Anda di halaman 1dari 29

POLRI DAERAH JAWA BARAT

BIDANG KEDOKTERAN DAN KESEHATAN


RUMKIT BHAYANGKARA TK II SARTIKA ASIH BANDUNG

LAPORAN KASUS
CHRONIC KIDNEY DISEASE PADA ANAK
Diajukan Guna Melengkapi Tugas Portofolio

Disusun Oleh :
Orieza Sativa N.
2

LAPORAN KASUS
PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA
PERIODE 18 SEPTEMBER 2016 18 SEPTEMBER 2017
RS BHAYANGKARA SARTIKA ASIH

JUDUL : CHRONIC KIDNEY DISEASE PADA ANAK

PENYUSUN : ORIEZA SATIVA N.

Bandung, Februari 2017


Menyetujui,
Pembimbing, Pendamping,

dr. Giyati Retnowati, Sp.A dr. Leony Widjaja, SpKJ


AKBP NRP 68050402 PEMBINA TK I NIP 196410301992032001
3

BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit ginjal kronik (PGK) atau chronic kidney disease (CKD) merupakan masalah
kesehatan yang serius pada dewasa dan anak dengan angka kesakitan dan kematian yang
meningkat dari tahun ke tahun di seluruh dunia. Masalah di klinik adalah underdiagnosis dan
undertreatment. (Aumas dkk, 2016)

Angka kejadian pasti untuk penyakit ginjal kronis sulit untuk ditentukan. Pada tahun
1972, American Society of Pediatric Nephrology menemukan bahwa pada anak- anak yang
berusia di bawah 16 tahun, 2.5-4 anak dari tiap sejuta anak menderita penyakit ginjal kronis
setiap tahunnya. Angka kejadian di Indonesia sendiri belum dapat dipastikan namun data dari
tujuh rumah sakit pendidikan dokter spesialis anak menyatakan bahwa 2% dari 2889 anak yang
dirawat dengan penyakit ginjal di tahun 1984-1988 menderita penyakit ginjal kronis. Dalam
penelitian yang dipublikasi tahun 2007, di Amerika Serikat ditemukan bahwa prevalensi
penyakit ginjal kronis meningkat dari tahun 1988-1994 ke 1999- 2004, yaitu dari 10,0%
menjadi 13,1%. Peningkatan ini diduga karena peningkatan prevalensi diabetes dan hipertensi.
(Leni, 2015)

Pemahaman mengenai patofisiologi penyakit ginjal kronis telah menyebabkan


perbaikan penanganan penyakit tersebut. Pengelolaan medis yang tepat, kemajuan teknologi
untuk dialisis dan ketersediaan transplantasi ginjal telah meningkatkan harapan hidup penderita
penyakit ginjal kronis. Bukti-bukti terbaru menunjukan bahwa perjalanan penyakit ginjal
kronis tersebut dapat diperbaiki dengan melakukan deteksi dini dan memberikan penanganan
yang lebih awal. Clinical Practice Guidelines on CKDK/DOQI tahun 2003 memuat mengenai
stadium, penilaian klinis berdasarkan hasil laboratorium, dan pembagian tingkatan risiko
akibat penurunan fungsi ginjal. Pedoman ini disusun untuk memudahkan diterima secara
universal dan dapat memberikan penanganan yang optimal bagi penderita penyakit ginjal
kronis. (Leni, 2015)
4

BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien

Nama : An. RM
Tempat, Tanggal Lahir / Umur : Bandung, 12 Maret 2004 / 12 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Moh. Toha gg. Majasir RT 02/RW03, Bandung
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Nomor RM : SA 170744
Tanggal masuk perawatan : 10 Februari 2017
Tanggal pasien pulang : 11 Februari 2017

2.2 Anamnesis

(Alloanamnesis, diberikan oleh nenek pasien tanggal 10 Februari 2017 di IGD RSBSA)
Keluhan Utama : sesak nafas

Riwayat Penyakit Sekarang :


Sejak 1 bulan yang lalu anak bengkak. Bengkak mulai dari kelopak mata setiap pagi
setelah bangun tidur. Bengkak berkurang pada siang hari dan hilang pada sore hari.
Bengkak tidak menghilang setelah aktivitas. Batuk (+), batuk tidak berdahak. Bengkak
tidak disertai sesak, panas, pilek, kencing sakit. Buang air kecil tidak ada keluhan, warna
kuning jernih, jumlah sedikit berkurang, tidak ada buih. Buang air besar tidak ada
keluhan.
Sejak 1 minggu yang lalu bengkak semakin bertambah dan disertai sesak. Keluhan
sesak dirasakan terus menerus tidak membaik dengan istirahat. Sesak tidak disertai
kebiruan pada mulut atau ujung-ujung jari. Bengkak menetap disertai mual (+), muntah
(+) isi makanan, kencing warna kuning keruh dan berkurang dalam jumlah dan frekuensi
dari biasanya. Kemudian bengkak juga muncul pada tangan, kaki dan perut, karena sesak
tidak berkurang oleh nenek dan ketua RT setempat, anak dibawa ke RSBSA. Pasien
5

memiliki riwayat sakit kulit berulang sebelumnya, bekas koreng (+), kadang-kadang
disertai gatal pada kulit. Riwayat sakit gigi sebelumnya disangkal. Riwayat adanya
kelainan ginjal bawaan disangkal.

Riwayat Penyakit Sebelumnya :


Riwayat bengkak seluruh tubuh sebelumnya disangkal
Riwayat ada kelainan ginjal bawaan disangkal
Riwayat sakit kulit berulang ada, hilang timbul
Riwayat pernah sakit gigi sebelumnya disangkal
Riwayat menggunakan obat anti inflamasi dalam jangka waktu lama disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :


Riwayat keluarga yang memiliki kelainan ginjal disangkal
Riwayat keluarga yang memiliki darah tinggi disangkal
Riwayat keluarga yang memiliki diabetes melitus disangkal

Riwayat Tempat Tinggal :


Pasien tinggal bersama kakek dan nenek di lingkungan padat penduduk, luas rumah 12x9
meter, ventilasi cukup, cahaya matahari sulit masuk.

Riwayat Sosial Ekonomi :


Kakek penderita bekerja sebagai pedagang. Penghasilan setiap bulan 1.000.000,- . Nenek
penderita tidak bekerja, menanggung 1 orang anak. Biaya pengobatan menggunakan SKTM
Kesan : sosial ekonomi kurang

Riwayat Kehamilan dan Persalinan :


Anak ke 1 dari 1 anak, lahir hidup 1, lahir mati -, abortus

Riwayat Prenatal dan Postnatal :


Periksa kehamilan di bidan sebanyak 2 kali, Selama hamil ibu tidak menderita penyakit yang
mengganggu kehamilan, minum vitamin dan pil tambah darah.
6

Riwayat Kehamilan dan Persalinan


No Kehamilan dan Persalinan Tanggal Lahir
(Umur)
1 Laki-laki, aterm, bidan, normal, 3000 gram, sehat 12-03-2004
(12 tahun 11 bulan)

Riwayat Imunisasi :
- BCG : 1 kali (0 bulan)
- DPT : 1 kali (2 bulan)
- Polio : 1 kali (2 bulan)
- Campak : -
- Hepatitis B : 1 kali (0 bulan)
Kesan : imunisasi dasar tidak lengkap

Riwayat Makan dan Minum Anak :


- ASI diberikan sejak lahir sesuai keinginan anak, sampai usia 2 bulan, diberhentikan
karena alsan ASI tidak keluar lagi.
- Susu formula diberikan 2 sendok takar untuk 60 cc air, 3 kali sehari, habis.
- Usia 4 bulan diberi bubur saring, 3 kali sehari, habis. Kadang diberi pisang setengah
buah 5 6 sendok 3 kali sehari.
- Usia 7 bulan diberi nasi tim saring dengan lauk tempe, tahu, kadang-kadang telur
atau ikan, 3 kali sehari setengah mangkok habis sampai umur 1 tahun.
- Mulai umur 1 tahun diberikan nasi dengan sayur: bayam, wortel, kangkung, lauk:
tahu, tempe, telur, kadang ikan, ayam atau daging. 3 kali sehari satu mangkok kecil,
habis
Kesan : kuantitas kurang, kualitas kurang

Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Anak :


Tersenyum : 3 bulan Bubbling : 6 bulan
Berbalik : 3 bulan Berdiri : 11 bulan
Duduk : 6 bulan Berjalan : 18 bulan
Sekolah sampai kelas 2 SD, bisa membaca dan menulis, saat ini sudah putus sekolah karena
alasan biaya
Kesan : Perkembangan dan pertumbuhan sesuai umur
7

2.3 Pemeriksaan

Pemeriksaan Fisik (10 Februari 2017)


Keadaan umum : baik, tampak sesak
Tanda-tanda vital :
Nadi : 108 x/menit, reguler, equal, isi cukup
Tekanan darah : 140/100 mmHg
Suhu : 37 OC
Respirasi : 40 x/menit
Saturasi O2 : 97% (nasal kanul 3 liter per menit)
Status gizi :
BB : 60 kg
BB Koreksi: (edema anasarka : 20 %)= 48 kg Z score BB/Usia : 0 sampai +1 SD
PB : 150 cm Z score TB/Usia : -1 sampai 0 SD

Kepala : bentuk dan ukuran normal


Rambut : warna hitam, distribusi merata, lebat, tidak mudah dicabut
Kulit : bekas koreng (+) seluruh tubuh
Mata : palpebra edem (+/+), conjunctiva anemis (+/+), sklera tidak ikterik
Telinga : tidak ada sekret, tidak ada nyeri tekan
Hidung : tidak ada sekret, tidak ada septum deviasi, ada napas cuping
Mulut : bibir tidak kering, tidak sianosis, gusi tidak berdarah
Lidah : Tidak kotor
Tenggorokan : T1-1, faring tidak hiperemis
Leher : - simetris
- tidak ada pembesaran kelenjar limfe
Thorax : Simetris, statis, dinamis, retraksi (+) supra sternal
Pulmo : Inspeksi : simetris statis dinamis, retraksi (+) suprasternal
Palpasi : stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : sonor seluruh lapangan paru
Auskultasi : suara dasar vesikuler, suara tambahan : ronkhi basah halus
di basal paru +/+ , wheezing -/-
Cor : Inspeksi : ictus cordis tak tampak
8

Palpasi : ictus cordis teraba pada sela iga V kiri, 2 cm medial garis
medioclavicularis sinistra, tidak melebar, tidak kuat angkat
Perkusi : konfigurasi jantung dalam batas normal
Auskultasi : bunyi jantung I II normal, tak ada bising, tak ada gallop.
Abdomen :
Inspeksi : sedikit buncit
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : - lemas, turgor cukup, undulasi (+)
- hepar dan lien sulit dinilai.
Perkusi : timpani, pekak sisi (+) meningkat, pekak alih (+)

Ekstremitas : Superior Inferior


Akral dingin -/- -/-
Pucat -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Edema +/+ +/+

Pemeriksaan Penunjang
HEMATOLOGI (10 Februari 2017)
Hb : 9,2 gr/dL
Ht : 30 %
Leukosit : 16.000 /mm3
Trombosit : 482.000 /mm3
GDS : 145 mg/dl
Ureum : 129 mg/dl
Kreatin : 9,9 mg/dl
Na : 145,71 mg/dl
K : 5,71 mg/dl

URINALISIS (10 Februari 2017)


Makroskopis : Kuning keruh
Mikroskopis : lekosit banyak/lpb, eritrosit banyak/lpb
Urine profile : pH : 5,5
9

Protein : >=3.0 g/L


Lekosit : >=Ca500 Leu/l
Eritrosit : >=Ca200 ery/l
Glukosa : negatif

ANALISIS GAS DARAH (10 Februari 2017)


pH : 7,376
PCO2 : 19,8 mmHg
PO2 : 78 mmHg
HCO3 : 11,6 mmol/L

2.4 Resume
Sejak 1 bulan yang lalu anak bengkak. Bengkak mulai dari kelopak mata setiap pagi
setelah bangun tidur. Bengkak berkurang pada siang hari dan hilang pada sore hari.
Bengkak tidak menghilang setelah aktivitas. Batuk (+), batuk tidak berdahak. Bengkak
tidak disertai sesak, panas, pilek, kencing sakit. Buang air kecil tidak ada keluhan, warna
kuning jernih, jumlah sedikit berkurang, tidak ada buih. Buang air besar tidak ada
keluhan.
Sejak 1 minggu yang lalu bengkak semakin bertambah dan disertai sesak. Keluhan
sesak dirasakan terus menerus tidak membaik dengan istirahat. Sesak tidak disertai
kebiruan pada mulut atau ujung-ujung jari. Bengkak menetap disertai mual (+), muntah
(+) isi makanan, kencing warna kuning keruh dan berkurang dalam jumlah dan frekuensi
dari biasanya. Kemudian bengkak juga muncul pada tangan, kaki dan perut, karena sesak
tidak berkurang oleh nenek dan ketua RT setempat, anak dibawa ke RSBSA. Pasien
memiliki riwayat sakit kulit berulang sebelumnya, bekas koreng (+), kadang-kadang
disertai gatal pada kulit. Riwayat sakit gigi sebelumnya disangkal. Riwayat adanya
kelainan ginjal bawaan disangkal.
RPD : -
RPK : -
Pemeriksaan Fisik :
Kulit : bekas koreng (+) seluruh tubuh
Kepala : mata edem palpebra (+/+), conjungtiva anemis (+/+), nafas cuping ada
10

Leher : dalam batas normal


Thorax: simetris, statis, dinamis, retraksi (+) supra sternal suara dasar vesikuler, ronchi+/+,
wheezing -/-
Abdomen : Abdomen :
Inspeksi : sedikit buncit
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : - lemas, turgor cukup, undulasi (+)
- hepar dan lien sulit dinilai.
Perkusi : timpani, pekak sisi (+) meningkat, pekak alih(+)
Ekstremitas : edema (+/+)
Pemeriksaan Penunjang :
Hematologi (10 Februari 2017)
Leukositosis (16.000/mm3)
Urinalisis (10 Februari 2017)
Proteinuria (>3 g/L), Hematuria (>Ca200 ery/l), Leukosituria (>Ca500 leu/l)
Analisis Gas Darah (10 Februari 2017)
Asidosis Metabolik (pH< 7,4 ; bikarbonat rendah; pCO2 rendah)
Laju Filtrasi Glomerulus (mL/menit/173 m2)

: (140-12) x 48 = 6144 = 8,62 ml/menit/1,73 m2


72 x 9,9 712,8

2.4 Diagnosis Awal


Diagnosis Utama :
1. Chronic Kidney Disease
DD/ Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus
Sindrom Nefritik Akut
Diagnosis Tambahan :
2. Anemia Penyakit Kronik
DD/ Anemia Defisiensi Besi
Anemia Perdarahan Kronik
3. Hipertensi Sekunder ec CKD
4. Ascites ec CKD
11

2.5 Saran Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan ASTO, C-reactive protein, albumin, fosfat, kalsium, asam urat,
kolesterol
Pemeriksaan Esbach, kultur urin
Dilakukan USG ginjal, MRI
2.6 Penatalaksanaan Awal
1. Assesment: Chronic Kidney Disease
DD/ Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus
Sindrom Nefritik Akut
Diagnosis : S : -
O: Hb, Ht, Leukosit, Trombosit, Eritrosit, MCH, MCV, MCHC, LED, Diff
Count, PDW, RDW, urinalisis, analisa gas darah, USG ginjal, MRI
Terapi :
Oksigen lembab 5 liter per menit per simple mask
IVFD D5 5 tpm (makro)
Koreksi cairan Natrium 1-3 mEq/kgBB, Kalium 1-3 mEq/kgBB ( IVFD
KAEN3B makro 8 tpm)
Konsul dokter spesialis anak
-Ceftriaxon 50mg/kgBB dibagi dalam 2 dosis ( 2x1200mg)
-Furosemid 1mg/kgBB dibagi dalam 2 dosis (2x24mg)
-Diet: -kalori : 55 kkal/kgBB (2.640 kkal/hari)
-protein : 1 g/kgBB (48 g/hari)
-garam: 1 g/hari
-Rawat ruang observasi isolasi
-Rujuk ke Sp.A (K) Nefrologi di RSHS untuk HD
Monitoring : - Observasi keadaan umum, tanda vital
- Input output tiap 4 jam (diuresis, intake cairan)
Edukasi :
- Menjelaskan kondisi pasien kepada walinya bahwa pasien mengalami
gangguan pada ginjalnya sehingga menyebabkan bengkak seluruh tubuh
dan sesak nafas.
12

- Menjelaskan pada wali untuk menampung urin anak (agar dapat diperiksa
perkembangan hasil pengobatannya) setiap anak buang air kecil.
- Menjelaskan kepada wali bahwa penyakit anaknya membutuhkan cuci
darah dan harus dirujuk ke rumah sakit dengan fasilitas yang memadai.
- Menjelaskan kepada wali bahwa akibat menurunnya fungsi ginjal pada
anaknya yang semakin lama akan semakin menurun maka diperlukan
adanya transplantasi ginjal yang sulit dilakukan, oleh karena itu perlu
dilakukan cuci darah secara rutin untuk membantu kerja ginjal.
- Menjelaskan pada wali bahwa diperlukan diet yang sesuai dengan
kebutuhan pasien dikarenakan fungsi ginjal yang sudah menurun.

2. Assesment: Anemia Penyakit Kronik


DD/ Anemia Defisiensi Besi
Anemia Perdarahan Kronik

Diagnosis : S : -
O: -
Terapi : - Pemberian EPO (human recombinant erythropoietin) 30-300
unit/kg/minggu , dibagi 3 dosis dalam seminggu
- Fe 2-3mg/kgBB/hari dibagi dalam 2-3 dosis (2x 48mg)
Monitoring : - Observasi keadaan umum, tanda vital
Edukasi : - Menjelaskan kondisi pasien kepada wali bahwa pasien mengalami
gangguan pada ginjalnya yang bersifat kronis/lama sehingga
menyebabkan terjadinya anemia/kurang darah.
- Menjelaskan pada wali bahwa diperlukan pemberian EPO apabila Hb
dibawah 10 gr/dL hingga mencapai target 11-12 gr/dL, akan tetapi karena
biaya pemberian EPO yang mahal maka hal tersebut sulit dilakukan.

3. Assesment: Hipertensi Sekunder ec CKD


Diagnosis : S : -
O: -
Terapi : - per oral: Captorpil 0,5-1 mg/kgBB dibagi dalam 3 dosis (3x 8mg)
Monitoring : - Observasi keadaan umum, tanda vital
- Pembatasan pemberian cairan dan garam
13

Edukasi : - Menjelaskan kondisi pasien kepada walinya bahwa pasien mengalami


gangguan pada ginjalnya sehingga menyebabkan meningkatnya tekanan
darah lebih dari nilai normal pada anak.
- Menjelaskan pada wali bahwa diperlukan pemberian obat anti darah tinggi
untuk mengurangi tekanan darah yang terjadi akibat adanya kerusakan
pada ginjal anak.

4. Assesment: Ascites ec CKD


Diagnosis : S : -
O: USG abdomen
Terapi : - per oral: Furosemid 2-6 mg/kgBB dibagi dalam 3 dosis (3x 32mg)
- Perbaikan keadaan umum
Monitoring : - Observasi keadaan umum, tanda vital
- Pembatasan pemberian cairan dan garam
Edukasi : - Menjelaskan kondisi pasien kepada walinya bahwa pasien mengalami
gangguan pada ginjalnya sehingga menyebabkan terkumpulnya cairan di
rongga perut.
- Menjelaskan pada wali bahwa diperlukan pemberian obat untuk
mengurangi cairan di rongga perut dengan cara dikeluarkan lewat urin.
- Menjelaskan pada wali bahwa pemberian obat untuk mengurangi cairan
di rongga perut tidak akan dilakukan terus menerus apabila perbaikan
keadaan umum pasien sudah tercapai.
14

2.7 Timeline/ Follow up

TANGGAL 10 Februari 2017 11 Februari 2017

S Sesak napas Sesak napas

O Sadar, edema anasarka Sadar, edema anasarka

BB : 60 kg,Bbkoreksi=48kg urin BB : 60 kg,Bbkoreksi=48kg urin


output: 175cc/8 jam output: 168cc/8 jam
T : 140/90 mmHg T : 130/100 mmHg
N : 120x/mnt N : 127x/mnt
Isi & tegangan cukup Isi & tegangan cukup
RR : 40x/mnt RR : 58 x/mnt
T : 37C t : 37C

A 1. Chronic Kidney Disease 1. Chronic Kidney Disease


DD/ Glomerulonefritis DD/ Glomerulonefritis
Akut Pasca Streptokokus Akut Pasca Streptokokus
Sindrom Nefrotik Sindrom Nefrotik
2. Anemia Penyakit Kronis dd/ 2. Anemia Penyakit Kronis dd/
Anemnia Defisiensi Besi Anemnia Defisiensi Besi
Anemia Perdarahan Kronik Anemia Perdarahan Kronik
3. Hipertensi Sekunder ec CKD 3. Hipertensi Sekunder ec CKD
4. Ascites ec CKD 4. Ascites ec CKD

P O2 masker 5lpm tetap


Infus D5 5 tpm Rujuk ke RSHS untuk HD anak
Koreksi Na 1-3 mEq/kgBB, Kalium 1-3
mEq/kgBB
Inj ceftiraxon 50mg/kgBB dalam 2 dosis
Inj furosemid 1mg/kgBB dalam 2 dosis
Diet: -kalori : 55 kkal/kgBB
-protein : 1 g/kgBB
-garam: 1 g/hari
Rujuk ke Sp.A (K) Nefrologi di RSHS
untuk HD keluarga menolak
Co Karumkit di RSBSA belum bisa HD
untuk anak

2.8 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi dan Klasifikasi

Penyakit ginjal kronik (PGK) atau chronic kidney disease (CKD) merupakan masalah
kesehatan yang serius pada dewasa dan anak dengan angka kesakitan dan kematian yang
meningkat dari tahun ke tahun di seluruh dunia. Masalah di klinik adalah underdiagnosis dan
undertreatment. (Aumas dkk, 2016)

Penyakit ginjal kronik ialah abnormalitas struktur atau fungsi ginjal (urinalisis,
pencitraan ginjal, histologi ginjal) yang berlangsung 3 bulan dengan atau tanpa penurunan

laju filtrasi glomerulus (LFG); atau LFG yang <60 mL/menit/1.73m2, selama 3 bulan dengan
atau tanpa kerusakan ginjal. (Pradeep Arora, 2016)

Penyakit ginjal kronik diklasifikasi menjadi 5 stadium, dimulai dengan stadium 1


dengan fungsi ginjal belum terganggu sampai dengan stadium 5 berupa kerusakan ginjal
permanen atau penyakit ginjal tahap akhir (PGTA). Penyebab PGK di antaranya kelainan
kongenital ginjal dan saluran kemih, penyakit glomerulus primer atau sekunder, nefritis
intersisial, infeksi atau batu saluran kemih, gangguan metabolik, dan lain-lain. (Aumas dkk,
2016)

Berdasarkan nilai LFG yang tersisa penyakit ginjal kronis diklasifikasikan dalam 5
stadium, seperti dalam tabel berikut: (Leni, 2015)
16

3.2 Patofisiologi
Ginjal normal mengandung sekitar 1 juta nefron, yang masing-masing memberikan
kontribusi terhadap total laju filtrasi glomerulus (LFG). Dalam keadaan cidera ginjal (terlepas
dari etiologi), ginjal memiliki kemampuan untuk mempertahankan LFG, meskipun terdapat
kerusakan nefron yang progresif, nefron sehat yang tersisa akan bermanifestasi hiperfiltrasi
dan hipertrofi sebagai kompensasi. Adaptasi nefron ini memungkinkan filtrasi zat terlarut
dalam plasma dapat berlanjut. Kadar ureum dan kreatinin dalam plasma meningkat setelah
LFG menurun sampai 50%. (Pradeep Arora, 2016)
Kadar ureum dan kreatinin akan naik sekitar dua kali lipat dengan penurunan LFG 50%.
Misalnya, kenaikan nilai dasar kreatinin plasma pada pasien 0,6 mg/dl menjadi 1,2 mg/dl,
meskipun masih dalam kisaran refrensi dewasa, sebenarnya telah terjadi kehilangan 50%
fungsi massa nefron. (Pradeep Arora, 2016)
Kompensasi hiperfiltasi dan hipertrofi nefron yang tersisa, walaupun bermanfaat, telah
dihipotesiskan menjadi penyebab utama disfungsi ginjal progresif. Peningkatan tekanan
kapiler glomerulus dapat merusak kapiler yang mengawali fokal sekunder dan segmental
glomerulosklerosis (FSGS) dan akhirnya menjadi global glomerulosklerosis. (Pradeep Arora,
2016)
Selain faktor proses penyakit yang mendasarinya dan hipertensi glomerulus, yang dapat
menyebabkan cedera ginjal progresif adalah sebagai berikut: (Pradeep Arora, 2016)
- Hipertensi sistemik
- Nephrotoksin (misalnya, obat anti-inflammatory [NSAID], media kontras intravena)
- Penurunan perfusi (misalnya, dari dehidrasi berat atau episode shock)
- Proteinuria (selain menjadi penanda CKD)
- Hiperlipidemia
- Hyperphosphatemia dengan deposisi kalsium fosfat
- Merokok
- Diabetes yang tidak terkontrol
Pada anak, penyakit ginjal kronis dapat disebabkan penyakit kongenital, didapat,
genetik, atau metabolik. Penyebab yang mendasari berkaitan erat dengan usia pasien saat
penyakit ginjal kronis pertama terdeteksi. Penyakit ginjal kronis pada anak yang berusia kurang
dari 5 tahun biasa disebabkan abnormalitas kongenital seperti hipoplasia atau displasia ginjal,
dan/atau uropati obstruktif. Penyebab lain adalah sindrom nefrotik kongenital, sindrom prune
belly, nekrosis korteks, glomerulosklerosis fokal segmental, penyakit ginjal polikistik,
trombosis vena renalis, dan sindrom hemolitik uremik.Setelah usia 5 tahun, penyakit- penyakit
17

didapat (berbagai bentuk glomerulonefritis termasuk lupus nefritis) lebih mendominasi.


Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan kerusakan berkelanjutan pada penyakit ginjal
kronis, yaitu glomerulosklerosis, pembentukan fibrosis tubulointerstisial, proteinuria, dan
sklerosis vaskular. (Leni, 2015)

3.3 Diagnosis
Penderita penyakit ginjal kronis stadium 1-3 (LFG>30 ml/ min ) biasanya bersifat
asimptomatik dan gejala klinis baru muncul pada stadium 4 dan 5. Kerusakan ginjal yang
progresif dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah akibat overload cairan dan produksi
hormon vasoaktif (hipertensi, edema paru dan gagal jantung kongestif), gejala-gejala uremia
(letargi, perikarditis hingga ensefalopati), akumulasi kalium dengan gejala malaise hingga
keadaan fatal yaitu aritmia, anemia akibat sintesis eritropoetin yang menurun, hiperfosfatemia
dan hipokalsemia (akibat defisiensi vitamin D3), dan asidosis metabolik akibat penumpukan
sulfat, fosfat, dan asam urat. (Leni, 2015)

Pada penyakit ginjal kronis dapat ditemukan hiperkalemia, hiponatremia, asidosis,


hipokalsemia, hiperfosfatemia, dan peningkatan kadar asam urat. Pasien dengan proteinuria
berat dapat mengalami hipoalbuminemia. (Leni, 2015)

Hitung darah lengkap menunjukkan anemia normokromik, normositik. Kadar

koletserol dan trigliserida serum biasa meningkat. Urinalisis menunjukkan hematuria dan

proteinuria pada anak dengan penyakit ginjal kronis yang disebabkan glomerulonefritis,
sementara displasia ginjal menghasilkan urin dengan abnormalitas minimal. (Leni, 2015)

3.4 Tatalaksana
Tujuan penatalaksanaan penyakit ginjal kronis adalah untuk menangani penyebab
primer gangguan ginjal, menghilangkan atau meminimalkan kondisi-kondisi komorbid,
mencegah atau memperlambat penurunan fungsi ginjal, menangani gangguan metabolik yang
terkait dengan penyakit ginjal kronik, mencegah dan menangani penyakit kardiovaskular, dan
mengoptimalisasikan pertumbuhan dan perkembangan. Pasien dengan penyakit ginjal kronis
harus menjalani evaluasi untuk menentukan diagnosis jenis penyakit ginjal, kondisi komorbid,
stadium kerusakan ginjal menurut LFG, komplikasi terkait tingkat LFG, faktor- faktor risiko
penurunan fungsi ginjal, dan faktor-faktor risiko bagi penyakit kardiovaskular. (Leni, 2015)

Berbagai masalah yang dapat dan perlu ditangani dalam penyakit ginjal kronis
18

dijelaskan sebagai berikut:

3.4.1 Dialisis

Ketika anak menunjukkan tanda-tanda akut dalam gagal ginjal kronis, terapi pengganti
ginjal diperlukan untuk menyelamatkan nyawanya. Dialisis peritoneal dalam bentuk CAPD
(continous ambulatory peritoneal dialysis) dapat digunakan pada anak sebelum transplantasi
ginjal dapat dilakukan. (Leni, 2015)

Tanda-tanda klinis yang perlu diperhatikan untuk segera memulai dialisis adalah
sindrom uremia yang nyata seperti muntah-muntah, kejang, penurunan kesadaran hingga
koma; kelebihan cairan yang menimbulkan gagal jantung, edema paru dan hipertensi; dan
asidosis yang tidak dapat dikoreksi dengan pemberian bikarbonat intravena. Dialisis juga dapat
mulai dilakukan bila ditemukan kadar ureum darah 200-300 mg/dl atau kreatinin 15 mg/dl,
hiperkalemia 7 mEq/l, atau bikarbonat plasma 12 mEq/l. Hemodialisis dapat dilakukan
secara akut bila terjadi kelebihan cairan, seperti edema paru atau gagal jantung kongestif, atau
terjadi kondisi serius yang mengancam jiwa pasien, seperti hiperkalemia, asidosis metabolik,
hipo atau hypernatremia. (Leni, 2015)

Hemodialisis adalah suatu proses pemisahan zat tertentu (toksin uremik) dari darah
melalui membran semi permeabel di dalam dialiser, dan selanjutnya dibuang melalui cairan
dialisat. Pada hemodialisis, pengeluaran zat terlarut dan kelebihan cairan terjadi dengan cepat
(3-5 jam) sehingga diperlukan oleh pasien dengan gangguan elektrolit, kelebihan cairan dan
hiperkatabolik yang memerlukan koreksi cepat. Perubahan zat terlarut dan pengeluaran cairan
yang terlalu cepat dapat menyebabkan hipotensi sehingga tidak dapat ditolerir oleh pasien
dengan keadaan hemodinamik yang tidak stabil. Sedangkan dialisis peritoneal mempunyai
kemampuan mengeluarkan zat terlarut dari darah 1/8 dari hemodialisis, dan kemampuan
mengeluarkan cairan 14 dari hemodialisis. (Dedi, 2009)
19

Akses vaskular merupakan bagian yang penting dalam sistem hemodialisis dan
mempengaruhi keberhasilan terapi dialisis tersebut. Akses vaskular dibedakan menjadi akses
sementara (temporary access) dan akses tetap (permanent access). Akses vaskular sementara
digunakan pada pasien gagal ginjal akut, pasien gagal ginjal kronis sementara menunggu akses
tetap dapat digunakan, atau pasien dialisis peritoneal dan transplantasi yang membutuhkan
hemodialisis sementara, atau pada pasien yang memerlukan plasmaferesis atau hemoperfusi.
Sedangkan akses vaskular tetap (permanent access) digunakan pada penderita yang
memerlukan hemodialisis jangka panjang. Pemilihan akses vaskular tergantung pada
kedaruratan melakukan dialisis, waktu yang tersedia untuk mempersiapkan akses vaskuler,
serta keadaan pembuluh darah pasien. (Dedi, 2009)

Akses vaskuler sementara yang menjadi pilihan adalah kanulasi vena per kutan
melalui vena sub klavia, vena jugularis interna, atau vena femoralis, dan pirau arterio-venosa
yang biasa digunakan sebagai akses vaskular hemodialisis pada anak terutama dengan berat
badan kurang dari 20 kg. Sedangkan akses vaskuler tetap dibuat secara sub kutan dengan
membuat anastomosis pada anggota gerak antara arteri besar dan vena terdekat (fistula arteri
vena) yang mula-mula ditemukan oleh Brascia-Cimino atau dengan interposisi komponen
graft antara arteri dan vena terdekat. (Dedi, 2009)

Pada pasien ini ditemukan tanda-tanda kelebihan cairan, asidosis metabolik, sehingga
perlu dilakukan dialisis. Pada penderita ini direncanakan dilakukan hemodialisis.
20

3.4.2 Anemia

Eritropoetin diberikan pada pasien predialisis dengan kadar hemoglobin di bawah 10


g/dL, diberikan secara subkutan 1-3 kali per minggu dengan rentang dosis inisial antara 30-
300 unit/kgbb/minggu. Terapi besi oral sebaiknya diberikan jika kadar feritin plasma di bawah
100 ng/mL, anjuran dosis 2-3 mg/kgbb/hari terbagi dalam 2-3 dosis. Zat besi diberikan dalam
keadaan perut kosong dan tidak diberikan bersamaan dengan pengikat fosfat. ( Sudung, 2009)

Pada pasien ini pemeriksaan darah didapatkan Hb 9,2 g/dL, pengelolaan anemia
sudah diindikasikan untuk dilakukan eritropoetin. Dosis yang diberikan 30-300 unit
kgBB/minggu dibagi dalam 3 dosis seminggu, serta di berikan tablet Fe 2-3mg/kgBB/hari
dalam 2-3 dosis.

3.4.3 Hipertensi

Penanganan hipertensi dengan terapi ACE inhibitor (angiotensin-converting enzyme


inhibitor) melindungi nefron yang tersisa dari cedera lebih lanjut dan memperlambat
penurunan fungsi ginjal. Antagonis reseptor angiotensin juga memiliki sifat renoprotektif.
Terapi diindikasikan jika tekanan darah anak lebih dari persentil ke 95 menurut usia, tinggi,
dan jenis kelamin. (Leni, 2015)

Tata laksana hipertensi meliputi terapi non farmakologis dan farmakologis tetapi terapi
farmakologis menjadi pilihan utama. Meskipun sering diberikan antihipertensi multipel,
dianjurkan dimulai dengan obat tunggal dengan dosis rendah kemudian ditingkatkan secara
perlahan sampai tekanan darah terkontrol, kecuali pada pasien dengan hipertensi emergensi
dan urgensi yang membutuhkan penurunan tekanan darah dengan segera. Target tekanan darah
yang ingin dicapai adalah di bawah persentil 90 atau <130/80 mmHg. Obat ACE inhibitors dan
angiotensin II type 1 receptor blockers (ARBs ) merupakan pilihan pertama karena mempunyai
efek renoprotektif. (Sudung, 2009)

Pembatasan cairan dan garam dapat mengurangi tekanan darah pada dewasa dan anak.
Jumlah garam yang disarankan adalah 0,5-1 mEq/kg BB/hari atau kira- kira 2 g NaCl/hari
untuk remaja dengan berat badan 20- 40 kg. Klasifikasi obat dan dosis dalam menurunkan
tekanan darah pada anak, dapat dilihat pada tabel berikut : (Leni, 2015)
21
22

Pada pasien ini terjadi peningkatan tekanan darah lebih dari persentil 95 menurut usia
dan jenis kelamin, dimana pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 140/100 mmHg,
sehingga pemberian terapi hipertensi pada pasien tersebut sudah diindikasikan. ACE inhibitor
menjadi salah satu pilihan terapi yang digunakan dimana penggunaannya dapat melindungi
nefron yang tersisa dari cedera lebih lanjut dan memperlambat penurunan fungsi ginjal. Pilihan
obat yang digunakan adalah Captopril dengan dosis yang dianjurkan yaitu 0,5-5 mg/kgBB tiap
8 jam. Pembatasan garam juga diterapkan pada pasien ini untuk penatalaksanaan non
farmakologis hipertensi.

3.4.4 Kebutuhan Cairan dan Elektrolit

Kebutuhan cairan, natrium dan kalium dapat dihitung menggunakan metode Holliday-
Segar, namun perlu diingat bahwa metode ini tidak dapat digunakan untuk neonatus berusia <
14 hari. Perumusan kebutuhan cairan holliday segar sebagai berikut: (Leni, 2015)

Kebutuhan elektrolit harian untuk natrium dan kalium dapat dilihat dalam tabel,
sementara kebutuhan harian untuk kalsium adalah 0,3 mmol/kg BB per hari dalam kondisi
normal dan 1 mmol/kg BB per hari jika terdapat defisiensi kalsium.Terapi gangguan elektrolit
pada anak, dapat dilihat pada tabel berikut. (Leni, 2015)
23

Pada pasien ini kebutuhan cairan dihitung menggunakan metode Holliday-Segar


dengan berat badan koreksi 48kg.

BB: 48kg (100mlx10) + (50mlx10) + (20mlx28)= 2.060ml/24 jam

Kebutuhan harian elektrolit kalium, natrium dan kalsium pada pasien ini disesuaikan dengan
kebutuhan harian karena kadar elektrolit pada pasien ini masih dalam batas normal, sehingga
tidak diperlukan terapi gangguan elektrolit.

3.4.5 Nutrisi

Pertumbuhan perlu dievaluasi secara teratur pada anak-anak dengan penyakit ginjal
kronis. Terapi rhGH diindikasikan pada anak dengan penyakit ginjal kronis dengan hambatan
24

pertumbuhan (< -2 SD). Dosis yang biasa Pertumbuhan perlu dievaluasi secara teratur pada
anak-anak dengan PGK. Terapi rhGH diindikasikan pada anak dengan PGK dan hambatan
pertumbuhan (< - 2 SD). Dosis yang biasa digunakan adalah 0.05 mg/kg/hari, secara subkutan
selama 6 hari dalam satu minggu. Status gizi pasien dengan penyakit ginjal kronis perlu diawasi
secara teratur dan mereka yang mengalami penurunan masukan diet atau malnutrisi perlu
menjalani modifikasi diet, konseling, dan edukasi atau terapi nutrisi khusus. Rekomendasi
nutrisi untuk anak dengan penyakit ginjal stadium akhir, dapat dilihat pada tabel berikut: (Leni,
2015)

Pada pasien ini status gizi masih baik dimana grafik Z score BB/Usia masih diantara 0
sampai +1 SD, TB/Usia diantara -1 sampai 0 SD. Dalam pemenuhan gizi sehari-hari dapat
menggunakan tabel yang telah direkomendasikan, sesuai dengan usia dan jenis kelamin.
3.4.6 Antibiotik

Terapi medikamentosa golongan penisilin diberikan untuk eradikasi kuman, yaitu


Amoksisilin 50 mg/kgbb dibagi dalam 3 dosis selama 10 hari. Jika terdapat alergi terhadap
golongan penisilin, dapat diberi eritromisin. (Prof.Dr.Syarifuddin, 2012)

Pada pasien ini diagnosis lain yang mungkin adalah Glomerulonefritis Akut PAsca
Streptokokus yang ditandai dengan ditemukannya bekas infeksi kulit yang dapat menyebabkan
25

terjadinya infeksi sekunder pada ginjal, sehingga diberikan terapi antibiotik pada pasien ini
yaitu Ceftriaxon yang merupakan antibiotik spectrum luas.

3.5 Prognosis

Tangri et al, melakukan model pengembangan dan validasi pada pasien dewasa dengan
menggunakan hasil laboratorium rutin untuk memprediksi perkembangan dari CKD (tahap 3-
5) ke gagal ginjal. Mereka melaporkan bahwa lebih rendah perkiraan laju filtrasi glomerulus
(GFR), albuminuria tinggi, usia yang lebih muda, dan jenis kelamin laki-laki menunjuk pada
pengembangan yang lebih cepat dari gagal ginjal. Juga, serum albumin, kalsium, dan tingkat
bikarbonat yang rendah dan tingkat serum fosfat yang tinggi diprediksi meningkatkan risiko
gagal ginjal. ( Pradeep Arora, 2016)

Prognosis pasien dengan penyakit ginjal kronis adalah bervariasi menurut stadium dan
penatalaksanaan yang dilakukan. Dengan deteksi dan penatalaksanaan dini, morbiditas dan
mortalitas diharapkan dapat diturunkan. (Leni, 2015)
26

DAFTAR PUSTAKA

1. Aumas Pabuti, Nanan Sekarwana, Partini P. Trihono. 2016. Kelainan Kardiovaskular


pada Anak dengan Berbagai Penyakit Ginjal Kronik. Sari Pediatri; 18(3):220-5
2. Blood pressure at the 95th percentile for boys and girls at height percentiles. 2004
Diambil dari The Fourth Report on the Diagnosis, Evaluation, and Treatment of High
Blood Pressure in Children and Adolescents. Pediatrics;114:555576.
3. Dedi Rachmadi, Fina Meilyana. Hemodialisis pada Anak dengan Chronic Kidney
Disease. Ilmu Kesehatan Anak. Bandung: FK UNPAD: 2009.
4. Leni Ervina, Dahler Bahrun, Hertanti Indah Lestari. Tatalaksana Penyakit Ginjal
Kronik pada Anak. Ilmu Kesehatan Anak. Palembang: FK UNSRI: 2015
5. Pradeep Arora, MD. 2016. Chronic Kidney Disease. Medscape. Diperbarui pada 24 Juli
2016. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/238798-overview#a6 pada
21 Februari 2017
6. Sudung O Pardede, Swanty Chunnaedy. 2009. Penyakit Ginjal Kronik pada Anak.
Sari Pediatri; 11(3):199-206).
7. Syarifuddin Rauf. Husein Albar. Jusli Aras. Konsensus Glomerulonefritis Akut Pasca
Streptokokus. Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: 2012.
27

Lampiran
STRONG KIDS
28
29

Anda mungkin juga menyukai