Anda di halaman 1dari 59

Laporan Kasus

SEVERE DENGUE DENGAN TONSILOFARINGITIS AKUT


DAN GIZI KURANG PERAWAKAN NORMAL

Oleh:
Alexander Theo Yudasalean 0408482232088
Beatrix Freddrika Kisrawati 04084822326062
Shefty Putri Zahari 04084822326168

Pembimbing:
dr. Muhammad Aulia, Sp.A

BAGIAN/KSM ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RSUD SITI FATIMAH PROVINSI SUMATERA SELATAN
2023
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus
Severe Dengue dengan Tonsilofaringitis Akut dan Gizi Kurang Perawakan
Normal

Oleh:

Alexander Theo Yudasalean 04084822326088


Beatrix Freddrika Kisrawati 04084822326062
Shefty Putri Zahari 04084822326168

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam


mengikuti Kepaniteraan Klinik di Bagian/KSM Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/RSUD Siti Fatimah
Provinsi Sumatera Selatan periode 04 Desember – 31 Desember
2023.

Palembang, Desember 2023

dr. Muhammad Aulia, Sp.A

3
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
karena berkat rahmat-Nya laporan kasus berjudul “Severe Dengue dengan
Tonsilofaringitis Akut dan Gizi Kurang Perawakan Normal” ini dapat diselesaikan
dengan baik. Laporan kasus ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat dalam
mengikuti kepaniteraan klinik dan memberikan pengetahuan bagi mahasiswa di
Bagian/KSM Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya/RSUD Siti Fatimah Provinsi Sumatera Selatan periode 04 Desember –
31 Desember 2023.
Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada dr. Muhammad
Aulia, Sp.A karena berkat bimbingannya laporan kasus ini menjadi lebih baik.
Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu hingga selesainya laporan kasus ini. Penulis menyadari masih banyak
kekurangan dalam penulisan laporan kasus ini, oleh karena itu saran dan kritik
yang membangun sangat penulis harapkan untuk penulisan yang lebih baik.

Palembang, Oktober 2023

Penulis

4
DAFTAR ISI

5
DAFTAR GAMBAR

6
DAFTAR TABEL

7
BAB I
PENDAHULUAN
Dengue adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus dengue,
yang ditularkan oleh nyamuk dengan atau tanpa tanda kebocoran plasma
(plasma leakage). Infeksi virus dengue merupakan infeksi arbovirus yang
paling luas penyebarannya di negara tropik termasuk Indonesia. Penyakit ini
ditularkan oleh gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus.
Penyakit ini disebabkan oleh virus genus Flavivirus, famili Flaviviridae,
mempunyai 4 jenis serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Dari
empat serotipe dengue tersebut,DEN-3 merupakan serotipe dominan dan
sering berhubungan dengan kasus yang berat.
Dengue banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. Data dari
seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah
penderita dengue setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968
hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara
Indonesia sebagai negara dengan kasus dengue tertinggi di Asia Tenggara.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, di tahun 2022, jumlah kasus
dengue mencapai 131.265 kasus yang mana sekitar 40% adalah anak-anak
usia 0-14 tahun. Sementara, jumlah kematiannya mencapai 1.135 kasus
dengan 73% terjadi pada anak usia 0-14 tahun.
Gejala klasik dari dengue adalah gejala demam tinggi mendadak,
kadang- kadang bifasik (saddle backfever), nyeri kepala, nyeri otot, sendi
dan tulang belakang, nyeri belakang bola mata, mual, muntah dantimbulnya
ruam. Ruam berbentuk makulo- papular yang bisa timbul pada awal penyakit
(1-2 hari), kemudian menghilang tanpa bekas dan selanjutnya timbul
kembali ruam merah halus pada hari ke-6 dan 7 terutama didaerah kaki,
telapak kaki dan tangan disertai halo putih dan terasa gatal (convelescent
rash). Salah satu faktorrisiko penularan dengue adalah pertumbuhan

2
penduduk perkotaan yang cepat, mobilisasi penduduk karena membaiknya
sarana dan prasarana transportasi dan terganggu atau melemahnya
pengendalian populasi sehingga memungkinkan terjadinya KLB. Tidak ada
terapi spesifik pada dengue, prinsip utama adalah terapi suportif adekuat,
yang dapat menurunkan angka kematian hingga <1%. Khusus untuk pasien
dengue terapi utamaadalah rehidrasi dan menangani pendarahan untuk
menurunkan mortalitas. Hal yang penting pada dengueadalah pencegahan
penularan virus dengue.
Dalam penegakan diagnosis dengue diawali dengan anamnesis
mengenai riwayat penyakit, tempat tinggal atau berkunjung ke daerah
endemic dengue, dan gambaran klinis. Kemudian dilanjutkan dengan
pemeriksaan fisik, termasuk tanda vital, tes rumple leede, dan tanda-tanda
perdarahan. Oleh karena itu laporan kasus ini dibuat dengan tujuan untuk
memahami penegakkan diagnosis dengue.

3
BAB II
STATUS PASIEN

2.1 Identifikasi Pasien


Nama : MAZ
Usia : 6 tahun 7 bulan
Tanggal lahir : 22 April 2017
Jenis Kelamin : Laki-laki
Nama Ayah : Tn. AF
Nama Ibu : Ny. AMP
Bangsa : Indonesia
Alamat : Bukit Baru, Palembang
Agama : Islam
Dikirim Oleh :-
MRS Tanggal :12 Desember 2023

2.2 Anamnesis
Tanggal : 13 Desember 2023
Diberikan oleh :.Ibu pasien (alloanamnesis)

2.2.1 Riwayat Penyakit Sekarang


Keluhan utama : Demam sejak 4 hari SMRS
Keluhan tambahan : Nyeri perut
Riwayat Perjalanan Penyakit:
Sejak 4 hari SMRS pasien mengeluhkan demam. Demam terus menerus,
suhu tertinggi 39oC, Demam turun hanya saat diberikan paracetamol.
2 hari SMRS Pasien masih mengeluhkan demam, demam terus menerus,
suhu tertinggi 38oC. Pasien mengeluhkan nyeri perut, nyeri di ulu hati, muntah
ada, sebanyak 2 kali, muntah berisi air, muntah kisaran 1/4 gelas belimbing. BAB
hitam ada. Gusi berdarah tidak ada, mimisan tidak ada, bercak kemerahan di tubuh
tidak ada, Nyeri belakang bola mata tidak ada, nyeri otot tidak ada, BAK berdarah

4
tidak ada. Frekuensi BAK 3 kali sehari
1 hari SMRS pasien mengeluhkan demam, suhu tubuh 38oC, Pasien juga
mengeluhkan lemas, pasien tidak mau makan dan minum. Pasien juga mengeluh
nyeri di ulu hati. muntah ada, muntah 1 kali berisi air, banyak muntah kisaran 1/4
gelas belimbing. BAB hitam masih ada, Gusi berdarah tidak ada, mimisan tidak
ada, bercak kemerahan di tubuh tidak ada, Nyeri belakang bola mata tidak ada,
nyeri otot tidak ada, BAK berdarah tidak ada. Frekuensi BAK 3 kali sehari. Pasien
kemudian dibawa ke RSUD siti Fatimah.
1 hari setelah perawatan pasien mengeluh semakin lemas, kaki dan tangan
dingin.

Riwayat Penyakit Dahulu


- Pasien tidak pernah menderita DBD sebelumnya.
- Pasien tidak pernah menderita Chikunguya sebelumnya.
- Pasien tidak pernah demam tinggi sebelumnya.

Riwayat Penyakit dalam Keluarga


- Adik pasien mengalami DBD 2 minggu sebelum pasien masuk RS

Riwayat Pengobatan
- Riwayat konsumsi paracetamol sirup saat demam

Riwayat Higienitas dan Kebiasaan


- Pasien sering mengkonsumsi jajanan di luar rumah
- Pasien tidak makan dengan teratur
- Kamar mandi pasien memiliki air yang ditampung di bak mandi, dikuras 2
minggu sekali.
- Riwayat bepergian keluar kota tidak ada.

2.2.2 Riwayat Sebelum Masuk Rumah Sakit


Riwayat Kehamilan dan Kelahiran

5
Kehamilan : G1P0A0
Riwayat Antenatal : ANC rutin 4 kali selama masa kehamilan
Penyakit Kehamilan : Tidak ada
Masa Kehamilan : Aterm (38 minggu)
Partus : Sectio caesaria
Ditolong Oleh : Dokter Obgyn
Tempat : Rumah sakit
Tanggal : 22 April 2017
Berat Badan Lahir : 2900 gram
Panjang Badan Lahir : 47 cm
Lingkar Kepala Lahir : 33 cm
LiLA saat Lahir : Ibu Lupa
Keadaan Saat Lahir : Langsung menangis kuat

Riwayat Imunisasi

Kesan :
-Imunisasi dasar lengkap sesuai usia
- Imunisasi tambahan dan booster belum diberikan

Riwayat Nutrisi
Tabel 1. Riwayat Nutrisi Pada Pasien

6
Usia Makanan Frekuensi
6 tahun
Menu utama Makanan rumah 2x/hari

Snack Makanan ringan, jajanan luar 2x/hari

Susu (+/-) -

Riwayat Perkembangan
Usia kronologis:
Tanggal pemeriksaan : 2023 tahun 12 bulan 16 hari
Tanggal lahir anak : 2017 tahun 04 bulan 17 hari

6 tahun 7 bulan 29 hari

Tabel 2. KPSP anak umur 72 bulan

7
Kesan:
Hasil Pemeriksaan : Jawaban “Ya” berjumlah 10
Interpretasi : Perkembangan anak sesuai umurnya

2.3 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan Fisik Umum (IGD, 12 Desember 2023)
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Nadi : 99 x/menit, filiformis
RR : 26 x/menit, torako-abdominal
Suhu : 38,5ºC
SpO2 : 98% on room air
Kepala : CA (-/-), SI (-/-), mata isokor
Tonsil : T2/T2
Faring : Hiperemis
Pulmo : Vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
Cor : BJ I-II reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Abdomen : Datar, lemas, BU (+), Nyeri tekan (+) epigastrium
Ekstremitas : Akral hangat, CRT<3 detik

8
Pemeriksaan Fisik Umum (bangsal, 14 Desember 2023)
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Letargis
Nadi : Filiformis
Tekanan darah : 90/70
RR : 26 x/menit, torako-abdominal
Suhu : 36,1ºC
SpO2 : 98% on room air
LK : 53 cm
BB : 20 kg
TB : 128 cm
IMT : 12,2 kg/m2 (normoweight)
Wong Baker Faces Pain Rating Scale :

9
Status Antropometri

10
1. Berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) berdasarkan usia.
Kesan BB/U dan TB/U:
BB/U : P10-P25 (normoweight)
TB/U : P90-95 (normoheight)
Usia tinggi : 8 tahun
BB ideal : 26 kg
2. Berat badan (BB) berdasarkan tinggi badan (TB)
%BB Ideal = BB sekarang/ BB ideal x 100%
= 20/26 x 100%
= 76,9%
Kesan BB/TB : gizi kurang

3. Lingkar kepala (LK) berdasarkan usia

LK : 53cm
LK/U : 0 < Z <+2 SD
Kesan: normosefali

11
Pemeriksaan Fisik Spesifik
1. Kepala
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
Wajah : Dismorfik (-)
Mata : Mata cekung (-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik
(-/-), edema palpebra (-/-), pupil bulat isokor, refleks
cahaya (+/+), diameter 3mm/3mm
Hidung : Epistaksis (-), Napas cuping hidung (-), sekret (-)
Telinga : Sekret (-), nyeri (-)
Mulut : Mukosa bibir pucat (-), cheilitis (-)
Gigi : Gusi berdarah (-)
Lidah : Lidah kotor (-) Atrofi papil lidah (-)
Faring/tonsil : Tonsil T2-T2, faring hiperemis (+)

2. Thorax
Pulmo
Inspeksi : Bentuk dada normal, retraksi (-), statis simetris
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri, nyeri tekan (-), krepitasi (-)
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru, nyeri ketok (-)
Auskultasi : Suara napas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Cor
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung kanan linea parasternalis dekstra ICS IV,
batas jantung kiri ICS V Linea midaxilaris sinistra ke LMC
V sinistra, batas atas jantung ICS II linea parasternal
dekstra.
Auskultasi : BJ I-II normal, reguler, murmur (-), gallop (-)

3. Abdomen
Inspeksi : Datar

12
Auskultasi : Bising usus (+) 5x/menit
Perkusi : Timpani di seluruh regio abdomen, shifting dullness (-),
nyeri ketok CVA (-)
Palpasi : Lemas, nyeri tekan (+) di area epigastrium, lien tidak
teraba, hepar tidak teraba, turgor kulit kembali cepat

4. Ekstremitas
Inspeksi : Sianosis (-), clubbing finger (-), pucat (-),
Edema : Tidak ada
Trofi : Tidak ada
Pergerakan : ROM normal
Tremor : Tidak ada
Chorea : Tidak ada
Akral : Dingin
Lain-lain : CRT 2 detik, Rumple leed (+)

5. Inguinal
KGB : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening

6. Lain-lain
Genitalia : Laki-laki
Phimosis : Tidak ada
Testis : Sudah turun
Skrotum : Tidak ada kelainan
Status Pubertas : P1G1

7. Status Neurologis
Tabel 3. Pemeriksaan Motorik

Pemeriksaan Motorik

Lengan Kanan Lengan Kiri Tungkai Kanan Tungkai Kiri

13
Gerakan Cukup Cukup Cukup Cukup

Kekuatan 5 5 5 5

Tonus Eutonus Eutonus Eutonus Eutonus

Klonus Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Refleks Normal Normal Normal Normal


Fisiologis

Refleks HT (-) HT (-) BCGOS (-) BCGOS (-)


Patologis

Fungsi Baik Baik Baik Baik


Sensorik

GRM Kaku kuduk (-), Brudzinski I, II, III, IV (-), Kernig sign (-)
Pemeriksaan nervus kranialis: dalam batas normal
Kesan: pemeriksaan neurologis dalam batas normal

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Laboratorium (RSUD Siti Fatimah, 12 Desember 2023)
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hematologi
Hemoglobin 12.6 g/dL 11-24,5 g/dL
Eritrosit 4,9 x 106/mm3 4-5.2 x 106/mm3
Leukosit 2,51 x 103/mm3 4.50-13.50 x 103/mm3
Hematokrit 37,4 % 36-44%
Trombosit 140 x 103/µL 150-450 x 103/µL
Hitung Jenis
Basofil 1 0-1 %
Eosinofil 0 2-4 %
Neutrofil 41 50-70 %
Limfosit 39 25-40 %
Monosit 19 2-8 %

Kimia Klinik

14
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Glukosa Sewaktu 98 80-120 mg/dL
Imunologi dan Serologi
CRP 6 mg/ L Negatif
Kesan : Trombositopenia, Leukopenia

Pemeriksaan Laboratorium (RSUD Siti Fatimah, 14 Desember 2023)


Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hematologi
Hemoglobin 16 g/dL 11-24,5 g/dL
Eritrosit 6,3 x 106/mm3 4-5.2 x 106/mm3
Leukosit 7,92 x 103/mm3 4.50-13.50 x 103/mm3
Hematokrit 45,3 % 36-44%
Trombosit 56 x 103/µL 150-450 x 103/µL

Kimia Klinik

Anti S.Typhi IgM Negatif Negatif

Anti Dengue IgG Positif Negatif

Anti Dengue IgM Positif Negatif

Kesan :
- Penurunan hitung trombosit dibandingkan hasil sebelumnya
- Peningkatan hematokrit (36%)
- Infeksi sekunder dengue

2.5 Resume
MAZ, 6 tahun 7 bulan, Sejak 4 hari SMRS pasien mengeluhkan demam. Demam
terus menerus, suhu tertinggi pasien mencapai 39oC, Demam turun hanya saat diberikan
paracetamol. Pasien juga mengeluhkan lemas, pasien tidak mau makan dan minum.
Pasien mengeluhkan nyeri perut, nyeri di ulu hati, muntah ada, sebanyak 2 kali, muntah
berisi air, muntah kisaran 1/4 gelas belimbing. BAB hitam ada. Gusi berdarah tidak

15
ada, mimisan tidak ada, bercak kemerahan di tubuh tidak ada, nyeri di belakang bola
mata tidak ada, nyeri otot tidak ada, BAK berdarah tidak ada. Frekuensi BAK 3 kali
sehari. Pasien kemudian dibawa ke RSUD siti Fatimah. Riwayat bepergian keluar kota
tidak ada, adik pasien mengalami DBD dua minggu sebelumnya.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan kesadaran Compos mentis, nadi 99 kali permenit,
hiperpireksia (38,5oC), Tonsil T2-T2, faring hiperemis, akral hangat, CRT <3 detik,
rumple leed (+). 2 hari setelah perawatan, pada pemeriksaan fisik ditemukan kesadaran
apatis, nadi filiformis, akral dingin, CRT 2 detik.
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan penurunan trombosit (trombositopenia : 56
x 103/µL), Leukopenia (leukosit : 2,51 x 103/mm3), Peningkatan hematokrit sebesar
36%, dan infeksi sekunder dengue (IgG dan IgM positif).

2.6 Daftar Masalah


- Demam
- Nyeri perut
- BAB hitam
- Lemas
- Gizi kurang
- Tonsil T2/T2
- Faring hiperemis

2.7 Diagnosis Banding


- Chikunguya
- Demam Tifoid
- Malaria

2.8 Diagnosis Kerja


Severe dengue + gizi kurang perawakan normal + Tonsilofaringitis Akut

2.9 Tatalaksana Awal


Farmakologis:

16
- IVFD D5 RL 10ml/kgBB selama 1 jam
- Paracetamol 3 x 10mg/kgBB IV
- Omeprazole 1 x 1 mg/kgBB/hari

Non Farmakologis:
Diet:
Kebutuhan kalori
RDA usia tinggi x BB ideal
70 kkal/kg/hari x 26 kg
= 1820 kkal/hari

Karbohidrat
= 55% x 1820 kal
=1001 kal/hari
= 250,25 gram

Protein
= 15% x 1820 kal
= 273 kal/hari
= 68,25 gram

Lemak
= 30% x 1820 kal
= 546 kal/hari
= 60,6 gram

Kebutuhan cairan
Holiday segar
= 1000 + (20-10) x 50
= 1500 ml/hari

17
Edukasi:
- Edukasi mengenai Infeksi dengue
- Anak harus cukup istirahat/ tirah baring
- Anak harus cukup minum, selain air putih, dapat diberikan susu, jus buah, cairan
elektrolit, cukup minum ditandai dengan BAK setiap 4-6 jam
- Paracetamol diberikan apabila suhu >38oC dengan interval 4-6 jam
- Berikan kompres hangat
- Memantau kesadaran anak, suhu, muntah, nyeri perut, tangan kaki dingin, anak
gelisah/ rewel, anak tampak lemas dan perdarahan (muntah darah/ BAB berwarna
hitam), sesak napas dan tidak BAK >4-6 jam

2.10 Pemeriksaan Anjuran


- Pemeriksaan darah lengkap serial
- GDS
- SGOT dan SGPT
- USG Thorakoabdominal

2.11 Prognosis
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad functionam : Bonam
Quo ad sanationam : Bonam

18
Monitoring
Follow Up
Parameter IGD RSSF, 12 Desember 2023
21.27 WIB - -
Suhu Tubuh 38,5oC
Frekuensi Napas 26x/menit
Frekuensi Denyut 99x/menit
Jantung
Tekanan darah -
Volume/ Tekanan Nadi -
Waktu Pengisian <2S
Kapiler
Suhu ekstremitas Hangat
Nyeri Abdomen +
Muntah -
Perdarahan BAB hitam
Trombosit 140 x 103/µL
Hematokrit 37,4 %
Tatalaksana -IVFD KAEN 1B gtt 15 makro
- PCT 200 mg IV

19
Parameter Paviliun Cemara RSSF, 13 Desember 2023
06.00 15.00 18.00 19.00 21.00 03.00
WIB WIB WIB WIB WIB WIB
Suhu Tubuh 36,1oC 36,8oC 36,1oC 36,2oC 36,1oC 36,2oC
Frekuensi 25x/ 26x/ 26x/ 26x/ 26x/ 26x/
Napas menit menit menit menit menit menit
Frekuensi 110x/min 112x/min Filiformis Filiformis 100x/ 115x/
Denyut menit menit
Jantung
Tekanan 100/60 100/60 90/70 90/70 90/60 90/60
darah mmHg mmHg mmHg mmHg
Volume/ 40 40 20 20 30 30
Tekanan
Nadi
Waktu <2S <2S 2S 2S <2S <2S
Pengisian
Kapiler
Suhu Hangat Hangat Dingin Dingin Hangat Hangat
ekstremitas
Nyeri + + + + + +
Abdomen
Muntah - - - - - -
Perdarahan - - - - - -
Diuresis 1.9 cc/Kg/jam
Trombosit 106 x 103/µL
Hematokrit 37,8 %
Tatalaksan -IVFD KAEN 1B 15 -IVFD -IVFD RL 20 tpm makro
a tpm makro RL 300cc
-Omeprazole 1 x20mg (1 jam)

20
Parameter Paviliun Cemara RSSF, 14 Desember 2023
06.00 WIB 15.00 WIB 21.00 WIB
Suhu Tubuh 36,8oC 36,5 oC 36,5 oC
Frekuensi Napas 26x/menit 26x/menit 25x/menit
Frekuensi Denyut 103x/menit 110x/menit 110x/menit
Jantung
Tekanan darah 90/60 mmHg 90/60 mmHg 90/60 mmHG
Volume/ Tekanan Nadi 30 30 30
Waktu Pengisian <2S <2S <2S
Kapiler
Suhu ekstremitas Hangat Hangat Hangat
Nyeri Abdomen + + +
Muntah - - -
Perdarahan - - -
Diuresis 1,2 cc/kg/jam
Trombosit 56 x 103/µL
Hematokrit 45,3 %
Tatalaksana -IVFD RL 25 tpm makro (75 cc/jam)
-inj Omeprazole 1x 20mg
- Elkana syr 2 x5ml
-Psidii 3 x 5 ml

21
Parameter Paviliun Cemara RSSF, 15 Desember 2023
06.00 WIB 15.00 WIB 21.00 WIB
Suhu Tubuh 36,2oC 36,4 oC 36,1 oC
Frekuensi Napas 25x/menit 26x/menit 25x/menit
Frekuensi Denyut 112x/menit 110x/menit 110x/menit
Jantung
Tekanan darah 90/60 mmHg 90/60 mmHg 90/60 mmHG
Volume/ Tekanan Nadi 30 30 30
Waktu Pengisian <2S <2S <2S
Kapiler
Suhu ekstremitas Hangat Hangat Hangat
Nyeri Abdomen - - -
Muntah - - -
Perdarahan - - -
Diuresis 1,25 cc/kg/jam
Trombosit 67 x 103/µL
Hematokrit 39,9 %
Tatalaksana -IVFD RL 60 cc/jam
-Inj Omeprazole 1x 20mg
- Elkana syr 2 x 5 ml
- Psidii 3 x 5ml
- Inj Ranitidin 2 x 20mg

22
Parameter Paviliun Cemara RSSF, 16 Desember 2023
06.00 WIB 15.00 WIB 21.00 WIB
Suhu Tubuh 36,2oC 36,1 oC 36,2 oC
Frekuensi Napas 25x/menit 26x/menit 26x/menit
Frekuensi Denyut 112x/menit 103x/menit 110x/menit
Jantung
Tekanan darah 90/60 mmHg 90/60 mmHg 90/60 mmHG
Volume/ Tekanan Nadi 30 30 30
Waktu Pengisian <2S <2S <2S
Kapiler
Suhu ekstremitas Hangat Hangat Hangat
Nyeri Abdomen - - -
Muntah - - -
Perdarahan - - -
Diuresis 2,5 cc/kg/jam
Trombosit 68 x 103/µL
Hematokrit 37,1 %
Tatalaksana -IVFD RL 45 cc/jam
-Inj Omeprazole 1x 20mg
- Elkana syr 2 x 5 ml
- Psidii 3 x 5ml
- Inj Ranitidin 2 x 20mg

23
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Dengue
3.1.1 Definisi
Dengue adalah penyakit virus sistemik akut yang sembuh sendiri
dan disebabkan oleh virus dengue (Flaviviridae), disebarkan oleh
nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Virus dengue (DENV)
mempunyai empat serotipe virus yang berbeda, tetapi terkait erat, yang
menyebabkan dengue (DENV-1, DENV-2, DENV-3 dan DENV-4).1
Infeksi dengan masing-masing serotipe memberikan kekebalan seumur
hidup untuk serotipe penyebab, tetapi tidak untuk serotipe lainnya.
Sebaliknya, infeksi ulang dengan serotipe yang berbeda menyebabkan
penyakit yang parah. Manifestasi klinis infeksi DENV bervariasi dari
asimtomatik hingga kondisi yang mengancam jiwa, dengue dan sindrom
syok dengue (DSS).2

3.1.2 Epidemiologi
Insiden dengue telah meningkat secara dramatis di seluruh dunia
dalam beberapa dekade terakhir,dengan kasus yang dilaporkan ke WHO
meningkat dari 505.430 kasus pada tahun 2000 menjadi 5,2 juta pada
tahun 2019. Sebagian besar kasus tidak menunjukkan gejala atau ringan
dan dikelola sendiri sehingga jumlah kasus dengue yang sebenarnya
tidak dilaporkan. Banyak kasus diantaranya juga dikarenakan salahnya
diagnosis. Penyakit ini sekarang endemik di lebih dari 100 negara di
Wilayah WHO di Afrika, Amerika, Mediterania Timur, Asia Tenggara,
dan Pasifik Barat. Wilayah Amerika, Asia Tenggara, dan Pasifik Barat
terkena dampak paling serius, dengan Asia mewakili sekitar 70% dari
beban penyakit global.3

Insiden infeksi dengue meningkat dramatis secara global dan

24
diperkirakan 390 (284–528) juta orang setiap tahunnya mulai
asimtomatis sampai 96 (67–136) juta di antaranya bermanifestasi klinis,
khusus pada dua dekade terakhir terjadi peningkatan kasus hingga 8 kali
lipat. Studi prevalens memperhitungkan terdapat 3,9 milyar orang di 129
negara berisiko terinfeksi dengue, namun demikian 70% mengancam
penduduk di Asia. Tahun 2019 tercatat sebagai tahun dengan kasus
dengue tertinggi secara global.4

Kasus Infeksi dengue di Indonesia pada tahun 2019 meningkat


menjadi 138.127 dibanding tahun 2018 yang berjumlah 65.602 kasus.
Angka kesakitan (incidence rate) tahun 2019 meningkat dibandingkan
tahun 2018, yaitu dari 24,75 menjadi 51.48 per 100.000 penduduk.
Jumlah kematian akibat infeksi dengue pada tahun 2018 sebanyak 467
orang, dengan CFR 0,71% pada tahun 2018, namun angka kematian
meningkat lagi pada tahun 2019 menjadi 919 orang dengan CFR
0,67%.4
Di kota Palembang sendiri, penyakit dengue merupakan sepuluh
penyakit terbanyak pada kunjungan rawat jalan puskesmas Kota
Palembang. Perkembangan kasus dengue tahun 2010 s/d 2014
menunjukkan incidence rate rendah dengue rendah di wilayah
kecamatan Kertapati, Seberang Ulu I, Seberang Ulu II, Plaju, dan
Kalidoni. Sedangkan incidence rate tinggi ada di kecamatan Ilir Barat I,
Bukit Kecil, Ilir Timur I, Ilir Timur II, Alang-Alang Lebar, Sako, dan
Sukarami.5

3.1.3 Etiologi
Dengue disebabkan oleh salah satu dari empat serotipe yang
berbeda (DENV 1, DENV 2, DENV 3,dan DENV 4) dari virus RNA
beruntai tunggal dari genus Flavivirus\. Infeksi oleh satu
serotipemenghasilkan kekebalan seumur hidup terhadap serotipe itu
tetapi tidak pada serotipe lainnya. Keempat tipe virus tersebut telah
ditemukan di berbagai daerah di Indonesia dan yang terbanyak adalah

25
tipe 2 dan tipe 3. Penelitian di Indonesia menunjukkan Dengue tipe 3
merupakan serotipe virus yang dominan menyebabkan kasus yang
berat.6,7

3.1.4 Patofisiologi
Bagian dari keluarga Flavivirus , virus dengue adalah virus
dengan ukuran 50 nm dengan tiga protein struktural dan tujuh protein
nonstruktural, satu selubung lipid, dan 10,7 kb capped untai tunggal
asam ribonukleat rasa positif. Pada 75% orang yang terinfeksi tidak
menunjukkan adanya gejala. Gejala penyakit yang ditimbulkan mulai
dari yang sembuh sendiri hingga perdarahan dan syok. Sebagian
kecil infeksi (0,5% sampai 5%) berkembang menjadi yang parah. Tanpa
perawatan yang tepat, tingkat kematian dapat melebihi 20%. Ini terjadi
terutama pada anak-anak. Masa inkubasi khas untuk penyakit ini adalah
4 hingga 7 hari, tetapi dapat berlangsung dari 3 hingga 10 hari. Gejala
yang timbul lebih dari dua minggu setelah paparan dapat diarahkan
sebagai penyakit yang bukan disebabkan oleh dengue.7
Kejadian yang menyebabkan masuknya virus dengue dari gigitan
nyamuk mungkin tidak akan terlihat jelas ditemukan. Makrofag kulit
dan sel dendritik menjadi target pertama. Diperkirakan sel yang
terinfeksi kemudian berpindah ke kelenjar getah bening dan menyebar
melalui sistem limfatik ke organ lain.Viremia dapat hadir selama 24
sampai 48 jam sebelum timbulnya gejala. Interaksi yang kompleks
antara faktor inang dan virus kemudian terjadi dan menentukan apakah
infeksi akan asimtomatik, tipikal, atau parah. Dengue berat dengan
peningkatan permeabilitas mikrovaskuler dan sindrom syok diduga
berhubungan dengan infeksi akibat serotipe virus dengue kedua dan
respon imun pasien. Namun, kasus dengue yang parah memang terjadi
pada infeksi hanya oleh satu serotipe.7
Masa inkubasi infeksi virus dengue adalah 4-7 hari. Spektrum
penyakit berkisar dari infeksi tanpa gejala dan demam sedang hingga

26
manifestasi yang lebih serius seperti dengue dan sindrom syok
dengue(DSS). Sindrom klinis yang paling parah dapat bermanifestasi
dalam bentuk dengue shock syndrome (DSS), yang juga mencakup
kelainan koagulasi, kebocoran plasma, dan peningkatan kerapuhan
pembuluh darah. Kehilangan cairan akibat peningkatan permeabilitas
kapiler menyebabkan syok hipovolemik dan kegagalan multi-organ.
Setiap tahun, infeksi virus dengue menyebabkan sekitar 20.000
kematian terutama di antara kasus dengue sekunder yang terkait dengan
DSS.8
Tanda patofisiologi dengue adalah kebocoran plasma dan
gangguan hemostasis. Bahkan setelah mengetahui adanya kebocoran
plasma pada dengue sejak lima dekade terakhir, mekanisme yang jelas
dari manifestasi ini masih belum jelas. Pernyataan bahwa respon imun
manusia memegang peran penting dalam patogenesis penyakit didukung
oleh fakta bahwa infeksi DENV menunjukkan bentuk yang paling parah
ketika virus sedang dilawan oleh sistem kekebalan inang dan bukan saat
viral load puncak.8

3.1.5 Patogenesis
Nyamuk Aedes spp yang sudah terinfeksi virus dengue, akan
tetap infektif sepanjang hidupnya dan terus menularkan kepada individu
yang rentan pada saat menggigit dan menghisap darah. Setelah masuk
kedalam tubuh manusia, virus dengue akan menuju organ sasaran yaitu
sel kupffer hepar, endotel pembuluh darah, nodus limfatikus, sumsum
tulang serta paru-paru. Beberapa penelitian menunjukkan, sel monosit
dan makrofag mempunyai peran pada infeksi ini, dimulai dengan
menempel dan masuknya genom virus ke dalam sel dengan bantuan
organel sel dan membentuk komponen perantara dan komponen struktur
virus. Setelah komponen struktur dirakit, virus dilepaskan dari dalam
sel. Infeksi ini menimbulkan reaksi imunitas protektif terhadap serotipe
virus tersebut tetapi tidak ada cross protective terhadap serotipe virus

27
lainnya.9
Secara in vitro, antibodi terhadap virus dengue mempunyai 4
fungsi biologis yaitu netralisasi virus, sitolisis komplemen, antibody
dependent cell mediated cytotoxicity (ADCC) dan ADE. Berdasarkan
perannya, terdiri dari antibodi netralisasi atau neutralizing antibody yang
memiliki serotipe spesifik yang dapat mencegah infeksi virus, dan
antibody non neutralizing serotype yang mempunyai peran reaktif silang
dan dapat meningkatkan infeksi yang berperan dalam patogenesis DE
dan DSS.9

Gambar 1.Kejadian Infeksi Virus Dengue9


Terdapat dua teori atau hipotesis imunopatogenesis DE dan DSS
yang masih kontroversial yaitu infeksi sekunder (secondary
heterologous infection) dan antibody dependent enhancement (ADE).
Dalam teori atau hipotesis infeksi sekunder disebutkan, bila seseorang
mendapatkan infeksi sekunder oleh satuserotipe virus dengue, akan
terjadi proses kekebalan terhadap infeksi serotipe virus dengue tersebut
untuk jangka waktu yang lama. Tetapi jika orang tersebut mendapatkan
infeksi sekunder oleh serotipe virus dengue lainnya, maka akan terjadi

28
infeksi yang berat. Ini terjadi karena antibody heterologous yang
terbentuk pada infeksi primer, akan membentuk kompleks dengan
infeksi virus dengue serotipe baru yang berbeda yang tidak dapat
dinetralisir bahkan cenderung membentuk kompleks yang infeksius dan
bersifat oponisasi internalisasi, selanjutnya akan teraktivasi dan
memproduksi IL-1, IL6, tumor necrosis factor- alpha (TNF-A) dan
platelet activating factor (PAF); akibatnya akan terjadi peningkatan
(enhancement) infeksi virus dengue. TNF alpha akan menyebabkan
kebocoran dinding pembuluh darah, merembesnya cairan plasma ke
jaringan tubuh yang disebabkan kerusakan endotel pembuluh darah
yang mekanismenya sampai saat ini belum diketahui dengan jelas.
Pendapat lain menjelaskan, kompleks imun yang terbentuk akan
merangsang komplemen yang farmakologisnya cepat dan pendek dan
bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga menimbulkan kebocoran
plasma (syok hipovolemik) dan perdarahan. Anak di bawah usia 2 tahun
yang lahir dari ibu yang terinfeksi virus dengue dan terjadi infeksi dari
ibu ke anak, dalam tubuh anak tersebut terjadi non neutralizing
antibodies akibat adanya infeksi yang persisten. Akibatnya, bila terjadi
infeksi virus dengue pada anak tersebut, maka akan langsung terjadi
proses enhancing yang akan memicu makrofag mudah terinfeksi dan
teraktivasi dan mengeluarkan IL-1, IL-6 dan TNF alpha juga PAF.9
Pada teori ADE disebutkan, jika terdapat antibodi spesifik
terhadap jenis virus tertentu, maka dapat mencegah penyakit yang
diakibatkan oleh virus tersebut, tetapi sebaliknya apabila antibodinya
tidak dapat menetralisasi virus, justru akan menimbulkan penyakit yang
berat. Kinetik imunoglobulin spesifik virus dengue di dalam serum
penderita DD, DE dan DSS, didominasi oleh IgM, IgG1 dan IgG3.9
Selain kedua teori tersebut, masih ada teori-teori lain tentang
pathogenesis DE, di antaranya adalah teori virulensi virus yang
mendasarkan pada perbedaan serotipe virus dengue yaitu DEN 1, DEN
2, DEN 3 dan DEN 4 yang kesemuanya dapat ditemukan pada

29
kasus-kasus fatal tetapi berbeda antara daerah satu dengan lainnya.
Selanjutnya ada teori antigen-antibodi yang berdasarkan pada penderita
atau kejadian DE terjadi penurunan aktivitas sistem komplemen yang
ditandai penurunan kadar C3, C4 dan C5. Disamping itu, pada 48- 72%
penderita DE, terbentuk kompleks imun antara IgG dengan virus dengue
yang dapat menempel pada trombosit, sel B dan sel organ tubuh lainnya
dan akan mempengaruhi aktivitas komponen sistem imun yang lain.
Selain itu ada teori moderator yang menyatakan bahwa makrofag yang
terinfeksi virus dengue akan melepas berbagai mediator seperti
interferon, IL-1, IL-6, IL-12, TNF dan lain-lain, yang bersama
endotoksin bertanggung jawab pada terjadinya syok septik, demam dan
peningkatan permeabilitas kapiler.9
Pada infeksi virus dengue, viremia terjadi sangat cepat, hanya
dalam beberapa hari dapat terjadi infeksi di beberapa tempat tapi derajat
kerusakan jaringan (tissue destruction) yang ditimbulkan tidak cukup
untuk menyebabkan kematian karena infeksi virus; kematian yang
terjadi lebih disebabkan oleh gangguan metabolik.9

3.1.6 Klasifikasi
Dengue memiliki spektrum presentasi klinis yang luas,
seringkali dengan klinis yang tidak dapat diprediksi dan dibedakan
dengan klinis penyakit lain. Tentu saja klinis, sebagian kecil
berkembang menjadi penyakit berat, sebagian besar ditandai dengan
kebocoran plasma dengan atau tanpa haemorrhage. Menentukan derajat
keparahan dengue sebaiknya dilakukan pada evaluasi penilaian awal
ketika pasien masih di triage, untuk menentukan derajat serta seberapa
intensif terapi yang diberikan selanjutnya.10

30
Gambar 2. Klasifikasi Dengue4,10
Adapun gejala yang muncul pada dengue, yang bisa menjadi
dasar diagnosis klinis dengue adalah demam tinggi 40oC diikuti 2 gejala
berikut selama demam berlangsung:10
· Sakit kepala hebat;

· Nyeri di belakang mata;


· Nyeri otot dan sendi;
· Mual dan muntah;
· Pembengkakan kelenjar getah bening;
· Ruam kemerahan;
· Tourniquet test positif;
· Leukopenia (penurunan jumlah sel darah putih dalam darah).

Adapun yang dimaksud dengan warning sign adalah:10


· Nyeri perut atau nyeri tekan perut;
· Muntah persisten/terus menerus;
· Terdapat gejala akumulasi cairan;
· Pendarahan mukosa;
· Lemas dan gelisah;
· Pembengkakan liver/hati >2 cm;
· Hasil laboratorium: peningkatan hematokrit yang diikuti

31
penurunan cepat kadar trombosit darah.

SEVERE DENGUE
Gejala Severe Dengue, biasanya muncul pada hari ke 3-7 sakit. Pada
fase ini demam akan menurun hingga dibawah 38oC.
Munculnya warning sign berhubungan dengan kemungkinan
perburukan pasien menjadi Severe Dengue. Severe Dengue
meningkatkan kemungkinan keparahan komplikasi, hal ini disebabkan
terjadinya kebocoran plasma, akumulasi cairan, gangguan pernapasan
berat, perdarahan yang parah, serta kegagalan organ.10

3.1.7 Diagnosis
Kriteria dengue terdiri atas :7
a. Kemungkinan dengue: Pasien tinggal di atau telah melakukan
perjalanan ke daerah endemik dengue. Gejala termasuk demam
dan dua dari gejala berikut: mual, muntah, ruam, mialgia,
arthralgia, ruam, tes tourniquet positif, atau leukopenia.
b. Tanda Peringatan dengue: Nyeri perut, muntah terus-menerus,
akumulasi cairan klinis seperti asites atau efusi pleura,
perdarahan mukosa, lesu, pembesaran hati lebih dari 2 cm,
peningkatan hematokrit,dan trombositopenia.
c. Dengue Parah: dengue dengan kebocoran plasma yang parah,
perdarahan, disfungsi organ termasuk transaminitis lebih besar
dari 1000 unit internasional per liter, gangguan kesadaran,
disfungsi miokard,dan disfungsi paru
d. Peringatan klinis sindrom syok dengue: Gejala termasuk
hematokrit yang meningkat dengan cepat,sakit perut hebat,
muntah terus-menerus, dan tekanan darah menyempit atau tidak
ada.

32
Gambar 3. Algoritma Penegakan Diagnosis Dengue4
1. Tes Diagnostik Dengue
Berbagai metode diagnostik laboratorium telah
dikembangkan untuk mendukung tata laksana pasien dan
pengendalian penyakit. Pilihan metode diagnostik tergantung
pada tujuan pengujian yang dilakukan (misalnya diagnosis klinis,
survei epidemiologi, pengembangan vaksin), jenis fasilitas
laboratorium dan keahlian teknis yang tersedia, biaya, dan kapan
waktu pengambilan sampel(Gambar 6). Pemeriksaan tes cepat
dapat dilakukan melalui serum, plasma atau darah untuk
mendeteksi antigen virus NS-1 pada fase demam dan antibodi
IgM serta IgG baik pada fase kritis atau konvalescens.
Pemeriksaan virus berupa kultur dan molekuler PCR dapat
dikerjakan apabila terdapat sarana dan prasarananya. Bagan
dibawah ini menunjukkan waktu terbaik untuk melakukan
pemeriksaan diagnostik dengue. Masa/waktu deteksi antigen

33
NS-1 pada infeksi sekunder lebih pendek dibandingkan infeksi
primer, dengan sensitivitas pemeriksaan tertinggi pada empat
hari pertama infeksi.4
2. Uji Bendung (Tourniquet test)
Uji bendung atau dikenal juga sebagai tes Rumpel-Leede pada
infeksi dengue memiliki sensitivitas 58% (95% CI 43%-71%)
dan spesifisitas 71% (95% CI 60%-80%), sedangkan pada
dengue tanpa warning sign sensitivitas 55% (95%CI 52%-59%)
dan spesifisitas 63% (95%CI 60%- 66%), pada dengue dengan
warning sign sensitivitas 62% (95%CI 53%- 71%) dan
spesifisitas 60% (95%CI 48%-70%) dengan akurasi AUC 0,70
(95% CI 0,66-0,74). Pada anak perlu menggunakan manset yang
sesuai. Uji bendung positif meningkatkan kemungkinan infeksi
dengue. (Rekomendasi A, peringkat bukti level I).4

3. Hematokrit dan Darah Perifer Lengkap


Pemantauan hematokrit (Ht) dan darah perifer lengkap
(DPL), diperlukan sebagai berikut:4
a. Hematokrit adalah pemeriksaan untuk mengetahui
terjadinya hemokonsentrasi atau peningkatan
permeabilitas kapiler (perembesan plasma).
Hematokrit memperlihatkan evolusi penyakit dan
respon terapi yang diberikan
b. Pemeriksaan Ht dilakukan pada kunjungan pertama
pasien dengue (dalam fase demam atau sebelum masuk
fase kritis).
c. Peningkatan hematokrit diikuti dengan penurunan
jumlah trombosit yang cepat (≤100.000/mm3) adalah salah
satu tanda dari warning signs.
d. Hematokrit yang meningkat dan tidak turun dengan
terapi cairan merupakan tanda perembesan plasma hebat,

34
sebaliknya pada severe dengue dengan penurunan
hematokrit dapat merupakan pertanda adanya perdarahan.
e. Leukopenia sering dijumpai pada dengue dengan
jumlah leukosit bahkan mencapai <2000/mm3.
f. Pada infeksi dengue jumlah total leukosit, neutrofil dan
trombosit lebih rendah jika dibandingkan dengan penderita
demam oleh virus lain pada daerah endemis dengue.
(Rekomendasi A, peringkat bukti level I)

4. Pemeriksaan Laboratorium lain dan Pencitraan


Pemeriksaan pada pasien dengan severe dengue dilakukan
sesuai dengan indikasi dan bilamana pasien memiliki komorbid
(penyakit tambahan). 4
3.1.8 Tatalaksana
A. Grup A – pasien yang mungkin dipulangkan

Ini adalah pasien yang mampu mentolerir volume cairan oral yang
memadai dan buang air kecil setidaknya sekali setiap enam jam, dan
tidak memiliki tanda- tanda peringatan, terutama bila demam mereda.10
Pasien rawat jalan harus ditinjau setiap hari untuk perkembangan
penyakit (penurunan putih jumlah sel darah, penurunan suhu dan
tanda-tanda peringatan) sampai mereka keluar dari kritis periode.
Mereka dengan hematokrit stabil dapat dipulangkan setelah disarankan
untuk Kembali rumah sakit segera jika mereka mengembangkan salah
satu dari tanda-tanda peringatan dan untuk mematuhi rencana aksi
berikut:10
a. Dorong asupan oral larutan rehidrasi oral (ORS), jus buah
dan cairan lainnya mengandung elektrolit dan gula untuk
menggantikan kehilangan akibat demam dan muntah. Asupan
cairan oral yang cukup mungkin dapat mengurangi jumlah rawat
inap. [Perhatian: cairan yang mengandung gula/glukosa dapat

35
memperburuk hiperglikemia stres fisiologis dari dengue dan
diabetes mellitus.
b. Berikan parasetamol untuk demam tinggi jika pasien merasa
tidak nyaman. Interval dari dosis parasetamol tidak boleh kurang
dari enam jam. Spons hangat jika pasien masih demam
tinggi.Jangan berikan asam asetilsalisilat (aspirin), ibuprofen
atau lainnya agen anti inflamasi nonsteroid (NSAID) karena obat
ini dapat memperburuk gastritis atau perdarahan. Asam
asetilsalisilat(aspirin) dapat dikaitkan dengan Reye Syndrome.
c. Instruksikan kepada pemberi perawatan bahwa pasien harus
segera dibawa ke rumah sakit jika salah satu dari hal berikut
terjadi: tidak ada perbaikan klinis, perburukan di sekitar waktu
penurunan suhu, sakit perut yang parah, muntah terus-menerus,
dingin dan ekstremitas lembab, lesu atau lekas marah/gelisah,
perdarahan (misalnya tinja atau muntah bubuk kopi), tidak buang
air kecil selama lebih dari 4-6 jam.

Pasien yang dipulangkan harus dipantau setiap hari oleh penyedia


layanan Kesehatan untuk pola suhu, volume asupan dan kehilangan
cairan, keluaran urin (volume dan frekuensi), tanda peringatan,tanda
kebocoran dan perdarahan plasma, hematokrit, dan sel darah putih dan
jumlah trombosit.10
B. Grup B – pasien yang harus dirujuk untuk perawatan di rumah
sakit
Pasien mungkin perlu dirawat di pusat perawatan kesehatan
sekunder untuk observasi dekat, terutama ketika mereka mendekati
fase kritis. Ini termasuk pasien dengan peringatan tanda-tanda, mereka
dengan kondisi penyerta yang dapat membuat dengue atau
manajemennya lebih rumit (seperti kehamilan, bayi, usia tua, obesitas,
diabetes melitus, kegagalan ginjal, penyakit hemolitik kronis), dan
orang-orang dengan keadaan sosial tertentu (seperti tinggal sendiri,
atau tinggal jauh dari fasilitas kesehatan tanpa sarana transportasi yang

36
dapat diandalkan).10
Jika pasien menderita dengue dengan warning signs, rencana tindakan
harus sebagai berikut:10
a. Dapatkan referensi hematokrit sebelum terapi cairan. Berikan
hanya larutan isotonik seperti salin 0,9%, ringer laktat, atau
larutan Hartmann. Mulai dengan 5–7 ml/kg/jam selama 1-2 jam,
kemudian kurangi menjadi 3-5 ml/kg/jam selama 2-4 jam, dan
kemudian kurangi menjadi 2–3 ml/kg/jam atau kurang sesuai
dengan respons klinis (Kotak Teks H, J dan K)
b. Nilai kembali status klinis dan ulangi hematokrit. Jika
hematokrit tetap ada sama atau hanya meningkat minimal,
lanjutkan dengan kecepatan yang sama (2–3 ml/kg/jam) selama
2-4 jam lagi.Jika tanda-tanda vital memburuk dan hematokrit
meningkat dengan cepat, tingkatkan kecepatan menjadi 5–10
ml/kg/jam selama 1–2 jam. Menilai kembali status klinis, ulangi
hematokrit dan tinjau kecepatan infus cairan yang sesuai.

c. Berikan volume cairan intravena minimum yang diperlukan


untuk mempertahankan perfusi yang baik dan keluaran urin
sekitar 0,5 ml/kg/jam. Cairan intravena biasanya dibutuhkan
hanya selama 24-48 jam. Kurangi cairan infus secara bertahap
bila laju kebocoran plasma menurun menjelang akhir fase kritis.
Ini ditunjukkan oleh keluaran urin dan/atau asupan cairan oral
yang adekuat, atau hematokrit menurun di bawah nilai dasar
pada pasien yang stabil.
d. Pasien dengan warning signs harus dipantau oleh penyedia
layanan kesehatan sampai periode risiko berakhir. Keseimbangan
cairan yang rinci harus dipertahankan. Parameter yang harus
dipantau meliputi tanda-tanda vital dan perfusi perifer (1-4 jam
sampai pasien keluar dari fase kritis), urin output (4-6 jam),
hematokrit (sebelum dan sesudah penggantian cairan, kemudian
6-12 jam), darah glukosa, dan fungsi organ lainnya (seperti profil

37
ginjal, profil hati, koagulasi profil, seperti yang ditunjukkan).
Jika pasien menderita dengue tanpa warning signs, rencana tindakan
harus sebagai berikut:10
a. Anjurkan cairan oral. Jika tidak dapat ditoleransi, mulailah
terapi cairan intravena 0,9% saline atau Ringer laktat dengan
atau tanpa dekstrosa pada tingkat pemeliharaan. Untuk pasien
obesitas dan kelebihan berat badan, gunakan berat badan ideal
untuk perhitungan infus cairan. Pasien mungkin dapat
mengambil cairan oral setelahnya beberapa jam terapi cairan
intravena. Dengan demikian, perlu untuk merevisi cairan infus
sering. Berikan volume minimum yang diperlukan untuk
mempertahankan perfusi yang baik dan keluaran urin. Cairan
intravena biasanya dibutuhkan hanya selama 24-48 jam.
b. Pasien harus dipantau oleh penyedia layanan kesehatan untuk
pola suhu volume asupan dan kehilangan cairan, keluaran urin
(volume dan frekuensi), warning signs, hematokrit, dan jumlah
sel darah putih dan trombosit. tes laboratorium (seperti tes fungsi
hati dan ginjal) dapat dilakukan, tergantung pada gambaran
klinis dan fasilitas rumah sakit atau puskesmas
C. Grup C – pasien yang membutuhkan perawatan darurat dan
rujukan mendesak saat menderita dengue berat
Pasien memerlukan perawatan darurat dan rujukan mendesak ketika
mereka dalam keadaan kritis fasepenyakit, yaitu ketika mereka memiliki:10
a. Kebocoran plasma yang parah yang menyebabkan syok
dengue dan/atau akumulasi cairan dengan gangguan
pernapasan;
b. Perdarahan hebat;

c. Gangguan organ berat (kerusakan hati, gangguan ginjal,


kardiomiopati, ensefalopati atau ensefalitis)
Semua pasien dengan dengue parah harus dirawat di rumah sakit
dengan akses ke fasilitas perawatan intensif dan transfusi darah.

38
Resusitasi cairan intravena yang bijaksana adalah intervensi penting
dan biasanya satu-satunya yang diperlukan. Larutan kristaloid harus
menjadi isotonik dan volume cukup untuk mempertahankan sirkulasi
yang efektif selama periode kebocoran plasma. Kehilangan plasma
harus segera diganti dengan cepat dengan larutan kristaloid isotonik
atau, dalam kasus syok hipotensi, larutan koloid Jika memungkinkan,
dapatkan kadar hematokrit sebelum dan sesudah resusitasi cairan.10
Harus ada penggantian lanjutan dari kehilangan plasma lebih
lanjut agar tetap efektif sirkulasi selama 24-48 jam. Untuk pasien
kelebihan berat badan atau obesitas, berat badan ideal harus digunakan
untuk menghitung laju infus cairan. Kelompok dan pencocokan silang
harus dilakukan untuk semua pasien syok. Transfusi darah harus
diberikan hanya di kasus dengan dugaan/perdarahan berat.10

Resusitasi cairan harus dipisahkan secara jelas dari pemberian


cairan sederhana. Ini adalah sebuah strategi di mana volume cairan
yang lebih besar (misalnya bolus 10-20 ml) diberikan jangka waktu
terbatas di bawah pemantauan ketat untuk mengevaluasi respons
pasien dan untuk menghindari perkembangan edema paru. Tingkat
volume intravaskular defisit pada syok dengue bervariasi. Input
biasanya jauh lebih besar daripada output, dan input/rasio keluaran
tidak berguna untuk menilai kebutuhan resusitasi cairan selama
periode ini.10
Tujuan resusitasi cairan termasuk meningkatkan sirkulasi sentral
dan perifer (mengurangi takikardia, meningkatkan tekanan darah,
volume nadi, hangat dan merah muda ekstremitas, dan waktu
pengisian kapiler <2 detik) dan meningkatkan perfusi organ akhir –
yaitu tingkat kesadaran stabil (lebih waspada atau kurang gelisah),
keluaran urin ≥ 0,5 ml/kg/jam, penurunan asidosis metabolik.10
Rencana tindakan untuk merawat pasien dengan syok kompensasi
adalah sebagai berikut :10
a. Mulai resusitasi cairan intravena dengan larutan kristaloid

39
isotonik pada 5- 10 ml/kg/jam selama satu jam. Kemudian
menilai kembali kondisi pasien (tanda vital, waktu pengisian
kapiler, hematokrit, output urin). Langkah selanjutnya
tergantung pada situasi.
b. Jika kondisi pasien membaik, cairan infus harus diberikan
secara bertahap dikurangi menjadi 5–7 ml/kg/jam selama
1–2 jam, kemudian menjadi 3–5 ml/kg/jam selama 2–4 jam,
kemudian menjadi 2-3 ml/kg/jam, dan selanjutnya
tergantung pada hemodinamik status, yang dapat
dipertahankan hingga 24-48 jam. untuk perkiraan yang lebih
tepat dari persyaratan pemeliharaan normal berdasarkan
berat badan ideal).
c. Jika tanda-tanda vital masih tidak stabil (syok berlanjut),
periksa hematokrit setelahnya bolus pertama. Jika
hematokrit meningkat atau masih tinggi (>50%), ulangi
bolus kedua larutan kristaloid pada 10-20 ml/kg/jam selama
satu jam. Setelah bolus kedua ini, jika ada perbaikan,
kurangi kecepatan menjadi 7-10 ml/kg/jam selama 1-2 jam,
dan kemudian terus kurangi seperti di atas. Jika hematokrit
menurun dibandingkan dengan hematokrit referensi awal
(<40% pada anak-anak dan wanita dewasa, <45% pada pria
dewasa), hal ini menunjukkan perdarahan dan kebutuhan
untuk mencocokkan dan mentransfusikan darah sesegera
mungkin (lihat pengobatan untuk komplikasi hemoragik).
d. Bolus lebih lanjut dari larutan kristaloid atau koloid mungkin
perlu diberikan selama 24-48 jam berikutnya

3.1.9 Prognosis
Sebagian besar kasus dengue tidak memiliki gejala atau
gejalanya ringan, namun terkadang dapat mengalami kasus yang lebih
serius yang memerlukan perhatian medis segera. Kebanyakan orang

40
sembuh dari dengue tanpa komplikasi yang bertahan lama. Jika
memiliki gejala dengue, maka sekitar 1 dari 20 kemungkinan itu
memburuk menjadi dengue yang parah.Jika menderita dengue parah dan
segera dirawat di rumah sakit atau fasilitas medis, Anda memiliki
peluang lebih dari 99% untuk sembuh.11

3.1.10 Edukasi dan Pencegahan


Untuk mencegah terjadinya dengue diperlukan peran dari
masyarakat dan juga pemerintah.Langkah-langkah pencegahan yang
dapat dilakukan oleh masyarakat dalam pencegahan yaitu :12
1. Memasang kelambu di kamar tidur dan kasa pada setiap
lubang ventilasi dan jendela
2. Menggunakan repellent atau obat oles anti nyamuk

3. Memakai baju lengan panjang dan celana panjang


4. Menerapkan 3M (Menguras, Menutup, Mendaur ulang)

Pencegahan dan pengendalian arbovirus yang saat ini


dilaksanakan oleh pemerintah terdiri dari tiga pilar utama meliputi
gerakan satu rumah satu jumantik, pengenalan dini diagnosis dan
tatalaksana kasus yang tepat dan vaksinasi.4
1. Pengendalian Vektor Dengue
WHO memperkenalkan upaya yang disebut sebagai
integrated vector management atau dalam Rencana Aksi
Kegiatan Pencegahan dan Pengendalian penyakit tular vektor
dan zoonosis Kementerian Kesehatan tahun 2015–2019
dinamakan Pengendalian Vektor Terpadu, yang merupakan
pendekatan menggunakan kombinasi beberapa metode
pengendalian vektor yang dilakukan berdasarkan asas keamanan,
rasionalitas dan efektivitas pelaksanaannya serta
denganmempertimbangkan kelestarian keberhasilannya.4
Konsep pengendalian vektor terpadu meliputi 5 proses

41
manajemen yaitu:4
a. Pengambilan keputusan berbasis bukti partisipasi
masyarakat.

b. Penggunaan pestisida rasional.


c. Dukungan peraturan serta.
d. Ekonomis.
e. Berkelanjutan.

Saat ini meskipun vaksin dengue telah tersedia di pasar


komersial, efektivitasnya masih terbatas dan belum dapat
melindungi secara luas terhadap risiko infeksi penyakit dengue.
Sebelum munculnya vaksin, maka upaya pencegahan dan
pemutusan rantai penularan infeksi dengue bertumpu pada
pengendalian vektor penular dalam hal ini adalah A. aegypti
yang merupakan satu-satunya metode pencegahan primer
termasuk penanggulangan wabah. 4

Sebuah penelitian review sistematik pengendalian vektor


nyamuk A. aegypti menunjukkan bahwa pengendalian vektor
dapat berhasil melalui beberapa upaya seperti:4
1. Metode kimiawi, khususnya penggunaan indoor residual
spraying.
2. Metode biologi.

Sementara, efikasi dan efektivitas metode kesertaan


masyarakat di semua penelitian menunjukkan masih cukup
rendah. Review sistematik ini juga memastikan perlunya fokus
pada pengendalian larva dan nyamuk dewasa, kualitas
pelaksanaan program dan cakupan yang tinggi.(Rekomendasi A,
peringkat bukti level I). Rekomendasi dari penelitian tersebut
adalah sebagai berikut:4
1. Agar efikasi dan efektivitas di komunitas lebih baik

42
maka penilaian yang terukur dari implementasi
program pengendalian vektor menjadi lebih penting
dibandingkan dengan jenis/ metode pengendalian
vektornya sendiri.
2. Dibutuhkan standarisasi untuk mengatur bagaimana
rancangan pelaporan dari penelitian terkait
pengendalian vektor yang membandingkan
penggunaan insektisida, metode rekayasa genetika
dan penelitian Wolbachia.

Pengendalian vektor yang bertujuan untuk menurunkan


jumlah tempat perkembangbiakan larva/ nyamuk A. aegypti
dengan memodifikasi lingkungan juga langkah yang penting.
Metode ini sudah lama dijalankan seperti menguras dan
menyikat, menutup tempat penampungan
air,memanfaatkan/mendaur ulang barang bekas, plus mencegah
gigitan dan perkembangbiakannyamuk (3M plus), menggerakkan
partisipasi masyarakat dalam gerakan pemberantasan sarang
nyamuk dan penyediaan pipa air.4

Manfaat dan kelebihan pendekatan biologi ini adalah tidak


adanya risiko kontaminasi lingkungan dan resistensi biologis,
seperti yang mungkin terjadi pada pemakaian insektisida. Upaya
pengendalian vektor dengan modifikasi lingkungan
membutuhkan waktu panjang dan investasi yang cukup besar
agar tetap berkesinambungan. Sebuah review sistematik yang
lain menganalisis tentang metode ini, dengan jenis dan besarnya
variabilitas antar penelitian hasilnya menunjukkan diperlukan
standarisasi metode pengendalian vektor, dan peran serta pakar
kesehatan dan masyarakat untuk keberhasilan program.4

2. Vaksin Dengue

43
Pada tahun 2017 vaksin dengue yang pertama telah mendapat
ijin edar. Vaksin dengue CYD-TVD adalah vaksin hidup yg
dilemahkan, rekombinan, tetravalen dengan basis virus yellow
fever. Jadwal pemberian adalah injeksi 0,5 ml subkutan, tiga kali,
dengan interval enam bulan. Vaksin ini telah mendapatkan izin di
beberapa negara, diindikasikan untuk usia 9–45 tahun di banyak
negara.Penelitian uji klinis fase 3 vaksin dengue dilakukan
secara paralel melibatkan ribuan anak di 10 negara endemis
dengue Asia Pasifik dan Amerika Latin. Penelitian di Indonesia
telah melakukan pemantauan pemberian vaksin ini. Hasil uji
klinis vaksin CYD-TVD menunjukkan efikasi dan keamanan
yang baik jika diberikan pada individu seropositif (sudah pernah
terinfeksi virus dengue sebelumnya). Badan Pengawasan
Obat-obatan dan Makanan (POM) Indonesia menyetujui izin
edar Dengvaxia® dengan indikasi untuk pencegahan penyakit
dengue yang disebabkan oleh virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4
pada usia 9 sampai 16 tahun. Vaksin ini diberikan 3 dosis dengan
jadwal pemberian 0, 6, dan 12 bulan. Persetujuan izin edar
vaksin ini oleh Badan POM berdasarkan pada hasil evaluasi
terhadap data mutu, khasiat dan keamanan. Berdasarkan data
studi klinik yang juga dilakukan di Indonesia, efikasi vaksin
secara keseluruhan adalah 65,6% pada usia 9–16 tahun dan lebih
tinggi pada subjek dengan seropositif (81,9%). Di samping itu,
dapat mencegah kasus dengue parah sebesar 93,2% dan kasus
rawat inap akibat dengue sebesar 80,8%. Penggunaannya pada
anak di bawah 9 tahun tidak direkomendasikan karena efikasi
vaksin yang rendah dan profil keamanannya tidak cukup baik
pada kelompok umur ini. Sedangkan untuk kelompok umur di
atas 16 tahun, tidak ada data efikasi vaksin sehingga manfaatnya
pada kelompok usia di atas 16 tahun belum dapat dipastikan.4

44
3.2. Tonsilofaringitis Akut

3.1.1 Diagnosis2

Manifestasi klinis sangat berperan dalam penegakan diagnosis


tonsilofaringitis. Diperlukan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan
penunjang yang tepat untuk dapat mendiagnosis tonsilofaringitis dengan benar dan
menentukan tata laksana selanjutnya.

1. Anamnesis

a) Keluhan berupa nyeri tenggorokan yang semakin parah jika


penderita menelan, nyeri seringkali dirasakan di telinga (referred
pain). Keluhan juga dapat disertai demam dengan suhu tubuh yang
tinggi, tidak enak badan, lesu, sakit kepala, muntah, nyeri perut, dan
nyeri sendi. Apabila terdapat pembesaran tonsil dan adenoid,
keluhan yang timbul ialah gangguan bernafas saat tidur.

b) Demam yang berlangsung 4-5 hari, rasa mengganjal di


tenggorokan, tenggorokan terasa kering, pernafasan bau, tidak nafsu
makan, mudah lelah, pucat, letargi, nyeri kepala, disfagia, mual dan
muntah.

2. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik ditemukan peningkatan suhu tubuh, antara


38,3-40°C, pembengkakan tonsil disertai eksudat dan hiperemis,
pembengkakan kelenjar submandibula, kelenjar anterior servikal, disertai
adanya nyeri tekan, pada kulit dapat muncul ruam scarlatiniform, dimana
kulit teraba seperti sandpaper; inflamasi pada daerah faring dan atau
eksudat, pada pemeriksaan tonsil membesar dengan permukaan tidak rata,
hiperemis, kriptus membesar dan terisi detritus.

Gambar. Besar ukuran tonsil

45
3. Pemeriksaan Penunjang

Gejala dan tanda ternyata tidak cukup untuk menegakkan diagnosis, diperlukan
kombinasi dari beberapa faktor untuk dapat digunakan sebagai prediksi klinik.
IDSA (Infectious Disease Society of America) dan AHA (American Heart
Association) merekomendasikan konfirmasi status bakteriologik untuk menegakkan
diagnosis tonsilitis, baik menggunakan kultur swab tenggorok maupun
menggunakan rapid antigen detection test. Tes untuk mengetahui infeksi
streptokokus tidak diperlukan pada pasien anak dan dewasa dengan tanda dan gejala
yang mengarah pada infeksi virus. Gejala dan tanda tersebut antara lain
konjungtivitis, coriza atau rhinorea, stomattis anterior dan ulkus oral diskret, batuk,
serak, diare, dan exanthem atau enanthem viral. Tes juga tidak diperlukan pada anak
kurang dari 3 tahun.

a) Kultur swab tenggorok

Kultur swab tenggorok yang optimal dilakukan dengan swab tunggal


pada tonsil dan faring posterior, dengan menghindari mukosa bukal dan
lidah. Hasil kultur pada agar darah yang positif menunjukkan zona
karakteristik hemolisis komplit (hemolisis beta) pada infeksi S pyogenes
dan homolisis parsial pada Streptococcus pneumoniae. Hasil kultur
positif swab tenggorok untuk GHBS dapat menentukan diagnosis nyeri
tenggorok akibat streptokokus, namun kultur yang negatif tidak
menyingkirkan kemungkinan penyebabnya adalah streptokokus.

b) Rapid Antigen Test (RAT)

RAT harus dilakukan oleh tenaga terlatih dan dilakukan pada dinding
faring posterior dan kedua tonsil. RAT memiliki spesifisitas yang tinggi
sehingga tata laksana wajib diberikan apabila diperoleh hasil yang
positif. Apabila hasil RAT menunjukkan hasil yang negatif, kultur swab
tenggorok diperlukan pada anak dan remaja.

46
3.1.2 Tatalaksana2

Rekomendasi terapi:

a) Analgetika

Paracetamol merupakan pilihan utama sebagai analgetika pada anak.


Ibuprofen merupakan terapi alternatif dan tidak diberikan secara rutin
pada anak dengan risiko dehidrasi.

b) Terapi tambahan

1) Kortikosteroid sebagai antiinflamasi 3x1 tablet prednison selama


3 hari. Penggunaan kortikosteroid kombinasi dengan antibiotik
tidak diberikan secara rutin sebagai terapi tonsilitis, tetapi dapat
dipertimbangkan pada pasien dengan gejala yang berat.

2) Obat kumur antiseptik. Obat kumur antiseptik yang berisi


chlorhexidine atau benzydamine memberikan hasil yang baik
dalam mengurangi keluhan nyeri tenggorok dan memperbaiki
gejala.

c) Antibiotik

1) Amoksisilin peroral 50 mg/kgbb sekali sehari (dosis maksimum 1


g), atau 25 mg/kgbb dua kali sehari (dosis maksimum 500 mg),
selama 10 hari.

2) Sefalosporin generasi pertama seperti cephalexin dan cefadroxil


diberikan selama 10 hari. Cephalexin peroral 20 mg/kgbb dua
kali sehari (dosis maksimum 500 mg) selama 10 hari. Cefadroxil
peroral 30 mg/kgbb sekali sehari (dosis maksimum 1 g) selama
10 hari.

3) Klindamisin peroral 7mg/kgbb, 3 kali sehari (dosis maksimum

47
300 mg) selama 10 hari.

4) Azitromisin peroral 12 mg/kgbb sekali sehari (dosis maksimum


500 mg) selama 5 hari.

5) Klaritromisin peroral 7,5 mg/kgbb 2 kali sehari (dosis maksimum


250 mg) selama 10 hari.

6) Eritromisin etilsuksinat (EES) 40 mg/kgbb/hari, 2-4 kali selama


10 hari.

7) Apabila tidak terdapat alergi pada penisilin V, penisilin V dapat


diberikan selama 10 hari. Dosis anak ialah 250 mg per oral, 2-3
kali sehari.

Pemberian antibiotik dapat ditentukan dengan menggunakan Skor Centor


pada pasien lebih dari 3 tahun dan kurang dari 45 tahun. Bila hasil skor
Centor 1-2, pasien diberikan terapi simptomatik selama 3 hari. Setelah 3
hari, dilakukan pengamatan terhadap perkembangan penyakit apakah
terdapat perbaikan atau tidak. Bila tidak terdapat perbaikan, perlu
dilakukan pemeriksaan swab tenggorok untuk pemeriksaan RAT atau
kultur resistensi sebelum pemberian antibiotik. Bila hasil skor Centor
3-4, dilakukan pemeriksaan swab tenggorok untuk pemeriksaan RAT
atau kultur resistensi dan segera dilakukan pemberian antibiotik empiris.

48
Tabel. Kriteria penilaian risiko infeksi streptokokus grup A dengan
modifikasi

Tabel. Skor risiko infeksi streptokokus grup A dengan kriteria Centor yang dimodifikasi

49
BAB IV
ANALISIS KASUS
Pasien MAZ, laki-laki, usia 6 tahun 8 bulan datang ke IGD RSUD Siti Fatimah
dengan keluhan demam sejak 4 hari SMRS. Demam terus menerus, suhu tertinggi
pasien mencapai 39oC, Demam turun hanya saat diberikan paracetamol. Pasien juga
mengeluhkan lemas, pasien tidak mau makan dan minum. Pasien mengeluhkan nyeri
perut, nyeri di ulu hati, muntah ada, sebanyak 2 kali, muntah berisi air, muntah kisaran
1/4 gelas belimbing. BAB hitam ada. Gusi berdarah tidak ada, mimisan tidak ada,
bercak kemerahan di tubuh tidak ada, nyeri di belakang bola mata tidak ada, nyeri otot
tidak ada, BAK berdarah tidak ada. Frekuensi BAK 3 kali sehari.
Pasien didiagnosis demam berdarah dengue dengan warning sign, diagnosis
pada pasien ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Definisi kasus DBD meliputi demam, adanya manifestasi perdarahan,
trombositopenia, dan adanya bukti plasma leakage. Pada anamnesis didapatkan adanya
demam, demam mendadak timbul dan terus menerus. pada pemeriksaan fisik
didapatkan suhu tertinggi pasien 39oC. Manifestasi perdarahan pada pasien ini berupa
adanya BAB hitam dan hasil positif pada uji bendung/Rumple Leede. Pasien juga
mengeluhkan adanya nyeri perut pada epigastrium, lemas tidak mau makan dan minum
yang merupakan warning sign pada infeksi dengue. Pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan trombositopenia (56 x 103/µL) dan adanya bukti plasma leakage yaitu
peningkatan hematokrit sebesar 21% ( (45,3 - 37,4) / 37,4). Adanya bukti Infeksi
dengue juga didukung oleh pemeriksaan laboratorium yaitu IgG dan IgM dengue yang
positif menunjukan bahwa telah terjadi infeksi sekunder dengue.

Setelah 1 hari perawatan (hari ke-6 demam), pasien didiagnosis dengan severe
dengue. Penegakan diagnosis didapatkan dari pemeriksaan fisik berupa adanya tanda
syok yaitu keadaan umum letargi, tekanan darah 90/70 (tekanan nadi menyempit : 20),
nadi filiformis, dan akral dingin.

50
Dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan
oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Setelah masuk kedalam tubuh
manusia, virus dengue akan menuju organ sasaran yaitu sel kupffer hepar, endotel
pembuluh darah, nodus limfatikus, sumsum tulang serta paru-paru. Salah satu
karakteristik utama DBD adalah peningkatan permeabilitas kapiler. Virus dengue dapat
menyebabkan kerusakan langsung pada endotel kapiler, yaitu lapisan sel di dalam
pembuluh darah kecil. Infeksi dengue juga dapat merangsang pelepasan zat-zat
pro-inflamasi dan sitokin oleh sistem kekebalan tubuh. Hal ini memicu reaksi inflamasi
yang dapat menyebabkan kontraksi sel-sel otot polos di dinding pembuluh darah Hal ini
mengarah pada gangguan fungsi endotel dan peningkatan permeabilitas kapiler. Infeksi
dengue juga dapat menyebabkan penurunan jumlah trombosit dalam darah. Kebocoran
plasma yang terjadi pada DBD dapat menyebabkan penurunan volume darah yang
signifikan, meningkatnya hematokrit, dan pembentukan edema atau penumpukan cairan
di jaringan-jaringan tertentu.

Bila seseorang mendapatkan infeksi sekunder oleh satuserotipe virus dengue, akan
terjadi proses kekebalan terhadap infeksi serotipe virus dengue tersebut untuk jangka
waktu yang lama. Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder oleh serotipe
virus dengue lainnya, maka akan terjadi infeksi yang berat. Ini terjadi karena antibody
heterologous yang terbentuk pada infeksi primer, akan membentuk kompleks dengan
infeksi virus dengue serotipe baru yang berbeda yang tidak dapat dinetralisir bahkan
cenderung membentuk kompleks yang infeksius dan bersifat oponisasi internalisasi,
kompleks imun yang terbentuk akan merangsang komplemen yang farmakologisnya
cepat dan pendek dan bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga menimbulkan
kebocoran plasma (syok hipovolemik) dan perdarahan.

Diagnosis banding chikunguya pada kasus ini dapat disingkirkan karena pasien
tidak mengalami gejala nyeri otot yang menonjol. Pasien memiliki riwayat jajan
sembarangan dan adanya gejala gastrointestinal sehingga pasien dicurigai menderita

51
demam tifoid. Diagnosis demam tifoid dapat disingkirkan dari hasil lab berupa Anti
S.Typhi IgM yang negatif. Diagnosis banding malaria dapat disingkirkan karena tidak
ada demam dengan pola / naik turun dan tidak adanya riwayat pasien bepergian ke
daerah endemis malaria.

52
DAFTAR PUSTAKA
.

53
Lampiran

54

Anda mungkin juga menyukai