42%), bakteremia, dan infeksi saluran kemih. Di unit perawatan intensif anak
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), sejumlah 19,3% dari 502 pasien anak yang
dirawat mengalami sepsis dengan angka mortalitas 54%.6 Sepsis berat lebih sering
dialami anak dengan komorbiditas yang mengakibatkan penurunan sistem imunitas
seperti keganasan, transplantasi, penyakit respirasi kronis dan defek jantung bawaan.1,2,7
Penelitian Sepsis Prevalence Outcomes and Therapies (SPROUT) pada tahun 2015
mengumpulkan data PICU dari 26 negara, memperoleh data penurunan prevalensi global
sepsis berat (Case Fatality Rate) dari 10,3% menjadi 8,9% (95%IK; 7,6-8,9%). Usia
rerata penderita sepsis berat 3,0 tahun (0,7-11,0), infeksi terbanyak terdapat pada sistem
respirasi (40%) dan 67% kasus mengalami disfungsi multi organ. Angka kematian selama
perawatan di rumah sakit sebesar 25% dan tidak terdapat perbedaan mortalitas antara
PICU di negara berkembang dan negara maju.8
3.1.3 ETIOLOGI
Sepsis disebabkan oleh respon imun yang dipicu oleh infeksi. 3,5 Bakteri merupakan
penyebab infeksi yang paling sering, tetapi dapat pula berasal dari jamur, virus, atau
parasit.3 Respon imun terhadap bakteri dapat menyebabkan disfungsi organ atau sepsis
dan syok septik dengan angka mortalitas relatif tinggi. Organ tersering yang merupakan
infeksi primer, adalah paru-paru, otak, saluran kemih, kulit, dan abdomen. Faktor risiko
terjadinya sepsis antara lain usia sangat muda, kelemahan sistem imun seperti pada
pasien keganasan dan diabetes melitus, trauma, atau luka bakar mayor. 9,10
Mikroorganisme patogen penyebab sepsis, sangat tergantung pada usia dan respons tubuh
terhadap infeksi itu sendiri (tabel 1).2,7
Table 1. Mikroorganisme pathogen penyebab sepsis pada anak sesuai usia
Bayi dan anak di komunitas
 Streptococcus pneumonia merupakan penyebab utama infeksi bakterial invasif
 Neisseria meningitidis
 Staphylococcus aureus dan Streptokokus grup A, pada anak sehat
 Haemophilus influenzae tipe B
 Bordetella pertussis (terutama pada bayi sebelum vaksinasi dasar lengkap)
Bayi dan anak di rumah sakit
 Sesuai pola kuman di rumah sakit
 Coagulase-negative Staphylococcus (akibat kateter vaskular)
 Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA)
 Organisme gram negatif: Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella, E.coli, dan
Acinetobacter sp
Asplenia fungsional/asplenik
 Sepsis Salmonella (Salmonella osteomyelitis pada penyakit sickle cell)
 Organisme berkapsul: Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenzae
Organisme lain • Jamur (spesies Candida dan Aspergillus) dan virus (influenza,
respiratory syncytial virus, human metapneumovirus, varicella dan herpes simplex
virus)

3.1.4 PENEGAKAN DIAGNOSIS


Diagnosis sepsis ditegakkan berdasarkan adanya:
(1) Infeksi, meliputi
(a) faktor predisposisi infeksi,
(b) tanda atau bukti infeksi yang sedang berlangsung,

13
(c) respon inflamasi; dan
(2) tanda disfungsi/gagal organ.

Pasien curiga infeksi

Warning signs Tidak Tidak Observasi, evaluasi


disfungsi organ Masih curiga sepsis ulang kemungkinan
sepsis
Ya
Ya

Skor PELOD-2 ≥11


(atau ≥7 untuk RS
tipe B-C) Observasi, evaluasi
ulang kemungkinan
Tidak sepsis
Ya
Sepsis

Gambar 1. Alur penegakan diagnosis sepsis

a) Infeksi
Kecurigaan infeksi didasarkan pada predisposisi infeksi, tanda infeksi, dan reaksi
inflamasi. Faktor-faktor predisposisi infeksi, meliputi: faktor genetik, usia, status nutrisi,
status imunisasi, komorbiditas (asplenia, penyakit kronis, transplantasi, keganasan,
kelainan bawaan), dan riwayat terapi (steroid, antibiotika, tindakan invasif).
Tanda infeksi berdasarkan pemeriksaan klinis dan laboratoris. Secara klinis ditandai
oleh demam atau hipotermia, atau adanya fokus infeksi. Secara laboratoris, digunakan
penanda (biomarker) infeksi: pemeriksaan darah tepi (lekosit, trombosit, rasio
netrofil:limfosit, shift to the left), pemeriksaan morfologi darah tepi (granula toksik,
Dohle body, dan vakuola dalam sitoplasma), c-reactive protein (CRP), dan prokalsitonin.
Sepsis memerlukan pembuktian adanya mikroorganisme yang dapat dilakukan melalui
pemeriksaan apus Gram, hasil kultur (biakan), atau polymerase chain reaction (PCR).
Pencarian fokus infeksi lebih lanjut dilakukan dengan pemeriksan analisis urin, feses

14
rutin, lumbal pungsi, dan pencitraan sesuai indikasi. Secara klinis respon inflamasi terdiri
dari:
1. Demam (suhu inti >38,5°C atau suhu aksila >37,9°C) atau hipotermia (suhu inti
<36oC)
2. Takikardia: rerata denyut jantung di atas normal sesuai usia tanpa adanya stimulus
eksternal, obat kronis, atau nyeri; atau peningkatan denyut jantung yang tidak
dapat dijelaskan lebih dari 0,5 sampai 4 jam (lampiran 1)
3. Bradikardia (pada anak <1 tahun): rerata denyut jantung di bawah normal sesuai
usia tanpa adanya stimulus vagal eksternal, beta-blocker, atau penyakit jantung
kongenital; atau penurunan denyut jantung yang tidak dapat dijelaskan selama
lebih dari 0,5 jam (lampiran 1)
4. Takipneu: rerata frekuensi nafas di atas normal (lampiran 1)

Secara laboratoris, respon inflamasi berdasarkan pada jumlah leukosit, CRP,


transaminase serum, dan prokalsitonin (tabel 2).13
Table 2. Penanda biologis infeksi.13
Penanda kegunaan Keterbatasan Cut-off Validitas
biologis
Leukosit  Diagnosis Keterbatasan: 0 hr–1 mgg : Sensitivitas:
untuk infeksi tidak spesifik >34.000/ mm3 57,6%
dan sepsis untuk 1 mgg-1 bln : Spesifitas: 53,5%
menunjukkan >19.500 atau PPV: 55,2%
infeksi <5.000/mm3 NPV: 55,7%
2-5 thn : >15.500
atau <6000/mm3
6-12thn: >13.500
atau <4.500/mm3
13-18 thn: >11.000
atau <4/500/mm3
Limfosit  Limfopenia Keterbatasan: <1300/ul Sensitivitas:
menunjukkan dapat 73,9% Spesifitas:
diagnosis menurun pada 57,6% PPV:
bakteremia infeksi virus, 63,6%
penyakit NPV: 68,8%
kritis, atau
malnutrisi
Rasio  Peningkatan Keterbatasan: >10 Sensitivitas:
netrofil : rasio dapat 77,2% Spesifitas:
limfosit menunjukka menurun pada 63,0% PPV:
infeksi virus, 67,6%

15
n diagnosis penyakit NPV: 73,4%
bakteremia kritis, atau
malnutrisi
C-reactive  Diagnosis Keterbatasan: 1,56-110 mg/L Sensitivitas: 43-
protein untuk infeksi kinetik 90%
(CRP) dan sepsis lambat, tidak (infeksi); 31-82%
 Menentukan spesifik untuk (sepsis)
derajat menunjukkan Spesifitas: 33-
keparahan infeksi 88% PPV: 31-
infeksi (meningkat 100%
pada keadaan NPV: 81-97%
inflamasi)
Prokalsitonin  Diagnosis Keterbatasan: 0,3–8,05 ng/ml Sensitivitas: 74,8-
(PCT) dini sepsis dapat 100% Spesifitas:
 Faktor meningkat 70-100% PPV:
prognostik pada penyakit 55-100% NPV:
(indikator non-infeksi 56,3-100%
perbaikan (trauma berat,
sepsis) pasca henti
 Menentukan jantung,
lama pembedahan,
pemberian karsinoma
antibiotika tiroid
medular,
penyakit
autoimun)
PCT + CRP  Membedakan Belum ada Bakteri: CRP >10
infeksi penelitian mg/L; PCT >0,3
bakteri, virus, klinis ng/mL Jamur: CRP
dan jamur 10-100 mg/L; PCT
0,3-2 ng/mL Virus:
CRP

16
b) Kecurigaan disfungsi organ
Kecurigaan disfungsi organ (warning signs) bila ditemukan
salah satu dari 3 tanda klinis: penurunan kesadaran (metode AVPU),
gangguan kardiovaskular (penurunan kualitas nadi, perfusi perifer,
atau tekanan arterial rerata), atau gangguan respirasi (peningkatan
atau penurunan work of breathing, sianosis) 5.3
c) Kriteria disfungsi organ
Disfungsi organ meliputi disfungsi sistem kardiovaskular,
respirasi, hematologis, sistem saraf pusat, dan hepatik. Disfungsi
organ ditegakkan berdasarkan skor PELOD-2. Diagnosis sepsis
ditegakkan bila skor ≥11 (atau ≥7).

3.1.5 TATALAKSANA
A. Tatalaksana Infeksi
1) Antibiotik
Pemilihan jenis antibiotika empirik sesuai dengan dugaan
etiologi infeksi, diagnosis kerja, usia, dan predisposisi penyakit.
Apabila penyebab sepsis belum jelas, antibiotik diberikan dalam 1
jam pertama sejak diduga sepsis, dengan sebelumnya dilakukan
pemeriksaan kultur darah. Upaya awal terapi sepsis adalah dengan
menggunakan antibiotika tunggal berspektrum luas. Setelah bakteri
penyebab diketahui, terapi antibiotika definitif diberikan sesuai pola
kepekaan kuman.
Prinsip Penggunaan Antibiotik Empirik pada Sepsis dengan Penyebab
yang Belum Diketahui
Prinsip utama paradigma terapi empiris
o Berikan pilihan antibiotik pertama secara efektif dan tepat
o Dasarkan pemilihan antibiotik, baik empiris maupun bertarget,
pada pengetahuan pola kepekaan lokal (antibiogram lokal)
o Optimalkan dosis dan rute pemberian antibiotik
o Berikan antibiotik tunggal, spektrum luas dengan durasi sesingkat

17
mungkin
DAN
o Sesuaikan atau hentikan terapi antibiotik sedini mungkin untuk
mengurangi kemungkinan resistensi (de-eskalasi)
2) Antibiotika Kombinasi
Apabila antibiotika diberikan kombinasi, harus dipertimbangkan
kondisi klinis, usia, kemungkinan etiologi dan tempat terjadi infeksi,
mikroorganisme penyebab, pola kuman di RS, predisposisi pasien,
dan efek farmakologi dinamik serta kinetik obat.
Pilihan Kombinasi Antibiotik Empiris untuk sepsis anak dengan
penyebab belum diketahui

Extended-spectrum penicillin + aminoglikosida


Sefalosporin generasi ketiga atau keempat + aminoglikosida +
vankomisin Karbapenem + aminoglikosida + vankomisin
 ampisilin-sulbaktam menjadi pilihan pertama extended-
spectrum penicil- lin dalam terapi sepsis
 floroquinolon dapat menggantikan aminoglikosida pada
semua regimen di atas
 Sefalosporin generasi ketiga seftriakson tidak boleh
digunakan ketika di- curigai atau terbukti adanya
Pseudomonas
Catatan:
 Perhitungkan efek samping dan toksisitas obat dari pemberian
antibiotik kombinasi. Selanjutnya dilakukan evaluasi dan
keputusan untuk melakukan deekskalasi
 Kebutuhan dosis antibiotik dapat disesuaikan untuk sepsis karena
farmakodinamik dan farmakokinetik berbagai antimikroba dapat
berubah pada pasien kritis sehingga dosis biasa mungkin tidak
adequat.
 Disfungsi organ, terutama ginjal, hemodialisis/hemofiltrasi, dapat
mempengaruhi distribusi dan klirens antibiotik, sehingga
membutuhkan penyesuaian dosis.

18
3) Anti jamur
Pasien dengan predisposisi infeksi jamur sistemik (skor Kandida
≥3 dan kadar prokalsitonin >1,3 ng/mL) memerlukan terapi anti-
jamur. Penggunaan anti- jamur pada sepsis disesuaikan dengan data
sensitivitas lokal. Bila tidak ada data, dapat diberikan lini pertama
berupa: amphotericin B atau flukonazol, sedangkan lini kedua adalah
mycafungin.
B. Tatalaksana Disfungsi Organ
1) Pernafasan
Tata laksana pernapasan meliputi: pembebasan jalan napas (non-
invasif dan invasif ) dan pemberian suplemen oksigen.
Langkah pertama resusitasi adalah pembebasan jalan nafas sesuai
dengan tatalaksana bantuan hidup dasar. Selanjutnya pasien
diberikan suplemen oksigen, awalnya dengan aliran dan konsentrasi
tinggi melalui masker. Oksigen harus dititrasi sesuai dengan pulse
oximetry dengan tujuan kebutuhan saturasi oksigen >92%. Bila
didapatkan tanda-tanda gagal nafas perlu dilakukan segera intubasi
endotrakeal dan selanjutnya ventilasi mekanik di ruang perawatan
intensif. Penggunaan obat- obatan anestesi untuk induksi disarankan
dengan menggunakan ketamin dan rokuronium, dan menghindari
etomidate karena berkaitan dengan supresi adrenal.15 Pipa
endotrakeal dengan balon (cuff) direkomendasikan pada pasien
sindrom distress pernapasan akut (pediatric acute respiratory distress
syndrome, PARDS) yang menggunakan ventilasi mekanik
konvensional. Pada pasien PARDS yang menggunakan high-
frequency osscilatory ventilation (HFOV), direkomendasikan
menggunakan pipa endotrakeal dengan sedikit kebocoran untuk
meningkatkan ventilasi atau pembuangan CO2.
2) Ventilasi Non-invasif
 Ventilasi tekanan positif non-invasif dapat digunakan sebagai
pilihan awal pada pasien sepsis dengan risiko PARDS atau
mengalami imuno- defisiensi; dan tidak direkomendasikan untuk

19
pasien PARDS berat.
 Masker oronasal atau full facial merupakan alat yang
direkomendasi- kan, namun harus disertai dengan pengawasan
terhadap komplikasi, yaitu: pengelupasan kulit, distensi lambung,
barotrauma, atau kon- jungtivitis.
 Gas pada ventilasi non-invasif harus dilembabkan dan
dihangatkan (heated humidification).
 Intubasi harus segera dilakukan bila pasien dengan ventilasi non-
inva- sif tidak menunjukkan tanda perbaikan atau mengalami
perburukan.
 Untuk menjamin sinkronisasi pasien-ventilator, dapat diberikan
sedasi kepada pasien.
3) Ventilasi Mekanik Invasif
 Indikasi ventilasi mekanik pada pasien sepsis adalah gagal napas
atau disfungsi organ lain (gangguan sirkulasi dan penurunan
kesadaran)
 Modus ventilasi mekanik dapat manggunakan volume controlled
venti- lation (VCV), pressure-controlled ventilation (PCV), atau
pressure-con- trolled dengan volume target.
 Tidal volume tidak boleh melebihi 10 ml/kg predicted body
weight (PBW).
 Bila tidak ada pengukuran tekanan transpulmonal,
direkomendasikan Pplateau maksimal 28 cmH2O; atau 29-32
cmH2O pada kasus yang disertai penurunan komplians dinding
dada
 Untuk memperbaiki oksigenasi, diperlukan titrasi PEEP. Tidak
ada bukti metode terbaik untuk mengatur PEEP optimal, namun
harus memperhatikan keseimbangan antara hemodinamik dan
oksigenasi.
 Target oksigenasi 92-97% pada PEEP optimal <10 cmH2O, atau
88- 92% pada PEEP optimal ≥10 cmH2O.
 Pada PARDS sedang-berat direkomendasikan permissive

20
hypercapnea dengan mempertahankan pH 7,15-7,30
 Pasien yang gagal mencapai oksigenasi dan ventilasi optimal
dengan Pplateau >28 cmH2O pada ventilasi mekanik
konvensional, serta ti- dak ada bukti penurunan komplians
dinding dada, dapat beralih pada terapi high frequency osscilation
ventilation (HFOV) atau extracorporeal membrane oxygenation
(ECMO).

4) Resusitasi cairan dan tatalaksana hemodinamik


Tata laksana hemodinamik meliputi: akses vaskular secara cepat,
resusitasi cairan, dan pemberian obat-obatan vasoaktif. Resusitasi
cairan harus memperhatikan aspek fluid-responsiveness dan
menghindari kelebihan cairan >15% per hari.
Akses vaskular harus segera dipasang dalam waktu singkat
melalui akses vena perifer atau intraosseus. Jenis cairan yang
diberikan adalah kristaloid atau koloid. Cairan diberikan dengan
bolus sebanyak 20 ml/kg selama 5-10 menit, menggunakan push and
pull atau pressure bag technique. Pemberian cairan dapat diulang
dengan menilai respon terhadap cairan (fluid-responsiveness), yaitu
menggunakan:
 Fluid challenge
 Passive leg raising (kenaikan cardiac index ≥10%)
 Ultrasonografi
 Pengukuran diameter vena cava inferior
 Ultrasound Cardiac Output Monitoring (USCOM): stroke volume
variation (SVV) ≥30%
 Arterial waveform: Systolic pressure variation (SVV) atau Pulse
pressure variation (PPV) ≥13%
 Pulse contour analysis: stroke volume variation (SVV) ≥13%

Resusitasi cairan dihentikan bila target resusitasi tercapai atau


bila terjadi refrakter cairan. Bila tidak tersedia alat pemantauan

21
hemodinamik canggih, resusitasi cairan dihentikan bila telah
didapatkan tanda-tanda kelebihan cairan (takipneu, ronki, irama
Gallop, atau hepatomegali). Namun perlu diingat bahwa gejala ini
merupakan tanda lambat refrakter cairan.
Bila pasien mengalami refrakter cairan, perlu diberikan obat-
obatan vasoaktif sesuai dengan profil hemodinamik. Pemberian obat-
obatan vasoaktif memerlukan akses vena sentral. Pemasangan pada
anak dapat dilakukan di vena jugularis interna, vena subklavia, atau
vena femoralis. Panduan penggunaan obat vasoaktif tergantung pada
tipe syok. Syok dingin adalah syok yang ditandai ekstremitas dingin
akibat vasokonstriksi perifer, sedangkan syok hangat adalah syok
yang ditandai ekstremitas hangat akibat vasodilatasi perifer.
Tahap lanjut dari resusitasi cairan adalah terapi cairan rumatan.
Penghitungan cairan rumatan saat awal adalah menggunakan
formula Holliday-Segar. Pencatatan jumlah cairan yang masuk dan
keluar dilakukan setiap 4-6 jam dengan tujuan mencegah terjadinya
kondisi hipovolemia atau hipervolemia (fluid overload) >15%.

5) Tranfusi Darah
 Transfusi packed red cell
Transfusi packed red cell (PRC) diberikan berdasarkan saturasi
vena cava superior (ScvO2) <70% atau Hb <7 g/dL. Pada pasien
dengan hemodinamik tidak stabil dan ScvO2 <70%, disarankan
tercapai kadar hemoglobin >10 g/dL. Setelah syok teratasi, kadar
Hb <7 g/dL dapat digunakan sebagai ambang transfusi.
 Transfusi konsentrat trombosit
Transfusi trombosit diberikan pada pasien sepsis sebagai
profilaksis atau terapi, dengan kriteria sebagai berikut:
 Profilaksis diberikan pada kadar trombosit <10.000/mm3
tanpa perda- rahan aktif, atau kadar <20.000 /mm3 dengan
risiko bermakna perda- rahan aktif. Bila pasien akan
menjalani pembedahan atau prosedur invasif, kadar

22
trombosit dianjurkan >50.000/mm3.
 Terapi diberikan pada kadar trombosit <100.000/mm3
dengan perda- rahan aktif.
 Transfusi Plasma
Tranfusi plasma beku segar (fresh frozen plasma, FFP) diberikan
pada pasien sepsis yang mengalami gangguan purpura trombotik,
antara lain: koagulasi intravaskular menyeluruh (disseminated
intravascular coagulation, DIC), secondary thrombotic
microangiopathy, dan thrombotic thrombocytopenic purpur.
6) Kortikosteroid

Hidrokortison suksinat 50 mg/m2/hari diindikasikan untuk pasien


syok refrakter katekolamin atau terdapat tanda-tanda insufisiensi
adrenal.
7) Kontrol Glikemik
Gula darah dipertahankan 50-180 mg/dL. Bila gula darah >180
mg/dL, glucose infusion rate (GIR) diturunkan sampai 5
mg/kg/menit. Bila gula darah >180 mg/dL, dengan GIR 5
mg/kg/menit, GIR dipertahankan dan titrasi rapid acting insulin
0,05-0,1 IU/kg.
8) Nutrisi
Nutrisi diberikan setelah respirasi dan hemodinamik stabil,
diutamakan secara enteral dengan kebutuhan fase akut 57
kCal/kg/hari dan protein 60% dari total kebutuhan protein (0-2
tahun: 2-3 g/kg/hari; 2-3 tahun: 1,5-2 g/kg/hari; 3-18 tahun: 1,5
g/kg/hari).
C. Tindak Lanjut
1) Evaluasi Penggunaan Antibiotika dan Anti-Jamur
Pemberian antibiotika dan anti-jamur dievaluasi berkala secara klinis
dan laboratoris (lekosit, granula toksik, Dohle body, vakuola
sitoplasma, rasio netrofil:limfosit, perubahan kadar CRP, dan
prokalsitonin). Prinsip penggunaan antibiotik dan anti-jamur empirik
adalah melakukan deeskalasi apabila etiologi sepsis telah diketahui

23
dan terdapat perbaikan klinis.
2) Evaluasi Disfungsi Organ dan Prognosis
Perbaikan disfungsi organ dan prognosis dinilai dengan skor PELOD
2 dan prokalsitonin, menggunakan panduan derajat keparahan
penyakit:
 Derajat ringan: skor PELOD2 nilai 0-3 dan kadar PCT 0,5-
1,99 ng/ml
 Derajat sedang: skor PELOD2 nilai >3-9 dan kadar PCT 2,0-
9,99 ng/ ml
 Derajat berat: skor PELOD2 nilai >9 dan kadar PCT 10
ng/ml

24
25

BAB IV

PENUTUP

4.2 KESIMPULAN
1. Sepsis merupakan respon sistemik pejamu
terhadap infeksi dimana patogen atau toksin
dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga
terjadi aktivasi proses inflamasi.
2. Dari hasil kultur darah ditemukan bakteri dan
jamur 20-40% kasus dari sepsis. Bakteri gram
negatif dan gram positif merupakan 70% dari
penyebab infeksi sepsis berat dan sisanya jamur
atau gabungan beberapa mikroorganisme.
3. Tanda dan gejala sepsis adalah normo-atau
hipotermia, tidak ada demam paling sering terjadi
pada neonatus, pada pasien lansia, dan pada orang
dengan uremia atau alkoholisme (Munford, 2008).
Pasien dalam fase awal sepsis sering mengalami
cemas, demam, takikardi, dan takipnea
(Dasenbrook & Merlo, 2008). Tanda-tanda dari
sepsis sangat bervariasi. Berdasarkan studi,
demam (70%), syok (40%), hipotermia (4%),
ruam makulopapular, petekie, nodular, vesikular
dengan nekrosis sentral (70% dengan
meningococcemia), dan artritis (8%). Gejala
ringan, takikardia dan takipnea menjadi satu-
satunya petunjuk
4. Tes diagnostik digunakan untuk mengidentifikasi
jenis dan lokasi infeksi dan juga menentukan
tingkat keparahan infeksi untuk membantu dalam
memfokuskan terapi (Shapiro et.al,2010). Bila
26

pasien mengalami penurunan kesadaran, sebelum


evaluasi diagnostik dimulai lakukan penilaian
awal dari pasien yang sakit perhatikan jalan nafas
(perlu untuk intubasi), pernapasan (laju
pernafasan, gangguan pernapasan, denyut nadi),
sirkulasi (denyut jantung, tekanan darah, tekanan
vena jugularis, perfusi kulit), dan inisiasi cepat
resusitasi (Russell, 2012). Kemudian dilakukan
anamnesis riwayat penyakit dan juga beberapa
pemeriksaan fisik untuk mencari etiologi sepsis.
5. Penatalaksanaan pada pasien sepsis dapat dibagi
menjadi:
a. Nonfarmakologi, dengan mempertahankan oksigenasi ke jaringan
b. Sepsis Akut, dengan menjaga tekanan darah dengan memberikan
resusitasi cairan IV dan vasopressor
c. Sepsis kronis, dengan terapi antibiotik minimal selama 2 minggu.

4.2 SARAN

Sepsis merupakan suatu penyakit yang menjadi penyebab morbiditas


dan mortalitas di masyarakat. Banyak penderita yang meninggal setiap
harinya karena kejadian ini. Maka dari itu untuk pasien yang telah
mengalami tanda dan gejala yang menyerupai penyakit ini ada baiknya
pasien harus segera melakukan tes diagnostik untuk memastikan terkena
atau tidaknya penyakit tersebut. Dan jika pasien positif terkena sepsis,
pasien wajib diberikan terapi pengobatan sesuai dengan tipe sepsisnya.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Randolph AG, McCulloh RJ. Pediatric sepsis: important considerations for


diagnosing and managing severe infections in infants, children, and
adolescents.Virulence 2014;5:179-89.
2. Plunkett A, Tong J. Sepsis in children. BMJ 2015;350:h3017.
3. Watson RS, Carcillo JA. Scope and epidemiology of pediatric sepsis.
PediatrCrit Care Med 2005;6:S3-S5.
4. Vincent J-L, Opal SM, Marshall JC, Tracey KJ. Sepsis definitions: time
forchange. Lancet 2013;381:774-5.
5. Mayr FB, Yende S, Angus DC. Epidemiology of severe sepsis. Virulence
2014;5:4-11.
6. Buku Ajar Respirologi Anak Edisi Pertama Ikatan Dokter Anak Indonesia (2008)
Buku Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia (2009).
7. Darmowandowo, W. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan
Anak.Surabaya: RSU Dokter Soetomo; 2008. h. 98-101.
8. Departemen Kesehatan RI.. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2008.
Departemen Kesehatan RI, Jakarta. 2009.
9. Pedoman Diagnosa Dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Anak.
Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat/ Rsud Ulin
Banjarmasin (2012)
10. Rampengan, N, H. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak Edisi 2. Jakarta:
EGC; 2008. h. 46-64.
11. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2018). Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian RI tahun 2018.
12. Sudoyo, Aru W. dkk.. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi V.
Jakarta: Interna Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. 2008.
13. S u p r a p t o N, Karyanti MR. Kapita Selekta Kedokteran Edisi
IV Jilid I. Tifoid. Jakarta: Media Aescaliptus; 2014. h. 74-75.

28

Anda mungkin juga menyukai