BORANG PORTOFOLIO
PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA
Oleh:
Pembimbing:
dr. Arinta Atmasari, Sp.A
Wahana:
RSUD Siti Fatimah
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Dokter Internsip
di RSUD Siti Fatimah Palembang
Diajukan oleh :
Menyetujui,
Dokter Pembimbing
Mengetahui,
Dokter Pendamping
1
Pada hari rabu, 17 januari 2021 telah dilaksanakan Presentasi Kegiatan Ilmiah
dalam rangka untuk menyelesaikan Program Dokter Internsip di RSUD Siti
Fatimah Palembang, menerangkan bahwa :
BAB I
2
PENDAHULUAN
3
negara berkembang. Terdapat beberapa faktor risiko yang mempengaruhi
terjadinya meningitis neonatal, yaitu bayi kurang bulan (usia kehamilan < 37
minggu), bayi berat lahir rendah (<2500 g),ketuban pecah dini, hipoksia, infeksi
peripartum (korioamnionitis) (Rachman, 2017).
Bronkopenumonia merupakan radang dari saluran pernapasan yang terjadi
pada bronkus sampai dengan alveolus paru. Bronkopneumonia lebih sering
dijumpai pada anak kecil dan bayi dan neonatal, biasanya sering disebabkan oleh
bakteri streptokokus pneumonia dan Hemofilus influenza yang sering ditemukan
pada dua pertiga dari hasil isolasi. (Samuel, 2014).
Di Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit
pada anak di bawah umur 2 tahun. Pneumonia menyebabkan lebih dari 5 juta
kematian pertahun pada anak usia balita kebawah dinegara berkembang (Samuel,
2014).
Berdasarkan data KEMENKES dari tahun 2015 hingga 2019, kejadian
infeksi pneumonia di Indonesia antara 20-30%. Kota yang terdeteksi tinggi
terdapat pneumonia di Indonesia adalah Papua Barat dan terendah di Kalimantan
Tengah (KEMENKES, 2020).
BAB II
4
ILUSTRASI KASUS
2.2 Anamnesis
- Keluhan Utama
Kejang
- Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien rujukan dari RS Myria dengan keluhan kejang, lama kejang
berkisar 5 menit, kejang seluruh badan, sesaat setelah kejang bayi sempat
tertidur sesaat berkisar 5 menit. By riwayat lahir di bidan ± 2 hari SMRS
dengan UK 39 minggu dengan ketuban sedikit keruh, lahir secara spontan,
tidak langsung menangis, setelah dilakukan stimulus beberapa kali oleh
bidan os langsung menangis, A/S tidak diketahui, BBL 3000 gram, PB 48
cm, sejak lahir bayi tampak sesak nafas, tangis merintih, kejang durasi 2x
dalam ± 5 menit. Setelah itu bidan langsung merujuk ke RS myria, by
sempat demam namun tidak lama suhu kembali normal dan dirujuk lagi ke
RS Siti Fatimah
- Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak didapatkan riwayat keluhan serupa sebelumnya.
5
- Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak didapatkan keluarga dengan keluhan serupa. Riwayat diabetes
melitus, hipertensi, sakit jantung, ginjal dan liver di keluarga tidak
diketahui.
- Riwayat Pengobatan
Saat pasien dibidan tidak diketahui obat yang masuk, saat pasien
dirawat di RS myria mendapatkan terapi meropenem 3x70 mg, sibital
2x10 mg dan aminofluid dikarenakan gejala kejang dan sesak nafasnya.
- Riwayat Kehamilan Ibu
o Pasien merupakan anak pertama. Ibu tidak memiliki riwayat
keguguran.
o ANC : rutin kontrol di bidan di dekat rumah setiap bulan.
o Riwayat ibu hamil dengan DM (-), hipertensi (-), keputihan (-),
trauma (-), perdarahan (-), konsumsi jamu (-), pijat kehamilan (-).
- Riwayat Kelahiran
Pasien lahir ditolong oleh bidan. Pasien lahir secara spontan dengan
presentasi kepala. Pasien lahir cukup bulan dengan usia kehamilan 39
minggu, lahir tidak langsung menangis, sesak (+), sianosis (-), ikterik (-),
kejang (+). Berat badan lahir pasien 3000 gram, panjang badan 48 cm.
- Riwayat Sosial dan Ekonomi
Pasien merupakan anak pertama Ibu pasien berusia 28 tahun berkerja
sebagai ibu rumah tangga dan ayah pasien berusia 30 tahun berkerja
sebagai karyawan swasta.
- Riwayat Nutrisi
o Lahir – sekarang : ASI
Kesan : kualitas dan kuantitas nutrisi cukup
- Riwayat Imunisasi
Pasien belum sempat diberikan imunisasi.
Kesan : imunisasi dasar tidak lengkap sesuai jadwal IDAI 2017
- Riwayat Tumbuh Kembang
6
BB saat ini : 3 kg (BB/U Median)
PB saat ini : 48 cm (PB/U -1 SD)
Kesan : pertumbuhan dan perkembangan sesuai usia dalam batas normal
7
Ekstremitas : :Akral hangat, edema (-/-), CRT < 2 detik
8
Trombosit 115.000 150.000-450.000
Hematokrit 38 31-55
Hitung Jenis Leukosit Segmen 81 50-70
Hitung Jenis Leukosit Monosit 8 2-8
Hitung Jenis Leukosit Limfosit 10 25-40
Hitung Jenis Leukosit Eosinofil 0 2-4
Hitung Jenis Leukosit Basofil 1 0-1
Elektrolit
Na 4.9 3.6 – 5.5
K 130 130 – 155
Gula Darah
GDS 190 80 – 180
Sero Imunologi
CRP Kuantitatif 12 <5
Hitung Lainnya
N/L Ratio (NLR) <3.13
9
Jumlah Sel MN 100
Glukosa 3.3 3.9-6.1
Protein 12 15-45
Chlorida 105 120-130
Nonne Negative Negative
Pandy Negative Negative
.6 Tatalaksana
Farmakologis:
- IVFD KAEN 4A gtt 8 x/m (mikro)
- Aminofusin kaed
- Meropenem 3x70 mg IV
- Bactesyn 3x175 IV
- Sibital 2x10mg
- OMZ 2x2,5 IV
Non-Farmakologis:
- Oksigen nasal canul 2 lpm
- OGT
10
Diet:
ASI 8x10 cc (OGT)
Monitoring:
Observasi KU, tanda vital setiap jam.
Observasi hasil laboratorium.
2.7 Prognosis
Quo ad vitam : Dubia
Quo ad functionam : Dubia
Quo ad sanationam : Dubia
FOLLOW UP
Tanggal CATATAN KEMAJUAN (S/O/A) RENCANA
TATALAKSANA
03-12- 2020 S : Kejang (-), sesak berkurang, - IVFD KAEN 4A 8 gtt
NICU O : Keadaan: tampak lemah, Nadi: mikro
146x/m reguler, RR: 65x/mnt, suhu - Bactesyn 3x175
: 37 C, SpO2 : 99%
- Fenobarbital 2x10 mg
K/L : CA (-/-), SI (-/-)
- Meropenem 3x70mg
Thoraks: simetris, retraksi (-), S1 S2
IV
reguler, murmur (-), gallop (-)
- O2 nasal canul 2ltr
Suara nafas ves (+), wh (-),rh (-)
Abdomen: flat, soefl, BU () N
Ext: akral hangat, CRT <2detik
A : NCB SMK dg Meningitis +
Bronkopneumonia
11
Ext: akral hangat, CRT <2detik
A : Meningitis + Bronkopneumonia
6-12-2020 S : Kejang (-) sesak (-), BAB (+) - IVFD KAEN 4A 10gtt
Neonatus BAK (+) - Aminofusin 5 cc/jam
O : keadaan umum: hipoaktif, Nadi: - Meropenem 3x120 IV
135x/m reguler kuat, RR: 42x/mnt,
- OMZ 2x2,5 IV
suhu : 36,9 C, SpO2 : 93%
K/L : CA (-/-), SI (-/-), BB: 3091 - ASI 8x10 cc
Thoraks: simetris, retraksi (-), S1 S2 - Bactesyn 3x175mg IV
reguler, murmur (-), gallop (-) - Sibital 5mg x 1
Suara nafas ves (+), wh (-), rh (-)
Abdomen: flat, soefl, BU (+) N
Ext: akral hangat, CRT <2detik
A : Meningitis+Bronkopneumonia
12
O : keadaan umum: aktif, Nadi: - Bactesyn 3x175mg IV
152x/m reguler kuat, RR: 42x/mnt, - ASI on demand
suhu : 37 C, SpO2 : 92%
Tangis (kuat) R. hisap (kuat)
K/L : CA (-/-), SI (-/-), BB: 3334
Thoraks: simetris, retraksi (-), S1 S2
reguler, murmur (-), gallop (-)
Suara nafas ves (+), wh (-), rh (-)
Abdomen: flat, soefl, BU (+) N
Ext: akral hangat, CRT <3detik
A : Meningitis + Bronkopneumonia
10-12-2020 S : keluhan (-) minum kuat - terapilanjutkan
O : keadaan umum: aktif, Nadi: - Cek DR, CRP, hari ke
140x/m reguler kuat, RR: 42x/mnt, 14
suhu : 36.8 C, SpO2 : 98%
Tangis (kuat) R. hisap (kuat)
A : Meningitis + Bronkopneumonia
15-12-2020 S : Keluhan kejang (-) demam (-) - ASI on demand
sesak (-) minum (kuat) - Os diperbolehkan
O : keadaan umum: aktif, Nadi: pulang
142x/m reguler kuat, RR: 48x/mnt,
suhu : 36.8 C, SpO2 : 97% , BB :
3290 kg, Tangis (kuat) R. hisap
(kuat)
Hasil lab : dbn
A : Meningitis + Bronkopneumonia
BAB III
13
TINJAUAN PUSTAKA
14
Meningitis merupakan infeksi yang menyerang sistem saraf pusat (SSP),
terutama menyerang anak pada usia kurang dari 2 tahun, dengan puncak angka
kejadian pada usia 6-18 bulan. Angka kejadian meningitis diperkirakan 1-2 juta
kasus terjadi dalam setahun dengan mortalitas pasien berkisar antara 2%-30%
diseluruh dunia (Hoffman et all, 2009).
15
mempertahankan diri terhadap invasi bakteri maka kaskade inflamasi akan
teraktivasi sebagai mekanisme pertahanan tubuh.
Bakteri penyebab meningitis memiliki sifat yang dapat meningkatkan
virulensi kuman itu sendiri. Bakteri H. influenzae, N. meningitidis dan S.
pneumonia menghasilkan imunoglobulin A protease. Bakteri-bakteri ini
menginaktifkan immunoglobulin A host dengan menghancurkan antibodi
sehingga memungkinkan terjadinya perlekatan bakteri pada mukosa nasofaring
dan terjadinya kolonisasi. Perlekatan pada mukosa epitel nasofaring host oleh N.
meningitidis terjadi melalui fimbria atau silia. Dikatakan kerusakan silia ini akibat
adanya infeksi saluran pernapasan bagian atas, pada mukosa nasofaring. Bakteri
kemudian akan memasuki ruang intravaskular melalui berbagai mekanisme.
Bakteri meningokokus memasuki ruang intravaskular melalui proses endositosis
melintasi endotelium di jaringan ikat vakuola. Sedangkan bakteri H. influenzae
memisahkan tight junction apikal antara sel epitel untuk menginvasi mukosa dan
mendapatkan akses ke ruang intravaskular.
Setelah bakteri berada dalam aliran darah, bakteri akan beredar ke seluruh
tubuh, hingga sampaike CSS. Jika sistem pertahanan CSS host yang rendah
menyebabkan bakteri akan cepat berkembang biak setelah memasuki CSS.
Beberapa faktor host yang berpengaruh terhadap mekanisme pertahanan dalam
CSS yang rendah adalah : kadar komplemen yang rendah, tingkat
immunoglobulin rendah, dan penurunan aktivitas opsonic, dimana menyebabkan
ketidakmampuan host dalam menghancurkan bakteri melalui mekanisme
fagositosis. Di dalam subarakhnoid, komponen bakteri dalam CSS akan memicu
kaskade inflamasi pada host. Komponen sitokin proinflamasi seperti interleukin 1
(IL 1), Tumor NecrosisFacto r(TNF) dan berbagai sel lainnya termasuk makrofag,
mikroglia, sel meningeal, dan sel-sel endotel. Sitokin mengaktivasi migrasi
neutrofil ke CSS melalui beberapa mekanisme. Sitokin meningkatkan afinitas
pengikatan leukosit sel endotel, dan menginduksi adhesi molekul yang
berinteraksi dengan reseptor leukosit.
16
3.5 Diagnosis Meningitis
Kriteria dalam mendiagnosis meningitis berdasarkan anamnesis/gejala klinis
dan diperkuat dengan pemeriksaan penunjang.
a. Kriteria Klinis
1. Demam
2. Kejang
3. Terdapat tanda meningeal sign (kaku kuduk, brudzinsky, kernig)
4.Ubun-ubun menonjol
5. Muntah
6. Fotopobia
b. Pemeriksaan Laboratorium
1. Leukositosis dengan pergeseran ke kiri
2. LED meningkat
3. Pemeriksaan CRP positive
c. Pemeriksaan Lumbal Pungsi
1. Cairan tampak keruh (namun pada stadium dini gambaran tampak
jernih)
2. Pemeriksaan none dan pSamuel positive.
3. Kadar glukosa mennurun <40 mg/dl
4. Kadar protein meningkat 100-500 mg/dl
5. Kadar kloride terkadang merendah
17
3.6 Diagnosis Banding
- Meningitis Tuberkulosis
- Ensefalitis
- Meningitis Virus
3.7 Tatalaksana
a. Causa
1. Pemeberian Antibiotik
Antibiotik yang disarankan adalah antibiotic dengan spectrum luas,misal
golongan sefalosporin, penisilin, beta laktam .
2. Pemberian Kortikosteroid
Guna pemberian kortikosteroid pada pasien meningitis adalah untuk
mengatasi masalah edem otak yang terjadi.
3. Pemberian Anti kejang
Anti kejang diberikan untuk mengatasi kejang sekaligus untuk mengontrol
agar tidak kejang.
b. Supportif
1. Pemberian cairan
2. Nutrisi yang adekuat
3. Bila terjadi kenaikan TIK dengan tanda: penurunan kesadaran, tonus otot
meningkat, kejang yang tidak teratasi,fontanella menonjol, tekanan darah
meningkat, segera berikan manitol 20% dengan dosis 0.25 – 1
gr/kgBB/kali/8 jam melalui infus
4. Pemberian O2
18
3.8 Definisi Bronkopneumonia
Bronkopenumonia merupakan radang dari saluran pernapasan yang terjadi
pada bronkus sampai dengan alveolus paru. Bronkopneumonia lebih sering
dijumpai pada anak kecil dan bayi, biasanya sering disebabkan oleh bakteri
streptokokus pneumonia dan Hemofilus influenza yang sering ditemukan pada
dua pertiga dari hasil isolasi (Samuel, 2014).
Pneumonia neonatal merupakan penyakit infeksi saluran pernafasan yang
serius yang disebabkan oleh berbagai mikroorganisme, utamanya bakteri,
dengan potensi mortalitas dan morbiditas yang tinggi (Reiterer F, 2013).
Pneumonia neonatal merupakan penyakit in-feksi saluran pernapasan akut
(ISPA) yang disebabkan terutama oleh bakteri, yang paling sering
menyebabkan kematian pada bayi dan anak balita (Walukow,2013).
3.9 Epidemiologi
Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan bahwa satu dari tiga
kematian bayi baru lahir disebabkan pneumonia, lebih dari dua juta meninggal
setiap tahun di seluruh dunia (Walukow, 2013).
Insiden penyakit ini pada negara berkembang termasuk indonesia hampir
30% pada anak-anak di bawah umur 5 tahun dengan risiko kematian yang
tinggi, sedangkan di Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari
seluruh penyakit pada anak di bawah umur 2 tahun. Insiden pneumonia pada
anak ≤5 tahun di negara maju adalah 2-4 kasus/100 anak/tahun, sedangkan
dinegara berkembang 10-20 kasus/100 anak/tahun (Samuel, 2014).
Berdasarkan data KEMENKES dari tahun 2015 hingga 2019, kejadian
infeksi pneumonia di Indonesia antara 20-30%. Kota yang terdeteksi tinggi
terdapat pneumonia di Indonesia adalah Papua Barat dan terendah di
Kalimantan Tengah (KEMENKES, 2020).
3.10 Eiologi
19
Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme
(virus/bakteri) dan sebagian kecil disebabkan oleh hal lain (aspirasi, radiasi,
dan lain-lain). Pada pneumonia penyebab tersering adalah bakteri, namun
seringkali diawali oleh infeksi virus yang kemudian mengalami komplikasi
infeksi bakteri (Sari Pediatri vol 8, 2006).
3.11 Patofisiologi
Proses terjadinya bronkopneumonia dimulai dari berhasilnya kuman
pathogen masuk ke mukus jalan nafas. Kuman tersebut berkembang biak di
saluran nafas atau sampai di paru-paru. Bila mekanisme pertahanan seperti
sistem transport mukosilia tidak adekuat, maka kuman berkembang biak
secara cepat sehingga terjadi peradangan di saluran nafas atas, sebagai
respon peradangan akan terjadi hipersekresi mukus dan merangsang batuk.
Mikroorganisme berpindah karena adanya gaya tarik bumi dan
alveoli menebal. Pengisian cairan alveoli akan melindungi mikroorganisme
dari fagosit dan membantu penyebaran organisme ke alveoli lain. Keadaan
ini menyebabkan infeksi meluas, hingga aliran darah di paru sebagian
meningkat yang diikuti peradangan vaskular dan penurunan darah kapiler
(Sari Pediatri vol 8, 2006).
3.12 Gejala Klinis
Gejala dan tanda klinis pneumonia bervariasi tergantung dari
kuman penyebab, usia pasien, status imunologis pasien, dan beratnya
penyakit. Manifestasi klinis biasanya berat yaitu sesak, sianosis, tetapi dapat
juga gejalanya tidak terlihat jelas seperti pada neonatus. Gejala dan tanda
pneumonia dapat dibedakan menjadi gejala umum infeksi (nonspesifik),
gejala pulmonal, pleural, atau ekstrapulmonal.
20
Gejala nonspesifik meliputi demam, menggigil, sefalgia, resah dan
gelisah. Beberapa pasien mungkin mengalami gangguan gastrointestinal
seperti muntah, kembung, diare, atau sakit perut. Gejala pada paru timbul
setelah beberapa saat proses infeksi berlangsung. Setelah gejala awal seperti
demam dan batuk pilek, gejala napas cuping hidung, takipnu, dispnu, dan
timbul apnu. Otot bantu napas interkostal dan abdominal mungkin
digunakan. Batuk umumnya dijumpai pada anak besar, tapi pada neonatus
bisa tanpa batuk.
Frekuensi napas merupakan indeks paling sensitif untuk
mengetahui beratnya penyakit. Hal ini digunakan untuk mendukung
diagnosis dan meman- tau tata laksana pneumonia. Perkusi toraks pada anak
tidak mempunyai nilai diagnostik karena umumnya kelainan patologinya
menyebar; suara redup pada perkusi biasanya karena adanya efusi pleura.
Suara napas yang melemah seringkali ditemukan pada auskultasi. Ronkhi
basah halus yang khas untuk pasien yang lebih besar, mungkin tidak
terdengar pada bayi. Pada bayi dan neonates karena kecilnya volume toraks
biasanya suara napas saling berbaur, dan sulit untuk diidentifikasi(Sari
Pediatri vol 8, 2006).
3.13 Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologi
Pemeriksaan menggunakan foto thoraks (PA/lateral) merupakan
pemeriksaan penunjang utama (gold standard) untuk menegakkan
diagnosis pneumonia. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai
konsoludasi dengan air bronchogram, penyebaran bronkogenik dan
intertisial serta gambaran kavitas.
2. Laboratorium
Pada pemeriksaan darah tepi ditemukan adanya leukositosis dengan
predominan PMN, Pada pemeriksaan rontgen thoraks ditemukan adanya
infiltrat interstitial dan infiltrat alveolar serta gambaran
bronkopneumonia.
21
Peningkatan jumlah leukosit berkisar antara 10.000 - 40.000 /ul,
Leukosit polimorfonuklear dengan banyak bentuk. Meskipun dapat pula
ditemukanleukopenia. Hitung jenis menunjukkan shift to the left, dan
LED meningkat.
3.14 Diagnosis
Diagnosis bronkopneumonia ditegakan berdaasarkan dari anamnesis
pemeriksaan dan pemeriksaan penunjang .
22
BAB IV
ANALISIS KASUS
Meningitis adalah peradangan yang terjadi pada selaput otak yang disebabkan
oleh bakteri, virus dan jamur tetapi infeksi tertinggi pada meningitis bakterial.
Gejala yang timbul berupa demam, sakit kepala, mual, muntah, kejang-kejang,
UUB menonjol dan rangsangan meningeal positive (kaku kuduk, kernig sign,
brudzinsky sign). Untuk menegakkan diagnosis meningitis menggunakan
pemeriksaan gold standart berupa lumbal pungsi dengan hasil cairan tampak
keruh (namun pada stadium dini gambaran tampak jernih), Pemeriksaan none dan
pandy positive, Kadar glukosa mennurun <40 mg/dl, kadar protein meningkat
100-500 mg/dl, kadar kloride terkadang merendah. Tatalaksana meningitis seuai
dengan causa, pemberian antibiotic dipilih spectrum luas untuk infeksi bakteri,
diberikan kortikosteroid untuk mengatasi edem otak bila terjadi, pemberian anti-
konvulsan untuk penanganan dan pencegahan kejang, untuk terapi suportif
diberikan cairan, nutrisi yang adekuat, pemberian manitol 20% dosis 0.25-1 gr/8
jam bila terjadi kenaikan TIK (penurunan kesadaran, tonus otot meningkat, kejang
yang tidak teratasi, bradipneu, tekanan darah meningkat), pemberian O2,
memastikan jalan nafas aman, mengawasi asam basa dan elektrolit.
Pada pasien ini, ditemukan adanya gejala demam sejak 1 hari SMRS. Namun
sudah turun ketika sudah dirujuk ke RSSF, by juga mengalami kejang saat lahir
dibidan dengan durasi 2x selama 5 menit, kejang seluruh badan, sesaat setelah
kejang bayi sempat tertidur sesaat berkisar 5 menit, riwayat ketuban ibu berwarna
23
hijau, hal tersebut yang kemungkinan gejala dan penyebab infeksi yang terjadi.
Pada pemeriksaan penunjang laboratorium, didapatkan penurunan Hb (14.3),
trombosit (115.000) dan bilirubin total (9.8) yang menandakan sudah terjadi
penghancuran sel darah oleh penginfeksi di dalam vaskular, pada lumbal pungsi
didapatkan peningkatan sel PMN (leukosit = 18), penurunan kadar glukosa (3,3),
kadar klorida menurun, yang merupakan tanda penginfeksi sudah sampai di CSS .
Pada kasus ini telah diberikan antibiotic spekrum luas yaitu meropenem 3x120 IV,
bactesyn 3x175mg IV, pasien juga diberikan anti konvulsan yaitu sibital
(fenobarbital) 2x10 mg, terapi supportif yang diberikan berupa IVFD KAEN 4A 8
gtt/tpm mikro, Aminofusin 5 cc/jam dan O2 nasal canul 2ltr. Berdasarkan analisa
tersebut dapat disimpulkan gejala yang dialami pasien mengarah ke meningitis
dan terapi yang diberikan sudah sesuatu buku panduan.
Bronkopneumonia adalah peradangan atau inflamasi dari saluran pernapasan
yang terjadi pada bronkus sampai dengan alveolus paru. Bronkopneumonia lebih
sering dijumpai pada anak kecil dan bayi, biasanya sering disebabkan oleh bakteri
streptokokus pneumonia dan Hemofilus influenza yang sering ditemukan pada
dua pertiga dari hasil isolasi. Gejala klinis berupa adanya retraksi epigastrik,
interkostal, suprasternal, Adanya pernapasan yang cepat, Demam, dispneu,
kadang disertai muntah dan diare, batuk biasanya tidak pada permulaan penyakit,
mungkin terdapat batuk, beberapa hari yang mula-mula kering kemudian menjadi
produktif, Pada auskultasi ditemukan ronkhi basah, pada pemeriksaan darah tepi
ditemukan adanya leukositosis dengan predominan PMN, Pada pemeriksaan
rontgen thoraks ditemukan adanya infiltrat interstitial dan infiltrat alveolar serta
gambaran bronkopneumonia. Pada kasus ini pasien mengalami gejala tangis
merintih saat baru lahir, sesak nafas, nafas cepat >60 x/m. Pada pemeriksaan
laboratorium di RS Myria tampak peningkatan leukosit sebesar 46.100,
peningkatan neutrofil segmen 81 (PMN), pada rontgen thoraks kesan terdapat
infiltrate di lapang paru kiri.
24
Pemberian oksigen yang dimonitoring dengan pulse oxymetri, Pemberian
cairan dan kalori yang cukup, sesuai dengan berat badan, Bila sesak tidak terlalu
hebat dapat dimulai diet enteral bertahap melalui selang nasogastric, orogastrik
maupun per oral, Jika sekresi lender berlebih dapat diberikan inhalasi dengan salin
normal, Koreksi kelainan asam basa dan elektrolit yang terjadi, Pemberian
antibiotic. Pada kasus ini telah diberikan O2 2 ltr dan dimonitoring dengan pulse
oxymetry, cairan yang diberikan berupa IVFD KAEN 4A 8 gtt/tpm mikro,
Aminofusin 5 cc/jam, untuk nutrisi makanan ASI diberikan melalui OGT 8x10 cc
dan antibiotic yang digunakan meropenem 3x120 IV, bactesyn 3x175mg IV.
DAFTAR PUSTAKA
Hariadi, Setiaji B, dkk. 2019. Panduan Deteksi dan Respon Penyakit Meningitis
Meningokokus. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
25
Samuel A. 2014. Bronkopneumonia On Pediatric Patient. Lampung : Universitas
Lampung.
26