Anda di halaman 1dari 45

Laporan Kasus

DIARE AKUT + DEHIDRASI RINGAN SEDANG + ANEMIA

Disusun Oleh:
dr. Bianca Dwinta Daryanto

Pembimbing:
dr. H. Hamdan, M.M

Narasumber
dr. Reizkiana Feva Kosmah Dewi, Sp.A

LAPORAN KASUS DOKTER INTERNSHIP


RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH
BANDUNG
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Laporan Kasus :


DIARE AKUT + DEHIDRASI RINGAN SEDANG + ANEMIA

Oleh:
dr. Bianca Dwinta Daryanto

Dengan ini menyatakan bahwa laporan kasus telah dibuat oleh nama yang
disebutkan diatas, telah diperiksa dan direvisi secara lengkap dan memuaskan,
sehingga dapat diajukan sebagai tugas untuk memenuhi persyaratan Internship
periode tahun 2021

Bandung, 25 Juli 2021


Dokter Penanggung Jawab Pelayanan

dr. Reizkiana Feva Kosmah Dewi, Sp.A


Pendamping I

dr. H. Hamdan Agus Hakim, MM.


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..............................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................ii
KATA PENGANTAR..........................................................................................iii
DAFTAR ISI........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
BAB II STATUS PEDIATRIK……………………………………...………...2
BAB III TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................10
BAB IV ANALISIS KASUS..............................................................................38
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................41

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara


berkembang, terutama Indonesia, merupakan salah satu penyebab kematian dan
kesakitan tertinggi pada anak, terutama usia dibawah 5 tahun. 1,2 Perkiraan
konservatif menempatkan angka kematian global penyakit diare sekitar 2 juta
kematian pertahun (1,7 juta-2,5 juta kematian), merupakan peringkat ketiga
diantara semua penyebab kematian penyakit menular di seluruh dunia.2
Berdasarkan hasil Rikesdas (2013) period prevalen diare di Indoneisa pada
Riskesdas 2013 (3,5%) lebih kecil dari Riskesdas 2007 (9,0%). Penurunan period
prevalen yang tinggi ini dimungkinkan karena waktu pengambilan sampel yang
tidak sama antara 2007 dan 2013.6
Terdapat banyak penyebab diare akut pada anak. Pada sebagian besar
kasus penyebanya adalah infeksi akut intestinum yang disebabkan oleh virus,
bakteri atau parasit, akan tetapi berbagai penyakit lain juga dapat menyebabkan
diare akut, termasuk sindroma malabsorbsi. Diare karena virus umunya bersifat
self limiting, sehingga aspek terpenting yang harus diperhatikan adalah mencegah
terjadinya dehidrasi yang menjadi penyebab utama kematian dan menjamin nutrisi
untuk mencegah diare.1
Penanganan diare akut ditujukan untuk mencegah/menanggulangi dehidrasi
serta gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basa, kemungkinan terjadinya
intolerasi, mengobati kausa diare yang spesifik, mencegah dan menanggulangi
gangguan gizi serta mengobati penyakit penyerta. Pemakaian cairan rehidrasi oral
secara umum efektif dalam mengkoreksi dehidrasi. Pemberian cairan intravena
diperlukan jika terdapat kegagalan oleh karena tingginya frekuensi diare, muntah
yang tak terkontrol dan terganggunya masukan oral oleh karena infeksi.
Penanganan menggunakan antibiotika yang spesifik dan antiparasit telah banyak
digunakan untuk mengobati penyakit.6

1
BAB II
LAPORAN KASUS

A. IDENTIFIKASI
Nama : An. MAK
Umur / Tanggal Lahir : 1 tahun 8 bulan / 19 November 2019
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Nama Ayah : Tn. A
Nama Ibu : Ny. D
Alamat : Ciburuy, Bandung Barat, Padalarang
Suku Bangsa : Sunda
MRS : 20 Juli 2021

B. ANAMNESA
(alloanamnesis dengan ibu penderita, 20 Juli 2021, pukul 20.00 WIB)
Keluhan Utama : BAB mencret
Keluhan Tambahan : Mual dan muntah disertai penurunan nafsu makan
Riwayat Perjalanan Penyakit
Sejak 5 hari SMRS, pasien BAB cair >3x dalam sehari, air>ampas,
darah tidak ada, lendir (+), warna feses kuning, volume tiap BAB ± ¼ gelas
belimbing. Keluhan juga disertai mual dan muntah 3x, isi yang dimakan dan
diminum, tidak menyemprot, volume tiap muntah ± ¼ - ½ gelas belimbing
setiap makan. Ibu pasien juga mengeluh anaknya demam sejak BAB mencret,
demam dirasa terus-menerus dan menurun apabila setelah konsumsi
paracetamol. Nafsu makan menurun, namun pasien masih mau minum. Pasien
tampak lemas, namun masih bisa bermain. Ibu pasien juga mengeluh anaknya
mengalami penurunan berat badan, berat badan sebelumnya 8.9 kg, saat ini
berat badan 8.5kg

2
Pasien dibawa berobat ke klinik, dan diberikan obat cefixime syr 2x1
sendok obat, domperidone 2x1 sendok obat dan paracetamol 3x1 sendok obat,
keluhan demam berkurang, tetapi masih mual (+) muntah (+) BAB cair.
Sejak 4 jam SMRS pasien tampak lemas, kurang bergerak aktif tetapi
pasien tampak rewel, pasien juga tampak haus, masih mau minum, demam (-).
Kemudian orang tua pasien membawanya berobat ke IGD RS Muhammadiyah
Bandung

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama disangkal.
Riwayat alergi obat-obatan atau makanan tertentu disangkal.
Riwayat penggantian susu formula sebelumnya disangkal.

Riwayat Status Ekonomi


Ayah penderita bekerja sebagai pegawai swasta, dengan penghasilan Rp.
4.000.000/bulan. Ibu penderita bekerja sebagai pegawai swasta dengan
penghasilan 3.500.000/bulan. Keluarga penderita menanggung 1 orang anak.
Kesan: Riwayat sosial ekonomi mengengah

Riwayat Sanitasi Lingkungan


Air minum: Penderita dan keluarganya mengkonsumsi air minum galon
baru.
Jamban: Keluarga menggunakan septic tank di rumah
Makanan: Keluarga sebelum memberi makan dirumah selalu menjaga
kebersihan dengan cuci tangan, serta mencuci piring, gelas dan botol susu
sebelum memberikan makanan dirumah.
Memasak: Ibu penderita jarang masak dirumah, dan lebih sering membeli
makanan diluar

3
Riwayat Penyakit Dalam Keluarga
Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama dalam keluarga disangkal.

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran


Masa kehamilan : Cukup bulan
Partus : Spontan
Ditolong oleh : Bidan
Tanggal : 19 November 2021
Berat badan lahir : 3000 gram
Panjang badan lahir: 47 cm
Keadaan saat lahir : Langsung menangis

Riwayat Makan
ASI : 0 – 6 bulan
Susu Formula : 6 bulan- sekarang
Bubur susu : 6 bulan sampai sekarang
Nasi tim : tidak diberikan
Nasi : 12 bulan sampai sekarang

Riwayat Perkembangan
Tengkurap : 4 bulan
Duduk : 6 bulan
Berdiri : 9 bulan
Berjalan : 10 bulan
Kesan : Perkembangan motorik sesuai usia

4
Riwayat Imunisasi
IMUNISASI DASAR ULANGAN
Umur Umur Umur Umur
BCG 1 bln
DPT 1 2 bln DPT 2 3 bln DPT 3 4 bln
HEPATITIS 2 bln HEPATITIS 3 bln HEPATITI 4 bln
B1 B2 SB3
Hib 1 2 bln Hib 2 2 bln Hib 3 2 bln
POLIO 1 1 bln POLIO 2 2 bln POLIO 3 3 bln
CAMPAK 9 bln POLIO 4 4 bln

KESAN : Imunisasi dasar sesuai usia

C. PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal pemeriksaan: 20 Juli 2021
Keadaan Umum
Kesadaran : Kompos mentis
Nadi : 125 x/menit, reguler, isi dan tegangan: cukup
Pernapasan : 32 x/menit
Suhu : 36,5 °c
Berat Badan Aktual : 8.9 kg
Berat Badan Sekarang: 8.5 kg
Tinggi Badan : 77 cm
Status Gizi :
BB/U : -2 SD (Gizi Baik)
TB/U : -2 s/d 0 SD (Normal)
BB/TB : -1 SD (Normal)
Kesan : Gizi Baik
Keadaan Spesifik
 Kepala
Bentuk : Normosefali, simetris.

5
Rambut : Hitam, lurus, tidak mudah dicabut.
Mata : Cekung (-/-), air mata (+/+), pupil bulat isokor ø3mm,
reflek cahaya +/+, konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-),
Hidung : Sekret (-), napas cuping hidung (-).
Telinga : Sekret (-).
Mulut : Mukosa mulut dan bibir kering, lidah tampak kering, sianosis
(-), cheilitis (-)
stomatitis (-), atropi papil (-)

Tenggorokan : Faring hiperemis (-), uvula ditengah, tonsil T1-T1, detritus


(-), kripta (-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
 Thorak
Paru-paru
 Inspeksi : Statis, dinamis simetris, retraksi -/-
 Auskultasi : Vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-).
 Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri
 Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Jantung
 Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
 Auskultasi : HR: 125 x/menit, irama reguler, BJ I-II normal,
murmur
(-), gallop (-)
 Palpasi : Ictus cordis tidak teraba, Thrill tidak teraba
 Perkusi : Batas atas jantung linea parasternal ICS II, batas kiri
jantung ICS VI 1 jari medial dari linea axillaris
anterior sinistra, dan batas kanan jantung ICS V linea
parasternalis dextra.
Abdomen
 Inspeksi : Datar
 Auskultasi : Bising usus (+) normal

6
 Palpasi : Lemas, hepar dan lien tidak teraba, turgot kulit
normal, nyeri tekan (-)
 Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)
Lipat paha dan genitalia : Pembesaran KGB (-),eritema perianal (-),
prolapse ani (-)
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2 detik, sianosis (-), edema
(-)

Status Neurologis
 Fungsi motorik
Pemeriksaan Tungkai Tungkai Lengan Lengan
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Luas Luas Luas Luas
Kekuatan +5 +5 +5 +5
Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni
Klonus - -
Reflek fisiologis + normal + normal + normal + normal
Reflek patologis - - - -
 Fungsi sensorik : Dalam batas normal
 Fungsi nervi craniales : Dalam batas normal
 GRM : Kaku kuduk tidak ada
 Refleks Primitif
- Refleks Moro :-
- Refleks Rooting – Sucking : -
- Refleks Babinski :-
- Refleks Palmar Grasp :-
- Refleks Plantar Grasp :-
- Refleks Tonick Neck :-
- Refleks Parasute :+
D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

7
Pemeriksaan Penunjang Darah (20/07/2021)
 Hb : 10.9 g/dl
 WBC : 6.3 x 103/mm3
 PLT : 413 x 103 /µL
 DC : 0/2/2/34/48/14
 GDS : 65 mg/dL
 Antigen SARS-COV-2 : Negatif

D. DIAGNOSIS BANDING
 Diare Akut e.c disentri + dehidrasi ringan sedang + anemia
 Diare Akut e.c non disentri + dehidrasi ringan sedang + anemia

E. DIAGNOSIS KERJA
Diare akut e.c disentri + dehidrasi ringan sedang + anemia

F. PENATALAKSANAAN
 IVFD RL 100 cc selama 4 jam, selanjutnya gtt 12 x/m mikro
 Ondansentron 3x1 mg IV
 Sanmol drop 4x1 ml bila demam >38 derajat
 Liprolac 1x1 sachet
 Interzink 1x1 cth
 Edukasi
 Monitoring tanda-tanda vital dan dehidrasi

G. RENCANA PEMERIKSAAN
Pemeriksaan kultur feses.
H. PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
Quo ad sanationam : bonam

8
I. FOLLOW UP
Tanggal Keterangan
21-07-2019 S : Keluhan : BAB cair 3x, Muntah (-), demam (-)
O : Sense : CM
N : 144x/menit RR : 36x/menit T : 36.8oC
Kulit : turgor normal
Kepala : UUB cekung (-), mata cekung (-), air mata
+/+, mukosa bibir kering (-)
Thoraks : simetris, retraksi (-)
Pulmo : vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Cor : HR = 144x/menit, BJ I dan II normal,
murmur (-), gallop (-)
Abdomen : cembung, lemas, BU (+) meningkat,
hepar/lien tidak teraba, cubitan kulit perut
kembali cepat
Ekstremitas : akral dingin tidak ada, CRT <3detik

Hasil pemeriksaan feses


 Warna : Kuning
 Konsistensi : Lembek
 Lendir : (+)
 Leukosit :4-8/lpb
 Eritrosit : 0-1/lpb
 Amuba :-
 Cysta :-
 Amylum :-
 Lemak : (+)
 Telur Cacing : (-)

9
A : Diare akut e.c disentri + dehidrasi ringan sedang+ anemia

P:
 IVFD RL gtt 12 x/m mikro
 Metronidazole 3x1 sendok makan
 Ondansentron 3x1 mg IV
 Sanmol drop 4x1 ml bila demam >38 derajat P.O
 Liprolac 1x1 sachet
 Zink 1x1 sendok makan P.O

10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Definisi
Diare akut adalah buang air besar (defekasi) dengan feses cair atau lembek
dengan/tanpa lender atau darah, dengan frekuensi 3 kali atauebih sehari,
berlangsung kurang dari 14 hari, kurang dari 4 episode/bulan. 5 Menurut WHO,
diare adalah buang air besar encer lebih dari 3x sehari baik disertai lendir dan
darah maupun tidak.2 Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih
dari 3 kali per hari, disertai dengan perubahan konsitensi tinja menjadi cair dengan
atau tanpa lendir dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu.2

3.1.1. Epidemiologi
Berdasarkan survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2011, proporsi terbesar
penderita diare pada balita adalah kelompok umur 6-11 bulan yaitu sebesar
21,65% lalu kelompok umur 12-17 bulan sebesar 14,43%, kelompok umur 24-29
bulan sebesar 12,37%. Hal ini merupakan masalah kesehatan yang perlu
diperhatikan terutama diare yang umumnya diderita oleh bayi dan balita dapat
menjadi penyumbang kematianterbesar. Faktor higenitas dan sanitasi lingkungan,
kesadaran orang tua untuk berperilaku hidup bersih dan sehat serta pemberian ASI
menjadi faktor yang penting dalam menurunkan angka kesakitan diare pada bayi.6
Data dari WHO 2017 dikatakan bahwa kematian akibat diare terjadi pada
525.000 anak di bawah 5 tahun. Menurut hasil Riskesdas 2007 di Indonesia
diperoleh bahwa diare masih merupakan penyebab kematian bayi yang terbanyak
yaitu 42% dibanding pneumonia 24%, untuk golongan 1-4 tahun penyebab
kematian karena diare 25,2% dibanding pneumonia 15,5%. 1 Dari daftar urutan
penyebab kunjungan Puskesmas/ Balai pengobatan, diare termasuk dalam
kelompok 3 penyebab utama ke puskesmas. Angka kesakitannya adalah sekitar
200-400 kejadian diare diantara 1000 penduduk setiap tahunnya. Dengan
demikian di Indonesia diperkirakan ditemukan penderita diare sekitar 60 juta

11
kejadian setiap tahunnya, sebagian besar (70-80%) dari penderita ini adalah anak
dibawah umur 5 tahun (+ 40 juta kematian).3

3.1.2. Cara Penularan dan Faktor Risiko


Cara penularan diare umumnya melalui cara fekal-oral yaitu melalui
makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung
tangan dengan penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita.
Faktor risiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara lain tidak
memberikan ASI secara penuh untuk 4-6 bulan pertama kehidupan bayi, tidak
memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja, kurangnya sarana
keberihan (MCK), kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk, penyiapan dan
penyimpanan makanan yang tidak higienis dan cara penyapihan yang tidak baik.
Selain hal- hal tersebut, beberapa faktor pada penderita dapat meningkatkan
kecenderungan untuk terjangkit diare antara lain: gizi buruk, imunodefisiensi,
berkurangnya keasaman lambung, menurunnya motilitas usus, menderita campak
dalam 4 minggu terakhir dan faktor genetik.1
3.1.3. Etiologi

Penyebab diare akut pada anak secara garis besar dapat disebabkan oleh
gastroenteritis, keracunan makanan, dan infeksi sistemik. Penyebab utama oleh
virus yaitu Rotavirus (40 – 60%) sedangkan virus lainya ialah virus Norwalk,
Astrovirus, Cacivirus, Coronavirus, Minirotavirus. Bakteri yang dapat
menyebabkan diare adalah Aeromonas hydrophilia, Bacillus cereus,
Compylobacter jejuni, Clostridium defficile, Clostridium perfringens, E. coli,
Pleisiomonas, Shigelloides, Salmonella spp., Staphylococcus aureus, Vibrio
cholerae dan Yersinia enterocolitica. Sedangkan penyebab diare oleh parasit
adalah Balantidium coli, Capillaria phiplippinensis, Cryptosporodium, Entamoba
hystolitica, Giardia lambdia, Isospora billi, Fasiolopsis buski, Sarcocystis
suihominis, Strongiloides stercorlis, dan Trichuris trichiura. 3,4

12
Di negara berkembang, kuman patogen penyebab penting diare akut pada anak-
anak yaitu Rotavirus, Escherichia coli, Shigella, Campylobacter jejuni, dan
Cryptosporidium
A) Rotavirus.
Rotavirus pertama kali ditemukan oleh Bishop (1973) di Australia pada
biopsi duodenum penderita diare dengan menggunakan mikroskop elektron.
Ternyata kemudian Rotavirus ditemukan di seluruh dunia sebagai penyebab
diare akut yang paling sering, terutama pada bayi dan anak usia 6-24 bulan. Di
Indonesia, berdasarkan penelitian di beberapa Rumah Sakit di Jakarta,
Yogyakarta, dan Bandung berkisar 40-60% diare akut disebabkan oleh
Rotavirus.
Akibat infeksi Rotavirus ini pada usus terjadi kerusakan sel epitel
mukosa usus, infeksi sel-sel radang pada lamina propia, pemendekan jonjot
usus, pembengkakan mitokondria, dan bentuk mikrovili (brush border) yang
tidak teratur. Sebagai akibat dari semua ini adalah terjadinya gangguan
absorpsi cairan/elektrolit pada usus halus dan juga akan terjadi gangguan
pencernaan (digesti) dari makanan terutama karbohidrat karena defisiensi
enzim disakaridase akibat kerusakan epitel mukosa usus tadi.

B) Escherichia coli.
E. coli menyebabkan sekitar 25% diare di negara berkembang dan juga
merupakan penyebab diare kedua setelah Rotavirus pada bayi dan anak. Pada
saat ini telah dikenal 5 golongan E.coli yang dapat menyebabkan diare, yaitu
ETEC (Enteropathogenic Escherichia Coli), EPEC (Enteropathogenic
Eschericia Coli), EIEC (Enteroinvasive Eschericia Coli), EAEC
(Enteroadherent Escherichia Coli), dan EHEC (Enterohemorrhagic
Escherichia Coli).3
ETEC merupakan penyebab utama diare dehidrasi di negara berkembang.
Transmisinya melalui makanan dan minuman yang telah terkontaminasi. Pada
ETEC dikenal 2 faktor virulen, yaitu 1) faktor kolonisasi, yang menyebabkan
ETEC dapat melekat pada sel epitel usus halus (enterosit) dan 2) enterotoksin.

13
Gen untuk faktor kolonisasi dan enterotoksin terdapat dalam plasmid, yang
dapat ditransmisikan ke bakteri E. coli lain. Terdapat 2 macam toksin yang
dihasilkan oleh ETEC, yaitu toksin yang tidak tahan panas (heat labile toxin =
LT) dan toksin yang tahan panas (heat stable toxin = ST). Toksin LT
menyebabkan diare dengan jalan merangsang aktivitas enzim adenil siklase
seperti halnya toksin kolera sehingga akan meningkatkan akumulasi cAMP,
sedangkan toksin ST melalui enzim guanil siklase yang akan meningkatkan
akumulasi cGMP. Baik cAMP maupun cGMP akan menyebabkan
perangsangan sekresi cairan ke lumen usus sehingga terjadi diare. Bakteri
ETEC dapat menghasilkan LT saja, ST saja atau kedua-duanya. ETEC tidak
menyebabkan kerusakan rambut getar (mikrovili) atau menembus mukosa usus
halus (invasif). Diare biasanya berlangsung terbatas antara 3-5 hari, tetapi
dapat juga lebih lama (menetap, persisten).4
EPEC dapat menyebabkan diare berair disertai muntah dan panas pada
bayi dan anak dibawah usia 2 tahun. Di dalam usus, bakteri ini membentuk
koloni yang melekat pada mukosa usus, akan tetapi tidak mampu menembus
dinding usus. Melekatnya bakteri ini pada mukosa usus karena adanya plasmid.
Bakteri ini cepat berkembang biak dengan membentuk toksin yang melekat
erat pada mukosa usus sehingga timbul diare pada bayi dan sering
menimbulkan prolong diarrhea terutama bagi mereka yang tidak minum ASI.
EIEC biasanya apatogen, tetapi sering pula menyebabkan KLB diare
karena keracunan makanan. Secara biokimiawi dan serologis, bakteri ini
menyerupai Shigella spp., dapat menembus mukosa usus halus, berkembang
biak di dalam kolonosit (sel epitel kolon) dan menyebabkan disentri basiler.
Dalam tinja penderita, sering ditemukan eritrosit dan leukosit.3
EAEC merupakan golongan E. coli yang mampu melekat dengan kuat
pada mukosa usus halus dan menyebabkan perubahan morfologis. Diduga
bakteri ini mengeluarkan sitotoksin yang dapat menyebabkan diare berair
sampai lebih dari 7 hari (prolonged diarrhea).3
EHEC merupakan E.coli serotipe 0157:H7, yang dikenal dapat
menyebabkan kolitis hemoragik. Transmisinya melalui makanan, berupa

14
daging yang dimasak kurang matang. Diare disertai darah dan sakit perut hebat
(kolik, kram). EHEC menghasilkan sitotoksin yang dapat menyebabkan edema
dan perdarahan usus besar.3

C) Shigella spp.
Infeksi Shigella bisa asimptomatik atau menimbulkan gejala seperti
disentri hebat disertai dengan demam, kejang, tenesmus ani, dan tinja yang
berlendir dan berdarah. Golongan Shigella yang sering menyerang manusia di
daerah tropis adalah Shigella dysentri dan Shigella flexnori..3
Patogenesis terjadinya diare oleh Shigella spp. ini adalah karena
kemampuannya menginvasi epitel sel mukosa usus. Shigella spp. berkembang
biak dan mengeluarkan leksotoksin yang merusak sel (sitotoksin). Daerah yang
sering diserang adalah bagian terminal dari ileum dan kolon. Akibat invasi dari
bakteri ini, terjadi infiltrasi sel-sel PMN dan kerusakan sel epitel mukosa
sehingga timbul ulkus kecil-kecil di daerah invasi, yang menyebabkan sel-sel
darah merah, plasma protein, sel darah putih, masuk ke dalam lumen usus dan
akhirnya keluar bersama tinja.3

D) Campylobacter jejuni.
C. jejuni merupakan penyebab 5-10% diare di dunia. Di Indonesia,
prevalensinya sekitar 5,3%. Selain diare yang disertai dengan lendir dan darah,
juga terdapat gejala sakit perut disekitar pusat, yang kemudian menjalar ke
kanan bawah dan rasa nyerinya menetap di tempat tersebut (seperti pada
apendisitis akut). C. jejuni mengeluarkan 2 macam toksin yaitu sitotoksin dan
toksin LT.3
Tempat infeksi yang paling sering dari C. jejuni ini adalah jejenum,
ileum, dan colon. Terdapat kelainan pada mukosa usus, peradangan, edema,
pembesaran kelenjar limfe mesenterium dan adanya cairan bebas di cavum
peritoneum akibat infeksi bakteri ini. Jonjot usus halus juga ditemukan
memendek dan melebar. Ileum mengalami nekrosis hemoragik karena invasi
bakteri ke dinding usus sehingga pada tinja dapat ditemukan adanya darah dan
sel-sel radang.3

15
E) Cryptosporodium.
Cryptosporodium merupakan golongan Coccidium yang sering
menyebabkan diare pada manusia yang menderita imunodefisiensi, misalnya
pada penderita AIDS. Di negara berkembang Cryptosporodium merupakan 4-
11% penyebab diare pada anak. Penularan melalui oral-fekal dan biasanya
bersifat akut. Agen ini akan merusak mukosa usus dengan melekat pada
mikrovilus enterosit, sehingga terjadi gangguan absorpsi makanan.

Sebuah studi tentang diare akut yang terjadi karena infeksi pada anak di
bawah 3 tahun di Cina, India, Meksiko, Myanmar, Burma dan Pakistan,
menyatakan bahwa hanya tiga agen yang secara konsisten atau secara pokok
ditemukan meningkat pada anak penderita diare. Agen ini adalah Rotavirus,
Shigella spp. dan E. Coli enterotoksigenik. Rotavirus merupakan penyebab diare
akut yang paling sering diidentifikasi pada anak dalam komunitas tropis dan iklim
sedang.4 Diare dapat disebabkan oleh alergi atau intoleransi makanan tertentu
seperti susu, produk susu, makanan asing terdapat individu tertentu yang pedas
atau tidak sesuai kondisi usus. Dapat pula disebabkan oleh keracunan makanan
dan bahan-bahan kimia. Beberapa macam obat, terutama antibiotika dapat juga
menjadi penyebab diare. Antibiotika akan menekan flora normal usus sehingga
organisme yang tidak biasa atau yang kebal antibiotika akan berkembang
bebas.12,15 Di samping itu sifat farmakokinetik dari obat itu sendiri juga memegang
peranan penting. Diare juga berhubungan dengan penyakit lain misalnya malaria,
schistosomiasis, campak atau pada infeksi sistemik lainnya misalnya, pneumonia,
radang tenggorokan, dan otitis media.2,4

3.1.4. Patofisiologi
Secara umum, diare disebabkan karena 2 hal, yaitu gangguan pada proses
absorbsi atau pada proses sekresi. Diare akibat gangguan absorpsi yaitu volume
cairan yang berada di kolon lebih besar daripada kapasitas absorbsi. Terdapat
gangguan pada usus halus atau kolon yang mengakibatkan terjadinya penurunan

16
pada proses absorpsi atau peningkatan proses sekresi. Diare juga dapat terjadi
akibat gangguan motilitas, inflamasi dan imunologi.3
Diare akibat gangguan absorpsi atau diare osmotik dapat disebabkan karena:
a) Konsumsi magnesium hidroksida, sehingga menurunkan fungsi absorpsi usus;
b) Defisiensi sukrase-isomaltase; c) Adanya bahan yang tidak diserap,
menyebabkan bahan intraluminal pada usus halus bagian proksimal akan bersifat
hipertonis dan menyebabkan hiperosmolaritas. Akibat adanya perbedaan tekanan
osmotik antara lumen usus dan darah, maka pada segmen jejunum yang bersifat
permeabel, air akan mengalir ke arah lumen jejenum, dan air akan terkumpul di
dalam lumen usus. Natrium akan masuk ke dalam lumen, dengan demikian akan
terkumpul cairan intraluminal yang besar dengan kadar Na yang normal.3
Diare akibat malabsorpsi biasanya disebabkan akibat kerusakan sel yang
disebabkan oleh infeksi virus atau kuman, seperti Salmonella, Shigella atau
Campylobacter. Dapat juga disebabkan akibat Inflamatory bowel disease, toksin,
atau obat-obatan tertentu. Gambaran karakteristik penyakit yang menyebabkan
malabsorpsi usus halus adalah atrofi villi.3
Diare akibat gangguan sekresi atau diare sekretorik dapat terjadi karena
hiperplasia kripta, luminal secretagogues, dan blood-borne secretagogeus.
Hiperplasia kripta umumnya akan menyebabkan atrofi villi. Pada luminal
secretagogues, sekresi lumen dipengaruhi oleh enterotoksin bakteri dan bahan
kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia, garam empedu bentuk
dihidroxyl, serta asam lemak rantai panjang. Pada blood-borne secretagogeus,
diare umumnya disebabkan karena enterotoksin E. coli atau V. cholera.3
Diare akibat gangguan peristaltik disebabkan karena adanya perubahan
motilitas usus yang akan berpengaruh terhadap absorpsi. Baik peningkatan
ataupun penurunan motilitas, keduanya dapat menyebabkan diare. Penurunan
motilitas dapat mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang pada akhirnya
dapat menyebabkan diare. Diare akibat hiperperistaltik pada anak jarang terjadi.3
Diare akibat inflamasi dapat terjadi akibat hilangnya sel-sel epitel dan
kerusakan tight junction, sehingga menyebabkan air, elektrolit, mukus dan protein
menumpuk di dalam lumen. Biasanya diare akibat inflamasi berkaitan dengan tipe

17
diare lain seperti diare osmotik dan diare sekretorik. Bakteri enteral patogen akan
mempengaruhi struktur dan fungsi tight junction, menginduksi sekresi cairan dan
elektrolit, dan akan mengaktifkan kaskade inflamasi. Efek infeksi bakterial pada
tight junction akan mempengaruhi susunan anatomis dan fungsi absorpsi dan
perubahan susunan protein.3
Diare yang terkait imunologi dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas
tipe I, III dan IV. Reaksi tipe I yaitu terjadi reaksi antara sel mast dengan IgE dan
alergen makanan. Reaksi tipe III misalnya pada penyakit gastroenteropati,
sedangkan reaksi tipe IV terdapat pada Coeliac disease dan protein loss
enteropaties. Mediator-mediator kimia hasil dari respon imun akan menyebabkan
luas permukaan mukosa berkurang akibat kerusakan jaringan, merangsang sekresi
klorida diikuti oleh natrium dan air.3

3.1.5. Manifestasi Klinis


Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala
lainya bila terjadi komplikasi ekstraintestinal termasuk manifestasi neurologik.
Gejala gastrointestinal bias berupa diare, kram perut, dan muntah. Sedangkan
manifestasi sistemik bervariasi tergantung pada penyebabnya.1
Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung
sejumlah ion natrium, klorida dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini
bertambah bila ada muntah dan kehilangan air juga akan meningkat bila ada
panas. Hal ini dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik, dan hipokalemia.
Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya karena dapat menyebabkan
hipovolemia, kolaps kardiovaskular dan kematian bila tidak diobati dengan tepat.
Dehidrasi yang terjadi menurut tonisistas plasma dapat berupa dehidrasi isotonic,
dehidrasi hipertonik (hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat
dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang, dehidrasi
berat.1
Infeksi ekstraintestinal yang berkaitan dengan bakteri enteric pathogen
antara lain: vulvovaginitis, infeksi saluran kemih, endokarditis, osteomyelitis,

18
meningitis, pneumonia, hepatitis, peritonitis dan septic tromboplebitis. Gejala
neurologik dari infeksi usus bias berupa parestesia (akibat makan ikan, kerang,
monosodium glutamate), hipotoni dan kelemahan otot.
Bila terdapat panas dimungkinkan karena proses peradangan atau akibat
dehidrasi. Panas badan umum terjadi pada penderita dengan diare inflammatory.
Nyeri perut yang lebih hebat dan tenesmus terjadi pada perut bagian bawah serta
rectum menunjukkan terkenanya usus besar. Mual dan muntah adalah gejala yang
nonspesifik, akan tetapi muntah mungkin disebabkan oleh karena mikroorganisme
yang menginfeksi saluran cerna bagian atas seperti virus, bakteri yang
memproduksi enteroroksin, Giardia, dan Cryptosporidium. Muntah juga sering
terjadi pada non inflammatory diare. Biasanya penderita tidak panas atau hanya
subfebris, nyeri perut periumbilikal tidak berat, diare cair menunjukan bahwa
saluran makan bagian atas yang terkena. Oleh karena pasien immunocompromised
memerlukan perhatian khusus, informasi tentang adanya imunodefisiensi atau
penyakit.

Gejala Rotaviru Shigella Salmonella ETEC EIEC Kolera


klinis s
Masa 17-72 24-48 6-72 jam 6-72 jam 6-72 jam 48-72
Tunas jam jam ++ - ++ jam
Panas + ++ Sering + - -
Mual, Sering Jarang Tenesmus,koli - Tenesmu Sering
muntah Tenesmu Tenesmu k s, kramp Kramp
Nyeri s s, kramp - - -
perut + +
-
Nyeri
kepala 2-3 hari variasi 3 hari
lamanya >7hari 3-7 hari
sakit 5-7 hari
Sifat

19
tinja: Sedang Sedikit Sedikit Banyak Sedikit Banyak
Volume 5-10x/ >10x/hari Sering Sering Sering Terus
Frekuensi hari meneru
Lembek Lembek Cair Lembek s
Konsisten Cair + Kadang - + Cair
si - - Busuk - - -
Darah Langu Amis
Bau

Merah- Kehijauan Tak Merah-


Kuning hijau berwarna hijau Seperti
Warna hijau air
cucian
+ + - - beras
- Kejang+ Sepsis + Meteorism Infeksi -
Leukosit anorexia us sistemik -
Lain-lain +

Tabel 5. Gejala klinis diare akut oleh berbagai penyebab

3.1.6. Diagnosis
1.6.1. Anamnesis
Frekuensi BAB 3 kali ata lebih, konsistensi feses cair atau lembek
(konsistensi feses cair tanpa ampas walaupun hanya sekali dapat disebut diare),
jumlah feses, ada tidaknya muntah. Gejala-gejala kliik lain seperti batuk-
pilek,demam, kejang, riwayat masukan cairan sebelumnya, minum lahap atau
malas minum.5

1.6.2. Pemeriksaan Fisik

20
Pada pemeriksaan fisik perlu dicari tanda-tanda dehidrasi, komplikasi,
penyakit penyulit seperti bronkopneumoni, bronkiolitis, malntrisi, penyakit
jantung, dekompensasi kordis. Pemeriksaan keadaan umum (gelisah, cengeng,
rewel, letargi, tampak sakit berat), frekuensi nadi, suhu, frekuensi nafas (tanda
asidosis atau adanya penyakit penyulit), Penting untuk mengukur berat badan,
tinggi badan, lingkar kepala, perbandingan berat badan terhadap tinggi badan,
gejala kehilangan berat badan, menilai kurva pertumbuhan, dsb.5
. Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara
objektif yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum dan sesudah diare,
atau subjektif dengan menggunakan kriteria WHO.1

Penilaian A B C
Lihat:
Keadaan umum Baik,sadar *Gelisah, rewel *lesu, lunglai/tidak
Mata Normal Cekung sadar
Air mata Ada Tidak ada Sangat cekung
Mulut dan lidah Basah Kering Kering
Rasa haus Minum biasa, *haus ingin Sangat kering
tidak haus minum banyak *malas minum
atau tidak bias
minum
Periksa: turgor Kembali cepat *kembali lambat *kembali sangat
kulit lambat
Hasil Tanpa dehidrasi Dehidrasi Dehidrasi berat
pemeriksaan ringan/sedang Bila ada 1 tanda*
Bila ada 1 tanda* ditambah 1 atau
ditambah 1 atau lebih tanda lain
lebih tanda lain
Terapi Rencana terapi Rencana terapi B Rencana terapi C
A
Tabel 6. Penentuan derajat dehidrasi menurut WHO

21
Menurut tonisistas darah, dehidrasi dapat dibagi menjadi:3
 dehidrasi isotonik, bila kadar Na+ dalam plasma antara 131-150 mEq/L
 dehidrasi hipotonik, bila kadar Na+<131 mEq/L
 dehidrasi hipertonik, bila kadar Na+>150 mEq/L

1.6.3. Pemeriksaan Laboratorium


Pemeriksaan laboratorium yang kadang-kadang diperlukan pada diare akut adalah
sebagai berikut.1
 Darah: darah lengkap, serum elketrolit, analisa gas darah, glukosa darah,
kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotika
 Urine: urine lengkap, kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotika
 Tinja:
a. Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua penderita
dengan diare meskipun pemeriksaan labotarium tidak dilakukan. Tinja yang
watery dan tanpa mukus atau darah biasanya disebabkan oleh enteroksin virus,
prontozoa, atau disebabkan oleh infeksi diluar saluran gastrointestinal. Tinja
yanga mengandung darah atau mukus bisa disebabkan infeksi bakteri yang
menghasilkan sitotoksin bakteri enteronvasif yang menyebabkan peradangan
mukosa atau parasit usus seperti : E. hystolitica, B.coli , T.trichiura. Apabila
terdapat darah biasanya bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi dengan
E.hystolitica darah sering terdapat pada permukaan tinja dan pada infeksi
dengan Salmonella, Giardia, Cryptosporidium dan Strongyloides.
Pemeriksaan makroskopik mencakup warna tinja, konsistesi tinja, bau
tinja, adanya lendir, adanya darah, adanya busa. Warna tinja tidak terlalu
banyak berkolerasi dengan penyebab diare. Warna hijau tua berhubungan
dengan adnya warna empedu akibat garam empedu yang dikonjugasi oleh
bakteri anaerob pada keadaan bacterial overgrowth. Warna merah akibat
adanya darah dalam tinja atau obat yang dapat menyebabkan warna merah
dalam tinja seperti rifampisin. Konsistensi tinja dapat cair, lembek, padat.

22
Tinja yag berbusa menunjukan adanya gas dalam tinja kaibat fermentasi
bakteri. Tinja yang berminyak, lengket, dan berkilat menunjukan adanya
lemak dalam tinja. Lendir dalam tinja menggambarkan kelainan di kolon,
khususnya akibat infeksi bakteri. Tinja yang sangat berbau menggambarkan
adanya fermentasi oleh bakteri anaerob di kolon. Pemeriksaan pH tinja
menggunakan kertas lakmus dapat dilakukan untuk menentukan adanya asam
dalam tinja. Asam dalam tinja tersebut adalah asam lemak rantai pendek yang
dihasilkan karena fermentasi laktosa yang tidak diserap di usus halus sehingga
masuk ke usus besar yang banyak mengandung bakteri komensial. Bila pH
tinja <6 dapat dianggap sebagai malabsorbsi laktosa.8
b. Pemeriksaan mikroskopik
Infeksi bakteri invasif ditandai dengan ditemukannya sejumlah besar
leukosit dalam tinja yang menunjukan adanya proses inflamasi. Pemeriksaan
leukosit tinja dengan cara mengambil bagian tinja yang berlendir seujung lidi
dan diberi ½ tetes eosin atau NaCl lalu dilihat dengan mikroskop cahaya.11
Adanya lemak dapat diperiksa dengan cara perwanaan tinja dengan Sudan
III yang mengandung alkohol untuk mengeluarkan lemak agar dapat diwarnai
secara mikroskopis dengan pembesaran 40 kali, dicari butiran lemak dengan
warna kuning atau jingga.8

3.1.7. Tatalaksana
Terdapat empat pilar penting dalam tatalaksana diare yaitu rehidrasi,
dukungan nutrisi, pemberian obat sesuai indikasi dan edukasi pada orang tua.
Tujuan pengobatan meliputi mencegah dehidrasi dan mengatasi dehidrasi yang
telah ada, antibiotika selektif, Mencegah kekurangan nutrisi dengan memberikan
makanan selama dan setelah diare, mengurangi lama dan beratnya diare serta
berulangnya episode diare, dengan memberikan suplemen zinc, dan edukasi.8
Tujuan pengobatan dapat dicapai dengan cara mengikuti rencana terapi yang
sesuai.10

1.7.1. Rehidrasi
Koreksi cairan dan elektrolit dibedakan 2 macam :

23
1. Diare akut murni (diare cair akut)
Diare akut dehidrasi ringan sedang menggunakan oralit dengan dosis 75
mg/kgBB/4 jam. Jika gagal upaya rehidrasi oral (URO) menggunakan IVFD
dengan cairan Ringer Laktat dosis 75ml/kgBB/4jam. Diare akut dehidrasi
berat dapat menggunakan salah satu cara :
- Cairan Ringer Laktat dengan dosis 30ml/jam/kgBB sampai tanda-tanda
dehidrasi hilang (target 4 jam atau 120 ml/kgBB)
- Umur 1-11 bulan : 30 ml/kgBB dalam 1 jam pertama, selanjutnya 70
ml/kgBB dalam 5 jam. Setelah bayi bisa mnum tambahkan oralit
5ml/kgBB/jam.
- Umur 1 tahun keatas: 30ml/kgBB dalam 30 menit pertama, selanjutnya
70ml/kgBB dalam 2,5 jam. Setelah anak bisa minum tambahkan oralit
5ml/kgBB/jam.
2. Diare akut dengan penyulit/ komplikasi
Mengunakan modifikasi Sutejo dengan cairan yang mengandung Na: 63,3
mEq/L, K: 104mEq/L, Cl: 61,4 mEq/L, HCO3: 12,6 mEq/L (mirip cairan
KAEN 3A).
Koreksi diberikan secara intravena dengan kecepatan:
Diare akut dengan penyulit dehidrasi ringan-sedang:
4 jam I : 50 cc/kgBB
20 jam II : 150 cc/kgBB
Atau dapat diberikan dengan kecepatan yang sama 200 cc/kgBB/hari
Diare akut dengan penyulit dehidrasi berat:
4 jam I : 60 cc/kgBB
20 jam II : 190 cc/kgBB
Rehidrasi yang diberika perhari tetap dimonitoring. Rehidrasi dihentikan jika
status rehidrasi telah tercapai (tidak ada tanda-tanda dehidrasi). Diare akut dengan
penyulit dengan dehidrasi ringan-sedang memerlukan cairan rehidrasi antara 150-
200 ml/kgBB/hari, sedangkan dehidrasi berat 250 ml/kgBB/hari.

24
1.7.2. Terapi Medikamentosa
Diberikan preparat zink elemental, untuk usia < 6 bulan sebanyak 1x10 mg
dan usia ≥ 6 bulan sebanyak 1x20 mg selama 10-14 hari. Obat-obatan antimikroba
termasuk antibiotik tidak dipakai secara rutin pada penyakit diare akut. Patokan
pemberian antimikroba/antibiotika adalah sebagai berikut:
Penyebab Antibiotik pilihan Alternatif
Kolera Tetracycline 12,5 Erythromycin 12,5
mg/kgBB mg/kgBB
4x sehari selama 3 hari 4x sehari selama 3 hari
Shigella Disentri Ciprofloxacin 15 Pivmecillinam 20 mg/kg
mg/kgBB BB
2x sehari selama 3 hari 4x sehari selama 3 hari
Ceftriaxone 50-100
mg/kgBB
1x sehari IM selama 2-5
hari
Amoebiasis Metronidazole 10
mg/kgBB
3x sehari selama 5 hari
(10 hari pada kasus berat)
Giadiasis Metronidazole 5mg/kgBB
3x sehari selama 5 hari

Tabel 7. Pilihan Antibiotika Sesuai Etiologi Diare

3.1.8. Komplikasi
1.8.1. Gangguan Elektrolit
a. Hipernatremia

25
Penderita diare dengan natrium plasma>150 mmol/L memerlukan
pemantauan berkala yang ketat. Tujuannya adalah menurunkan kadar natrium
secara perlahan-lahan. Penurunan kadar natrium plasma yang cepat sangat
berbahaya oleh karena dapat menimbulkan edema otak. Rehidrasi oral atau
nasogastrik menggunakan oralit adalah cara terbaik dan paling aman. Koreksi
dengan rehidrasi intravena dapat dilakukan menggunakan cairan 0,45% saline-
5% dextrose selama 8 jam. Hitung kebutuhan cairan menggunakan berat
badan tanpa koreksi. Periksa kadar natrium plasma setelah 8 jam. Bila normal
lanjutkan dengan rumatan, bila sebaliknya lanjutkan 8 jam lagi dan periksa
kembali natrium plasma setelah 8 jam. Untuk rumatan gunakan 0,18% saline-
5% dekstrose, perhitungkan untuk 24 jam. Tambahkan 10 mmol KCl pada
setiap 500 ml cairan infuse setelah pasien dapat kencing. Selanjutnya
pemberian diet normal dapat mulai diberikan. lanjutkan pemberian oralit
10ml/kgBB/setiap BAB, sampai diare berhenti.1,3
b. Hiponatremia
Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang hanya
mengandung sedikit garam, dapat terjadai hiponatremia (Na <130 mmol/L).
Hiponatremia sering terjadi pada anak dengan Shigellosis dan pada anak
malnutrisi berat dengan odema. Oralit aman dan efekstif untuk terapi dari
hamper semua anak dengan hiponatremi. Bila tidak berhasil, koreksi Na
dilakukan bersamaan dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu memakai ringer
laktat atau normal saline. Kadar Na koreksi (mEq/L) = 125 - kadar Na serum
yang diperiksa dikalikan 0,6 dan dikalikan berat badan. Separuh diberikan
dalam 8 jam, sisanya diberikan dalam 16 jam. Peningkatan serum Na tidak
boleh melebihi 2 mEq/L/jam.1
c. Hiperkalemia
Disebut hiperkalemia jika K>5 mEq/L, koreksi dilakukan dengan
pemberian kalsium glukonas 10% 0,5-1 ml/kgBB i.v pelan-pelan dalam 5-10
menit dengan monitor detak jantung.1
d. Hipokalemia

26
Dikatakan hipokalemia bila K<3,5 mEq/L, koreksi dilakukan menurut
kadar K: jika kalium 2,5-3,5 mEq/L diberikan peroral 75 mcg/kgBB/hr dibagi
3 dosis. Bila <2,5 mEq/L maka diberikan secara intravena drip (tidak boleh
bolus) diberikan dalam 4 jam. Dosisnya: (3,5 - kadar K terukur x BB x 0,4 +
2 mEq/kgBB/24 jam) diberikan dalam 4 jam lemudian 20 jam berikutnya
adalah (3,5-kadar K terukur x BB x 0,4 + 1/6 x 2 mEq x BB). Hipokalemia
dapat menyebakan kelemahan otot, paralitik usus, gangguan fungsi ginjal dan
aritmia jantung. Hipokalemia dapat dicegah dan kekurangan kalium dapat
dikoreksi dengan menggunakan makanan yang kaya kalium selama diare dan
sesudah diare berhenti.1

1.8.2. Demam
Demam sering terjadi pada infeksi Shigella dysentriae dan rotavirus. Pada
umumnya demam akan timbul jika penyebab diare mengadakan invasi ke dalam
sel epitel usus. Demam juga dapat terjadi karena dehidrasi. Demam yang timbul
akibat dehidrasi pada umumnya tidak tinggi dan akan menurun setelah mendapat
hidrasi yang cukup. Pengobatan yang diberikan berupa kompres dan/atau
antipiretika dan antibiotika jika ada infeksi.3

1.8.3. Edema/Overhidrasi
Terjadi bila penderita mendapat cairan terlalu banyak. Tanda dan gejala
yang tampak biasnya edema kelopak mata, kejang-kejang dapat terjadi bila ada
edema otak. Edema paru-paru dapat terjadi pada penderita dehidrasi berat yang
diberi larutan garam faali. Pengobatan dengan pemberian cairan intravena dan
atau oral dihentikan, kortikosteroid jika kejang.3

1.8.4. Asidosis Metabolik


Asidosis metabolik ditandai dengan bertambahnya asam atau hilangnya
basa cairan ekstraseluler. Sebagai kompensasi terjadi alkalosis respiratorik, yang
ditandai dengan pernafasan yang dalam dan cepat (Kussmaul). Pemberian oralit
yang cukup mengadung bikarbonat atau sitrat dapat memperbaiki asidosis.

1.8.5. Ileus Paralitik

27
Komplikasi yang penting dan sering fatal, terutama terjadi pada anak kecil
sebagai akibat penggunaan obat antimotilitas. Tanda dan gejala berupa perut
kembung, muntah, peristaltic usu berkurang atau tidak ada. Pengobatan dengan
cairan per oral dihentikan, beri cairan parenteral yang mengandung banyak K.3

1.8.6. Kejang
Kejang dapat terjadi akibat hipoglikemia karena anak dipuasakan terlalu
lama. Bila penderita dalam keadaan koma, glukosa 20% harus diberika iv, dengan
dosis 2,5 mg/kgBB, diberikan dalam waktu 5 menit. Jika koma tersebut
disebabkan oleh hipoglikemia dengan pemberian glukosa intravena, kesadaran
akan cepat pulih kembali.

3.1.9. Pencegahan
Patogen penyebab diare umumnya disebarkan secara fekal-oral.
Pemutusan penyebaran kuman penyebab diare perlu difokuskan pada cara
penyebaran ini. Upaya pencegahan diare yang terbukti efektif meliputi pemberian
ASI yang benar, memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping
ASI, menggunakan air bersih yang cukup, membudayakan kebiasaan mencuci
tangan dengan sabun sehabis buang air besar dan sebelum makan, penggunaan
jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota keluarga, serta membuang
tinja bayi yang benar. Selain itu, diperlukan upaya-upaya untuk memperbaiki daya
tahan tubuh pejamu. Cara-cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya
tahan tubuh anak dan dapat juga mengurangi resiko diare antara lain memberi
ASI paling tidak sampai usia 2 tahun, Meningkatkan nilai gizi makanan
pendamping ASI dan memberi makan dalam jumlah yang cukup untuk
memperbaiki status gizi anak.
Pada balita 1-7% kejadian diare berhubungan dengan campak, dan diare
yang terjadi umunya lebih berat dan lebih lama (susah diobati, cenderung menjadi
kronis) karena adanya kelainan pada epitel usus. Diperkirakan imunisasi campak
yang mencakup 45-90% bayi berumur 9-11 bulan dapat mencegah 40-60% kasus
campak, 0,6-3,8% kejadian diare dan 6-25% kematian karena diare pada balita.1,3

28
Selain imunisasi campak, dapat juga diberikan vaksin rotavirus apabila
tersedia. Di dunia telah beredar 2 vaksin rotavirus oral yang diberikan sebelum
usia 6 bulan dalam 2-3 kali pemberiian dengan interval 4-6 minggu. 12,13,14

3.1.10. Prognosis
Bila tatalaksana diare sesuai dengan 4 pilar diare, sebagian besar (90%) kasus
diare pada anak akan sembuh dalam waktu kurang dari 7 hari, sebagian kecil (5%)
akan melanjut dan sembuh dalam kurang dari 7 hari, sebagian kecil (5%) akan
menjadi diare persisten.

3.2 Anemia
3.2.1 Definisi Anemia
Anemia adalah suatu keadaan dengan kadar hemoglobin yang lebih rendah
dari normal. Anemia bisa juga berarti suatu kondisi ketika terdapat defisiensi
ukuran/jumlah eritrosit atau kandungan hemoglobin. Semakin rendah kadar
hemoglobin maka anemia yang diderita semakin berat (Wirakusumah, 2014).

Berikut batasan anemia menurut Departemen Kesehatan :

Tabel 2.1: Batasan Anemia


Kelompok Batas normal
Anak balita 11 gr%
Anak usia sekolah 12gr%
Wanita dewasa 12gr%
Laki-laki dewasa 13gr%
Ibu hamil 11gr%
Ibu menyusui >3 bulan 12 gr%
(Depkes,2008)

Anemia dikenal sebagai kekurangan darah. Hal ini dikarenakan :

29
1. Berkurangnya kosentrasi hemoglobin
2. Turunnya hematokrit
3. Jumlah sel darah merah kurang (Yatim, 2013)
Sedangkan menurut Arisman MB, 2004 anemia gizi besi adalah keadaan
dimana kadar hemoglobin, hematokrit, dan sel darah merah lebih rendah dari
normal, sebagai akibat dari defisiensi salah satu atau beberapa unsur makanan
yang essensial yang dapat mempengaruhi timbulnya defisiensi tersebut.

3.2.2 Klasifikasi Anemia


Secara morfologis, anemia dapat diklasifikasikan menurut ukuran sel dan
hemoglobin yang dikandung seperti berikut :

3.2.2.1 Makrositik

Pada anemia makrositik, ukuran sel darah merah bertambah besar


dan jumlah hemoglobin tiap sel juga bertambah. Ada dua jenis anemia
makrositik, yaitu anemia megalobastik dan anemia non-megalobastik.
Penyebab anemia megalobastik adalah kekurangan vitamin B12, asam
folat, atau gangguan sintesis DNA. Sedangkan anemia non- megalobastik
disebabkan oleh eritropoiesis yang dipercepat dan peningkatan luas
permukaan membran (Wirakusumah, 2014).

3.2.2.2 Mikrositik

Mengecilnya ukuran sel darah merah merupakan salah satu tanda


anemia mikrositik. Penyebabnya adalah defisiensi besi, gangguan sintesis
globin, porfirin dan heme, serta gangguan metabolism besi lainnya (Yatim,
2013).

3.2.2.3 Normositik

Pada anemia normositik ukuran sel darah merah tidak berubah.


Penyebabnya adalah kehilangan darah yang parah, meningkatnya volume
plasma secara berlebihan, penyakit- penyakit hemolitik, gangguan
endokrin ginjal dan hati (Wirakusumah, 2014). Menurut Yatim (2013)

30
anemia tidak hanya dikenal sebagai kurang darah. Perlu diketahui bahwa
ada bermacam-macam anemia, yakni:

1. Anemia kurang zat besi (Fe)


2. Anemia karena perdarahan
3. Anemia kronis
4. Anemia karena gangguan penyerapan zat besi (Anemia
dispagia sideropenik)
5. Anemia karena kurang Fe selama kehamilan
6. Anemia karena infeksi parasit
7. Anemia sel besar (megalobastik)
8. Anemia pernisiosa karena gangguan penyerapan vitamin B12
akibat kekurangan asam lambung (anhydria)
9. Anemia sejak lahir (kelainan penyerapan vitamin B12 sejak
lahir)
10. Anemia karena infeksi cacing dipilobotrium (juga terganggu
penyerapan vitamin B12)

11. Anemia karena gangguan penyerapan vitamin B12 karena


beberapa kelainan seperti operasi pemotongan usus halus atau
akibat diare kronis (chronic tropical sprue)
12. Anemia skorbut (kekurangan vitamin C)
13. Anemia sel besar dalam kehamilan (megalobastic anemia of
pregnancy.
14. Anemia asam orotik (karena kekurangan enzim asam
orotidilik dekarboksilase, hingga tubuh tidak mampu
mengubah asam orotik menjadi orotidilik hingga asam orotik
dikeluarkan melalui air seni)
15. Anemia sel besar akibat mengkonsumsi obat anti kejang.
3.2.3 Penyebab Anemia

31
Zat gizi yang paling berperan dalam proses terjadinya anemia gizi
adalah besi. Defisiensi besi adalah penyebab utama anemia gizi dibanding
defisiensi zat gizi lain seperti asam folat, vitamin B12, protein, dan
vitamin lainnya. Secara umum, faktor utama yang menyebabkan anemia
gizi sebagai berikut: (Wirakusumah, 2014).

3.2.3.1 Banyak Kehilangan Darah

Pendarahan menyebabkan tubuh kehilangan banyak sel darah


merah. Pendarahan dapat terjadi secara mendadak dan dalam jumlah
banyak seperti pada kecelakaan yang disebut pendarahan eksternal.
Sedangkan pendarahan kronis terjadi secara terus menerus dalam jumlah
sedikit demi sedikit yang disebabkan oleh kanker saluran pencernaan,
wasir, atau peptik ulser. Investasi cacing tambang juga dapat menyebabkan
banyak darah keluar. Selain itu, pada gadis remaja dan wanita dewasa,
kehilangan darah dalam jumlah banyak dapat terjadi akibat menstruasi
(Wirakusumah, 2014).

Wasir atau hemorrhoids adalah gangguan sirkulasi darah yang


berupa pelebaran (dilatasi) vena yang disebut venactasia atau varises
daerah anus atau perianus disebabkan oleh bendungan dalam susunan
pembuluh vena (Staf Pengajar Bagian Patologi Anatomik, 2012).

3.2.3.2 Rusaknya Sel Darah Merah

Perusakan sel darah merah dapat berlangsung di dalam pembuluh


darah akibat penyakit malaria atau thalasemia. Meskipun sel darah merah
telah rusak, zat besi yang berada di dalamnya tidak ikut rusak tetapi asam
folat yang berada di dalam sel darah merah ikut rusak sehingga harus
dibuat lagi. Oleh sebab itu pada pengobatan anemia hemolitik lebih
diperlukan penambahan asam folat daripada pemberian zat besi.

3.2.3.3 Kurangnya Produksi Sel Darah Merah

32
Pembuatan sel darah merah baru akan terganggu apabila zat gizi
yang diperlukan tidak mencukupi. Terganggunya produksi sel darah merah
bisa disebabkan makanan yang dikonsumsi kurang mengandung zat gizi,
terutama zat gizi penting seperti, besi, asam folat, vitamin B12, protein
dan vitamin C selain itu, juga dapat disebabkan oleh tidak berfungsinya
pencernaan dengan baik atau kelainan lambung sehingga zat-zat gizi
penting tidak dapat diserap dan terbuang bersama kotoran (Wirakusumah,
2014).

Peradangan mukosa lambung atau gastritis disebabkan oleh


kebiasaan minum alkohol, alergi terhadap makanan tertentu, keracunan
makanan, virus, obat-obatan, stress, dan kebiasaan makan tidak teratur
(Irianto, 2007). Peradangan dari gastritis dapat hanya superfisial dan oleh
karena itu tidak begitu berbahaya, atau dapat menembus secara dalam ke
dalam mukosa lambung dan pada kasus-kasus yang berlangsung lama
menyebabkan atrofi mukosa lambung yang hamper lengkap.

Atrofi lambung pada banyak orang dengan gastritis kronis, mukosa


secara bertahap menjadi atrofi sampai sedikit atau tidak ada aktivitas
kelenjar lambung yang tersisa. Kehilangan sekresi lambung pada atrofi
lambung menimbulkan aklohidria dan kadang-kadang anemia pernisiosa
(Guyton dan Hall, 2012)

3.2.4 Tanda dan Gejala Anemia

Gejala dan tanda-tanda anemia merupakan respons atas


kompensasi jantung dan pernapasan berdasarkan berat dan lamanya
jaringan mengalami kekurangan oksigen. Beberapa tanda dan gejala
anemia yaitu, penderita mengeluh lemah, sakit kepala, telinga
mendenging, penglihatan berkunang-kunang, merasa cepat letih, mudah
tersinggung, gangguan saluran cerna, sesak nafas, nadi lemah dan cepat,
hipotensi ortostatik (Yatim, 2013). Berikut ini adalah tanda dan gejala
anemia yang sering ditemukan :

33
Gambaran khusus
Perubahan morphologi pemeriksaan
Penyebab
sel darah merah mikroskopis preparat
phus darah tepi
Hilang darah secara Ukuran dan warna sel Jika perdarahan berat
akut darah merah normal. dapat terlihat sel darah
Sumsum tulang yang berinti
hyperplasia
Perdarahan kronis Sel darah merah kecil Produksi asam lambung
dengan berbagai bentuk kurang, permukaan
lidah licin, kadar zat
besi rendah dengan
kemampuan mengikat
zat besi meningkat,
kadar serum rendah
Kekurangan zat besi Sel darah merah kecil Produksi asam lambung
(Fe) dengan berbagai bentuk kurang, permukaan
lidah licin, kadar zat
besi rendah, zat besi
meningkat, kadar feritin
serum rendah.
Gambaran khusus
Perubahan morphologi pemeriksaan
Penyebab
sel darah merah mikroskopis preparat
phus darah tepi

Kekurangan vitamin Sel darah merah bentuk Kadar B12 dalam serum
B12 oval dan lebih besar <130 pml/lt. disertai
gangguan saluran cerna
dan gangguan saraf
pusat Schilling tes
positif dan
kadar bilirubin darah
meningkat.
Kekurangan asam folat Sel darah putih Asam folat dalam darah
bersegmen banyak <5ug/ml. disertai tanda-
tanda kurang gizi atau
gangguan penyerapan
seperti pada kehamilan.

Sumber : Yatim, 2013

3.2.5 Akibat Anemia

34
Kekurangan zat besi menyebabkan terjadinya anemia, yaitu kadar
Hb berada di bawah normal. Anemia pada ibu hamil dapat menyebabkan
perdaraha pada saat melahirkan dan gangguan pertumbuhan janin.
Sementara pada anak sekolah dan pekerja akan menyebabkan menurunnya
prestasi (Auliana, 2011)

Kekurangan besi dapat menurunkan ketahanan tubuh menghadapi


penyakit infeksi. Anemia gizi besi yang terjadi pada anak-anak, baik balita
maupun usia sekolah, akan mengganggu pertumbuhan dan
perkembangannya. Anak menjadi lemah karena sering terkena infeksi
akibat pertahanan tubuhnya menurun. Dalam kegiatan sehari-hari anak
menjadi tidak aktif, malas, cepat lelah, dan di sekolah sulit berkonsentrasi
dalam belajar, serta cepa mengantuk. Akibat lanjutnya akan
mempengaruhi kecerdasan dan daya tangkap anak.

Pengaruh buruk anemia lainnya adalah menurunnya produktivitas


kerja, terutama pada pekerja wanita. Pekerja wanita lebih rawan anemia
gizi besi karena wanita mengalami menstruasi setiap bulan. Kurang zat
besi menyebabkan cepat lelah dan lesu sehingga kapasitas kerja berkurang
(Wirakusumah, 2014).

3.2.6 Pencegahan Anemia

3.2.6.1 Meningkatkan Konsumsi Zat Besi Dari Makanan

Mengkonsumsi pangan hewani seperti daging, ikan, hati atau telur


dalam jumlah cukup dapat mencegah anemia gizi besi. Namun harga
pangan hewani yang tinggi tidak dapat dijangkau oleh masyarakat
sehingga diperlukan alternatif lain untuk mencegah anemia yaitu dengan
mengkonsumsi makanan yang cukup beragam yang memiliki zat gizi yang
saling melengkapi. Konsumsi bahan makanan yang mengandung zat-zat
penghambat absorpsi seperti fitat, fosfat, tannin dan beberapa jenis serat
makanan harus dihindari karena zat-zat ini bersama zat besi membentuk

35
senyawa yang tak larut dalam air sehingga tidak dapat diabsorpsi
(Wirakusumah, 2014).

3.2.6.2 Suplemen Besi

Suplementasi besi dapat memperbaiki status hemoglobin dalam


waktu yang relatif singkat. Tablet tambah darah yang umum digunakan
dalam suplementasi besi adalah ferro sulfat yang dapat diabsorpsi sampai
20%. Dosis yang digunakan beragam tergantung pada status besi oranng
yang mengkonsumsinya. Kendala dalam suplementasi besi adalah efek
samping yang dihasilakn pada saluran pencernan seperti mual, muntah,
konstipasi dan diare. Selain itu kesulitan dalam mematuhi minum tablet
tambah darah karena kurangnya kesadaran akan pentingnya masalah
anemia. Tablet besi yang diminum dalam keadaan perut terisi akan
mengurangai efek samping yang dihasilkan tetapi dapat menurunkan
tingkat penyerapan. (Wirakusumah, 2014)

Ferro sulfat merupakan preparat zat besi oral yang paling murah
dan banyak digunakan. Dosis total yang ekuivalen dengan 60 mg zat besi
elemental (300 mg ferro sulfat) per hari sudah cukup bagi orang dewasa.
Umumnya, setelah waktu lebih dari 4 minggu akan terjadi kenaikan kadar
hemoglobin sekitar 2 g/dl.

3.2.6.3 Fortifikasi Besi

Fortifikasi besi adalah penembahan suatu jenis zat besi dalam


bahan pangan untuk meningkatkan kualitas pangan dalam upaya
pencegahan defisiensi zat besi pada beberapa kelompok masyarkat.
Kesulitan dalam fortifikasi besi adalah sifat besi yang reaktif dan
berkecenderungan mengubah warna makanan. Misalnya garam ferro
mengubah pangan yang berwarna merah dan hiaju menjadi lebih cerah
warnanya. Selain itu Fe reaktif dapat mengkatalisai reaksi oksidasi
sehingga menimbulkan baud an rasa yang tidak diingainkan. Ferro sulfat
telah digunakan secara luas untuk memfortifikasi roti serta produk bakteri

36
lain yang dijual untuk waktu singkat. Jika disimpan selama beberapa bulan
makanan tersebut akan menjadi tengik (Arisman, 2014).

3.2.6.4 Pengawasan Penyakit Infeksi dan Prasit

Penyakit infeksi dan parasit merupakan salah satu penyebab


anemia gizi besi karena parasit dalam jumlah besar dapat mengganggu
penyerapan zat gizi. Dengan menanggulangi penyakit infeksi dan
memberantas parasit diharapkan dapat meningkatkan status besi dalam
tubuh. Upaya tersebut harus diikuti dengan peningkatan konsumsi pangan
yang seimbang dan beragam serta dapat ditambah dengan suplementasi
besi maupun fortifikasi besi (Wirakusumah,2014)

37
BAB IV
ANALISIS KASUS

Seorang anak laki-laki, MAK, berusia 1 tahun 8 bulan datang dengan


keluhan utama BAB cair serta keluhan tambahan muntah. Dari anamnesa
didapatkan sejak 5 hari SMRS penderita buang air besar (BAB) cair,
frekuensi >3kali/ hari, volume tiap BAB ± ¼ gelas belimbing, air > ampas,
darah tidak ada, lendir ada. Keluhan disertai mual dan muntah, frekuensi
>3x, isi yang dimakan dan diminum, tidak menyemprot, volume tiap
muntah ± ¼ gelas belimbing. Keluhan juga disertai demam. Penderita
masih mau minum dan makan tetapi jumlah dan frekuensinya makin
berkurang. Berat badan penderita mengalami penurunan dari 8.9 kg hingga
8.5 kg
Sejak ± 4 jam SMRS penderita tampak lemas, kurang bergerak aktif
tetapi pasien masih mau minum, tampak kehausan, air mata masih ada,
demam tidak ada, batuk tidak ada, pilek tidak ada, kejang tidak ada, sesak
nafas tidak ada, penderita lalu dibawa ke IGD RS Muhammadiyah
Bandung.
Dari alloanamnesis yang diperoleh dari ibu pasien didapatkan adanya
buang air besar (BAB) cair dengan frekuensi >3x/hari, air>ampas, darah
(-), lender (-). Gejala juga disertai muntah (+) dengan frekuensi > 3x/hari,
dan disertai demam (+). Gejala ini menunjukkan bahwa diare yang terjadi
kemungkinan adalah diare akut akibat disentri, yaitu buang air besar
(defekasi) dengan feses cair atau lembek dengan/tanpa lender atau darah, dengan
frekuensi 3 kali atauebih sehari, berlangsung kurang dari 14 hari, kurang dari 4
episode/bulan. Diare akut pada penderita dicurigai disebabkan oleh infeksi
bakteri, karena diare yang terjadi pada usia dibawah 2 tahun, watery stool
lebih banyak air dari pada ampas, dengan gejala penyerta muntah dengan
frekuensi >±3x/hari dan disertai juga demam. Untuk menegakkan
diagnosis ini dibutuhkan pemeriksaan lebih lanjut.

38
Pada pemeriksaan fisik umum didapatkan tanda-tanda dehidrasi yaitu
keadaan penderita yang rewel, tampak haus, serta penurunan berat badan.
Selain itu, tanda-tanda gangguan sirkulasi seperti nadi dan nafas yang
cepat, akral ekstremitas yang dingin dan letargi tidak dijumpai.
Berdasarkan gejala-gejala tersebut maka derajat dehidrasi pada pasien ini
dikategorikan derajat ringan-sedang. Pada pemeriksaan fisik abdomen juga
didapatkan tanda bising usus yang meningkat dan tidak ada nyeri tekan.
Dari pemeriksaan penunjang pemeriksaan lab darah, ditemukan Hb
10,9 g/dL yang menunjukkan bahwa pasien mengalami anemia. Hal ini
diakibatkan karena pada saat diare mukosa usus terganggu akibat toksin
dari mikroorganisme tertentu yang menyebabkan proses penyerapan zat
gizi terganggu. Gangguan gizi yang disebabkan oleh diare dapat
menyebabkan penurunan berat badan. Ini dikarenakan biasanya orang tua
akan menghentikan makanan karena takut diare atau muntahnya
bertambah hebat. Terjadinya hiperperistaltik saat diare mengakibatkan
makanan yang diberikan tidak dicerna dan diabsorpsi dengan baik
sehingga dapat mengganggu penyerapan zat gizi termasuk terganggunya
penyerapan zat besi, akibatnya kadar hemoglobin akan menurun. Pada
pemeriksaan feses ditemukan adanya leukosit 4-8/lbp, yang menunjukkan
adanya tanda-tanda infeksi bakteri pada usus.
Berdasarkan alloanamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang dapat ditegakkan diagnosis berupa Diare akut ec. disentri
disertai dehidrasi ringan sedang + anemia
Penatalaksanaan pada pasien ini dengan terapi cairan untuk mengganti
cairan dan elektrolit yang hilang dan mempertahankan jumlah cairan dan
elektrolit tubuh dengan memberikan IVFD RL 100 cc selama 4 jam,
selanjutnya 12 gtt x/menit mikro. Pemberian Liprolac 1x1 sachet sebagai
probiotik guna untuk membantu pertahanan mukosa, dan fungsi proteksi
serta pertahanan imunitas saluran cerna (lapisan epitel, lapisan mucus,
peristaltic). Pemberian suplemen zinc dapat direkomendasikan sebagai
pilihan guna mengurangi lama dan beratnya diare, mencegah berulangnya

39
diare pada 2-3 bulan berikutnya. Ondansentron sebagai antiemetic guna
untuk mencegah mual dan muntah pada pasien.
Prognosis pada penderita ini adalah bonam, pada kasus diare prognosis
ditentukan dari berat ringannya penyakit, diagnosis dan pengobatan dini
yang tepat serta kepekaan amoeba atau bakteri terhadap obat yang
diberikan. Pada bentuk yang berat, angka kematian tinggi kecuali bila
mendapatkan pengobatan dini. Tetapi pada bentuk yang ringan-sedang,
biasanya angka kematian rendah.

40
DAFTAR PUSTAKA

1. Subagyo B dan Santoso NB. Diare akut dalam Buku Ajar Gastroenterologi-
Hepatologi Jilid 1, Edisi 1. Jakarta: Badan penerbit UKK Gastroenterologi-
Hepatologi IDAI. 2010:87-110
2. WHO. Diarrhoeal Disease (Updated February 2017). Dalam
http://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/diarrhoeal-disease.
3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.
2013. Riset Kesehatan Dasar RIKESDAS 2013.
4. Departemen kesehatan RI Profil Kesehatan Indonesia 2001. Jakarta 2002.
5. Pudjiadi A.H dkk, 2009, Diare Akut, dalam Pedoman Pelayanan Medis Ikatan
Dokter Anak Indonesia, Jilid 1. Badan Penerbit IDAI, Jakarta, hal 58-6
6. Subagyo B, Santoso NB, 2012, Diare Akut, dalam Buku Ajar
Gastroenterologi-Hepatologi, ed 1. Jilid 1, Badan Penerbit IDAI, Jakarta, hal
87-119.
7. Suraatmaja Sudaryat. Diare dalam Kapita Selekta Gastroenterologi Anak.
Jakarta: Sagung Seto. 2007:1-24
8. Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI. Gastroenterologi. Bagian Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.1998.
hal 283-293.
9. Panduan Praktek Klinin (PPK) Divisi Gastrohepatologi.Departemen
Kesehatan Anak. RSUP Dr.Mohammad Hoesin Palembang. 2016.
10. Departemen Kesehatan RI. 2011. Buku Saku Diare Edisi 2011 Jakarta:
Departemen Kesehatan RI
11. Pickering LK. Gastroenteritis in Nelson textbook of pediatrics 19 th edition.
United Stated of Amrica, Lippincot wiliams.
12. Firmansyah A dkk. Modul pelatihan Tata laksana diare pada anak. Jakarta:
Badan Koordinasi Gastroenterologi Anak Indonesia.2005.
13. Gaurino et al. European Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology
and Nutrition/European Society for Paediatric Infectious disease Evidenced

41
Based Guidelines for Management of Acute Gastroenteritis in Children in
Europe. Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition 46: S81-
184.2008.
14. Berkes et al. 2011. Intestinal Epithelial responses to enteric pathogens: effect
on the tight junction barrier, ion transport and inflammation. Dalam
http:www.glut.bmj.com.
15. Suraatmaja Sudaryat. Masalah Rehidrasi Oral dalam Kapita Selekta
Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto. 2007:44-53
16. Comitte Infection Disease. Prevention of Rotavirus Diseases: Upadated
Guidelines for use of Rotavirus Vaccine. Pediatrics 123,1412,2009.
17. Boom et al. Effectiveness of Pentavalent Rotavirus Vaccine in a large Urban
population in The United States. Pediatrics:125e,e199,2010.
18. Purniti dkk. Imunisasi penyakit Enteral dalam Kapita Selekta
Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto. 2007:122-31.

42

Anda mungkin juga menyukai