Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN KASUS

DOKTER INTERNSHIP

APENDISITIS AKUT

Disusun Oleh:
dr. Christine Hutapea
RSUD MANDAU

Dokter Pendamping:
dr. Safridawati

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KECAMATAN MANDAU


PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
2022

1
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………………... 3

BAB II STATUS PASIEN


2.1 Status Pasien…………………………………………………………………….... 4
2.3 Resume…………………………………………………………………………… 5
2.4 Diagnosis………………………………………………………………………..... 6
2.5 Penatalaksanaan…………………………………………………………………... 6
2.6 Prognosis………………………………………………………………………...... 6

BAB III TINJAUAN PUSTAKA


3.1 Definisi……………………………………………………………………………. 7
3.2 Epidemiologi……………………………………………………………………… 7
3.3 Patofisiologi………………………………………………………………………. 8
3.4 Diagnosis…………………………………………………………………………. 9
3.5 Penatalaksanaan…………………………………………………………………... 12
3.6 Komplikasi dan Prognosis………………………………………………………… 12

2
BAB I
PENDAHULUAN

Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab
abdomen akut yang paling sering. 1 Apendiks disebut juga umbai cacing. Istilah usus buntu yang selama
ini dikenal dan digunakan di masyarakat kurang tepat, karena yang selama ini dikatakan merupakan usus
buntu sebenarnya adalah sekum. Sampai saat ini belum diketahui secara pasti apa fungsi apendiks
2,3
sebenarnya. Namun demikian, organ ini sering sekali menimbulkan masalah kesehatan. Apendisitis
dapat terjadi karena beberapa alasan, seperti infeksi pada apendiks, tetapi faktor yang paling penting adalah
obstruksi lumen appendiks. Jika tidak diobati, apendisitis memiliki potensi komplikasi berat, termasuk
perforasi atau sepsis, dan bahkan dapat menyebabkan kematian. Namun, diagnosis apendisitis seringkali
menjadi tantangan klinis karena usus buntu bisa meniru beberapa kondisi penyakit di perut. 4Apendisistis
adalah salah satu kasus kegawatdaruratan di bagian bedah umum, Insiden apendisitis lebih rendah dalam
budaya dengan asupan tinggi serat makanan. Serat pangan diperkirakan akan menurunkan viskositas
kotoran, menurunkan usus waktu transit, dan mencegah pembentukan fecaliths, yang dapat
1,5
mempengaruhi individu untuk menjadi penghalang lumen appendix. Angka kejadian apendisitis laki-
laki dan wanita 3: 1. Sekitar 70% kasus apendisitis terjadi pada usia dibawah 30 tahun khususnya terbanyak
pada usia 15-30 tahun. Pada tahun 2015 di RSUP Prof. Dr. R.D Kandou Manado, kasus apendisitis akut
sebesar 63%, sedangkan apendisitis kronik sebesar 6%. Komplikasi apendisitis perforasi sebesar 30% dan
1% dengan periapendikuler infiltrat. 6 Oleh karena itu, perlu mengenali dan mendiagnosis apendisitis akut
secara tepat agar bisa segera ditatalaksana sehingga mencegah komplikasinya.

3
BAB II
STATUS PASIEN

2.1 Status Pasien


Data Pasien: Nama: OT (Laki-laki), 16th Nomor RM: 045855
Data utama untuk bahan diskusi
1. Diagnosis/Gambaran Klinis
Pasien datang bersama ibunya dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak 3 hari sebelum ke
IGD, namun sesaat sebelum ke IGD nyerinya menjalar ke perut tengah dan bertambah sakit.
Nyerinya hilang timbul. Pasien juga mengeluhkan sudah demam naik turun kurang lebih 2 hari.
Mual (+), Muntah (+)
2. Riwayat Penyakit Terdahulu: -
3. Riwayat Penyakit Keluarga: -
4. Riwayat Pekerjaan dan Pendidikan:
Pasien bekerja sebagai buruh. Pendidikan terakhir pasien adalah SMP. Biaya pengobatan
ditanggung BPJS
5. Pemeriksaan Fisik:
a. Keadaan Umum: Sakit Sedang
b. Kesadaran: E4M6V5
c. Tanda Vital:
 Tekanan Darah: 110/80 mmHg
 Nadi: 80x/i
 Respirasi: 20x/i
 Suhu: 39,2C
d. Kepala: Normocephali
e. Mata: Konjungtiva palpepra anemis (-/-), sclera ikterik (-)
f. Leher: KGB dan tiroid tidak membesar
g. Thorax: retraksi (-), simetris kanan-kiri
h. Paru:
Inspeksi: Pengembangan dinding simetris
Palpasi: fremitus teraba kanan-kiri sama
Perkusi: sonor/sonor
Auskultasi: vesikuler (+/+), rhonki (-/-)

4
i. Jantung:
Inspeksi: IC tidak tampak
Palpasi: IC tidak kuat angkat
Perkusi: batas jantung kesan tidak melebar
Aukultasi: Bunyi jantung I dan II regular
j. Abdomen:
Inpeksi: Tampak simetris seluruh lapang dinding perut
Auskultasi: Bising usus (+)
Perkusi: timpani (+)
Palpasi: supel, nyeri tekan pada titik Mc.Burney dan Rovsing Sign
Psoas Sign (+) dan Obturatur Sign (+)
k. Ekstremitas: akral hangat, edema (-), capillary refill <2”

6. Pemeriksaan Penunjang:
a. Laboratorium:
Darah Rutin
Hemoglobin: 14,6g/dL (N: 14,0-17,4)
Leukosit: 18.970/uL (N: 4.000-11.000)
Trombosit: 329.000/uL (N: 150.000-450.000)
Glukosa Sewaktu: 121 mg/dL
Elektrolit
Natrium: 136 mmol/L (N: 135-148)
Kalium: 3,5 mmol/L (N: 3,5-5,3)
Clorida: 101 mmol/L (N98-107)

2.2 Resume

 Anamnesis
Pasien datang bersama ibunya dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak 3 hari sebelum ke
IGD, namun sesaat sebelum ke IGD nyerinya menjalar ke perut tengah dan bertambah sakit.
Nyerinya hilang timbul. Pasien juga mengeluhkan sudah demam naik turun kurang lebih 2 hari.
Mual (+), Muntah (+)
Riwayat Penyakit Dahulu: tidak ada

5
 Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum: Lemas
Kesadaran: E4M6V5
Tekanan Darah: 110/80 mmHg

 Pemeriksaan Penunjang
Leukosit: 18.970 u/dL

2.3 Diagnosis

Apendisitis Akut

2.4 Penatalaksanaan

 Tatalaksana Awal
- IVFD NaCL 0,9%
- Inj. Ranitidine
- Inj. Ondancentrone
- Paracetamol Infus
 Visit dan konsul PPDS Bedah dr. Tanis/dr. Rinaldi, Sp.B
- Rawat inap
- Appendoctomy Cito
- RL/Asering 20 tpm
- Inj. Ceftriaxone 2x1gr
- Inj. Ranitidine 2x1 amp
- Cek PT/APTT Cito

2.5 Prognosis

Dubia ad bonam

6
BAB III
Tinjauan Pustaka

3.1 Definisi
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab
abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun
perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia antara 10-30 tahun.

Apendiks vermiformis berada di regio iliaca dextra dengan pangkal yang diproyeksikan ke
dinding anterior abdomen di titik sepertiga bawah yang menghubungkan umbilicus dengan spina
iliaca anterior superior (McBurney). Bagian bawah apendiks mudah ditemukan, yaitu dengan
mencari taenia coli caecum, lalu ikuti sampai ke apendiks vermiformis, tempat menyatunya taenia
coli membentuk tunica muscularis longitudinal yang lengkap. 8 Gambar dari titik McBurney dapat
dilihat pada gambar 2.1 berikut:

Gambar 2.1 titik Mc.Burney

3.2 Epidemiologi

Di Amerika Serikat, 250.000 kasus apendisitis dilaporkan setiap tahun, mewakili 1


juta pasien-hari masuk. Kejadian tahunan saat ini adalah 10 kasus per100.000 penduduk.
Apendisitis terjadi pada 7% dari populasi Amerika Serikat, dengan kejadian 1,1 kasus per
1000 orang per tahun. Beberapa kecenderungan keluarga ada. Perbandingan kasus laki-laki
dan perempuan 3: 2. Sekitar 70% kasus apendisitis terjadi pada usia dibawah 30 tahun
khususnya terbanyak pada usia 15-30 tahun. Resiko terjadi angka kekambuhan pada laki-

7
laki 8,6% dan perempuan 6,7% di USA. Di USA, 7-9% dari penduduknya menderita
apendisitis akut dan memerlukan intervensi bedah4. Dari hasil Survey yang dilakukan
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di indonesia, apendisitis akut merupakan salah satu
penyebab dari akut abdomen dan beberapa indikasi untuk dilakukan operasi
kegawatdaruratan abdomen. Insidens apendisitis di Indonesia menempati urutan tertinggi
di antara kasus kegawatan abdomen lainya yaitu 32 % dari jumlah populasi penduduk di
Indonesia. Pada tahun 2009 di RSUD Arifin Achmad tercatat jumlah pasien sebanyak 186
dan menempati urutan ke 4 seindonesia. Pada tahun 2011 paisen apendisitis mengalami
peningkatan sebanyak 283 orang dan menempati urutan ke 3.

3.3 Patofisiologi

Apendisitis dapat terjadi karena sumbatan lumen akibat hiperplasia folikel limfoid, massa feses,
benda asing, atau parasit, sehingga pengeluaran sekret mukus ke sekum menjadi tersumbat. Ketika terjadi
sumbatan, sel-sel epitel tetap mensekresikan mukus secara terus-menerus, yang mengakibatkan terjadinya
penurunan elastisitas dinding apendiks sehingga tekanan intralumen meningkat dan menghambat aliran
limfe. Hambatan pada aliran limfe dapat menimbulkan edema, infeksi dan ulserasi mukosa, menyebar
hingga lapisan submukosa, muskular dan serosa. Pada waktu yang sama bakteri intestinal menyebabkan
terjadinya perekrutan sel darah putih dan pembentukan nanah, sehingga mengakibatkan peingkatan
tekanan intraluminal menjadi lebih tinggi5. Tekanan intraluminal yang tinggi mengakibatkan terjadinya
oklusi artei terminalis apendikularis dan obstruksi dari aliran vena apendiks. Keadaan ini menyebabkan
dinding apendiks mengalami iskemia dan infark, yang selanjutnya mengakibatkan hilangnya integritas
epitel sehingga memudahkan invasi bakteri pada dinding apendiks. Setelah beberapa jam keadaan dapat
memburuk dengan terjadinya apendisitis perforasi atau gangren, jika terus berlanjut dapat terjadi abses
4,5
periapendikular atau peritonitis. Saat terjadi radang, tubuh akan mengompensasi dengan menutup
apendiks menggunakan omentum, usus halus, atau adneksa, membentuk massa periapendikuler dan
terdapaat nekrosis jaringan berupa abses yang dapat menjadi perforasi di dalamnya. Jika abses tidak
terbentuk, apendisitis akan sembuh dengan massa periapendikuler yang menjadi tenang dan menguraikan
1
diri secara lambat. Pada orang dewasa omentum memiliki ukuran yang cukup besar sehingga dapat
mencegah pus masuk ke rongga peritonium. Sedangkan pada anak-anak omentum belum tumbuh dengan
sempurna, sehingga pus dapat masuk ke ruang peritonium. 3,5Penyembuhan pada apendisitis tidak dapat
sempurna karena telah terbentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan
sekitarnya. Sehingga dapat timbul keluhan berulang pada perut kanan bawah. Jika terjadi peradangan
kembali pada organ ini maka disebut dengan eksaserbasi akut1

8
3.4 Diagnosis

Penegakan diagnosis apendisitis pada anak dengan ditemukannya riwayat nyeri perut kanan bawah
yang menetap disertai demam, mual dan muntah serta dari pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda
peritonitis abdomen kanan bawah dan nyeri tekan daerah lingkar rektum arah jam 12 pada colok dubur6

a. Anamnesis

Pada anamnesis ditemukan gejala awal berupa nyeri abdomen di epigastrium pada area umbilikal yang
dalam beberapa jam menjalar ke daerah perut kanan bawah. Yang bisa disertai oleh gejala mual muntah,
dan penurunan nafsu makan dan kadang dan kadang juga di sertai oleh demam dimana suhunya kisaran
37,5-38,5, jika didapatkan suhu lebih tinggi bisa kemungkinan perforasi.

b. Pemeriksaan fisik

1. tanda-tanda vital

Ditemukan peningkatan suhu tubuh, yaitu sekitar 37,5-38,5 o C dan sering ditemukan takikardi. 1,2

2. inspeksi

Tidak didapatkan tanda yang spesifik. Pada pasien yang telah mengalami perforasi dapat timbul
kembung pada perut, serta tampat adanya penonjolan pada perut kuadran kanan bawah jika terdapat massa
atau abses periapendikuler. 1Pasien anak dengan apendisitis datang dengan membungkun ke depan dengan
sedikit pincang, gerakat terbatas dan perlahan, datang dengan memegang perut kuadran kanan bawah dan
biasanya enggan naik ke meja periksa. 4Saat batuk, pasien mengeluhkan terjadinya peningkatan rasa nyeri,
sehingga bisa juga pasien dimunta untuk batuk dan melokalisir nyeri.

3. palpasi

Dapat ditemukan defans muskular, nyeri tekan dan nyeri lepas pada perut kuadran kanan bawah.
Kunci diagnosis penyakit apendisitis adalah dengan ditemukannya nyeri tekan pada pasien. Pasien
merasakan nyeri pada perut kanan bawah, saat diberikan penekanan pada perut kiri bawah, yang disebut
sebagai tanda Rovsing (Rovsing sign). Ketika penekanan dilepaskan secara tiba-tiba, pasien akan
merasakan nyeri pada perut bagian bawah kanan, yang disebut sebagai tanda Blumberg (Blumberg sign).
Pada auskultasi terdengar suara usus yang normal, namun dapat ditemukan suara usus menghilang akibad
sari ileus paralitik pada peritonitis generalisata karena telah terjadi perforasi. 1,2 Adapun pemeriksaan nyeri
tekan, nyeri lepas, tanda Rovsing dan Blumberg.

9
4. perkusi

Terdapat nyeri ketok pekak hati (jika terjadi peritonitis pekak hati ini hilang karena bocoran usus
maka udara bocor

5. Aukultasi

Sering normal peristaltic dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata akibat
apendisitis perforata pada keadaan lanjutbising usus tidak ada (karena peritonitis)1

6. pemeriksaan colok dubur

Ditemukan rasa nyeri pada jam 9 atau 11 jika apendiks telah mengalami peradangan. Pemeriksaan
ini diperlukan untuk menentukan letak apendiks, yaitu positif pada apendiks di rongga pelvis3

7. pemeriksaan uji psoas dan uji obturator

Untuk mengetahui letak apendiks yang mengalami peradangan. Pemeriksaan uji psoas dilakukan
dengan menghiperektensikan sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan kemudian paha
kanan ditahan, hal ini dilakuakan untuk merangsang otot psoas. Jika ditemukan adanya rasa nyeri berarti
apendiks berada menempel pada otot psoas mayor. Pemeriksaan uji obturator dilakukan dengan melakukan
gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Jika pasien mengeluhkan rasa nyeri
berarti apendiks menempel pada obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil 3,4.

8. Alvarado atau skor MANTRELS

Skor MANTRELS adalah sebuah tes sederhana yang digunakan untuk mendiagnosis apendisitis.
Dua dari penelitian tentang skor MANTRELS pada anak ditemukan pada skor >7 didapatkan sensitivitas
88-90% dan spesifisitas 72-81% untuk kasus apendisitis. Tiga penelitian yang lain menemukan pada skor
>7 didapatkan sensitif 76-90% dan spesifisitas 50-81%. Berdasarkan 5 penelitian ini didapatkan
kesimpulan bahwa MANTRELS tidak akurat untuk membedakan anak yang mengalami apendisitis dengan
yang tidak mengalami apendisitis. Adapun tabel Alvarado atau mantrels sbb:

10
c. Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium

Penegakan diagnosis apendisitis dapat dibantu dengan pemeriksaan laboratorium, tetapi


pemeriksaan ini bukan untuk diagnosis pasti. Pada apendisitis dapat terjadi peningkatan leukosit (10.000-
18.000/mm 3 ) pada pemeriksaan darah rutin, yaitu pada 70-90% kejadian, tapi leukosit dapat juga
meningkat pada kasus lainnya. Jika didapatkan jumlah leukosit melebihi 20.000/mm 3 , dicurigai telah
terjadi apendisitis perforasi. Pada pemeriksaan urinalisa dapat menilai adanya kemungkinan infeksi saluran
kemih dan batu. C-reaktive protein (CRP) merupakan mediator nonspesifik. Pemeriksaan ini memiliki
sensitivitas sebesar 43-92% dan spesifisitas sebesar 33-95% untuk apendisitis anak dengan nyeri abdomen
akut. 1,4,5

2. Pemeriksaan histopatologi

Gambaran pada pemeriksaan histopatologi berhubungan dengan patofisiologi apendisitis. Proses


peradangan pada apendiks akan tampak pada lapisan mukosa yang berlanjut hingga ke seluruh lapisan
dinding, terbentuk nanah dan pada akhirnya dapat terjadi perforasi. Pemeriksaan histopatologi merupakan
gold standar dalam menegakkan diagnosis apendisitis. 1,4

3. Pemeriksaan Rontgen foto polos abdomen

Pada pemeriksaan rontgen abdomen, jarang dapat membantu dalam menegakkan diagnosis dari
apendisitis, karena sering ditemukan gambaran radiologis yang normal. Tanda-tanda apendisitis pada
rontgen abdomen antara lain adalah gambaran psoas line kanan yang kabur, air-fluid level pada perut
5,6
kuadran kanan bawah dan tampak gambaran udara pada apendiks. Namun pada appendicitis akut yang
terjadi lambat dan telah terjadi komplikasi (misalnya peritonitis) tampak:

- scoliosis ke kanan

- psoas shadow tak tampak

11
- bayangan gas usus kananbawah tak tampak

- garis retroperitoneal fat sisi kanan tubuh tak tampak

- 5% dari penderita menunjukkan fecalith radio-opak

- Appendicogram hasil positif bila : non filling partial filling mouse tail cut off

Pemeriksaan barium enema kontras ganda berfungsi untuk melihat adanya komplikasi pada apendisitis
terhadapr organ yang berada di sekitarnya, seperti pada apendisitis perforasi 6

4. Ultrasonografi dan Computed Tomography Scanning

Pemeriksaan ultrasonografi (USG) dapat membantu dalam mengevaluasi apendisitis pada anak, dengan
keuntungan non invasif, radiasi minimal, tidak menggunakan kontras dan nyeri minimal. Selain itu USG
juga dapat melihat kelinan lain, seperti abses tuba dan ovarium, kista ovarium dan adenitis mesenterika.
Adapun kelemahan dari USG adalah operator dependent, yaitu tergantung dari pengalaman dan keahlian
operator. Tanda-tanda yang dapat dijumpai pada USG adalah dilatasi apendiks, pada perforasi ditemukan
formasi abses, ditemukan cairan di lumen apendiks dan didapatkan diameter tranversum apendiks >6mm.
Pada pemeriksaan Computed Tomography Scanning (CT-Scan) dapat ditemukan adanya pelebaran dan
penebalan dinding apendiks dengan jaringan sekitar yang melekat. 4,5

3.5 Penatalaksanaan

Tindakan yang dapat dilakukan dalam penatalaksanaan apendisitis dapat berupa konservatif dan
perforasi. Pada kasus apendisitis dengan diagnosis yang sudah jelas dapat dilakukan tindakan operatif
berupa apendektomi sebagai pilihan yang terbaik. Pada pasien dengan apendisitis perforasi, dilakukan
pergantian cairan dan elektrolit sebelum operasi dilakukan, serte diberikan antibiotik sistemik. Tindakan
konservatif hanya dilakukan ketika keadaan pasien tidak memungkinkan untuk dioperasi. Antibiotik dapat
diberikan dalam usaha untuk mencegah infeksi pada apendisitis perforasi. 1

Tindakan yang diberikan harus memperhatikan kondisi dan perjalanan penyakit pasien. Pada
apendisitis kronik dilakukan tindakan apendektomi elektif. Pada periapendikuler abses dilakukan tindakan
insisi dan drainase, sedangkan periapendikuler infiltrat dilakukan perawatan konservatif, medikamentosa
adekuat, hingga masa mengecil >3cm atau menghilang kemudian dilakukan apendektomi dengan insisi
paramedian3

3.6 Komplikasi dan Prognosis

12
Komplikasi

Periapendikular abses, periapendikular infiltrat dan ruptur atau perforasi apendiks dapat menjadi
komplikasi dari penyakit apendisitis. Abses yang terbentuk di apendiks dapat menyebabkan pecahnya
apendiks yang berisikan pus, disebut dengan perforasi. Perforasi bebas maupun perforasi mikro dapat
1,3,4
menyebabkan pus pada apendiks menyebar ke rongga perut sehingga timbul peritonitis. Komplikasi
dapat terjadi karena terlambat dilakukan penangan pada pasien apendisitis. Keterlambatan ini dapat
dipengaruhi oleh faktor penderita seperti kurang pengetahuan dan biaya, sedangkan faktor tenaga medis
adalah salah menegakkan diagnosa, terlambat diagnosa, terlambat merujuk dan terlambat penanganan.
Komplikasi pasca bedah dapat berupa infeksi, adhesi dan infertilitas pada perempuan yang perforasi6

Prognosis

Pada umumnya apendisitis memiliki prognosis yang baik, dengan angka kematian yang kurang dari 1%
dan meningkat menjadi 5% jika telah terjadi perforai dan dipengaruhi oleh umur pasien. Morbiditas berupa
infeksi pasca operasi dapat terjadi pada pasien, tetapi kejadian tersebut dapat dikurang dengan pemberian

antibiotik profilaksis pada pasien setelah tindakan pembedahan.6

13
Daftar Pustaka:
1. Addis DG, Shaffer N, Fowler BS,et al :The epidemiology of appendicitis and appendectomy in
United States. Am J Epidemiol 132:910,1990
2. Flum DR, Morris A, Koepsell T,et al: Has misdiagnosis of appendicitis decreased over time? A
population-based analysis. JAMA 286:1748,2001
3. De Jong,.W., Sjamsuhidajat, R., 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2
4. Riwanto I, Hidayat AH, Pieter J, Tjambolang T, Ahmadsyah I. Usus halus, apendiks, kolon, dan
anorektum. Dalam: Sjamsuhidajat R, Karnadihardja W, Prasetyono TOH, Rudiman R.Buku ajar
ilmu bedah. Ed3. Jakarta: EGC; 2010.755-62
5. Schwartz, Seymour. 2000. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Jakarta : Buku Kedokteran EGC
6. Karamanakos SN, Sdralis E, Panagiotopoulos S, Kehagias I. Laparoscopy in the emergency setting:
a retrospective review of 540 patients with acute abdominal pain. Surg Laparosc Endosc Percutan
Tech. 2010 Apr. 20(2):119-24. [Medline].

14

Anda mungkin juga menyukai