Anda di halaman 1dari 34

PRESENTASI KASUS II

MUMPS PADA ANAK

Pembimbing : dr. Virginia Dwiyandari, SpA

Disusun Oleh :

Nita Irawan Anugerah Pratama

030. 319. 017

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

06 JANUARI 2020 - 14 MARET 2020


LEMBAR PENGESAHAN
Presentasi kasus yang bejudul :

“MUMPS PADA ANAK”

Yang disusun oleh :

Nita Irawan Anugerah Pratama

030. 319. 017

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing :

dr. Virginia Dwiyandari, SpA

Sebagai salah satu yang dalam mengikuti dan menyelesaikan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Budhi Asih

Periode 06 Januari 2020 – 14 Maret 2020

Jakarta, Januari 2020

Pembimbing

Prof. H. Widagdo dr, SpA, MBA

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
berkah dan karunia yang telah diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas presentasi kasus yang berjudul “Kejang Demam Kompleks”. Presentasi
kasus ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan
klinik bagian anak di RSUD Budhi Asih.

Presentasi kasus ini dapat diselesaikan juga berkat dukungan dan bantuan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada
yang terhormat Prof. H. Widagdo dr, SpA, MBA atas keluangan waktu dan
bimbingan yang telah diberikan. Penulis menyadari bahwa penulisan karya ilmiah
ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, segala kritik dan saran sangat
penulis hargai demi penyempurnaan presentasi kasus ini dan juga yang akan
datang.

Demikian presentasi kasus ini disusun semoga dapat bermanfaat bagi


pihak-pihak yang membacanya, terima kasih.

Jakarta, Januari 2020

Nita Irawan Anugerah Pratama


030.319. 019

3
BAB I

PENDAHULUAN

Kejang demam adalah kejang yang terkait dengan demam dan usia, serta tidak didapatkan infeksi
intrakranial ataupun kelainan lain di otak. Demam adalah kenaikan suhu tubuh di atas 38 0C rektal atau di
atas 37,8 0C aksila. Pendapat para ahli terbanyak kejang demam terjadi pada waktu anak berusia antara 3
bulan sampai 5 tahun. Berkisar 2% - 5% anak dibawah 5 tahun pernah mengalami bangkitan kejang
demam. Lebih dari 90% penderita kejang demam terjadi pada anak berusia dibawah 5 tahun. Terbanyak
bangkitan kejang demam terjadi pada anak berusia antara usia 6 bulan sampai dengan 22 bulan. Insiden
bangkitan kejang demam tertinggi terjadi pada usia 18 bulan.(1)

Di Amerika Serikat dan Eropa prevalensi kejang demam berkisar 2 – 5%. Di Asia prevalensi kejang
demam meningkat dua kali lipat bila dibandingkan Eropa dan di Amerika. Di Jepang kejadian kejang
demam berkisar 8,3% - 9,9%. Bahkan di Guam insiden kejang demam mencapai 14%.(1)

Kejang demam dikelompokkan menjadi dua, yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam
kompleks. Kejang demam merupakan salah satu kelainan saraf tersering pada anak. Faktor-faktor yang
berperan dalam etiologi kejang demam yaitu faktor demam, usia dan riwayat keluarga, dan riwayat
prenatal (usia saat ibu hamil), riwayat perinatal (asfiksia, usia kehamilan dan bayiberat badan lahir
rendah).(2)

Prognosis kejang demam baik, kejang demam bersifat benigna. Angka kematian hanya 0,64%-0,75%.
Sebagian besar penderita kejang demam sembuh sempurna, sebagian berkembang menjadi epilepsy
sebanyak 2%-7%. Kejang demam dapat mengakibatkan gangguan tingkah laku serta penurunan
intelegensi dan pencapaian tingkat akademik. Sebesar 4% penderita kejang demam secara bermakna
mengalami gangguan tingkah laku dan penurunan tingkat intelegensi. Walaupun prognosis kejang
demam baik, bangkitan kejang demam cukup menkhawatirkan bagi orangtuanya.(2)

 Tindakan pencegahan terhadap bangkitan kejang demam berupa pemberian antipiretik dan anti
konvulsan. Pemberian antipiretik tanpa disertai pemberian antikonvulsan atau diazepam dosis rendah
tidak efektif untuk mencegah timbulnya kejang demam berulang. Jenis obat yang sering digunakan
adalah fenobarbital, asam valproate, dan fenitoin. Pemberian obat
antikonvulsan jangka panjang tersebut diatas dapat mencegah timbulnya kejang demam akan tetapi tidak
akan mencegah timbulnya epilepsi maupun cacat neurologis akibat kejang demam. Tetapi pemberian
obat anti kejang mempunyai efek samping tidakbaik. Tindakan pencegahan kejang dengan pemakaian
obat fenobarbital maupun asam valproate dan fenitoin dilakukan atas indikasi yang tepat. Indikasi
pemberian pengobatan pencegehan terhadap penderita kejang demam apabila demam tersebut
mempunyai resiko terjadi bangkitan kejang demam.(2)

BAB II

LAPORAN KASUS

4
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

RUMAH SAKIT PENDIDIKAN RSUD BUDHI ASIH, DKI JAKARTA

Nama Mahasiswa : Nita Irawan Pembimbing : Prof. H. Widagdo dr, SpA, MBA

Nim : 030. 319. 017 Tanda tangan :

IDENTITAS PASIEN:
a. Nama pasien : An. FZ
b. Jenis kelamin : Perempuan
c. Tempat, tanggal lahir: Jakarta, 23 September 2017
d. Umur : 2 tahun 4 bulan
e. Pendidikan : belum sekolah
f. Alamat : Kp. Jembatan
g. Orangtua/wali
Identitas Ayah/ wali Ibu
Nama Irwansyah Alfi Rahmawati
Umur 30 27
Suku/bangsa Betawi Betawi
Agama Islam Islam
Alamat Kp. Jembatan Kp. Jembatan
Pekerjaan Swasta IRT
Pendidikan SMA SMA
Penghasilan/bulan Rp. 3.000.000/bulan

Hubungan dengan orang tua: Pasien merupakan anak kandung


I. ANAMNESIS
Dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu AR di bangsal Emerald Barat pada tanggal 18
Januari 2020 pukul 10.00 WIB.
Keluhan utama : Kejang pagi hari SMRS
Keluhan tambahan : Demam 38,9 0C 1 hari

5
a. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengalami demam dari rabu siang dan diberikan sanmol kemudian suhu pasien
turun. Namun saat malam hari kembali mengalami demam tingggi 39 0C dan sudah di
berikan sanmol 4x tidak mengalami perubahan. Keesokan harinya sekitar pukul 08.30
WIB pasien mengalami kejang, saat kejang seluruh badan pasien kaku, mulut biru
berbusa dan mata mendelik 2x. Saat di IGD pasien mengalami kejang kembali 1x dan
panas tidak turun-tuun. Setelah kejang pasien tidak sadar.

b. Riwayat Penyakit yang pernah di derita

Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur


Alergi (-) Difteria (-) Penyakit ginjal (-)
Cacingan (-) Diare (-) Penyakit (-)
jantung
DBD (-) Kejang 1 Darah (-)
tahun
Tifoid (-) Morbili (-) Pneumonia (-)
(-)
Otitis (-) Kecelakaan TBC (-)

Parotitis (-) Operasi (-) Lainnya (-)

Kesimpulan riwayat penyakit yang pernah diderita: Pasien memiliki riwayat


kejang di umur 1 tahun, namun tidak seperti yang dialami saat ini

c. Riwayat Kehamilan dan persalinan

Morbiditas kehamilan Anemia (-), hipertensi (-),


diabetes mellitus (-), penyakit
jantung (-), penyakit paru (-),
KEHAMILAN merokok (-), infeksi (-), minum
alkohol (-)

Perawatan antenatal 9 kali

Tempat persalinan Rumah Sakit

Penolong persalinan Dokter

SC

6
Penyulit, kelainan KPD > 24 jam
Cara persalinan
Masa gestasi Cukup bulan

Berat lahir: 3400 gr

Panjang lahir: 50 cm
KELAHIRAN
Lingkar kepala: lupa

Keadaan bayi Langsung menangis (+)


Kemerahan (+)
Kejang, biru, pucat (-)
Kelainan bawaan: Tidak ada
APGAR: Tidak ingat

Kesimpulan riwayat kehamilan/persalinan: Perawatan antenatal teratur, pasien lahir


dengan cara persalinan SC di Rumah Sakit dibantu oleh dokter, dan terdapat penyulit
KPD >24 jam.

d. Riwayat Perkembangan
 Pertumbuhan gigi I : 7 bulan (Normal: 5-9 bulan)
 Psikomotor :
Tengkurap : 4 bulan (Normal: 3-4 bulan)
Duduk : 8 bulan (Normal: 6-9 bulan)
Berdiri : 10 bulan (Normal: 9-12 bulan)
Berjalan : 12 bulan (Normal: 12-18 bulan)
Bicara : 12 bulan (Normal: 9-12 bulan)

 Perkembangan pubertas :

Rambut Pubis : -

Payudara :-

Menarche :-

7
Kesimpulan riwayat pertumbuhan dan perkembangan: Tidak terdapat keterlambatan
perkembangan pada pasien.

e. Riwayat Makanan
Kesimpulan riwayat makanan : pasien mendapat asi sampai 6 bulan dan mulai
diberikan makan nasi saat teat usia 2 tahun.

f. Riwayat Imunisasi

Vaksin Dasar Ulangan (umur)


(umur)
Hepatitis B Lahir 2 bulan 3 bulan 4 bulan

Polio 2 bulan 3 bulan 5 bulan 6 bulan

BCG 2 bulan

DPT 2 bulan 3 bulan 4 bulan

Hib 2 bulan 3 bulan 4 bulan

Campak 9 bulan

Kesimpulan riwayat imunisasi: Imunisasi dasar lengkap

g. Riwayat Keluarga

Jenis Lahir Mati Keterangan


No Usia Hidup Abortus
Kelamin Mati (sebab) Kesehatan

1. 5 tahun Perempuan + - - -
Meninggal
2. 0 bulan - - - - +
dalam
kandungan
Kesimpulan corak reproduksi: Pasien merupakan anak ke-3dan ibu memiliki
riwayat pernah mengalami keguguran

h. Riwayat Pernikahan
Ayah Ibu

Nama Tn. IR Ny. AR

Perkawinan ke- 1 1

8
Umur saat menikah 30 tahun 27 tahun

Pendidikan terakhir SMA SMA

Suku Betawi Betawi

Agama Islam Islam

Keadaan kesehatan Sehat Sehat

Kosanguinitas - -

Riwayat Penyakit Tidak ada Tidak ada

Kesimpulan : Kedua orang tua pasien sehat

i. Riwayat Lingkungan

Pasien tinggal bersama dengan kedua orang tua dan 1 kakak


perempuan pada rumah tingkat yang memiliki 2 ruangan utama/kamar dan
1 kamar mandi, lanatai bagian atas hanya digunakan untuk menjemur
pakaian. Ventilasi dan pencahayaan baik. Sumber air dan air minum dari
sumur bor. Rumah pasien terletak di kawasan padat penduduk. Sampah
keluarga setiap harinya ditumpuk di depan rumah.

Kesimpulan Riwayat lingkungan pasien: Pasien tinggal di kawasan


padat penduduk dan sumber air dan air minum dari sumur bor.

II. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalisata

Keadaan Umum

Kesan Sakit : Tampak sakit sedang


Kesadaran : Compos menits
Kesan Gizi : Gizi baik

Data Antropometri

Berat Badan sekarang : 11, 5 kg

Tinggi Badan : 85 cm
9
Lingkar kepala : 47 cm

Status Gizi

BB / U = antara -2 sampai +2 (BB cukup)


TB/U = antara -2 SD sampai +2 SD (Normal)
BB/TB = antara -2 S sampai +2SD (Gizi baik)

Kesimpulan status gizi: Pasien memiliki BB yang cukup dan perawakan


sesuai menurut usianya, dan gizi baik bila berat badannya dibandingkan
dengan tinggi badannya.

Tanda Vital

Nadi : 134 x/ menit, kuat, isi cukup, ekual kanan dan kiri,
regular Pernapasan : 24 x/ menit
Suhu : 37,9 o C
SpO2 : 97%

Kepala : Normocephal (antara -2 SD sampai +2 SD pada grafik Nellhaus)


Rambut : Rambut hitam, lurus, distribusi merata, dan tidak mudah dicabut

Wajah : Simetris
Mata :

- Sklera ikterik : -/-


- Konjungtiva anemis : -/-
- Palpebra oedem : -/-
- Cekung : -/-
- Lensa jernih : +/+
- Kornea jernih : +/+
- Lagoftalmus : -/-
- Ptosis : -/-
- Pupil : Bulat, isokor
- Refleks cahaya : Langsung +/+, tidak langsung +/+

Telinga

Bentuk : Normal
Liang telinga : Lapang
Cairan : -/-
10
Hidung

Bentuk : simetris

Napas cuping hidung : -/-

Sekret : -/-

Deviasi septum :-

Bibir : Kering (-), sianosis (-)


Mulut : Trismus (-), Gusi dan buccal berwarna merah muda.
Lidah : Normoglosia, hiperemis (-), atrofi papil (-)

Tenggorokan : Tonsil T1-T1, hiperemis (-), detritus (-), dinding posterior faring
hiperemis (-), arcus faring hiperemis (-), uvula terletak ditengah.
Leher : Bentuk tidak tampak kelainan, edema (-), massa (-), tidak teraba
pembesaran tiroid maupun kelenjar getah bening.
Thoraks Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak.


Auskultasi : BJ I & BJ II regular, murmur (-), gallop (-)

Paru-paru

Inspeksi : Bentuk thoraks simetris, gerak dinding dada simetris kanan


dan kiri, retraksi intercostal (-) retraksi subcostal (-) retraksi
suprasternal (-)
Palpasi : benjolan (-), gerak napas simetris kanan dan kiri Auskultasi :
suara napas vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-
Abdomen
Inspeksi : Distensi (-), ruam (-), gerakan peristaltik (-)
Auskultasi : Bising usus (+), frekuensi ±10 kali/menit Perkusi :
Timpani pada seluruh regio abdomen.
Palpasi : Supel, turgor kulit baik, hepatosplenomegali (-)
Kulit : Ikterik (-), sianosis (-), ptechie (-), jejas (-)
Genitalia : Jenis kelamin laki-laki

11
Kelenjar getah bening

Preaurikuler : tidak teraba membesar

Postaurikuler : tidak teraba membesar

Submandibula : tidak teraba membesar

Supraclavicula : tidak teraba membesar

Axilla : tidak teraba membesar


Inguinal : tidak teraba membesar

Ekstremitas

Inspeksi : Simetris, sianosis (-), edema tungkai -/-, ptechie (-)


Palpasi : Akral hangat pada keempat ekstremitas, capillary refill time
<3 detik.

12
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Jenis
Hasil (7/11/19) Satuan Nilai normal
pemeriksaan
Hematologi
Leukosit 9, 9 Ribu/µL 6-17.5
Eritrosit 4, 4 Juta/µL 3.1 – 4.7
Hemoglobin 10, 2 g/dL 9.6-12.6
Hematokrit 31 % 32-44
Trombosit 252 Ribu/µL 217 – 497
MCV 70, 3 fL 73 – 109
MCH 23, 4 Pg 21 – 33
MCHC 33, 3 g/dL 26 – 34
RDW 14 % <14
Hitung jenis:
Basofil 0 % 0-1
Eosinofil 0 % 0-4
Netrofil Batang 0 % 0-10
Netrofil Segmen 59 % 25-60
Limfosit 27 % 25-60
Monosit 14 % 3-9
Elektrolit
Natrium 137 mmol/L 135-155

13
IV. Resume
Pasien anak perempuan usia 2 tahun 4 bulan datang ke puskesmas dengan
keluhan kejang 1 kali di pagi hari, kejang kaku seluruh tubuh mulut biru dan
bebusa serta mata mendelik (kejang umum) lalu setelah dilakukan pemeriksaan di
dapatkan suhu 38,9 0C yang kemudian di rujuk ke IGD RSUD Budhi Asih. Saat di
IGD paien kembali mengalami kejang umum 1 kali dan tidak sadarkan diri.
Kemudian dilakukan pemeriksaan darah dan di dapatkan leukosit 16, 9 ribu/UL,
MCV 69, 6 fL, RDW 14,4 %.
Pasien lalu dirujuk ke bangsal Emeral Barat untuk perawatan lebih lanjut
dengan diagnosa Kejang Demam Kompleks. Setelah anamnesa lebih lanjut
didapatkan bahwa pasien memiliki riwayat kejang sebelumnya pada usia 1 tahun
namun tidak sampai dilakukan perawatan di RS.

V. DIAGNOSIS BANDING
 Kejang demam sederhana

VI. DIAGNOSIS KERJA


 Kejang demam kompleks
 ISPA
 Rhinobronkitis

VII. TATALAKSANA
 Kaen 1B 3 cc/ kg BB/ jam = 34, 5 cc / jam
 Paracetamol 100 mg ( k/p)
 Inj. Diazepam 3,5 mg ( jika kejang)
 Inj. Ampicilin 4 x 250 mg
 Diazepam 1 mg ( jika suhu >380C) = Oral

VIII. PROGNOSIS
 Ad vitam: bonam
 Ad fungsionam: bonam
 Ad Sanationam: dubia ad bonam

14
I. FOLLOW UP

17/01/2020

S Demam (+), muntah (+) berisi makan dan lendir, batuk (+), pilek (-), BAB
terakhir 2 hari lalu, BAK (+),

O KU: sakit sedang


Kesadaran: compos mentis
HR: 100 kali/menit
T: 38,3°C
SPO2: 97%
Kepala: normocephal
Mata: CA -/-, SI -/-
Mulut: sianosis (-) kering (-)
Thoraks:
Jantung: SI, SII regular, M (-), G (-)
Paru: SNV +/+, Rh -/-, Wh -/-
Abdomen: supel, BU (+), BU meningkat
Ekstremitas: Akral hangat (+), CRT <2 detik
A  KDK
 ISPA
P  Kaen 1B 3 CC/KgBB/jam
 Paracetamol 100 mg
 Diazepam 1 mg (>380C)
 Ampicilin 4x250 mg

15
18/01/2020

S Demam (+), muntah (-), batuk kering (+), pilek bening (+), BAB(+), BAK
(+), kejang (-), nafsu makan turun

O KU: sakit sedang


Kesadaran: compos mentis
HR: 100 kali/menit
T: 38 °C
SPO2: 97%
Kepala: normocephal
Mata: CA -/-, SI -/-
Mulut: sianosis (-) kering (-)
Thoraks:
Jantung: SI, SII regular, M (-), G (-)
Paru: SNV +/+, Rh -/-, Wh -/-
Abdomen: supel, BU (+), BU meningkat
Ekstremitas: Akral hangat (+), CRT <2 detik

Refleks fisiologis : biceps +/+, triceps +/+, patella +/+


Refleks patologis : babinski -/-, chaddock -/-

A  KDK
 ISPA
P  Kaen 1B 3 CC/KgBB/jam
 Inj Paracetamol 165 mg
 Inj Diazepam 3,5 mg (bila kejang)
 Inj Ampicilin 4x250 mg
 Paracetamol 100 mg k/p
 Diazepam 1 m ( jika suhu > 380C)

16
19/01/2020

S Demam (-), mual (-), muntah (-), batuk (+), pilek bening (+), BAB cair 1x (+),
BAK (+), kejang (-), nafsu makan turun

O KU: sakit sedang


Kesadaran: compos mentis
HR: 100 kali/menit
T: 36,3°C
HR : 82 x/menit
RR : 18 x/menit
SPO2: 97%
Kepala: normocephal
Mata: CA -/-, SI -/-
Mulut: sianosis (-) kering (-)
Thoraks:
Jantung: SI, SII regular, M (-), G (-)
Paru: SNV +/+, Rh -/-, Wh -/-
Abdomen: supel, BU (+), BU meningkat
Ekstremitas: Akral hangat (+), CRT <2 detik

Refleks fisiologis : biceps +/+, triceps +/+, patella +/+


Refleks patologis : babinski -/-, chaddock -/-

A  KDK
 ISPA
P  Kaen 1B 3 CC/KgBB/jam
 Inj Paracetamol 165 mg
 Inj Diazepam 3,5 mg (bila kejang)
 Inj Ampicilin 4x250 mg
 Paracetamol 100 mg k/p
 Diazepam 1 m ( jika suhu > 380C)

17
20/01/2020

S Demam (-), mual (-), muntah (-), batuk (+), pilek (+), BAB (-), BAK (+),
kejang (-), mata kanan benjolan warna merah, pusing (+)

O KU: sakit sedang


Kesadaran: compos mentis
HR: 100 kali/menit
T: 36,3°C
HR : 82 x/menit
RR : 18 x/menit
SPO2: 97%
Kepala: normocephal
Mata: CA -/-, SI -/-
Mulut: sianosis (-) kering (-)
Thoraks:
Jantung: SI, SII regular, M (-), G (-)
Paru: SNV +/+, Rh -/-, Wh -/-
Abdomen: supel, BU (+), BU meningkat
Ekstremitas: Akral hangat (+), CRT <2 detik

Refleks fisiologis : biceps +/+, triceps +/+, patella +/+


Refleks patologis : babinski -/-, chaddock -/-

A  KDK
 ISPA
 Rhinobronkitis
P  Kaen 1B 3 CC/KgBB/jam
 Inj Paracetamol 165 mg
 Inj Diazepam 3,5 mg (bila kejang)
 Inj Ampicilin 4x250 mg
 Paracetamol 100 mg k/p
 Diazepam 1 m ( jika suhu > 380C)
 Cetirizine syr 2x 5 mg
 Ambroxol 5 mg
3 x 1 Pulv
 Salbutamol 0,5 mg
 Inhalasi 2x

18
21/01/2020

S Demam (-), mual (-), muntah (-), batuk (+), pilek (-), BAB (+), BAK (+),
kejang (-), pusing (-)

O KU: sakit sedang


Kesadaran: compos mentis
HR: 100 kali/menit
T: 36,3°C
HR : 82 x/menit
RR : 18 x/menit
SPO2: 97%
Kepala: normocephal
Mata: CA -/-, SI -/-
Mulut: sianosis (-) kering (-)
Thoraks:
Jantung: SI, SII regular, M (-), G (-)
Paru: SNV +/+, Rh -/-, Wh -/-
Abdomen: supel, BU (+), BU meningkat
Ekstremitas: Akral hangat (+), CRT <2 detik

Refleks fisiologis : biceps +/+, triceps +/+, patella +/+


Refleks patologis : babinski -/-, chaddock -/-

A  KDK
 ISPA
 Rhinobronkitis
P  Kaen 1B 3 CC/KgBB/jam
 Inj Paracetamol 165 mg
 Inj Diazepam 3,5 mg (bila kejang)
 Inj Ampicilin 4x250 mg
 Paracetamol 100 mg k/p
 Diazepam 1 m ( jika suhu > 380C)
 Cetirizine syr 2x 5 mg
 Ambroxol 5 mg
3 x 1 Pulv
 Salbutamol 0,5 mg

19
BAB III

ANALISA KASUS

Pasien mengalami demam dari rabu siang dan diberikan sanmol kemudian suhu
pasien turun. Namun saat malam hari kembali mengalami demam tingggi 39 0C dan
sudah di berikan sanmol 4x tidak mengalami perubahan. Keesokan harinya sekitar pukul
08.30 WIB pasien mengalami kejang, saat kejang seluruh badan pasien kaku, mulut biru
berbusa dan mata mendelik 2x kemudian di bawa ke puskesmas namun suhu pasien
masih 38,90C dan di rujuk ke IGD. Saat di IGD pasien mengalami kejang kembali 1x dan
panas tidak turun-turun. Setelah kejang pasien tidak sadar.

Dari pemeriksaan fisik di dapatkan suhu badan pasien masih naik turun dan pasien
beberapa kali hampir mengalami kejang. Tidak ditemukan kelainan refleks fisiologis
maupun patologis. Selain kejang pasien juga mengalami batuk dan berdasarkan
pemeriksaan darah didapatkan HB 10, 2g/dL, Ht 31%, MCV 70,3 fL, RDW 14.

Pasien ini dapat disimpulkan mengalami kejang demam kompleks dilihat dari
banyaknya kejang yang terjadi dalam kurun waktu kurang dari 24 jam dan disertai
dengan demam. Pasien juga memiliki riwayat kejang pada usia 1 tahun

Diagnosis tambahan pasien ini adalah pasien mengalami infeksi saluran napas
dilihat dari tampaknya kemerahan pada mukosa mulut pasien dan terdapatnya sputum
serta pasien mengalami batu-batuk.

20
BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Kejang demam berdasarkan definisi dari The International LeagueAgaints Epilepsy


(Commision on Epidemiology and Prognosis, 1993) adalah kejang yang disebabkan
kenaikan suhu tubuh lebih dari 38˚C tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau
gangguan elektrolit akut pada anak berusia di atas 1 bulan tanpa riwayat kejang
sebelumnya (IDAI, 2009). Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada
kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38C) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium (Konsensus Penatalaksaan Kejang demam IDAI, 2006).Kejang demam
terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan – 5 tahun. Anak yang pernah mengalami
kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang
demam. Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk
dalam kejang demam.Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun
mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP,
atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam (Konsensus Penatalaksaan Kejang
demam IDAI, 2006).

Faktor Risiko

Beberapa faktor yang berperan menyebabkan kejang demam antara lain adalah demam,
demam setelah imunisasi DPT dan morbili, efek toksin dari mikroorganisme, respon
alergik atau keadaan imun yang abnormal akibat infeksi, perubahan keseimbangan caira
dan elektrolit (Dewanto dkk,2009).

Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah (Konsensus Penatalaksaan Kejang


demam IDAI, 2006):

1. Riwayat kejang demam dalam keluarga


2. Usia kurang dari 12 bulan
3. Temperatur yang rendah saat kejang
4. Cepatnya kejang setelah demam

15
Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah
80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang
demam hanya 10%-15%. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar
pada tahun pertama.

Faktor risiko menjadi epilepsi adalah :

1. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam


pertama.
2. Kejang demam kompleks
3. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung. Masing-masing faktor
risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi sampai 4%-6%, kombinasi
dari faktor risiko tersebut meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 10%-
49% (Level II-2). Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan
pemberian obat rumat pada kejang demam.

Etiologi

Semua jenis infeksi yang bersumber di luar susunan saraf pusat yang menimbulkan
demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling sering menimbulkan
kejang demam adalah infeksi saluran pernafasan atas, otitis media akut, pneumonia,
gastroenteritis akut, bronkitis, dan infeksi saluran kemih (Soetomenggolo,2000).

Klasifikasi

Umumnya kejang demam dibagi menjadi 2 golongan. Kriteria untuk penggolongan


tersebut dikemukakan oleh berbagai pakar. Dalam hal ini terdapat perbedaan kecil
dalam penggolongan tersebut, menyangkut jenis kejang, tingginya demam, usia
penderita, lamanya kejang berlangsung, gambaran rekaman otak, dan lainnya
(Lumbantobing, 2004).

Studi epidemiologi membagi kejang demam menjadi 3 bagian yaitu: kejang demam
sederhana, kejang demam kompleks, dan kejang demam berulang (Baumann, 2001).

16
Klasifikasi

1. Kejang demam sederhana (Simple febrile seizure)


Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, dan umumnya
akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa
gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam
sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam.
2. Kejang demam kompleks (Complex febrile seizure)
Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini:
1. Kejang lama > 15 menit, kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau
kejang berulang lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan kejang anak tidak
sadar.Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam.
2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang
parsial.
3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam, kejang 2 kali atau lebih dalam
1 hari, diantara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada
16% di antara anak yang mengalami kejang demam.

Patofisiologi

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1°C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme
basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak
berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan
orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi
perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat
terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi, dengan akibat
terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga
dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan
yang disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang
kejang yang berbeda dan tergantung tinggi rendahnya ambang kejang seeorang anak
menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang
rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38°C sedangkan pada anak dengan ambang
kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40°C atau lebih. Dari kenyataan inilah

17
dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada
ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan
pada tingkat suhu berapa penderita kejang. Kejang demam yang berlangsung singkat
pada umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang
yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai terjadinya apnea,
meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya
terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik,
hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin
meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat.
Rangkaian kejadian di atas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron
otak selama berlangsungnyakejang lama.

Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia


sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang
mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah mesial lobus
temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi
“matang” di kemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi
kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak
hingga terjadi epilepsi (Ilmu Kesehatan Anak FK UI, 2002).

Manifestasi Klinis

Umumnya kejang demam berlangsung singkat,berupa serangan kejang klonik atau tonik
klonik bilateral. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti anak tidak
memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak
terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang demam diikuti
hemiparesis sementara (Hemeparesis Tood) yang berlangsung beberapa jam sampai
hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparesis yang menetap.
Bangkitan kejang yang berlangsung lama lebih sering terjadi pada kejang demam yang
pertama. Kejang berulang dalam 24 jam ditemukan pada 16% paisien (Soetomenggolo,
2000). Kejang yang terkait dengan kenaikan suhu yang cepat dan biasanyaberkembang
bila suhu tubuh (dalam) mencapai 39°C atau lebih. Kejang khas yang menyeluruh,

18
tonik-klonik beberapa detik sampai 10 menit, diikuti dengan periode mengantuk singkat
pasca-kejang. Kejang demam yang menetap lebih lama dari 15 menit menunjukkan
penyebab organik seperti proses infeksi atau toksik yang memerlukan pengamatan
menyeluruh (Nelson, 2000).

Diagnosa

Beberapa hal dapat mengarahkan untuk dapat menentukan diagnosis kejang demam
antara lain:

1. Anamnesis, dibutuhkan beberapa informasi yang dapat mendukung diagnosis ke


arah kejang demam, seperti:
 Menentukan adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu
sebelum dan saat kejang, frekuensi, interval pasca kejang, penyebab
demam diluar susunan saraf pusat.
 Beberapa hal yang dapat meningkatkan risiko kejang demam, seperti
genetik, menderita penyakit tertentu yang disertai demam tinggi,
serangan kejang pertama disertai suhu dibawah 39°C.
 Beberapa faktor yang memengaruhi terjadinya kejang demam berulang
adalah usia< 15 bulan saat kejang demam pertama, riwayat kejang
demam dalam keluarga, kejang segera setelah demam atau saat suhu
sudah relatif normal, riwayat demam yang sering, kejang demam
pertama berupa kejang demam akomlpeks (Dewanto dkk,2009).
2. Gambaran Klinis, yang dapat dijumpai pada pasien kejang demam adalah:
 Suhu tubuh mencapai 39°C.
 Anak sering kehilangan kesadaran saat kejang.
 Kepala anak sering terlempar keatas, mata mendelik, tungkai dan lengan
mulai kaku, bagian tubuh anak menjadi berguncang. Gejala kejang
tergantung pada jenis kejang.
 Kulit pucat dan mungkin menjadi biru.
 Serangan terjadi beberapa menit setelah anak itu sadar (Dewanto
dkk,2009).

19
3. Pemeriksaan fisik dan laboratorium
Pada kejang demam sederhana, tidak dijumpai kelainan fisik neurologi maupun
laboratorium. Pada kejang demam kompleks, dijumpai kelainan fisik neurologi
berupa hemiplegi. Pada pemeriksaan EEG didapatkan gelombang abnormal
berupa gelombang-gelombang lambat fokal bervoltase tinggi, kenaikan aktivitas
delta, relatif dengan gelombang tajam. Perlambatan aktivitas EEG kurang
mempunyai nilai prognostik, walaupun penderita kejang demam kompleks lebih
sering menunjukkan gambaran EEG abnormal. EEG juga tidak dapat digunakan
untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsi di kemudian hari
(Soetomenggolo, 2000).

Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam,
tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab
demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam.
Pemeriksaan labora-torium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer,
elektrolit dan gula darah (level II-2 dan level III, rekomendasi D).
b. Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Risiko terjadinya meningitis
bakterialis adalah 0,6%-6,7%.Pada bayi kecil seringkali sulit untuk
menegakkan atau meny-ingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi
klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada:
1. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan
2. Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan
3. Bayi > 18 bulan tidak rutin
Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi
lumbal.
c. Elektroensefalografi

20
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi
berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi
pada pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak direkomendasikan (level
II-2, rekomendasi E).Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan
kejang demam yang tidak khas. Misalnya: kejang demam kompleks
d. Pencitraan
Foto X-raykepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-
scan) atau magnetic resonance imaging(MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak
rutin dan hanya atas indikasi seperti:
1. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
2. Paresis nervus VI
3. Papiledema

Diagnosa Banding

Infeksi susunan saraf pusat dapat disingkirkan dengan pemeriksaan klinis dan cairan
serebrospinal. Kejang demam yang berlangsung lama kadang-kadang diikuti
hemiperesis sehingga sukar dibedakan dengan kejang karena proses intrakranial. Sinkop
juga dapat diprovokasi oleh demam, dan sukar dibedakan dengan kejang demam. Anak
dengan kejang demam tinggi dapat mengalami delirium, menggigil, pucat, dan sianosis
sehingga menyerupai kejang demam (Soetomenggolo, 2000).

Penatalaksanaan

Pada tatalaksana kejang demam ada 3 hal yang perlu dikerjakan, yaitu:

1. Pengobatan fase akut


Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu pasien sedang kejang semua pakaian
yang ketat dibuka, dan pasien dimiringkan kepalanya apabila muntah untuk
mencegah aspirasi. Jalan napas harus bebas agar oksigenasi terjamin. Pengisapan
lendir dilakukan secra teratur, diberikan oksiegen, kalau perlu dilakukan intubasi.
Awasi keadaan vital sperti kesadaran, suhu, tekanan darah, pernapasan, dan fungsi
jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan kompres air dingin dan

21
pemberian antipiretik. Diazepam adalah pilihan utama dengan pemberian secara
intravena atau intrarektal (Soetomenggolo, 2000).

Penatalaksaan saat kejang


Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang kejang
sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling cepat untuk
menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis
diazepam intravena adalah 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2
mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg.Obat yang
praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah adalah diazepam rektal
(level II-2, level II-3, rekomendasi B). Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg
atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10
mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg
untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia 3 tahun.

Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti,dapat diulang lagi
dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali
pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah
sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg.Bila kejang
tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10-20
mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila
kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah
dosis awal.Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di
ruang rawat intensif.

Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang
demam apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor risikonya.

2. Mencari dan Mengobati Penyebab


Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Walaupun demikian

22
kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai
meningitis atau apabila kejang demam berlangsung lama. Pada bayi kecil sering
mengalami meningitis tidak jelas, sehingga pungsi lumbal harus dilakukan pada
bayi berumur kurang dari 6 bulan, dan dianjurkan pada pasien berumur kurang dari
18 bulan. Pemeriksaan laboratorium lain perlu dilakukan utuk mencari penyebab
(Soetomenggolo, 2000).

Pemberian obat pada saat demam


Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko terjadinya
kejang demam (level I, rekomendasi D), namun para ahli di Indonesia sepakat
bahwa antipiretik tetap dapat diberikan (level III, rekomendasi B). Dosis
parasetamol yang digunakan adalah 10 –15 mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari dan
tidak lebih dari 5 kali. Dosis Ibuprofen 5-10 mg/kg/kali ,3-4 kali sehari.

Meskipun jarang, asam asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom Reye terutama


pada anak kurang dari 18 bulan, seh-ingga penggunaan asam asetilsalisilat tidak
dianjurkan (level III, rekomendasi E).

Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam
menurunkan risiko berulangnya kejang pada 30%-60% kasus, begitu pula dengan
diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5C (level I,
rekomendasi A).Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan ataksia, iritabel dan
sedasi yang cukup berat pada 25-39% kasus.Fenobarbital, karbamazepin, dan
fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam (level II
reko-mendasi E)

3. Pengobatan Profilaksis

23
Kambuhnya kejang demam perlu dicegah, kerena serangan kejang merupakan
pengalaman yang menakutkan dan mencemaskan bagi keluarga. Bila kejang demam
berlangsung lama dan mengakibatkan kerusakan otak yang menetap (cacat).

Pemberian obat rumat


Indikasi pemberian obat rumat
Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai
berikut (salah satu):
1. Kejang lama > 15 menit
2. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,
misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental,
hidrosefalus.
3. Kejang fokal
4. Pengobatan rumat dipertimbangkan bila:
1. Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam. Kejang demam
terjadi pada bayi kurang dari 12bulan.
2. Kejang demam >4 kali per tahun.
Penjelasan:
1. Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang demam >15 menit
merupakan indikasi pengobatan rumat.
2. Kelainan neurologis tidak nyata misalnya keterlambatan
perkembangan ringan bukan merupakan indikasi pengobatan rumat.
3. Kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukkanbahwa anak
mempunyai fokus organik.

Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat. Pemberian obat fenobarbital atau


asam valproat setiap hariefektif dalam menurunkan risiko berulangnya kejang
(level I).Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan
penggunaan obat dapat menyebabkan efek samp-ing, maka pengobatan rumat
hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek (rekomendasi D).

Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan


kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat.

24
Pada sebagian kecil kasus, terutama yang berumur kurang dari 2 tahun asam
valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat 15-40
mg/kg/hari dalam 2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg per hari dalam 1-2 dosis.

Lama Pengobatan Rumat

Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara


bertahap selama 1-2 bulan.

Edukasi pada orang tua

Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat
kejang sebagian besar orang tua berang-gapan bahwa anaknya telah meninggal.
Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara yang diantaranya:

a. Menyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik.


b. Memberitahukan cara penanganan kejang
c. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
d. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat
adanya efek samping obat.

Ada 3 upaya yang dapat dilakukan:

- Profilaksis intermitten, pada waktu demam.


- Profilaksis terus-menerus, dengan obat antikonvulsan tiap hari
- Mengatasi segera bila terjadi kejang.

Profilaksis intermitten

Antikonvulsan hanya diberikan pada waktu pasien demam dengan ketentuan orangtua
pasien atau pengasuh mengetahui dengan cepat adanya demam pada pasien. Obat yang
diberikan harus cepat diabsorpsi dan cepat masuk ke otak. Diazepam intermittent
memberikan hasil lebih baik kerena penyerapannya lebih cepat. Dapat digunakan
diazepam intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5 mg untuk pasien dengan berat badan kurang
dari 10 kg dan 10 mg untuk pasien dengan berat badan lebih dari 10 kg, setiap pasien
menunjukkan suhu 38,5°C atau lebih. Diazepam dapat pula diberikan sacara oral

25
dengan dosis 0,5 mg/kg BB/ hari dibagi dalam 3 dosis pada waktu pasien demam. Efek
samping diazepam adalah ataksia, mengantuk, dan hipotonia (Soetomenggolo, 2000).

Profilaksis terus-menerus dengan antikonvulasan tiap hari. Pemberian fenobarbital 4-5


mg/kg BB/hari dengan kadar darah sebesar 16 mgug/ml dalam darh menunjukkan hasil
yang bermakna untuk mencegah berulanggnya kejang demam. Obat lain yang dapat
digunakan untuk profilaksis kejang demam adalah asam valproat yang sama atau
bahkan lebih baik dibandingkan efek fenobarbital tetapi kadang-kadang menunjukkan
efek samping hepatotoksik. Dosis asam valproat adalah 15-40 mg/kg BB/hari.
Profilaksis terus menerus berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat
yang dapat menyebabkan kerusakan otak tetapi tidak dapat mencegah terjandinya
epilepsi di kemudian hari (Soetomenggolo, 2000).

Consensus Statement di Amerika Serikat mengemukakan kriteria yang dapat dipakai


untuk pemberian terapi rumat. Profilaksis tiap hari dapat diberi pada keadaan berikut:

1. Bila terdapat kelainan perkembangan neurologi misalnya (cerebral palsy,


retardasi mental, mikrosefali).
2. Bila kejang demam berlangsung lama dari 15 menit, bersifat fokal, atau diikuti
kelainan neurologis sepintas atau menetap.
3. Terdapat riwayat kejang-tanpa-demam yang bersifat genetik pada orang tua atau
saudara kandung.

Vaksinasi

1. Sejauh ini tidak ada kontraindikasi untuk melakukan vaksinasi terhadap anak
yang mengalami kejang demam. Kejang setelah demam karena vaksinasi sangat
jarang. Angka kejadian pasca vaksinasi DPT adalah 6-9 kasus per 100.000 anak
yang divak-sinasi sedangkan setelah vaksinasi MMR 25-34 per 100.000.
2. Dianjurkan untuk memberikan diazepam oral atau rektal bila anak demam,
terutama setelah vaksinasi DPT atau MMR. Beberapa dokter anak
merekomendasikan parasetamol pada saat vaksinasi hingga 3 hari kemudian.

Prognosis

26
Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis. Kejadian kecacatan
sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan mental dan
neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain
secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, dan
kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik
umum atau fokal.Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.
Kemungkinan berulangnya kejang demam. Kejang demam akan berulang kembali pada
sebagian kasus.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Pusponegoro DH, Widodo D P, Ismael S.Konsensus Penatalaksanaan Kejang


Demam. Unit Kerja Koordinasi Neurologi: Badan Penerbit IDAI. Th; 2006.hal;
1-15.
2. Bahtera T. Kejang Demam. Semarang: Badan Penerbit Universitas Dipenogoro,
Th; 2009. Hal; 22-67.
3. Deliana S. Tata Laksana Kejang Demam pada Anak. Sari Pediatri, Vol. 4, No. 2,
September 2002: 59 – 62
4. Nelson. E. Waldo. Ilmu Kesehatan Anak. EGC. 2000
5. Pusponegoro, dkk. Standart Pelayanan Medis Kesehatan Anak, Kejang Demam;
Penerbit; IDAI; 2005, Hal 209-211
6. Pasaribu AS. Kejang Demam Sederhana Pada Anak yang Disebabkankarena
Infeksi Tonsil dan Faring. Medula. 2013;1(1):65-71.2.
7. Aliabad GM, Khajeh A, Fayyazi A, Safdari L. Clinical, Epidemiologicaland
Laboratory Characteristics of Patients with Febrile Convulsion.Journal of
Comprehensive Pediatrics. 2013;4(3):134-7.3.
8. Wardhani AK. Kejang Demam Sederhana Pada Anak Usia Satu Tahun.Medula.
2013;1(1):57-64.4.
9. American Academy of Pediatrics. Committee on Quality
Improvement,Subcommittee on Febrile Seizures. Practice Parameter: Long-
termTreatment of the Child With Simple Febrile Seizures. Pediatrics 1999;
103(6): 1307-9.5.
10. Fuadi. Faktor Risiko Bangkitan Kejang Demam pada Anak:
UniversitasDiponegoro; 2010.6.
11. Graves RC, Oehler K, Tingle LE. Febrile Seizures : Risks, Evaluation,
andPrognosis. American Family Physician. 2012;85(2):149-53.7.
12. Deliana M. Tata Laksana Kejang Demam pada Anak. Sari Pediatri.2002;4(2):59
- 62

28

Anda mungkin juga menyukai