Anda di halaman 1dari 52

Laporan Kasus

DIARE INVASIF + FARINGITIS


AKUT

Oleh:
Muhammad Alfarizi Nasution, S.Ked 04084822225147
Syarifah, S.Ked 04084822225044
Melinda Wahyu Putri, S.Ked 04084822225134

Pembimbing:
dr. Yunita Fediani, Sp.A, M.Kes

KELOMPOK STAF MEDIK ILMU KESEHATAN ANAK


RSUD SITI FATIMAH PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2022
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus

Diare Invasif + Faringitis Akut

Oleh:
Muhammad Alfarizi Nasution, S.Ked 04084822225147
Syarifah, S.Ked 04084822225044
Melinda Wahyu Putri, S.Ked 04084822225134

Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Kelompok
Staf Medik Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya/RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang periode 07 November 2022 –
29 Januari 2023.

Palembang, Desember 2022

dr. Yunita Fediani, Sp.A, M.Kes

2
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas berkah
dan rahmatnya sehingga laporan kasus dengan judul “Diare invasif + Farigitis
akut” ini dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya. Karya ilmiah ini disusun
sebagai pemenuhan salah satu syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan klinik di
Departemen Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Daerah Siti Fatimah
Palembang, Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada dr. Yunita Fediani,
Sp.A, M.Kes, selaku pembimbing yang telah membantu dan mengarahkan penulis
sehingga karya ilmiah ini dapat menjadi lebih baik. Penulis menyadari masih
banyak kekurangan dalam penulisan ilmiah ini. Oleh karena itu, saran dan kritik
yang membangun diharapkan untuk karya ilmiah yang lebih baik lagi di masa
yang akan datang.

Palembang, Desember 2022

Penulis

3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 3
DAFTAR ISI 4
BAB I PENDAHULUAN 5
BAB II STATUS PASIEN 7
BAB III TINJAUAN PUSTAKA 24
BAB IV ANALISIS MASALAH 46
DAFTAR PUSTAKA 50

4
BAB I
PENDAHULUAN

Diare merupakan perubahan konsistensi tinja yang terjadi secara tiba-tiba akibat
jumlah air di dalam tinja meningkat melebihi normal dan jumlah frekuensi defekasi
meningkat lebih dari 3 kali dalam 24 jam dan berlangsung kurang dari 14 hari untuk
diare akut, 14 hari atau lebih untuk diare persisten. Faktor risiko terjadinya diare
persisten adalah usia kurang dari 6 bulan, lahir prematur, kondisi malnutrisi, tidak
mendapatkan ASI, penyakit komorbid dan anemia.

Diare merupakan penyebab utama kedua kematian pada anak dibawah usia lima
tahun di dunia. Jumlah kematian yang terjadi berkisar 1,5 juta anak setiap tahun yang
berarti hampir sama dengan satu dari lima kematian anak secara global. Angka kejadian
diare persisten atau kronis pada beberapa negara berkembang berkisar antara 7-15%
setiap tahun dan mengakibatkan kematian berkisar antara 36-54% dari keseluruhan
kematian akibat diare. Keadaan tersebut memperlihatkan bahwa diare persisten atau
kronis merupakan salah satu masalah kesehatan yang dapat mempengaruhi tingkat
kematian anak di dunia. Prevalensi diare persisten atau kronis di Indonesia adalah
sebesar 0,1% dengan kejadian terbesar pada usia 6-11 bulan.

Diare lebih banyak menjadi penyebab kematian dibandingkan dengan gabungan


AIDS, malaria dan campak. Kebanyakan anak meninggal karena banyak kehilangan
cairan, terutama terjadi pada anak balita dan anak-anak dengan kurang gizi atau dengan
gangguan kekebalan tubuh. Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di
negara berkembang termasuk Indonesia.

Menurut Riskesdas 2018, prevalensi diare di Indonesia berdasarkan diagnosis


tenaga Kesehatan sebesar 6,8% dan berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan atau gejala
yang pernah dialami sebesar 8%. Kelompok umur dengan prevalensi diare (berdasarkan
diagnosis tenaga Kesehatan) tertinggi yaitu pada kelompok umur 1-4 tahun sebesar
11,5% dan pada bayi sebesar 9%.3

Pneumonia adalah radang akut yang menyerang jaringan paru dan sekitarnya.
Pneumonia adalah manifestasi infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) yang paling nberat
karena dapat menyebabkan kematian. Penyebab pneumonia adalah berbagai macam
virus, bakteri atau jamur. Bakteri penyebab pneumonia yang tersering adalah

5
penumokokus (Streptococcus pneumonia), HiB (Haemophilus influenza type b), dan
stafilokokus (Staphylococcus aureus). Virus penyebab pneumonia sangat banyak,
misalnya rhinovirus, respiratory syncytial virus (RSV) atau virus influenza. Virus
campak (morbili) juga dapat menyebabkan komplikasi berupa pneumonia.21

6
BAB II
STATUS PASIEN

2.1 Identitas Pasien


Nama : An. NA
Umur : 1 Tahun 11 bulan 25 minggu
Tanggal Lahir : 16 Desember 2020

Jenis Kelamin : Perempuan

Nama Ayah : Tn. A


Nama Ibu : Ny. L
Alamat : Jl. Gulung Selapan
Agama : Islam
Kewarganegaraan: Indonesia
MRS tanggal : 11 Desember 2022

2.2 Anamnesis
Informasi diperoleh secara alloanamnesis kepada Ibu dan Ayah pasien
pada tanggal 11 Desember 2022.
A. Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan utama : Demam naik turun
Keluhan tambahan : Demam, BAB cair,batuk,muntah dan kurang
nafsu makan
Riwayat perjalanan penyakit
Sejak 3 hari SMRS, orang tua pasien mengeluh pasien mengalami
demam. Demam dirasakan naik turun ada, demam dirasakan tinggi saat
malam hari ada, ujung kaki tangan pasien terasa dingin ada, nafsu makan
berkurang ada,orang tua pasien juga mengatakan selain demam ada batuk
kering ada hilang timbul, muntah ada dengan frekuensi 3x dalam semalam,
muntahnya berupa ampas makan, dan saat yang berbarengan pasien juga
mengalami BAB cair yang di rasakan terus menerus dengan frekuensi lebih
dari 5 kali sehari, BAB disertai ampas, lalu pasien dibawa berobat ke salah
satu klinik dan tidak ada perubahan .
7
Sejak 1 hari SMRS, orang tua pasien mengeluh demam masih ada dan
keluhan berupa BAB cair masih ada. Frekuensi BAB > 10x sehari, BAB
disertai ampas. BAB berdarah tidak ada, namun terdapat lendir pada BAB.
BAB berwarna kuning-kehijauan. Pasien tampak kurang aktif. Anak terlihat
haus dan ingin minum terus. Mual dan Muntah ada. Penurunan nafsu makan
ada. Penurunan berat badan tidak ada. Sakit tenggorokan tidak ada. BAK
tidak ada keluhan. Pasien lalu dirujuk ke RSUD Siti Fatimah untuk
penatalaksanaan lebih lanjut.

B. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat keluhan yang serupa sebelumnya disangkal
Riwayat BAB cair sebelumnya tidak ada.
Riwayat alergi obat dan makanan tidak ada.

C. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat BAB cair dalam keluarga tidak ada.

D. Riwayat Pengobatan
Orang tua tidak ingat nama obat yang diberikan.

E. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien merupakan anak pertama, masuk dengan BPJS kelas II. Ayah seorang
wiraswasta dengan kisaran penghasilan Rp.3.000.000,-/bulan dan Ibu
seorang ibu rumah tangga. Pasien tinggal bersama kedua orang tua, dengan
jarak antar rumah berdekatan serta ventilasi udara yang kurang baik. Sumber
utama air yang digunakan air sumur.

8
F. Riwayat Sebelum Masuk Rumah Sakit
1. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Masa kehamilan : 38 Minggu
Partus : Pervaginam
Tempat : Rumah bersalin
Ditolong oleh : Bidan
Tanggal : 16 Deseember 2022
Keadaan bayi saat lahir : langsung menangis

BBL : 3100 g
PBL : 47 cm
LK : tidak ingat
Lila : tidak ingat
Presentasi : kepala
Trauma lahir : tidak ada

2. Riwayat Nutrisi
Pasien mengonsumsi susu formula yang mengandung laktosa sejak
mengenal MPASI dengan frekuensi 7-8 kali sehari, makanan MPASI berupa
bubur portifikasi dengan 3x sehari.

3. Riwayat Imunisasi

IMUNISASI DASAR

BCG √

DPT 1 √ DPT 2 √ DPT 3 √

Hepatitis B 1 √ Hepatitis B 2 √ Hepatitis B 3 √

Hib 1 √ Hib 2 √ Hib 3 √

9
Polio 1 √ Polio 2 √ Polio 3 √

Polio 4 √

Kesan: Pasien telah mendapatkan imunisasi lengkap

4. Riwayat Perkembangan
Riwayat perkembangan pasien normal sesuai dengan usianya.

2.3 PEMERIKSAAN FISIK


Tanggal pemeriksaan:
11/12/2022 Keadaan
Umum
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis (E4V5M6)
HR : 115 x/menit, reguler
Nadi : 108 x/menit, nadi teraba kuat, isi dan tegangan cukup
Pernapasan : 45 x/menit, reguler
Suhu : 39.7 oC

Status Antropometri
Berat badan : 13 Kg
Tinggi badan : 90 cm
BB/U : 13/2 (0<Z<2 normoweight)
PB/U : 90/2 (0<Z<2 normal)
BB/PB : 13/90 (0<Z<1 gizi baik)
IMT/U : 16,0/2 (0<Z<1 normal)
Kesan : Gizi baik

10
Keadaan Spesifik
1. Kepala
Bentuk : Normocephali, wajah simetris, ubun-ubun membonjol (-), nyeri
tekan (-)
Rambut : Hitam, tidak rontok dan tidak mudah dicabut
Wajah : Simetris, edema (-)
Mata : Tampak cekung (+) minimal, konjungtiva pucat (+/+), sklera ikterik
(- /-), edema palpebra (-/-), endoftalmus (-/-), eksoftalmus (-/-),
kornea jernih, pupil bulat, isokor (3mm/3mm), refleks cahaya (+/+)
Hidung : Deformitas (-), napas cuping hidung (-), septum deviasi (-),
sekret purulen (-), epistaksis (-)
Telinga : simetris, MAE lapang, sekret (-), nyeri tekan tragus (-/-), nyeri
tekan processus mastoideus (-/-), nyeri tarik auricula (-/-),
pendengaran baik
Mulut : bibir sianosis (-), pucat (-), kering (-), stomatitis (-), chelitis (-),
gigi-geligi lengkap normal, makroglosia (-), papil lidah atrofi (-),
lidah pecah-pecah (-), faring hiperemis (+), tonsil T1-T1, hiperemis
(-)
Leher : Simetris, leher pendek (-), lipatan nuchal (-), limfadenopati (-),
pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran KGB (-), JVP (5-2)
cmH2O

2. Thorax
Pulmo
Inspeksi : bentuk dada normal, sela iga melebar (-), retraksi dinding dada (+)
intercostal, spider nevi (-), venektasi (-); statis simetris kanan = kiri;
dinamis: simetris kanan = kiri
Palpasi : stem fremitus kanan = kiri, nyeri tekan (-), krepitasi (-)
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru, nyeri ketok (-), batas paru
hepar sulit dinilai
Auskultasi : suara nafas vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-).

Cor
11
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis tidak teraba
Perkusi : batas jantung normal
Auskultasi : BJ I-II normal, reguler, murmur (-), gallop (-)

3. Abdomen
Inspeksi :Cembung, distensi (-), venektasi (-), scar (-), striae (-),

Palpasi :Tegang, nyeri tekan (-), lien tidak terjadi perbesaran, hepar tidak
membesar, ginjal tidak membesar, undulasi (-), nyeri tekan
suprapubik (-), Turgor kulit kembali dalam 2 detik .
Perkusi : Timpani di seluruh regio abdomen, shifting dullness (-), nyeri ketok
CVA (-)
Auskultasi : Bising usus (+) meningkat 8x/m, bruit (-)

4. Genitalia
Alat kelamin : tidak diperiksa

5. Ekstremitas
Axila : Tidak ada pembesaran KGB
Akral : akral hangat, CRT <2 detik, pitting edema pretibial
(-/-).

12
2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
Tabel 1. Hasil Laboratorium 11 Desember 2022
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hematologi
Hemoglobin 11.9 17.0 – 22.0 g/dL
Hematokrit L 33.8 34 – 40 %
Trombosit 201 150 – 450.103/ µL
Leukosit 11,43 5-18.103/mm3
Eritrosit 4.3 3.1 – 4.5.106/mm3
Hitung Jenis
Basofil 0 0–1
Eosinofil L0 2–4
Netrofil 69 50 – 70
Limfosit L 22 25 – 40
Monosit H9 2–8

Glukosa sewaktu L 73 80 – 120 mg/dL


CRP semi Positif Negatif
(24mg/dl)
kuantitatif
SARS-Cov-2 Negatif Negatif
Antigen

Analisa Feces
Makroskopik
Konsistensi Cair

13
Warna Kuning
Darah Negatif Negatif
Lendir Negatif Negatif
Nanah Negatif Negatif
Mikroskopik
Eritrosit 0–1 0 – 1 LPB
Lekosit <10 <10 LPB
Lemak Negatif Negatif
Amilum Negatif Negatif
Serat Tumbuhan Negatif Negatif
Amoeba Negatif Negatif
Telur cacing Negatif Negatif

2.6. DAFTAR MASALAH


1. Demam
2. BAB cair
3. Muntah
4. Nafsu makan kurang

2.7. DIAGNOSIS BANDING


1. Gastroenteritis akut ec Rotavirus

2. Gastroenteritis akut ec salmonella spp

3. Gastroenteritis akut ec entamoeba hystolitica

4. Gastroenteritis akut ec candida albicans

5. Diare invasif ec parasit

2.8. DIAGNOSIS SEMENTARA


Diare invasif + faringitis akut

14
2.9. TATALAKSANA
a. Rencana pemeriksaan penunjang
b. Terapi Farmakologi
- IVFD KAEN 3A gtt/menit unit 12 makro
- Inj. Ceftriaxone 1×1000 mg IV dalam DS 100cc
- Inj. 0ndansentron 3x2 mg IV
- Liprolac 1x1 sachet
- Zink Syr 1x5ml
- Paracetamol syr 3x5 ml
- Beri PCT fls extra 130 mg IV jika suhu >38,5 0 c

c. Terapi non-farmakologi
- Istirahat / tirah baring
- Nutrisi yang adekuat
- Monitoring rehidrasi setiap jam. Rehidrasi dihentikan jika tanda
dehidrasi hilang.
- Edukasi keluarga
- Cek elektrolit

2.10 PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

15
2.11 FOLLOW UP Tanggal 11 Oktober 2022 :
Dengan keluhan anak rewel, demam ada (+) hari ke-3 naim turun, demam
dirasakan naik saat malam hari, ujing kaki tangan anak terasa dingin (+), nafsu makan
berkurang (+), batuk ada, mencret cair (+), mubtah (+) sekarang brkurang.
O:
Sens : CM
HR : 115x/menit

Suhu : 39,70 C
RR : 45 x/menit
Spo2 : 99 dengan nasal canul

Keadaan Spesifik
Kepala : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), coated tongue (-)

Mata : Pupil bulat, isokor, refleks cahaya (+/+), konjungtiva pucat (-),
sklera ikterik (-), air mata (-), mata cekung (-/-)

Hidung : Sekret (-), napas cuping hidung (-)

Telinga : posisi low set ear (-)

Mulut : Sianosis (-), labioskizis (-), palatoskizis (-)

Faring/Tonsil : Hiperemis (+)

Leher : pembesaran kelenjar tiroid/struma (-), pembesaran KGB (-)

Toraks Paru
Inspeksi : Statis dan dinamis simetris kanan dan kiri, retraksi interkostal(-/-).
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri.
Perkusi : Sonor pada kedua paru.
Auskultasi : Vesikuler (+/+) meningkat, ronkhi (-/-), wheezing (-/-).

16
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : BJ 1 & 2 (+) normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Lemas, datar , scar (-), venektasi (-)
Palpasi : lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-), turgor kulit kembali
dalam 2 detik.
Perkusi : Timpani di seluruh regio abdomen
Auskultasi : Bising usus (+) meningkat, bruit (-)
Ekstremitas
Palmar dekstra et sinistra
Look: sianosis (-), ptekiae (-), ikterik (-), deformitas (-). Feel:
akral hangat, CRT < 2 detik
Move: ROM tidak terbatas.
Pedis dekstra et sinistra
Look: sianosis (-), ptekiae (-), ikterik (-), deformitas (-). Feel:
akral hangat, CRT < 2 detik
Move: ROM tidak terbatas

A:
Hiperpireksia + Gastroenteritis akut

P:
- IVFD KAEN 3A gtt/menit unit 12 makro
- Inj. Ceftriaxone 1×1000 mg IV dalam DS 100cc
- Inj. 0ndansentron 3x2 mg IV
- Liprolac 1x1 sachet
- Zink Syr 1x5ml
- Paracetamol syr 3x5 ml

17
- Beri PCT fls extra 130 mg IV jika suhu >38,5 0 c

Tanggal 13 Oktober 2022:


S :
Anak rewel, BAB cair 4 kali, demam (+) satu kali pada saat sore sekitar puluk 3 dan
turun setelah minum obat paracetamol, muntah (-), batuk (-), nafsu makan berkurang
(+), nyeri perut (+).

O:
Sens : CM
HR : 125x/menit
Suhu : 36,7
RR : 40 x/menit
Spo2 : 97 %

Keadaan Spesifik
Kepala : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), coated tongue (-)

Mata : Pupil bulat, isokor, refleks cahaya (+/+), konjungtiva pucat (-),
sklera ikterik (-), air mata (-), mata cekung (-/-)

Hidung : Sekret (-), napas cuping hidung (-) Telinga: posisi low set ear (-)

Mulut : Sianosis (-), labioskizis (-), palatoskizis (-)

Faring/Tonsil : Hiperemis (+)

Leher : Pembesaran kelenjar tiroid/struma (-), pembesaran KGB (-)

Toraks Paru
Inspeksi : Statis dan dinamis simetris kanan dan kiri, retraksi
interkostal (-/-).
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri.
Perkusi : Sonor pada kedua paru.
Auskultasi : Vesikuler (+/+) meningkat, ronkhi (-/-), wheezing (-/-).

18
JANTUNG
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : BJ 1 & 2 (+) normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Lemas, datar , scar (-), venektasi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) meningkat, bruit (-)
Palpasi : lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani di seluruh regio abdomen
Ekstremitas
Palmar dekstra et sinistra
Look : Sianosis (-), ptekiae (-), ikterik (-), deformitas (-).
Feel : Akral hangat, CRT < 2 detik

Pedis dekstra et sinistra


Look : Sianosis (-), ptekiae (-), ikterik (-), deformitas (-).
Feel : Akral hangat, CRT < 2 detik

A:
Diare akut dehidrasi ringan- sedang ec suspk bakteri invasif dd/suspk typod

P:
- IVFD KAEN 3A gtt/menit unit 12 makro
- Drip Ceftriaxone 1,3g dalam DS 100ml/24 jam
- Ranitidine 2x1/4 ampul IV
- Liprolac 1x1 sachet
- Zink Syr 1x5ml
- Paracetamol syr 3x5 ml
- Oralit 50-100 ml

19
Tanggal 14 Oktober 2022
S:
Pasien rewel, demam (-), ujung kaki tangan dingin (-), nafsu makan berkurang (+),
batuk kering (+), mencret cair (+) sebanyak 4x sejak pagi dengan komposisi ampas
lebih banyak dari cairan. Muntah (-).

O:
Sens : CM
HR : 135x/menit
Suhu : 36,5
RR : 36x/menit
Spo2 : 96 %

Keadaan Spesifik
Kepala : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), coated tongue (-)
Mata : pupil bulat, isokor, refleks cahaya (+/+), konjungtiva pucat (-),
sklera ikterik (-), air mata (-), mata cekung (-/-)
Hidung : sekret (-), napas cuping hidung (-)
Telinga : posisi low set ear (-)
Mulut : Sianosis (-), labioskizis (-), palatoskizis (-)
Faring/Tonsil : Hiperemis (-)
Leher : Pembesaran kelenjar tiroid/struma (-), pembesaran KGB (-)

Toraks Paru
Inspeksi : statis dan dinamis simetris kanan dan kiri, retraksi intercostal (-).
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri.
Perkusi : Sonor pada kedua paru.
Auskultasi : Vesikuler (+/+) meningkat, ronkhi (-/-) minimal, wheezing (-/-).
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : BJ 1 & 2 (+) normal, murmur (-), gallop (-)

20
Abdomen
Inspeksi : Lemas, datar , scar (-), venektasi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) meningkat, bruit (-)
Palpasi : Lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani di seluruh regio abdomen
Ekstremitas
Palmar dekstra et sinistra
Look : Sianosis (-), ptekiae (-), ikterik (-), deformitas (-).

Feel : Akral hangat, CRT <2’


Move : ROM tidak terbatas.
Pedis dekstra et sinistra
Look : Sianosis (-), ptekiae (-), ikterik (-), deformitas (-).

Feel : Akral hangat, CRT <2’


Move : ROM tidak terbatas.

A : diare invasif + ISPA

P:
- IVFD KAEN 3A gtt/menit unit 12 makro
- Drip Ceftriaxone 1,3g dalam DS 100ml/24 jam
- Ranitidine 2x1/4 ampul IV
- Liprolac 1x1 sachet
- Zink Syr 1x5ml
- Paracetamol syr 3x5 ml
- Oralit 50-100 ml
- Racikan obat batuk pilek 3x1 pulv

Tanggal 15 Oktober 2022


S:
Pasien rewel, demam (-), ujung kaki tangan dingin (-), nafsu makan berkurang (+),
batuk kering (+), mencret cair (+) dengan komposisi ampas lebih banyak dari cairan.
Muntah (-).
21
O:
Sens : CM
HR :127x/menit

Suhu : 36,5
RR : 38x/menit
Spo2 : 98%

Keadaan Spesifik
Kepala: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), coated tongue (-)
Mata : pupil bulat, isokor, refleks cahaya (+/+), konjungtiva pucat (-), sklera ikterik (-),
air mata (-), mata cekung (-/-)
Hidung: sekret (-), napas cuping hidung (-)
Telinga: posisi low set ear (-)
Mulut : sianosis (-), labioskizis (-), palatoskizis (-) Faring/Tonsil: hiperemis (-) Leher :
pembesaran kelenjar tiroid/struma (-), pembesaran KGB (-)

Toraks Paru
Inspeksi : statis dan dinamis simetris kanan dan kiri, retraksi interkostal
(-/-). Palpasi : stem fremitus kanan = kiri.
Perkusi : sonor pada kedua paru.
Auskultasi : vesikuler (+/+) meningkat, ronkhi (-/-), wheezing (-/-).

Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : BJ 1 & 2 (+) normal, murmur (-), gallop (-)

22
Abdomen
Inspeksi : Lemas, datar , scar (-), venektasi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) meningkat, bruit (-)
Palpasi : lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani di seluruh regio abdomen

Ekstremitas
Palmar dekstra et sinistra
Look : sianosis (-), ptekiae (-), ikterik (-), deformitas (-).
Feel : akral hangat, CRT <2’
Move : ROM tidak terbatas.
Pedis dekstra et sinistra
Look : sianosis (-), ptekiae (-), ikterik (-), deformitas (-).

Feel : akral hangat, CRT <2’


Move : ROM tidak terbatas.

A:
Diare invasif + ISPA
P:

- IVFD KAEN 3A gtt/menit unit 12 makro


- Drip Ceftriaxone 1,3g dalam DS 100ml/24 jam
- Ranitidine 2x1/4 ampul IV
- Liprolac 1x1 sachet
- Zink Syr 1x5ml
- Paracetamol syr 3x5 ml
- Racikan obar batuk pilek 3x1 pulv

23
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Diare Akut


3.1.1 Definisi
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari
disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah
yang berlangsung kurang dari satu minggu.4
Gastroenteritis adalah peradangan lambung, usus kecil, atau usus besar, yang
menyebabkan sakit perut, kram, mual, muntah, dan diare. Gastroenteritis akut
berlangsung kurang dari 14 hari. Berbeda dengan gastroenteritis persisten, yang
berlangsung antara 14 dan 30 hari, dan gastroenteritis kronis, yang berlangsung lebih
dari 30 hari.5 Gastroenteritis akut (GEA) didefinisikan sebagai penyakit dengan
perubahan konsistensi tinja menjadi lunak atau cair, dan/atau peningkatan frekuensi
tinja hingga lebih dari tiga kali dalam 24 jam, dengan atau tanpa demam atau muntah.
Dalam beberapa bulan pertama kehidupan, perubahan konsistensi tinja merupakan
indikasi yang lebih signifikan dibandingkan dengan perubahan frekuensi tinja untuk
menandakan penyakit diare akut.6
Diare dapat disebabkan infeksi maupun non infeksi. Dari penyebab diare yang
terbanyak adalah diare infeksi. Diare non infeksi dapat terjadi jika terdapat kerusakan
pada brush border vili usus yang mengurangi kapasitas absorbsi usus sehingga
menyebabkan diare osmotik. Diare infeksi dapat disebabkan oleh virus, bakteri, dan
parasit yang menyebabkan kerusakan pada mukosa baik struktural maupun fungsional
dengan tingkat keparahan yang bervariasi. Beberapa patogen juga dapat melepaskan
toksin yang mengikat reseptor enterosit spesifik, melepaskan ion klorida ke dalam
lumen usus yang akhirnya menyebabkan diare sekretorik.7,8

3.1.2 Epidemiologi
Secara global, GEA sering menyerang anak-anak yang berusia di bawah 5 tahun
dan menyebabkan kematian tertinggi kedua secara global setelah pneumonia.

24
Terdapat 1,7 miliar kasus diare setiap tahun, yang menyebabkan 124 juta kunjungan
klinik, 9 juta rawat inap, dan 1,34 juta kematian, lebih dari 98% dari kematian ini terjadi
di negara berkembang. Telah diperkirakan sekitar 125 juta kasus gastroenteritis di antara
bayi usia 0-11 bulan dan 450 juta kasus pada anak usia 1-4 tahun, terutama di negara
berkembang.7,9
Di Indonesia, setiap tahun sekitar 100 juta episode diare didapatkan 13,3% di
Puskesmas, di rumah sakit didapat 0,45% pada penderita rawat inap dan 0,05% pasien
rawat jalan. Beberapa faktor epidemiologis penting berkaitan dengan diare akut yang
disebabkan oleh infeksi. Makanan atau minuman terkontaminasi, berpergian,
penggunaan antibiotik, HIV positif atau AIDS, merupakan petunjuk penting dalam
mengidentifikasi pasien beresiko tinggi untuk diare infeksi.10

3.1.3 Klasifikasi
Pembagian diare dapat didasarkan pada:4
1. Pembagian diare menurut etiologi
2. Pembagian diare menurut mekanismenya yaitu gangguan
1) Absorbsi
2) Gangguan sekresi
3. Pembagian diare menurut lamanya diare
1) Diare akut: berlangsung <14 hari
2) Diare kronik: berlangsung >14 hari dengan etiologi non-infeksi
3) Diare persisten: berlangsung >14 hari dengan etiologi infeksi

3.1.4 Faktor Risiko


Faktor risiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara lain: tidak
memberikan ASI secara penuh untuk 4 – 6 bulan pertama kehidupan bayi, tidak
memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja, kurangnya sarana
kebersihan (MCK), kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk, penyiapan dan
penyimpanan makanan yang tidak higienis dan cara penyapihan yang tidak baik. Selain
hal-hal tersebut, beberapa faktor pada penderita dapat meningkatkan kecenderungan
untuk dijangkiti diare antara lain: gizi buruk,

25
imunodefisiensi, berkurangnya keasaman lambung, menurunnya motilitas usus,
menderita campak dalam 4 minggu terakhir dan faktor genetik.4

3.1.5 Etiologi
Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal-oral yaitu melalui
makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, kontak langsung tangan
dengan penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita atau tidak
langsung melalui lalat (melalui 4F = finger, flies, fluid, field).4
Penyebab infeksi utama timbulnya diare umumnya adalah golongan virus, bakteri
dan parasit. Dua tipe dasar dari diare akut oleh karena infeksi adalah non inflammatory
dan inflammatory. Enteropatogen menimbulkan non inflammatory diare melalui
produksi enterotoksin oleh bakteri, destruksi sel permukaan villi oleh virus, perlekatan
oleh parasit, perlekatan dan/atau translokasi dari bakteri. Sebaliknya inflammatory diare
biasanya disebabkan oleh bakteri yang menginvasi usus secara langsung atau
memproduksi sitotoksin. Di negara berkembang kuman patogen penyebab penting diare
akut pada anak-anak yaitu: Rotavirus, Escherichia coli enterotoksigenik, Shigella,
Campylobacter jejuni dan Cryptosporidium.4

3.1.6 Patogenesis
Patogenesis terjadinya diare yang disebabkan oleh virus yaitu virus yang
menyebabkan diare pada manusia secara selektif menginfeksi dan menghancurkan sel-
sel ujung-ujung villus pada usus halus. Biopsi usus halus menunjukkan berbagai tingkat
penumpulan villus dan infiltrasi sel bundar pada lamina propria. Perubahan- perubahan
patologis yang diamati tidak berkorelasi dengan keparahan gejala-gejala klinis dan
biasanya sembuh sebelum penyembuhan diare. Mukosa lambung tidak terkena
walaupun biasanya digunakan istilah “gastroenteritis”, walaupun pengosongan lambung
tertunda telah didokumentasi selama infeksi virus Norwalk. Virus akan menginfeksi
lapisan epitelium di usus halus dan menyerang villus di usus halus. Hal ini
menyebabkan fungsi absorbsi usus halus terganggu. Sel-sel epitel usus halus yang rusak
diganti oleh enterosit yang baru, berbentuk kuboid yang belum matang sehingga
fungsinya belum baik. Villus mengalami atrofi dan tidak dapat mengabsorbsi cairan
dan makanan dengan baik. Selanjutnya, cairan dan makanan yang tidak terserap/tercerna
akan meningkatkan tekanan koloid osmotik usus dan terjadi hiperperistaltik usus
sehingga cairan beserta makanan yang tidak terserap terdorong keluar usus melalui
26
anus, menimbulkan diare osmotik dari penyerapan air dan nutrien yang tidak sempurna.
Diare karena bakteri terjadi melalui salah satu mekanisme yang berhubungan
dengan pengaturan transpor ion dalam sel-sel usus cAMP,cGMP, dan Ca dependent.
Patogenesis terjadinya diare oleh salmonella, shigella, E. coli agak berbeda dengan
patogenesis diare oleh virus, tetapi prinsipnya hampir sama. Bedanya bakteri ini dapat
menembus (invasi) sel mukosa usus halus sehingga depat menyebakan reaksi sistemik.
Toksin shigella juga dapat masuk ke dalam serabut saraf otak sehingga menimbulkan
kejang. Diare oleh kedua bakteri ini dapat menyebabkan adanya darah dalam tinja yang
disebut disentri.
Secara umum diare disebabkan 2 hal yaitu gangguan pada proses absorbsi atau
sekresi. Diare akibat gangguan absorpsi yaitu volume cairan yang berada di kolon lebih
besar daripada kapasitas absorpsi. Di sini diare dapat terjadi akibat kelainan di usus
halus, mengakibatkan absorpsi menurun atau sekresi yang bertambah. Apabila fungsi
usus halus normal, diare dapat terjadi akibat absorpsi di kolon menurun atau sekresi di
kolon meningkat. Diare dapat juga dikaitkan dengan gangguan motilitas, inflamasi dan
imunologi.
Rata-rata, gejala infeksi gastroenteritis bakteri berlangsung antara 2 dan 10 hari.
Karena pasien tidak dapat menyerap kembali cairan yang hilang, dehidrasi adalah
komplikasi parah yang paling umum dari gastroenteritis akut. Oleh karena itu, rawat inap
terkadang diperlukan pada pasien pediatrik, meskipun umumnya infeksi dapat sembuh
sendiri.4

3.1.7 Manifestasi Klinis


Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala lainnya
bila terjadi komplikasi ekstra intestinal termasuk manifestasi neurologik. Gejala
gastrointestinal bisa berupa diare, kram perut dan muntah. Sedangkan manifestasi
sistemik bervariasi tergantung pada penyebabnya.4

27
Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah ion
natrium, klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah bila ada
muntah dan kehilangan air juga meningkat bila ada panas. Hal ini dapat menyebabkan
dehidrasi, asidosis metabolik dan hipokalemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang
paling berbahaya karena dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskuler dan
kematian bila tidak diobati dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas
plasma dapat berupa dehidrasi isotonik, dehidrasi hipertonik (hipernatremik) atau
dehidrasi hipotonik. Menurut derajat dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan,
dehidrasi sedang atau dehidrasi berat.4
Bila terdapat panas dimungkinkan karena proses peradangan atau akibat dehidrasi.
Panas badan umum terjadi pada penderita dengan inflammatory diare. Nyeri perut yang
lebih hebat dan tenesmus yang terjadi pada perut bagian bawah serta rektum
menunjukkan terkenanya usus besar.4
Mual dan muntah adalah simptom yang non spesifik akan tetapi muntah mungkin
disebabkan oleh karena organisme yang menginfeksi saluran cerna bagian atas seperti:
enterik virus, bakteri yang memproduksi enterotoksin, Giardia, dan Cryptosporidium.
Muntah juga sering terjadi pada non inflammatory diare. Biasanya penderita tidak panas
atau hanya subfebris, nyeri perut periumbilikal tidak berat, watery diare, menunjukkan
bahwa saluran cerna bagian atas yang terkena. Oleh karena pasien immunocompromise
memerlukan perhatian khusus, informasi tentang adanya imunodefisiensi atau penyakit
kronis sangat penting.
Tabel. Gejala Khas Diare Akut oleh Berbagai Penyebab4

28
Tabel. Penilaian Derajat Dehidrasi Berdasarkan Gejala Klinis4

3.1.8 Penegakkan Diagnosis


Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut: lama diare, frekuensi,
volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada/tidak lendir dan darah. Bila disertai muntah:
volume dan frekuensinya. Kencing: biasa, berkurang, jarang atau tidak kencing dalam 6
– 8 jam terakhir. Makanan dan minuman yang diberikan selama diare. Adakah panas
atau penyakit lain yang menyertai seperti: batuk, pilek, otitis media, campak. Tindakan
yang telah dilakukan ibu selama anak diare: memberi oralit, membawa berobat ke
Puskesmas atau ke Rumah Sakit dan obat- obatan yang diberikan serta riwayat
imunisasinya.4
Anamnesis harus mencakup onset dan durasi gejala, asupan dan status dehidrasi,
dan gejala tanda bahaya yang memerlukan pengobatan. Gastroenteritis akut umumnya
didefinisikan sebagai penurunan konsistensi tinja (longgar atau cair) dan/atau
peningkatan frekuensi evakuasi (biasanya ≥3 dalam 24 jam), dengan atau tanpa demam
atau muntah. Diare akut biasanya berlangsung <7 hari dan tidak >14 hari. Muntah dan
diare tidak spesifik untuk gastroenteritis akut, diagnosis lain harus dipertimbangkan.
29
Meskipun kejang lebih sering dikaitkan dengan demam tinggi, infeksi sistem saraf
pusat, atau kelainan elektrolit, kejang dapat disebabkan oleh infeksi rotavirus pada anak-
anak.11

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh, frekuensi denyut
jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari tanda- tanda utama
dehidrasi: kesadaran, rasa haus dan turgor kulit abdomen dan tanda- tanda tambahan
lainnya: ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata: cekung atau tidak, ada atau tidak
adanya air mata, bibir, mukosa mulut dan lidah kering atau basah.
Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolik. Bising usus
yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemi. Pemeriksaan ekstremitas perlu
karena perfusi dan capillary refill dapat menentukan derajat dehidrasi yang terjadi.
Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara: obyektif yaitu
dengan membandingkan berat badan sebelum dan selama diare, subyektif dengan
menggunakan kriteria WHO, Skor Maurice King, kriteria MMWR dan lain-lain.4

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak
diperlukan, hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya penyebab
dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut atau pada penderita
dengan dehidrasi berat. Contoh: pemeriksaan darah lengkap, kultur urine dan tinja pada
sepsis atau infeksi saluran kemih.
Pemeriksaan Makroskopik
Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua penderita dengan
diare meskipun pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan. Tinja yang watery dan tanpa
mukus atau darah biasanya disebabkan oleh enterotoksin virus, protozoa atau
disebabkan oleh infeksi diluar saluran gastrointestinal. Tinja yang mengandung darah
atau mukus bisa disebabkan infeksi bakteri yang menghasilkan sitotoksin, bakteri
enteroinvasif yang menyebabkan peradangan mukosa atau parasit usus seperti : E.
histolytica, B. coli dan T. trichiura. Apabila terdapat darah biasanya bercampur dalam
tinja kecuali pada infeksi dengan E. Histolytica darah sering terdapat pada permukaan
tinja dan pada infeksi EHEC terdapat garis-garis darah pada tinja. Tinja yang berbau

30
busuk didapatkan pada infeksi dengan Salmonella, Giardia, Cryptosporidium dan
Strongyloides.
Pemeriksaan Mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik untuk mencari adanya lekosit dapat memberikan
informasi tentang penyebab diare, letak anatomis serta adanya proses peradangan
mukosa. Lekosit dalam tinja diproduksi sebagai respon terhadap bakteri yang
menyerang mukosa kolon. Lekosit yang positif pada pemeriksaan tinja menunjukkan
adanya kuman invasif atau kuman yang memproduksi sitotoksin seperti Shigella,
Salmonella, C. jejuni, EIEC, C. difficile, Y. enterocolitica, V. parahaemolyticus dan
kemungkinan Aeromonas atau P. shigelloides.

3.1.9 Tatalaksana
WHO merekomendasikan lima tatalaksana utama diare yang disebut lintas
penatalaksanaan diare terdiri dari rehidrasi, suplementasi zink, nutrisi, antibiotik
selektif, dan edukasi orang tua/pengasuh. WHO juga menyusun rencana pengobatan
untuk mengobati diare, dimana rencana terapi A untuk tanpa dehidrasi, B untuk
dehidrasi ringan-sedang dan C untuk dehidrasi berat.12

31
32
33
34
Rehidrasi
Pemberian cairan pada kondisi tanpa dehidrasi adalah pemberian larutan oralit
dengan osmolaritas rendah. Oralit untuk pasien diare tanpa dehidrasi diberikan sebanyak
10 ml/kgbb tiap BAB. Rehidrasi pada pasien diare akut dengan dehidrasi ringan-sedang
dapat diberikan sesuai dengan berat badan penderita. Volume oralit yang disarankan
adalah sebanyak 75 ml/KgBB. Apabila oleh karena satu hal pemberian oralit tidak dapat
diberikan per oral, oralit dapat diberikan melalui nasogastrik dengan volume yang sama
dengan kecepatan 20ml/kgBB/jam. Setelah 3 jam keadaan penderita dievaluasi, apakah
membaik, tetap atau memburuk. Bila keadaan membaik dan dehidrasi teratasi
pengobatan dapat dilanjutkan di rumah dengan memberikan oralit dan makanan dengan
cara seperti pada pengobatan diare tanpa dehidrasi Buang Air Besar (BAB) berikutnya
diberikan oralit sebanyak 10 ml/KgBB atau anak usia <1 tahun 50-100 ml, 1-5
tahun adalah 100-200 ml, 5-12 tahun adalah 200-300 ml dan dewasa adalah 300- 400 ml
setiap BAB. Pada bayi yang masih mengkonsumsi Air Susu Ibu (ASI), ASI dapat
diberikan.13

Parenteral
Pada kasus diare dengan dehidrasi berat dengan atau tanpa tanda-tanda syok,
diperlukan rehidrasi tambahan dengan cairan parenteral. Bayi dengan usia <12 bulan
diberikan ringer laktat (RL) sebanyak 30 ml/KgBB selama satu jam, dapat diulang bila
denyut nadi masih terasa lemah. Apabila denyut nadi teraba adekuat, maka ringer laktat
dilanjutkan sebanyak 70 ml/KgBB dalam lima jam.
Anak berusia >1 tahun dengan dehidrasi berat, dapat diberikan ringer laktat (RL)
sebanyak 30 ml/KgBB selama setengah sampai satu jam. Jika nadii teraba lemah
maupun tidak teraba, langkah pertama dapat diulang. Apabila nadi sudah kembali kuat,
dapat dilanjutkan dengan memberikan ringer laktat (RL) sebanyak 70 ml/KgBB selama
dua setengah hingga tiga jam.
Penilaian dilakukan tiap satu hingga dua jam. Apabila status rehidrasi belum dapat
dicapai, jumlah cairan intravena dapat ditingkatkan. Oralit diberikan sebanyak 5
ml/KgBB/jam jika pasien sudah dapat mengkonsumsi langsung. Bayi

35
dilakukan evaluasi pada enam jam berikutnya, sementara usia anak-anak dapat
dievaluasi tiga jam berikutnya.13

Suplementasi Zinc
Suplementasi zinc digunakan untuk mengurangi durasi diare, menurunkan risiko
keparahan penyakit, dan mengurangi episode diare. Pengunaan mikronutrien untuk
penatalaksanaan diare akut didasarkan pada efek yang diharapkan terjadi pada fungsi
imun, struktur, dan fungsi saluran cerna utamanya dalam proses perbaikan epitel sel
seluran cerna.14
Secara ilmiah zinc terbukti dapat menurunkan jumlah buang air besar (BAB) dan
volume tinja dan mengurangi risiko dehidrasi. Zinc berperan penting dalam
pertumbuhan jumlah sel dan imunitas. Pemberian zinc selama 10-14 hari dapat
mengurangi durasi dan keparahan diare. Selain itu, zinc dapat mencegah terjadinya diare
kembali. Meskipun diare telah sembuh, zinc tetap dapat diberikan dengan dosis 10
mg/hari (usia < 6 bulan) dan 20 mg /hari (usia > 6 bulan).13

Antibiotik Selektif
Pemberian antibiotik dilakukan terhadap kondisi-kondisi seperti:
a. Patogen sumber merupakan kelompok bakteria
b. Diare berlangsung sangat lama (>10 hari) dengan kecurigaan
Enteropathogenic E coli sebagai penyebab.
c. Apabila patogen dicurigai adalah Enteroinvasive E coli.
d. Agen penyebab adalah Yersinia ditambah penderita memiliki tambahan
diagnosis berupa penyakit sickle cell.
e. Infeksi Salmonella pada anak usia yang sangat muda, terjadi peningkatan
temperatur tubuh (>37,5 C)

36
Tabel. Pemilihan Antibiotik untuk Diare Pada Kondisi Tertentu

3.1.10 Edukasi
Orang tua diharapkan dapat memeriksakan anak dengan diare puskesmas atau
dokter keluarga bila didapatkan gejala seperti: demam, tinja berdarah, makan dan atau
minum sedikit, terlihat sangat kehausan, intensitas dan frekuensi diare semakin sering,
dan atau belum terjadi perbaikan dalam tiga hari. Orang tua maupun pengasuh diberikan
informasi mengenai cara menyiapkan oralit disertai langkah promosi dan preventif yang
sesuai dengan lintas diare. Pemberian obat-obatan seperti antiemetik, antimotilitas, dan
antidiare kurang bermanfaat dan kemungkinan dapat menyebabkan komplikasi. Bayi
dengan usia kurang dari tiga bulan, tidak dianjurkan untuk menerima obat jenis
antispasmolitik maupun antisekretorik. Obat pengeras feses juga dikatakan tidak
bermanfaat sehingga obat-obatan tersebut juga tidak perlu diberikan. Efek samping
berupa sedasi atau anoreksia dapat menurunkan presentasi keberhasilan terapi rehidrasi
oral.13

37
3.1.11 Pencegahan
Kuman-kuman patogen penyebab diare umumnya disebarkan secara fekal- oral.
Pemutusan penyebaran kuman penyebab diare perlu difokuskan pada cara penyebaran
ini. Upaya pencegahan diare dapat dilakukan dengan cara:4
1. Mencegah penyebaran kuman patogen penyebab diare.
a. Pemberian ASI yang benar.
b. Memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI.
c. Penggunaan air bersih yang cukup.
d. Membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sehabis buang air besar
dan sebelum makan.
e. Penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota keluarga.
f. Membuang tinja bayi yang benar.

2. Memperbaiki daya tahan tubuh pejamu (host).


Cara-cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh anak dan
dapat mengurangi resiko diare antara lain:
a. Memberi ASI paling tidak sampai usia 2 tahun.
b. Meningkatkan nilai gizi makanan pendamping ASI dan memberi makan dalam
jumlah yang cukup untuk memperbaiki status gizi anak.
c. Imunisasi campak.

3.2 INFEKSI SALURAN NAPAS AKUT (ISPA)


3.2.1 Definisi
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan infeksi yang menyerang saluran
pernapasan baik itu saluran pernapasan atas ataupun saluran pernapasan bawah. Saluran
pernapasan atas dimulai dari bagian lubang hidung, pita suara, laring, sinus parasanal,
sehingga telinga tengah, dan saluran pernapasan bawah terdiri dari trakea, bronkus,
bronkiolus, dan alveoli (Saputri,I.W. 2016).
Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan atas atau bawah,
biasanya menular, yang dapat menimbulkan berbagai spectrum penyakit yang berkisar dari
penyakit tanpa gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan mematikan,
tergantung pada patogen, penyebabnya faktor lingkungan, dan faktor pejamu. Namun
38
demikian, sering juga ISPA didefinisikan sebagai penyakit saluran pernapasan akut yang
disebabkan oleh agen infeksius yang ditularkan dari manusia ke manusia (Masriadi,2017).
ISPA yang terjadi pada saluran pernapasan atas sering ditemui sebagai common cold,
influenza, sinusitis, tonsilitis, bahkan dapat meluas hingga menyebabkan otitis media.
Sementara ISPA yang menyerang saluran pernapasan bawah adalah bronchitis dan
pneumonia (Saputri,I.W. 2016). Timbulnya gejala biasanya cepat, yaitu dalam waktu berapa
jam sampai beberapa hari. Gejalanya meliputi demam, batuk, dan sering juga nyeri
tenggorokan, coryza (pilek), sesak napas, mengi, atau kesulitan bernapas. Infeksi Saluran
Pernapasan Akut sering disingkat dengan ISPA, istilah tersebut diadaptasi dari istilah dalam
bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI).
Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernapasan dan akut, dengan
pengertian sebagai berikut (Masriadi,2017) :
a. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan
berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
b. Saluran Pernapasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ
adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA secara anatomis
mencakup saluran pernapasan bagian atas, saluran pernapasan.Bagian bawah (termasuk
jaringan paru-paru) dan organ adneksa saluran pernapasan. Dengan batasan ini, jaringan
paru termasuk dalam saluran pernapasan (respiratory tract).
c. Infeksi akutadalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari
diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat
di golongkan dalam ISPA. Proses tersebut dapat berlangsung lebih dari 14 hari.

3.2.2 Klasifikasi
Menurut Program Pemberantasan Penyakit ISPA terdapat 2 golongan klasifikasi penyakit
ISPA yaitu pneumonia dan bukan pneumonia. Berdasarkan derajat beratnya penyakit,
pneumonia itu sendiri dibagi lagi menjadi pneumonia berat dan pneumonia tidak berat
(Saputri,I.W. 2016).
Secara lebih jelasnya ISPA diklasifikasikan kedalam beberapa kelompok sebagai berikut
(Kunoli,F.J. 2013):
a. Untuk kelompok usia 2 bulan sampai < 5 tahun, dibedakan dalam 3 klasifikasi, antara
lain:
1. Pneumonia berat, ditandai dengan adanya batuk dan atau sukar bernafas, serta adanya
tarikan dinding dada bagian bawah kedalam (chest indrawing)

39
2. Pneumonia, ditandai dengan adanya batuk dan atau sukar bernafas, nafas cepat
sebanyak 50 kali atau lebih/menit untuk usia 2 bulan sampai < 1 tahun, 40 kali atau
lebih/menit untuk usia 1 sampai < 5 tahun.
3. Bukan pneumonia, ditandai dengan adanya batuk dan atau sukar bernafas, tidak ada
nafas cepat serta tidak adanya `tarikan dinding dada bagian bawah kedalam.`
b. Untuk usia < 2 bulan, klasifikasi terdiri dari:
1. Pneumonia berat, ditandai dengan adanya batuk dan atau sukar bernafas, nafas cepat
60 kali atau lebih/menit atau tarikan kuat dinding dada bagian bawah kedalam.
2. Bukan pneumonia, ditandai dengan adanya batuk dan atau sukar bernafas, tidak
adanya nafas cepat dan tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah kedalam.

3.2.3 Etiologi
Penyakit ISPA dapat disebabkan oleh berbagai penyebab seperti bakteri, virus dan
riketsia. ISPA bagian atas umumnya disebabkan oleh virus, sedangkan ISPA bagian
bawah dapat disebabkan oleh bakteri, virus dan mycloplasma. ISPA bagian bawah yang
disebabkan oleh bakteri umumnya mempunyai manifestasi klinik yang berat sehingga
menimbulkan beberapa masalah dalam penanganannya. Bakteri penyebab ISPA antara
lain adalah Diplococcus pneumonia, Pneumococcus, Strepcoccus aureus, Haemophilus
Influenza dan lain-lain.Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan Influenza,
Adenovirus (Sinuraya, L.D. 2017). Penyakit ini dapat disebabkan oleh virus, bakteri,
riketsia atau protozoa. Virus yang termasuk penggolong ISPA adalah rinovius,
koronavitus, adenavirus, dan koksakievirus, influenza, virus sinsial pernapasan. Virus
yang ditularkan melalui ludah yang dibatukkan atau dibersinkan oleh penderita adalah
virus influenza, virus sinsial dan rino virus (Sinuraya, L.D. 2017).

3.2.4 Patofisiologi ISPA


Terjadinya infeksi antara bakteri dan flora normal di saluran nafas. Infeksi oleh
bakteri, virus dan jamur dapat merubah pola kolonisasi bakteri. Timbul mekanisme
pertahanan pada jalan nafas seperti filtrasi udara, inspirasi dirongga hidung, refleksi
batuk, refleksi epiglottis, pembersihan mukosilier dan fagositosis. Karena menurunnya
daya tahan tubuh penderita maka bakteri pathogen dapat melewati mekanisme system
pertahanan tersebut, akibatnya terjadi invasi didaerah-daerah saluran pernapasan atas
maupun bawah. Penularan penyakit ISPA dapat terjadi melalui udara yang telah
tercemar, bibit penyakit masuk kedalam tubuh melalui pernapasan, oleh karena itu,
maka penyakit ISPA ini termasuk golongan Air Borne Disease. Penularan melalui udara
40
dimaksudkan adalah cara penularan yang terjadi tanpa kontak dengan penderita maupun
dengan benda terkontaminasi. Sebagian besar penularan melalui udara dapat pula
menular melalui kontak langsung, namun tidak jarang penyakit yang sebagian besar
penularannya adalah karena menghisap udara yang mengandung unsur penyebab atau
mikroorganisme penyebab (Masriadi,2017).
ISPA dapat menular melalui beberapa cara, yaitu(Rosana,E.N. 2016) :
a. Transmisi droplet Droplet berasal dari orang (sumber) yang telah terinfeksi atau
yang telah menderita ISPA. Droplet dapat keluar selama terjadinya batuk, bersin
dan berbicara. Penularan terjadi bila droplet yang mengandung mikroorganisme ini
tersembur dalam jarak dekat (<1ml) melalui udara dan terdeposit di mukosa mata,
mulut, hidung, tenggorokan, atau faring orang lain. Karena droplet tidak terus
melayang di udara.
b. Kontak Langsung
Yaitu kontak langsung atau bersentuhan dengan bagian tubuh yang terdapat
pathogen, sehingga pathogen berpindah ke tubuh yang bersentuhan.

3.2.5 Tanda Dan Gejala ISPA

Tanda dan gejala ISPA biasanya muncul dengan cepat yaitu dalam beberapa jam
sampai beberapa hari. Penyakit ISPA pada balita dapat menimbulkan bermacam -
macam tanda dan gejala. Tanda dan gejala ISPA seperti batuk, kesulitan bernafas, sakit
tenggorokan, pilek, sakit telinga, dan demam (Rosana,E.N. 2016).
Gejala ISPA adalah sebagai berikut (Masriadi,2017) :
a. Gejala dari ISPA ringan:
Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau lebih
gejala-gejala sebagai berikut:
1) Batuk
2) Serak, yaitu anak bersuara perau pada waktu mengeluarkan suara (misal pada waktu
berbicara atau menangis).
3) Pilek, yaitu mengeluarkan lender atau ingus dari hidung.
4) Panas atau demam, suhu badan lebih dari 370C atau jika dahi anak diraba.
b. Gejala dari ISPA Sedang
1) Pernapasan lebih dari 50 kali per menit pada anak yang berumur kurang dari satu
tahun atau lebih dari 40 kali per menit pada anak yang berumur satu tahun atau lebih.
Cara menghitung pernapasan ialah dengan menghitung jumlah tarikan nafas dalam satu
41
menit dengan menggerakkan tangan.
2) Suhu lebih dari 390C (diukur dengan termometer).
3) Tenggorokan berwarna merah.
4) Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak campak.
5) Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga.
6) Pernapasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur).
7) Pernapasan berbunyi seperti menciut-ciut.
c. Gejala dari ISPA Berat Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika
dijumpai gejala ISPA ringan atau ISPA sedang disertai satu atau lebih gejala sebagai
berikut:
1) Bibir atau kulit membiru.
2) Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar ) pada waktu bernapas.
3) Anak tidak sadar atau kesadaran menurun.
4) Pernapasan berbunyi seperti orang mengorok dan anak tampak gelisah.
5) Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernapas.
6) Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba 7) Tenggorokan berwarna
merah.

3.2.6 Penatalaksanaan ISPA


Bayi baru lahir dan bayi berusia satu bulan atau disebut ‘bayi muda’ yang
menderita pneumonia dapat tidak mengalami batuk dan frekuensi pernapasannya secara
normal sering melebihi 50 kali permenit. Infeksi bakteri pada kelompok usia tersebut
dapat hanya menampakkan tanda klinis yang spesifik, sehingga sulit untuk membedakan
pneumonia dari sepsis dan meningitis. Infeksi tersebut dapat cepat fatal pada bayi muda
yang telah diobati dengan sebaik-baiknya di rumah sakit dengan antibiotik parenteral.
Cara yang paling efektif untuk mengurangi angka kematian karena pneumonia adalah
dengan memperbaiki manajemen kasus dan memastikan adanya penyediaan antibiotik
yang tepat secara teratur melalui fasilitas perawatan tingkat pertama dokter praktik
umum. Langkah selanjutnya untuk mengurangi angka kematian karena pneumonia
dapat dicapai dengan menyediakan perawatan rujukan untuk anak yang mengalami
ISPA berat memerlukan oksigen, antibiotik lini II serta keahlian klinis yang lebih hebat
(Masriadi,2017). Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk
standar pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangi penggunaan
antibiotik untuk kasus-kasus batuk pilek biasa, serta mengurangi penggunaan obat batuk
42
yang kurang bermanfaat. Adapun pengobatan yang dapat diberikan, yaitu
(Kunoli,J.Firdaus. 2013):
a. Pneumonia berat: Dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral, oksigen
dan sebagainya.
b. Pneumonia: Diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila penderita tidak
mungkin diberi kotrimoksasol atau dengan pemberian kotrimoksasol keadaan
penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik pengganti yaitu ampisilin,
amoksisilin atau penisilin prokain.
c. Bukan pneumonia: Tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan di rumah,
untuk batu dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang tidak
mengandung zat yang merugikan seperti Kodein, Dekstrometorfan dan Antihistamin.
Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol. Pederita dengan gejala
batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah
(eksudat) disertai pembesaran kelenjar getah bening di leher, dianggap sebagai
radang tenggorokan oleh kuman Strepcoccuss dan harus diberi antibiotik (Penisilin)
selama 10 hari. Tanda bahaya setiap bayi atau anak dengan tanda bahaya harus
diberikan perawatan khusus untuk pemeriksaan selanjutnya.
1. Pneumonia Rawat Jalan
Pada pneumonia ringan rawat jalan dapat diberikan antibiotik lini pertama secara
oral, misalnya amoksisilin 25 mg/kgBB atau kotrimoksazol 4 mg/kgBB TMP dan 20
mg/kgBB sulfametoksazol dua kali sehari selama 3 hari. Makrolid, baik eritromisin
maupun makrolid baru, dapat digunakan sebagai terapi alternatif beta – laktam untuk
pengobatan inisial pneumonia, dengan pertimbangan adanya aktivitas ganda terhadap S.
pneumoniae dan bakteri atipik.
Setalah itu, anjurkan ibu untuk memberi makan anak. Nasihati ibu untuk
membawa kembali anaknya setelah 2 hari atau lebih kalau keadaan anak memburuk atau
tidak dapat minum atau menyusui. Bila pernapasannya membaik ( melambat ), demam
berkurang, nafsu makan membaik, lanjutkan pengobatan sampai selesai 3 hari. Jika
frekuensi pernapasan, demam, dan nafsu makan tidak ada perubahan, ganti ke antibiotik
lini kedua dan nasihati ibu untuk kembali 2 hari lagi. Jika ada tanda pneumonia berat,
rawat anak di rumah sakit dan tangani sesuai pedoman pneumonia berat.

43
2. Pneumonia Rawat Inap
Terapi Antibiotik
Pemilihan antibiotik lini pertama dapat menggunakan golongan beta – laktam
atau kloramfenikol. Pada pneumonia yang tidak responsif terhadap beta -laktam dan
kloramfenikol, dapat diberikan antibiotik seperti gentamisin, amikasin, atau
sefalosporin, sesuai dengan petunjuk etiologi yang ditemukan. Antibiotik diteruskan
selama 7 – 10 hari pada pasien dengan pneumonia tanpa komplikasi. Pada neonatus dan
bayi kecil, terapi awal antibiotik intravena harus dimulai sesegera mungkin. Oleh karena
pada neonatus dan bayi kecil sering terjadi sepsis dan meningitis, antibiotik yang
direkomendasikan adalah antibiotik spektrum luas seperti kombinasi betalaktam /
klavulanat dengan aminoglikosid, atau sefalosporin generasi ketiga.
WHO menganjurkan pemberian ampisilin/amoksisilin 25 – 50 mg/kgBB/kali IV
atau IM setiap 6 jam yang dipantau dalam 24 jam selama 72 jam pertama. Bila anak
memberi respons yang baik maka diberikan selama 5 hari. Selanjutnya terapi
dilanjutkan di rumah atau di rumah sakit dengan amoksisilin oral 15 mg/kgBB/kali tiga
kali sehari untuk 5 hari berikutnya.
Pada balita dan anak yang lebih besar, antibiotik yang direkomendasikan adalah
antibiotik beta – laktam dengan/tanpa klavulanat; pada kasus yang lebih berat diberikan
beta – laktam/klavulanat dikombinasikan dengan makrolid baru intravena, atau
sefalosporin generasi ketiga. Bila pasien sudah tidak demam atau keadaan sudah stabil,
antibiotik diganti dengan antibiotik oral dan berobat jalan selama 10 hari.
Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam atau terdapat keadaan yang berat
maka ditambahkan kloramfenikol 25 mg/kgBB/kali IV atau IM setiap 8 jam. Bila pasien
datang dengan keadaan klinis yang berat segera berikan oksigen dan pengobatan
kombinasi ampisilin – kloramfenikol atau ampisilin – gentamisin. Sebagai alternatif,
beri seftriakson 80 – 100 mg/kgBB IV atau IM sekali sehari. Bila tidak membaik dalan
48 jam, maka bila mungkin foto toraks.
Apabila diduga pneumonia stafilokokal, ganti antibiotik dengan gentamisin 7,5
mg/kgBB IM sekali sehari dan klokasilin 50 mg/kgBB IM atau IV setiap 6 jam atau
klindamisin 15 mg/kgBB/hari hingga 3 kali pemberian. Bila keadaan anak membaik,
lanjutkan kloksasilin atau diklokasilin secara oral

44
4 kali sehari sampai secara keseluruhan mencapai 3 minggu atau klindamisin oral
selama 2 minggu.
Terapi Oksigen
Beri oksigen pada semua anak dengan pneumonia berat. Bila tersedia pulse
oksimeter, gunakan sebagai panduan untuk terapi oksigen ( berikan pada anak dengan
saturaso < 90%, anak yang tidak stabil. Hentikan pemberian oksigen bila saturasi tetap
stabil > 90%. Pemberian oksigen setelah saat ini tidak berguna.
Terapi Penunjang
Bila anak disetai demam yang tampaknya menyebabkan distres, beri antipiretik
seperti parasetamol. Bila ditemukaan adanya wheezing, beri bronkodilator kerja cepat.
Bila terdapat sekret kental di tenggorokan yang tidak dapat dikeluarkan oleh anak,
hilangkan dengan alat penghisap secara perlahan. Pastikan anak mendapatkan
kebutuhan cairan runatan yang sesuai, tetapi hati – hati terhadap kelebihan
cairan/overhidrasi. Anjurkan pemberian ASI dan cairan oral. Jika anak tidak dapat
minum, pasang pipa nasogastrik dan berikan cairan rumatan dalam jumlah sedikit tapi
sering. Jika asupan cairan oral mencukupi, jangan menggunakan pipa nasogastrik untuk
meningkatkan asupan, karena akan meningkatkan risiko pneumonia aspirasi. Jika
oksigen diberikan bersamaan dengan cairan nasogastrik, pasang keduanya pada lubang
hidung yang sama.

45
BAB IV
ANALISIS MASALAH

An. NA, Perempuan, usia 1 tahun 11 bulan 25 minggu, datang ke RSUD


Siti Fatimah Palembang dengan keluhan utama: Demam naik turun sejak 3 hari
SMRS dan keluhan tambahan berupa BAB cair, muntah (+), ujung kaki tanggan
dingin (+), nafsu makan kurang (+). Sejak 1 hari SMRS, orang tua pasien
mengeluh timbul keluhan berupa Demam (+), BAB cair. Frekuensi BAB > 10x
sehari, BAB disertai ampas. BAB berdarah tidak ada, namun terdapat lendir pada
BAB. BAB berwarna kuning-kehijauan. Pasien tampak kurang aktif. Anak
terlihat haus dan ingin minum terus. Mual dan Muntah ada. Penurunan nafsu
makan ada. Penurunan berat badan tidak ada. Sakit tenggorokan tidak ada. BAK
tidak ada keluhan. Pasien lalu dirujuk ke RSUD Siti Fatimah untuk
penatalaksanaan lebih lanjut.
Pada kasus, keluhan BAB cair sejak 1 hari SMRS dengan frekuensi >10x
sehari maka kondisi ini dapat didefinisikan sebagai diare akut (gastroenteritis
akut). Gastroenteritis akut (GEA) didefinisikan sebagai penyakit dengan
perubahan konsistensi tinja menjadi lunak atau cair, dan/atau peningkatan
frekuensi tinja hingga lebih dari tiga kali dalam 24 jam, dengan atau tanpa demam
atau muntah. Penyebab umum dari timbulnya diare adalah virus, bakteri, dan
parasit.
Diare dapat disebabkan oleh infeksi virus di usus besar. Rotavirus
merupakan virus yang paling sering menyebabkan diare pada anak-anak.
Kebanyakan menyerang pada bayi umur 6 bulan sampai 2 tahun. Bayi dibawah
umur 3 bulan juga dapat terkena. Masa inkubasi 1-2 hari . Gejala diawali oleh
demam yang tidak tinggi (sektiar 75%) dan muntah – muntah (sekitar 100%).
Diare juga sering disertai muntah, mengigil, demam dan malaise sehingga disebut
stomach flu.
Selain itu diare juga dapat disebabkan oleh bakteri. Diare karena bakteri
terjadi melalui salah satu mekanisme yang berhubungan dengan pengaturan
transpor ion dalam sel-sel usus. Bakteri dapat menembus (invasi) sel mukosa usus
halus sehingga depat menyebakan reaksi sistemik. Toksin shigella juga dapat
masuk ke dalam serabut saraf otak sehingga menimbulkan kejang. Diare oleh

46
bakteri ini dapat menyebabkan adanya darah dalam tinja yang disebut disentri.

47
Sedangkan diare yang disebabkan oleh parasit akan menyebabkan diare yang cair,
berbau busuk, disertai malabsorpsi, nyeri perut, tanpa inflamasi.
Pada kasus, gejala klinis yang timbul pada pasien mengarah ke gejala
khas diare akut yang disebabkan oleh virus yaitu terdapat demam, mual-muntah,
lama sakit berkisar 5-7 hari, volume tinja sedang, frekuensi BAB 5-10x/hari,
konsistensi cair, tidak terdapat darah, berwarna kuning-hijau. Dari hasil
pemeriksaan penunjang didapatkan pada tinja yang masih berada dalam batas
normal. Tinja yang watery dan tanpa mukus atau darah biasanya disebabkan oleh
enterotoksin virus atau disebabkan oleh infeksi diluar saluran gastrointestinal.
Sehingga kecurigaan terhadap diare yang disebabkan oleh bakteri dapat
disingkirkan.

Pada kasus gejala yang ditemukan berupa batuk, pilek, demam, ronkhi
basah halus tidak ada dan retraksi intercostal tidak ada, tidak ditemukan wheezing
dan demam yang subfebris.
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan infeksi yang
menyerang saluran pernapasan baik itu saluran pernapasan atas ataupun saluran
pernapasan bawah. ISPA dapat disebabkan oleh berbagai penyebab seperti
bakteri, virus dan riketsia. ISPA bagian atas umumnya disebabkan oleh virus,
sedangkan ISPA bagian bawah dapat disebabkan oleh bakteri, virus dan
mycloplasma. ISPA bagian bawah yang disebabkan oleh bakteri umumnya
mempunyai manifestasi klinik yang berat sehingga menimbulkan beberapa
masalah dalam penanganannya. Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah
Diplococcus pneumonia, Pneumococcus, Strepcoccus aureus, Haemophilus
Influenza dan lain-lain.Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan
Influenza, Adenovirus (Sinuraya, L.D. 2017). Penyakit ini dapat disebabkan oleh
virus, bakteri, riketsia atau protozoa. Virus yang termasuk penggolong ISPA
adalah rinovius, koronavitus, adenavirus, dan koksakievirus, influenza, virus
sinsial pernapasan. Virus yang ditularkan melalui ludah yang dibatukkan atau
dibersinkan oleh penderita adalah virus influenza, virus sinsial dan rino virus
(Sinuraya, L.D. 2017)
Maka sebagai kesimpulan dari gejala, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang yang ditemukan pasien mengalami Diare invasif + ISPA

48
Penatalaksanaan pada pasien dengan ISPA dapat berupa penatalaksanaan
secara suportif yaitu dengan pemberian O2 dan nutrisi parenteral. Pada pasien
diberikan terapi berupa oksigen berupa nasal kanul 0.5 lpm. Diberikan antibiotik
sebagai terapi profilaksis yaitu berupa ceftriaxone 1 x 700 mg dalam NS 100ml,
setelah itu diberi obat-obatan simptomatik untuk mengatasi keluhan yang
dirasakan pasien seperti paracetamol drip untuk meredakan demam. Hal ini juga
sejalan dengan penelitian yang dilakukan di RSUD Abdul Wahab Sjahranie pada
tahun 2015 bahwa penggunaan antibiotik profilaksis pada pneumonia yang
disebabkan oleh viral paling banyak digunakan adalah antibiotik golongan
sefalosporin generasi III seperti ceftriaxone. Preparat zink elemental 2x5ml
selama 10 hari, dan edukasi keluarga. Prinsip tatalaksana diare di Indonesia
telah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan yaitu Lima Langkah Tuntaskan
Diare (Lintas Diare) yaitu rehidrasi menggunakan oralit osmolaritas rendah,
pemberian Zinc selama 10 hari berturut-turut, teruskan pemberian ASI dan
makanan, antibiotik selektif, nasihat kepada orangtua/pengasuh. Rehidrasi pada
pasien dilakukan sesuai dengan derajat dehidrasi pasien. Dalam kasus ini, pasien
mengalami diare dehidrasi ringan-sedang, maka tatalaksana yang diberikan yaitu
rencana tarapi B, dimana pasien diberikan terapi rehidrasi berupa oralit 50
ml/kgBB dalam waktu 4 jam. Selain itu, pasien juga diberikan preparat zink
elemental dengan dosis 2 x 5 ml sesuai usia pasien < 6 bulan selama 10 hari.
Pasien tidak diberikan terapi antibiotik dikarenakan penyebab diare adalah virus.
Orang tua pasien juga diberikan edukasi terkait penyakit, pengobatan dan sanitasi
lingkungan. Edukasi orang tua pasien untuk memberikan oralit sesuai indikasi,
memberikan tablet zink selama 10 hari berturut- turut, dan memberikan nutrisi
makanan yang adekuat.
Probiotik dapat dipertimbangkan untuk diberikan pada diare akut karena
probiotik adalah bakteri hidup atau campuran yang mempunyai fungsi untuk
memperbaiki keseimbangan mikroflora usus. Fungsi diberikannya probiotik
adalah untuk fungsi proteksi mukosa dengan reepiteliasi mukosa dan imunitas
saluran cerna. Pada diare akut infeksi virus, probiotik dapat mencegah penyebaran
virus di dalam usus. Akan tetapi, probiotik masih jarang diberikan karena
harganya yang mahal dan perbedaan tingkat kesembuhan, jika diberikan probiotik
dan tidak hanya beda satu sampai dua hari. Sehingga probiotik belum masuk

49
sebagai lima lintas diare.

Komplikasi kasus pada pasien dibagi menjadi dua, yakni jangka pendek
berupa, dekompensasi jantung, edema paru, infeksi akibat penggunaan IV
berkepanjangan, sepsis, ensefalitis, hingga meningitis. Sedangkan untuk jangka
panjang akan terjadi hambatan pada pertumbuhan, perkembangan serta
kemungkinan dapat terjadi gizi buruk pada pasien.

Prognosis pada pasien ini bonam, dikarenakan ISPA dan Diare yang
dialami pasien mengalami perbaikan setiap harinya, diare yang disebabkan oleh
virus dapat sembuh sendiri dan pasien telah diberikan terapi hidrasi yang adekuat,
serta dengan terapi suportif dan pemberian antibiotik, sesak dan suara nafas
tambahan pasien semakin berkurang, sehingga kondisi yang saat ini dialami
pasien tidak mengancam nyawa.

50
DAFTAR PUSTAKA

1. Sattar SBA, Singh S. Bacterial Gastroenteritis.In: StatPearls. Treasure Island (FL):


StatPearls Publishing; 2021 Jan-. Tersedia di:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK513295/
2. Kementerian Kesehatan R.I, Riskesdas. 2018.
3. Subagyo B, Santoso NB. Diare Akut. In: Buku Ajar Gastroenterologi- Hepatologi.
Jakarta: UKK Gastroenterologi-Hepatologi IDAI; 2009.
4. Graves NS. Acute gastroenteritis. Vol. 40, Primary Care - Clinics in Office Practice.
2013.
5. Koletzko S, Osterrieder S. Akute infektiöse durchfallerkrankung im kindesalter. Vol.
106, Deutsches Arzteblatt. 2009.
6. Hasan H, Nasirudeen NA, Ruzlan MAF, Mohd Jamil MA, Ismail NAS, Wahab AA, et
al. Acute infectious gastroenteritis: The causative agents, omics-based detection of
antigens and novel biomarkers. Children. 2021;8(12):1–16.
7. Acute Gastroenteritis: Pediatric. Gastrointest Clin Decis Tool RNs with Auth Pract
[RN(AAP)s]. 2022;
8. Randy P Prescilla M. Pediatric Gastroenteritis. medscape J. 2018;
9. Zein U, Sagala KH, Ginting J. Diare Akut Disebabkan Bakteri. Fak Kedokt Div
Penyakit Trop dan Infeksi Univ Sumatera Utara. 2021;
10. Hartman, S., Brown, E., Loomis, E., & Russell, H. A. (2019). Gastroenteritis in
Children. American family physician, 99(3), 159–165.
11. Departemen Kesehatan RI. Buku Saku Petugas Kesehatan Lintas Diare. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI; 2011. 12–16 hal.
12. WHO. 2008. Pedoman pelayanan kesehatan anak di rumah sakit rujukan tingkat
pertama di kabupaten. alihbahasa, Tim Adaptasi Indonesia. Jakarta
: WHO Indonesia.
13. Gaurino et al. European Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology and
Nutrition/European Society for Paediatric Infectious disease Evidenced

51
Based Guidelines for Management of Acute Gastroenteritis in Children in Europe.
Journal of Pediatric Gast.
14. Nurarif, H. K. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
Nanda NIc-NOC. (3, Ed.). Jogjakarta: Mediaction publishing.
15. Ridha N. 2014. Buku Ajar Keperawatan Pada Anak. Jakarta: Pustaka Pelajar.
16. Padila. (2013) Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika
17. Somantri, Irman. (2007). Keperawatan Medikal Bedah Asuhan Keperawatan pada
Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika
18. Dahlan, Zul. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 2. Edisi 3. Jakarta
: FKUI
19. Iwantono HS. Bronkopneumoni2008 Mar. Available from: http://
/2008/03/bronkopneumonia.html
20. Raharjoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB. Buku Ajar Respirologi Anak. 1st ed. Jakarta:
Badan Penerbit IDAI. 2010. hal. 350 -365

52

Anda mungkin juga menyukai