Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS

Appendisitis Akut
INSTALASI GAWAT DARURAT

Disusun Oleh ;
dr. Sinta Denok
Dokter Pembimbing ;
dr. Sumarmi

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH 45 KUNINGAN


KABUPATEN KUNINGAN
2022
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN 3
BAB II LAPORAN KASUS 4
BAB III TINJAUAN PUSTAKA 9
DAFTAR PUSTAKA 21
BAB I

PENDAHULUAN

Appendicitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendix vermicularis, dan merupakan

penyebab abdomen akut yang paling sering pada anak-anak maupun dewasa. Appendicitis akut

merupakan kasus bedah emergensi yang paling sering ditemukan pada anak-anak dan remaja.

Terdapat sekitar 250.000 kasus appendicitis yang terjadi di Amerika Serikat setiap tahunnya dan

terutama terjadi pada anak usia 6-10 tahun1.

Appendicitis dapat mengenai semua kelompok usia, meskipun tidak umum pada anak

sebelum usia sekolah. Hampir 1/3 anak dengan appendicitis akut mengalami perforasi setelah

dilakukan operasi. Meskipun telah dilakukan peningkatan pemberian resusitasi cairan dan

antibiotik yang lebih baik, appendicitis pada anak-anak, terutama pada anak usia prasekolah

masih tetap memiliki angka morbiditas yang signifikan 2. Diagnosis appendicitis akut pada anak

kadang-kadang sulit. Diagnosis yang tepat dibuat hanya pada 50-70% pasien-pasien pada saat

penilaian awal. Angka appendectomy negatif pada pediatrik berkisar 10-50%. Riwayat perjalanan

penyakit pasien dan pemeriksaan fisik merupakan hal yang paling penting dalam mendiagnosis

appendicitis2

Semua kasus appendicitis memerlukan tindakan pengangkatan dari appendix yang

terinflamasi, baik dengan laparotomy maupun dengan laparoscopy. Apabila tidak dilakukan

tindakan pengobatan, maka angka kematian akan tinggi, terutama disebabkan karena

peritonitisdan shock. Reginald Fitz pada tahun 1886 adalah orang pertama yang menjelaskan

bahwa Appendicitis acuta merupakan salah satu penyebab utama terjadinya akut abdomen di

seluruh dunia 3.
BAB II
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
a. Nama : Nn. Ici Suarsih
b. Usia : 17 th
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Alamat : Dusun 04, Jalaksana
e. Suku : Sunda
f. Agama : Islam
g. Masuk Rumah Sakit : 7 Juli 2022
h. Tanggal Pemeriksaan : 7 Juli 2022
B. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
Nyeri perut kanan bawah selama 4 hari.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Os datang dengan keluhan nyeri perut kanan bawah yang
dirasakan sejak 4 hari SMRS. Nyeri dirasakan terus menerus dan
semakin memberat sejak 1 hari SMRS. Nyeri haya dirakan di perut
kanan bawah dan tidak menjalar ke pinggang, punggung maupun
selangkangan. Nyeri bertambah saat pasien beraktifitas. Nyeri terasa
lebih ringan jika pasien menekuk kaki kanannya.Pasien tidak mengaku
merasakan nyeri perut di seluruh perut sebelumnya. Pasien mengaku
tidak habis makan pedas sebelumnya.
Keluhan pasien juga di sertai demam sejak 3 hari SMRS, mual,
muntah dan tidak nafsumakan. Muntah dirasakan 4x perharinya setiap
diberi maka. pasien juga mengaku belum BAB sejak 3 hari namun
masih bisa buang gas. BAK tidak ada nyeri atau berpasir.

4
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit maag disangkal, riwayat penyakit batu
saluran kencing disangkal, riwayat HT, DM, jantung, asma, alergi juga
disangkal.
d. Riwayat Keluarga
Riwayat serupa disangkal HT, DM, jantung, asma, alergi juga
disangkal.
e. Riwayat kebiasaan
Pasien sering makan makanan pedas, riwayat merokok,
makanan berserat, makan makanan bersayur disangkal.
f. Riwayat Pengobatan
Tidak ada
C. PEMERIKSAAN FISIK
a. Status Interna
i. Keadaan Umum ; Tampak sakit sedang
ii. Kesadaran ; Compos Mentis
iii. Tanda-Tanda Vital;
 TD ; 110/70 mmHh
 N ; 83 x/mnt
 RR ; 20 x/mnt
 T ; 38.1 ‘C
 SpO2 ; 99%
b. Status Generalisata
i. Kepala ; Normocephal
ii. Mata : Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-
iii. Thoraks ;
 Paru
- Inspeksi ; gerak napas simetris kanan-kiri,
retraksi intercostae (-), spider navy -/-

5
- Perkusi ; sonor di kedua lapang paru
- Palpasi ; vocal fremitus sama di kedua lapang,
massa -/-
- Auskultasi ; vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing
-/-
 Jantung
- Inspeksi ; ictus cordis normal di linea
midclavicula sinistra ICS 5
- Palpasi ; pulsasi ictus cordis di linea
midclavicula sinistra ICS 5
- Perkusi ;
o Batas jantung kanan ; linea
parasternalis dextra ICS 3
o Batas jantung kiri ; 2 cm linea
midclavicula sinistra ICS 6
o Batas pinggang jantung ; line parasternalis
sinistra ICS 3
- Auskultasi; Bunyi jantung I dan II regular,
murmur (-), Gallop (-)
iv. Abdomen
 Inspeksi ; Datar, distribusi warna sama dengan kulit
sekitar, bentuk normal, ikterik(-), pucat (-), gerak
dinding perut simetris.
 Perkusi ; Thimpani seluruh lapang abdomen, shifting
dullness (-).
 Auskultasi ; Bising usus (+) 7x normal
 Palpasi ; dinding abdomen supel, defans muskular(-),
Nyeri tekan Mc burney dan epigastrium (+), Blumberg
sign(+), rovsing sign (+), psoas sign (+), obturator sign

6
(+), lasegue (+), hepar dan lien tak teraba, ballotement
(-), undulasi (-).
v. Ekstremitas ; Akral hangat, CRT (Capillary Refill Time) < 2
detik, edema (-).k
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Lab; 11 juli 2022
- Hemoglobin 12.8
- Trombosit 358.000
- Leukosit 15.1 (↑)
- Eritosit 4.62
- Hematocrit 42%
Kimia Rutin;
- GDS 118 mg/dL
- SGOT 21 U/L
- SGPT 19 U/L
- Ureum 14 mg/dL
- Kreatinin 0,71 mg/dL

Elektrolit;
- Natrium 138 mmol/L
- Kalium 3.9 mmol/L
- Kalsium ion 105 mmol/L
Rontgen Thoraks;
- Tak tampak kelainan
- Kardiomegali (-)

7
USG :

Hasil : tak tampak struktur hipoekhoik menyerupai tubuler buntu tanpa


peristaltik. Tak tampak infiltrat/ kolesi cairan.
Kesan : apendiks tidak tervisualisasi, letak retrocaecal perludipertimbangkan.

Nilai ALVARADO Score : 8

E. RESUME
Wanita usia 17 tahun datang dengan keluhan rigth lower quadran sejak
4 hari SMRS. Nyeri dirasakan terus menerus dan semakin memberat sejak 1
hari SMRS. Nyeri haya dirasakan di perut kanan bawah dan tidak menjalar,
nyeri bertambah berat saat pasien beraktifitas dan meringan ketika menekukan
kaki.
Pasien juga mengaku habis makan makanan pedas sebelumnya. Pasien
mengaku nyeri disertai tidak nafsu makan, mual muntah 4x perharinya tiap
makan, dan demam sejak 3 hari sebelumnya naik turun.
Permeriksaan fisik yang mendukung :

8
Abdomen : dinding abdomen supel, defans muskular(-), Nyeri tekan Mc
burney dan epigastrium (+), Blumberg sign(+), rovsing sign (+), psoas sign
(+), obturator sign (+), lasegue (+)
Pemeriksaan penunjang yang mendukung :
Leukosit : 15.1
Nilai ALVARADO Score : 8

F. DIAGNOSIS BANDINGS
Appendisitis Akut
Gastroenteritis akut
G. DIAGNOSIS KERJA
Appendisitis Akut
H. PEMERIKSAAN ANJURAN
CT Scan Abdomen
I. PENATALAKSANAAN
IGD;
- IVFD Asering 500 cc/ 24 jam
- Cefuroxime inj 2x1 vial i.v (skin test)
- Ketorolac 2x1 amp i.v
- Omeprazole 2x1 vial i.v
- Paracetamol inf 3x1gr (p.r.n demam)
- puasakan
Advis dr. Reja, Sp.B
- Rencana operasi besok
- Terapi lain lanjut.
J. Prognosis :
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

9
Laporan Operasi
Jam mulai : pk. 10.15
Jam selesai : pk. 11.05
Diagnosis Pre Operatif : Appendisitis Akut
Diagnosis Post operati : Appendisitis Akut
Tindakan : Apendektomi
Jumlah Perdarahan : kurang labih 15cc.
Penemuan saat operasi : ditemukan apendiks letak antecaecal, hiperemis dengan
ukuran 7x1x1 cm.

Follow Up
Tanggal Hasil Assesmen Pasien dan Pemberian Instruksi Dokter
pelayanan
S: Nyeri luka post op (+), demam (-) Obs. TTV
O: keadaan umum : sakit sedang Puasa s/d BU(+)
TD : 110/70 mmhg IVFD RL : Hidroma = 2:1
HR : 78 x/menit Therapy :
RR : 18x/menit Cefuroxime 2x1gram iv H2
Suhu : 36.5 C Ketorolac 2x1 amp iv
Abdomen: nyeri tekan (+), BU (-), luka Ranitidin 2x1amp iv
operasi masih basah GV 2 kali sehari
A : Post Op Appendextomi
P : instruksi dr. Reja Sp.B
S: Nyeri luka post op (+) minimal, demam (-), Obs. TTV
pasien sudah mulai minum dan makan lunak. Diet lunak
O: keadaan umum : Tampak baik IVFD RL : Hidroma = 2:1
TD : 110/70 mmhg Therapy :
HR : 78 x/menit Cefuroxime 2x1gram iv H2
RR : 18x/menit Ketorolac 2x1 amp iv
Suhu : 36.5 C Ranitid 2x1amp iv

10
Abdomen: nyeri tekan (+), BU (+), luka GV 2 kali sehari
operasi darah (-), pus (-)
A : Post Op Appendextomi
P : instruksi dr. Reja Sp.B
S: Nyeri luka post op (+) minimal, demam (-), Obs. TTV
pasien sudah mulai minum dan makan lunak. Diet lunak
Bisa miring kanan kiri. mobilisasi
O: keadaan umum : Tampak baik IVFD RL : Hidroma = 2:1
TD : 110/70 mmhg Therapy :
HR : 78 x/menit Cefuroxime 2x1gram iv H2
RR : 18x/menit Ketorolac 2x1 amp iv
Suhu : 36.5 C Ranitidin 2x1amp iv
Abdomen: nyeri tekan (-), BU (+), luka GV 2 kali sehari
operasi kering
A : Post Op Appendextomi
P : instruksi dr. Reja Sp.B
S: Nyeri luka post op (+) minimal, bebas Obs. TTV
demam tanpa obat, pasien sudah mulai minum Diet lunak
dan makan lunak. Sudah bisa berjalan. Mobilisai aktif
O: keadaan umum : Tampak baik IVFD RL : Hidroma = 2:1
TD : 110/70 mmhg Therapy :
HR : 78 x/menit Cefuroxime 2x1gram iv H2
RR : 18x/menit Ketorolac 2x1 amp iv
Suhu : 36.5 C Ranitidin 2x1amp iv
Abdomen: nyeri tekan (-), BU (+), luka GV 2 kali sehari
operasi kering
A : Post Op Appendextomi
P : instruksi dr. Reja Sp.B

11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira

10cm (kisaran 3- 15cm), dan berpangkal di caecum. Lumennya sempit di

bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi,

apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah

ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden

appendicitis pada usia itu. Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal.

Kedudukan itu memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya

bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnya4. Pada kasus

selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang caecum, di

belakang colon ascendens, atau di tepi lateral colon ascendens. Gejala klinis

appendicitis ditentukan oleh letak apendiks4. Persarafan parasimpatis berasal

dari cabang n.vagus yang mengikuti a.mesenterica superior dan

a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n.torakalis X.

Oleh karena itu, nyeri visceral pada appendicitis bermula di sekitar

umbilicus5. Pendarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang

merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena

thrombosis pada infeksi apendiks akan mengalami gangren5.

12
Gambar 1. Anatomi Apendiks Vermiformis Sumber : Sobotta, 2010

2.2 FISIOLOGI
Apendiks menghasilkan lender 1-2ml per hari. Lendir itu normalnya
dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke caecum. Hambatan aliran
lender di muara apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis appendicitis.
Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid
tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA.
Immunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun
demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena
jkumlah jaringan limf disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di
saluran cerna dan di seluruh tubuh.5

2.3 INSIDEN

Prevalensi apendisitis akut secara global sebesar 25 per 10.000


penduduk pada usia 10-17 tahun. Prevalensi apendisitis akut paling

13
tinggi di negara Amerika Serikat dengan 1 kejadian di setiap 400
penduduk (0.25%).1

Kejadian apendisitis akut di negara berkembang tercatat lebih


rendah angka kejadiannya dari negara maju. Pada wilayah regional
Asia Tenggara kejadian apendisitis akut ditemukan hampir diseluruh
negara di Asia Tenggara. Indonesia dengan prevalensi 0.05%
menempati urutan pertama sebagai negara dengan angka kejadian
apendisitis akut tertinggi, disusul oleh dengan Filipina (0.022%) dan
Vietnam (0.02%). Apendisitis tercatat lebih tinggi angka
kejadiannya pada negara maju dibandingkan dengan negara
berkembang, hal ini diperkirakan erat hubungannya dengan
kebiasaan pola makan pada beberapa negara maju yang rendah serat
dan tinggi angka konsumsi makanan cepat saji.1

2.4 ETIOLOGI
Apendisitis disebabkan oleh adanya obstruksi pada lumen apendiks.
Penyebab obstruksi tersering pada kasus apendisitis ialah adanya sumbatan
oleh masa fecalith. Penyebab lain yang dapat menyebabkan obstruksi lumen
apendiks antara lain adanya hiperplasia jaringan limfoid yang berkaitan
dengan infeksi virus, atau walaupun jarang adanya neoplasma (tumor
karsinoid apendiks). Batu empedu dan gumpalan cacing (oxyuriasis
vermicularis) diketahui juga dapat menimbulkan obstruksi pada lumen
apendiks sehingga menimbulkan peradangan pada apendiks.6
Ketika obstruksi lumen apendiks terjadi, lapisan mukosa pada dinding
apendiks akan mensekresi mukus yang jumlahnya meningkat. Peningkatan
produksi mukus tersebut akan meningkatkan volume lumen apendiks yang
berujung pada terjadinya kenaikan tekanan intralumen. Hal ini dapat
mengakibatkan colapsnya vena drainase sehingga menurunkan suplai darah ke
apendiks sehingga dapat menyebabkan iskemia jaringan apendiks, infark,
dan gangren. Keduanya, obstruksi dan cedera iskemik memudahkan

14
terjadinya proliferasi bakteri pada lumen apendiks. Gangguan limfatik yang
terjadi pada kasus apendisitis juga menyebabkan turunnya pertahanan mukosa
apendiks sehingga memudahkan invasi bakteri ke dinding apendiks.6
Bakteri yang ditemukan pada jaringan apendiks yang meradang
berbeda dengan bakteri yang ditemukan pada jaringan apendiks normal. Pada
60% aspirasi cairan apendiks yang meradang ditemukan adanya bakteri
anaerob, dimana pada jaringan apendiks normal hanya ditemukan 25% bakteri
anerob. Menurut studi yang dilakukan di Ukraina pada tahun 2016, dari 153
sampel pasien apendisitis ditemukan terdapat 82 sampel (80.39%) yang positif
terdapat bakteri E. coli, 52 sampel (50.98%) terdapat bakteri staphylococcus
dan bakteri fecal streptococcus terdapat pada 9 sampel (18.63%).18

2.5 PATOFISIOLOGI
Apendisitis dimulai dengan adanya obstruksi pada lumen apendiks,
dimana penyebab tersering ialah obstruksi karena masa fecalith. Obtruksi
lumen apendiks akan merangsang mukosa apendiks untuk mensekresi mukus
dengan jumlah yang lebih banyak. Hal ini akan meningkatkan tekanan
intralumen sehingga menstimulus serabut saraf eferen visceral sehingga
menimbulkan rasa nyeri yang samar-samar, nyeri difus pada abdomen
dibawah epigastrium. Obstruksi pada apendiks yang diikuti kenaikan sekresi
mukus membuat lumen apendiks menjadi lingkungan yang baik bagi
pertumbuhan bakteri. Kenaikan proliferasi bakteri yang diiringi dengan colaps
vena drainase dan juga gangguan aliran limfatik akibat kenaikan tekanan
intralumen, memudahkan bakteri untuk menginvasi dinding mukosa jaringan
apendiks. Invaasi bakteri akan membuat aktivasi mediator inflamasi pada
jaringan apendiks. Dan saat eksudat inflamasi dari dinding apendiks
terhubung dengan peritoneum parietal, serabut saraf somatik akan teraktivasi
sehingga menyebabkan nyeri yang terlokalisir pada titik Mc. Burney.18
Menurut Robin (2006) pada stadium dini apendisitis hanya ditemukan
sedikit eksudat neutrofil diseluruh mukosa, submukosa, dan muskularis proparia.
Pembuluh subserosa mengalami bendungan dan sering terdapat infiltrat neutrofil

15
perivaskular ringan. Reaksi peradangan mengubah gambaran lapisan serosa dinding
apendiks yang tampilannya berkilap menjadi merah, granular, dan suram,
perubahan ini merupakan suatu penanda adanya apendisitis akut dini. Pada stadium
selanjutnya eksudat neutrofilik yang hebat selanjutnya menghasilkan reaksi
fibrinopurulen di atas lapisan serosa. Proses peradangan yang terus berlanjut
menyebabkan pembentukan abses di dinding usus disertai ulserasi dan fokus
nekrosis di mukosa yang mencerminkan keadaan apendisitis supuratif akut. Semakin
buruknya peradangan menybabkan timbulnya daerah ulkus hijau hemorargik di
mukosa, dan nekrosis gangrenosa hijau tua diseluruh ketebalan dinding hingga ke
serosa, hal ini yang dikenal sebagai apendisitis gangrenosa akut, yang akan cepat
diikuti ruptur dan peritonitis supurativ.17

Gambar 2. Patofisiologi Appendisitis

2.6 GEJALA KLINIS

16
Appendicitis dapat mengenai semua kelompok usia. Meskipun sangat
jarang pada neonatus dan bayi, appendicitis akut kadang-kadang dapat terjadi
dan diagnosis appendicitis jauh lebih sulit dan kadang tertunda. Nyeri
merupakan gejala yang pertama kali muncul. Seringkali dirasakan sebagai
nyeri tumpul, nyeri di periumbilikal yang samar-samar, tapi seiring dengan
waktu akan berlokasi di abdomen kanan bawah. Terjadi peningkatan nyeri
yang gradual seiring dengan perkembangan penyakit. Variasi lokasi anatomis
appendiks dapat mengubah gejala nyeri yang terjadi. Pada anak-anak, dengan
letak appendiks yang retrocecal atau pelvis, nyeri dapat mulai terjadi di
kuadran kanan bawah tanpa diawali nyeri pada periumbilikus. Nyeri pada
flank, nyeri punggung, dan nyeri alih pada testis juga merupakan gejala yang
umum pada anak dengan appendicitis retrocecal arau pelvis1.
Jika inflamasi dari appendiks terjadi di dekat ureter atau bladder, gejal
dapat berupa nyeri saat kencing atau perasaan tidak nyaman pada saat
menahan kencing dan distensi kandung kemih. Anorexia, mual, dan muntah
biasanya terjadi dalam beberapa jam setelah onset terjadinya nyeri. Muntah
biasanya ringan. Diare dapat terjadi akibat infeksi sekunder dan iritasi pada
ileum terminal atau caecum. Gejala gastrointestinal yang berat yang terjadi
sebelum onset nyeri biasanya mengindikasikan diagnosis selain appendicitis.
Meskipun demikian, keluhan GIT ringan seperti indigesti atau
perubahan bowel habit dapat terjadi pada anak dengan appendicitis1. Pada
appendicitis tanpa komplikasi biasanya demam ringan (37,5 -38,5 0 C). Jika suhu
tubuh diatas 38,6 0 C, menandakan terjadi perforasi. Anak dengan appendicitis
kadang-kadang berjalan pincang pada kaki kanan. Karena saat menekan dengan
paha kanan akan menekan Caecum hingga isi Caecum berkurang atau kosong.
Bising usus meskipun bukan tanda yang dapat dipercaya dapat menurun atau
menghilang. Anak dengan appendicitis biasanya menghindari diri untuk bergerak
dan cenderung untuk berbaring di tempat tidur dengan kadang-kadang lutut
1
diflexikan . Anak yang menggeliat dan berteriak-teriak jarang menderita

17
appendicitis, kecuali pada anak dengan appendicitis retrocaecal, nyeri seperti kolik
renal akibat perangsangan ureter.
2.7 PEMERIKSAAN FISIK
Pada Apendicitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling,
sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi perut9. Secara
klinis, dikenal beberapa manuver diagnostik4 Rovsing’s sign: dikatakan posiif
jika tekanan yang diberikan pada LLQ abdomen menghasilkan sakit di
sebelah kanan (RLQ), menggambarkan iritasi peritoneum. Sering positif tapi
tidak spesifik4 · Psoas sign: dilakukan dengan posisi pasien berbaring pada
sisi sebelah kiri sendi pangkal kanan diekstensikan. Nyeri pada cara ini
menggambarkan iritasi pada otot psoas kanan dan indikasi iritasi retrocaecal
dan retroperitoneal dari phlegmon atau abscess.Dasar anatomis terjadinya
psoas sign adalah appendiks yang terinflamasi yang terletak retroperitoneal
akan kontak dengan otot psoas pada saat dilakukan manuver ini · Obturator
sign: dilakukan dengan posisi pasien terlentang, kemudian gerakan endorotasi
tungkai kanan dari lateral ke medial. Nyeri pada cara ini menunjukkan
peradangan pada M. obturatorius di rongga pelvis. Perlu diketahui bahwa
masing-masing tanda ini untuk menegakkan lokasi Appendix yang telah
mengalami radang atau perforasi.Dasar anatomis terjadinya Obturator sign.
Blumberg’s sign: nyeri lepas kontralateral (tekan di LLQ kemudian lepas dan
nyeri di RLQ) · Wahl’s sign: nyeri perkusi di RLQ di segitiga Scherren
menurun. · Baldwin test: nyeri di flank bila tungkai kanan ditekuk. · Defence
musculare: bersifat lokal, lokasi bervariasi sesuai letak Appendix. · Nyeri
pada daerah cavum Douglas bila ada abscess di rongga abdomen atau
Appendix letak pelvis. · Nyeri pada pemeriksaan rectal tooucher. · Dunphy
sign: nyeri ketika batuk10. Skor Alvarado Semua penderita dengan suspek
Appendicitis acuta dibuat skor Alvarado dan diklasifikasikan menjadi 2
kelompok yaitu: skor <6>6. Selanjutnya dilakukan Appendectomy, setelah
operasi dilakukan pemeriksaan PA terhadap jaringan Appendix dan hasilnya
diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu: radang akut dan bukan radang

18
akut. Tabel Alvarado scale untuk membantu menegakkan diagnosis
Manifestasi Skor Gejala Adanya migrasi nyeri 1 Anoreksia 1 Mual/muntah 1
Tanda Nyeri RLQ 2 Nyeri lepas 1 Febris 1 Laboratorium Leukositosis 2 Shift
to the left 1 Total poin 10 Keterangan: 0-4 : kemungkinan Appendicitis kecil
5-6 : bukan diagnosis Appendicitis 7-8 : kemungkinan besar Appendicitis 9-
10 : hampir pasti menderita Appendicitis Bila skor 5-6 dianjurkan untuk
diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka tindakan bedah sebaiknya
dilakukan11.

Gambar 3. Pemeriksaan fisik

19
Characteristics Score

3 symptoms

Migration of pain to the right lower 1

quadrant

Nausea and vomiting 1

Anorexia 1

3 signs

Tenderness in right iliac fossa 2

Rebound tenderness in right iliac fossa 1

Elevated temperature 1

2 laboratory finding

Leukocytosis 2

Shift to the left neutrophils 1

Total 10

Gambar 4. Skor Alvarado

2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Laboratorium Jumlah leukosit diatas 10.000 ditemukan pada lebih dari
90% anak dengan appendicitis akuta. Jumlah leukosit pada penderita
appendicitis berkisar antara 12.000- 18.000/mm3. Peningkatan persentase
jumlah neutrofil (shift to the left) dengan jumlah normal leukosit menunjang
diagnosis klinis appendicitis. Jumlah leukosit yang normal jarang ditemukan
pada pasien dengan appendicitis1. Pemeriksaan urinalisis membantu untuk
membedakan appendicitis dengan pyelonephritis atau batu ginjal. Meskipun

20
demikian, hematuria ringan dan pyuria dapat terjadi jika inflamasi appendiks
terjadi di dekat ureter1.
Ultrasonografi sering dipakai sebagai salah satu pemeriksaan untuk
menunjang diagnosis pada kebanyakan pasien dengan gejala appendicitis.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sensitifitas USG lebih dari 85% dan
spesifitasnya lebih dari 90%. Gambaran USG yang merupakan kriteria
diagnosis appendicitis acuta adalah appendix dengan diameter anteroposterior
7 mm atau lebih, didapatkan suatu appendicolith, adanya cairan atau massa
periappendix1. False positif dapat muncul dikarenakan infeksi sekunder
appendix sebagai hasil dari salphingitis atau inflammatory bowel disease.
False negatif juga dapat muncul karena letak appendix yang retrocaecal atau
rongga usus yang terisi banyak udara yang menghalangi appendix1.
CT-Scan CT scan merupakan pemeriksaan yang dapat digunakan
untuk mendiagnosis appendicitis akut jika diagnosisnya tidak jelas.sensitifitas
dan spesifisitasnya kira-kira 95-98%. Pasien-pasien yang obesitas, presentasi
klinis tidak jelas, dan curiga adanya abscess, maka CT-scan dapat digunakan
sebagai pilihan test diagnostik1. Diagnosis appendicitis dengan CT-scan
ditegakkan jika appendix dilatasi lebih dari 5-7 mm pada diameternya.
Dinding pada appendix yang terinfeksi akan mengecil sehingga memberi
gambaran “halo”.
2.9 DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding dari Appendicitis dapat bervariasi tergantung dari
usia dan jenis kelamin Pada anak-anak balita àntara lain intususepsi,
divertikulitis, dan gastroenteritis akut. Intususepsi paling sering didapatkan
pada anak-anak berusia dibawah 3 tahun. Divertikulitis jarang terjadi jika
dibandingkan Appendicitis. Nyeri divertikulitis hampir sama dengan
Appendicitis, tetapi lokasinya berbeda, yaitu pada daerah periumbilikal. Pada
pencitraan dapat diketahui adanya inflammatory mass di daerah abdomen
tengah. Diagnosis banding yang agak sukar ditegakkan adalah gastroenteritis
akut, karena memiliki gejala-gejala yang mirip dengan appendicitis, yakni

21
diare, mual, muntah, dan ditemukan leukosit pada feses. Pada anak-anak
usia sekolah gastroenteritis, konstipasi, infark omentum. Pada gastroenteritis,
didapatkan gejala-gejala yang mirip dengan appendicitis, tetapi tidak dijumpai
adanya leukositosis. Konstipasi, merupakan salah satu penyebab nyeri
abdomen pada anak-anak, tetapi tidak ditemukan adanya demam.
Infark omentum juga dapat dijumpai pada anak-anak dan gejala-
gejalanya dapat menyerupai appendicitis. Pada infark omentum, dapat terraba
massa pada abdomen dan nyerinya tidak berpindah · Pada pria dewasa muda
Diagnosis banding yang sering pada pria dewasa muda adalah Crohn’s
disease, klitis ulserativa, dan epididimitis. Pemeriksaan fisik pada skrotum
dapat membantu menyingkirkan diagnosis epididimitis. Pada epididimitis,
pasien merasa sakit pada skrotumnya.
Pada wanita usia muda Diagnosis banding appendicitis pada wanita
usia muda lebih banyak berhubungan dengan kondisi-kondisi ginekologik,
seperti pelvic inflammatory disease (PID), kista ovarium, dan infeksi saluran
kencing. Pada PID, nyerinya bilateral dan dirasakan pada abdomen bawah.
Pada kista ovarium, nyeri dapat dirasakan bila terjadi ruptur ataupun torsi.
Pada usia lanjut Appendicitis pada usia lanjut sering sukar untuk
didiagnosis. Diagnosis banding yang sering terjadi pada kelompok usia ini
adalah keganasan dari traktus gastrointestinal dan saluran reproduksi,
divertikulitis, perforasi ulkus, dan kolesistitis. Keganasan dapat terlihat pada
CT Scan dan gejalanya muncul lebih lambat daripada appendicitis. Pada
orang tua, divertikulitis sering sukar untuk dibedakan dengan appendicitis,
karena lokasinya yang berada pada abdomen kanan. Perforasi ulkus dapat
diketahui dari onsetnya yang akut dan nyerinya tidak berpindah. Pada orang
tua, pemeriksaan dengan CT Scan lebih berarti dibandingkan dengan
pemeriksaan laboratorium.

22
2.10 KOMPLIKASI
1. Appendicular infiltrat: Infiltrat / massa yang terbentuk akibat mikro atau
makro perforasi dari Appendix yang meradang yang kemudian ditutupi
oleh omentum, usus halus atau usus besar.
2. Appendicular abscess: Abses yang terbentuk akibat mikro atau makro
perforasi dari Appendix yang meradang yang kemudian ditutupi oleh
omentum, usus halus, atau usus besar.
3. Perforasi
4. Peritonitis
5. Syok septik
6. Mesenterial pyemia dengan Abscess Hepar
7. Gangguan peristaltik
8. Ileus
2.11 PENATALAKSANAAN
Untuk pasien yang dicurigai Appendicitis : Puasakan dan Berikan
analgetik dan antiemetik jika diperlukan untuk mengurangi gejala n Penelitian
menunjukkan bahwa pemberian analgetik tidak akan menyamarkan gejala saat
pemeriksaan fisik. Berikan antibiotika IV pada pasien dengan gejala sepsis dan
yang membutuhkan Laparotomy Perawatan appendicitis tanpa operasi dan
Penelitian menunjukkan pemberian antibiotika intravena dapat berguna untuk
Appendicitis acuta bagi mereka yang sulit mendapat intervensi operasi
(misalnya untuk pekerja di laut lepas), atau bagi mereka yang memilki resiko
tinggi untuk dilakukan operasi Rujuk ke dokter spesialis bedah.
Pemberian antibiotika preoperative efektif untuk menurunkan
terjadinya infeksi post opersi. pemberian antibiotika broadspectrum dan juga
untuk gram negative dan anaerob sebagai antibiotik profilaksis yang diberikan
sebelum operasi dimulai. gan order dari ahli bedah. n Antibiotik profilaksis
harus diberikan sebelum operasi dimulai. Biasanya digunakan antibiotik
kombinasi, seperti Cefotaxime dan Clindamycin, atau Cefepime dan
Metronidazole. Kombinasi ini dipilih karena frekuensi bakteri yang terlibat,

23
termasuk Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Enterococcus,
Streptococcus viridans, Klebsiella, dan Bacteroides.
Teknik operasi Appendectomy:
A. Laparoscopic Appendectomy
Pertama kali dilakukan pada tahun. Laparoscopic dapat dipakai
sarana diagnosis dan terapeutik untuk pasien dengan nyeri akut
abdomen dan suspek Appendicitis acuta. Laparoscopic kemungkinan
sangat berguna untuk pemeriksaan wanita dengan keluhan abdomen
bagian bawah. Membedakan penyakit akut ginekologi dari
Appendicitis acuta sangat mudah dengan menggunakan laparoskop
B. Open Appendectomy
 Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik.
 Dibuat sayatan kulit: Horizontal Oblique

2.12 KESIMPULAN
Appendicitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendix
vermicularis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering pada
anak-anak maupun dewasa. Appendicitis akut merupakan kasus bedah
emergensi yang paling sering ditemukan pada anak-anak dan remaja Gejala
appendicitis akut pada anak tidak spesifik . Gejala awalnya sering hanya rewel
dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa nyerinya.
Dalam beberapa jam kemudian akan timbul muntah-muntah dan anaka akan
menjadi lemah dan letargik. Karena gejala yang tidak khas tadi, appendicitis
sering diketahui setelah terjadi perforasi. Pada bayi, 80-90% appendicitis baru
diketahui setelah terjadi perforasi. Riwayat perjalanan penyakit pasien dan
pemeriksaan fisik merupakan hal yang paling penting dalam mendiagnosis
appendicitis.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Kong VY1, (2012). Acute appendicitis in a developing country. World


Journal of surgery, Volume 36, p. 2068–73.
2. Departemen Kesehatan RI. (2009) Profil Kesehatan Indonesia 2008.
Jakarta ; Depkes RI, p. 24-31.
3. Kumar,V., Cotran, R.S., & Robbins, S.L. (2007). Buku ajar patologi .7 nd
ed, Vol. 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC : 860-1.
4. Gomes, C.A.,Sartelli2,M., Saverio,. M., Ansaloni, A. et al. (2015). Acute
appendicitis: proposal of a new comprehensive grading system based on
clinical, imaging and laparoscopic findings . World Journal of Emergency
Surgery (2015) 10:60.
5. Richard, L. D., Vogl W., & Mitchell W. (2014) Gray’s Anatomy: Anatomy
of the Human Body. Elsevier : 160-3
6. Dorland, W.A. & Newman. (2012). Kamus Kedokteran Dorland; Edisi 28.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC : 80-1
7. Taşlıdere, B.M.D.,Şener, M.D., Taşlıdere, M.D., Nahide, G. M.D.,et al.
(2016). Role of endothelial nitric oxide synthases system on acute
appendicitis. Ulus Travma Acil Cerrahi Derg, 22 (4).

25

Anda mungkin juga menyukai