Anda di halaman 1dari 298

MASTER UKMPPD OPTIMA

D E R M AT O V E N E R O L O G I
DR. MARCELA YOLINA
Jakarta
Jl. Layur Kompleks Perhubungan VIII No.52 RT.001/007
Kel. Jati, Pulogadung, Jakarta Timur Tlp 021-22475872
WA. 081380385694/081314412212

Medan
Jl. Setiabudi Kompleks Setiabudi Square No. 15 Kel. Tanjung
Sari, Kec. Medan Selayang 20132
WA/Line 082122727364

w w w. o p t i m a p r e p . c o . i d
VEHIKULUM TOPIKAL
Vehikulum Topikal
• Obat topikal terdiri dari
vehikulum (bahan pembawa)
dan zat aktif.
• Secara umum, zat pembawa
dibagi atas 3 kelompok:
cairan, bedak, dan salep.
• Ketiga pembagian tersebut
merupakan bentuk dasar zat
pembawa yang disebut juga
sebagai bentuk monofase.
• Kombinasi bentuk monofase
ini berupa krim, pasta, bedak
kocok dan pasta pendingin.
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007. |
MDVI Vol.39. No.1. Tahun 2012: 25-35 | CDK-194/ vol. 39 no. 6, th. 2012
Cairan
• Sediaan cair yang mengandung bahan kimia terlarut (solut)
yang terlarut secara homogen dalam media pelarut
• Jika bahan pelarutnya murni air disebut sebagai solusio.
• Jika bahan pelarutnya alkohol, eter, atau kloroform disebut
tingtura (cth tingtura podofilin)
• Bahan aktif yang dipakai dalam kompres biasanya bersifat
astringen dan antimikroba.
• Cairan digunakan sebagai kompres dan antiseptik.
– Membersihkan kulit dari debris
– Perlunakan dan pecahnya vesikel, bula, pustula
– Keadaan yang basah menjadi kering
– Merangsang epitelisasi
Cairan sebagai Kompres
• Penggunaan kompres terutama kompres ter-
buka dilakukan pada:
– Dermatitis eksudatif; pada dermatitis akut atau
kronik yang mengalami eksaserbasi.
– Infeksi kulit akut dengan eritema yang mencolok
untuk vasokontriksi  mengurangi eritema
seperti eritema pada erisipelas.
– Ulkus yang kotor: ditujukan untuk mengangkat
pus atau krusta sehingga ulkus menjadi bersih.
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007. |
MDVI Vol.39. No.1. Tahun 2012: 25-35 | CDK-194/ vol. 39 no. 6, th. 2012
Bedak
• vehikulum solid/padat yang memiliki efek mendinginkan,
menyerap cairan serta mengurangi gesekan pada daerah
aplikasi
• Bedak memberikan efek sangat superfisial karena tidak
melekat erat sehingga hampir tidak mempunyai daya
penetrasi.
• Bedak dipakai pada daerah yang luas, pada daerah lipatan.
• Diberikan pada dermatosis yang kering dan superfisial
• Berguna untuk mempertahankan vesikel/bula agar tidak
pecah

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007. |
MDVI Vol.39. No.1. Tahun 2012: 25-35 | CDK-194/ vol. 39 no. 6, th. 2012
Salep
• Sediaan semisolid yang dapat digunakan pada kulit maupun
mukosa.
• Salep dipakai untuk dermatosis yang kering dan tebal (proses
kronik), termasuk likeni kasi, hiperkeratosis, dermatosis dengan
skuama berlapis, pada ulkus yang telah bersih.
• memiliki efek sebagai emolien, efek oklusi, dan mampu
bertahan pada permukaan kulit dalam waktu lama tanpa
mengering.
• Penetrasi paling kuat
• Salep tidak dipakai pada radang akut, terutama dermatosis
eksudatif karena tidak dapat melekat, juga pada daerah
berambut dan lipatan karena menyebabkan perlekatan.
Zat Pembawa Bifasik
• Krim
– Sediaan semisolid yang mengandung satu atau lebih zat aktif yang
terdispersi dalam suatu medium pendispersi dan membentuk emulsi.
– Krim dapat dibagi menjadi krim oil-in-water dan krim water-in-oil.
– Krim water-in-oil mengandung air kurang dari 25 persen dengan minyak
sebagai medium pendispersi.
– Krim oil-in-water mengandung air lebih dari 31 persen. Bentuk yang paling
sering dipilih dalam dermatoterapi.
– Sediaan ini dapat dengan mudah diaplikasikan pada kulit, mudah dicuci,
kurang berminyak, dan relatif lebih mudah dibersihkan bila mengenai
pakaian.
– Krim dipakai pada lesi kering dan superfisial, lesi pada rambut, daerah
intertriginosa. Bisa dipakai untuk lesi yang luas
– Kontaindikasi: dermatitis madidans
Zat Pembawa Bifasik
• Pasta (campuran bedak & vaselin)
– merupakan salep (misal vaselin) yang ke dalamnya ditambahkan bedak dalam
jumlah yang relatif besar, hingga mencapai 50 persen berat campuran
– Kandungan bedak yang ditambahkan ke dalamnya dapat berupa seng oksida,
kanji, kalsium karbonat, dan talk.
– Seperti halnya salep, pasta dapat membentuk lapisan penutup/film di atas
permukaan kulit, yang impermeabel terhadap air sehingga dapat berfungsi
sebagai protektan pada daerah popok.
– Pasta relatif kurang berminyak dibandingkan salep
– Efek pasta lebih melekat dibandingkan salep, mempunyai daya penetrasi dan
daya maserasi lebih rendah dari salep.
– Pasta digunakan untuk lesi akut dan superfisial
– Dermatosis yang agak basah (bersifat mengeringkan)
– Kontraindikasi: dermatitis madidans, daerah berambut, tidak dianjurkan pada
daerah lipatan
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007. |
MDVI Vol.39. No.1. Tahun 2012: 25-35 | CDK-194/ vol. 39 no. 6, th. 2012
Zat Pembawa Bifasik
• Suspensi atau losio
– Sistem berbentuk cair yang komponennya terdiri atas dua fase zat (fase
eksternal/ kontinu dari suspensi, yang umumnya berbentuk cair atau
semisolid dan fase internal yang merupakan partikel yang tidak larut dalam
fase kontinu (dlm hal ini adalah zat aktif)) mengendap bila didiamkan
hrs dikocok terlebih dahulu
– Keuntungan: mudah diaplikasikan, tersebar merata, favorit pada anak.
– Penguapan air dlm sediaan punya efek mendinginkan.
– Dibandingkan salep, losio dapat menyebabkan kondisi kulit yang kering dan
abrasi pada kulit.
– Contoh suspensi adalah lotio faberi, lotio calamin, bedak kocok (biasanya
terdiri atas seng oksida, talk, kalamin, gliserol, alkohol, dan air serta
stabilizer)

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007. |
MDVI Vol.39. No.1. Tahun 2012: 25-35 | CDK-194/ vol. 39 no. 6, th. 2012
Vehikulum Lainnya
• Gel
– Sediaan semisolid yang mengandung molekul kecil maupun besar yang
terdispersi dalam cairan dengan penambahan suatu gelling agent.
– Bahan dasar tmsk bahan yang larut air (water soluble based) dan tidak
mengandung minyak.  sangat mudah dicuci, tidak mewarnai pakaian, tidak
memerlukan pengawet, dan kurang oklusif
– Konsentrasi pada permukaan kulit lebih tinggi dan membatasi penyerapan ke
dalam kulit, misalnya pada berbagai antifungal dan antibiotik topikal.
– sediaan gel memilliki keistimewaan mampu berpenetrasi lebih jauh dari krim,
Sangat baik dipakai untuk area berambut, Disukai secara kosmetika.
– Kekurangan: efek protektifnya yang rendah  bukan untuk emolien, dapat
menyebabkan kulit kering + panas bila kandungan alkoholnya tinggi.
• Linimen/ pasta pendingin (campuran cairan, bedak, salep)
– Sediaan ini telah jarang digunakan karena efeknya seperti krim.
Jenis Vehikulum Topikal
Vehikulum Keterangan

Solusio • membersihkan kulit yang sakit dari debris (pus, krusta dan
sebagainya) dan sisa-sisa obat topikal yang pernah dipakai
• tujuan pengobatan ialah keadaan yang membasah menjadi
kering, permukaan menjadi bersih
Bedak kocok (Losio) Untuk dermatosis yang kering, superfisial dan agak luas, serta
dermatosis pada keadaan sub akut
Bedak pemberian bedak ialah dermatosis yang kering dan superfisial,
mempertahankan vesikel atau bula agar tidak pecah

Salep/ointment dermatosis yang kering dan kronik, dermatosis yang dalam dan kronik
dan dermatosis yang bersisik dan berkrusta, dan ulkus bersih
Krim indikasi kosmetik (tidak lengket, mudah dicuci, mudah menyebar, dan
tidak mengotori baju), dermatosis yang subakut dan luas, dan boleh
digunakan di daerah yang berambut
INFEKSI
JAMUR
TINEA
MIKOSIS
Superficialis Inter- Profunda
Non
mediate
Dermatofitosis Subcutis Sistemik
Dermatofitosis

Tinea capitis Pitiriasis versikolor Kandidiasis Misetoma Aktinomikosis


Tinea barbae Piedra hitam Aspergillosis Kromomikosis Nokardiosis
Tinea corporis Piedra putih Sporotrikosis Histoplasmosis
( T. imbrikata & T. Tinea nigra Fikomikosis - Kriptokokosis
favosa ) palmaris subkutan Koksidioidomikosis
Tinea manum Otomikosis Rinosporodiosis Blastomikosis
Tinea pedis Fikomikosis -sistemik
Tinea kruris
Tinea unguium
M I KO S I S
PARAMETER TINEA PTYRIASIS VERSIKOLOR CANDIDIASIS

Mikroorganisme Trycophyton Sp., Epidermophyton Sp., Microsporum Sp. Malasezzia furfur Candida albicans
• Kulit (kutis)
• Lipatan kulit
Badan (T. Daerah sering terkena (intertriginosa)
Lokasi lesi Kepala (T. Kapitis) Kaki (T. Pedis)
Korporis) keringat • Perianal (Diaper’s Rash)
• Vulvovagina
• Mukosa oral
• Interdigitalis
• Gray patch • Terutama sela jari IV-
• Gatal (ektothrix) V • Kandidosis mukosa
• Lesi multipel
• Batas tegas • Black dot • Skuama, fisur, • Kandidosis kutis
• Batas tegas
• Polisiklik (endothrix) maserasi • Kandidosis sistemik
Bentuk lesi • Hipopigmentasi
• Pinggir aktif • Kerion (Bengkak, • Gatal menahun  • Reaksi id (kandidid)
sampai dengan
• Central pus + dari folikel, tidak gatal • Maserasi (+)
hiperpigmentasi
healing seperti sarang • Kronik
lebah) • Papuloskuamosa
• Hiperkeratotik
Meatball and spaghetti
Pemeriksaan KOH Hifa sejati dan arthrospora (hifa pendek dan spora Pseudohifa dan blastospora
bulat)
Lampu Wood Kuning kehijauan Kuning keemasan Fluoresensi (-)

Topical and/or systemic • Topikal :


• Hindari faktor penyebab
Topikal: alilamin topikal (terbinafin), azole topikal, salep 2-4, Ketokonazole salep
• Antifungal (Gentian violet,
Penatalaksanaan whitfield Sistemik: Terbinafin, Griseofulvin, golongan azole: • Sistemik:
Amfoterisin, Nistatin, Grup
ketoconazole, itraconazole Ketokonazole 1 x 200
–azole)
Sistemik : Bila topikal gagal, lesi berulang atau kronik mg 7-10 hari
Dermatofitosis
• Penyakit jamur di kulit
Hasil Lampu Wood
oleh jamur dermatofita
• 3 genus: WARNA ETIOLOGI

1. Microsporum Kuning Emas Tinea versicolor – M. furfur

2. Tricophyton Hijau Pucat Trichophyton schoenleini


Hijau Kekuningan Microsporum audouini or M.
3. Epidermophyton (terang) Canis
• Klasifikasi menurut Tosca - Biru Pseudomonas aeruginosa
lokasi: Pink – Coral Porphyria Cutanea Tarda
1. Tinea kapitis
Ash-Leaf-Shaped Tuberous Sclerosis
2. Tinea korporis
Putih Pucat Hypopigmentation
3. Tinea kruris
Coklat-Ungu Hyperpigmentation
4. Tinea pedis Putih terang, Depigmentation, Vitiligo
5. Tinea manum Putih Kebiruan
6. Tinea unguium Putih terang Albinism
Bluewhite Leprosy
7. Tinea imbrikata
Tinea Korporis
• Penyebab tersering: T. rubrum.
• Gejala : ruam yang gatal di badan,
ekstremitas atau wajah.
• Pemeriksaan fisik :
 Mengenai kulit berambut halus
 Keluhan gatal terutama bila
berkeringat
 Klinis tampak lesi berbatas tegas,
polisiklik, tepi aktif karena tanda
radang lebih jelas, dan polimorfi yang
terdiri atas eritema, skuama, dan
kadang papul dan vesikel di tepi,
normal di tengah (central healing)

PPK Perdoski 2017


Tinea Kruris
• Penyebab tersering: T. rubrum.
• Sedangkan untuk spesies lain yang juga sering
menjadi penyebab adalah
E.floccosum and T.interdigitale (dulu dikenal
sebagai T. mentagrophytes)
• Gejala : Ruam kemerahan yang gatal di paha
bagian atas dan inguinal.
• Pemeriksaan fisik :
Lesi serupa tinea korporis berupa plak anular
berbatas tegas dengan tepi meninggi yang
dapat pula disertai papul dan vesikel.
Predileksi: inguinal, dapat meluas ke
suprapubis, perineum, perianal dan bokong.
Sering disertai gatal dengan maserasi atau
infeksi sekunder
• Pemeriksaan KOH akan menunjukkan adanya
hifa yang bersegmentasi
PPK Perdoski 2017
Tinea Kapitis
• Kelainan pada kulit dan rambut kepala yang disebabkan oleh
dermatofit

• Bentuk klinis:
– Grey patch ringworm (biasanya disebabkan Microsporum)
• Papul merah yang melebar, membentuk bercak, pucat, bersisik.
Rambut menjadi abu-abu, tidak berkilat, mudah patah dan tercabut.
Lampu Wood: hijau kekuningan.
– Kerion (Microsporum atau Tricophyton)
• Reaksi peradangan berat pada tinea kapitis, pembengkakan
menyerupai sarang lebah dengan sebukan sel radang. Dapat
menimbulkan jaringan parut dan alopesia menetap. Fluoresensi (+/-)
– Black dot ringworm (biasanya disebabkan Tricophyton tonsurans
dan Trycophyton violaceum)
• Rambut yang terkena infeksi patah pada muara folikel, dan yang
tertinggal adalah ujung rambut yang penuh spora (black dot).
Fluoresensi (-)
– Favus (Trichophyton Schoenleinii)
• Bentuk yang berat dan kronis berupa plak eritematosa perifolikular
dengan skuama. Awalnya berbentuk papul kuning kemerahan yang
kemudian membentuk krusta tebal berwarna kekuningan (skutula).
Skutula dapat berkonfluens membentuk plak besar dengan mousy
odor. Plak dapat meluas dan meninggalkan area sentral yang atrofi dan
alopesia

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
3 Pola Invasi Rambut pada Tinea Kapitis
ECTOTHRIX ENDOTHRIX
• Outside of hair • Tanpa fluoresen • Inside of hair • Tanpa fluoresen
• Kerion – M. fulvum • Black dot, bald patch
• Grey patch – T. gourvillii
– M. Gypseum • Fluoresen abu
• Fluoresen kuningkehijauan – T. Soudanense
– T. Megninii kehijauan kusam
terang – T. tonsurans
– Microsporum – T. Mentagrophytes – Trichophyton
– T. Violaceum
audouinii – T. Rubrum schoenleinii
– T. Yaoundei
– M. canis – T. verrucosum
– M. Ferrugineum Anthropophilic
Tinea Pedis & Manuum
• Tinea pedis is most commonly caused by Trichophyton rubrum
• Commonly, tinea pedis patients describe pruritic, scaly soles and, often,
painful fissures between the toes. Less often, patients describe vesicular or
ulcerative lesions.
• Tinea manuum commonly occurs in association with tinea pedis and is
often unilateral ("two-feet, one hand syndrome”)
• Bentuk tinea pedis:
– Interdigital tinea pedis: the most
characteristic type of tinea pedis, with
erythema, maceration, fissuring, and
scaling, most often seen between the
fourth and fifth toes.
– Acute Ulcerative tinea pedis
– Vesiculobulous/Vesicular/inflammatory
tinea pedis
– Chronic hyperkeratotic
This image shows concomitant tinea pedis and tinea manuum,
also known as the "two feet, one hand" presentation.
Interdigital tinea pedis Hyperkeratotic (moccasin-type) tinea pedis

Vesicular/inflammatory tinea pedis Ulcerative tinea pedis


Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan sediaan langsung kerokan kulit atau kuku menggunakan mikroskop dan
KOH 20%: tampak hifa panjang dan atau artrospora.
• Pengambilan spesimen pada tinea kapitis dapat dilakukan dengan:
- Mencabut rambut.
- Menggunakan skalpel untuk mengambil rambut dan skuama.
- Menggunakan swab (untuk kerion) atau menggunakan cytobrush.
- Pengambilan sampel terbaik di bagian tepi lesi.
• Kultur terbaik dengan agar Sabouraud plus Kultur terbaik dengan agar Sabouraud plus
(Mycosel , Mycobiotic )  pada suhu 28C selama 1-4 minggu (bila dihubungkan
dengan pengobatan, kultur tidak harus selalu dikerjakan kecuali pada tinea unguium)
• Lampu Wood hanya berfluoresensi kuning kehijauan pada tinea kapitis yang
disebabkan oleh Microsposrum spp. (kecuali M.gypsium). Organisme endotriks tidak
menunjukkan fluoresensi.
• Pemeriksaan KOH tinea kapitis: rambut dicabut, ditambahkan larutan KOH 10-20%
dan dievaluasi dengan mikroskop:
– Ektotriks:arthroconidiakecil/besar membentuk lapisan di sekitar batang rambut, atau
– Endotriks: arthroconidia di dalam batang rambut.

PPK Perdoski 2017


Drug of Choice Dermatofita
DERMATOFITA DOC
Tinea Kapitis • Perlu terapi sistemik untuk mencapai folikel rambut
• Griseofulvin: DOC untuk spesies Microsporum maupun Trichophyton
• Terbinafin: DOC untuk spesies Trichophyton
• Griseofulvin merupakan DOC jika spesies penyebab tinea kapitis tidak
jelas

Tinea manum, Tinea • Terapi utama adalah topikal: topikal azole, alt. topikal azol
pedis • DOC sistemik: Terbinafin, itrakonazol, flukonazol
• Griseovulfin kurang efektif dan butuh waktu yang lebih panjang
Tinea barbae • Butuh terapi sistemik untuk mencapai folikel rambut
• DOC: griseovulfin/ Terbinafin selama 2-4 minggu; alternatif:
itrakonazol, flukonazol
Tinea facialis, Tinea • Mengenai struktur kulit superfisial  terapi topikal adalah yg utama
korporis, tinea • DOC sistemik: terbinafin, alternatif griseofulvin, itraconazole,
kruris ketoconazole
Tinea Unguium • Oral lebih baik dibanding topikal
• DOC: Terbinafin; alternatif itrakonazole
Tatalaksana Tinea Korporis dan Kruris
(PERDOSKI 2017)
• Topikal:
 Obat pilihan: golongan alilamin (krim terbinafin, butenafin) sekali
sehari selama 1-2 minggu.
• Alternatif:
 Golongan azol: misalnya, krim mikonazol, ketokonazol, klotrimazol
2 kali sehari selama 4-6 minggu.

• Sistemik  Diberikan bila lesi kronik, luas, atau sesuai indikasi. Obat
pilihan:
 Terbinafin oral 1x250 mg/hari (hingga klinis membaik dan hasil
pemeriksaan laboratorium negatif) selama 2 minggu.
• Alternatif: (urutan berdasarkan prioritas)
1. Griseofulvin oral 500 mg/hari atau 10-25 mg/kgBB/hari selama 2-4
minggu.
2. Ketokonazol 200 mg/hari
3. Itrakonazol 2x100 mg/hari selama 2 minggu.

PPK Perdoski 2017


Tatalaksana Tinea Kapitis (PERDOSKI 2017)
• Topikal: tidak disarankan bila hanya terapi topikal saja.
 Rambut dicuci dengan sampo antimikotik: selenium sulfida 1% dan 2,5% 2-4
kali/minggu atau sampo ketokonazol 2% 2 hari sekali selama 2-4 minggu
• Sistemik
 Spesies Microsporum
• DOC: griseofulvin fine particle/microsize 20-25 mg/kgBB/hari dan
ultramicrosize 10-15 mg/kgBB/hari selama 8 minggu.
• Alternatif:
• Itrakonazol 50-100 mg/hari atau 5 mg/kgBB/hari selama 6 minggu.
• Terbinafin 62,5 mg/hari untuk BB 10-20 kg, 125 mg untuk BB 20-40 kg
dan 250 mg/hari untuk BB >40 kg selama 4 minggu.
 Spesies Trichophyton:
• DOC: terbinafin 62,5 mg/hari untuk BB 10-20 kg, 125 mg untuk BB 20-40
kg dan 250 mg/hari untuk BB >40 kg selama 2-4 minggu
• Alternatif :
• Griseofulvin 8 minggu
• Itrakonazol 2 minggu
• Flukonazol 6 mg/kgBB/hari selama 3-4 minggu
PPK Perdoski 2017
Tatalaksana tinea pedis (PERDOSKI 2017)
• Topikal:
 DOC: golongan alilamin (krim terbinafin, butenafin) sekali
sehari selama 1-2 minggu.
 Alternatif:
• Golongan azol: misalnya, krim mikonazol, ketokonazol,
klotrimazol 2 kali sehari selama 4-6 minggu.
• Siklopiroksolamin (ciclopirox gel 0,77% atau krim 1%) 2
kali sehari selama 4 minggu untuk tinea pedis dan
tinea interdigitalis
• Sistemik:
DOC: terbinafin 250 mg/hari selama 2 minggu. Anak-anak
5 mg/kgBB/hari selama 2 minggu.
Alternatif: itrakonazol 2x100 mg/hari selama 3 minggu
atau 100 mg/hari selama 4 minggu
KANDIDIASIS KUTIS
Kandidiosis
• Candidiosis: penyakit yang disebabkan oleh genus candida
• Klasifikasi:
- Kandidiosis mukosa: kandidiosis oral, perleche, vulvovaginitis, balanitis,
mukokutan kronik, bronkopulmonar
- Kandidiosis kutis: lokalisata, generalisata, paronikia dan onikomikosis,
dan granulomatosa
- Kandidiosis sistemik: endokarditis, meningitis, pyelonefritis, septikemia
- Reaksi id (kandidid)/autoeczematization: reaksi akut generalisat pada
kulit akibat multifaktorial
• Faktor predisposisi
- Endogen: perubahan fisiologik (kehamilan, obesitas, iatrogenik, DM,
penyakit kronik), usia (orang tua dan bayi), imunologik
- Eksogen: iklim panas, kelembapan tinggi, kebiasaan berendam kaki, kontak
dengan penderita

Buku Ajar Kulit dan Kelamin FKUI 2015


Kandidiosis Kutis
• Bentuk klinis:
- Kandidiosis intertriginosa:
- Kandidiosis perianal
- Kandidiosis kutis generalisata
• Pemeriksaan diagnostik: KOH
(ditemukan sel ragi, blastospora, atau
hifa semu), kultur agar Saboraud
• Tatalaksana:
– Topikal
• Krim imidazol (mikonazol 2%, klotrimazol
1%) selama 14-28 hari (A,1)
• Bedak nistatin atau mikonazol selanjutnya
dapat untuk pencegahan.1
– Sistemik
• Flukonazol 50 mg/hari atau 150
mg/minggu.(A,1)
• Itrakonazol 100-200 mg/hari.(B,4)
Buku Ajar Kulit dan Kelamin FKUI 2015 | PPK Perdoski. 2017
Jenis Gambaran klinis Kandidiasis oral

Kandidiosis Plak putih pada lidah, palatum,


pseudomembranosa gusidapat diangkatsetelah
akut diangkat tampak dasar eritema

Kandidiosis Papilla lidah menipis tertutup oleh


eritematosa/ atrofik pseudomembran tipis pada
akut permukaan dorsal lidah dan dapat
disertai rasa panas atau nyeri.

Kandidiosis Plak putih atau translusen yang tidak


hiperplasia kronik dapat dilepaskan, biasanya di
mukosa bukal.
Denture related Mukosa palatum yang kontak dengan
stomatitis/ atrofik gigi tiruan tampak edematosa dan
kronik eritematosa, bersifat kronik, dan
dapat dijumpai keilitis angularis.

Kelitis Lesi berupa fissura dan eritema di


angularis/perlèche sudut mulut dan terasa perih

Sumber: Scully C. Mucosal candidiosis clinical presentation. Emedicine | PPK Perdoski. 2017
Prinsip tatalaksana Kandidiasis Oral
Gejala klinis DOC Keterangan

Ringan • Nistatin drops 7-14 hari Catatan:


- Dewasa: 4x400.000-600.000 U • Mild thrush –
- 1-12 bulan: 4x200.000 U Involves <50
- 1-18 tahun: sama dengan dewasa percent of the oral
• Nystatin lozenge 200,000 units to 400,000 units mucosa and
(one to two lozenges) four times per day for 7 absence of deep,
to 14 days. erosive lesions
• Clotrimazole 10 mg (one lozenge) five or six • Moderate/severe
times per day for 7 to 14 days. thrush – Involves
- Nystatin and clotrimazole lozenges are a ≥50 percent of the
choking hazard and should not be used in oral mucosa or
children younger than four years. deep, erosive
lesions
Sedang-berat Fluconazole oral 1x100-200mg/hari selama 7-14
hari
PITIRIASIS VERSICOLOR
Pitiriasis versikolor
• Penyakit jamur superfisial yang kronik
disebabkan Malassezia furfur

• Gejala
– Bercak berskuama halus yang berwarna putih sampai
coklat hitam, meliputi badan, ketiak, lipat paha, lengan,
tungkai atas, leher, muka, kulit kepala yang berambut
– Asimtomatik – gatal ringan, berfluoresensi

• Pemeriksaan
• Lampu Wood (kuning keemasan), KOH 20%
(hifa pendek, spora bulat:
meatball & spaghetti appearance)

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Tatalaksana Pitriasis Versikolor
PERDOSKI 2017
• Topikal
– Sampo ketokonazol 2% dioleskan pada daerah yang terinfeksi/seluruh badan, 5 menit
sebelum mandi, sekali/hari selama 3 hari berturut-turut.
– Sampo selenium sulfida 2,5% sekali/hari 15-20 menit selama 3 hari dan diulangi seminggu
kemudian. Terapi rumatan sekali setiap 3 bulan.
– Sampo zinc pyrithione 1% dioleskan di seluruh daerah yang terinfeksi/seluruh badan, 7-10
menit sebelum mandi, sekali/hari atau 3-4 kali seminggu.
– Khusus untuk daerah wajah dan genital digunakan vehikulum solutio atau golongan azol
topikal (krim mikonazol 2 kali/hari).
– Krim terbinafin 1% dioleskan pada daerah yang terinfeksi, 2 kali/hari selama 7 hari.
• Sistemik
Untuk lesi luas atau jika sulit disembuhkan dapat digunakan terapi sistemik
ketokonazol 200 mg/hari selama 10 hari.
• Alternatif:
– Itrakonazol 200 mg/hari selama 7 hari atau 100 mg/hari selama 2 minggu
– Flukonazol 400 mg dosis tunggal6,13,14 (B,1) atau 300 mg/minggu selama 2- 3 minggu.
INFEKSI
VIRUS
HERPES SIMPLEKS
Herpes Simpleks
• Infeksi, ditandai dengan adanya vesikel yang berkelompok di
atas kulit yang sembab dan eritematosa di daerah dekat
mukokutan

• Predileksi HSV tipe I di daerah pinggang ke atas, predileksi HSV


tipe II di daerah pinggang ke bawah terutama genital

• Gejala klinis:
– Infeksi primer: vesikel berkelompok di atas kulit yang sembab &
eritematosa, berisi cairan jernih yang kemudian seropurulen, dapat
menjadi krusta dan kadang mengalami ulserasi dangkal, tidak
terdapat indurasi, sering disertai gejala sistemik
– Fase laten: tidak ditemukan gejala klinis, HSV dapat ditemukan
dalam keadaan tidak aktif di ganglion dorsalis
– Infeksi rekuren: gejala lebih ringan dari infeksi primer, akibat HSV
yang sebelumnya tidak aktif mencpai kulit dan menimbulkan gejala
klinis
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2015.
Herpes Simpleks
• Pemeriksaan Tipe II
– Ditemukan pada sel dan
dibiak, antibodi, percobaan
Tzanck (ditemukan sel
datia berinti banyak dan
badan inklusi intranuklear, Tipe I
glass cell)
• Komplikasi
– Meningkatkan
morbiditas/mortalitas pada
janin dengan ibu herpes
genitalis
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2015.
Tzank Test

• Herpes simplex, varicella, herpes


zoster
– The typical features include
characteristic multinucleated
syncytial giant cells and
acantholytic cells. The cells appear
as if they have been inflated
("ballooning degeneration")
– Eosinophilic Intranuclear inclusion
bodies
• Terkadang tes ini disebut
Chikenpox skin test atau
herpes skin test karena sering
digunakan pada virus-virus
tersebut.
Multinucleate giant cells
Tzanck smear showing secondary acantholysis
in Herpes simplex. The yellow arrow points to
a single acantholytic cell; the red arrow
indicates a multinucleated giant cell. (Giemsa
stain, 10× )

Acantholysis is defined as the loss of coherence between epidermal cells due to the
breakdown of their intercellular bridges. The cells remain intact but are no longer
attached to each other; they tend to acquire the smallest possible surface area and
become rounded up, resulting in intra-epidermal clefts, vesicles and bullae.
High power view of secondary acantholysis in
Herpes simplex. Few Multinucleated giant
cells are also seen. (Giemsa stain, 40× )
Regimen terapi (PPK Perdoski)
Untuk yang baru pertama kali menderita
• Acyclovir 3x400 mg/hari selama 7-10 hari, ATAU
• Acyclovir 5x200 mg/hari selama 7-10 hari, ATAU
• Valacyclovir 2x1 gram/hari selama 7-10 hari, ATAU
• Famcyclovir 3x250 mg/hari selama 7-10 hari
• Kasus berat perlu rawat inap: asiklovir intravena 5 mg/kgBB tiap 8 jam
selama 7-10 hari

Untuk yang rekuren


• Acyclovir 3x400 mg/hari selama 5 hari, ATAU
• Acyclovir 5x200 mg/hari selama 5 hari, ATAU
• Acyclovir 3x800 mg/hari selama 2 hari, ATAU
• Valacyclovir 2x500 mg/hari selama 5 hari, ATAU
• Famcyclovir 2x125 mg/hari selama 5 hari, ATAU
VA R I C E L L A
& HERPES ZOSTER
Varicella (Chicken Pox)
• Infeksi akut oleh virus varicella zoster • Terapi Antivirus sistemik:
yang menyerang kulit dan mukosa – Antivirus dapat diberikan pada: anak,
• Transmisi secara aerogen dewasa, pasien yang tertular orang
• Gejala serumah, neonatus dari ibu yang menderita
varisela 2 hari sebelum sampai 4 hari
– Masa inkubasi 14-21 hari sesudah melahirkan.
– Gejala prodromal: demam subfebris, – Bermanfaat terutama bila diberikan <24
malaise, nyeri kepala jam setelah timbulnya erupsi kulit.
– Disusul erupsi berupa papul – Asiklovir: dosis bayi/anak 4x10-20 mg/kg
eritematosa  vesikel tetesan air (tear (maksimal 800 mg/hari) selama 7 hari,
drops)  pustul  krusta
dewasa: 5x800 mg/hari selama 7 hari5 (A,1),
– Predileksi: badan  menyebar secara atau
sentrifugal
– Valasiklovir: untuk dewasa 3x1 gram/hari
• Pemeriksaan selama 7 hari.
– Percobaan Tzanck ditemukan sel • Simtomatik: Antipiretik bila demam dan
• Terapi Topikal Antipruritus: antihistamin yang
– Lesi vesikular: diberi bedak agar vesikel mempunyai efek sedatif9
tidak pecah, dapat ditambahkan
mentol 2% atau antipruritus lain4
– Vesikel yang sudah pecah/krusta: salep
antibiotik

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Herpes zoster

Herpes Zoster Lesi Kulit pada Herpes Zoster


• Penemuan utama dari PF: • Pemeriksaan:
kemerahan yang terdistribusi • Identifikasi antigen/asam
unilateral sesuai dermatom nukleat dengan PCR
• Rash dapat berupa • Tzank Test
eritematosa, makulopapular,
vesikular, pustular, atau krusta
tergantung tahapan penyakit
• Komplikasi
– Neuralgia pasca herpes, herpes
zoster oftalmika, sindrom
Ramsay-Hunt

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Tatalaksana
 Terapi sistemik
Antivirus diberikan tanpa melihat waktu timbulnya lesi pada:
- Usia >50 tahun
- Dengan risiko terjadinya NPH
- HZO/sindrom Ramsay Hunt/HZ servikal/HZ sakral
- Imunokompromais, diseminata/generalisata, dengan komplikasi
- Anak-anak, usia <50 tahun dan ibu hamil diberikan terapi anti-virus bila disertai
NPH, sindrom Ramsay Hunt (HZO), imunokompromais, diseminata/generalisata,
dengan komplikasi
 Pilihan antivirus
- Asiklovir oral 5x800 mg/hari selama 7-10 hari.
- Dosis asiklovir anak <12 tahun 30 mg/kgBB/hari selama 7 hari, anak >12 tahun 60
mg/kgBB/hari selama 7 hari.
- Valasiklovir 3x1000 mg/hari selama 7 hari.
- Famsiklovir 3x250 mg/hari selama 7 hari.
 Simptomatik
- Nyeri ringan: parasetamol 3x500 mg/hari atau NSAID.
- Nyeri sedang-berat: kombinasi dengan tramadol atau opioid ringan.
PPK PERDOSKI 2017
Tatalaksana Neuralgia Post Herpetika
• Terapi farmakologi lini pertama: masuk dalam kategori efektivitas
sedang-tinggi, berbasis bukti yang kuat dan dengan efek samping
rendah.
• Lini pertama:
• Antidepresan trisiklik 10 mg setiap malam (ditingkatkan 20 mg setiap 7 hari
menjadi 50 mg, kemudian menjadi 100 mg dan 150 mg tiap malam)
• Gabapentin 3x100 mg (100-300 mg ditingkatkan setiap 5 hari hingga dosis
1800-3600 mg/hari)
• Pregabalin 2x75 mg (ditingkatkan hingga 2x150 mg/hari dalam 1 minggu)
• Lidokain topikal (lidokain gel 5%, lidokain transdermal 5%)
• Lini kedua:
• Tramadol 1x50 mg (tingkatkan 50 mg setiap 3-4 hari hingga dosis 100- 400
mg/hari dalam dosis terbagi)

PPK PERDOSKI 2017


VERUKA
& K O N D I L O M A A K U M I N ATA
Veruka
• Verruca: hiperplasi epidermis akibat pertumbuhan epithel yang
disebabkan oleh Human Papilloma Virus (”kutil” atau ”Warts”)
• Nama berdasarkan lokasinya
– Verruca Vulgaris (Common Warts) dengan predileksi khususnya di
ekstremitas bagian ekstensor (paling sering sub tipe HPV 2 dan 4)
– Verruca Plantaris (Plantar Warts/myrmecia) dengan predileksi pada
telapak kaki (paling sering HPV tipe 1)
– Verruca Plana (Flat Warts) dengan predileksi pada muka dan leher
– Akibat HPV tipe 3 dan 10
– Biasanya tidak dijumpai parakeratosis  rata
– Condyloma Accuminata (Genital Warts)
– (HPV tipe 6 & 11
• Pengobatan dengan terapi topikal dan pembedahan, bahan untuk
terapi topikal diantaranya AgNO3 25%, asam trikloroasetat 50%,
tinctura podofilin. Bedah beku dengan CO2 cair, N2 cair atau N20 cair.
Terapi bedah dengan bedah listrik dan bedah scalpel.
Kondiloma Akuminata
• Genital warts / “jengger ayam”
• Infeksi HPV  fibroepitelioma
kulit dan mukosa  berupa
vegetasi bertangkai dengan
permukaan berjonjot tersebar
kosmopolit.
• Penularan kontak kulit
• Faktor risiko: Fluor albus, laki-laki
tidak disirkumsisi, higienitas
kurang
• Predileksi:
– Laki-laki: perineum, sekitar anus,
sulkus koronarius, glans, OUR,
frenulum, korpus
– Perempuan: vulva, vagina, porsio
uteri
Ghadishah D. Condyloma acuminatum. Emedicine. 2018.
Menaldi SL, Bramono K. Ilmu Penyakit Kulit Kelamin. 2014.
Kondiloma Akuminata
Manifestasi KA
• Bentuk akuminata  daerah lipatan lembab,
vegetasi bertangkai dan papilomatosa
(berjonjot), awalnya kemerahan lalu kehitaman,
kutil bersatu seperti kembang kol
• Bentuk papul  daerah keratinisasi sempurna
(korpus penis, vulva lateral, perianal,
perineum), papul halus licin tersebar diskret
• Bentuk datar  makula atau tak tampak
kelainan, baru tampak dengan asam asetat atau
kolposkopi
• Keganasan:
– Giant condyloma Buschke-Lowenstein 
vegetasi besar
– Papulosis Bowenoid  likenoid warna
coklat kemerahan Ghadishah D. Condyloma acuminatum. Emedicine. 2018.
Menaldi SL, Bramono K. Ilmu Penyakit Kulit Kelamin. 2014.
Kondiloma Akuminata
• Pemeriksaan:
– Tes asam asetat 5%  warna lesi acetowhite
– Kolposkopi
– Histopatologi  gambaran papilomatosis, akantosis, pemenjangan
dan penebalan rete ridges, parakeratosis, dan koisilositosis
• Tata Laksana:
– Kemoterapi:
• podofilin 25%  lesi permukaan verukosa, tidak boleh pada
hamil&menyusui serta lesi luas
• podofilotoksin 0,5%  tidak boleh pada hamil
• asam triklorasetat 80-90%  lesi genital eksterna, serviks, dan di dalam
anus, boleh hamil
– Krioterapi  lesi genital eksterna, vagina, serviks, meatus uretra,
dan di dalam anus
– Imunoterapi  krim imiquimod bila lesi luas dan resisten
– Pembedahan:
• Elektrokauterisasi  lesi anogenital, terutama ukuran besar
• Bedah skalpel  eksisi  lesi sangat besar sehingga menimbulkan
obstruksi atau tidak dapat dilakukan terapi lain Ghadishah D. Condyloma
acuminatum. Emedicine. 2018.
• Bedah laser CO2  lesi anogenital, vagina, serviks, lesi besar Kutil Anogenital. Perdoski.
2017.
M O L U S K U M K O N TA G I O S U M
Moluskum kontagiosum
• Moluskum kontagiosum (MK) adalah penyakit • Penularannya seperti virus
infeksi kulit yang disebabkan oleh Poxvirus dalam familipoxvirus, yaitu
• Terutama menyerang anak usia sekolah, melalui kontak langsung
dewasa muda yang aktif secara seksual, dan terhadap kulit.
pasien imunokompromais.
• Kontak ini dapat terjadi pada
• Gejala klinis daerah kulit manapun dan bisa
 Kelainan kulit berupa papul khas berbentuk juga ditularkan melalui
kubah. autoinokulasi seperti digaruk.
 Pada bagian tengahnya terdapat lekukan
(delle). • Selain itu, infeksi ini juga dapat
ditularkan melalui benda-benda
 Jika dipijat akan tampak keluar massa
berwarna putih seperti nasi yang lain seperti sponges mandi yang
merupakan badan moluskum. sebelumnya digunakan oleh
 Massa “nasi” ini berukuran lentikular dan penderita.
berwarna putih seperti lilin. • Hubungan seksual juga dapat
 Dapat terjadi infeksi sekunder sehingga menjadi metode transmisi
timbul supurasi. penyakit ini sehingga tergolong
 Predileksi: wajah, badan, dan ekstremitas juga dalam infeksi menular
seksual.
PPK PERDOSKI 2017
Efloresensi
Pemeriksaan penunjang
• Diagnosis pasti: biopsi
kulit menggunakan
pewarnaan HE
• Pada dermoskopi tampak
gambaran orifisium dengan
gambaran pembuluh darah
crown, punctiform, radial,
dan flower pattern.
• Giemsa terhadap bahan
massa putih badan
inklusi moluskum di dalam • Tampak gambaran epidermis hipertrofi dan
sitoplasma. hiperplasia. Di atas lapisan sel basal
• Pemeriksaan histopatologik didapatkan sel membesar yang mengandung
dilakukan apabila partikel virus disebut badan moluskum atau
Henderson-Paterson bodies.
gambaran lesi tidak khas
MK. PPK PERDOSKI 2017
Pemeriksaan Hematoxylin dan Eosin

Menunjukkan
gambaran identasi cup-
shaped dari epidermis
ke dermis
Tatalaksana
Non medikamentosa
• Jaga higiene kulit dengan mandi 2 kali sehari
menggunakan sabun.
Medikamentosa
• Prinsip: mengeluarkan badan moluskum:
• Tindakan:
– Bedah kuretase/enukleasi (pilihan pertama)
Setelah tindakan diberikan antibiotik topikal.
– Tindakan bedah beku/nitrogen cair.

PPK PERDOSKI 2017


Tatalaksana
Terapi topikal:
• Pilihan Rekomendasi A:
– Podofilin (10%-25% dalam bentuk resin) atau (0,3% atau 0,5% dalam bentuk krim)
Dioleskan pada tiap lesi 2 kali sehari selama 3 hari berturutturut, jika lesi masih
persisten hingga hari ke-7, terapi yang sama dilanjutkan selama 3 minggu
– Kalium hidroksida 10% 2 kali/hari selama 30 hari atau sampai terjadi inflamasi dan
ulserasi di permukaan papul
– Gel asam salisilat 12%
– Benzoil peroksida 10% dioleskan 2 kali sehari selama 4 minggu
• Terapi lainnya
– Kantaridin (0,7% atau 0,9%) dioleskan pada lesi dan dibiarkan selama 3-4 jam
dicuci diberikan salep antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder. Dapat
dilakukan sebulan sekali hinggga tidak ada lesi lagi
– Pasta perak nitrat 40%
– Krim adapalen 1% selama 1 bulan
– Pulsed dye laser: untuk MK rekalsitran, tiap lesi menggunakan sinar laser 585 nm
single shot (3 mm, 300 ms, 8,0 J/cm2)
– Solusio povidon iodine 10% dan plester asam salisilat 50%

PPK PERDOSKI 2017


INFEKSI
BAKTERI
PIODERMA
Pioderma
Pioderma adalah infeksi kulit dan
jaringan lunak yang disebabkan oleh
bakteri piogenik, yang tersering
adalah S. aureus dan Streptokokus
β-hemolitik grup A antara lain S.
Pyogenes.
• Pioderma
superfisialis, lesi
terbatas pada
epidermis
• Pioderma profunda, mengenai
– Impetigo nonbulosa epidermis dan dermis
– Impetigo bulosa – Erisipelas
– Ektima – Selulitis
– Folikulitis – Flegmon
– Furunkel – Abses multiplel kelenjar keringat
– Karbunkel – Hidradenitis
Pioderma
• Folikulitis (Staph. Aureus): peradangan folikel rambut yang
ditandai dengan papul eritema perifolikuler dan rasa gatal atau
perih.

• Furunkel (Staph. Aureus): peradangan folikel rambut dan


jaringan sekitarnya berupa papul, vesikel atau pustul
perifolikuler dengan eritema di sekitarnya dan disertai rasa
nyeri.

• Furunkulosis: beberapa furunkel yang tersebar.

• Karbunkel (Staph. Aureus): kumpulan dari beberapa furunkel,


ditandai dengan beberapa furunkel yang berkonfluensi
membentuk nodus bersupurasi di beberapa puncak.
• Impetigo krustosa/vulgaris/ kontagiosa/
Tillbury Fox (Strep. Beta hemolyticus) :
peradangan  vesikel yang dengan cepat
berubah menjadi pustul  pecah krusta
kering kekuningan seperti madu. Predileksi
spesifik lesi terdapat di sekitar lubang
hidung, mulut, telinga atau anus.

• Impetigo bulosa/ cacar monyet (Staph.


Aureus): peradangan yang memberikan
gambaran vesikobulosa dengan lesi bula
hipopion (bula berisi pus)

• Ektima (Strep. Beta hemolyticus):


peradangan yang menimbulkan kehilangan
jaringan dermis bagian atas (ulkus dangkal).
Histopatologi Impetigo Krustosa dan Bulosa
• Patogen memiliki toksin A dan B yang bisa
mengeksfoliasi  target: desmoglein 1 
pemisahan dan pembentukan bula tepat
dibawah stratum granulosum
Pioderma
IMPETIGO BOCKHART S YC O S I S B A R B A E
• Etiologi: S. Aureus • Nama lain: sycosis vulgaris/ barber’s itch
• Etiologi: S. Aureus
• Nama lain: Superficial pustular • Deep-seated folliculitis affecting the beard
folliculitis/ folikulitis superfisial area
• It can occur in an unshaven beard area,
but more commonly affects men who
shave.
• Skar dan alopesia setempat
Ektima
• Merupakan salah satu bentuk pioderma yang disebabkan oleh bakteri
golongan streptokokus beta hemolitikus
• Predileksinya terutama pada area dorsal atau telapak kaki
• Lesi berawal dari vesikel atau vesicopustule multipel yang semakin
meluas hingga membentuk krusta yang tebal. Saat krusta ini diangkat
akan tampak ulkus dangkal dengan tepi meninggi

Practice guidelines for the diagnosis and management of


skin and soft tissue infections: 2014 update
Erisipelas
• Penyakit infeksi akut oleh
Streptococcus beta hemolyticus,
menyerang epidermis dan dermis

• Gejala: eritema berwarna merah


cerah, berbatas tegas. Predileksi:
tungkai bawah
• Gejala konstitusi: demam, malaise

• Terdapat keterlibatan limfatik dan


juga limfadenopati, jika sering residif
dapat menjadi elefantiasis

• Pengobatan: elevasi tungkai,


antibiotik sistemik, diuretik (bila
edema)

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Erisipelas vs Selulitis

ERISIPELAS SELULITIS
• Infeksi akut oleh Streptococcus • Infeksi akut terutama oleh
• Menyerang lapisan kulit atas (superfisial): Staphylococcus
dermis atas dan limfatik superfisial
• Tanpa purulensi
• Menyerang lapisan kulit yang lebih
dalam deeper dermis dan lapisan
• cenderung memiliki onset akut gejala dengan
manifestasi sistemik termasuk demam dan subkutan
menggigil • Bisa dengan atau tanpa purulensi
• Eritema merah cerah, batas tegas, pinggirnya • cenderung memiliki perjalanan yang
meninggi, tanda inflamasi (+) lebih lamban dengan perkembangan
• Predileksi: tungkai bawah gejala lokal selama beberapa hari.
• Lab: leukositosis • Infiltrat difus (batas tidak tegas) di
• Jika sering residif dapat terjadi elefantiasis subkutan, tanda inflamasi (+)
• Predileksi: tungkai bawah
• Lab: leukositosis
Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2008, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI Hal 58-61
https://www.icgp.ie/assets/75/73F75322-D310-AFE8-B27BF2BFD39E293F_document/derma.pdf
Pioderma
• Pemeriksaan Penunjang
– Pemeriksaan sederhana dengan pewarnaan Gram.
– Kultur dan resistensi spesimen lesi/aspirat apabila
tidak responsif terhadap pengobatan empiris.
– Kultur dan resistensi darah, darah perifer lengkap,
kreatinin, C-reactive protein apabila diduga
bakteremia.
– Biopsi apabila lesi tidak spesifik.

http://emedicine.medscape.com/article/965254-overview
Tatalaksana Pioderma
• Non medikamentosa
 Mandi 2 kali sehari dengan sabun
 Mengatasi/identifikasi faktor predisposisi dan keadaan komorbid,
misalnya infestasi parasit, dermatitis atopik, edema, obesitas dan
insufisiensi vena.
• Medikamentosa
• Prinsip: pasien berobat jalan, kecuali pada erisipelas, selulitis dan flegmon
derajat berat dianjurkan rawat inap. Terdapat beberapa obat/tindakan yang
dapat dipiih sesuai dengan indikasi sebagai berikut:
 Topikal
 Bila banyak pus atau krusta: kompres terbuka dengan permanganas
kalikus 1/5000, asam salisilat 0,1%, rivanol 1‰, larutan povidon
iodine 1%  dilakukan 3 kali sehari masing-masing 1/2-1 jam selama
keadaan akut.
 Bila tidak tertutup pus atau krusta: salep/krim asam fusidat 2%,
mupirosin 2%  Dioleskan 2-3 kali sehari, selama 7-10 hari.
 Apabila tidak tersedia mupirosin dan asam fusidat maka dapat
digunakan gentamisin 0.1% salep sebagai alternatif

PERDOSKI 2017
Tatalaksana Pioderma
• Sistemik: minimal selama 7 hari
• Lini pertama:
1. Kloksasilin/dikloksasilin: dewasa 4x250-500 mg/hari per
oral; anak-anak 25-50 mg/kgBB/hari terbagi dalam 4 dosis
2. Amoksisilin dan asam klavulanat: dewasa 3x250-500
mg/hari; anak-anak 25 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3
dosis
3. Sefaleksin: 25-50 mg/kgBB/hari terbagi dalam 4 dosis.
• Lini kedua:
1. Azitromisin 1x500 mg/hari (hari 1), dilanjutkan 1x250 mg
(hari 2-5)
2. Klindamisin 15 mg/kgBB/hari terbagi 3 dosis.
3. Eritromisin: dewasa 4x250-500 mg/hari; anak-anak 20-50
mg/kgBB/hari terbagi 4 dosis.

PERDOSKI 2017
S TA P H Y L O C O C C A L S C A L D E D
SKIN SYNDROME
Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (SSSS)

• Kemerahan dan nyeri pada wajah,


dada, dan lipatan kulit
• Bula yang cepat pecah
• Terbentuk krusta sekitar mulut
• Menyerang usia muda (bayi), lebih
superfisial, tanpa lesi oral, waktu
singkat
• Etiologi: berhubungan dengan
toksin staphilococcus
• Lesi steril bila dibandingkan
dengan impetigo bulosa
• Dapat disertai konjungtivitis,
rinorea, otitis media, faringitis
Kriteria Diagnostik
• Anamnesis:
– Gejala awal dapat berupa demam dengan ruam berwarna merah-oranye,
pucat, makula eksantema, terbatas di kepala dan menyebar ke bagian tubuh
lain dalam beberapa jam.
– Keluhan disertai iritabilitas, malaise, pruritus, dan sulit makan.
• Pemeriksaan fisik:
– Ruam berwarna merah-oranye, pucat, makula eksantema, terbatas di kepala
dan menyebar ke bagian tubuh lain.
– Gejala ini disertai dengan rhinorrhea purulen, konjungtivitis, atau otitis
media.
– Tanda Nikolsky positif.
– Ruam kulit disertai dengan nyeri tekan pada kulit menyebabkan anak
menolak untuk digendong atau berbaring.
– Dalam waktu 24-48 jam, makula eksantema secara bertahap berubah
menjadi lepuh, dan pada daerah seperti lipat paha, ketiak, hidung, dan
telinga, secara khusus berbentuk bula besar lembut yang merupakan lapisan
epidermis yang berkerut dan tampak seperti kertas tisu.
– Setelah 24 jam, bula tersebut pecah meninggalkan krusta berkilat, lembab,
dan memiliki permukaan berwarna merah.5 Pada tahap ini pasien akan
iritabel, sakit, demam dengan sad man facies, dan edema wajah ringan, dan
gambaran khas krusta radier di perioral serta fisura bibir.
Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (SSSS)
Mekanisme SSSS secara umum
• Staphylococcus Aureus 3a, 3b, 55
dan 57 phage II  menghasilkan ETA dan ETB disekresikan Staphylococcus Aureus phage II
eksfoliatin toksin A (ETA) & ↓
eksfoliatin toksin B (ETB) bersifat Toksin menyebar lewat sirkulasi
epidermolitik ↓
Epidermolisis
(Pemecahan stratum granulosum dan stratum spinosum
• SSSS vs impetigo bulosa: impetigo pada protein desmoglein)
bulosa hanya terdapat pada area
lokal sedangkan pada SSSS kerusakan
epidermal menyebar luas keseluruh
tubuh (penyebaran secara
hematogen)

• SSSS vs TEN: SSSS hanya sebatas


intraepidermal sedangkan infeksi
TEN pada seluruh lapisan epidermis
(sampai membran basal)
Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (SSSS): Terapi
• Prinsip  eradikasi S.aureus
• Pasien biasanya harus dirawat inap selama 6-7 hari dan
mendapatkan antibiotik sistemik dan terapi suportif lainnya yang
diperlukan.
 Antibiotik antistafilokokal:

• Penicillinase-resistant penicillin, misalnya dikloksasilin, nafcillin, dan


oksilin.Dapat juga diberikan sefalosporin generasi I atau II atau
klindamisin  bakteri kasus ini sebagian besar memiliki penisilinase
• Apabila terdapat/dicurigai ada methycillin resistent Staphylococcus
aureus (MRSA) pada infeksi berat: diberikan vankomisin 1-2 gram/hari
dalam dosis terbagi, intravena, selama 7 hari.
• Pada kasus rekuren, diberikan antibiotik berdasarkan hasil kultur dan
resistensi.
• Terapi tambahan:
• Daerah yang lembap atau yang mengalami erosi dapat dilubrikasi dengan
menggunakan emolien untuk meringankan rasa gatal dan nyeri tekan
• Untuk mengurangi nyeri tekan pada kulit diberikan analgesik, misalnya
asetaminofen.
PERDOSKI 2017
ERITRASMA
Eritrasma
• Etiologi
– Corynebacterium minutissimum (coral red pada lampu Wood)

• Predileksi dan Faktor Risiko


– Pada daerah lipatan kulit, lipatan paha (pria) dan antar jari kaki
(wanita)
– Suhu lembab, keringat, DM, obesitas, higienitas buruk, usia tua,
imunokompromais

• Klasifikasi Berdasarkan Lokasi


– Eritrasma interdigitalis: Diantara jari kaki 3,4, dan 5
– Eritrasma intertriginosa: Di ketiak, selangkangan, bawah payudara,
umbilikus
– Eritrasma generalisata: Pada tubuh
https://www.dermnetnz.org/topics/erythrasma
Eritrasma
• Efloresensi
– Plak berwarna pink kemerahan dengan skuama halus
 berubah menjadi coklat dan bersisik

• Histopatologi Jaringan
– Hipergranulosis, dilatasi vaskular, dan infiltrat limfosit
perivaskular ringan

• Mikroskopik
– Bakteri batang dengan filamen (bersegmen) dan
bentuk coccoid

• Terapi
– Topikal
• Larutan klindamisin HCl, krim eritromisin/ mikonazol, krim
asam fusidat, salep Whitfield
– Oral Antibiotik
• Eritromisin (DOC)
• Tetrasiklin
https://books.google.co.id/books?id=wrX8CAAAQBAJ&pg=PA376&lpg=PA376&dq=eritrasma+coccoid+filament&source=bl&ots=Z95YYYOG3y&sig=XXV_bB2zzXVXel4ikqQXBRYpbNA&hl=en&sa=X&redir_esc=y#v=onepage&q=eritrasma%20coccoid%20filament&f=false
https://www.dermnetnz.org/topics/erythromycin/
HIDRADENITIS
S U P U R AT I VA
Hidradenitis suppurativa
• Infeksi kelenjar apokrin kronik (dahulu), sekarang
diperkirakan sebagai chronic follicular occlusive
disease involving the follicular portion of
folliculopilosebaceous units
• Lokasi area aksila (tersering), perianal, perineal,
inguinal,bokong, mammae, inframammae
• Patogenesis: belum jelas, terkait follicular
occlusion, follicular rupture, and an associated
immune response
• Faktor yang terkait: trauma mekanik, genetik,
merokok, obesitas
• Perlu dilakukan klasifikasi Hurley dan PA Scale
(Hidradenitis Suppurativa Physician global
asessment scale) untuk menentukan terapi
Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2008, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI Hal 61-62 | Uptodate 2019
Hidradenitis suppurativa
• Ruam berupa nodus dan tanda inflamasi yang nyeri (+) lalu melunak menjadi abses,
pecah membentuk fistel dan sinus yang multiple, hingga jaringan sikatriks
• Tiga gambaran klinis utama yang mendukung diagnosis:
– Lesi yang khas (beberapa nodul yang meradang yang dalam, tombstone comedo,
saluran sinus, abses dan / atau skar fibrotik)
– Lokasi khas (khususnya, aksila, pangkal paha, daerah inframammae; seringkali distribusi
bilateral)
– Relaps dan kronik
• Pilihan Terapi:
– antibiotik topikal dan/atau sistemik
• Clindamycin 1% solution/gel 2x/hari selama 12 minggu dan/atau
• Tetracycline 2x500 mg p.o untuk 4 bulan atau
• Clindamycin 2x300 mg p.o dengan Rifampin 2x600 mg p.o selama 10 minggu
– TNF-alpha inhibitors: Adalimumab atau infliximab
– Zinc gluconate
– Kortikosteroid intralesi
– Intervensi bedah
Typical hidradenitis lesions. Inflammatory nodules in the right axillary region (A). Sinus
tract on the left arm (B). Abscess and draining fistula on the right axilla (C). Tombstone
comedone on the abdominal area (D). Fistula without drainage in the inguinal and
proximal lower left leg regions (E). Inguinal, vulvar, and proximal lower legs severe
retracting scars (F).
K U S TA / L E P R A
Morbus Hansen
• Etiologi: Mycobacterium leprae

• Pemeriksaan fisik:
- Sensibilitas kulit: hypoesthesia
- Pemeriksaan saraf tepi: penebalan N.
fascialis, N. auricularis magnus, N.
radialis, N. medianus, N. peroneus
communis, N. ulnaris, N. tibialis
posterior
- Foot drop atau clawed hands
- Wasting dan kelemahan otot
- Ulserasi yang tidak nyeri pada tungkai
atas atau bawah
- Lagophtalmus, iridocyclitis, ulserasi
kornea, dan/atau katarak sekunder
akibat kerusakan saraf atau invasi bakteri
secara langsung, bahkan hingga Claw hands
amputasi
Pemeriksaan penunjang
Histopatologi
• Histiosit: makrofag di kulit, sel virchow/sel lepra/foamy cell
• Granuloma: akumulasi makrofag dan derivatnya

Bakteriologi

• Pemeriksaan BTA dari kerokan kulit


atau sekret mukosa hidung
• Lokasi pengambilan: cuping telinga
kiri dan kanan, dan bercak paling aktif

Imunologi
• Immunoglobulin: IgM dan IgG
• Lepromin skin test
Klasifikasi Kusta tipe MB berdasarkan Jopling
Sifat Lepromatosa (LL) Borderline Lepromatosa (BL) Mid Borderline (BB)
Lesi
Bentuk Makula Makula Plakat
Infiltrat difus Plakat Dome shape (kubah)
Papul Papul Punched out
Nodul
Jumlah Tidak terhitung, tidak Sukar dihitung, masih ada Dapat dihitung, kulit sehat
ada kulit sehat kulit sehat jelas masih ada
Distribusi Simetris Hampir simetris Asimetris
Permukaan Halus berkilat Halus berkilat Agak kasar, agak berkilat
Batas Tidak jelas Agak jelas Agak jelas
Anestesia Tidak jelas Tidak jelas Jelas
BTA
Lesi kulit Banyak (ada globus) Banyak Agak banyak
Sekret hidung Banyak (ada globus) Biasanya negatif Negatif
Tes lepromin Negatif Negatif Negative
Klasifikasi Kusta tipe PB berdasarkan Jopling
Sifat Tuberculoid (TT) Borderline Tuberculoid (BT) Intermediate (I)
Lesi
Bentuk Makula dibatasi Makula dibatasi infiltrat atau Hanya infiltrat
infiltrat infiltrat saja
Jumlah Satu atau beberapa Beberapa atau satu dengan lesi Satu atau beberapa
satelit
Distribusi Terlokalisir dan Asimetris Bervariasi
asimetris
Permukaan Kering, berskuama Kering, skuama Fapat halus agak
berkilat
Batas Jelas Jelas Bisa jelas/tidak jelas
Anestesia Jelas Jelas Tidak ada sampai
tidak jelas
BTA
Lesi kulit Hampir selalu Negatif atau hanya 1+ Negatif
negatif
Tes lepromin Positif kuat (3+) Positif lemah Dapat positif lemah
atau negatif
Tipe Kusta Menurut WHO
Pengobatan Kusta
Reaksi Kusta
• Interupsi dengan episode akut pada perjalanan penyakit
yang sebenarnya sangat kronik

• Dapat menyebabkan kerusakan syaraf tepi terutama


gangguan fungsi sensorik (anestesi) sehingga dapat
menimbulkan kecacatan pada pasien kusta

• Reaksi kusta dapat terjadi sebelum mendapat


pengobatan, pada saat pengobatan, maupun sesudah
pengobatan  paling sering terjadi pada 6 bulan sampai
satu tahun sesudah dimulainya pengobatan.
Morbus Hansen
ISTILAH LESI
• Pada tipe MB (BL,LL)
Eritema nodosum • Nodus eritema dan nyeri
leprosum (reaksi • Predileksi : lengan dan tungkai
kusta tipe 2) • Tidak terjadi perubahan tipe
• Hipersensitivitas tipe 3
• Pada tipe borderline (Li,BL,BB,BT,Ti)
Reaksi • Terjadi perubahan tipe
reversal/borderline/ • Lesi menjadi lebih aktif/timbul lesi baru
upgrading (reaksi • Peradangan pada saraf dan kulit
kusta tipe 1) • Pada pengobatan 6 bulan pertama
• Hipersensitivitas tipe 4
• Reaksi kusta yang sangat berat
• Pada tipe lepromatosa non-nodular difus
Fenomena lucio • Plak/infiltrat difus, merah muda, bentuk tidak teratur, nyeri
(+). Jika lebih berat dapat disertai purpura dan bula
• Dimulai dari ekstremitas lalu menyebar ke seluruh tubuh
Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2008, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI hal 82-83
E.N.L

Lucio’s phenomenone
Reversal reaction of leprosy
Faktor Pencetus Reaksi Kusta

Buku Panduan Praktik Klinis. IDI


Perbedaan Reaksi Kusta 1 dan 2

Buku Panduan Praktik Klinis. IDI


Reaksi Kusta: Klasifikasi
ERITEMA NODOSUM LEPROSUM REAKSI REVERSAL/ REAKSI
(ENL) UPGRADING
• Respon Imun humoral • Reaksi hipersensitivitas tipe
(kompleks imun) lambat
• Tidak terjadi perubahan tipe • Reaksi borderline (dapat
• Klinis berubah tipe)
– Nodus eritema (penanda)
• Klinis
– Nyeri (predileksi lengan &
tungkai) – Sebagian/seluruh lesi yang
– Gejala konstitusi ringan sd telah ada bertambah aktif dan/
berat timbul lesi baru dalam waktu
– Dapat mengenai organ lain relatif singkat
(iridosiklitis, neuritis akut, – Dapat disertai neuritis akut
artritis, limfadenitis dll)
• Pada pengobatan 6 bulan
• Pada pengobatan tahun kedua pertama

Menald, Sri Linuwih. Buku Ajar Penyakit Kulit & Kelamin. Balai Penerbit FKUI. 2015
Reaksi Kusta: Tipe 1
(Reaksi Reversal)

• Rekasi hipersensitivitas tipe IV


(Delayed Type Hypersensitivity Reaction)

• Terutama terjadi pada kusta tipe borderline (BT, BB, BL)

• Biasanya terjadi dalam 6 bulan pertama ataupun sedang mendapat


pengobatan

• Patofisiologi
– Terjadi peningkatan respon kekebalan seluler secara cepat terhadap kuman
kusta dikulit dan syaraf  berkaitan dengan terurainya M.leprae yang mati
akibat pengobatan yang diberikan
Reaksi Kusta: Tipe 2

• Reaksi tipe 2 (Reaksi Eritema Nodosum Leprosum=ENL)

• Termasuk reaksi hipersensitivitas tipe III

• Terutama terjadi pada kusta tipe lepromatous (BL, LL)



• Diperkirakan 50% pasien kusta tipe LL Dan 25% pasien kusta tipe BL mengalami
episode ENL

• Umumnya terjadi pada 1-2 tahun setelah pengobatan tetapi dapat juga timbul
pada pasien kusta yang belum mendapat pengobatan Multi Drug Therapy
(MDT)

• Patofisiologi: Manifestasi pengendapan kompleks antigen antibodi pada


pembuluh darah.
Tatalaksana Reaksi Tipe 1 Tatalaksana Reaksi Tipe 2
MDT harus segera dimulai (bila pasien belum mendapat terapi kusta) atau tetap dilanjutkan (bila pasien sedang
dalam terapi kusta).
Reaksi Ringan  Aspirin atau Parcetamol Reaksi ringan  Aspirin atau OAINS

Reaksi sedang  antimalaria (klorokuin), antimonial


(stibophen), dan kolkisin
Reaksi Berat dan Neuritis Akut  kortikosteroid Reaksi berat:
(Prednisolon) • ENL episode pertama (3 pilihan):
Minggu Pemberian Dosis Harian yang • Prednisolon jangka pendek 40-60 mg hingga
Prednison Dianjurkan perbaikan klinis lalu di tapering off. Lanjut dosis
• Minggu 1-2 40 mg rumatan 5-10 mg beberapa minggu.
• Minggu 3-4 30 mg • Kombinasi prednisolon dan klofazimin (300 mg/hari
• Minggu 5-6 20 mg selama 1 bulan, 200 mg/hari selama 3-6 bulan, dan
• Minggu 7-8 15 mg 100 mg/hari selama gejala masih ada)
• Minggu 9-10 10 mg
• Minggu 11-12 5 mg • Talidomid 4x100 mg selama 3-7 hari atau hingga
reaksi terkontrol  obat pilihan terakhir

Alternatif: • ENL ulangan atau kronik:


• Azatioprin • Kombinasi prednisolon (30 mg/hari selama 2
• Siklosporin minggu) dan klofazimin klofazimin (300 mg/hari
• Metotreksat selama 3 bulan, 200 mg/hari selama 3 bulan, dan
100 mg/hari selama gejala masih ada)
• Talidomid 2x200 mg selama 3-7 hari lalu tapering
off.

• Alternatif: pentoksifilin, siklosporin, metotreksat


INFEKSI
PARASIT
SKABIES
Skabies
• Penyakit kulit akibat infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes
scabiei var. hominis
• Termasuk dalam infeksi menular seksual
• Transmisi: langsung (skin to skin) dan tidak langsung
• Kriteria diagnosis:
 Menemukan 2 dari 4 tanda di bawah ini
1. Pruritus nokturnal (gatal terutama di malam hari)
2. Menyerang sekelompok orang
3. Ditemukan kanalikulus berwarna putih/keabuan, lurus/berkelok,
panjang 1 cm, di ujung terowongan ada papul/vesikel.
Predileksi: sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku
luar, lipat ketiak depan, areola mammae, umbilikus, bokong,
genitalia eksterna, perut bawah
4. Ditemukan tungau pada kerokan kulit
• Terdapat 2 tipe, yaitu Classic Scabies dan Crusted (Norwegian)
Scabies
CDC Treatment Guideline for Scabies 2017
Crusted (Norwegian) Scabies
• Merupakan salah satu bentuk berat dari scabies
• Banyak terjadi pada penderita
immunocompromised
• Tampilan klinis: ada krusta tebal dan tidak segatal
skabies yang biasa
• Tipe skabies yang ini sangat menular
Temuan klinis

• Kanalikuli

• Sarcoptes scabiei
Modalitas pemeriksaan
• Menemukan terowongan (kedua teknik sama
sensitifnya)
1. Burrow Ink Test
- Cara kerja: tinta dioleskan pada kulit dan tinta ini akan
melakukan penetrasi ke stratum korneumdibersihkan
dengan alkoholtinta mewarnai terowongan.
- Metode ini sangat efektif terutama juga pada anak-anak dan
penderita dengan jumlah terowongan yang kecil dan sedikit
2. Tetracycline:
- Cara kerja:Tetrasiklin topikal dioleskan di kulit kemudian
dibersihkan dengan alkohollampu wood: terowongan akan
berwarna kehijauan
- Metode ini lebih disukai karena colorless dan bisa mendeteksi
area kulit yang luas
Modalitas pemeriksaan
(lebih advanced dan butuh tenaga terlatih)
• Skin scraping
- Cara kerja: kulit yang ada terowongan dikerok dengan
scalpeldiperiksa di mikroskopditemukan 1-2 telur atau
tungau
- Hasil sering false negative
• Adhesive tape test
- Cara kerja: beberapa tape ditaruh di kanalikuli kemudian
dilepaskan tiba-tiba dan diperiksa di bawah mikroskop
- Yang dicari sama seperti skin scraping, namun sensitivitas tes
ini lebih bagus dari skin scraping
• Dermatoscopy
- Lebih akurat dibandingkan pemeriksaan adhesive tape test,
yaitu sensitivitasnya 83%
- Butuh tenaga terlatih
Skabies: Pemeriksaan & Tatalaksana
• Tatalaksana
– Memutus rantai penularan: pengobatan kelompok yang
terkena bersamaan, merebus pakaian dengan
air panas, menjemur kasur
– Obat: sulfur presipitat 4-20%, benzil
benzoat 20-25%, gameksan 1%, krotamiton
10%, permetrin 5%
Prinsip Tatalaksana
• Classic Scabies • Antihistamin sedatif (oral) untuk
- DOC: Permethrine cream 5% (anak usia<2 mengurangi gatal.
bulan tidak boleh)
• Bila infeksi sekunder dapat ditambah
- Crotamiton lotion/cream 10% (tidak aman
untuk anak) antibiotik sistemik
- Sulfur (5-10%) salep aman untuk anak • Menjaga higiene perorangan dan
usia <2 bulan lingkungan.
- Lindan lotion 1% pilihan terakhir karena
efek sampingnya yang banyak • Pemakaian obat secara benar dan
- Ivermectin 200 µg/kgBB/pemberian, kepada seluruh orang yang kontak secara
diberikan 2 kali dengan jarak antar serempak.
pemberian 1 minggu Jika gagal dengan
topikal • Dekontaminasi pakaian dan alas tidur
• Crusted scabies dengan mencuci pada suhu 60°C atau
- Ivermectin 200 µg/kgBB/pemberian, disimpan dalam kantung plastik tertutup
pembagian dosis berdasarkan derajat selama beberapa hari. Karpet, kasur,
keparahan dan perlu dikombinasi dengan bantal, tempat duduk terbuat dari bahan
topikal busa atau berbulu perlu dijemur di
- Permethrin cream 5%
bawah terik matahari setelah dilakukan
- Benzyl benzoate 25%
penyedotan debu
- Keratolitic cream terapi adjuvan

CDC Treatment Guideline for Scabies 2017


Antiskabies

Drugs Possible adverse Effect Efektif

Irritation, anasthesia & hypoesthesia, ocular


Benzyl benzoat 25% All stadium
irritation, rash, pregnancy category B

Mild &transient burning & stinging, pruritus,


Permethrine 5% pregnancy category B, not recomended for All stadium
children under 2 months

Toksis to SSP for pregnancy and children


Gameksan 1% All stadium
under 6 years old, pregnancy category C

Allergic contact dermatitis/primary irritation,


Krotamiton 10% All stadium
pregnancy category C

Sulfur precipitate Erythema, desquamation, irritation, Not efective for


6% pregnancy category C egg state
PEDIKULOSIS
Pedikulosis
• Infeksi kulit/rambut pada manusia yang
disebabkan Pediculus

• 3 macam infeksi pada manusia


– Pedikulosis kapitis: disebabkan Pediculus humanus
var. capitis
– Pedikulosis korporis: disebabkan pediculus
humanus var. corporis
– Pedukulosis pubis: disebabkan Phthirus pubis

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Pedikulosis pubis
• Infeksi rambut di daerah pubis dan sekitarnya
• Terutama menyerang dewasa dan dapat menyerang jenggot/kumis
• Dapat menyerang anak-anak, seperti di alis/bulu mata dan pada
tepi batas rambut kepala
• Termasuk infeksi menular seksual
• Gejala
• Gatal di daerah pubis dan sekitarnya, dapat meluas ke abdomen/dada,
makula serulae (sky blue spot), black dot pada celana dalam

Sky Blue Spot/ Macula cerulae

2016 European Guideline


for the Management of
Pediculosis Pubis
Prinsip Tatalaksana
Based on 2016 European Guideline for the Management of Pediculosis Pubis

• Semua lesi harus diberikan obat topikal


• Kulit harus dingin dan kering agar absorbsi maksimal
• Mencukur pubis tidak perlu, meskipun pada populasi
umum insidens turun karena tidak ada habitat bagi ptirus
pubis
• Mencuci semua pakaian di suhu 50oC atau lebih
• First line: Permethrin cream 1% dan dicuci setelah 10
menit (aman juga untuk kehamilan)termasuk juga kalau
ada lesi di bulu mata
• Second line: Malathion 0.5% dicuci setelah 12 jam
pemakaian
• Terapi lain: Ivermectin topical, Benzyl benzoate lotion 25%
2016 European Guideline for the Management of Pediculosis Pubis
Pedikulosis kapitis
• Infeksi kulit dan rambut kepala
• Banyak menyerang anak-anak dan higiene buruk
• Gejala
• Mula-mula gatal di oksiput dan temporal, karena
garukan terjadi erosi, ekskoriasi, infeksi sekunder
• Diagnosis
• Menemukan kutu/telur, telur berwarna abu-
abu/mengkilat

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Prinsip pemberian terapi pedikulosis kapitis

• First line: Permethrin lotion atau shampoo 1%


• Terapi topikal diberikan sebanyak 2 kali, yaitu pada
hari 0 dan hari 7-10 agar dapat mengeradikasi kutu
dengan sempurna.
• Obat lainnya: Pyrethrins 0.3%-piperonyl butoxide 4%
shampoo, Malathion 0.5% lotion, Benzyl alcohol 5%
lotion, Ivermectin lotion 0.5%, gameksan shampoo
1% (not recommended as a first–line treatment)
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Pedikulosis korporis
• Biasanya menyerang orang dewasa dengan higiene buruk (jarang
mencuci pakaian)
• Kutu melekat pada serat kapas dan hanya transien ke kulit untuk
menghisap darah
• Gejala
• Hanya bekas garukan di badan
• Diagnosis
• Menemukan kutu/telur pada serat kapas pakaian
• Pengobatan
• DOC: Permetrin 1%,
• Gameksan 1%,
• benzil benzoat 25%
• Malathion 0,5%
• pakaian direbus/setrika

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Pengobatan Pedikulosis Korporis
• Improved hygiene and access to regular changes of clean clothes is the
only treatment needed for body lice infestations.
• A body lice infestation is treated by improving the personal hygiene of the
infested person, including assuring a regular (at least weekly) change of
clean clothes.
• Clothing, bedding, and towels used by the infested person should be
laundered using hot water (at least 54°C) and machine dried using the hot
cycle.
• Sometimes the infested person also is treated with a pediculicide;
however, a pediculicide generally is not necessary if hygiene is maintained
and items are laundered appropriately at least once a week.
• If you choose to treat, guidelines for the choice of the pediculicide are the
same as for head lice.
CREEPING
E R U P T I O N / C U TA N E U S L A R V A
MIGRANS
Etiologi: Ancylostoma braziliense dan
Cutaneus larva migrans Ancylostoma caninum

Dalam 5-10 hari jadi


filariform
Ke manusia hanya bisa
menginfeksi kulit

Berkembangbiaknya di hewan

Menetas dalam 1-2 hari

Telur di tanah

Faktor resiko: TIDAK MEMAKAI ALAS KAKI, atau


berhubungan dengan tanah dan pasir (tentara,
petani, anak-anak bermain tanpa alas kaki)
A. caninum dan A. braziliense
• Kedua cacing ini termasuk dalam hookworm, satu keluarga dengan
Ancylostoma duodenale dan Necator americanus.
• Akan tetapi, A. caninum dan A. braziliense tidak menimbulkan gejala seberat
A. duodenale maupun necator.
• Kedua cacing ini mempenetrasi kulit dan biasanya hanya menyebabkan lesi
kulit serpiginosa.
• Ancylostoma caninum mempunyai tiga pasang gigi, sedangkan Ancylostoma
braziliense kapsul bukalnya memanjang dan berisi dua pasang gigi sentral
• A. caninum dapat menyebabkan manifestasi lebih jauh berupa infeksi pada
saluran cerna yang menimbulkan suatu enteritis eosinofilik dan dapat
menginvasi mata sehingga menimbulkan diffuse unilateral subacute
neuroretinitis.
• Ancylostoma braziliense endemik pada anjing dan kucing
– sering ditemukan di sepanjang Pantai Atlantik Amerika Utara bagian tenggara,
Teluk Meksiko, Laut Karibia, Uruguay, Afrika (Afrika Selatan, Somalia, Republik
Kongo, Sierra Leone), Australia, dan Asia
Gejala dan temuan klinis
Larva masuk ke kulit

Gejala:
1. Peradangan berbentuk Lesi serpiginosa
- linear
- berkelok-kelok
- menimbul
- Progresif
2. Gatal di malam hari
• Terapi
• DOC: Tiabendazole  sediaan oral sudah ditarik dari peredaran dipilih sediaan
krim atau lotion 15% 2-3x/hari selama 5 hari
• Alernatif: Albendazole 1x400 mg selama 3 hari, Cryotherapy, Kloretil
Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2010, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI Hal 125-126
D E R M AT O
ALERGI
IMUNOLOGI
SSJ-TEN
SSJ dan NET
• Sindrom yang mengenai kulit, selaput lendir di orifisium, dan mata
dengan keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat
• Penyebab: alergi obat (>50%), infeksi, vaksinasi, graft vs host
disease, neoplasma, radiasi
• Reaksi hipersensitivitas tipe 4
• Trias kelainan
– Kelainan kulit: eritema, vesikel, bula
– Kelainan mukosa orifisium: vesikel/bula/pseudomembran pada mukosa
mulut (100%), genitalia (50%). Berkembang menjadi krusta kehitaman
– Kelainan mata: konjungtivitis
• Komplikasi: bronkopneumonia, gangguan elektrolit, syok

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2010.
SSJ dan NET
Definition Physical Findings & Clinical Presentation
• Stevens-Johnson syndrome (SJS) is a • The cutaneous eruption generally occurs
rare, severe vesiculobullous form of within 8 wk of drug initiation and is
erythema multiforme (EM) affecting generally preceded by vague, nonspecific
the skin, mouth, eyes, and genitalia. symptoms of low-grade fever and fatigue
• SJS  <10% of body surface area (influenza-like symptoms).
(BSA). • Enlarging red-purple macules or papules
• SJS–toxic epidermal necrolysis (TEN) and bullae generally occur on the
overlap syndrome  10% to 30% of conjunctiva, mucous membranes of the
BSA, it is known as. mouth nares, and genital regions.
• TEN affects  >30% of BSA. • Corneal ulcerations may result in
blindness.
Etiology • Ulcerative stomatitis results in
hemorrhagic crusting.
• Drugs
• Upper respiratory tract infections
(e.g., Mycoplasma pneumoniae) and
HSV infections have also been Ferri’s best test: a practical guide to clinical laboratory medicine and diagnostic
implicated imaging, ed 3, Philadelphia, 2014, Elsevier
Manifestasi Klinis

A. Early eruption. Erythematous


dusky red macules (flat atypical
target lesions) that progressively
coalesce and show epidermal
detachment.

B. Early presentation with


vesicles and blisters, note the
dusky color of blister roofs,
strongly suggesting necrosis of
the epidermis.

C. Advanced eruption. Blisters


and epidermal detachment have
led to large confluent erosions.

D. Full-blown epidermal
necrolysis characterized by large
erosive areas reminiscent of
scalding.
Medications and the Risk of Epidermal Necrolysis
High Risk Lower Risk Doubtful Risk No Evidence of Risk
• Allopurinol • Acetic acid NSAIDs • Paracetamol • Paracetamol
• Sulfamethoxazole (e.g., diclofenac) (acetaminophen) (acetaminophen)
• Sulfadiazine • Aminopenicillins • Pyrazolone • Pyrazolone
• Sulfapyridine • Cephalosporins analgesics analgesics
• Sulfadoxine • Quinolones • Corticosteroids • Corticosteroids
• Sulfasalazine • Cyclins • Other NSAIDs • Other NSAIDs
• Carbamazepine • Macrolide (except aspirin) (except aspirin)
• Lamotrigine • Sertraline • Sertralin
• Phenobarbital
• Phenytoin
• Phenylbutazone
• Nevirapine
• Oxicam NSAIDs
• Thiacetazone

Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest et all. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine.8th edition.New York: Mc Graw Hill ; 2012
SSJ vs TEN
Clinical Features that Distinguish SJS, SJS-TEN Overlap, and TEN

Clinical entitiy SJS SJS-TEN overlap TEN


Primary lesions • Dusky red • Dusky red • Poorly
lesion lesions delineated
• Flat • Flat atypical erythematous
atypical targets plaques
targets • Epidermal
detachment
• Dusky red
lesions
• Flat atypical
targets
Distribution • Isolated • Isolated lesions • Isolated
lesions • Confluence (++) lesions (rare)
• Confluenc on face and • Confluence
e (+) on trunk (+++) on face,
face and trunk, and
trunk elsewhere
Mucosal Yes Yes Yes
involvement
Systemic Usually Always Always
symptoms
Detachment (% < 10 10-30 >30
body surface
Harr T, French LE. Toxice Epidermal Necrolysis and Steven-Johnson area)
Syndrome. Oprhanet Journal of Rare Disease. 2010.
Tatalaksana
• Topikal
– mencegah kulit terlepas lebih banyak, infeksi mikroorganisme, dan
mempercepat reepitelialisasi:
• Dapat diberikan pelembab berminyak seperti 50% gel petroleum dengan 50% cairan parafin.
• Sistemik:
- Kortikosteroid sistemik: deksametason intravena dengan dosis setara prednisone
 1-4 mg/kgBB/hari untuk SSJ.
 3-4 mg/kgBB/hari untuk SSJ-NET
 4-6 mg/kgBB/hari untuk NET.
- Analgesik
• Pilihan lain:
- Intravenous immunoglobulin (IVIg) dosis tinggi dapat diberikan segera setelah
pasien didiagnosis NET dengan dosis 1 g/kgBB/hari selama 3 hari
• Kombinasi IVIg dengan kortikosteroid sistemik dapat mempersingkat waktu
penyembuhan, tetapi tidak menurunkan angka mortalitas.
• Antibiotik sistemik sesuai indikasi

PPK Perdoski 2017


Tatalaksana

PPK Perdoski 2017


FIXED DRUG ERUPTION
Fixed Drug Eruption
• Merupakan reaksi alergi tipe IV (lambat)
• Tanda patognomonis
– Lesi khas:
• Vesikel, bercak
• Eritema warna kemerahan hingga cokelat gelap, bisa dengan atau
tanpa vesikel/bula
• Lesi target berbentuk bulat lonjong atau numular
• Kadang-kadang disertai erosi
• Bercak hiperpigmentasi dengan kemerahan di tepinya, terutama
pada lesi berulang
– Tempat predileksi: Sekitar mulut, daerah bibir, daerah
penis atau vulva
Tatalaksana
• Drug withdrawal and avoidance — Discontinuation of the offending drug
is the most important aspect of management of FDE. After drug
discontinuation, lesions resolve without treatment in a few days leaving
postinflammatory hyperpigmentation.
• Symptomatic treatment — The treatment of FDE is largely symptomatic
and aimed at the relief of pruritus.
• For patients with single or a small number of lesions, we suggest medium
to high potency topical corticosteroids and systemic antihistamines.
Topical corticosteroids are applied two times per day for 7 to 10 days. Oral
H1 antihistamines are generally used, including:
– Diphenhydramine – 25 to 50 mg orally every four to six hours for adults and
children ≥12 years; 12.5 to 25 mg orally every four to six hours for children 6 to
11 years; and 6.25 mg orally every four to six hours for children 2 to 5 years.
Diphenhydramine is continued until pruritus subsides.
• For patients with generalized FDE or generalized bullous FDE, particularly
if systemic symptoms are present, a short course of moderate dose
systemic corticosteroids (eg, prednisone 0.5 to 1 mg/kg per day for three
to five days) may be beneficial.
PEMFIGUS VULGARIS
& PEMFIGOID BULOSA
Phemphigus vulgaris
DISEASES SIGN AND SYMPTOMS

Paraneoplastic
linked to an underlying lymphoproliferative disorder
pemphigus

Phemphigus foliceus scaly, crusted erosions, often on an erythematous base

• chronic skin disease


• Flat bullae
Pemphigus vulgaris • Nikolsky’s sign (+)
• transudative fluid accumulates in between the keratinocytes and basement
membrane (suprabasal split)

• Nikolsky’s sign (+)


Cicatricial • common : mouth
pemphigoid • erosive skin lesion of the mucous membranes and skin that results in scarring of
at least some sites of involvement

• acute/chronic skin disease


• common : inner thighs and upper arms
Bullous pemphigoid • ring-like configuration, with a central depression or centrally collapsed bullae
• Nikolsky’s sign (-)
• detachment occurs between the epidermis and dermis (subepidermal bullae)
KELAINAN PENJELASAN

Penyakit kulit autoimun berbula kronik, menyerang kulit dan membran


mukosa yang secara histologik ditandai dengan bula intraepidermal
akibat proses akantolisis dan secara imunopatologik ditemukan antibodi
PEMFIGUS VULGARIS
terhadap komponen desmosom pada permukaan keratinosit jenis IgG,
baik terikat maupun beredar dalam darah. Khas: bula kendur, bila pecah
menjadi krusta yang bertahan lama, nikolsky sign (+)

Perbedaan dengan pemfigus vulgaris: keadaan umum baik, dinding bula


PEMFIGOID BULOSA tegang , bula subepidermal, terdapat IgG linear, nikolsky sign (-)
Pemfigoid Bullosa
• Penyakit autoimun berlepuh kronik dengan bula
subepidermal dan biasanya terjadi pada usia tua
• Pada kulit ditemukan bula tegang dengan dasar
kulit normal atau eritematosa. Tempat predileksi
pada perut bawah, paha bagian dalam dan
anterior, lengan bawah bagian fleksor. Tidak
terjadi jaringan parut, tanda nikolsky (-), lesi
urtika kadang ditemukan.
• Pemeriksaan histopatologi dari biopsi lesi yang
baru timbul memperlihatkan lepuh
subepidermal dengan infiltrate pada dermis
superficial, terdiri atas limfosit, histiosit dan
yang khas adalah disertai eosinofil.
Terapi Pemfigus
• Target seperti penyakit autoimun bulosa lain: untuk menurunkan
pembentukan bula dan erosi, mempercepat penyembuhan,
meminimalisir obat-obatan

• Agen yang dapat dipakai:


– anti-inflammatory agents (eg, corticosteroids, tetracyclines, dapsone)
• Steroid topikal ultrapoten: Clobetasol propeionat
• Steroid topikal potensi sedang dan emolient
• Steroid sistemik
– Immunosuppressants/ agen sitostatik (eg, azathioprine (yg umum
digunakan), methotrexate, mycophenolate mofetil,
cyclophosphamide)
– Antibodi monoklonal: Rituximab
– Antibiotik untuk infeksi sekunder
– Pereda nyeri

http://emedicine.medscape.com/article/1064187-treatment | www.dermnetnz.or
D E R M AT I T I S AT O P I
Dermatitis Atopi
• Peradangan kulit kronis dan residif, disertai gatal dan umumnya
terjadi pada masa bayi dan anak-anak
• Berhubungan dengan riwayat atopi peningkatan kadar IgE
• Morfologi umumnya berupa papul gatal eskoriasilikenifikasi
• Predileksi pada daerah lipatan/fleksura
Klasifikasi
Based on phases/age
• Dermatitis atopi fase infantil (usia 2 bulan-2 tahun)
- Lesi di muka (dahi, pipi) berua eritema, papulo-vesikel yang halus
- Gataldigosokpecaheksudatifkrusta
- Kalau anak merangkaklesi di lutut
- Gatal sangat menggangguanak rewel dan sulit tidur
- Usia 18 bulantransformasi menjadi likenifikasi
- 2 tahun seharusnya sembuh, jika tidak berlanjut keD.A fase
anak
Klasifikasi
Based on phases/age
• Dermatitis atopi fase anak (usia 2 tahun-10
tahun)
- Kelanjutan dari fase infantil atau timbul sendiri(de novo)
- Lesi lebih kering, eksudatif minimal, lebih banyak papul,
likenifikasi, dan sedikit skuama
- Predileksi: lipat siku, lipat lutut, pergelangan tangan bagian
fleksor, kelopak mata, leher, dan jarang di muka
- Siklus setan: gatalgaruklikenifikasisemakin
gatalgaruk lagi
- Jika luas lesi mencapai >50% tubuh dapat memperlambat
pertumbuhan
Klasifikasi
Based on phases/age
• Dermatitis atopi fase remaja dan dewasa
- Plak papular eritematosa dan berskuama
- Plak likenifikasi yang gatal
- Predileksi:
 Remaja: Lipat siku, lipat lutut, dan samping leher, dahi, dan
sekitar mata
 Dewasa: distribusi tidak khas, paling banyak di tangan dan
pergelangan tangan
Diagnosis khusus bayi
3 mayor+3 minorD.A

• Mayor:
- Riwayat atopi pada keluarga
- Dermatitis di muka atau ekstensor
- Pruritus
• Minor:
- Xerosis/iktiosis/hiperliniaris palmaris
- Aksentuasi perifolikular
- Fisura belakang telinga
- Skuama di skalp kronis
Diagnosis
3 mayor+3 minorD.A

• Mayor: • Minor: - Katarak subkapsular


anterior
- Pruritus - Xerosis
- Orbita menjadi gelap
- Dermatitis di muka atau - Infeksi kulit (S. aureus
ekstensor dan HSV) - Muka pucat atau eritema
- Dermatitis di fleksura - Dermatitis nonspesifik di - Gatal bila berkeringat
pada dewasa tangan atau kaki - Intoleransi pada wol atau
- Dermatitis kronik atau - Iktiosis pelarut lemak
residif - Ptiriasis alba - Aksentuasi perifolikular
- Riwayat atopi pada - Dermatitis di papila - Hipersensitif pada
penderita/keluarga mammae makanan
- Kelitis - Tes kulit +
- White dermographism - Kadar IgE serum
dan delayed blanch meningkat
response - Awitan pada usia dini
- Lipatan infraorbital
Dennie-Morgan
- Konjuntivitis berulang
- Keratokonus Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2010.
William Criteria

• Nowadays, its modified to be more simple


• Kriteria diagnosis:
- Kulit gatal, atau orang tua lapor bahwa anaknya suka
menggaruk atau menggosok (karena gatal)
- Ditambah minimal 3 atau lebih dari kriteria berikut
1. Riwayat terkenanya lipatan kulit, termasuk pipi untuk anak usia di
bawah 10 tahun
2. Riwayat asma bronkial atau hay fever
3. Riwayat kulit kering dalam 1 tahun terakhir
4. Adanya dermatitis di lipatan
5. Onset di bawah usia 2 tahun

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2010.
Diagnostic criteria for atopic dermatitis: a systematic review. British Journal of Dermatology, 2008
Prinsip tatalaksana
• The easiest and the most effective:
avoidance
• Kulit penderita D.A kering dan fungsi
sawarnya kurangmudah
retakberikan emolien (pelembab)
setiap 6 jam
• Kortikosteroid topikal: hidrokortison
1%-2.5% (bayi), anak dan dewasa:
triamsinolone acetonide 0.1%
• Imunomodulator topikal:
takrolimus jika kortikosteroid
sudah lama dipakai dan D.A masih
berlangsung (karena penggunaan
kortikosteroid topikal jangka panjang
bisa menyebabkan atrofi kulit)
• Kortikosteroid oral dan antihistamin
oraljika diperlukan
PSORIASIS VULGARIS
Psoriasis vulgaris
• Bercak eritema berbatas tegas dengan skuama kasar berlapis-lapis dan
transparan

• Predileksi
• Skalp, perbatasan skalp-muka, ekstremitas ekstensor (siku & lutut),
lumbosakral
• Khas: fenomena tetesan lilin, Auspitz sign, Kobner sign

• Patofisiologi
– Genetik: berkaitan dengan HLA
– Imunologik: diekspresikan oleh limfosit T, sel penyaji antigen dermal, dan
keratinosit
– Pencetus: stress, infeksi fokal, trauma, endokrin, gangguan metabolisme,
obat, alkohol, dan merokok

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2010.
Psoriasis Vulgaris
Tanda dan Gejala
• Perburukan lesi skuama kronik
• Onset cepat pada banyak area kecil
dengan skuama dan kemerahan
• Baru terinfeksi radang tenggorokan
(streps), virus, imunisasi, obat
antimalaria, trauma
• Nyeri (terutama pada kasus psoriasis
eritrodermis atau pada sendi yang
terkena arthritis psoriasis)
• Pruritus
• Afebril
• Kuku distrofik
• Ruam yang responsif terhadap steroid
• Konjungtivitis atau blepharitis

http://emedicine.medscape.com/article/1943419-overview
Psoriasis Vulgaris: Tanda Khas

Tanda Penjelasan

Fenomena Skuama yang berubah warnanya menjadi putih pada


tetesan lilin goresan, seperti lilin yang digores, akibat berubahnya indeks
bias.

Fenomena Tampak serum atau darah berbintik-bintik akibat


Auspitz papilomatosis dengan cara pengerokan skuama yang
berlapis-lapis hingga habis.

Fenomena Kelainan yang sama dengan kelainan psoriasis yang timbul


Kobner akibat trauma pada kulit sehat penderita psoriasis, kira-kira
muncul setelah 3 minggu.
Tipe Psoriasis
Tipe
Plak • Bentuk paling umum
Psoriasis • Lesi meninggi dasar kemerahan dan tertutup sisik putih (sel kulit mati)
• Predileksi: kulit kepala, lutut, siku, punggung, dan kulit yang sering
terkena trauma
• Terasa gatal dan nyeri, dapat retak dan berdarah
Psoriasis • Tersering kedua
Gutata • Lesi berbentuk titik/ plak kecil
• Dimulai pada masa anak-dewasa muda, dapat merupakan kelanjutan
dari infeksi streptokokus.
Inverse • Lesi berwarna merah, pada lipatan kulit
Psoriasis • Tampak licin dan mengkilat
• Dapat muncul bersama tipe lain
Psoriasis • Pustul berwarna putih (bula steril) dikelilingi dasar kemerahan
Pustular • Isi pus adalah sel darah putih
• Tidak menular
• Paling sering muncul di tangan dan kaki
Nail • Perubahan warna kuku menjadi kuning-kecoklatan, permukaan menjadi
Psoriasis tidak rata (sering berbentuk pit kecil multipel)
Tatalaksana
Langkah pengobatan psoriasis:
 Langkah 1: Pengobatan topikal
(obat luar) untuk psoriasis
ringan, luas kelainan kulit kurang
dari 3%.
 Langkah 2:
Fototerapi/fotokemoterapi untuk
mengobati psoriasis sedang
sampai berat, selain itu juga
dipakai untuk mengobati
psoriasis yang tidak berhasil
dengan pengobatan topikal.
 Langkah 3: Pengobatan sistemik
(obat makan atau obat suntik)
khusus untuk psoriasis sedang
sampai parah (lebih dari 10%
permukaan tubuh) atau psoriatic
arthritis berat (disertai dengan
cacat tubuh). Juga dipakai untuk
psoriatic eritroderma atau
psoriasis pustulosa
Keterangan:
Ultraviolet B (UVB)
Broadband (BB)
Narrowband (NB)
PPK PERDOSKI 2017 Phototherapy ultraviolet A (PUVA)
DKI & DKA
Allergic contact dermatitis Irritant contact dermatitis (ICD) (80%)
(ACD) (20%) • Develop following prolonged and repeated
exposure to irritants
• Inflammation caused by allergen-
• Inflammatory cells have role in development of
specific T lymphocytes. dermatitis
• Rapid development of dermatitis • Allergen-specific lymphocytes not involved in
occurs following re-exposure to pathogenesis
low concentrations of allergen, • Prior sensitization is not necessary
not cause lesions in non- • Nonimmunologic, multifactorial, direct tissue
sensitized individuals reaction
• Prototype of type IV cell- • T cells activated by nonimmune, irritant, or
mediated hypersensitivity innate mechanisms release proinflammatory
reactioN cytokines
• Dose-dependent inflammation

www.worldallergy.org
Contoh berbagai pajanan iritan dan
allergen pada dermatitis kontak
DKI vs DKA: Patch Test
• Untuk metode diagnostik delayed contact hypersensitivity  DKA
• DKI: diagnosis berdasarkan klinis saja dan dengan menyingkirkan
DKA (hasil Patch Test negatif)
• Patch test:
– Antigen dibiarkan menempel selama 48 jam
– Pembacaan dilakukan 2 kali: pertama dilakukan 15-30 menit setelah
dilepas; kedua dilakukan 72-96 jam setelah dilepas
– Bila reaksi bertambah (crescendo) di antara kedua pembacaan,
cenderung ke respons alergi. Disesuaikan juga dengan keadaan klinis.

The eczematous area at the wrist is due to sensitivity to nickel in the watch-strap buckle. (2) The suspected allergy may be
confirmed by applying potential allergens, in the relevant concentrations and vehicles, to the patient’s upper back (patch testing).
A positive reaction causes a localized area of eczema at the site of the offending allergen 2–4 days after application.
Terapi dermatitis kontak alergi dan iritan
• Non medikamentosa
– Identifikasi allergen tersangka dan hindari, anjurkan pakai APD
• Medikamentosa
– Sistemik: simtomatis, derajat berat dapat diberikan kortikosteroid
(KS) oral setara prednidon 20 mg/hari janka pendek (3 hari)
– Topikal:
• pelembab kaya kandungan lipid (vaslein/petrolatum)
• Klinis basah (madidans)  kompres terbuka 2-3 lapis kain kassa dengan
NaCl 0.9%
• Klinis kering  krim KS potensi sedang-tinggi misalnya mometason furoate,
flutikason propionate
• Kasus berat dan kronik tidak respon dengan steroid: immunosupresi
sistemik azatioprin atau siklosporin

PPK Perdoski 2017


D E R M AT I T I S
NONINFEKSI
N E U R O D E R M AT I T I S
Liken Simpleks Kronikus
• Nama lain: Liken Vidal atau neurodermatitis
sirkumskripta
• Penebalan kulit akibat gesekan atau garukan berulang
• Gatal (dengan atau tanpa penyebab patologis kulit) 
garukan berulang  trauma mekanis  likenifikasi
• Daerah: daerah yang mudah dijangkau oleh tangan
seperti kulit kepala, tengkuk, ekstremitas ekstensor,
pergelangan tangan dan area anogenital, meskipun
dapat timbul di area tubuh manapun.
• Etiologi
– Rangsangan pruritogenik dari alergi atau stress

Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2010, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI
Gambaran klinis

• Lesi likenifikasi umumnya tunggal tetapi dapat lebih dari satu dengan ukuran
lentikular hingga plakat.
• Stadium awal berupa eritema dan edema atau papul berkelompok.
• Akibat garukan terus menerus timbul plak likenifikasi dengan skuama dan
eskoriasi, serta hiperpigmentasi atau hipopigmentasi.
• Bagian tengah lesi menebal, kering dan berskuama, sedangkan bagian tepi
hiperpigmentasi.

PPK Perdoski. 2017


Tatalaksana
• Topikal
– Emolien dapat diberikan sebagai kombinasi dengan kortikosteroid
topikal atau pada lesi di vulva dapat diberikan terapi tunggal krim
emolien (C,4)
– Kortikosteroid topikal: dapat diberikan kortikosteroid potensi kuat
seperti salep klobetasol propionat 0,05%, satu sampai dua kali sehari
(C,4)
– Calcineurin inhibitor topikal seperti salep takrolimus 0,1%, atau krim
pimekrolimus 0,1% dua kali sehari selama 12 minggu (C,4)
– Preparat antipruritus nonsteroid yaitu: mentol, pramoxine (C,4)
• Sistemik
– Antihistamin sedatif (A,1) efek sedatif agar mengurangi sifat
menggaruk
– Antidepresan trisiklik (A,1)
• Tindakan: Kortikosteroid intralesi (triamsinolon asetonid) (C,4)
• Menghindari menggaruk lesi

PPK Perdoski. 2017


D E R M AT I T I S S E B O R O I K
Dermatitis seboroik
• Kelainan kulit papuloskuamosa kronis yang umum
dijumpai pada anak dan dewasa.
• Penyakit ini ditemukan pada area kulit yang memiliki
banyak kelenjar sebasea seperti wajah, kulit kepala,
telinga, tubuh bagian atas dan fleksura (inguinal,
inframammae, dan aksila).
Dermatitis Seboroik/Ptiriasis Sika
• Etiologi: belum diketahui pasti
– Kelainan konstitusi berupa status seboroik yang diturunkan
– Pertumbuhan Pityrosporum ovale yang berlebihan
– Proliferasi epidermis yang meningkat
– Faktor predisposisi: kelelahan, stres emosional, infeksi, defisiensi imun

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Gejala klinis
• Pada bayi biasanya terjadi pada 3 bulan pertama kehidupan.
– Sering disebut cradle cap.
– Keluhan utama biasanya berupa sisik kekuningan yang berminyak dan
umumnya tidak gatal.
• Pada anak dan dewasa, biasanya yang menjadi keluhan utama
adalah kemerahan dan sisik di kulit kepala, lipatan nasolabial, alis
mata, area post aurikula, dahi dan dada.
– Lesi lebih jarang ditemukan di area umbilikus, interskapula, perineum
dan anogenital.
– Area kulit yang kemerahan biasanya gatal.
– Pasien juga dapat mengeluhkan ketombe (Pitiriasis sika).
– Keluhan dapat memburuk jika terdapat stressor atau cuaca dingin.
• Pada bayi umumnya bersifat swasirna sementara cenderung
menjadi kronis pada dewasa.

PPK PERDOSKI 2017


Gejala klinis

• Pada bayi, dapat ditemukan skuama kekuningan atau putih yang


berminyak dan tidak gatal.
• Skuama biasanya terbatas pada batas kulit kepala (skalp) dan dapat
pula ditemukan di belakang telinga dan area alis mata.
• Lesi lebih jarang ditemukan di lipatan fleksura, area popok dan
wajah.
• Pada anak dan dewasa dapat bervariasi mulai dari:
 Ketombe dengan skuama halus atau difus, tebal dan menempel
pada kulit kepala
 Lesi eksematoid berupa plak eritematosa superfisial dengan
skuama terutama di kulit kepala, wajah dan tubuh
 Di dada dapat pula menunjukkan lesi petaloid atau pitiriasiformis.
• Apabila terdapat di kelopak mata, dapat disertai dengan blefaritis.
• Dapat meluas hingga menjadi eritroderma

PPK PERDOSKI 2017


*AIAFp: non steroid anti-
inflammatory agent with
antifungal properties
Contoh krim piroctone
olamine/alglycera/bisabolol
Pilihan Terapi
Pilihan Terapi u/ lesi Scalp
u/lesi non scalp
Lini pertama Lini pertama
• Ketokonazol topikal • Sampo ketokonazol
• Kortikosteroid topikal potensi
ringan-sedang • Sampo ciclopirox
• AIAFp topikal • Sampo zinc pyrithione
Lini kedua
Lini kedua • Propylene glycol lotion
• Lithium succinate/lithium
gluconate topikal • Kortikosteroid topikal potensi
• Inhibitor kalsineurin topikal kuat-sangat kuat
• Salep tacrolimus
Lini ketiga Mikonazol
• Terbinafin oral Sampo selenium sulfida
• Itrakonazol oral
• Gel metronidazol
• Krim non steroid
• Terbinafin topikal
PITIRIASIS ROSEA
Pitiriasis Rosea
• Etiologi: tidak jelas, diduga virus karena self limiting
• Gejala klinis:
1. Gatal ringan
2. Pitiriasis (skuama halus)
3. Lesi khas
Lesi yang pertama muncul:
Herald Patch
• Lokasi di badan
• Soliter
• Oval dan annular
• Diameter ± 3 cm
• Lesi eritema dan skuama halus di pinggirnya

• Gambaran lesi seperti lesi pertama


hanya lebih kecil dan semakin banyak
• Susunan sejajar costae seperti pohon
cemara terbalik
• Timbul serentak atau dalam beberapa
hari 4-10 hari setelah lesi pertama:
• Predileksi: badan, lengan atas
proksimal, dan paha atasseperti
Pohon cemara terbalik
pakaian renang wanita jaman dahulu Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2010, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI
Ptiriasis Rosea: Tatalaksana
• Umumnya dapat sembuh spontan
• Topikal (bila gatal mengganggu):
– Larutan anti pruritus seperti calamine lotion (B1)
– Kortikosteroid topikal (C3)
• Sistemik:
– Apabila gatal mengganggu: antihistamin misalnya setirizin 1x10
mg p.o (B1)
– Kortikosteroid sistemik (C3)
– Eritromisin oral 4x250 mg selama 14 hari (A1)
– Asiklovir 3x400 mg p.o selama 7 hari (indikasi bila awal
perjalanan penyakit disertai flu-like symptoms atau keterlibatan
kulit yang luas) (B1)
– Fototerapi: narrowband UV-B dengan dosis tetap sebesar 250
mJ/cm3 (B1)
Studberg DL, et al. Pityriasis Rosea. American Family Physician. 2004 Jan 1;69(1):87-91
http://emedicine.medscape.com/article/1107532-treatment#d8
PITIRIASIS ALBA
Ptiriasis Alba
• Dermatitis non-spesifik yang belum jelas penyebabnya
• Diduga akibat infeksi streptococcus.
• Banyak dijumpai pada anak usia 3-16 tahun
• Predileksi: muka, mulut, dahi, pipi, dan dagu
• Perjalanan klinis terdiri dari tiga fase:
1. Fase pertama yaitu timbul makula berwarna merah muda dengan tepi
menimbul.
2. Fase kedua timbul dalam beberapa minggu berupa macula hipopigmentasi
dengan skuama putih halus (powdery white scale) pada permukaannya.
3. Fase ketiga berupa makula hipopigmentasi tanpa skuama yang dapat
menetap hingga beberapa bulan/tahun.
• Ketiga tahap tersebut dapat ditemukan secara bersamaan
• Lesi umumnya berukuran 0,5-3 cm. Dapat berbentuk bulat, oval atau ireguler.
• Tempat predileksi utama yaitu daerah wajah, dapat pula ditemukan di leher,
batang tubuh, dan ekstremitas.
Rekomendasi PERDOSKI 2017
• Topikal
Salep takrolimus 0,1% dua kali sehari selama 8
minggu (A,1)
Salep kalsitriol 0,0003% dua kali sehari selama 8
minggu (A,1)
Pelembab
Kortikosteroid potensi ringan
Krim pimekrolimus 1% dua kali sehari selama 12
minggu
• Fototerapi
– Terapi dengan laser excimer 308 nm dua kali seminggu
selama 12 minggu
D E R M AT I T I S S TA S I S
Dermatitis Stasis
• Kondisi inflamasi kulit pada ekstermitas Tatalaksana:
bawah, biasanya merupakan sekuel dari
• Elevasi tungkai
kondisi Chronic Venous Insufficiency,
berhubungan dengan varicose veins, • Kompresi  bisa pakai stocking
dependent chronic edema, dengan controlled pressure
hiperpigmentasi, lipodermatosklerosis, dan gradient
ulserasi • Lesi eksudatif  kompres lembab
• Etiologi: adanya venous hypertension
• Lesi kering  untuk kurangi
karena aliran retrograde akibat katup vena
yang tidak berfungsi dengan
inflamasi akut dan gatal bisa
baik/rusak/ada obstruksi vena  backflow gunakan kortikosteroid seperti
darah dari system vena dalam ke triamsinolon oint 0.1%
superfisial disertai venous hypertension  • Infeksi sekunder  antibiotic
ekstravasasi sel darah merah  proses – Superfisial  mupirocin topical
inflamasi dimediasi metalloproteinase atau antibiotic sistemik ntuk
• Predileksi: ekstremitas bawah infeksi staphylococcus atau
• Komplikasi: selulitis, ulkus, streptococcus  dicloxacillin,
lipodermatosklerosis cephalexin, penicilli
medscape
Dermatitis stasis
Dermatitis stasis
Tanda dan gejala Pemeriksaan penunjang
• Eritematosa, skuama, plak
eksematosa di ekstremitas bawah • Pemeriksaan hematologic
(sering di medial ankle)  kondisi
• Pruritus  bisa jadi likenifikasi hiperkoagulabilitas
karena garukan berulang • Pemeriksaan doppler 
• Discoloration  sebabkan merah evaluasi DVT
kecoklatan pada kulit akibat deposit
hemosiderin akibat ekstravasasi
eritrosit  bercak hiperpigmentasi
• Dapat timbul ulkus
• Edema
• Tanda CVI:
– Varises, lymphedema sekunder,
atrophie blanche, selulitis sekunder,
ulserasi
Medscape, uptodate
ULKUS TUNGKAI
NONINFEKSI
Ulkus pada Tungkai Bawah
Penyakit Keterangan

Ektima • Infeksi pioderma pada kulit dengan karakteristik berbentuk krusta disertai ulserasi
• Ulkus superfisial dengan gambaran “punched out appearance” atau berbentuk cawan dengan
dasar merah dan tepi meninggi

Ulkus • Ulkus tropikum adalah ulkus yang cepat berkembang dan nyeri, biasanya pada tungkai
tropikum bawah, dan lebih sering ditemukan pada anak-anak kurang gizi di daerah tropik
• Bentuk ulkus lonjong atau bulat, tertutup oleh jaringan nekrotik dan secret serosanguinolen
yang banyak dan meleleh

Ulkus • Dasar ulkus terlihat jaringan granulasi atau bahan fibrosa. Dapat juga terlihat eksudat yang
Varikosum banyak. Kulit sekitarnya tampak merah kecoklatan akibat hemosiderin
/stasis • Kulit sekitar luka mengalami indurasi, mengkilat, dan fibrotik
vena • Daerah predileksi yaitu daerah antara maleolus dan betis, tetapi cenderung timbul di sekitar
maleolus medialis
Ulkus varikosum
• Sinonim: ulkus venosum
• Ulkus pada tungkai bawah akibat gangguan aliran darah vena
• Etiologi: kelainan vaskular pada vena berupa trombosis,
tromboflebitis, kelainan katup vena, dan kelainan lain yang
menyebabkan obstruksi pada vena sehingga terjadi trombosis
(tumor, kehamilan, dsb)
• Predileksi: proksimal dari malleolus medialis, yaitu area sekitar
vena safena magna, atau di malleolus lateral di area sekitar
vena safena parva
• Soliter, dangkal, tertutup jaringan nekrotik, tepi tidak
meninggi, jaringan sekitar hiperpigmentasi
• Terapi
– Elevasi tungkai, antibiotik, atasi penyebab
Patogenesis dan patofisiologi
Tromboflebitis kerusakan katup vena edema

Peningkatan tekanan kapiler vena

Jaringan fibrotik

Eritrosit keluar

Iskemia

Purpura
Nekrotik

Berubah menjadi kehitaman


Ulkus
Ulkus Venosum
Tatalaksana
• Elevasi tungkai saat berbaring mengurangi hambatan
pada aliran vena, meningkatkan venous return
• Varises di proksimal ulksudiberi bebat
elastismenunjang kerja otot tungkai bawah untuk
memompa darah ke arah jantung
• Jika terdapat infeksi sekunder diberi kompres antiseptik:
 Gram positifpermanganas kalikus 1/5000
 Gram negatiflarutan perak nitrat 0,5% atau 0,25%
 Jika sudah keringgentamisin atau neomisin topikal
 Antibiotik oral harus diberikan
Ulkus arteriosum
• Lebih banyak ditemukan pada orang usia >45
tahun
• Penyebabnya adalah ateroma atau defek pada
pembuluh darah, sehingga kulit disekitarnya
mengalami kelainanterkena traumaulkus
Patogenesis dan patofisiologi
Penyempitan lumen karena aterosklerosis atau lainnya

Jika penyebabnya
aterosklerosis
- Ulkus terdapat dekat
Hipoksia jaringan tonjolan tulang

- Kulit tipis, kering, bersisik, dan sianotik


- Bulu berkurang
- Kuku jari menebal dan distrofik

Jika penyebabnya hipertensi


Mekanisme proteksi menurun - Paling sering di lateral
Trauma pergelangan kaki

Ulkus
EVALUATION

CHARACTERISTICS VENOUS ARTERIAL


APPEARANCE Irregular, dark pigmentation, Irregular, smooth edge, minimum
sometimes fibrotic, granulation, to no granulation, usually deep
usually shallow. with a punched out appearance.

LOCATION Distal lower leg, medial malleolus. Distal lower leg/feet/toes, lateral
malleolus, anterior tibial area.

PEDAL PULSES Usually present. May be diminished or absent.

PAIN May be present. Usually improves Usually painful especially with leg
with leg elevation. elevation.

DRAINAGE Moderate to large. Minimal to none.

TEMPERATURE May be increased. May be decreased.

SKIN CHANGES Flaking, dry, hyperpigmented. Thin, shiny, hairless, yellow nails.
Ulkus Neurotrofik

• Ulkus yang timbul perlahan-lahantidak


disadari oleh penderitatidak nyeri
• Disebabkan oleh tekanan atau trauma pada
kulit yang anestetik (sering terjadi pada
penderita DM yang telah mengalami
neuropati)
• Bentuk ulkus bulat, tidak nyeri, berisi jaringan
nekrotik, kering, dan kulit disekeliling ulkus
hiperkeratotik (kalus)
VENEROLOGI
T R I KO M O N I A S I S
Vaginitis Differentiation
Normal Bacterial Vaginosis Candidiasis Trichomoniasis

Symptom Itch, discomfort, Itch, discharge, 50%


Odor, discharge, itch
presentation dysuria, thick discharge asymptomatic
Homogenous, adherent,
Thick, clumpy, white Frothy, gray or yellow-
Vaginal discharge Clear to white thin, milky white;
“cottage cheese” green; malodorous
malodorous “foul fishy”
Inflammation and Cervical petechiae
Clinical findings
erythema “strawberry cervix”

Vaginal pH 3.8 - 4.2 > 4.5 Usually < 4.5 > 4.5

KOH “whiff” test Negative Positive Negative Often positive

Clue cells (> 20%), Motile flagellated


NaCl wet mount Lacto-bacilli Few WBCs
no/few WBCs protozoa, many WBCs

Pseudohyphae or spores
KOH wet mount
if non-albicans species

207
Trikomoniasis
• Merupakan salah satu penyakit menular
seksual yang disebabkan oleh infeksi
Trichomonas vaginalis
• T. Vaginalis  patogen pada traktus
genitourinaria
• Manifestasi Klinis :
– Wanita : sekret vagina berbau warna kekuningan,
eritema vulvar, pruritus, disuria atau dyspareunia
– Inkubasi 5 -28 hari
• Gejala dan Tanda
– Keputihan kuning-kehijauan, berbusa, berbau tidak
enak
– Strawberry cervix: abses kecil pada dinding vagina
dan serviks  dispareunia dan perdarahan pasca
koitus
– pH > 4,5
Trikomoniasis (PPK Perdoski 2017)
Pemeriksaan penunjang mikroskopik:
• Perempuan: Bahan duh tubuh yang berasal dari forniks posterior
dilakukan pemeriksaan sediaan basah dengan larutan NaCl fisiologis,
didapati parasit Trichomonas vaginalis dengan pergerakan flagelanya
yang khas.
• Laki-laki: Bahan sedimen urin sewaktu, dapat ditemukan parasit
Trichomonas vaginalis.
Pengobatan:
• Metronidazol 2 gram per oral dosis tunggal, atau
• Metronidazol 2x500 mg/hari per oral selama 7 hari
• Pasien dianjurkan untuk tidak mengkonsumsi alkohol selama
pengobatan hingga 48 jam sesudahnya untuk menghindari disulfiram-
like reaction
B A C T E R I A L VA G I N O S I S
Bakterial Vaginosis
• Bakterial vaginosis: polymicrobial clinical syndromemenyebabkan jumlah
Lactobacillus sp. (flora normal vagina) menurun dan meningkatnya jumlah
bakteri anaerob.
• Etiologi utama: Gardnerella vaginalis, lainnya: Mobiluncus, Bacteroides,
Peptostreptococcus, Mycoplasma hominis, Ureaplasma urealyticum ,
Eubacterium, Fusobacterium, Veilonella, Streptococcus viridans, dan Atopobium
vaginae
• Faktor resiko
 BV berhubungan dengan seks multipartner
 Douching
 Jumlah lactobacillus (flora normal vagina) turun
 Semakin sering berhubungan sekssemakin
beresiko
 Semakin jarang berhubungan sekssemakin
rendah resiko
2015 STD Treatment Guideline CDC
Prinsip diagnosis
• Kriteria Amsel:
 Duh tubuh homogen putih keabuan
 Clue cells (dari pemeriksaan Terpenuhi 3 dari 4
mikroskopik)
 pH vagina >4.5
 Whiff test (+): Duh tubuh berbau
Bakterial Vaginosis
amis (fishy odor)sebelum atau
sesudah ditetesi KOH 10%

• Gold standard: Pemeriksaan Gram

2015 STD Treatment Guideline CDC


Prinsip terapi
• Terapi farmakologis direkomendasikan pada wanita
dengan gejala. Asimptomatiktidak perlu terapi
• DOC: Metronidazole
Metronidazole 2 x 500 mg p.o selama 7 hari
Metronidazole 2 gram p.o single dose
• Alternatif terapi: Klindamisin 2x300 mg/hari per oral
selama 7 hari
• Pasien dianjurkan untuk tidak mengkonsumsi alkohol
selama pengobatan dengan metronidazol berlangsung
sampai 48 jam sesudahnya untuk menghindari disulfiram-
like reaction
PPK PERDOSKI 2017
K A N D I D O S I S VA G I N A
TERAPI:
• Klotrimazol 500 mg, intravagina SD (A, 1)
Kandidosis Vagina • Klotrimazol 200 mg, intravagina 3 hari (A,
1)
• Nistatin 100.000 IU intravagina 14 hari
(D,5)
• Terjadi terutama karena
meningkatnya pemakaian • Flukonazol 150 mg PO SDA,1) atau
antibiotik, pil KB, dan obat lain  • Itrakonazol 2x200 mg PO 1 hari (A, 1) atau
perubahan pH vagina  • Itrakonazol 1x200mg/hari PO 3 hari (A,1)
pertumbuhan candida atau
• Sering ditemukan pada wanita • Ketokonazol 2x200 mg/hari PO 5 hari
hamil, menstruasi, DM • Catatan: Hindari obat oral pada ibu hamil
• Gejala
– Mengenai mukosa vulva (labia EDUKASI:
minora) dan vagina. • Hindari bahan iritan lokal, misalnya produk
– Bercak putih, kekuningan, berparfum (C,4)
heperemia, leukore seperti • Hindaripemakaianbilasvagina
susu pecah, dan gatal hebat. • Hindari pakaian ketat atau dari bahan
– Dapat mengakibatkan infeksi sintesis (C,4)
saluran kemih. • Hilangkan faktor predisposisi: hormonal,
pemakaian kortikosteroid dan antibiotik
yang terlalu lama, kegemukan
Terapi

Habif T.P. Clinical Dermatology A Color Guide To Diagnosis and Therapy. Sixth edition. 2016
SIFILIS
Ulkus Pada IMS: Ulkus Durum
• Etiologi: Treponema Pallidum, bakteri
berbentuk spiral

• Gejala Klinis
– Stadium I: Ulkus durum
– Stadium II: Lesi sekunder di kulit
(roseola sifilitika, korona veneris,
kondiloma lata, lekoderma sifilitika)
– Stadium laten :
• Dini : bersifat menular
• Lanjut : bersifat tidak menular
– Stadium III: Gumma
– Stadium kardiovaskular dan neurosifilis
Sifilis Stadium Dini I (SI)
• Stadium dini (menular)
• Antara 10 – 90 hari (2 – 4 mgg) sth kuman msk  lesi – kulit
tempat msk kuman
• Umumnya lesi hanya 1 – AFEK PRIMER : papul yg kemudian
menjadi erosi / ulkus : ULKUS DURUM
• Umumnya lokasi afek primer – genital, jg dpt ekstra genital
• Dpt sembuh sendiri tanpa pengobatan dlm 3 – 10 mgg
• 1 mgg sth afek primer (+)  penjalaran infeksi ke kelenjar gth
bening (KGB) regional : regio inguinal medial – KGB
membesar, soliter, padat kenyal, indolen, tidak supuratif,
periadenitis (-) & dpr digerak scr bebas dr jaringan sekitarnya
 KOMPLEKS PRIMER
Sifilis Stadium I (SI)
DIAGNOSIS
• mikroskop lapangan gelap (dark field microscope)  melihat pergerakkan
Treponema
• Pewarnaan Burri (tinta hitam)  tidak adanya pergerakan Treponema (T.
pallidum telah mati)  kuman berwarna jernih dikelilingi oleh lapangan
yang berwarna hitam.
• Serologi: VDRL, TPHA, fluorescent treponemal antibody-absorption (FTA-
ABS), Rapid plasma reagin (RPR) test, Treponemal enzyme immune assay
(EIA), T pallidum particle agglutination assay (TPPA)
• Bahan pemeriksaan diambil dari dasar ulkus atau pungsi kelenjar getah
bening
• Secara akademik : Bila hasil (-), pemeriksaan diulang 3 hari berturut-turut
Sifilis Stadium Dini II (SII)
• Umumnya Std II (+) sth 6 – 8 mgg
• S II srg disebut : the Greatest Imitator of all the skin
diseases. Penting – tanpa rasa gatal
• Kelainan – sistemik, didahului gejala prodromal :
– Nyeri otot, sendi, suhu subfebril, sukar menelan (angina
sifilitika), malaise, anoreksi & sefalgia
– Kelainan  kulit, selaput lendir, kelenjar & organ tubuh
lain
Sifilis Stadium Dini II (SII)
Kelainan kulit
• Makula eritem, bulat lonjong (roseola sifilitika) t u  dada,
perut, punggung, lengan, tangan  ke seluruh tubuh
• Transien dan berakhir  hipopigmentasi (leukoderma
sifilitika)
• Papel - batas kulit rambut kepala (korona veneris)
– Papula arsiner, sirsiner dan polisiklik
– Papula diskret - telapak tangan dan telapak kaki
– Papula korimbiformis
– Kondiloma lata - kulit lipatan-lipatan yang lembab & hangat
– Papula + folikulitis yang dapat  alopesia sifilitika
• Papuloskuamosa - mirip psoriasis (psoriasis sifilitika),
papulokrustosa - mirip frambusia (sifilis frambusiformis)
• Pustula, - bersifat destruktif  pd KU buruk (rupia sifilitika =
lues maligna)
Papul (sebaran)

Arsinar
Sinsiner

Linear

Herpetiformis

Polisiklik
Sifilis Stadium Dini II (SII)
• Kelainan selaput lendir
• Kelainan tubuh lain
– Mucous patch - banyak mengandung T
– Kuku : onikia, rapuh dan
pallidum, kabur
– Bentuk bulat, kemerahan  ulkus – Mata : uveitis anterior,
– Kelainan  mukosa bibir, pipi, laring, tonsil korioretinitis
dan genital. – Tulang : periostitis
• Kelainan kelenjar – Hepar : hepatomegali,
hepatitis
– Pembesaran kelenjar  seluruh tubuh
– Ginjal, meningen
(limfadenopati generalisata) - sifat = S I
– Kelenjar - kelenjar getah bening superfisialis • Diagnosis : STS – selalu
 t u suboksipital, sulkus bisipitalis & (+)
inguinal. Pada aspirasi kelenjar akan
ditemukan T. pallidum.
Sifilis Stadium Laten Dini Sifilis Stadium Rekuren

• Stadium ini (+) < dari 2 • Kelainan klinis seperti


tahun setelah infeksi. kelainan stadium II,
• Tanda-tanda klinis (-), namun kelainan bersifat
bersifat menular. setempat.
• Penegakkan diagnosis  • Kadang-kadang dapat juga
STS yang positif. timbul kelainan seperti
stadium I.
Sifilis Stadium Lanjut (Tidak Menular)

STADIUM LATEN LANJUT


• Disebut laten lanjut > 2 tahun setelah infeksi.
• Kelainan klinis (-) dan hanya dapat diketahui
berdasarkan hasil pemeriksaan STS yang
positif.
• Lamanya masa laten ini dapat berlangsung
bertahun-tahun, bahkan dapat berlangsung
seumur hidup.
Sifilis Stadium Lanjut (Tidak Menular)

STADIUM III STADIUM III


• Kelainan timbul 3 – 10 tahun • Guma soliter - dapat multipel
sesudah stadium I • Ukuran: milier - beberapa cm.
• Kelainan khas guma : infiltrat • Guma  di semua jaringan &
berbatas tegas, bersifat kronis,  merusak semua jenis
cenderung mengalami perkejuan jaringan : tulang rawan
(perlunakan) & pecah  ulkus hidung, palatum atau organ
• Ulkus : dinding curam, dasar : dalam tubuh (lambung, hepar,
jaringan nekrotik berwarna lien, paru-paru, testis, dll)
kuning keputihan (ulkus • Diagnosis pasti hasil STS.
gumosum) & bersifat destruktif
& serpiginosa.
Sifilis: Tatalaksana (PERDOSKI 2017)
• Obat pilihan:
Benzil benzatin penisilin G (BBPG), dengan dosis:
– Stadium primer dan sekunder:
• 2,4 juta Unit, injeksi intramuskular, dosis tunggal
• Cara: satu injeksi 2,4 juta Unit IM pada 1 bokong, atau 1,2
juta Unit pada setiap bokong.
– Stadium laten:
• 2,4 juta Unit injeksi intramuskular, setiap minggu, pada
hari ke- 1, 8 dan 15
• Sesudah diinjeksi, pasien diminta menunggu selama 30
menit.
Sifilis: Tatalaksana (PERDOSKI 2017)
• Obat alternatif:
– bila alergi terhadap penisilin atau pasien menolak injeksi atau tidak
tersedia BBPG:
– Doksisiklin 2x100 mg oral
• Stadium primer dan sekunderselama 14 hari (B recommendation, LOE 3)
• Stadium laten  selama 28 hari (B recommendation, LOE 3)
– Eritromisin4x500mgoraluntuk ibu hamil
• Stadium primer dan sekunder selama 30 hari (D recommendation, LOE 5)
• Stadium laten lebih dari 30 hari (D recommendation, LOE 5)
• Evaluasi terapi:
– evaluasi secara klinis dan serologi dilakukan pada bulan ke-1, 3, 6, dan
12.
• Kriteria sembuh:
– titer VDRL atau RPR menurun 4 kali lipat dalam 6 bulan setelah
pengobatan.
ULKUS
MOLE/CHANCROID
Ulkus Pada IMS
Ulkus Durum Ulkus Mole (Chancroid)
• Treponema pallidum (spiral) • Haemophilus ducreyi
• Dasar bersih (kokobasil, gram negatif)
• Tidak nyeri (indolen) • Dasar kotor, mudah berdarah
• Sekitar ulkus keras (indurasi) • Nyeri tekan
• Soliter • Lunak
• Multipel
• Tepi ulkus menggaung
Ulkus Mole (Chancroid)
Ulkus Mole: Penyakit infeksi pada alat kelamin yang
akut, setempat disebabkan oleh Haemophillus ducreyi.
Ulkus: kecil, lunak, tidak ada indurasi, bergaung, kotor
(tertutup jaringan nekrotik dan granulasi)

PATOGENESIS :
• Masa inkubasi : 1-3 hari
• Port d’entrée  merah  papul  pustula  pecah  ulkus
• Ulkus :
 Multiple
 Tidak teratur
 Dinding bergaung
 Indurasi +
 Nyeri (dolen)
 Kotor
2015 STD Treatment Guideline CDC
Prinsip diagnosis
• Diagnosis definitif adalah menemukan H. ducrei
dengan medium kultur spesifikTidak tersedia di
semua negara, sensitivitas <80%kurang efisien
• Harus memenuhi semua kriteria di bawah ini:
1. Adanya 1 atau lebih ulkus genital yang nyeri
2. Limfadenopati regional tidak wajib ada
3. Terbukti tidak ada syphilis melalui
pemeriksaan lapang pandang gelap
4. HSV negatif

2015 STD Treatment Guideline CDC


Ulkus Mole
Gambaran mikroskopis
• Kokobasil gram negatif
• School of fish

Seperti sekelompok ikan berenang


Tatalaksana Chancroid
PERDOSKI 2017

• DOC (rekomendasi A):


– Azitromisin 1 gram per oral dosis tunggal, atau
– Eritromisin 4x500 mg per oral selama 7 hari, atau
– Seftriakson 250 mg injeksi intramuskular dosis tunggal,
atau
• Rekomendasi B: Siprofloksasin 2x500 mg per oral
selama 3 hari
PPK PERDOSKI 2017
LIMFOGRANULOMA
VENEREUM
Limfogranuloma Venerum
• Etiologi: Chlamydia trachomatis serovar L1,L2,L3
intraselular obligat

• Papul & ulkus genital self-limited, yang diikuti oleh


limfadenopati inguinal dan/ femoral yang nyeri
– Tahap pertama: papul/pustul genital yang tidak nyeri dan
cepat sembuh, sulit dibedakan dengan sifilis  periksa
secara serologis
– Tahap kedua: limfadenopati inguinal yang nyeri muncul
setelah 2-6 minggu dari tahap pertama  bubo (dapat
pecah), groove sign (pada pria)
– Tahap ketiga: proktokolitis, sindrom genitoanorektal
(sering pada wanita atau gay)
Limfogranuloma Venerum
Diagnosis
• Klinis
• Tes serologis  sulit untuk mengkultur organisme
– Tes Frei
Currently, the Frei intradermal test is only of historical interest.
The Frei test would become positive 2-8 weeks after infection.
Unfortunately, the Frei antigen is common to all chlamydial
species and is not specific to LGV. Commercial manufacturing
of Frei antigen was discontinued in 1974.
– Complement fixation (CF)
– The microimmunofluorescence test
• Gambaran badan inklusi
• Definitive diagnosis may be made by aspiration of
the bubo and growth of the aspirated material in
cell culture. C trachomatis can be cultured in as
many as 30% of cases.

• Tatalaksana
– DOC: Doksisiklin 100 mg PO 2x/hari selama 21 hari
atau
– Eritromisin 500 mg PO 4x/hari selama 21 hari

http://emedicine.medscape.com/article/220869-treatment
URETRITIS GO - NONGO
Gonorrhea
• Gonore IMS yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae
(N.gonorrhoeae) suatu kuman Gram negatif, berbentuk biji
kopi, terletak intrasel
Gejala klinis
• Laki-laki:
 Gatal pada ujung kemaluan
 Nyeri saat kencing
 Keluar duh tubuh berwarna putih atau kuning kehijauan
kental dari uretra
• Perempuan:
 Keputihan
 Atau asimtomatik
• Pada keduanya didapatkan adanya riwayat kontak seksual
sebelumnya (coitus suspectus).
PPK PERDOSKI 2017
Pemeriksaan Fisik Gonorrhea
• Laki-laki:
 Orifisium uretra hiperemis, edema, dan ektropion disertai disuria
 Duh tubuh uretra mukopurulen
 Infeksi rektum pada pria homoseksual dapat menimbulkan duh tubuh anal
atau nyeri/rasa tidak enak di anus/perianal
 Infeksi pada faring biasanya asimtomatik
• Perempuan:
 Seringkali asimtomatik
 Serviks hiperemis, edema, kadang ektropion
 Duh tubuh endoserviks mukopurulen
 Dapat disertai nyeri pelvis/perut bagian bawah
 Infeksi pada uretra dapat menyebabkan disuria
• Komplikasi
 Laki-laki: epididimitis, orkitis, dan infertilitas
 Perempuan: penyakit radang panggul, bartolinitis, dan infertilitas.

PPK PERDOSKI 2017


Pemeriksaan Penunjang Gonorrhea
• Gram: diplokokus Gram negatif intraselular.
• Kultur menggunakan Thayer-Martin atau modifikasi Thayer-
Martin dan agar coklat McLeod
• Tes definitif (dilakukan pada hasil kultur yang positif)
 Tes oksidasi
 Tes fermentasi
 Tes beta-laktamase

PPK PERDOSKI 2017


Tatalaksana Gonorrhea
• DOC: sefiksim 400 mg per oral, dosis tunggal
• Obat alternatif:
• Seftriakson 250 mg injeksi IM dosis tunggal
• Kanamisin 2 gram injeksi IM, dosis tunggal
• Jika sudah komplikasi bartolinitis, prostatitis:
 DOC: sefiksim 400 mg peroral selama 5 hari
 Obat alternatif:
 Levofloksasin 500 mg per oral 5 hari
 Kanamisin 2 gram injeksi intramuskular 3 hari
 Seftriakson 250 mg injeksi intramuskular 3 hari
• Infeksi gonokokus dan infeksi Chlamydia trachomatis hampir selalu
bersamaan  sebaiknya diberikan juga pengobatan untuk infeksi
Chlamydia.

PPK PERDOSKI 2017


Urethritis Non-GO (NGU)
• NGU is a nonspecific diagnosis that can have many infectious
etiologies (most common C. trachomatis)
• NGU is confirmed in symptomatic men when staining of urethral
secretions indicates inflammation without Gram negative or
purple diplococci.
• Obat pilihan:
– Azitromisin 1 gram per oral dosis tunggal
atau
– Doksisiklin‖2x100 mg hari, peroral selama 7 hari
• Obat alternatif: Eritromisin 4x500mg/hari peroral selama 7 hari
Pemeriksaan Penunjang
• Spesimen dari duh tubuh genital:
– Sediaan apus Gram:
• Jumlah leukosit PMN >5/LPB (laki-laki) atau >30/LPB
(perempuan)
• Tidak ditemukan etiologi spesifik
– Sediaan basah:
• Tidak ditemukan Trichomonas vaginalis
– Untuk menentukan infeksi Chlamydia trachomatis,
bila memungkinkan, dilakukan pemeriksaan cara:
• Nucleic Acid Amplification Test (NAAT)
neutrophilic conjunctivitis and epithelial
cells with intra-cytoplasmic inclusion
bodies (marked with arrow) characteristic
of chlamydial infection.
D E R M ATO
KOSMETIK
ACNE VULGARIS
Akne Vulgaris
Definisi Manifestasi klinis
• Peradangan kronik folikel Predileksi
pilosebasea.
• Muka, bahu, dada atas,
Lesi Akne Vulgaris dapat berupa punggung atas
• Comedo :
closed (‘whiteheads’) Erupsi kulit polimorfik
open (‘blackheads’). • Tak beradang : komedo putih,
• Papules komedo hitam, papul
• Pustules
• Beradang : pustul, nodus, kista
• Nodules
beradang
• Cysts
• Scars

Menaldi, Sri Linuwih. Buku Ajar Penyakit Kulit & Kelamin. Balai Penerbit FKUI. 2015
Derajat akne menurut Lehmann, 2002 (buku ajar Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin FKUI RSCM):
Derajat Lesi
Akne ringan Komedo < 20 atau lesi inflamasi <15 atau total lesi <30
Akne sedang Komedo 20-100 atau lesi inflamasi 15-50 atau total lesi
30-125

Akne berat Kista > 5 atau komedo >100 atau lesi inflamasi >50 atau
total lesi >125

Akne ringan Akne sedang Akne berat


Patogenesis

Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest et all. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine.8th edition.New York: Mc Graw Hill ; 2012
Tatalaksana (PERDOSKI 2017)
Derajat ringan Derajat sedang
• Hanya obat topikal tanpa • Obat topikal dan oral.
obat oral. • Lini 1:
- Topikal: asam retinoat + benzoil peroksida atau bila
• Lini 1: asam retinoat 0,01- perlu antibiotik.
0,1% atau benzoil - Ibu hamil/menyusui tetap benzoil peroksida.
peroksida atau kombinasi. - Oral: doksisiklin 50-100 mg
• Ibu hamil atau menyusui: - Ibu hamil atau menyusui eritromisin 500-1000
benzoil peroksida mg/hari
• Lini 2: asam azelaik 20% • Lini 2/3:
- Topikal: asam azelaik, asam salisilat (AS) atau
• Lini 3: asam retinoat + kortikosteroid intralesi (KIL), dapson gel
benzoil peroksida atau - Oral: antibiotik lainnya
asam retinoat + antibiotik - Ibu hamil/menyusui eritromisin 500-1000 mg/hari
topikal - Evaluasi setiap 6-8 minggu
• Evaluasi: setiap 6-8 - Tambah kombinasi oral kontrasepsi atau
minggu spironolakton (untuk perempuan) atau oral
isotretinoin
Tatalaksana (PERDOSKI 2017)
Derajat berat
• Lini 1:
- Topikal: antibiotik. Ibu hamil/menyusui tetap benzoil peroksida
- Oral : azitromisin pulse dose (hari pertama 500 mg dilanjutkan hari ke 2-4 250 mg
- Ibu hamil: eritromisin 500-1000 mg/hari
• Lini 2:
- Topikal: asam azelaik, asam salisilat, kortikosteroid intralesi
- Ibu hamil/menyusui tetap benzoil peroksida
- Wanita: anti androgen
- Laki-laki: isotretinoin oral (Isotret O) 0,5-1 mg/kgBB/hari
- Ibu hamil: eritromisin 500-1000 mg/hari
• Lini 3:
- Topikal: asam azelaik, asam salisilat, kortikosteroid intralesi.
- Ibu hamil/menyusui tetap benzoil peroksida.
- Wanita: isotretinoin oral
- Ibu hamil/menyusui: eritromisin 500-1000 mg/hari
- Pemberian asam azelaik dan Isotretinoin oral harus mengikuti standar operasional
prosedur (SOP) masing-masing
ALOPECIA
Fisiologi Pertumbuhan
Rambut
1. Anagen
Fase pertumbuhan rambut, terjadi
selama 2-6 tahun (rata-rata 3 tahun)
2. Transisional (katagen)
Fase dimana foliker rambut
mengalami regresi pertumbuhan.
Terjadi pada 2-3 % dari total folikel
rambut
3. Telogen
Fase inactive, dimana folikel rambut
akan mati dan folikel rambut akan
terlepas dari kulit. 10-15 % folikel
rambut mengalami resting period
selama 3 bulan kemudian akan
terlepas dari kulit.
http://www.aafp.org/afp/
2003/0701/p93.html
Alopesia Areata
• Adalah kebotakan tanpa tanda skar
berbentuk bulat-oval, diskret atau konfluens.
Hair pull test (+)
• Sering pada anak-anak dan dewasa muda
• 20-40% orang dengan alopesia areata
memiliki riwayat keluarga dengan alopesia
areata
• Dikaitkan dengan penyakit autoimun, seperti
vitiligo, diabetes, penyakit tiroid, RA, lupus
eritematosa.
• Tatalaksana:
• Induksi pertumbuhan rambut
– Hair loss <50%: steroid intralesi (1st line tx)
– Hair loss >50%: imunoterapi topikal
(diphenylcyclopropenone (DPCP) or squaric
acid dibutyl ester (SADBE))
Causes exclamation
mark appearance

N Engl J Med 2012;366:1515-25.


Alopecia Areata
- Kebotakan berbentuk bulat atau lonjong
Seperti tanda seru
- Pada tepi daerah yang botak ada rambut yang
putus
- Jika rambut dicabut tampak bulbus atrofi
- Adanya exclamation mark: batang rambut yang
semakin ke pangkal semakin halus
- Rambut tampak normal namun mudah dicabut
Alopecia Areata
• Klasifikasi Ikeda: • Diagnosis
- Tipe umum: terjadi pada usia – Usually based on clinical
20-40 tahun, 6% bisa findings
berkembang menjadi alopesia
totalis (lihat slide awal kalau – Skin biopsy: lymphocytic
lupa) infiltrate surrounds early
- Tipe atipik: dimulai pada masa
anagen hair bulbs “swarm of
kanak-kanak dan 75% bisa bees”
menjadi alopesia totalis
- Tipe prehipertensif: dimulai
pada usia dewasa muda, 39%
bisa menjadi alopesia totalis
- Tipe kombinasi: dimulai setelah
usia 40 tahun dan 10% akan
menjadi alopesia totalis
How to Do Hair Pull Test
• 20-60 hairs are grasped between
thumb and index finger and
middle finger from the base of the
hairs near the scalp and firmly
(not forcefully) pulled away from
the scalp. Patient must not
shampoo for at least 24 hours
prior to the test
– Positive result >10% of hairs
pulled away implies active shedding
– Negative result less than 10% of
hairs pulled away
Alopesia androgenik (male pattern of baldness)
- Timbul pada usia akhir 20 atau awal 30 tahun, bersifat
herediter
- Rambut rontok bertahap dari vertex dan frontal
- Garis rambut anterior mundur dan dahi menjadi terlihat
lebar
- Puncak kepala tampak botak
- Folikel rambut lebih halus dan berwarna mudalama-lama
tidak terbentuk rambut terminal
- Mengenai folikel yang sensitif terhadap DHT
- Rambut parietal dan oksipital menipis
Klasifikasi Norwood-Hamilton
Alopesia Androgenika
• Alopesia Androgenika atau male-
pattern baldness adalah penipisan
rambut dengan bentuk khas, yaitu
berbentuk M, umumnya terjadi di
daerah temporal dan bagian kepala
atas
• Bentuk khas pada alopesia androgenika
terjadi karena distribusi folikel rambut
yang sensitif terhadap hormon
androgen. Terjadi mulai saat pubertas
• Hormon androgen akan
memperpendek fase anagen dan
meninhkaykan pemendekan dari folikel
rambut, menyebabkan penipisan
rambut
• Hair pull test negatif
Alopesia Androgenika pada Wanita
• Pada wanita, Alopesia
androgenika terjadi pada
daerah sentral dan frontal
kepala tanpa ada penipisan di
daerah fronto-temporal
• Dikaitkan dengan kondisi
hiperandrogenisme (hirsuitisme,
menstruasi ireguler, jerawat,
infertilitas)
• Pemeriksaan Penunjang
(mengarah ke hiperandrogen)
– Prolactin, FSH, LH, DHEAS
Tatalaksana Alopesia Androgenika
• Minoxidile 2% topikal (pria dan wanita), Minoxidile 5% solusi (hanya
untuk pria)
Sebagai 1st line treatment baik di pria maupun wanita. Cara kerja belum
diketahui pasti. Diberika 2 kali sehari selama 1 tahun
• Finasteride (hanya untuk pria)
Menghambat 5 alfa reduktase tipe 2 menurunkan hormon
dihidrotestosteron (DHT) memperlambat penipisan rambut,
meningkatkan hair growth.
Dosis: 1 mg per hari. Wanita tidak disarankan karena dapat menyebabkan
kelainan kongenital pada bai laki-laki (jika sedang hamil)
• Spironolakton 200 mg/hari
• Estrogen (pada wanita)
Sebagai hormonal replacement therapy pada wanita dengan gejala
hiperandrogenisme. Dapat diberikan dalam bentuk kontrasepsi oral.
Telogen Effluvium
• Terjadi karena gangguan keseimbangan
pertumbuhan rambut, dimana fase telogen
rambut dominan  turn over rambut lebih
cepat
• Dapat terjadi di rambut kepala, aksila, pubis
• Hair pull test (+)
Cara: genggam 40-60 helai rambut, lakukan
penarikan rambut
• Tatalaksana
Tidak spesifik, hair regrowth terjadi setelah
rambut rontok, tatalaksana spesifik untuk
penyebab dasar.
Anagen Effluvium:
• kerontokan rambut secara tiba-tiba pada
80-90% rambut di seluruh tubuh, terjadi
karena gangguan pada fase anagen.
Penyebab utama: kemoterapi
MELASMA, FRECKLES,
LENTIGO SOLAR
Melasma
• Hipermelanosis didapat terutama di wajah dan leher
berwarna coklat muda sampai dengan coklat tua,
dipengaruhi oleh faktor hormonal, pajanan sinar matahari,
kehamilan, genetik, pemakaian kontrasepsi oral, obat-
obatan dan kosmetik.
• Eflorosensi: Bercak numular/plakat kecoklatan,
hiperpigmentasi, simetris, ireguler, batas tegas.
• 3 Pola distribusi lesi:
– Pola sentro fasial: meliputi pipi, dahi, bibir atas,hidung dandagu
(63%) o
– Pola malar: meliputi pipi dan hidung 21%)
– Pola mandibular: meliputi ramus mandibula (16%)
Melasma

• more common in light brown skin types, especially Latinos and


Asians, from areas of the world with intense sun exposure.
• Commonly among :
– Constitutive brown skin.
– Whose taking contraceptive pills.
– Living in sunny climates.
• 90% are women
• Tipe letak pigmen (dengan menggunakan lampu Wood):
– Melasma tipe epidermal: warna lesi tampak lebih kontras dan jelas
dibandingkan dengan kulit sekitarnya.
– Melasma tipe dermal: warna lesi tidak bertambah kontras.
– Melasma tipe campuran: lesi ada yang bertambah kontras ada yang
tidak.
Klasifikasi Melasma

Epidermal Dermal Mixed Indetermined


Comments melanin is many melanin is Seen with
increased in the melanophages increased in the people with
epidermis, with throughout the epidermis, Fitzpatrick type
only a few entire dermis many V or VI skin
melanocytes in melanophages
the upper throughout the
dermis dermis

Wood lamp Enhanced does not spotty Not helpful


examination enhance enhancement
MSH: Reseptor Estrogen
• Melanosit mengandung
reseptor estrogen

• Bereaksi terhadap
peningkatan estrogen selama
kehamilan

• Daerah hiperpigmentasi pada


kehamilan: tidak ada
peningkatan jumlah melanosit,
namun melanosit menjadi
lebih besar, lebih dendritik,
dan terjadi peningkatan
melanogenesis (terutama
eumelanin)
Histologi Melasma

• Melanin is increased in the epidermis, in the dermis, or


(most commonly) in both locations in melasma
patients.
• Epidermal melanin is found in keratinocytes in the
basal and suprabasal area.
• In most cases, the number of melanocytes is not
increased, yet the melanocytes that are present are
larger, more dendritic, and more active.
• Dermal melanin is found in the superficial and mid
dermis within macrophages, which often congregate
around small, dilated vessels.
Melasma
• Pengobatan topikal:
• Bedah kimia
– Hidroquinon 2-5% (krim, gel, losio)
– Larutan asam glikolat 20-
– Asam retinoat 0,05%-0,1% (krim dan gel) 70%
– Asam azelaik 20% (krim) – Larutan asam
– Asam glikolat 8-15% (krim, gel, losio) trikloroasetat 10-30%
• Pengobatan oral Dianjurkan bila pigmentasi • Dermabrasi
meliputi daerah yang lebih luas dan sampai • Kamuflase kosmetik
ke dermis:
• Bedah laser
– Asam askorbat (A,1)
– Glutation (D,5)

Perdoski 2017
Melasma: Diagnosis Banding

MELASMA SUN-DAMAGE PIGMENTATION


• Melanosit merespon perubahan • Lentigo, keratosis seboroik,
hormonal  kronik dan sulit freckles, sun spots, liver spots)
sembuh • Hanya dipermukaan kulit
• Dapat mengenai dermis • Muncul acak di semua area
wajah
• Plak coklat muda-tua di dahi,
pipi, dagu, atas bibir • Tidak simetris
• Berhubungan dengan perubahan
• Simetris tekstur kulit (keriput, garis)
• Diskolorisasi pekat dan • Tidak berhubungan dengan
mengenai epidermis-dermis hormon namun paparan
• Berhubungan dengan hormonal matahari
• Paparan matahari, panas, dan • Respon baik terhadap terapi
kelembaban dapat laser
memperparah • Tidak termasuk kondisi kronik

http://www.celibre.com/difference-between-melasma-and-sun-damage.aspx
Lentigo
• A lentigo is a small, sharply circumscribed,
pigmented macule surrounded by normal-
appearing skin.
• Lentigines may evolve slowly over years, or
they may be eruptive and appear rather
suddenly.
• Pigmentation may be homogeneous or
variegated, with a color ranging from
brown to black.
• There are several types of lentigo, such as
lentigo simplex, solar lentigo, ink spot
lentigo, PUVA lentigo, generalised lentigo
• Freckles will increase in number and
darkness with sunlight exposure, whereas
lentigo will stay stable in their color
regardless of sunlight exposure
Histology
• Histologic findings may include hyperplasia of the
epidermis and increased pigmentation of the basal layer.
• A variable number of melanocytes are present; these
melanocytes may be increased in number, but they do not
form nests.
• Lentigo simplex is characterized by a slight-to-moderate
elongation of the rete ridges with melanocyte proliferation
in the basal layer, increased melanin in both the
melanocytes and the basal keratinocytes, and the presence
of melanophages in the upper dermis.
• Ephelides (freckles) have an increase in pigment content in
the basal cell layer, with neither elongated rete ridges nor
increased number of melanocytes.
• Ephelides (freckles) are tanned macules found on the skin.
Ephelides/ • associated with fair skin and red or blonde hair.
• In contrast to solar lentigines, ephelides are not strongly
Freckles associated with age.
• Commonly, ephelides first appear at age 2 years and
increase in number into young adulthood. In older ages,
the number usually decreases.
• Simple ephelides are multiple, small, tanned macules,
ranging from 1-5 mm in diameter, with uniform
pigmentation.
• They are most commonly found on sun-exposed areas,
such as the nose, the cheeks, the shoulders, and the upper
part of the back.
• The macules may be discrete or confluent.
• Histopathologically in ephelides, the epidermis is
unchanged. Specifically, the number of melanocytes is not
increased. However, the melanosomes are larger than
those in the surrounding skin. Cellular atypia of
melanocytes have been noticed in some freckles.
• In contrast, solar lentigines have an increased number of
melanocytes in the basal cell layer.
VITILIGO
Vitiligo
• Definisi: Hipomelanosis idiopatik ditandai dengan makula putih yang dapat
meluasmengenai bagian tubuh yang memiliki melanosit (kulit, rambut,
mata)

• Etiologi
– Belum diketahui, diduga karena autoimun, neurohumoral, autositotoksik, atau
karena bahan kimiawi

• Gejala
– Makula berwarna putih (apigmentasi) berukuran mm-cm, bulat, lonjong, berbatas
tegas
– Bisa juga makula hipomelanotik (tidak putih sekali)
– Tepi lesi bisa meninggi, eritema dan gataldisebut inflamatoar
– Bisa terdapat fenomena koebner  trauma mekanis  lesi vitiligo

• Predileksi
– Area ekstensor tulang (jari, periorifisial sekitar mata, mulut dan hidung, tibialis
anterior, dan pergelangan tangan bagian fleksor)
– Lesi bilateral bisa simetris atau asimetris
– Area traumatik
Klasifikasi Vitiligo
• Vitiligo nonsegmental (VNS)/generalisata/vulgaris
– bentuk paling umum.
– makula berwarna putih susu yang berbatas jelas, asimtomatik,
melibatkan beberapa regio tubuh, biasanya simetris.
– VNS terdiri dari vitiligo akrofasial, vitiligo mukosal, vitiligo universalis,
dan vitiligo tipe campuran yang berhubungan dengan vitiligo segmental.
• Vitiligo segmental (VS)
– biasanya muncul pada anak-anak, berkembang dengan cepat (dalam
minggu atau bulan), kemudian menjadi stabil dan biasanya lebih resisten
terhadap terapi.
• Undetermined/unclassified
– Vitiligo fokal:
• patch yang tidak memenuhi kriteria ditribusi segmental, dan tidak
meluas/berkembang dalam waktu 2 tahun.
• dapat berkembang menjadi tipe VS maupun VNS.
– Mukosal: hanya lesi di mukosa tanpa lesi di kulit.
Vitiligo: Gambaran Klinis

http://www.dermnetnz.org/colour/vitiligo.html
Diagnosis
• Gejala dan temuan klinis: makula depigmentasi
berbatas tegas dengan distribusi VNS/VS/undetermined
• Lampu wood: area yg mengalami depigmentasi
berpendar bright blue-white fluorescence dan berbatas
tegas
• Pemeriksaan histopatologi
- Pemeriksaan Hematoksilin Eosin (HE)  tidak ditemukan sel
melanosit
- Reaksi DOPAmelanosit negatif pada daerah apigmentasi, tapi
positif pada daerah hiperpigmentasi
• Pemeriksaan biokimia
- Histokimia pada kulit yang diinkubasi dengan dopa tidak ada
tirosinase, namun tirosin plasma dan kulit normal
Prinsip tatalaksana
Lini pertama Lini kedua
• Topikal
• Topikal
– Kombinasi kortikosteroid topikal dengan analog
– Kortikosteroid topikal (B,1) vitamin D3 topikal1(B,1)
– Calcineurin inhibitor • Sistemik betametason 5 mg dosis tunggal, dua
(takrolimus, hari berturut-turut per minggu selama 16
pimekrolimus) (anak: B,1; minggu (B,1)
Dewasa: C,3) • Excimer lamp atau laser 308 nm17 (dewasa: A,1)
• Fototerapi • Fotokemoterapi
– PUVA
– Narrowband ultraviolet B
– Kombinasi NBUVB dengan calcineurin inhibitor
(NBUVB, 311 nm) (A,1) topikal (B,1)
– Excimer lamp atau laser – Kombinasi NBUVB dengan kortikosteroid sistemik
308 nm17 (anak: A,1) (B,2)
• Fotokemoterapi: Kombinasi Lini Ketiga
psoralen dengan • Terapi intervensi/pembedahan: untuk vitiligo
phototherapy ultraviolet A stabil, segmental, rekalsitran, dan yang
(PUVA) (B,1) memberikan respons parsial terhadap terapi
non-bedah.
KANKER
KULIT
Karsinoma Sel Basal
• Berasal dari sel epidermal pluripoten. Faktor predisposisi: lingkungan
(radiasi, arsen, paparan sinar matahari, trauma, ulkus sikatriks), genetik
• Usia di atas 40 tahun
• Biasanya di daerah berambut, invasif, jarang metastasis
• Bentuk paling sering adalah nodulus: menyerupai kutil, tidak berambut,
berwarna coklat/hitam, berkilat (pearly), bila melebar pinggirannya
meninggi di tengah menjadi ulkus (ulcus rodent) kadang disertai
talangiektasis, teraba keras

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Karsinoma Sel Skuamosa
• Berasal dari sel epidermis. Etiologi: sinar matahari, genetik,
herediter, arsen, radiasi, hidrokarbon, ulkus sikatrik
• Usia tersering 40-50 tahun
• Dapat bentuk intraepidermal
• Dapat bentuk invasif: mula-mula berbentuk nodus keras, licin,
kemudian berkembang menjadi verukosa/papiloma. Fase lanjut
tumor menjadi keras, bertambah besar, invasif, dapat terjadi
ulserasi. Metastasis biasanya melalui KGB.
 Various morphologies
• Papule, plaque, or nodule
• Pink, red, or skin-colored
• Exophytic (grows outward)
• Verrucous surface
• Indurated (dermal thickening, lesion feels thick, firm)
• May present as a cutaneous horn
 Friable – may bleed with minimal trauma and then crust
 Usually asymptomatic; may be pruritic

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Shave biopsy reveals…

Scanning
magnification:
Normal epidermis

Dermal extension of
well-differentiated
(“keratinizing”)
keratinocytes

292
Shave biopsy reveals…

High power view:


Variably-sized keratin
“pearls”

293
Squamous Cell Carcinoma
• Proliferation of
anastomosing nests,
sheets and strands of
atypical keratinocytes
• originating in the
epidermis and
infiltrating into the
dermis
Karsinoma Sel Basal & Sel Skuamosa
Perbedaan BCC dan SCC dari pemeriksaan dermatologis:

Karsinoma Sel Basal Karsinoma Sel Skuamosa


- Waxy, translucent, or pearly appearance - Bersisik, lebih tebal dari keratosis aktinik
- Ulserasi sentral - Dasar meninggi eritematosa
- Tepi pucat dan meninggi - Kdang membentuk keratin horn
- Telangiektasia - Dapat berbentuk plak, nodul, kadang
- Rapuh, penyembuhan buruk, perdarahan dengan bagian tengah berulkus
- Tepi iregular dan mudah berdarah
- Tepi lesi berwarna cerah, tidak jernih
seperti karsinoma sel basal

Sumber: Stulberg DL,et al. Diagnosis and treatment of basal cell and squamous cell carcinoma.
American Family Physician. 2004;70(8):1481-1488.
Melanoma Maligna
• Etiologi: Belum pasti. Mungkin
faktor herediter atau iritasi
berulang pada tahi lalat
• Usia 30-60 tahun
• Prognosis buruk
Pemeriksaan
• Dermoskopi
• Biopsi Kulit
Tatalaksana
• Eksisi
• Eksisi KGB
• Adjuvant terapi  interferon alfa
Melanoma Maligna
Klasifikasi
1. Superficial spreading melanoma (70%)  sering terjadi pd
ekstremitas bagian bawah, lengan dan punggung atas, warna
dapat kombinasi, hitam atau coklat.

2. Nodular melanoma (15%-20%)  sering terjadi pd bagian tubuh


yg sering terpapar matahari, warna coklat atau coklat
kemerahan, dapat berbentuk kubah atau bertangkai.

3. Lentigo maligna melanoma (5%-10%)  terjadi pd bagian yg


terekspos terus menerus dgn matahari sering berawal dari
lentigo maligna atau melanoma in situ. Warna lebih uniform
dibanding superficial spreading melanoma.

4. Acral lentiginous melanoma (7%-10%) sering terjadi pada


telapak kaki, mukosa subungual dan telapak tangan.

Ferri’s best test: a practical guide to clinical laboratory medicine and diagnostic imaging, ed 3, Philadelphia, 2014, Elsevier
Malignant melanoma
• Predominance of single cell
melanocytes over nests of
• melanocytes along the
dermoepidermal junction
• Pagetoid (upward)
migration of single cell
melanocytes
• Confluent spread of
melanocytes
• Cellular dyscohesion
• Lack of uniform melanin
distribution

Anda mungkin juga menyukai