Disusun Oleh
Vanesa Oktaria, S.Ked
G1A219088
PEMBIMBING
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
atas segala limpahan kasih dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan
Case Report Session ini dengan judul “DHF Grade III”. Laporan ini merupakan
bagian dari tugas Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Raden Mattaher Jambi.
Terwujudnya laporan ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan dorongan
dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada dr. Retno, Sp. A selaku pembimbing yang telah memberikan arahan
sehingga laporan Case Report Session ini dapat terselesaikan dengan baik dan
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan ini.
Penulis menyadari laporan ini masih banyak kekurangannya, untuk itu
saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan oleh penulis.
Sebagai penutup semoga laporan Case Report Session ini dapat bermanfaat bagi
kita khususnya dan bagi dunia kesehatan pada umumnya.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ii
KATA PENGANTAR...........................................................................................iii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit yang banyak
ditemukan di sebagian besar wilayah tropis dan subtropis, terutama asia
tenggara, Amerika tengah, Amerika dan Karibia. Host alami DBD adalah
manusia, agentnya adalah virus dengue yang termasuk ke dalam famili
Flaviridae dan genus Flavivirus, terdiri dari 4 serotipe yaitu Den-1, Den-2,
Den3 dan Den -41, ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk yang
terinfeksi, khususnya nyamuk Aedes aegypti dan Ae. albopictus 2 yang
terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia. Penyakit DBD dapat muncul
sepanjang tahun dan dapat menyerang seluruh kelompok umur. Munculnya
penyakit ini berkaitan dengan kondisi lingkungan dan perilaku masyarakat.1
Prevalensi global DHF mengalami peningkatan yang dramatis dalam
dua dekade terakhir. Sekitar 40 % dari penduduk dunia di daerah tropis dan sub
tropis beresiko terkena DHF.2 Penyakit ini kini menjadi penyakit yang endemik
di Indonesia sejak tiga dekade terakhir. Insidennya berfluktuasi setiap tahun
bahkan sampai terjadi wabah DHF di beberapa daerah di Indonesia. 3 Sampai
saat ini 200 kota telah melaporkan kejadian luar biasa. Insiden rate meningkat
dari 0,005 per 100.000 penduduk pada tahun 1968 menjadi berkisar 6-27 per
100.000 penduduk pada tahun terakhir ini.4 Jumlah kasus Dengue Hemorragic
Fever ( DHF ) di Indonesia sejak Januari sampai dengan Mei 2004 mencapai
64.000 (IR 29,7 per 100.000 penduduk) dengan kematian sebanyak 724 orang
(CFR 1,1 %).5
1
Timur sebanyak 7.838 kasus dan jawa tengah 7.400 kasus.6
2
BAB II
LAPORAN KASUS
Agama : Islam
2.2 Anamnesis
Alloanamnesis dan Autoanamnesis
3
saat hari jumat (2 hari SMRS), pasien mengalami BAB becampur darah
sebanyak 1 kali.
Orang tua pasien mengatakan kondisi bibir dan gusi pasien tidak ada
darah yang keluar dari gusi. Pasien juga tidak mengalami mimisan.
Setelah diobservasi di IGD, akhirnya pasien diputuskan untuk dirawat
inap di bangsal anak. Saat diwawancara di bangsal, ibu pasien mengatakan
bahwa keluhan demam pada anaknya tidak disertai mual (-) muntah (-), nafsu
makan menurun (+). Sakit kepala (+), nyeri tenggorok (-), nyeri ulu hati (+),
merasa pegal diseluruh badan (-). Pasien merasa lemas. Ibu pasien juga
mengatakan di lingkungan rumah mereka dan teman pasien yang mengalami
demam disertai batuk pilek.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat demam tinggi (-)
Riwayat rawat inap (-)
Riwayat alergi (-)
Riwayat kejang (-)
Riwayat ISPA, OMA, GE (-)
Riwayat DBD (-)
4
Riwayat Kehamilan
Selama hamil ibu pasien jarang control kehamilan. Nafsu makan ibu saat
hamil baik. Riwayat mual dan muntah (+) dalam batas normal, tidak ada
penyakit lain yang diderita selama kehamilan. Saat kehamilan ibu pasien juga
tidak pernah melakukan vaksin kehamilan.
- Riwayat Kelahiran Pasien
Masa Kehamilan : Aterm
Partus : Spontan
Ditolong oleh : Bidan
Tanggal : 17 Januari 2013
Berat Badan : 15 kg
Tinggi Badan : 113 cm
Lingkar Kepala : 49 cm Lingkar Lengan Atas: 17 cm
Lingkar Perut : 46 cm
5
- Riwayat Perkembangan
6
DBD : - Keracunan : -
Demam menahun :- Sakit kencing : -
Radang paru : - Sakit ginjal : -
TBC : - Alergi : -
Kejang : - Perut kembung: -
Lumpuh : - Otitis Media : -
Batuk/pilek : +
2.4 Pemeriksaan Fisik (19 Juli 2020 di IGD RSUD Raden Mattaher)
a. Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis GCS : E4M6V5 = 15
b. Pengukuran (Bangsal Anak)
Tanda Tanda Vital :
Tekanan Darah : 90/60
Nadi : 108 x/menit, teraba lemah
RR : 24 x/menit, teratur
Suhu : 37,9 °C
SpO2 : 99 % (NC 2L)
Berat badan : 15 kg
Tinggi badan : 113 cm
Lingkar kepala : 49 cm
Lingkar lengan atas : 17 cm
Lingkar perut : 46 cm
c. Kulit
Warna : Sawo matang
Hemangioma :-
Turgor : Baik
Pucat :-
Lain-lain : Petekie (-), Purpura (-)
d. Kepala
Bentuk : Normochepal, tanda-tanda trauma (-)
Rambut :
7
Warna : Hitam, merata, tidak mudah dicabut
Alopesia :-
Lain-lain :-
Mata
Palpebra : Edema (-), cekung (-)
Alis dan bulu mata : Hitam
Konjungtiva : Anemis (+)
Sklera : Ikterik (-/-)
Pupil : Isokhor, refleks cahaya (+/+),
papil : edema (-)
Kornea : Jernih (+)
Bibir : Mukosa kering (+), pucat (+), sianosis (-)
Gusi : Mudah berdarah (-)
Lidah
Bentuk : Simetris
Kotor : (-)
e. Leher
- Jantung
8
Batas kanan bawah : ICS IV linea parasternalis dekstra
Batas kanan atas : ICS II linea parasternalis dekstra
Batas kiri atas : ICS II linea parasternalis sinistra
Auskultasi→ Suara dasar : S1-S2 reguler , Bising: gallop (-),
murmur(-
- Paru
Inspeksi → Bentuk : Simetris
Retraksi :-
Pernapasan : Abdominothorakal
Sternum : Ditengah
Palpasi → Fremitus vokal : Simetris kanan dan kiri
Perkusi → : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi → Suara nafas dasar : Vesikuler
Suara nafas tambahan : Ronkhi (-/-) , wheezing (-/-)
g. Abdomen
Inspeksi → Bentuk : Datar
Petekie :-
Spider nervi : -
Lain-lain :-
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi → Nyeri tekan : (+) regio epigastric
Nyeri lepas : -
Defans muskular :-
Turgor : Baik
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Ginjal : Tidak teraba
Massa :-
Perkusi →Timpani : +
Ascites :-
Nyeri ketok CVA :-
9
h. Ekstremitas : Akral dingin
sianosis (-), CRT < 2 detik,
edema (-/-),
Uji bendung (Petekie) : (+)
10
2.7 Terapi
11
Monitoring
- Pantau tanda-tanda vital (kesadaran, tekanan darah, nadi, RR, suhu)
2.8 Prognosis
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad fungsionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam
2.9 Follow up
Tabel 2.2 Follow up pasien
12
Tanggal S O A P
20/07/2020 Demam (+) KU: lemah, tampak sakit sedang Demam Berdarah - IVFD Asering 40cc/kgBB/jam
Hari Rawat 2 Mimisan (-) Kesadaran : Compos Mentis Dengue Grade III - Inj.omeprazole 2x20g
Lemas (+) GCS 15 (E4V5M6) - Sucralfat syrup
VS : - Inj.ampicilin 3 x 500cc
Tekanan Darah : 90/60mmHg - Pantau TTV
Suhu : 37,8 C - Cek darah periver + widal
Pernafasan : 24x/menit
SpO2 : 96%
Pemeriksaan laboratorium ( jam :
8.59)
WBC : 3,25
RBC : 4,66
HGB : 10,6
HCT : 33,8
PLT : 38,6
21/07/2020 Demam (-) KU: lemah, tampak sakit sedang Demam Berdarah - Pantau KU dan TTV
Hari rawat 3
Mimisan (-) Kesadaran : Compos Mentis Dengue Grade III
Lemas (+) GCS 15 (E4V5M6)
VS :
Tekanan Darah : 90/60mmHg
Suhu : 37, C
13
Pernafasan : 24x/menit
SpO2 : 96%
Pemeriksaan laboratorium ( jam :
00.00)
WBC : 3,12
RBC : 5,05
HGB : 11,7
HCT : 35,5
Salm.Typhi (-)
Salm. Paratyphi (-)
22/07/2020 Demam (-) KU: tampak sakit sedang Demam Berdarah - Pantau TTV
Hari rawat 4 - Infus RL 40 CC/jam
Mimisan (-) Kesadaran : Compos Mentis Dengue Grade III
- Inj omeprazole 500 mg
Lemas (-) GCS 15 (E4V5M6)
VS :
Tekanan Darah : 90/60mmHg
Suhu : 36,5 C
Pernafasan : 28x/menit
SpO2 : 96%
Pemeriksaan laboratorium ( jam :
18.22)
WBC : 4,34
RBC : 4,87
HGB : 11,3
HCT : 35,3
PLT : 59,1
14
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 DENGUE HEMORRAGIC FEVER (DHF)
3.1.1 DEFINISI
3.1.2 EPIDEMIOLOGI
Demam Berdarah Dengue banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-
tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama
dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu, World Health
Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus
DBD tertinggi di Asia Tenggara.3
Di Indonesia DBD telah menjadi masalah kesehatan masyarakat selama 41
15
tahun terakhir. Sejak tahun 1968 telah terjadi peningkatan persebaran jumlah
provinsi dan kabupaten/kota yang endemis DBD, dari 2 provinsi dan 2 kota,
menjadi 32 (97%) dan 382 (77%) kabupaten/kota pada tahun 2009. Provinsi
Maluku, dari tahun 2002 sampai tahun 2009 tidak ada laporan kasus DBD. Selain
itu terjadi juga peningkatan jumlah kasus DBD, pada tahun 1968 hanya 58 kasus
menjadi 158.912 kasus pada tahun 2009. Setiap tahunnya selalu terjadi KLB di
beberapa provinsi, yang terbesar terjadi tahun 1998 dan 2004 dengan jumlah
penderita 79.480 orang dengan kematian sebanyak 800 orang lebih. 14 Jumlah
kasus DBD pada tahun 2007 telah mencapai 139.695 kasus, dengan angka kasus
baru (insidensi rate) 64 kasus per 100.000 penduduk. Total kasus meninggal
adalah 1.395 kasus/Case Fatality Rate sebesar 1% (Depkes RI, 2008). Pada saat
ini kasus DBD dapat ditemukan di seluruh provinsi di Indonesia dan 200 kota
telah melaporkan Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD (Depkes RI, 2008).4
Pada tahun 2017 jumlah kasus DBD dindonesia yang dilaporkan sebanyak
68.407 kasus dengan jumlah kasus meninggal sebanyak 493 orang sedangkan
pada tahun 2016 terdapat 204.171 kasus. Provinsi dengan jumlah kasus tertinggi
terjadi di 3 provinsi dipulau jawa.jawa barat total kasus sebanyak 10.016 kasus,
jawa Timur sebanyak 7.838 kasus dan jawa tengah 7.400 kasus.4
3.1.3 ETIOLOGI
Penyebab utama penyakit demam berdarah adalah virus dengue, yang
merupakan virus dari famili Flaviviridae. Terdapat 4 jenis virus dengue yang
diketahui dapat menyebabkan penyakit demam berdarah. Keempat virus tersebut
adalah DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4.5 Gejala demam berdarah baru
muncul saat seseorang yang pernah terinfeksi oleh salah satu dari empat jenis
virus dengue mengalami infeksi oleh jenis virus dengue yang berbeda. Sistem
imun yang sudah terbentuk di dalam tubuh setelah infeksi pertama justru akan
mengakibatkan kemunculan gejala penyakit yang lebih parah saat terinfeksi untuk
ke dua kalinya. Seseorang dapat terinfeksi oleh sedikitnya dua jenis virus dengue
selama masa hidup, namun jenis virus yang sama hanya dapat menginfeksi satu
kali akibat adanya sistem imun tubuh yang terbentuk.4,5
Virus dengue dapat masuk ke tubuh manusia melalui gigitan vektor
16
pembawanya, yaitu nyamuk dari genus Aedes seperti Aedes aegypti betina dan
Aedes albopictus. Aedes aegypti adalah vektor yang paling banyak ditemukan
menyebabkan penyakit ini. Nyamuk dapat membawa virus dengue setelah
menghisap darah orang yang telah terinfeksi virus tersebut. Sesudah masa
inkubasi virus di dalam nyamuk selama 8 - 10 hari, nyamuk yang terinfeksi dapat
mentransmisikan virus dengue tersebut ke manusia sehat yang digigitnya.4,5
Ciri-ciri nyamuk penyebab penyakit demam berdarah (nyamuk Aedes
aegypti):6
Badan kecil, warna hitam dengan bintik-bintik putih
Hidup di dalam dan di sekitar rumah
Menggigit/menghisap darah pada siang hari
Senang hinggap pada pakaian yang bergantungan dalam kamar
Bersarang dan bertelur di genangan air jernih di dalam dan di sekitar
rumah bukan di got/comberan
Di dalam rumah: bak mandi, tampayan, vas bunga, tempat minum
burung, dan lain-lain.
3.1.4 PATOGENESIS
Hipotesis infeksi heterolog sekunder oleh Halstead pada tahun 1973 (the
secondary heterologous infection hypothesis atau the sequential infection
hypothesis) sampai saat ini masih dianut oleh sebagian besar sarjana sebagai
konsep patogenesis terjadinya DHF. Berdasarkan hipotesis ini seseorang akan
menderita DHF apabila mendapatkan infeksi berulang oleh serotipe virus dengue
yang berbeda dalam jangka waktu tertentu, yang berkisar diantara 6 bulan – 5
tahun. Hipotesis lain menentangnya ialah hipotesis virulensi virus; menurut
hipostesis ini perbedaan virulensi serotipe/strain serotipe virus dengue adalah
penyebab terjadinya DHF.7
Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah :2
17
berperan dalam mempercepat replikasi virus pada monosit atau
makrofag. Hipotesis ini disebut dengan antibodi dependent
enchancement (ADE).
b. Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berperan
dalam respon imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T
helper yaitu TH1 akan memproduksi interferon gamma, IL-2 dan
limfokin. Sedangkan TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6, dan IL-10.
c. Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan
opsonisasi antibodi. Namun proses fagositosis ini menyebabkan
peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag
d. Aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya
C3a dan C5a.
Kurane dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat Halstead dan
peneliti lain menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi
makrofag yang memfagositosis kompleks virus-antibodi non netralisasi sehingga
virus bereplikasi di makrofag. Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dengue
menyebabkan aktivasi T helper dan T sitotoksik sehingga diproduksi limfokin dan
interferon gamma. Interferon gamma akan mengaktivasi monosit sehingga
disekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF-α, IL-1, PAF (platelet
activating factor), IL-6, dan histamin yang mengakibatkan terjadinya disfungsi
endotel dan terjadi kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui
aktivasi oleh kompleks virus antibodi yang juga mengakibatkan terjadinya
kebocoran plasma.3,9
Manifestasi klinis demam dengue timbul akibat reaksi tubuh terhadap
masuknya virus. Virus akan berkembang di dalam peredaran darah dan akan
ditangkap oleh makrofag. Segera terjadi viremia selama 2 hari sebelum timbul
gejala dan berakhir setelah lima hari gejala panas mulai. Makrofag akan segera
bereaksi dengan menangkap virus dan memprosesnya sehingga makrofag menjadi
APC (Antigen Presenting Cell). Antigen yang menempel di makrofag ini akan
mengaktifasi sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk memfagosit lebih
banyak virus. T-helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis
18
makrofag yang sudah memfagosit virus. Juga mengaktifkan sel B yang akan
melepas antibodi. Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi
netralisasi, antibodi hemagglutinasi, antibodi fiksasi komplemen.8,9
Proses diatas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang
merangsang terjadinya gejala sistemik seperti demam, nyeri sendi, otot, malaise
dan gejala lainnya. Dapat terjadi manifetasi perdarahan karena terjadi agregasi
trombosit yang menyebabkan trombositopenia, tetapi trombositopenia ini bersifat
ringan.5 Imunopatogenesis DBD dan DSS masih merupakan masalah yang
kontroversial. Dua teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan
patogenesis pada DBD dan DSS yaitu teori virulensi dan hipotesis infeksi
sekunder (secondary heterologous infection theory).6
Secara umum hipotesis secondary heterologous infection menjelaskan bahwa jika
terdapat antibodi yang spesifik terhadap jenis virus tertentu maka antibodi tersebut
dapat mencegah penyakit, tetapi sebaliknya apabila antibodi terdapat dalam tubuh
merupakan antibodi yang tidak dapat menetralisasi virus, justru dapat
menimbulkan penyakit yang berat. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya
akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk
kompleks antigen-antibodi yang akan berikatan dengan Fc reseptor dari membran
sel leukosit terutama makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai antibody
dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan
replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai respon terhadap infeksi
tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan
peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan
hipovolemia dan syok.6
19
Gambar 3. Hipotesis secondary heterologous infection
20
illness (UF), dengue fever (DF), dengue hemoragic fever (DHF), dengue shock
syndrom (DSS), dan unusual dengue (UD) atau expanded dengue syndrom
(EDS).10
Klasifikasi gejala akibat infeksi virus dengue 10
Undifferentiated febrile illness (UF) tidak dapat didiagnosis secara
klinis namun diagnosis dilakukan dengan pemeriksaan serologi atau
virologi.
Dengue fever (DF) dianggap sebagai gangguan sedang karena laporan
kematian pada DF masih jarang, tapi perdarahan masif dapat
ditemukan pada kasus DF.
Dengue hemoragic fever (DHF) gambaran klinis pada fase febrile
tampak sama pada kelompok DF. Temuan khas pada DHF adalah
peningkatan permeabilitas vaskular (plasma leakage). Jika plasma
leakage terjadi pada pleura dan cavitas peritoneum maka dapat
menyeabkan efusi pleura dan asites.
Dengue shock syndrom (DSS) gambaran yang ditemukan hampir
mirip dengan DHF namun pada DSS kebocoran plasma yang terjadi
sangat hebat sampai menyebabkan pasien syok.
(Unusual dengue) UD atau expanded dengue syndrom (EDS) kasus
yang jarang terjadi, dengan kasus DHF disertai syok yang
berkepanjangan atau DHF dengan komorbiditas atau DHF yang
disertai infeksi lain.
Gambaran klinis penderita dengue terdiri atas 3 fase yaitu fase febris, fase
kritis dan fase pemulihan.3
21
dapat pula terjadi perdarahan pervaginam dan perdarahan
gastrointestinal. Uji tourniquet positif pada fase ini meningkatkan
probabilitas demam berdarah.
2. Fase kritis, terjadi pada hari 3 – 7 sakit dan ditandai dengan
penurunan suhu tubuh disertai kenaikan permeabilitas kapiler dan
timbulnya kebocoran plasma yang biasanya berlangsung selama 24 –
48 jam. Leukopenia progresif diikuti oleh penurunan jumlah trombosit
yang cepat biasanya mendahului kebocoran plasma. Pada fase ini
dapat terjadi syok. Merupakan kisaran waktu defervescence, ketika
suhu turun menjadi 37,5-38oC atau kurang dan tetap di bawah tingkat
ini, biasanya pada hari 3-7 dari penyakit, peningkatan permeabilitas
kapiler secara paralel dengan peningkatan kadar hematokrit dapat
terjadi. Ini menandai dimulainya fase kritis.8,9 Pada titik ini, pasien
tanpa peningkatan permeabilitas kapiler akan membaik, sementara
yang memiliki permeabilitas kapiler meningkat menjadi lebih buruk
akibat kehilangan volume plasma. Syok terjadi saat volume kritis
plasma hilang melalui kebocoran. Hal ini sering didahului dengan
tanda peringatan. Suhu tubuh mungkin subnormal saat terjadi syok.8,9
3. Fase pemulihan, bila fase kritis terlewati maka terjadi pengembalian
cairan dari ekstravaskuler ke intravaskuler secara perlahan pada 48 –
72 jam setelahnya. Keadaan umum penderita membaik, nafsu makan
pulih kembali, hemodinamik stabil dan diuresis membaik, gejala
gastrointestinal mereda. Beberapa pasien mungkin mengalami ruam.
Beberapa mungkin mengalami pruritus umum. Bradikardia dan
perubahan elektrokardiografi umum terjadi pada tahap ini.9,10
Hematokrit stabil atau mungkin lebih rendah karena efek
dilusional dari reabsorpsi cairan. Jumlah sel darah putih biasanya
mulai meningkat segera setelah defervescence namun pemulihan
jumlah trombosit biasanya lebih tinggi daripada jumlah sel darah
putih. Gangguan pernapasan akibat efusi pleura dan asites yang besar
22
akan terjadi kapan saja jika cairan intravena berlebihan telah
diberikan.8
3.1.6 DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Bentuk klasik dari DBD ditandai dengan demam tinggi, mendadak 2-7
hari, disertai dengan muka kemerahan. Keluhan seperti anoreksia, sakit kepala,
nyeri otot, tulang, sendi, mual, dan muntah sering ditemukan. Beberapa penderita
mengeluh nyeri menelan dengan faring hiperemis ditemukan pada pemeriksaan,
namun jarang ditemukan batuk pilek. Biasanya ditemukan juga nyeri perut
dirasakan di epigastrium dan dibawah tulang iga. Demam tinggi dapat
menimbulkan kejang demam terutama pada bayi.4
Bentuk perdarahan yang paling sering adalah uji tourniquet (Rumple Leed)
positif, kulit mudah memar dan perdarahan pada bekas suntikan intravena atau
pada bekas pengambilan darah. Kebanyakan kasus, petekie halus ditemukan
23
tersebar di daerah ekstremitas, aksila, wajah, dan palatum mole, yang biasanya
ditemukan pada fase awal dari demam. Epistaksis dan perdarahan gusi lebih
jarang ditemukan, perdarahan saluran cerna ringan dapat ditemukan pada fase
demam. Hati biasanya membesar dengan variasi dari just palpable sampai 2-4 cm
di bawah arcus costae kanan. Sekalipun pembesaran hati tidak berhubungan
dengan berat ringannya penyakit namun pembesaran hati lebih sering ditemukan
pada penderita dengan syok.4
2. Pemeriksaan Fisik
Suhu tubuh meningkat, normal atau hipotermi
Dijumpai facial flush
Manifestasi perdarahan
a. Uji bendung positif (≥ 20 petekie/inch2 atau 2.5cm2)
b. Mudah lebam dan berdarah pada daerah tusukan untuk jalur
vena (easy bruising)
c. Ptekie
d. Perdarahan mukosa : epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan
saluran cerna
e. Hematuria (jarang)
f. Menorrhagia (pada remaja dewasa)
Ruam makulopapular/rubellaform pada fase demam
Hepatomegali teraba 2-4 cm dibawah arcus costae kanan
Splenomegali (jarang)
Terdapat hemostasis yang tidak normal
24
Terdapat pembesaran plasma (khususnya pada rongga pleura/efusi
pleura dan rongga peritoneal/ascites)
Dapat disertai dengan hipovolemia dan syok
Warning Signs : muntah persisten, nyeri perut, menolak asupan
peroral, letargi atau gelisah, hipotensi postural, oliguria
Gejala kegagalan sirkulasi terjadi pada saat suhu turun antara hari
ke 3-7 demam berupa : kulit dingin dan lembab, sianosis
sirkumoral, nadi lemah dan cepat. Pasien t ampak letargi atau
gelisah kemudian jatuh dalam keadaan syok.
Tanda – tanda syok :
a. Nadi cepat dan lemah
b. Tekanan nadi sempit, distolik cenderung naik atau hipotensi
c. Capillary refill time > 3detik
d. Akral dingin
e. Gelisah
f. Pada profound shock (DBD grade IV), nadi tidak teraba dan TD
tidak terukur
g. Oliguria hingga anuria
Pada prolonged shock dapat terjadi :
a. Asidosis metabolik
b. Gagal multiorgan
c. Perdarahan massif
d. Gagal hati dan renal
e. Ensefalopati
f. Perdarahan intracranial
Fase konvalesen
Sinus bradikardi
Perdarahan intracranial
3. Pemeriksaan Penunjang
25
A. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien
tersangka demam dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin,
hematokrit, jumlah trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat
adanya limfositosis relatif disertai gambaran limfosit plasma biru.10
Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell
culture) ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-
PCR (Reserve Transcriptase Polymerase Chain Reaction), namun karena
teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologis yang mendeteksi adanya
antibody spesifik terhadap dengue berupa antibody total IgM maupun IgG.
Parameter Laboratoris yang dapat diperiksa antara lain :10
• Leukosit: dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui
limfositosis relative (>45% dari total leukosit) disertai adanya
limfosit plasma biru (LPB) > 15% dari jumlah total leukosit yang
pada fase syok akan meningkat.
• Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.
• Hematokrit: Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya
peningkatan hematokrit ≥ 20% dari hematokrit awal, umumnya
dimulai pada hari ke-3 demam.
• Hemostasis: Dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-
Dimer, atau FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan
atau kelainan pembekuan darah.
• Protein/albumin: Dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran
plasma.
• SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase): dapat meningkat.
• Ureum, Kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal.
• Elektrolit: sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.
• Golongan darah: dan cross macth (uji cocok serasi): bila akan
diberikan transfusi darah atau komponen darah.
• Imuno serologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap
dengue. IgM: terdeksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu
26
ke-3, menghilang setelah 60-90 hari. IgG: pada infeksi primer, IgG
mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi sekunder IgG mulai
terdeteksi hari ke-2.
• NS 1 : antigen NS 1 dapat dideteksi pada awal demam hari pertama
sampai hari ke delapan. Sensitivitas antigen NS 1 berkisar 63%-
93,4% dengan spesifisitas 100% sama tingginya dengan spesifisitas
gold standard kultur virus. Hasil negatif antigen NS 1 tidak
menyingkirkan adanya infeksi virus dengue.
• LP atas indikasi
• USG Thoracoabdominal
• Gula darah sewaktu atas indikasi
• Foto rontgen dada dalam posisi AP atau right lateral decubitus
• CT-Scan atau MRI atas indikasi
B. Gambaran Radiologis
Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks
kanan tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat
dijumpai pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada
sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur pada sisi
badan sebelah kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan
pemeriksaan USG.5
Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal
dibawah ini dipenuhi :6
27
Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma)
sebagai berikut :
a. Peningkatan hematokrit > 20% dibandingkan standar sesuai dengan
umur dan jenis kelamin
b. Penurunan hematokrit > 20% setelah mendapat terapi cairan,
dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya
c. Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, asites atau
hipoproteinemi
Tabel 3.4. Klasifikasi Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue3
28
DBD III Gejala diatas Trombositopenia,
ditambah kegagalan bukti ada
sirkulasi (kulit kebocoran plasma
dingin dan lembab
serta gelisah)
29
demam berdarah.
1. Pra Analitik
Persiapan pasien : tidak memerlukan persiapan khusus
Prinsip : Terhadap kapiler diciptakan suasana anoksia dengan jalan
membendung darah vena. Terhadap anoksia dan penambahan
tekanan internal akan terlihat kemampuan kapiler bertahan. Jika
ketahanan kapiler turun aan timbul petechie di kulit.
Alat dan bahan : Tensimeter dan stetoskop, Timer, Spidol
2. Analitik
Cara kerja :
Pasang manset tensimeter pada lengan atas. Carilah tekanan sistolik
(TS) dan tekanan diastolik (TD).
Buat lingkaran pada bagian volar lengan bawah : Radius 3 cm, Titik
pusat terletak 2 cm dibawah garis lipatan siku
Pasang lagi tensimeter dan buatlah tekanan sebesar ½ x (TS + TD),
pertahankan tekanan ini selama 5 menit.
Longgarkan manset lalu perhatikan ada tidaknya petechie dalam
lingkaran yang telah dibuat
3. Pasca Analitik
Nilai rujukan :
30
< 10 : normal (nagatif)
10 – 20 : dubia (ragu-ragu)
> 20 : abnormal (positif)
Tes tourniquet merupakan tes yang sederhana untuk melihat gangguan
pada vaskuler maupun trombosit. Tes tourniquet akan positif jika ada gangguan
pada vaskuler maupun trombosit.
Tanpa tensimeter, kita dapat melakukannya sendiri dengan membebat
lengan atas dengan sapu tangan/karet elastis dengan tekanan secukupnya. Setelah
5 menit, perhatikan apakah keluar bintik-bintik merah pada kulit lengan bawah.
Jika ada, langsung ke dokter.
Membedakan Peteki dengan bintik gigitan nyamuk jika mencurigai
infeksi dengue. Jika pasien demam memperlihatkan bintik merah mirip bekas
gigitan nyamuk, lakukan peregangan kulit di area sekitarnya dengan jari. Jika
kemudian bintik merah yang dicurigai bintik perdarahan tampak menjadi lebih
pudar merahnya kemungkinan bukan bintik perdarahan. Sebaliknya, jika pada saat
kulit ditekan bintiknya tidak pudar, kemungkinan benar peteki tanda perdarahan
DBD. Namun, tanda perdarahan kulit dapat juga berupa lebam. Peteki spontan
juga dapat ditemui.
3.1.7 DIAGNOSIS BANDING
Demam akut lain yang disertai trombsitopenia seperti demam tifoid, malaria,
chikungunya.
a. Demam Tifoid
Demam tifoid merupakan penyakit sestemik akut yang disebabkan oleh
infeksi kuman Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi.S.paratyphi
dapat mengakibatkan gejala peyakit yang lebih ringan daripada S.typhi,
dengan predominan gejala gastrointestinal.Sifat demam adalah meningkat
perlahan – lahan dan terutama pada sore hingga malam hari. Dalam
minggu kedua gejala – gejala menjadi jelas berupa demam, bradikardia
relative, lidah yang berselaput, hepatomegali, splenomegali, meteorismus,
gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium, atau psikosis.
31
Pada pemeriksaan darah perifer lengkap sering diteui leucopenia, dapat
pula terjadi kadar leukosit normal, atau leukositosis walaupun tanpa
disertai infeksi sekunder. Pemeriksaan lain yang rutin adalah uji Widal dan
Kultur mikroorganisme. Dapat menimbulkan komplikasi intestinal
ataupun ekstraintestinal.12
b. Malaria
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit genus
Plasmodium (P.falsiparum, P.Vivax, P Ovale, P.Malariae, P. Knowlesi)
yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia
(eritrositik) atau jaringan (stadium ekstra eritrositik). Penyakit ini alami
ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina. Pendekatan
diagnsosis melalui : gejala klinis yaitu demam, menggigil, berkeringat,
sakit kepala, mual, muntahm diarem nyeri otot, penurunan kesadaran, lalu
pemeriksaan parasitologi : Sediaan Apusan Darah Tepi (SADT) tebal dan
tipis dijumpai parasit malaria. Tanda dan gejala malaria tidak spesifik.
Secaraklinis memiliki spesifisitas yag sangat rendah dan dapat berakibat
pada tatalaksana yag berlebihan12
c. Chikungunya
Demam chikungunya merupakan suatu infeksi akut yang disebabkan oleh
alfavirus dan ditularkan melalui gigitan nyamuk A.aegypti dan
A.albopictus.Penyakit ini dapat bersifat akut, subakut, maupun kronis.Fase
akut berlangsung 3 – 10 hari, ditandai dengan demam tinggi mendadak
(39-40oC) dan nyeri sendi berat.Pada pasien chikungunya, pemeriksaan
laboratorium melalui pemeriksaan isolasi virus chikungunya
(CHIKV).Isolasi CHIKV dapat diambil dari nyamuk yang didapat dari
lapangan atau specimen serum akut yang diambil dari darah pasien pada
minggu pertama demam. Selain itu, untuk mengkonfirmasi recent
infection dapat dengan deteksi RNA CHIKV dengan RT-PCR real time,
identifikasi hasil IgM positif pada pasien gejala akut, diikuti dengan
antibodi spesifik CHIKV yang ditentukan oleh PRNT dengan virus lain
yang ada didalam serogroup Semliki Forest Virus (SFV), serta adanya
32
serokonversi atau kenaikan titer 4x lipat pada PRNT, HI, atau ELISA
(sekali lagi, dengan menggunakan virus lain yang ada didalam serogroup
SFV) antara specimen fase akut dan convalescent12
a. Pre Hospita12
Ada cara yang bisa ditempuh tanpa harus diopname di rumah sakit,
tapi butuh kemauan yang kuat untuk melakukannya. Cara itu adalah
sebagai berikut (WHO, 1999) :
1. Minumlah air putih minimal 20 gelas berukuran sedang setiap hari
(lebih banyak lebih baik)
2. Cobalah menurunkan panas dengan minum obat penurun panas.
Parasetamol sebagai pilihan, dengan dosis 10 mg/BB/kali tidak
lebih dari 4 kali sehari. Jangan
memberikan aspirin dan brufen/ibuprofen, sebab dapat
menimbulkan gastritis dan atau perdarahan.
3. Beberapa dokter menyarankan untuk minum minuman ion
tambahan (pocari sweet)
4. Minuman lain yang disarankan : Jus jambu merah untuk
meningkatkan trombosit
5. Makanlah makanan yang bergizi dan usahakan makan dalam
kuantitas yang banyak
6. Cara penghitung kebutuhan cairan dapat berdasarkan rumus
berikut ini :
a) Dewasa : 50 cc/kg BB/hari
b) Anak :
Untuk 10 kg BB pertama : 100cc/kgBB/hari
Untuk 10 kg BB kedua : 50cc/kgBB/hari
Untuk 10 kg BB ketiga dan seterusnya : 20 cc/kg BB/hari
Pada pasien anak yang rentan mempunyai riwayat kejang demam maka
33
perlu diwaspadai gejala kejang demam. Seiring dengan kehilangan cairan akibat
demam tinggi, kondisi demam tinggi juga dapat mencetuskan kejang pada anak
sehingga harus diberikan obat penurun panas. Untuk menurunkan demam, berilah
obat penurun panas. Untuk jenis obat penurun panas ini harus dipilih obat yang
berasal dari golongan parasetamol atau asetaminophen, jangan diberikan jenis
asetosal atau aspirin oleh karena dapat merangsang lambung sehingga akan
memperberat bila terdapat perdarahan lambung. Kompres dapat membantu bila
anak menderita demam terlalu tinggi sebaiknya diberikan kompres hangat dan
bukan kompres dingin, oleh karena kompres dingin dapat menyebabkan anak
menggigil. Sebagai tambahan untuk anak yang mempunyai riwayat kejang demam
disamping obat penurun panas dapat diberikan obat anti kejang.
IDAI (2009) menjelaskan tanda-tanda syok harus dikenali dengan baik
karena sangat berbahaya. Apabila syok tidak tertangani dengan baik maka akan
menyusul gejala berikutnya yaitu perdarahan. Pada saat terjadi perdarahan hebat
penderita akan tampak sangat kesakitan, tapi bila syok terjadi dalam waktu yang
lama, penderita sudah tidak sadar lagi. Dampak syok dapat menyebabkan semua
organ tubuh akan kekurangan oksigen dan akhirnya menyebabkan kematian dalam
waktu singkat. Oleh karena itu penderita harus segera dibawa kerumah sakit bila
terdapat tanda gejala dibawah ini :
1. Demam tinggi (lebih 39oC atau lebih)
2. Muntah terus menerus
3. Tidak dapat atau tidak mau minum sesuai anjuran
4. Kejang
5. Perdarahan hebat, muntah atau berak darah
6. Nyeri perut hebat
7. Timbul gejala syok, gelisah atau tidak sadarkan diri, nafas cepat,
seluruh badan teraba lembab, bibir dan kuku kebiruan, merasa
haus, kencing berkurang atau tidak ada sama sekali
8. Hasil laboratorium menunjukkan peningkatan kekentalan darah
atau penurunan jumlah trombosit
b. Intra Hospital di Unit Gawat Darurat12
34
Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi
kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan
sebagai akibat perdarahan. Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD
dirawat di ruang perawatan biasa. Tetapi pada kasus DBD dengan komplikasi
diperlukan perawatan intensif.
Perbedaan patofisilogik utama antara DD/DBD/SSD dan penyakit lain
adalah adanya peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan perembesan
plasma dan gangguan hemostasis. Gambaran klinis DBD/SSD sangat khas yaitu
demam tinggi mendadak, diastesis hemoragik, hepatomegali, dan kegagalan
sirkulasi. Maka keberhasilan tatalaksana DBD terletak pada bagian mendeteksi
secara dini fase kritis yaitu saat suhu turun (the time of defervescence) yang
merupakan ease awal terjadinya kegagalan sirkulasi, dengan melakukan observasi
klinis disertai pemantauan perembesan plasma dan gangguan hemostasis.
Prognosis DBD terletak pada pengenalan awal terjadinya perembesan plasma,
yang dapat diketahui dari peningkatan kadar hematokrit.
Fase kritis pada umumnya mulai terjadi pada hari ketiga sakit. Penurunan
jumlah trombosit sampai < 100.000/pl atau kurang dari 1-2 trombosit/Ipb (rata-
rata dihitung pada 10 Ipb) terjadi sebelum peningkatan hematokrit dan sebelum
terjadi penurunan suhu. Peningkatan hematokrit 20% atau lebih mencermikan
perembesan plasma dan merupakan indikasi untuk pemberian caiaran. Larutan
garam isotonik atau ringer laktat sebagai cairan awal pengganti volume plasma
dapat diberikan sesuai dengan berat ringan penyakit. Perhatian khusus pada kasus
dengan peningkatan hematokrit yang terus menerus dan penurunan jumlah
trombosit < 50.000/41. Secara umum pasien DBD derajat I dan II dapat dirawat di
Puskesmas, rumah sakit kelas D, C dan pada ruang rawat sehari di rumah sakit
kelas B dan A
a. Fase Demam
Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana DD,
bersifat simtomatik dan suportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah
dehidrasi. Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau minum,
muntah atau nyeri perut yang berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu
35
diberikan. Antipiretik kadang-kadang diperlukan, tetapi perlu diperhatikan bahwa
antipiretik tidak dapat mengurangi lama demam pada DBD. Parasetamol
direkomendasikan untuk pemberian atau dapat di sederhanakan seperti tertera
pada Tabel 3. Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul sebagai akibat
demam tinggi, anoreksia dan muntah. Jenis minuman yang dianjurkan adalah jus
buah, air teh manis, sirup, susu, serta larutan oralit. Pasien perlu diberikan minum
50 ml/kg BB dalam 4-6 jam pertama. Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasi anak
diberikan cairan rumatan 80-100 ml/kg BB dalam 24 jam berikutnya. Bayi yang
masih minum asi, tetap harus diberikan disamping larutan oralit. Bila terjadi
kejang demam, disamping antipiretik diberikan antikonvulsif selama demam12
Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok yang mungkin terjadi.
Periode kritis adalah waktu transisi, yaitu saat suhu turun pada umumnya hari ke
3-5 fase demam. Pemeriksaan kadar hematokrit berkala merupakan pemeriksaan
laboratorium yang terbaik untuk pengawasan hasil pemberian cairan yaitu
menggambarkan derajat kebocoran plasma dan pedoman kebutuhan cairan
intravena. Hemokonsentrasi pada umumnya terjadi sebelum dijumpai perubahan
tekanan darah dan tekanan nadi. Hematokrit harus diperiksa minimal satu kali
sejak hari sakit ketiga sampai suhu normal kembali. Bila sarana pemeriksaan
hematokrit tidak tersedia, pemeriksaan hemoglobin dapat dipergunakan sebagai
alternatif walaupun tidak terlalu sensitif. Untuk Puskesmas yang tidak ada alat
pemeriksaan Ht, dapat dipertimbangkan dengan menggunakan Hb. Dengan
estimasi nilai Ht = 3 x kadar Hb
36
b. Penggantian Volume Plasma
Dasar patogenesis DBD adalah perembesan plasma, yang terjadi pada fase
penurunan suhu (fase a-febris, fase krisis, fase syok) maka dasar pengobatannya
adalah penggantian volume plasma yang hilang. Walaupun demikian, penggantian
cairan harus diberikan dengan bijaksana dan berhati-hati. Kebutuhan cairan awal
dihitung untuk 2-3 jam pertama, sedangkan pada kasus syok mungkin lebih sering
(setiap 30-60 menit). Tetesan dalam 24-28 jam berikutnya harus selalu
disesuaikan dengan tanda vital, kadar hematokrit, dan jumlah volume urin.
Penggantian volume cairan harus adekuat, seminimal mungkin mencukupi
kebocoran plasma. Secara umum volume yang dibutuhkan adalah jumlah cairan
rumatan ditambah 5-8%. Cairan intravena diperlukan, apabila :
Anak terus menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi
sehingga tidak rnungkin diberikan minum per oral, ditakutkan
terjadinya dehidrasi sehingga mempercepat terjadinya syok.
Nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala.
Jumlah cairan yang diberikan tergantung dari derajat dehidrasi
dan kehilangan elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% di dalam
larutan NaCl 0,45%. Bila terdapat asidosis, diberikan natrium
bikarbonat 7,46% 1-2 ml/kgBB intravena bolus perlahan-lahan
Apabila terdapat hemokonsentrasi 20% atau lebih maka
komposisi jenis cairan yang diberikan harus sama dengan plasma.
Volume dan komposisi cairan yang diperlukan sesuai cairan
untuk dehidrasi pada diare ringan sampai sedang, yaitu cairan
rumatan + defisit 6% (5 sampai 8%), seperti tertera pada Tabel 3
dibawah ini.
37
> 18 88
Pemilihan jenis dan volume cairan yang diperlukan tergantung dari umur
dan berat badan pasien serta derajat kehilangan plasma, yang sesuai dengan
derajat hemokonsentrasi. Pada anak gemuk, kebutuhan cairan disesuaikan dengan
berat badan ideal untuk anak umur yang sama12
38
39
Gambar 7. Tatalaksana kasus tersangka DBD4
40
Gambar 8. Tatalaksana kasus DBD derajat I dan II tanpa peningkatan
hematokrit4
41
42
Berdasarkan panduan WHO 2009, pasien dengan infeksi dengue
dikelompokkan ke dalam 3 kelompok yaitu Grup A, B, dan C.
Pasien yang termasuk Grup A dapat menjalani rawat jalan.
Sedangkan pasien yang termasuk Grup B atau C harus menjalani
perawatan di rumah sakit. Sampai saat ini belum tersedia terapi
antiviral untuk infeksi dengue. Prinsip terapi bersifat simptomatis
dan suportif.8
43
Grup A
Yang termasuk Grup A adalah pasien yang tanpa
disertai warning signs dan mampu mempertahankan asupan
oral cairan yang adekuat dan memproduksi urine minimal
sekali dalam 6 jam. Sebelum diputuskan rawat jalan,
pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan. Pasien dengan
hematokrit yang stabil dapat dipulangkan. Terapi di rumah
untuk pasien Grup A meliputi edukasi mengenai istirahat atau
tirah baring dan asupan cairan oral yang cukup, serta
pemberian parasetamol saat demam. Pasien beserta
keluarganya harus diberikan KIE tentang warning signs secara
jelas dan diberikan instruksi agar secepatnya kembali ke rumah
sakit jika timbul warning signs selama perawatan di rumah.8
Grup B
Yang termasuk Grup B meliputi pasien dengan warning
signs dan pasien dengan kondisi penyerta khusus (co-existing
conditions). Pasien dengan kondisi penyerta khusus seperti
kehamilan, bayi, usia tua, diabetes mellitus, gagal ginjal atau
dengan indikasi sosial seperti tempat tinggal yang jauh dari RS
atau tinggal sendiri harus dirawat di rumah sakit. Jika pasien
tidak mampu mentoleransi asupan cairan secara oral dalam
jumlah yang cukup, terapi cairan intravena dapat dimulai
dengan memberikan larutan NaCl 0,9% atau Ringer’s Lactate
dengan kecepatan tetes maintenance. Monitoring meliputi pola
suhu, balans cairan (cairan masuk dan cairan keluar), produksi
urine, dan warning signs. Tatalaksana pasien infeksi dengue
dengan warning signs adalah sebagai berikut:8
Mulai dengan pemberian larutan isotonik (NS atau RL) 5-7 ml/kg/jam
selama 1-2 jam, kemudian kurangi kecepatan tetes menjadi 3-5 ml/kg/jam
selama 2-4 jam, dan kemudian kurangi lagi menjadi 2-3 ml/kg/jam sesuai
respons klinis.
44
Nilai kembali status klinis dan evaluasi nilai hematokrit. Jika hematokrit
stabil atau hanya meningkat sedikit, lanjutkan terapi cairan dengan
kecepatan 2-3 ml/kg/jam selama 2-4 jam.
Jika terjadi perburukan tanda vital dan peningkatan cepat nilai HCT,
tingkatkan kecepatan tetes menjdai 5-10 ml/kg/jam selama 1-2 jam
Nilai kembali status klinis, evaluasi nilai hematokrit dan evaluasi
kecepatan tetes infuse. Kurangi kecepatan tetes secara gradual ketika
mendekati akhir fase kritis yang diindikasikan oleh adanya produksi urine
dan asupan cairan yang adekuat dan nilai hematokrit di bawah nilai
baseline.
Monitor tanda vital dan perfusi perifer (setiap 1-4 jam sampai pasien
melewati fase kritis), produksi urine, hematokrit (sebelum dan sesudah
terapi pengganti cairan, kemudian setiap 6-12 jam), gula darah, dan fungsi
organ lainnya (profil ginjal, hati, dan fungsi koagulasi sesuai indikasi).
Grup C
Yang termasuk Grup C adalah pasien dengan kebocoran
plasma (plasma leakage) berat yang menimbulkan syok
dan/atau akumulasi cairan abnormal dengan distres nafas,
perdarahan berat, atau gangguan fungsi organ berat. Terapi
terbagi menjadi terapi syok terkompensasi (compensated
shock) dan terapi syok hipotensif (hypotensive shock).8
Terapi cairan pada pasien dengan syok terkompensasi meliputi:8
Mulai resusitasi dengan larutan kristaloid isotonik 5-10 ml/kg/jam selama
1 jam. Nilai kembali kondisi pasien, jika terdapat perbaikan, turunkan
kecepatan tetes secara gradual menjadi 5-7 ml/kg/jam selama 1-2 jam,
kemudian 3-5 ml/kg/jam selama 2-4 jam, kemudian 2-3 ml/kg/jam selama
2-4 jam dan selanjutnya sesuai status hemodinamik pasien. Terapi cairan
intravena dipertahankan selama 24-48 jam.
Jika pasien masih tidak stabil, cek nilai hematokrit setelah bolus cairan
pertama. Jika nilai hematorit meningkat atau masih tinggi (>50%), ulangi
45
bolus cairan kedua atau larutan kristaloid 10-20 ml/kg/jam selama 1 jam.
Jika membaik dengan bolus kedua, kurangi kecepatan tetes menjadi 7-10
ml/kg/jam selama 1-2 jam dan lanjutkan pengurangan kecepatan tetes
secara gradual seperti dijelaskan pada poin sebelumnya.
Jika nilai hematokrit menurun, hal ini mengindikasikan adanya perdarahan
dan memerlukan transfusi darah (PRC atau whole blood).
46
Nafsu makan membaik
Secara klinis tampak perbaikan
Hematokrit stabil
Tiga hari setelah syok teratasi
Jumlah trombosit > 50.000/µl
Tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau
asidosis)
3.1.8 PENCEGAHAN12
Hal yang penting dalam penanggulangan DBD adalah
pengendalian vektor dan kebersihan lingkungannya. Nyamuk
Aedes aegypti yang menyebarkan virus dengue berbeda dengan
nyamuk rumah biasa. Strategi pencegahan DBD pada rumah
tangga yang lama dikenal adalah 3M Plus. Perlu diketahui
bahwa 3M terdiri dari menguras bak mandi, menutup tempat
penampungan air (TPA), dan mendaur ulang barang bekas.
Sebaiknya pengurasan bak dilakukan setiap 1 minggu sekali,
sesuai dengan daur hidup nyamuk. Untuk genangan air yang
tidak terjangkau dan tidak dapat dikuras (seperti talang air
hujan), dapat ditaburkan bubuk larvasida (abate). Tindakan
Plus lain yang dapat dilakukan adalah penggunaan kelambu
saat tidur dan lotion anti nyamuk, serta pemeliharaan ikan
sebagai predator nyamuk. Fogging (pengasapan) hanya
bermanfaat untuk membasmi nyamuk dewasa, jentik tidak
dapat mati dengan pengasapan.
3.1.9 PROGNOSIS
Prognosis DHF ditentukan oleh derajat penyakit, cepat
tidaknya penanganan diberikan, umur, dan keadaan nutrisi.
Prognosis DBD derajat I dan II umumnya baik. DBD derajat III
dan IV bila dapat dideteksi secara cepat maka pasien dapat
47
ditolong. Angka kematian pada syok yang tidak terkontrol
sekitar 40-50 % tetapi dengan terapi penggantian cairan yang
baik bisa menjadi 1-2 %. Penelitian pada orang dewasa di
Surabaya, Semarang, dan Jakarta memperlihatkan bahwa
prognosis dan perjalanan penyakit DHF pada orang dewasa
umumnya lebih ringan daripada anak-anak. Pada kasus- kasus
DHF yang disertai komplikasi sepeti DIC dan ensefalopati
prognosisnya buruk.6
BAB IV
ANALISA KASUS
48
serologis widal pada tanggal 21 juli 2020 didapatkan hasil :
WBC : 1,69 x 109/L RBC : 6,3
HBG : 9,86 g/dL
MCV : 70,6 fl
MCHC : 32,2 g/L
MCH : 22,8 pg
HCT : 30,7%
PLT : 53,8 x 109/L
Salm. Typhi : Negatif (-)
Dari hasil pemeriksaan laboratorium nilai hematokrit sebesar 30,7 % dan
nilai trombosit 53.000, dapat dikatakan bahwa pasien mengalami
trombositopenia atau kadar trombosit ≤ 100.000/mm3, serta pasien juga
mengalami penurunan nilai leukosit atau leukopenia dengan nilai leukosit
1,69x109/L . Pasien ini mengalami peningkatan hematokrit >20%. Pasien
didiagnosis mengalami DHF Grade III karena pasien tampak gelisah dan lemah,
dari hasil pemeriksaan tanda-tanda vital, didapatkan tekanan darah 90/60,dimana
tekanan nadi pasien sempit (≤20 mmHg), dan terdapat manifestasi perdarahan
berupa pasien mengalami perdarahan spontan yaitu BAB berdarah, serta
kemungkinan dicurigai terjadinya hemokonsentrasi dikarenakan pada hasil
laboratorium pertama adanya peningkatan hematocrit yaitu menjadi 30,7% dan
pada pemeriksaan laboratorium kedua, terjadi penurunan hematokrit menjadi
33,8% setelah dilakukan terapi cairan, dan juga pasien mengalami penurunan
kadar trombosit (trombositopenia) yang dimana nilai trombosit pasien adalah
38.000/mm3.
WBC : 3,25 x 109/L
RBC : 4,66 x 106/L
HGB : 10,6 g/dL
MCV : 72,5 fL
MCH : 22,8 pg
MCHC : 31,4 g/dL
HCT : 33,8 %
49
PLT : 38,6 x 109/L
50
hipotensi, lemah)
DBD IV Gejala diatas Thrombocytopenia
ditambah dengan < 100 000 cells/mm3;
tekanan darah HCT rise ≥20%.
dan nadi tidak
terukur
Yaitu pasien mengalami tanda-tanda warning sign seperti, tidak mau makan dan
minum, nyeri perut dan hasil lab menunjukkan penurunan jumlah trombosit,
peningkatan hematocrit sehingga harus segera dibawa ke RS dan dirawat inap
untuk memantau keadaan pasien karena ditakutkan akan mengalami syok bila
tidak ditangani dengan cepat yang akan menimbulkan komplikasi berat sampai
menyebabkan kematian.
Pada anak ini terapi yang diberikan di bangsal adalah :
1. Terapi cairan
IVFD RL 50cc/jam
2. Terapi simptomatik
Antipiretik untuk menurunkan demam
Dosis 10 mg/kg/BB/kali = 10 x 15 kg = 150 mg/kali
Injeksi Omeprazole
Berat badan 15 kg = dosis : 2x7 mg
3. Terapi Suportif
a. Mengganti kehilangan cairan
b. Mengontrol tanda vital
Bertujuan untuk mengetahui tanda-tanda terjadinya syok pada pasien
51
c. Mengontrol balance cairan
d. Banyak minum air putih
e. Istirahat
f. Makan lunak
Pasien dipulangkan setelah hari ke 5 rawat inap karena pasien sudah
memenuhi kriteria pemulangan pasien DBD dimana pasien dapat dipulangkan
apabila :
• Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
• Nafsu makan membaik
• Secara klinis tampak perbaikan
• Hematokrit stabil
• Empat hari setelah syok teratasi
• Jumlah trombosit > 50.000/μl
• Tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau
asidosis)
Pada pasien ini sudah terjadi perbaikan yakni tidak demam selama 24 jam
tanpa antipiretik, sudah mau makan dan minum (tidak menolak asupan oral),
jumlah trombosit > 50.000, tidak dijumpai distres pernafasan yang disebabkan
oleh efusi oleura atau asidosis, serta secara klinis tampak perbaikan ditandai anak
yang sudah tidak terlalu rewel dan lemas lagi.
Pada umumnya penderita DBD akan mengalami fase demam selama 2-7
hari, fase pertama: 1-3 hari, penderita akan merasakan demam yang cukup tinggi,
kemudian pada fase ke-dua penderita mengalami fase kritis pada hari ke 4-5, pada
fase ini penderita akan mengalami turunnya demam hingga 37 oC dan penderita
akan merasa dapat melakukan aktivitas kembali (merasa sembuh kembali) pada
fase ini jika tidak mendapatkan pengobatan yang adekuat dapat terjadi keadaan
fatal, akan terjadi penurunan trombosit secara drastis akibat pemecahan pembuluh
darah (pendarahan). Di fase yang ketiga ini akan terjadi pada hari ke 6-7, penderita
akan merasakan demam kembali, fase ini dinamakan fase pemulihan, di fase inilah
trombosit akan perlahan naik kembali normal kembali. Pasien pulang saat sudah
berada di fase ketiga.
52
Prognosis pasien DBD akan baik bila dapat ditangani sedini mungkin
dengan penangan yang tepat. Pada DBD, kematian telah terjadi pada 40-50%
pasien dengan syok, tetapi dengan penanganan intensif yang adekuat kematian
dapat ditekan <1% kasus. Edukasi yang perlu diberikan kepada keluarga dan
penderita bahwa penderita harus tirah baring, diharuskan banyak minum,
monitoring tanda kegawatan, melaksanakan upaya 3M, identifikasi gejala serupa
pada lingkungan rumah.
BAB V
PENUTUP
1. Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue yang tergolong Arthropod-Borne Virus, genus Flavivirus, dan family
Flaviviridae. DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes,
terutama Aedes aegypti.
2. Walaupun demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD)
disebabkan oleh virus yang sama, tapi mekanisme patofisiologisnya yang
berbeda yang menyebabkan perbedaan klinis. Perbedaan yang utama adalah
hemokonsentrasi yang khas pada DBD yang bisa mengarah pada kondisi
renjatan. Dua atau tiga patokan klinis pertama disertai trombositopenia dan
hemokonsentrasi sudah cukup untuk menegakkan diagnosa DBD.
3. Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat simptomatis dan suportif, yaitu
mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas
kapiler dan sebagai akibat perdarahan.
4. Derajat keparahan dari DBD dibagi menjadi grade I, II, III, dan IV. Dibaginya
derajat DBD agar dapat dilakukan skema tatalaksana yang sesuai dengan derajat
DBD.
53
DAFTAR PUSTAKA
54
8. Candra A. Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis, dan Faktor
Risiko Penularan. ASP [Internet]. 8May2019 [cited 9Apr.2020];2(2).
Available from:
https://ejournal2.litbang.kemkes.go.id/index.php/aspirator/article/view/1787
9. Sudjana, Primal. Diagnosis Dini Penderita Demam Berdarah Dengue dewasa.
Pusat Data dan Surveilans Epidemologi. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI.
2010.
10. Balmaseda A et al. Assessment of the World Health Organization scheme for
classification of dengue severity in Nicaragua. American Journal of Tropical
Medicine and Hygiene, 2007: p.1059–1062.
11. Departemen Kesehatan RI. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue di
Indonesia. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI. 2012.
12. Yolanda, Natharina. Gerakan Bersama Melawan Demam Berdarah.
http://www.idai.or.id. Jakarta. 2016.
55