Anda di halaman 1dari 37

Laporan Kasus

ANEMIA APLASTIK + HEPATITIS C + PNEUMONIA

Oleh:
Fitrah Noor Pratama Budi Putra, S. Ked
1930912310102

Pembimbing:
Dr. dr. I Nyoman Suarjana, Sp. PD-KR, FINASIM

DEPARTEMEN/KSM ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN ULM/RSUD ULIN
BANJARMASIN
MARET, 2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus

Anemia Aplastik + Hepatitis C + Pneumonia

Oleh:
Fitrah Noor Pratama Budi Putra, S. Ked
1930912310102

Pembimbing:
Dr. dr. I Nyoman Suarjana, Sp. PD-KR, FINASIM

Banjarmasin, Maret 2021


Telah setuju diajukan

.……………………….
Dr. dr. I Nyoman Suarjana, Sp. PD-KR, FINASIM

Telah selesai dipresentasikan

.………………………
Dr. dr. I Nyoman Suarjana, Sp. PD-KR, FINASIM

ii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL............................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN..................................................................... ii

DAFTAR ISI........................................................................................... iii

DAFTAR TABEL................................................................................... iv

BAB 1 PENDAHULUAN.............................................................. 1

BAB 2 LAPORAN KASUS .......................................................... 4

BAB 3 PEMBAHASAN................................................................ 20

BAB 4 PENUTUP.......................................................................... 31

DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 32

DAFTAR TABEL

iii
Tabel Halaman

3.1 Rekomendasi antibiotik ISK ....................................................... 30

iv
1

BAB 1

PENDAHULUAN

Anemia aplastik merupakan suatu sindroma kegagalan sumsum tulang yang

dikarakterisasi dengan adanya pansitopenia perifer, hipoplasia sumsum tulang dan

makrositosis oleh karena terganggunya eritropoesis dan peningkatan jumlah fetal

hemoglobin.1 Insiden penyakit anemia aplastik di dunia tergolong jarang, berkisar

2-6 kasus per 1 juta penduduk pada negara-negara Eropa. Namun di Asia

dikatakan bahwa insiden penyakit ini lebih besar yaitu berkisar 6-14 kasus per 1

juta penduduk.2

Mekanisme primer terjadinya anemia aplastik diperkirakan melalui kerusakan

pada sel induk (seed theory), kerusakan lingkungan mikro (soil theory) dan

melalui mekanisme imunologi (immune suppression). Mekanisme ini terjadi

melalui berbagai faktor (multi faktorial) yaitu: familial (herediter), idiopatik

(penyebabnya tidak dapat ditemukan) dan didapat yang disebabkan oleh

obatobatan, bahan kimia, radiasi ion, infeksi, dan kelainan imunologis. 3 Anemia

aplastik merupakan kegagalan hematopoiesis yang relatif jarang dijumpai namun

berpotensi mengancam nyawa.3

Infeksi virus hepatitis C (HCV) adalah suatu masalah kesehatan global.

Diperkirakan sekitar 170 juta orang di dunia telah terinfeksi secara kronik oleh

HCV. Prevalensi global infeksi HCV adalah 2,9%. Menurut data WHO angka

prevalensi ini amat bervariasi dalam distribusi secara geografi, dengan

seroprevalensi terendah di Eropa sekitar 1% hingga tertinggi 5,3% di Afrika.


2

Angka seroprevalensi di Asia Tenggara sektiar 2,2% denagn jumlah penderita

sekitar 32,3 juta orang.4

Di Indonesia prevalensi infeksi virus hepatitis C ditemukan sangat bervariasi,

mengingat geografis yang sangat luas. Selain itu terdapat juga variasi hasil

beberapa peneliti sehubungan dengan berbedanya kelompok yang diteliti.5

Faktor-faktor yang terkait erat dengan terjadinya infeksi HCV adalah penggunaan

narkoba suntik (injection drug user, IDU) dan menerima tranfusi darah sebelum

tahun 1990. Tingkat ekonomi yang rendah, perilaku seksual resiko tinggi, tingkat

edukasi yang rendah (kurang dari 12 tahun), bercerai atau hidup terpisah dengan

pasangan resmi. Transmisi dari ibu ke anak bisa saja terjadi tatapi lebih sering

terkait dengan adanya ko-infeksi bersama HIV-1 yang alasannya belum jelas.

Transmisi nosokomial berupa penularan dari pasien ke pasientelah dilaporkan

terjadi pada pasien yang mejalan kolonoskopi, hemodialisa dan selama

pembedahan. Akan tetapi tidak terdapat bukti tranmisi fekal-oral.6

Infeksi saluran nafas bawah masih menjadi masalah utama dalam bidang

kesehatan. World Health Organization (WHO) melaporkan infeksi saluran nafas

bawah sebagai infeksi penyebab kematian paling sering di dunia dengan hampir

3,5 juta kematian per tahun. Pneumonia dan influenza didapatkan sebagai

penyebab kematian sekitar 50.000 estimasi kematian pada tahun 2010.7

Pneumonia didefinisikan sebagai peradangan yang mengenai parenkim paru,

distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan

alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran

gas setempat. Pneumonia berdasarkan tempat didapatkannya dibagi dalam dua


3

kelompok utama yakni, pneumonia komunitas (community aqquired pneumonia,

CAP) yang didapat di masyarakat dan pneumonia nosokomial (hospital aqquired

pneumonia, HAP).8,9

Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu keadaan yang disebabkan karena

adanya invasi bakteri pada saluran kemih. Infeksi saluran kemih disebabkan oleh

bakteri Escherechia coli, Klebsiella pneumonia dan Pseudomonas aeruginosa.

Infeksi saluran kemih dapat mengenai baik pria maupun wanita dari semua umur

baik anak, remaja, dewasa maupun umur lanjut. Wanita lebih sering terinfeksi dari

pria dengan angka populasi umum kurang lebih 5-15%.10

Berikut akan disampaikan sebuah laporan kasus pasien dengan diagnosis anemia

apalstik + hepatitis c + pneumonia + infeksi saluran kemih, yang dirawat di

bangsal penyakit dalam RSUD Ulin Banjarmasin.


4

BAB 2

LAPORAN KASUS

2.1 ANAMNESIS

Pasien atas nama Ny. NH, usia 59 tahun masuk rumah sakit pada tanggal 9 maret

2021 dengan keluhan utama berupa lemas. Pasien mengeluhkan lemas sejak + 3

hari sebelum masuk RS. Pasien mengatakan merasa lemas seperti ini dikarenakan

memiliki penyakit Hb rendah. Pasien mengabiskan waktu lebih banyak di atas

tempat tidur karena lemas. Pasien merupakan penderita anemia aplastik

didiagnosis sejak 1 tahun yang lalu. Pasien rutin mendapatkan transfusi daraf dan

Hb terendah pasien 5 g/dl. Pasien terakhir mendapatkan 6 kantong transfusi PRC

sekitar 1 bulan yang lalu. Pasien dirujuk dari RS ansari saleh ke RS ulin

Banjarmasin via poliklinik dan diberikan obat metil prednisolon 16 mg 2 kali

sehari dan obat imuran 2 kali sehari sudah dikonsumsi + 2 minggu.

Pasien juga mengeluhkan demam sejak 1 hari sebelum masuk RS. Pasien tidak

pernah megukur suhu tubuhnya dan tidak mengkonsumsi obat penurun demam.

Kadang-kadang pasien juga merasakan perut sebelah kanannya sakit.

Pasien mengeluhkan batuk berdahak + 2 hari sebelum masuk RS. Batuk tidak

mengganggu aktivitas, dahak berwarna kuning, tidak disertai darah, pilek, sesak

napas, anyang-anyangan dan kencing berdarah namun pasien mengeluhkan warna

urin jadi lebih pekat.

Pasien menyangkal adanya perdarahan gusi, hidung atau kulit. Nafsu makan baik,

BAB normal.
5

Riwayat penyakit dahulu pasien mengaku memiliki riwayat hipertensi + sejak 3

tahun yang lalu dan rutin mengkonsumsi amlodipin 10 mg. Operasi hemoroid + 3

tahun yang lalu, diabetes melitus dan hepatitis disangkal

Riwayat penyakit keluarga, ibu dan ayah menderita hipertensi dan stroke.

2.2 PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum tampak sakit sedang, berat badan 57 kg, tinggi badan 155 cm dan

IMT 22,3 kg/m2. Kesadaran compos mentis dengan GCS E4V5M6, tekanan darah

120/70 mmHg, nadi 107 kali/menit, frekuensi napas 18 kali/menit, suhu aksila

38,2oC, saturasi oksigen 97% tanpa suplementasi O2. Pada pemeriksaan kepala

leher didapatkan konjungtiva tampak pucat, JVP 5+3 cmH2O. Pemeriksaan thorax

didapatkan bentuk dada normal, simetris dan suara nafas dasar vesikuler dan ronki

dan wheezing tidak ditemukan. Pemeriksaan jantung didapatkan ictus cordis tidak

terlihat, thrill tidak teraba, suara jantung S1 dan S2 tunggal, tidak ada murmur.

Pemeriksaan abdomen tampak datar, didapatkan bising usus kurang lebih

11x/menit, tidak didapatkan nyeri tekan, tidak didapatkan shifting dullness,

perkusi terdengar suara timpani pada semua regio abdomen. Pada pemeriksaan

ekstremitas akral teraba hangat, semua sendi dapat digerakkan tanpa ada batasa

serta tidak didapatkan edema ekstremitas superior dan inferior. Pulsasi a. dorsalis

pedis, a. poplitea, dan a. femoralis masih teraba, tidak didapatkan nyeri tekan.

Pada pemeriksaan motorik dan sensorik kedua ektremitas superior dan inferior

dalam batas normal.


6

2.3 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pada pemeriksaan darah lengkap tanggal 9 maret 2021 ditemukan Hb 7.9 g/dl,
leukosit 2.9 ribu/uL, eritrosit 2.75 juta/uL, hematokrit 24.6%, trombosit 10
ribu/uL dan pada elektrolit didapatkan natrium 132 Meq/L, kalium 3.4 Meq/L.
Hasil Pemeriksaan Darah Lengkap 09/03/2021
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 7.9 14.0 – 18.0 g/dL
Leukosit 2.9 4.0 – 10.5 ribu/uL
Eritrosit 2.75 4.10 – 6.00 juta/uL
Hematokrit 24.6 42.0 – 52.0 %
Trombosit 10 150 – 450 rb/ul
RDW-CV 15.8 12.1 – 14.0 %
MCV, MCH, MCHC
MCV 89.5 75.0 – 96.0 Fl
MCH 28.7 28.0 – 32.0 Pg
MCHC 32.1 33.0 – 37,0 %
HITUNG JENIS
Basofil% 0.0 0.0 - 1.0 %
Eosinofil% 0.0 1.0 - 3.0 %
Neutrofil% 72.2 50.0 - 81.0 %
Limfosit % 23.3 20.0 - 40.0 %
Monosit % 4.5 2.0 - 8.0 %
Basofil# 0.00 < 1.00 Ribu/ul
Eosinofil# 0.00 < 3.0 Ribu/ul
Neutrofil# 2.08 2.50 - 7.00 Ribu/ul
Limfosit# 0.67 1.25 - 4.00 Ribu/ul
Monosit# 0.13 0.30 - 1.00 Ribu/ul
HATI DAN PANKREAS
SGOT 45 5-34 U/L
SGPT 181 0-55 U/L
HEMOSTASIS
Hasil PT 11.9 9.9-13.5 Detik
INR 1.11
Control Normal PT 10.8
Hasil APTT 26.1 22.2-37.0 detik
Control Normal 24.8
APTT
ELEKTROLIT
Natrium 132 136 – 145 Meq/L
Kalium 3.4 3.5 - 5.1 Meq/L
Chlorida 100 98 – 107 Meq/L
7

HEPATITIS
Hbsag Non reaktif - -
Anti HCV Reaktif - -

Dari pemeriksaan urinalisis tanggal 12 maret 2021 didapatkan pada pemeriksaan

makroskopis kejernihan agak keruh, darah samar 1+ dan leukosit 1+, pada

sedimen urin didapatkan leukosit 20-25/LPB dan bakteri 1+..

Hasil Urinalisa 12/03/2021

URINALISA
MAKROSKOPIS
Warna Kuning Kuning mg/dL
Kejernihan Agak keruh Jernih mg/dL
Berat Jenis 1.015 1.005 - 1.030 -
pH 7.0 5.0 - 6.5 -
Keton Negatif Negatif -
Protein-Albumin Negatif Negatif -
Glukosa Negatif Negatif -
Bilirubin Negatif Negatif -
Darah Samar 1+ Negatif -
Nitrit Negatif Negatuf -
Urobilinogen 0,2 0.1 - 1.0 -
Leukosit 1+ Negatif -
SEDIMEN URIN
Leukosit 20-25 0–3 /LPB
Eritrosit 1-2 0–2 /LPB
Epithel 1+ 1+ -
Kristal Negatif Negatif -
Silinder Negatif Negatif -
Bakteri 1+ Negatif -
Lain-lain Negatif Negatif -

Pada pemeriksaan darah lengkap tanggal 13 maret 2021 ditemukan Hb 10.0 g/dl,
eritrosit 3.55 juta/uL, hematokrit 31.2%, trombosit 9 ribu/uL.
Hasil Pemeriksaan Darah Lengkap 13/03/2021
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 10.0 14.0 – 18.0 g/dL
8

Leukosit 4.7 4.0 – 10.5 ribu/uL


Eritrosit 3.55 4.10 – 6.00 juta/uL
Hematokrit 31.2 42.0 – 52.0 %
Trombosit 9 150 – 450 rb/ul
RDW-CV 14.7 12.1 – 14.0 %
MCV, MCH, MCHC
MCV 87.9 75.0 – 96.0 Fl
MCH 28.2 28.0 – 32.0 Pg
MCHC 32.1 33.0 – 37,0 %
HITUNG JENIS
Basofil% 0.0 0.0 - 1.0 %
Eosinofil% 0.0 1.0 - 3.0 %
Neutrofil% 86.6 50.0 - 81.0 %
Limfosit % 10.4 20.0 - 40.0 %
Monosit % 3.0 2.0 - 8.0 %
Basofil# 0.00 < 1.00 Ribu/ul
Eosinofil# 0.00 < 3.0 Ribu/ul
Neutrofil# 4.10 2.50 - 7.00 Ribu/ul
Limfosit# 0.49 1.25 - 4.00 Ribu/ul
Monosit# 0.14 0.30 - 1.00 Ribu/ul
HEMOSTASIS
Hasil PT 10.9 9.9-13.5 Detik
INR 0.99
Control Normal PT 11.4
Hasil APTT 25.8 22.2-37.0 detik
Control Normal 24.8
APTT
ELEKTROLIT
Natrium 132 136 - 145 Meq/L
Kalium 3.4 3.5 - 5.1 Meq/L
Chlorida 100 98 - 107 Meq/L

Pada pemeriksaan darah lengkap tanggal 14 maret 2021 ditemukan Hb 10.2 g/dl,
leukosit 3.5 ribu/uL, eritrosit 3.59 juta/uL, hematokrit 31.3%, trombosit 7 ribu/uL.
Hasil Pemeriksaan Darah Lengkap 14/03/2021
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 10.0 14.0 – 18.0 g/dL
Leukosit 4.7 4.0 – 10.5 ribu/uL
Eritrosit 3.55 4.10 – 6.00 juta/uL
Hematokrit 31.2 42.0 – 52.0 %
Trombosit 9 150 – 450 rb/ul
RDW-CV 14.7 12.1 – 14.0 %
9

MCV, MCH, MCHC


MCV 87.2 75.0 – 96.0 Fl
MCH 28.4 28.0 – 32.0 Pg
MCHC 32.6 33.0 – 37,0 %
HITUNG JENIS
Neutrofil% 63.5 50.0 - 81.0 %
Limfosit % 31.3 20.0 - 40.0 %
Neutrofil# 2.2 2.50 - 7.00 Ribu/ul
Limfosit# 1.1 1.25 - 4.00 Ribu/ul

Pada pemeriksaan sumsum tulang tanggal 15 maret 2021 didapatkan kesimpulan


gambaran sumsum tulang dan darah tepi mengesankan anemia aplastik.
Hasil Pemeriksaa Sumsum Tulang 15/03/2021
A. Darah tepi
Hematologi Hasil Nilai normal Satuan
Hb 9,6 p: 14,0-18,0 w: 12,0-16,0 g/dL
Leukosit 1.750 5.000-10.000 /uL
Trombosit 6.000 150.000-400.000 /uL
IPF 11,5 0,3-8,7 %
Hematokrit 29, p: 42-52 w: 37-41 %
Eritrosit 3,38 p: 4,7-6,1 w: 4,2-5,4 Juta/uL
RDW-CV 14,5 11-14,5 %
MCV 87,6 80-95 fL
MCH 28,4 27-31 Pg
MCHC 32,4 32-36 g/dL
Retikulosit 0,51 0,5-2,0 %
Ret-He 37,1 28,0-36,0 pg

Evaluasi hapusan darah tepi :


Eritrosit : normokromik normositik
Leukosit : kesan jumlah menurun, netropenia, tidak didapatkan sel muda
Trombosit : kesan jumlah menurun, morfologi dalam batas normal
B. Sumsum tulang
Sedian dipulas : wright
Partikel : ada
Kepadatan sel : menurun
Sel lemak : ada, banyak
Sistem eritropoiesis : aktivitas menurun
10

Sistem granulopoiesis : akrivitas menurun


Sistem trombopoiesis : aktivitas menurun
Hitung jenis Total (%) Nilai normal (%)
GRANULOPOIESI 47,0 40,1-65,5
S
Myeloblast 2,5 0,3-1,3
Promielosit 1,0 0,9-3,7
Mielosit 6,5 9,9-19,5
Metamieosit 3,5 11,3-23,4
Batang 4,0 6,2-15,5
Segmen 27,5 3,6-11,9
Basofl 0,0 0-0,4
Eosinofil 1,0 0,9-4,7
Monosit 1,0 1,5-2,2
ERITROPOIESIS 9,5 22,3-44,9
Rubriblast 0,0 0,1-1,7
Prorubrisit 0,0 1,2-3,9
Rubrisit 7,0 8,0-18,3
Metarubrisit 2,5 11,4-29,6
SISTEM LIMFOID 43,5 3,6-17,2
Linfosit 42,5 4,5-19,1
Plasmosit 1,0 0,3-2,2
Sel tidak dikenal Tidak ditemukan
Rasio M:E 4,95 : 1 2-4 : 1

Kesan
Sumsum tulang tampak hiposeluler. Aktivitas ketiga sistem hematopoiesis
menurun, dengan rasio M:E nya 4,95 : 1. Tidak didapatkan sel asing dan
peningkatan sel blast di dalam sumsum tulang maupun darah tepi. Didapatkan
peningkatan infiltrasi limfosit matur (42,5) di dalam sumsum tulang, dengan darah
tepi pansitopenia dan neutropenia.
Kesimpulan
Anemia aplastik

Pada pemeriksaan darah lengkap tanggal 17 maret 2021 ditemukan Hb 10.0 g/dl,
leukosit 2,4 ribu/uL, eritrosit 3.53 juta/uL, hematokrit 30,8%, trombosit 60
ribu/uL.
11

Hasil Pemeriksaan Darah Lengkap 17/03/2021


Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 10.0 14.0 – 18.0 g/dL
Leukosit 2.4 4.0 – 10.5 ribu/uL
Eritrosit 3.53 4.10 – 6.00 juta/uL
Hematokrit 30.8 42.0 – 52.0 %
Trombosit 60 150 – 450 rb/ul
RDW-CV 14.2 12.1 – 14.0 %
MCV, MCH, MCHC
MCV 87.3 75.0 – 96.0 Fl
MCH 28.3 28.0 – 32.0 Pg
MCHC 32.5 33.0 – 37,0 %
HITUNG JENIS
Basofil% 0.0 0.0 - 1.0 %
Eosinofil% 0.0 1.0 - 3.0 %
Neutrofil% 82.7 50.0 - 81.0 %
Limfosit % 14.0 20.0 - 40.0 %
Monosit % 3.3 2.0 - 8.0 %
Basofil# 0.00 < 1.00 Ribu/ul
Eosinofil# 0.00 < 3.0 Ribu/ul
Neutrofil# 2.01 2.50 - 7.00 Ribu/ul
Limfosit# 0.34 1.25 - 4.00 Ribu/ul
Monosit# 0.08 0.30 - 1.00 Ribu/ul

2.4 RESUME DATA DASAR

Pasien datang dengan keluhan utama berupa lemas. Pasien mengeluhkan lemas

sejak + 3 hari sebelum masuk RS. Pasien mengatakan merasa lemas seperti ini

dikarenakan memiliki penyakit Hb rendah. Pasien mengabiskan waktu lebih

banyak di atas tempat tidur karena lemas. Pasien merupakan penderita anemia

aplastik didiagnosis sejak 1 tahun yang lalu. Pasien rutin mendapatkan transfusi

daraf dan Hb terendah pasien 5 g/dl. Pasien terakhir mendapatkan 6 kantong

transfusi PRC sekitar 1 bulan yang lalu. Pasien dirujuk dari RS ansari saleh ke RS

ulin Banjarmasin via poliklinik dan diberikan obat metil prednisolon 16 mg 2 kali
12

sehari dan obat imuran 2 kali sehari sudah dikonsumsi + 2 minggu. Pasien juga

mengeluhkan demam sejak 1 hari sebelum masuk RS. Pasien tidak pernah

megukur suhu tubuhnya. Pasien tidak mengkonsumsi obat penurun demam.

Pasien mengeluhkan batuk berdahak + 2 hari sebelum masuk RS. Batuk tidak

mengganggu aktivitas, dahak berwarna kuning, tidak disertai darah, pilek, sesak

napas, anyang-anyangan dan kencing berdarah namun pasien mengeluhkan warna

urin jadi lebih pekat.Pasien menyangkal adanya perdarahan gusi, hidung atau

kulit. Nafsu makan baik, BAB normal. Riwayat penyakit dahulu pasien mengaku

memiliki riwayat hipertensi + sejak 3 tahun yang lalu dan rutin mengkonsumsi

amlodipin 10 mg. Operasi hemoroid + 3 tahun yang lalu, diabetes melitus dan

hepatitis disangkal Riwayat penyakit keluarga, ibu dan ayah menderita hipertensi

dan stroke.

Keadaan umum tampak sakit sedang. Suhu aksila didaptkan 38,2oC. Pada

pemeriksaan kepala leher didapatkan konjungtiva tampak pucat, JVP 5+3 cmH2O.

Pada pemeriksaan sumsum tulang di RSUD Ulin Banjarmasin didapatkan kesan

anemia aplastik.

2.5 DAFTAR MASALAH

No. Masalah Data Pendukung


1. Pansitopenia ec Anemia 1. Lemas
aplastik 2. Takikardi
3. Konjungtiva anemis
4. Hb 7.9 g/dL
5. eritrosit 2.75 juta/uL
6. Trombosit 10 ribu/uL
7. Leukosit 2.9 ribu/uL
2. Elevated liver enzym 1. Demam
2.1. Hepatitis infection 2. Malaise
2.1.1 Hepatitis C 3. Nyeri abdomen right upper quadran
2.1.2 Related to anemia 4. SGOP/SGPT 45/181 U/L
13

5. Anti HCV reaktif


3. Cough + febrile ilness 1. Batuk berdahak purulen
3.1 Pneumonia 2. Demam
3.1.1 Bacterial pneumonia 3. Leukosit 2.9 ribu/uL
3.1.2 Viral pneumonia
4 Leukosuria+Hematuria 1. Demam
mikroskopis 2. Urin pekat
4.1 Urinary tract infection 3. Leukosit 20-25/LPB
4.2 Related no.1 4. Darah samar 1+
5. Bakteri 1+

2.6 RENCANA AWAL

No Masalah Rencana Rencana Terapi Rencana Rencana


. Diagnosi Monitoring Edukasi
s
1. Pansitopenia - 1. Inj. 1. Cek 1. Bed rest,
e.c Anemia Metilprednisolon Keluhan duduk
aplastik 2x125 mg Utama kembali
2. Transfusi PRC 1 2. TTV apabila
kolf/12 jam (Hb 3. Cek DR sesak
>8) post 2. Menjelask
3. Transfui TC 5 kolf transfuse an tentang
4. PO. Rebozet 1 x 4. Cek penyakit
50 mg GDS pasien dan
apa terapi
yang akan
diberikan

2. Hepatitis C SGOT/S - 1. Keada 1. Bed


GPT an umum rest
Cek 2. TTV 2. Menjel
HCV askan
RNA tentang
kondisi
pasien
3. Pneumonia Foto 1. paracetamol 3x 1.cek 1. Bed rest
thorax 500 mg keadaan 2.Menjelask
2. levofloxacin umum an tentang
1x750 mg IV 2. TTV kondisi
3. N-acetylsistein 3x pasien
200mg
4. Urinary Cek 1. levofloxacin 1. Cek 1. Bed rest
tract Urinalisa 1x750 mg IV keadaan 2. Edukasi
infection , 2. paracetamol umum tentang
14

3x500 mg 2. Cek penyakit


pendaraha pasien
n
3. TTV

2.7 RENCANA TINDAK LANJUT

10 Maret 2021
Subjective Objective Assesment Planning
1. Badan lemas 1. GCS 456 1. Pansitopenia ec 1. Diet TKTP
(<) 2. TD 120/70 Anemia aplastic Lunak
2. Pendarahan 3. N 98 x/m 2. Elevated Liver 2. IVFD NS 0,9%
(<) 4. RR 20 x/m Enzym 1500cc/24 jam
3. Demam (<) 5. T 36,9 C 2.1 hepatitis 3. Inj.
6. Konj. Pucat Infection Methilprednisol
(+) 2.1.1 hepatitis C on 2x125 mg
7. Hb 7,9, Eri 2.2 related to (H2)
2,75 juta, Ht anemia 4. Transfusi PRC
24,6%,, leu 2,9 3. acute febrile 1 kolf/12 jam
ribu, trombosit illness + Cough (hb>8)
10 ribu 3.1 pneumonia 5. Inj. ceftazidime
3.1.1 bacterial 3 x 2 gr (H1)
3.1.2 viral 6. Inj. leucogen
4. leukosuria + 300 mg
hematuria 7. Po. Rabozet 1 x
makroskopis 50 mg
4.1 UTI 8. PO. Imuran 2x1
4.2 related to no.1 9. R/rontgen
5. hepatitis C thorax
reactive 10. Co.
gastrohepatolog
i
11. Cek UL/48 jam
12. Cek HCV RNA
13. Trnasfusi TC 5
kolf
14. Observasi
pendarahan

11 Maret 2021
15

Subjective Objective Assesment Planning


1. Badan lemas 1. GCS 456 1. Pansitopenia ec 1. Diet TKTP
(<) 2. TD 130/70 Anemia aplastic Lunak
2. Pendarahan 3. N 98 x/m 2. Elevated Liver 2. IVFD NS 0,9%
(<) 4. RR 20 x/m Enzym 1500cc/24 jam
3. Demam (-) 5. T 36,9 C 2.1 hepatitis 3. Inj.
6. Konj. Pucat (-) Infection Methilprednisol
7. Hb 7,9, Eri 2.1.1 hepatitis C on 2x125 mg
2,75 juta, Ht 2.2 related to (H3)
24,6%,, leu 2,9 anemia 4. Inj. ceftazidime
ribu, trombosit 3. acute febrile 3 x 2 gr (H2)
10 ribu illness + Cough 5. Inj. leucogen
3.1 pneumonia 300 mg
3.1.1 bacterial 6. Po. Rabozet 1 x
3.1.2 viral 50 mg
4. leukosuria + 7. PO. Imuran 2x1
hematuria 8. Cek UL/48 jam
makroskopis 9. Cek HCV RNA
4.1 UTI 10. Observasi
4.2 related to no.1 pendarahan
5. hepatitis C
reactive
6. HT stage 1 on
treatment

12 Maret 2021
Subjective Objective Assesment Planning
1. Badan lemas 1. GCS 456 1. Pansitopenia ec 1. Diet TKTP
(<) 2. TD 130/70 Anemia aplastic Lunak
2. Pendarahan (-) 3. N 98 x/m 2. Elevated Liver 2. IVFD NS 0,9%
3. Demam (-) 4. RR 20 x/m Enzym 1500cc/24 jam
5. T 36,9 C 2.1 hepatitis 3. Inj.
6. Konj. Pucat Infection Methilprednisol
(+) 2.1.1 hepatitis C on 2x125 mg
7. Hb 7,9, Eri 2.2 related to (H4)
2,75 juta, Ht anemia 4. Inj. ceftazidime
24,6%,, leu 2,9 3. acute febrile 3 x 2 gr (H3)
ribu, trombosit illness + Cough 5. Inj. leucogen
10 ribu 3.1 pneumonia 300 mg
8. Urinalisa : 3.1.1 bacterial 6. Po. Rabozet 1 x
lekosit : 20- 3.1.2 viral 50 mg
25/LPB. Dan 4. leukosuria + 7. PO. Imuran 2x1
terdapat hematuria 8. Cek HCV RNA
bakteri makroskopis 9. Observasi
16

4.1 UTI pendarahan


4.2 related to no.1
5. hepatitis C
reactive
6. HT stage 1 on
treatment

13 Maret 2021
Subjective Objective Assesment Planning
1. Badan lemas 1. GCS 456 1. Pansitopenia ec 1. Diet TKTP
(-) 2. TD 130/70 Anemia aplastic Lunak
2. Pendarahan (-) 3. N 95 x/m 2. Elevated Liver 2. IVFD NS 0,9%
3. Demam (-) 4. RR 24 x/m Enzym 1500cc/24 jam
5. T 36,5 C 2.1 hepatitis 3. Inj.
6. Konj. Pucat Infection Methilprednisol
(+) 2.1.1 hepatitis C on 2x125 mg
7. Hb 10, Eri 2.2 related to (H5)
3,53 juta, Ht anemia 4. Inj. ceftazidime
30,8%,, leu 2,4 3. acute febrile 3 x 2 gr (H4)
ribu, trombosit illness + Cough 5. Inj. leucogen
60 ribu 3.1 pneumonia 300 mg
8. Urinalisa : 3.1.1 bacterial 6. Po. Rabozet 1 x
lekosit : 20- 3.1.2 viral 50 mg
25/LPB. Dan 4. leukosuria + 7. PO. Imuran 2x1
terdapat hematuria 8. Cek HCV RNA
bakteri makroskopis 9. Observasi
4.1 UTI pendarahan
4.2 related to no.1
5. hepatitis C
reactive
6. HT stage 1 on
treatment

14 Maret 2021
Subjective Objective Assesment Planning
1. Badan lemas 1. GCS 456 1. Pansitopenia ec 1. Diet TKTP
(-) 2. TD 120/70 Anemia aplastic Lunak
2. Pendarahan (-) 3. N 92 x/m 2. Elevated Liver 2. IVFD NS 0,9%
3. Demam (-) 4. RR 22 x/m Enzym 1500cc/24 jam
5. T 36,7 C 2.1 hepatitis 3. Inj.
6. Konj. Pucat Infection Methilprednisol
(+) 2.1.1 hepatitis C on 2x125 mg
17

7. Hb 10.2 , Eri 2.2 related to (H6)


3,59 juta, Ht anemia 4. Inj. ceftazidime
30,8%,, leu 3,5 3. acute febrile 3 x 2 gr (H5)
ribu, trombosit illness + Cough 5. Inj. leucogen
7 ribu 3.1 pneumonia 300 mg
8. Urinalisa : 3.1.1 bacterial 6. Po. Rabozet 1 x
lekosit : 20- 3.1.2 viral 50 mg
25/LPB. Dan 4. leukosuria + 7. PO. Imuran 2x1
terdapat hematuria 8. Trnasfusi TC 1
bakteri makroskopis kolf
4.1 UTI 9. Observasi
4.2 related to no.1 pendarahan
5. hepatitis C 10. Lacak BMA
reactive
6. HT stage 1 on
treatment

15 Maret 2021
Subjective Objective Assesment Planning
1. Gusi berdarah 4. GCS 456 1. Anemia aplastic 1. Diet TKTP
(-) 5. TD 120/70 2. hepatitis C Lunak
2. Pendarahan (-) 6. N 96 x/m infection 2. IVFD NS 0,9%
3. BAB hitam (-) 7. RR 22 x/m 3. febrile 1500cc/24 jam
8. T 36,7 C neutropenia 3. Inj.
9. Konj. Pucat 4. HT on treatment Methilprednisol
(+) on 2x125 mg
10. Hb 10.2 , Eri (H6)
3,59 juta, Ht 4. Inj. ceftazidime
30,8%,, leu 3,5 3 x 2 gr (H5)
ribu, trombosit 5. Po. Rabozet 1 x
7 ribu 50 mg
11. Urinalisa : 6. PO. Imuran 2x1
lekosit : 20- 7. Post Trnasfusi
25/LPB. Dan TC 1 kolf
terdapat 8. Observasi
bakteri pendarahan
12. BMA : anemia
aplastik

16 Maret 2021
Subjective Objective Assesment Planning
1. Sesak nafas (-) 1. GCS 456 1. Anemia aplastic 1. Diet TKTP
2. Pendarahan (-) 2. TD 140/70 2. hepatitis C Lunak
18

3. BAB hitam (-) 3. N 96 x/m infection 2. IVFD NS 0,9%


4. RR 24 x/m 3. febrile 1500cc/24 jam
5. T 36, 7 C neutropenia 3. Inj.
6. Konj. Pucat 4. HT on treatment Methilprednisol
(+) on 2x125 mg
7. Hb 10.2 , Eri (H7)
3,59 juta, Ht 4. Inj. ceftazidime
30,8%,, leu 3,5 3 x 2 gr (H6)
ribu, trombosit 5. Po. Rabozet 1 x
7 ribu 50 mg
8. Urinalisa : 6. PO. Imuran 2x1
lekosit : 20- 7. Cek DR post
25/LPB. Dan TC
terdapat 8. Observasi
bakteri pendarahan
9. BMA : anemia
aplastik

17 Maret 2021
Subjective Objective Assesment Planning
1. Pendarahan (-) 1. GCS 456 1. Anemia aplastic 1. Diet TKTP
2. TD 130/70 2. hepatitis C Lunak
3. N 76 x/m infection 2. IVFD NS 0,9%
4. RR 24 x/m 3. febrile 1500cc/24 jam
5. T 36,7 C neutropenia 3. Inj.
6. Konj. Pucat 4. HT on treatment Methilprednisol
(+) on 2x125 mg
7. Hb 10.2 , Eri (H8)
3,59 juta, Ht 4. Inj. ceftazidime
30,8%,, leu 3,5 3 x 2 gr (H7)
ribu, trombosit 5. Po. Rabozet 1 x
7 ribu 50 mg
8. Urinalisa : 6. PO. Imuran 2x1
lekosit : 20- 7. Observasi
25/LPB. Dan pendarahan
terdapat
bakteri
9. BMA : anemia
aplastik
19

18 Maret 2021
Subjective Objective Assesment Planning
1. Pendarahan (-) 1. GCS 456 1. Anemia aplastic 1. Diet TKTP
2. Batuk (+) 2. TD 120/70 2. hepatitis C Lunak
3. N 86 x/m infection 2. IVFD NS 0,9%
4. RR 24 x/m 3. febrile 1500cc/24 jam
5. T 36,6 C neutropenia 3. Inj.
6. Konj. Pucat 4. HT on treatment Methilprednisol
(+) on 2x125 mg
7. Hb 10. , Eri (H9)
3,53 juta, Ht 4. Inj. ceftazidime
30,8%,, leu 2,4 3 x 2 gr (H8)
ribu, trombosit 5. Po. Rabozet 1 x
60 ribu 50 mg
8. Urinalisa : 6. PO. Imuran 2x1
lekosit : 20- 7. Observasi
25/LPB. Dan pendarahan
terdapat
bakteri
9. BMA : anemia
aplastik

19 Maret 2021
Subjective Objective Assesment Planning
1. Pendarahan (-) 1. GCS 456 1. Anemia aplastic 1. Diet TKTP
2. Batuk (-) 2. TD 120/80 2. hepatitis C Lunak
3. Sesak nafas (-) 3. N 82 x/m infection 2. IVFD NS 0,9%
4. Demam (-) 4. RR 28 x/m 3. febrile 1500cc/24 jam
5. T 36,6 C neutropenia 3. Inj.
6. Konj. Pucat 4. HT on treatment Methilprednisol
(+) on 2x125 mg
7. Hb 10. , Eri (H10)
3,53 juta, Ht 4. Inj. ceftazidime
30,8%,, leu 2,4 3 x 2 gr (H9)
ribu, trombosit 5. Po. Rabozet 1 x
60 ribu 50 mg
8. Urinalisa : 6. PO. Imuran 2x1
lekosit : 20- 7. Observasi
25/LPB. Dan pendarahan
terdapat
bakteri
9. BMA : anemia
aplastik
20

BAB 3

PEMBAHASAN

Pasien atas nama Ny. NH, usia 59 tahun masuk rumah sakit pada tanggal 9 maret

2021 dengan keluhan utama berupa lemas. Pasien mengeluhkan lemas sejak + 3

hari sebelum masuk RS. Pasien rutin mendapatkan transfusi darah dan Hb

terendah pasien 5 g/dl. Pasien terakhir mendapatkan 6 kantong transfusi PRC

sekitar 1 bulan yang lalu. Pasien juga mengeluhkan demam sejak 1 hari sebelum

masuk RS. Didapatakan pula konjungtiva anemis pada kedua mata. Pada

pemeriksaan laboratorium ditemukan Hb 7,9 g/dL, eritrosit 2,7 juta/uL, leukosit

2,9 ribu/ uL dan trombosit 10 ribu/uL yang artinya telah terjadi pansitopenia pada

pasien.

Pada anemia aplastik terdapat pansitopenia sehingga keluhan dan gejala yang

timbul adalah akibat dari pansitopenia tersebut. Hipoplasia eritropoietik akan

menimbulkan anemia dimana timbul gejala-gejala anemia antara lain lemah,

dyspnoe d’effort, palpitasi cordis, takikardi, pucat dan lain-lain. Pengurangan

elemen lekopoisis menyebabkan granulositopenia yang akan menyebabkan

penderita menjadi peka terhadap infeksi sehingga mengakibatkan keluhan dan

gejala infeksi baik bersifat lokal maupun bersifat sistemik. Trombositopenia tentu

dapat mengakibatkan pendarahan di kulit, selaput lendir atau pendarahan di organ-

organ.1,2
21

Manifestasi klinis pada pasien dengan anemia aplastik dapat berupa1:

1. Sindrom anemia :

a. Sistem kardiovaskuler : rasa lesu,

cepat lelah, palpitasi, sesak napas intoleransi terhadap aktivitas fisik,

angina pectoris hingga gejala payah jantung.

b. Susunan saraf : sakit kepala, pusing,

telingga mendenging, mata berkunang – kunang terutama pada waktu

perubahan posisi dari posisi jongkok ke posisi berdiri, iritabel, lesu dan

perasaan dingin pada ekstremitas.

c. Sistem pencernaan : anoreksia, mual

dan muntah, flaturensi, perut kembung, enek di hulu hati, diare atau

obstipasi.

d. Sistem urogeniatal : gangguan haid

dan libido menurun.

e. Epitel dan kulit: kelihatan pucat,

kulit tidak elastis atau kurang cerah, rambut tipis dan kekuning kuningan.

2. Gejala perdarahan : ptekie, ekimosis, epistaksis, perdarahan subkonjungtiva,

perdarahan gusi, hematemesis/melenaatau menorhagia pada wanita.

Perdarahan organ dalam lebih jarang dijumpai, namun jika terjadi perdarahan

otak sering bersifat fatal.

3. Tanda-tanda infeksi: ulserasi mulut atau tenggorokan, selulitis leher, febris,

sepsis atau syok septik.


22

Kriteria diagnosis anemia aplastik berdasarkan International Agranulocytosis and

Aplastic Anemia Study Group (IAASG) adalah1:

1. Satu dari tiga sebagai berikut :

 Hb <10 g/dl atau Hct < 30%

 Trombosit < 50x109/L

 Leukosit < 3,5x109 /L

2. Retikulosit <30x109/L

3. Gambaran sumsum tulang :

 Penurunan selularitas dengan hilangnya atau menurunnya semua sel

hematopoeitik atau selularitas normal oleh hiperplasiaeritroid fokal dengan

deplesi seri granulosit dan megakariosit.

 Tidak adanya fobrosis yang bermaknaatau infiltrasi neoplastik

4. Pansitopenia karena obat sitostakita atau radiasi terapeutik harus dieksklusi

Secara garis besar terapi untuk anemia aplastik terdiri atas1:

1. Terapi kausal

Terapi kausal adalah usaha untuk menghilangkan agen penyebab. Tetapi sering

hal ini sulit dilakukan karena etiologinya yang tidak jelas atau penyebabnya

yang tidak dapat dikoreksi.

2. Terapi suportif

Terapi ini adalah untuk mengatasi akibat pansitopenia.

a. Untuk

mengatasi infeksi antara lain :

 Higiene mulut
23

 Identifikasi sumber infeksi serta pemberian antibiotik yang tepat dan

adekuat. Sebelum ada hasil tes sensitivitas, antibiotik yang biasa

diberikan adalah ampisilin, gentamisin, atau sefalosporin generasi ketiga.

 Tranfusi granulosit konsentrat diberikan pada sepsis berat kuman gram

negatif, dengan neutropenia berat yang tidak memberikan respon pada

antibiotika adekuat.

b. Untuk mengatasi anemia

Tranfusi PRC (packet red cell) jika Hb < 7 g/dl atau ada tanda payah

jantung atau anemia yang sangat simtomatik. Koreksi sampai Hb 9-10 g/dl,

tidak perlu sampai Hb normal, karena akan menekan eritropoiesis internal.

c. Untuk mengatasi perdarahan

Tranfusi konsentrat trombosit jika terdapat perdarahan mayor atau trombosit

< 20.000/mm3. Pemberian trombosit berulang dapat menurunkan efektivitas

trombosit karena timbulnya antibodi antitrombosit. Kortikosteroid dapat

mengurangi perdarahan kulit.

3. Terapi untuk memperbaiki fungsi sumsum tulang

Beberapa tindakan di bawah ini diharapkan dapat merangsang pertumbuhan

sumsum tulang :

a. Anabolik Steroid: oksimetolon atau atanozol. Efek terapi diharapkan

muncul dalam 6-12 minggu.

b. Kortikosteroid dosis rendah sampai menengah : prednison 40-100 mg/hr,

jika dalam 4 minggu tidak ada perbaikan maka pemakaiannya harus

dihentikan karena efek sampingnya cukup serius.


24

c. GM-CSF atau G-CSF dapat diberikan untuk meningkatkan jumlah netrofil.

4. Terapi definitif

Terapi definitif adalah terapi yang dapat memberikan kesembuhan jangka

panjang. Terapi tersebut terdiri atas dua macam pilihan :

1. Terapi Imunosupresif

 Pemberian anti lymphocyte globuline : anti lymphocyte globulin (ALG)

atau anti thymocyte globuline (ATG). Pemberian ALG merupakan

pilihan utama untuk pasien yang berusia di atas 40 tahun.

 Pemberian methylprednisolon dosis tinggi

2. Transplantasi sumsum tulang

Transplantasi sumsum tulang merupakan terapi definitif yang memberikan

harapan kesembuhan, tetapi biayanya sangat mahal, memerlukan peralatan

yang canggih, serta adanya kesulitan tersendiri dalam mencari donor yang

kompatibel. Transplantasi sumsum tulang yaitu :

 Merupakan pilihan untuk pasien usia < 40 tahun.

 Diberikan siklosporin A untuk mengatasi GvHD (graft versus

hostdisease).

 Memberikan kesembuhan jangka panjang pada 60-70% kasus.

Pada pasien diberikan obat steroid jangka panjang berupa metil prednisolon

2x125 mg secara IV lalu imuran 2x1 tablet PO. Pemberian rambozet untuk

mengatasi trombositopeni dan pemberian PRC 1 kolf/12 jam.

Pada hepatitis C Sama seperti virus hepatitis yang lain, HCV dapat menyebabkan

suatu penyakit hepatitis akut yang kemungkinannya, sulit dibedakan dengan


25

hepatitis virus akut lain. Akan tetapi gejala-gejalanya hanya dilaporkan terjadi

pada 15% kasus sehingga, diagnosisnya harus tergantung pada positifnya hasil

pemeriksaan anti-HCV atau pemeriksaan HCV RNA yang biasanya terdeteksi

lebih awal sebelum munculnya antibody anti-HCV (serokonversi).4,5

Pengobatan Hepatitis C sedini mungkin sangatlah penting. Meskipun tubuh telah

melakukan perlawanan terhadap infeksi, tetapi hanya 20% yang berhasil,

pengobatan tetap diperlukan untuk mencegah Hepatitis C kronis dan membantu

mengurangi kemungkinan hati menjadi rusak. Senyawa-senyawa yang digunakan

dalam pengobatan Hepatitis C adalah:6

1. Interferon alfa

Adalah suatu protein yang dibuat secara alami oleh tubuh manusia untuk

meningkatkan sistem daya tahan tubuh/imunitas dan mengatur fungsi sel

lainnya. Obat yang direkomendasikan untuk penyakit Hepatitis C kronis adalah

dari inteferon alfa bisa dalam bentuk alami ataupun sintetisnya.

2. Pegylated interferon alfa

Dibuat dengan menggabungkan molekul yang larut air yang disebut

"polyethylene glycol (PEG)" dengan molekul interferon alfa. Modifikasi

interferon alfa ini lebih lama ada dalam tubuh, dan penelitian menunjukkan

lebih efektif dalam membuat respon bertahan terhadap virus dari pasien

Hepatitis C kronis dibandingkan interferon alfa biasa. Ada dua macam

pegylated interferon alfa yang tersedia yaitu peginterferon alfa-2a dan

peginterferon alfa-2b.
26

Meskipun kedua senyawa ini efektif dalam pengobatan Hepatitis C kronis, ada

perbedaan dalam ukurannya, tipe pegylasi, waktu paruh, rute penbersihan dari

tubuh dan dosis dari kedua pegylated interferon. Karena metode pegylasi dan

tipe molekul PEG yang digunakan dalam proses dapat mempengaruhi kerja

obat dan pembersihannya dalam tubuh.

Perbedaan besar antar dua pegylated interferon adalah dosisnya. Dosis dari

pegylated interferon alfa-2a adalah sama untuk semua pasien, tidak

mempertimbangkan berat dan ukuran pasien. Sedangkan dosis pegylated

interferon alfa-2b disesuaikan dengan berat tubuh pasien secara individu.

3. Ribavirin

Adalah obat anti virus yang digunakan bersama interferon alfa untuk

pengobatan Hepatitis C kronis. Ribavirin kalau dipakai tunggal tidak efektif

melawan virus Hepatitis C, tetapi dengan kombinasi interferon alfa, lebih

efektif daripada inteferon alfa sendiri.

Efek samping penggunaan interferon adalah demam dan gejala-gejala

menyerupai flu (nyeri otot, malaise, tidak napsu makan dan sejenisnya),

depresi dan gangguan emosi, kerontokan rambut lebih dari normal, depresi

sumsum tulang, hiperuresemia, kadang-kadang timbul tiroiditis. Ribavirin

dapat menyebabkan penurunan Hb. Untuk mengatasi efek samping tersebut,

pemantauan pasien mutlak perlu dilakukan.

Secara klinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan parenkim paru

distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan

alveoli serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas
27

setempat. Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme seperti

bakteri, virus, jamur, dan protozoa. Pneumonia komunitas yang diderita oleh

masyarakat luar negeri banyak disebabkan gram positif, sedangkan pneumonia

rumah sakit banyak disebabkan gram negatif. Dari laporan beberapa kota di

Indonesia ditemukan dari pemeriksaan dahak adalah bakteri gram negatif.7

Gejala khas dari pneumonia adalah demam, menggigil, berkeringat, batuk (baik

non produktif atau produktif atau menghasilkan sputum berlendir, purulen, atau

bercak darah), sakit dada karena pleuritis dan sesak. Gejala umum lainnya adalah

pasien lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri

dada. Pemeriksaan fisik didapatkan retraksi atau penarikan dinding dada bagian

bawah saat pernafas, takipneu, kenaikan atau penurunan taktil fremitus, perkusi

redup sampai pekak menggambarkan konsolidasi atau terdapat cairan pleura,

ronki, suara pernafasan bronchial, dan friction rub.8

Diagnosis pneumonia didasarkan kepada riwayat penyakit yang lengkap,

pemeriksaan fisik yang teliti dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis pasti

pneumonia ditegakkan jika pada foto toraks terdapat infiltrat baru atau infiltrat

progresif ditambah dengan 2 atau lebih gejala. 9

Hasil anamnesis yang didapatkan pada pasien ini, yaitu adanya batuk dengan

sekret purulen sejak 2 hari SMRS. Pasien juga mengeluh sempat mengalami

demam sejak 1 hari yang lalu namun pasien tidak mengukur temperaturnya. Tidak

ada anggota keluarga pasien yang mengalami keluhan sama dengan pasien.

Riwayat asma, diabetes mellitus, penyakit jantung, rhinitis alergi, alergi makanan

dan obat-obatan dalam keluarga disangkal.


28

Pemeriksaan menggunakan foto thoraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan

penunjang utama (gold standard) untuk menegakkan diagnosis pneumonia.9

Penatalaksanaan yang diberikan dapat berupa pemberian Levofloxacin 750 mg

tiap 24 jam intravena dan N-acetylsistein 200mg tiap 8 jam per oral.

Infeksi saluran kemih dibedakan menjadi infeksi saluran kemih bagian bawah dan

infeksi saluran kemih bagian atas. Menurut gejala infeksi saluran kemih bagian

bawah yaitu disuria, polakisuria atau frekuensi urgensi, stranguria, nyeri

suprasimfisis dan enesmus, dan enuresis nokturnal. Gejala infeksi saluran kemih

bagian atas dapat berupa demam, menggigil, nyeri pinggang, nyeri kolik, mual,

muntah, nyeri ketok sudut kostovertebrata, dan hematuria. Selain itu juga

ditemukan manifestasi tidak khas infeksi saluran kemih yang berupa nyeri

abdomen, nyeri kepala, nyeri punggung, dan diare.10

Diagnosis pada infeksi saluran kemih dapat dilakukan dengan cara :11

1. Pemeriksaan urinalisis

Dapat ditemukan leukosuria atau piuria yang merupakan salah satu petunjuk

penting terhadap dugaan adalah infeksi saluran kemih. Leukosuria dinyatakan

positif bilamana terdapat lebih dari 5 leukosit/lapang padang besar (LPB)

sedimen air kemih. Adanya leukosit silinder pada sedimen air kemih

menunjukkan adanya keterlibatan ginjal. Namun adanya leukosuria tidak selalu

menyatakan adanya infeksi saluran kemih karena dapat pula dijumpai pada

inflamasi tanpa infeksi. Lalu juga dapat ditemukan hematuria yang dipakai

oleh beberapa peneliti sebagai petunjuk adanya infeksi saluran kemih yaitu

bilamana dijumpai 5–10 eritrosit/LPB sedimen air kemih. Hematuria dapat


29

pula disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik berupa kerusakan

glomerulus ataupun oleh sebab lain misalnya urolitiasis, tumor ginjal, atau

nekrosis papilaris.

2. Bakteriologis

a. Mikroskopis

Pada pemeriksaan mikroskopis dapat digunakan air kemih segar tanpa

disentrifuse atau pewarnaan Gram. Bakteri dinyatakan positif bermakna

bilamana dijumpai satu bakteri lapangan pandang minyak emersi.

b. Biakan bakteri

Pemeriksaan biakan bakteri contoh air kemih dimaksudkan untuk

memastikan diagnosis infeksi saluran kemih yaitu bila ditemukan bakteri

dalam jumlah bermakna = 105 organisme patogen/mL urin pada 2 contoh

urin berurutan.

3. Tes kimiawi

Tes kimiawi dapat dipakai untuk penyaring adanya bakteriuria, diantaranya

yang paling sering dipakai adalah tes reduksi griess nitrate. Dasarnya adalah

sebagian besar mikroba kecuali enterokoki, mereduksi nitrat bila dijumpai

lebih dari 100.000-1.000.000 bakteri. Konversi ini dapat dilihat dengan

perubahan warna pada uji carik.

4. Tes plat-celup (dip-slide)

Pabrik mengeluarkan biakan buatan yang berupa lempeng plastik bertangkai

dimana pada kedua sisi permukaannya dilapisi perbenihan padat khusus.

Lempeng tersebut dicelupkan ke dalam air kemih pasien atau dengan digenangi
30

air kemih setelah itu lempeng dimasukkan kembali ke dalam tabung plastik

tempat penyimpanan semula, lalu dilakukan pengeraman semalam pada suhu

37oC. Penentuan jumlah kuman/mL dilakukan dengan membandingkan pola

pertumbuhan pada lempeng perbenihan dengan serangkaian gambar yang

memperlihatkan kepadatan koloni yang sesuai dengan jumlah kuman antara

1000 dan 100.000 dalam tiap mL air kemih yang diperiksa. Cara ini mudah

dilakukan, murah dan cukup akurat. Keterangannya adalah jenis kuman dan

kepekaannya tidak dapat diketahui walaupun demikian plat celup ini dapat

dikirim ke laboratorium yang mempunyai fasilitas pembiakan dan tes kepekaan

yang diperlukan.

Tatalaksana ISK dapat diberikan dengan penanganan kausatif dan simtomatik.

Beberapa antibiotik yang direkomendasikan sebegai berikut:12


31

BAB 4

PENUTUP

Dilaporkan seorang perempuan berusia 59 tahun yang dirawat di ruang Penyakit

Dalam wanita RSUD Ulin Banjarmasin sejak tanggal 9 maret 2021 dengan

diagnosis dengan anemia aplastik, pneumonia, hepatitis c dan infeksi salauran

kemih yang ditegakkan berdasarkan anamnesis, hasil pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang. Pasien diterapi berdasarkan penatalaksanaan anemia

aplastik, hepatits c, pneumonia dan infeksi saluran kemih. Monitoring keadaan

umum dan tanda vital diperlukan untuk menilai perbaikan kondisi pasien. Pada

tanggal 19 maret 2021, pasien diperbolehkan pulang dan melanjutkan pengobatan

di poli penyakit dalam RSUD Ulin Banjarmasin.


32

DAFTAR PUSTAKA

1. Pratiwi NM, Tediantini PN. Anemia Aplastik. Bagian ilmu penyakit dalam
RSUP FK Universitas Udayana. 2016.
2. Widjanarko, A. Anemia Aplastik. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid III Edisi IV. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.2014: 637-43.
3. Montane E, Luisa I, Vidal X, Ballarin E, Puig R, Garcia N, Laporte JR,
CGSAAA: Epidemiology of aplastic anemia: a prospective multicenter
study. Haematologica. 2018; 98:518-23
4. Sanityoso, A. Hepatitis Virus Akut. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I
Edisi V. Jakarta. Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2009.
5. Dienstag J.L., Isselbacher K.J.,Acute Viral Hepatitis. In: Eugene
Braunwauld et al. Harrison’s Principles of Internal Medicine, 17th
Edition,McGraw Hill. 2017.
6. Wahyudi H. Hepatitis. Bagian ilmi peyakit dalam FK UNUD. 2017.
7. Stephen O, Sain M, Maduh UJ, Jeong DU. An Efficient Deep Learning
Approach to Pneumonia Classification in Healthcare. Hindawi. 2019;
9(1):1-7.
8. Mani CS. Acute pneumonia and its complications. PPPID. 2018; 4:238-249.
9. Prina E, Ceccato A, Torres A. New aspects in the management of
pneumonia. Crit care. 2016;20:267.
10. Gupta K, Grigoryan L, Trautner B. Urinary tract infection. ACP.
2017;167(7):49-64.
11. Finucane TE. “Urinary Tract Infection”—Requiem for a Heavyweight.
AGS. 2017;65(8)1650-5.
12. McLellan LK, Hunstad D. Urinary Tract Infection: Pathogenesis and
Outlook. CellPress. 2016;22(11):946-57.
33

Anda mungkin juga menyukai