Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN KASUS

Trauma Kepala Berat dengan Epidural Hematom


INSTALASI GAWAT DARURAT

Disusun Oleh ;
dr. Sinta Denok
Dokter Penanggung Jawab Pasien :
dr. Racmanda Haryo Wibisono, Sp.BS

Dokter Pembimbing ;
dr. Sumarmi

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH 45 KUNINGAN


KABUPATEN KUNINGAN
2022
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II LAPORAN KASUS 5
BAB III TINJAUAN PUSTAKA 18
DAFTAR PUSTAKA 21
BAB I
PENDAHULUAN

Otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit, dan tulang yang membungku
snya. Tanpa perlindungan ini, otak yang lembut akan mudah sekali terkena cedera
dan mengalami kerusakan. Selain itu, begitu rusak, neuron tidak dapat diperbaiki l
agi. Tepat di atas tengkorak terletak galea aponeurotika, yaitu jaringan fibrosa pad
at, dapat digerakkan dengan bebas, yang membantu menyerap kekuatan trauma ek
sternal. Di antara kulit dan galea terdapat suatu lapisan lemak dan lapisan membra
ne dalam yang mengandung pembuluh-pembuluh besar. Bila robek, pembuluh-pe
mbuluh ini sukar mengadakan vasokontriksi dan dapat menyebabkan kehilangan d
arah bermakna pada penderita laserasi kulit kepala.1,3

Otak dibungkus oleh selubung mesodermal, meninges. Lapisan luarnya adal


ah pachymeninx atau duramater dan lapisan dalamnya, leptomeninx, dibagi menja
di arachnoidea dan piamater.2,5

1
2

1.1 Duramater
Dura kranialis atau pachymeninx adalah suatu struktur fibrosa yang
kuat dengan suatu lapisan dalam (meningeal) dan lapisan luar (periostal).
Kedua lapisan dural yang melapisi otak umumnya bersatu, kecuali di tem
pat di tempat dimana keduanya berpisah untuk menyediakan ruang bagi s
inus venosus (sebagian besar sinus venosus terletak di antara lapisan-lapi
san dural), dan di tempat dimana lapisan dalam membentuk sekat di antar
a bagian-bagian otak.2

1.2 Arachnoidea
Membrana arachnoidea melekat erat pada permukaan dalam dura d
an hanya terpisah dengannya oleh suatu ruang potensial, yaitu spatium su
bdural. Ia menutupi spatium subarachnoideum yang menjadi liquor cereb
rospinalis, cavum subarachnoidalis dan dihubungkan ke piamater oleh tra
bekulae dan septa-septa yang membentuk suatu anyaman padat yang men
jadi system rongga-rongga yang saling berhubungan.

1.3 Piamater
Piamater merupakan selaput jaringan penyambung yang tipis yang
menutupi permukaan otak dan membentang ke dalam sulcus, fissure dan
sekitar pembuluh darah di seluruh otak. Piamater juga membentang ke da
lam fissure transversalis di bawah corpus callosum. Di tempat ini pia me
mbentuk tela choroidea dari ventrikel tertius dan lateralis, dan bergabung
dengan ependim dan pembuluh- pembuluh darah choroideus untuk mem
bentuk pleksus choroideus dari ventrikel- ventrikel ini. Pia dan ependim
berjalan di atas atap dari ventrikel keempat dan membentuk telah choroid
a di tempat itu.2
BAB II
LA
PORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : An.Na
Usia : 9 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Dusun Cikopo, Cibinuang
RM 00216064
Tanggal MRS : 23 juni 2022

B. PRIMARY SURVEY
 Airway:
• Jalan nafas ckear, snoring (-), gurgling (-)
 Collar neck (-)
 Oropharyngeal airway (-)
 Breathing :
• RR: 24 x/menit, teratur, retraksi (-).
• SpO2: 96% room air
• Inspeksi : Bentuk dan pergerakan din
ding dada simetris jejas thorak (-)
• Auskultasi : pulmo suara napas vesikule
r +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
• Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
• Palpasi : deviasi trakea (-), fremitus
taktil +/+
 Oksigenasi Nasal Canul 3 lpm
 Memasan pulse oximeter Spo2 :100%
 Circulation :
• Nadi radialis teraba, kuat angkat, terat
ur. N :120 x/menit.
• TD : 110/70 mmHg
• CRT <2 detik
• Urine Output 100cc
• Warna kulit sianosis (-), pucat (-)
• Extremitas hangat (+)

 Infus :IVFD Nacl 0.9% 20tpm


 Kateter (+)
 Dissability :
• GCS E3M6V4 = 13
• Pupil : Bulat isokor, berukuran 2 mm
/2 mm, refleks cahaya langsung +/+,
• motoric 5|5
5|5
• Refleks fisiologis (+/+), Refleks patol
ogis (-/-).
 Exposure :
• S: 36.5
• Membuka pakaian pasien untuk
memeriksa dan evaluasi
• Vulnus exoriasi at regio bucal dextra
uk: 3x2cm, hematoma at regio
tempero occipital dextra uk: 4x5cm
krepitasi (-)
 Head up 30°

C. SECONDARY SURVEY
1. Anamnesis (Heteroanamnesis)
a. Keluhan utama
penurunan kesadaran
b. Riwayat Penyakit Sekarang
2 jam sebelum masuk rumah sakit, saat sedang men
gendarai sepeda, , tiba kehilangan keseimbangan sehingga
terjatuh ke jurang dengan ketinggian 3 meter, dengan
posisi kepala kanan terbentur batu. Pingsan (+), nyeri kepal
a (+), disertai muntah spontan menyembur sebanyak 2 kali,
muntahan yang keluar berisi makanan dan tidak bercampur
darah. Keluar darah dari hidung dan telinga disangkal.

Pasien kemudian sadar dan dibawa pulang ke ruma


h. Di rumah pasien Kembali tidak sadar sehingga dibawa k
e IGD RSUD 45
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Cedera kepala sebelumnya (-), operasi otak sebelumnya (-), riway
at epilepsi (-
), riwayat sakit jantung (-).
d. Riwayat Keluarga
Riwayat penyakit tekanan darah tinggi (-), kencing manis (-), sakit
jantung (-), perdarahan yang sulit sembuh (-), epilepsi (-).

2. Pemeriksaan F
isik
I. Status Generalis
Keadaan umum : tampak sakit
sedang

Kesadaran : Somnolen

Nadi : 120 x/menit, teratur, kuat angkat


Frekuensi napas : 24 x/menit

Tekana darah : 110/70mmHg

Temperatur axila : 36,5oC


Berat badan : 25 Kg
Pemeriksaan Fisik Umum
a. Kepala
Kepala : cephalhematom (+) at regio tempero occipital
dextra uk: 4x5cm krepitasi (-), Exoriatum at
regio buccal, oedem (+).
Mata : raccoon eyes (-), konjungtiva anemis -/-, skler
a ikterik -/-, refleks cahaya langsung
+/+, pupil isokor dengan diameter 2mm/2mm, bentu
k bulat.
Hidung : deformitas (-), rhinorrhea -/-

Telinga : otorrhea -/-, battle sign (-)

b. Leher
Jejas (-), deformitas tulang belakang leher (-), depresi tulang sp
inosum (-).
c. Thoraks
Inspeksi : bentuk dan ukuran thorax normal, perge
rakan dinding dada kanan dan kiri simetr
is, iktus kordis tidak tampak, jejas (-)
Palpasi : pergerakan dinding dada kanan dan kiri simetris,
nyeri tekan (-), krepitasi (-), iktus kordis teraba di
ICS V linea midklavikula sinistra
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : cor S1S2 tunggal regular, murmur (-), gallop (-) p


ulmo suara napas vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezi
ng -/-

d. Abdomen
Inspeksi : distensi (-), jejas (-),
pergerakan aktif (-) Auskultasi :
bising usus (+) normal
Palpasi : Supel (+), massa (-), hepar
dan lien tidak teraba Perkusi : timp
ani pada keempat kuadran abdomen
e. Ekstremitas atas
Kanan : jejas (-), hematome (-), deformitas (-),pergerak
an aktif (+), edema (-), akral hangat (+)
Kiri : jejas (-), hematome (-), deformitas (-), pergera
kan aktif (+), edema (-), akral hangat (+)
f. Ekstremitas bawah :
Kanan : jejas (-), hematome (-), deformitas (-), pergera
kan aktif (+), edema (-), akral hangat (+).
Kiri : jejas (-), hematome (-), deformitas (-), pergera
kan aktif (+), edema (-), akral hangat (+).

II. Riwayat AMPLE

1. (Allergic) pasien tidak ada riwayat alergi


2. (Medication) pasien tidak meminum obat-obatan rutin
3. (Past Illness) pasien tidak memiliki riwayat penyakit sebelumnya.
4. (Last Meal) kurang lebih 3 jam
5. (Environment) di jurang ketinggian 3 m

15
III. Pemeriksaan Neurologis
GCS : E3V4M6
Kesadaran : Somnolen
a. Pemeriksaan Saraf kranialis
Nervus kranialis I : Normosmia.
Nervus kranialis II : dalam batas normal.
Nervus kranialis III, IV, VI : Posisi bola mata tepat ditengah, refleks
cahaya langsung +/+, pupil isokor dengan di
ameter 2mm/2mm, bentuk bulat, gerak bola
mata normal.
Nervus kranialis V : Refleks kornea (+) Ne
rvus kranialis VII : dalam batas normal
Nervus kranialis VIII : dalam batas normal
Nervus kranialis IX : Tidak di evaluasi
Nervus kranialis X : Tidak di evaluasi
Nervus kranialis XI : dalam batas normal
Nervus kranialis XII : dalam batas normal
b. Rangsangan meningeal
Kaku Kuduk : (-)

Kernig sign : (-)

Brudzinski I : (-)
c. Motorik
Motorik Superior Inferior
Dekstra Sinistra Dekstra Sinistra
Pergerakan Aktif Aktif Aktif Aktif

Kekuatan 5 5 5 5
Tonus Otot dbn dbn dbn dbn
Bentuk otot dbn dbn dbn dbn

d. Pemeriksaan refleks fisiologis


Refleks patella : +/+
Refleks biseps : +/+
10
Refleks triseps : +/+
Refleks tendon achilles : +/+
e. Pemeriksaan Refleks patologis
Refleks hoffman : -/-
Refleks trommer : -/-
Refleks wartenberg : -/-
Refleks mayer : -/-
Refleks babinski : -/-
Refleks chaddock : -/-
Refleks gordon : -/-
Refleks oppenheim : -/-
Refleks gonda : -/-
Refleks schaefer : -/-

D. DIAGNOSIS BANDING
CKS + EDH
CKS + SDH

E. PLANNING
1. Penunjang
a) Hasil Pemeriksaan laboratorium tanggal 23 Juni 2022 IGD

Hb : 13.9 g/dl
Hematokrit : 40.0 %
leukosit : 18.33 x 103/µl
Eritrosit : 5.09 Juta/µl

GDS : 149 mg/dl


Kreatinin : 0.47 mg/dl
Ureum : 12 mg/dl
SGOT : 35 mgl/dl
SGPT : 14 mgl/dl
Na+ : 139 mmol/L
Ka+ : 3,1 mmol/L

11
b) Hasil Rongten kepala

12
c) Hasil CT-scan kepala

Gambar 1. Kesan Epidural Hemorrhage Kontavitas occipitotemporal dextra


13
d) Hasil Ronten thorax

Kesan :
- Gambaran bronchitis
- Tak tampak kardiomegali

14
F. RESUME
Pasien, anak perempuan, usia 9 tahun datang ke UGD RSUD 45 dengan keluh
an kondisi kesadaran menurun sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit. Pasien terjatu
h dari sepeda, terjatuh jurang dengan ketinggian 3 meter kepala kanan terbentur batu.
Keluhan nyeri kepala, pingsan (+) saat kejadian, disertai muntah spontan menyembur
sebanyak 2 kali, muntahan yang keluar berisi makanan dan tidak bercampur darah. Ri
wayat keluar darah dari telinga dan hidung disangkal.

Pasien kemudian sadar dan dibawa pulang ke rumah. Di rumah pasien Kembal
i tidak sadar sehingga dibawa ke IGD RSUD 45

Pemeriksaan fisik: keadaan umum lemah, kesadaran somnolen, GCS E3V4M6,


Nadi 120 x/menit, teratur, kuat angkat, frekuensi napas 24 x/menit, teratur, suhu 36.5o
C. Didapatkan adanya vulnus exoriasi at regio bucal dextra uk: 3x2cm, hematoma at
regio tempero occipital dextra uk: 4x5cm krepitasi (-), refleks cahaya langsung +/+, p
upil anisokor, dengan diameter 2 mm/3 mm, bentuk bulat, rhinorrhea (-), otorrhea (-).
Pemeriksaan saraf kranialis tidak ditemukan kelainan. Refleks fisiologis +/+, refleks p
atologis -/-,

G. DIAGNOSIS KERJA
Cedera kepala sedang

Close fraktur linear os temperooccipital dextra

EDH tempero occipital dextra

1. Terapi
IGD :
- Head up 30derajat
- O2 nasal canul 3 lpm
- IVFD Nacl 0.9% 20tpm
- Inj Ondancentron 2x2mg
- Inj kalnex 500mg extra

Advice dr. Haryo Sp.BS :


- Saran craniotomi
- edukasi (+)
- inj paracetamol 3x500mg
- Inj kalnex 3x250mg lanjut sampai besok
15
Advice dr. Lukman Sp. An :
- beri oksigen nasal canul
- Siapkan ruangan post op ruangan biasa
- ondancentron 4mg
- Omeprazole 20 mg
- acc OP

1. Monitoring
- Keluhan
- Vital sign
- Status neurologis
2. Edukasi
- Diagnosis
Pasien tersebut mengalami trauma pada kepala setelah terjatuh dari sepeda
dengan ketinggian 3 m, hal ini menyebabkan terjadinya kerusakan atau patahn
ya tulang tengkorak. Kerusakan atau patahnya tulang tengkorak dan benturan a
kibat trauma tersebut dapat menyebabkan robek atau pecahnya pembuluh dara
h pada bagian kepala yang terkena trauma, hal tersebut dapat menyebabkan ter
kumpulnya darah diantara tulang tengkorak dan lapisan luar pembungkus otak.
- Terapi:
Setelah dipastikan benar terjadi perdarahan pada otak dengan pemeriksaan radiolo
gi, maka akan dilakukan terapi. Tindakan yang akan dilakukan yaitu tindakan
berupa pemberian obat-obatan atau tindakan operasi, tergantung dari luasnya p
erdarahan yang terjadi. Tindakan terapi medikamentosa dengan pemberian ob
at-obatan akan dilakukan bila perdarahan yang terjadi kecil yaitu pasien akan
diberikan terapi obat-obatan dan diobservasi. Namun jika perdarahan yang kec
il tersebut berkembang menjadi lebih besar, maka harus dilakukan tindakan op
erasi. Tindakan operasi juga harus dilakukan jika terjadi perdarahan yang luas
dan terdapat kelainan neurologis. Tujuan dari operasi yaitu untuk menghilangk
an bekuan darah sehingga dapat menurunkan tekanan didalam kepala dan men
cegah terkumpulnya darah kembali di ruang antara tulang tengkorak dan lapis
an luar pembungkus otak (ruang epidural). Langkah-langkah operasi yang aka
n dilakukan yaitu, kepala akan dilubangi dengan menggunakan alat khusus, ke
mudian dilakukan pembersihan darah yang terkumpul diruang antara tulang te

16
ngkorak dan lapisan luar pembungkus otak, kemudian akan dipasang drain unt
uk mengalirkan sisa darah yang masih terkumpul ruang anatara tulang tengkor
ak dan lapisan pembungkus otak (ruang epidural) agar tidak terjadi reakumula
si darah dianatara tulang tengkorak dan lapisan pembungkus otak (ruang epidu
ral).Perlu dilakukan pemantauan jumlah darah yang ada pada drain tersebut.

- Prognosis
Bila terkumpulnya darah diantara tulang tengkorak dan lapisan pembungkus otak t
idak disertai cedera otak lainnya, pengobatan dini biasanya dapat menyembuh
kan penderita dengan sedikit atau tanpa kelainan saraf (defisit neurologis)

H. PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia ad bonam


Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

I. Laporan Operasi
- #lisis (+) dan #diastasis sutura squamous
- EDH clot +- 20 cc, lisis +- 15 cc, sumber perdarahan rupture arterimeningeal
media.
- GCS Pre OP E3M6V5= 14
- interval op 6 jam

J. Instruksi Post op
- head up 30°
- O2 2lpm
- IFVD NaCl 0.9% 1000cc/24jam
- puasa sampai dengan BU(+).
- cek Hb post op
- ceftiaxone 2x500 iv
- PCT infus 3x500 iv
- Kalnex 3x250mg iv
-ondancentron 3x2mg iv

17
K. Follow Up
Tan S O A P
gga
l
24/ Nyeri bekas Tampak sakit Post - Imobilisasi duduk
06/ operasi masih ringan Craniotomi -diet lunak
22 ada, sudah bisa GCS :15 a.c CKR + - Aff DC
duduk, kentut (+) EDH POD
N: 107x/m -R/ besok Uff drainase
1
RR : 20x/m dan GV
S: 36
SpO2 : 99% - IFVD NaCl 0.9%
BU (+) 1000cc/24jam
Drainase (+) - PCT infus 3x500 iv
darah hanya di -Lanjut ondancentron bila
selang, mual muntah
rembesan darah - Kalnex stop
di luka bekas op
(-)
25/ Nyeri di luka Tampak sakit Post Bila tidak ada keluhan
06/ bekas operasi (+) ringan Craniotomi BLPL
22 mual (+), muntah GCS 15 a.c CKR + Dengan terapi
(-) EDH POD
N: 100x/m - cefixime
2
RR : 20x/m 2x100mg
S: 36 -ibuprofen 2x200mg
SpO2 : 97%
Drainase sudah
di lepas,
rembesan darah
(-)
26/ Nyeri luka bekas Tampak sakit Post Obat pulang
06/ operasi sudah ringan Craniotomi -cefixime 2x100mg
22 berkurang, sudah GCS 15 a.c CKR + -ibuprofen 2x200mg
bisa berjalan, EDH POD
N: 110x/m
mual (-), BAB 3
dan BAK tidak RR : 20x/m
ada keluhan S: 36
SpO2 : 97%
Pupil isokor,
diameter pupil
3mm/3mm,
reflek cahaya
+/+,
motorik 5/5
5/5
Rembesan18
darah (-)
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
EPIDURAL DAN SUBDURAL HEMATOM TRAUMATIK

2.1 Definisi
Epidural Hematom adalah perdarahan intrakranial yang terjadi kare

19
na fraktur tulang tengkorak dalam ruang antara tabula interna kranii deng
an duramater. Hematoma epidural merupakan gejala sisa yang serius aki
bat cedera kepala dan menyebabkan angka mortalitas sekitar 50%. Hema
toma epidural paling sering terjadi di daerah perietotemporal akibat robe
kan arteria meningea media.1,2

Subdural Hematoma adalah perdarahan yang terjadi antara duramat


er dan araknoid, biasanya sering di daerah frontal, pariental dan temporal
Pada subdural hematoma yang seringkali mengalami pendarahan ialah
“bridging vein”, karena tarikan ketika terjadi pergeseran rotatorik pada ot
ak. Perdarahan subdural paling sering terjadi 4 pada permukaan lateral da
n atas hemisferium dan sebagian di daerah temporal, sesuai dengan distri
busi “bridging vein”.1,2,4

2.2 Etiologi
Epidural hematom utamanya disebabkan oleh gangguan struktur duramater d
an pembuluh darah kepala biasanya karena fraktur. Akibat trauma kapitis,
tengkorak retak. Fraktur yang paling ringan, ialah fraktur linear. Jika gay
a destruktifnya lebih kuat, bisa timbul fraktur yang berupa bintang (stelat
um), atau fraktur impresi yang dengan kepingan tulangnya menusuk ke d
alam ataupun fraktur yang merobek dura dan sekaligus melukai jaringan
otak (laserasio). Pada pendarahan epidural yang terjadi ketika pecahnya p
embuluh darah, biasanya arteri, yang kemudian mengalir ke dalam ruang
antara duramater dan tengkorak.

20
Sedangkan pada subdural hematom. keadaan ini timbul setelah trau
ma kepala hebat, seperti perdarahan kontusional yang mengakibatkan rup
tur vena yang terjadi dalam ruangan subdural . Pergeseran otak pada akse
lerasi dan de akselerasi bias menarik dan memutuskan vena-vena. Pada w
aktu akselerasi berlangsung, terjadi 2 kejadian, yaitu akselerasi tengkorak
ke arah dampak dan pergeseran otak ke arah yang berlawanan dengan ara
h dampak primer. Akselerasi kepala dan pergeseran otak yang bersangku
tan bersifat linear. Maka dari itu lesi- lesi yang bisa terjadi dinamakan les
i kontusio. Lesi kontusio di bawah dampak disebut lesi kontusio “coup”
di seberang dampak tidak terdapat gaya kompresi, sehingga di situ tidak t
erdapat lesi. Jika di situ terdapat lesi, maka lesi itu di namakan lesi kontu
sio “contercoup”.1,3,7

21
2.3 Klasifikasi Cedera kepala
Penilaian cedera kepala dapat dinilai menggunakan Glasgow Coma Scale (G
CS) (Tim Pusbankes, 2018)
1. Berdasarkan keparahan cedera :
a. Cedera Kepala Ringan (CKR)
b. Tidak ada fraktur tengkorak
c. Tidak ada kontusio serebri, hematom
d. GCS 13-15
e. Dapat terjadi kehilangan kesadaran tapi <30 menit
2. Cedera Kepala Sedang (CKS)
a. Kehilangan kesadaran
b. Muntah 3) GCS 9-12
c. Dapat mengalami fraktur tengkorak, disorientasi ringan (bingung)
3. Cedera Kepala Berat (CKB)
a. GCS 3-8
b. Hilang kesadaran >24 jam
c. Adanya kontusio serebri, laserasi/hematom intrakranial

22
7
1) Tabel 2.1: Klasifikasi Cedera Kepala

Jenis Pemeriksaan Nilai

Respon buka mata (Eye)

- Spontan 4

- Terhadap suara 3

- Terhadap nyeri 2

- Tidak ada respon 1

Respon Verbal (Verbal)

1. Berorientasi baik 5

2. Berbicara mengacau (bingung) 4

3. Kata-kata tidak teratur 3

4. Suara tidak jelas 2

5. Tidak ada respon 1

Respon motorik terbaik (Motorik)


6
- Ikut perintah

- Melokalisir nyeri 5

- Fleksi normal (menarik anggota yang dirangsang)


4
- Fleksi abnormal (dekortikasi)
3
- Ekstensi abnormal (deserebrasi) 2

- Tidak ada respon 1

Sumber: (Tim Pusbankes, 2018)

7
8

Macam-macam tingkat kesadaran (Tim Pusbankes, 2018):

1. Composmentis (normal)

a. Sadar penuh

b. Dapat dirangsang oleh rangsangan : nyeri, bunyi atau gerak

c. Tanda-tanda: sadar, merasa mengantuk atau sampaitertidur. Jika tidur dapat

disadarkan dengan memberikan rangsangan

2. Apatis (acuh tak acuh)

a. Acuh

b. Lama untuk menjawab terhadap rangsangan yang diberikan.

c. Tanda-tanda: sadar tapi tidak kooperatif.

3. Somnolent (ngantuk)

a. Keadaan ngantuk

b. Dapat dirangsang dengan rangsangan: dibangunkan atau dirangsang nyeri.

c. Tanda-tanda: sadar tapi kadang tertidur, susah dibangunkan, kooperatif dan

mampu menangkis rangsangan nyeri.

4. Dellirium (mengigau)

a. Penurunan kesadaran disertai peningkatan yang abnormal

b. Dapat dirangsang dengan rangsangan nyeri

c. Tanda-tanda: gaduh, gelisah, kacau, teriak-teriak, disorientasi.

5. Koma/sopor (tidak sadar)

a. Keadaan tidak sadarkan diri

b. Tidak dapat dibangunkan bahkan dengan diberikan rangsangan yang kuat.

c. Tanda-tanda: tidak adanya jawaban terhadap rangsangan yang diberikan.

8
4

2.4 Patomekanisme
Pada perlukaan kepala, dapat terjadi perdarahan ke dalam ruang subaraknoid,
kedalam rongga subdural (hemoragik subdural) antara dura bagian luar dan tengk
orak (hemoragik ekstradural) atau ke dalam substansi otak sendiri. Pada hematom
a epidural, perdarahan terjadi diantara tulang tengkorak dan dura mater. Perdaraha
n ini lebih sering terjadi di daerah temporal bila salah satu cabang arteria meninge
a media robek. Robekan ini sering terjadi buka fraktur tulang tengkorak di daerah
yang bersangkutan. Hematom pun dapat terjadi di daerah frontal dan oksipital.8,10
Putusnya vena-vena penghubung antara permukaan otak dan sinus dural ada
lah penyebab perdarahan subdural yang paling sering terjadi. Perdarahan ini serin
gkali terjadi sebagai akibat dari trauma yang relatif kecil, dan mungkin terdapat se
dikit darah di dalam rongga subaraknoid. Anak-anak (karena anak-anak memiliki
venavena yang halus ) dan orang dewasa dengan atropi otak (karena memiliki ven
a-vena penghubung yang lebih panjang ) memiliki resiko yang lebih besar. Perdar
ahan subdural paling sering terjadi pada permukaan lateral dan atas hemisferium d
an sebagian di daerah temporal, sesuai dengan distribusi “bridging veins” . Karena
perdarahan subdural sering disebabkan oleh perdarahan vena, maka darah yang ter
kumpul hanya 100-200 cc saja.
Perdarahan vena biasanya berhenti karena tamponade hematom sendiri. Sete
lah 5-7 hari hematom mulai mengadakan reorganisasi yang akan terselesaikan dal
am 10-20 hari. Darah yang diserap meninggalkan jaringan yang kaya pembuluh d
arah. Disitu timbul lagi perdarahan kecil, yang menimbulkan hiperosmolalitas he
matom subdural dan dengan demikian bisa terulang lagi timbulnya perdarahan kec
il dan pembentukan kantong subdural yang penuh dengan cairan dan sisa darah (hi
groma). Kondisi- kondisi abnormal biasanya berkembang dengan satu dari tiga me
kanisme.1,2,8

4
5

Terdapat 2 teori yang menjelaskan terjadinya perdarahan subdural kronik, y


aitu teori dari Gardner yang mengatakan bahwa sebagian dari bekuan darah akan
mencair sehingga akan meningkatkan kandungan protein yang terdapat di dalam k
apsul dari subdural hematoma dan akan menyebabkan peningkatan tekanan onkoti
k didalam kapsul subdural hematoma. Karena tekanan onkotik yang meningkat ini
lah yang mengakibatkan pembesaran dari perdarahan tersebut. Tetapi ternyata ada
kontroversial dari teori Gardner ini, yaitu ternyata dari penelitian didapatkan bahw
a tekanan onkotik di dalam subdural kronik ternyata hasilnya normal yang mengik
uti hancurnya sel darah merah. Teori yang ke dua mengatakan bahwa, perdarahan
berulang yang dapat mengakibatkan terjadinya perdarahan subdural kronik, faktor
angiogenesis juga ditemukan dapat

5
6

meningkatkan terjadinya perdarahan subdural kronik, karena turut memberi bantu

an dalam pembentukan peningkatan vaskularisasi di luar membran atau kapsul dar

i subdural hematoma. Level dari koagulasi, level abnormalitas enzim fibrinolitik d

an peningkatan aktivitas dari fibrinolitik dapat menyebabkan terjadinya perdaraha

n subdural kronik.6,10

2.5 Gejala Klinis

Kebanyakan perdarahan epidural intrakranial disebabkan oleh trauma yang sering

melibatkan benturan tumpul pada kepala. Pasien sering didapatkan bukti eksternal cidera k

epala seperti adanya laserasi kulit kepala, cephalohematoma atau kontusio. Cedera sistemik

juga dapat muncul. Berdasarkan gaya benturan pasien bisa saja tetap sadar, terjadi hilang k

esadaran singkat atau kehilangan kesadaran berkelanjutan. (4,5)

Interval lucid klasik dapat muncul pada 20-50% pasien perdarahan epidural. Hal in

i dapat terjadi karena pada awal kejadian, tekanan yang mudah-lepas menyebabkan cedera

kepala berakibat pada perubahan kesadaran sesaat lalu kesadaran pulih kembali. Setelah ke

sadaran pulih, perdarahan epidural terus meluas sampai efek massa perdarahan epidural me

nyebabkan peningkatan tekanan intrakranial sehinggal mulai terjadi penurunan tingkat kesa

daran yang progresif dan sindroma herniasi. Interval lucid bergantung pada luasnya cedera

dan merupakan kunci penting diagnosis perdarahan epidural intrakranial. (4,5)

Gejala yang sangat menonjol pada perdarahan epidural adalah penurunan tingkat k

esadaran yang progresif. Pasien dengan kondisi seperti ini seringkali tampak memar di seki

tar mata dan di belakang telinga. Sering juga tampak cairan yang keluar pada saluran hidun

g dan telinga. Setiap orang memiliki kumpulan gejala yang bermacam-macam akibat dari c

edera kepala. Banyak gejala yang timbul akibat dari cedera kepala. Gejala yang sering tamp

ak: penurunan kesadaran , bisa sampai koma; bingung; penglihatan kabur; susah bicara; ny

eri kepala yang hebat; keluar cairan dari hidung dan telingah; mual, pusing dan berkeringat.

Pada hipertensi intrakranial berat, respon Cushing mungkin muncul. Trias Cushing klasik
6
melibatkan hipertensi sistemik, bradikardia, dan depresi pernafasan. Respon ini biasanya m
7
uncul ketika perfusi serebral, terutama sekali karena batang otak mengkompensasi peningk

atan tekanan intra kranial. Terapi anti hipertensi selama ini mungkin menyebabkan iskemia

serebral akut dan kematian sel. Evakuasi lesi massa mengurangi respon Cushing. (1,4,5)

Penilaian neurologis sangat penting terutama pada tingkat kesadaran, aktivitas mot

orik, pembukaan mata, respon verbal, reaktivitas dan ukuran pupil, parese nervus kranialis

dan tanda-tanda lateralisasi seperti hemiparesis atau hemiplegia. GCS penting dalam menil

ai kondisi klinis terkini karena berhubungan dengan keluaran klinis akhir. Pada pasien yang

sadar dengan lesi massa, fenomena pronator drift mungkin membantu dalam menilai arti kl

inis. Arah ekstremitas ketika pasien diminta menahan kedua lengan teregang keluar dengan

kedua telapak tangan menghadap keatas mengindikasikan efek massa. (4,5)

Pada perdarahan epidural di spinal dapat ditemukan berbagai gambaran klinis pada

pemeriksaan fisik neurologis yang tergantung pada segmen spinal yang terlibat. Beberapa g

ambaran klinis yang dapat dijumpai yaitu: kelemahan ekstrimitas (unilateral atau bilateral),

defisit sensoris dengan paresthesia radikular (unilateral atau bilateral), gangguan refleks ten

don dalam, gangguan tonus sfingter kandung kemih atau anal. (4,5)

2.6 Diagnosis
Dengan CT-scan dan MRI, perdarahan intrakranial akibat trauma kepala le
bih mudah dikenali.
1. Foto Polos Kepala
Pada foto polos kepala, kita tidak dapat mendiagnosa pasti sebagai epidur
al hematoma. Dengan proyeksi Antero-Posterior (A-P), lateral dengan sisi yan
g mengalami trauma pada film untuk mencari adanya fraktur tulang yang mem
otong sulcus arteria meningea media.

Gambar 3 : Fraktur temporoparietal (panah)


yang berakibat perdarahan epidural

7
8

2. Computed Tomography (CT-Scan)

Pemeriksaan CT-Scan dapat menunjukkan lokasi, volume, efek, dan poten


si cedara intrakranial lainnya. Pada epidural biasanya pada satu bagian saja (sing
le) tetapi dapat pula terjadi pada kedua sisi (bilateral), berbentuk bikonveks, pali
ng sering di daerah temporoparietal. Densitas darah yang homogen (hiperdens),
berbatas tegas, midline terdorong ke sisi kontralateral. Terdapat pula garis fraktu
r pada area epidural hematoma, Densitas yang tinggi pada stadium yang akut ( 6
0 – 90 HU), ditandai dengan adanya peregangan dari pembuluh darah. Pada perd
arahan epidural di spinal dapat dikerjakan CT myelografi terutama pada yang tid
ak memungkinkan atau kontraindikasi dikerjakan MRI. (5,6)

Gambar 4 : Perdarahan epidural intrakranial di temporoparietooccipital sinistra (A,B), nampak


garis fraktur (C, anak panah)

8
3. Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang penting dikerjakan diantaranya

1. Darah lengkap : penting untuk menilai kadar trombosit dan hematokrit terkait p

erdarahan non traumatik juga menilai adanya penanda infeksi untuk menyingki

rkan diagnose banding

2. Faal hemostasis : penting untuk menilai ada tidaknya gangguan koagulopati

3. Serum elektrolit, tes fungsi ginjal, tes fungsi hepar, kadar glukosa darah juga p

erlu diperiksa untuk menemukan adanya komplikasi metabolik perdarahan epid

ural intrakranial maupun spinal

4. Toksikologi dan kadar alkohol dalam darah juga perlu diperiksa terkait penyeb

ab trauma kepala dan adanya sindroma putus obat

5. Golongan darah : penting untuk persiapan transfusi dan tindakan operatif darur

at.(1,5,6)

4. Pemeriksaan penunjang lain perdarahan epidural

Pemeriksaan lain yang dapat dikerjakan diantaranya angiografi, lumbal pungsi, ele

ctroencephalography (EEG) dan somatosensory evoked potential (SSEP) pada perdarahan

epidural spinal. Angiografi dapat dikerjakan bila ada kecurigaan adanya malformasi vaskul

ar. Lumbal pungsi tidak rutin dikerjakan karena informasi yang didapatkan hanya sedikit.

SSEP perlu dikerjakan pada perdarahan epidural spinal untuk penilaian prognosis maupun s

elama intraoperatif. (1,5,6)

5. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Pada MRI kepala akan menggambarkan massa hiperintens bikonveks yang mengge
ser posisi duramater, berada diantara tulang tengkorak dan duramater. MRI kepala juga dap
at menggambarkan batas fraktur yang terjadi. MRI merupakan salah satu jenis pemeriksaan
yang dipilih untuk menegakkan diagnosis. Pada perdarahan epidural spinal MRI penting u
ntuk memastikan lokasi segmen yang mengalami perdarahan. (1,5,6)

Gambar 5 : T1 MRI kepala potongan koronal,


didapatkan gambaran perdarahan epidural di
2.7 Penatalaksanaan EPIDURAL HEMATOME
Penderita harus menjalani rawat inap bila skor GCS kurang dari 15, serta ter
dapat gangguan neurologik, gangguan faal vital, dan fraktur tulang kepala. Rawat in
ap mempunyai dua tujuan, yakni observasi (pemantauan) dan perawatan. Observas
i dimaksudkan untuk menemukan sedini mungkin penyulit atau kelainan lain yang t
idak segera memberi tanda atau gejala.

Penanganan darurat :
1. Dekompresi dengan trepanasi sederhana
2. Kraniotomi untuk mengevakuasi hematoma

Terapi medikamentosa

1. Memperbaiki/mempertahankan fungsi vital


Usahakan agar jalan nafas selalu babas, bersihkan lendir dan darah yang da
pat menghalangi aliran udara pernafasan. Bila perlu dipasang pipa naso/ orofar
ingeal dan pemberian oksigen. Infus dipasang terutama untuk membuka jalur i
ntravena : guna-kan cairan NaC10,9% atau Dextrose in saline
2. Mengurangi edema otak
Beberapa cara dapat dicoba untuk mengurangi edema otak:
a. Hiperventilasi.
Bertujuan untuk menurunkan paO2 darah sehingga mencegah vasodilatasi
pembuluh darah. Selain itu suplai oksigen yang terjaga dapat membantu menekan
metabolisme anaerob, sehingga dapat mengurangi kemungkinan asidosis. Bila dapa
t diperiksa, paO2 dipertahankan > 100 mmHg dan paCO2 diantara 25-30 mmHg.

b. Cairan hiperosmoler.
Umumnya digunakan cairan Manitol 10-15% per infus untuk “menari
k” air dari ruang intersel ke dalam ruang intra-vaskular untuk kemudian di
keluarkan melalui diuresis. Untuk memperoleh efek yang dikehendaki, ma
nitol hams diberikan dalam dosis yang cukup dalam waktu singkat, umum
nya diberikan : 0,51 gram/kg BB dalam 10-30 menit. Cara ini berguna pad
a kasus-kasus yang menunggu tindak-an bedah. Pada kasus biasa, harus di
10
pikirkan kemungkinan efek rebound; mungkin dapat dicoba diberikan kem
bali (diulang) setelah beberapa jam atau keesokan harinya.
c. Kortikosteroid.
Penggunaan kortikosteroid telah diperdebatkan manfaatnya sejak beberapa
waktu yang lalu. Pendapat akhir-akhir ini cenderung menyatakan bahwa kortikostero
id tidak/kurang bermanfaat pada kasus cedera kepala. Penggunaannya berdasarkan p
ada asumsi bahwa obat ini menstabilkan sawar darah otak.
Dosis parenteral yang pernah dicoba juga bervariasi: Dexametason per
nah dicoba dengan dosis sampai 100 mg bolus yang diikuti dengan 4 dd 4
mg. Selain itu juga Metilprednisolon pernah digunakan dengan dosis 6 dd
15 mg dan Triamsinolon dengan dosis 6 dd 10 mg.
d. Barbiturat.
Digunakan untuk membius pasien sehingga metabolisme otak dapat
ditekan serendah mungkin, akibatnya kebutuhan oksigen juga akan menurun;
karena kebutuhan yang rendah, otak relatif lebih terlindung dari kemungkina
n kerusakan akibat hipoksi, walaupun suplai oksigen berkurang. Cara ini han

ya dapat digunakan dengan pengawasan yang ketat.1,12


2.1 Indikasi
Operasi di lakukan bila terdapat :
a. Volume hamatom > 30 ml
b. Keadaan pasien memburuk
c. Pendorongan garis tengah > 5 mm
d. Fraktur tengkorak terbuka, dan fraktur tengkorak depres dengan kedala
man >1 cm
e. EDH dan SDH ketebalan lebih dari 5 mm dan pergeseran garis tengah d
engan GCS 8 atau kurang
f. Tanda-tanda lokal dan peningkatan TIK > 25 mmHg

2.2 Komplikasi
Dapat terjadi penyulit yang gejala dan tandanya baru tampak beberapa lam
a pascatrauma, dianataranya (Sjamsuhidajat, 2005):
- Gangguan neurologik
Dapat berupa anosmia, gangguan visus, strabismus, cedera nervus fasi
alis, gangguan pendengaran atau keseimbangan, disartri dan disfagia.
Kadang terdapat afasia atau hemipareis.
- Sindrom pascatrauma
Biasanya sindrom pascatrauma terjadi pada trauma kepala yang tergol
11
ong ringan dengan GCS awal diatas 12 atau pingsan yang tidak lebih d
ari 20 menit. Sindrom tersebut berupa keluhan nyeri kepala, kepala ter
asa berat, mudah lupa, daya konsentrasi menurun, cemas dan mudah te
rsinggung. Tidak didapatkan kelainan neurologik. Keluhan tersebut pa
da umumnya berlangsung hingga 2-3 bulan pascatrauma walaupun ka
dang jauh lebih lama.
- Sindroma psikis pascatrauma
Sindroma psikis pascatrauma agak jarang ditemukan. Meliputi penuru
nan inteligensia, baik verbal maupun perilaku, gangguan berpikir, rasa
curiga serta sikap bermusuhan, cemas, menarik diri dan depresi. Yang
paling menonjol adalah gangguan daya ingat. Faktor utama timbulnya
gangguan neuropsikiatrik ini ialah beratnya trauma.
- Ensefalopati pascatrauma
Istilah ensefalopati dipakai bila terdapat fokus patologik yang tersebar
diotak. Gambaran klinis tampak sebagai demensia, penurunan kesiagaa
n dan tanda neurologik lain. Ensefalopati pascatrauma yang khas dida
pat pada petinju. Gejala terdiri atas tanda piramidal, ekstrapiramidal da
n vestibuloserebelar.
- Epilepsi pascatrauma
Epilepsi pascatrauma biasanya terjadi karena cedera vertikal.
- Hidrosefalus pascatrauma
Hidrosefalus pascatrauma, jarang ditemukan dan timbul secara perlah
an-lahan. Biasanya kelainan ini ditemukan pada ensefalopati pascatrau
ma. Gejala yang tampak ialah trias yang terdiri dari demensia, ataksia
dan inkontinensia urin.

- Koma vigil.
penderita dengan trauma kepala berat dapat berakhir dalam keadaan korteks serebr
um tidak berfungsi lagi. Semua rangsangan dari luar masih dapat diterima, tetapi tid
ak disadari. Penderita biasanya dalam keadaan menutup mata dan terdapat siklus ba
ngun dan tidur. Penderita dapat bersuara, gerakan ototnya lemah atau tidak ada sama
sekali.

12
BAB IV
ANALISIS KASUS
Pada Casereport season ini, pasien merupakan anak perempuan berusia 9
tahun, dimana insiden cidera kepala dengan hematom epidural sering terjadi pada anak -
anak dan orang tua.
Pada anamesis di IGD RS didapatkan pasien penurunan kesadaran, pasien
post kecelakaan karena kehilangan keseimbangan saat menaiki sepeda dan terjatuh
kedalam jurang dengan ketinggian 3 meter, kepala terbentur batu , saat kejadian pasien
pingsan 10 menit kemudian sadar , muntah spontan menyembur sebanyak 2 kali disertai
nyeri kepala, beberapa lama kemudian pasien cenderung tidur.
Pada pemeriksaan primary survey
13 airway clear. Breathing gerakan dinding
kiri maupun kanan statis dan dinamis simetris, vesikuler pada kedua lapang paru dengan
respirasi rate 24x/menit , perkusi sonor 2 lapang paru dan dilakukan resusitasi dengan
pemasangan pulse oximatray dengan pemberian nasalcanul 02 4lpm. Circulation tekanan
darah 110/70 heart rate 120x/menit teratur kuat angkat, akral hangat, CRT < 2 detik, output
urin 100cc dan dilakukan resusitasi dengan pemberian infus NaCl 0.9% 20tpm serta di
lakukan pemasangan kateter untuk menilai output urine disability pada pasien didapatkan
GCS E3V4M6 dengan pupil isokor diameter pupil 2mm/2mm, efek cahaya +/+, motorik
5/5/5 expossure di dapatkan suhu 36.5, membuka pakaian pasien untuk memeriksa dan
evaluasi, vulnus exoriasi at regio bucal dextra uk: 3x2cm, hematoma at regio tempero
occipital dextra uk: 4x5cm krepitasi (-).
Pada pemeriksaan secondary survey dilakukan pemeriksaan head to toe.
Dilakukan pemeriksaan tambahan pada secondary survey yaitu pemeriksaan penunjang
didapatkan adanya hasil CT SCAN terdapat adanya hematom epidural. Berdasarkan
primary survey dan secondary survey baik melalui anamesis dan pemeriksaan head to toe,
pemeriksaan penunjang pasien ini sudah memenuhi cidera kepala dan hematom epidural,
yang mengacu pada american college of surgeons.

14
Sesuai dengan tabel kriteria diagnosis tersebut pasien ini didapatkan
eye membuka mata(3) dengan rangsang suara(4), verbal respon bingung dan
motorik mengikuti perintah(6). Cidera kepala dengan hasil GCS = 8/<8 dikatakan
cidera kepala berat. Sedangkan nilai GCS 12/9 dikatakan cidera kepala sedang
dan nilai gcs 13/15 dikatakan cidera kepala ringan. Pada pasien ini sudah di
pastikan diagnosis pada pasien dapat di tegakkan sebagai cidera kepala ringan .
Diagnosis pada pasien cidera kepala sulit untuk di tegakkan karena
gejala penilaian GCS kadang keliru menilai. Untung mengdiagnosis epidural
hematom kita perlu pikirkan gejala dan tanda epidural ematom , pada pasien di
dapatkan penurunan kesadaran lucid interfal, muntah spontan sudah memenuhi
gejala dan tanda epidural hematom ditambah dengan pemeriksaan CT-SCAN
didapatkan epidural hematom
Pada pasien epidural hematom yang luas 35cc dan adanya tanda
penurunan kesadaran merupakan indikasi dilakukan operasi pada pasien
dilakukan management tindakan operasi dan penanganan dengan obat - obat an
medikamentosa.
BAB VI
KESIMPULAN

Cidera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat


kongenital ataupun dgneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik
dari luar yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran, sehingga
menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik. Epidural hematom
adalah pendarahan terbentuk di ruang potensial antara tabula interna dan
duramater dengan ciri pendarahan pada CT-SCAN bconvek. 60% penderita
hematom epidural adalah berusia di bawah 20 tahun dan diatas 60 tahun.
Kriteria umum yang di gunakan cidera kepala adalah berdasarkan
kriteria american collage of surgeon dengan menilai Glasgow Scale Score.
Adapun pilar management untuk cidera kepala adalah primary survey,
secondary survey dengan riwayat AMPLE ( pada secondary survey terdiri dari
anamesis dan pemeriksaan fisik head to toe ), pemeriksaan tambahan secondary
survey yaitu pemeriksaan penunjang seperti CT-SCAN, management tindakan
operasi dan medica mentosa.

15
DAFTAR PUSTAKA

6. Sidharta P, Mardjono M,2005, Neurologi Klinis Dasar, Dian Rakyat, Jakart


a.

7. Robertson C.S, Zager E, 2010, Clinical Evaluation of Portable Near- infrar


ed Device for detection of Traumatic Intracranial hematom, Journal of Neur
otrauma.

8. Bigler E.D,William L, 2012, Neuropathology of Mild traumatic brain Injury.


Justin M, 2006, Subdural Hematoma, Vol 171.

9. Wilkins, Williams L, 2008, Contralateralb Acute Epidural Hematoma After


Decompressive Surgery of Acute Subdural Hematoma, Vol.65.

10. Ersay F, Rapid spontaneous resolution of epidural hematoma, Turkish journ


al of trauma & emergency surgey. Vol 87

11. Gupta R, Mohindra S, 2008, Traumatic Ipsilateral acute extradural and sub
dural hematoma, Indian Journal of Neurotrauma, Vol.5, No.2.

12. Gillet J, What’s the difference Between a subdural and Epidural Hematoma,
Brainline.org.
Leon J, Maria J, 2010, The Infrascanner, a handheld device for screening in si
tu for the presence of brain Haematoms.

13. Mansjoer A, Suprohaita, 2000,16


Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ke 3, Jilid
2, UI.
14. Tito.R.T, 2011, Subdural hematoma and epidural hematoma, Brain and spai
n injury law blog, Titolooffice.com

15. National Institute for Health and care excellence. Head Injury: Triage, Asses
sment, Investigation and Early Management of Head Injury in Children, Yo
ung People and Adults. NICE Clinical Guideline. 2014.

16. Ul Haq, MI. Traumatic extradural hematoma. Professional Med J. 2014; 21


(3): 540–43.

17. University of California Los Angeles Neurosurgery. Epidural Hematoma. Di


akses dari: http://neurosurgery.ucla.edu/body.cfm.id=1123&ref=41& action
=detail pada tanggal 1 September 2016.

18. Budiman C. 2010. Patah Tulang dan Pembidaian. Bandung:KORPS Sukarel


a PMIUNPAD. xa.yimg.com/kq/groups/.../Patah+Tulang+dan+ Pembidaian.
pptx (10 Desember 2012)

26

17
27

19. Polinsky S, Muck K. Increased intracranial pressure and monitorin


g. Diakses dari : http://faculty.ksu.edu.sa/73717/Documents/Increa
sed_ Intracranial_ Pressure_and_ Monitoring_site.pdf pada tanggal
30 Desember 2014.

20. Saleh SC. Neuroanestesia Klinik. Surabaya: Zifatama Publisher. 20


13; 47– 162.

21. Hawthorne G, Gruen RL, Kaye AH. Traumatic brain injury and lon
g-term quality of life: findings from an Australian study. J Neurotra
uma. 2009; 26: 1623–33.

22. Miller JD, Piper IR, Jones PA. Pathophysiology of head injury. Dal
am: Narayan RK, Wilberger JE, Povlishock JT, editors. Neurotrau
ma. New York: McGraw- Hill. 1996;61–69.

23. Baron EM, Jallo JI. Traumatic brain injury: pathology, pathophysio
logy, acute care and surgical management, critical care principles a
nd outcome. Dalam: Zasler ND, Katz DI, Zafonte RD, editors. Brai
n Injury Medicine: Principles and Practice. New York: Demos Med
ical Publishing. 2007; 265– 82.

24. Woods M. Aspect of perioperative neuroscience practice. Dalam: S


mith B, Rawling P, Wicker P, Jones C, editors. Core Topics in Ope
rating Departement Anaesthesia and Critical Care. Cambridge: Ca
mbridge University Press. 2007;61–76.

25. RichardBuckley2012. TreatmentFracturehttp://emedicine. medscap


e.com/ article/1270717 treatment#showall Diakses tanggal 29 Agus
tus 2016

26. Rasjad, C. Buku pengantar Ilmu Bedah Ortopedi ed. III. Yarsif Wa
tampone. Makassar: 2007, 352–489

27. Sakabe T, Matsumoto M. Effects of anesthetics agents and other dr


ugs on cerebral blood flow, metabolism and intracranial pressure.
Dalam: Cottrell and Young’s Neuroanesthesia, 5th ed. Philadelphia:
Mosby Elsevier; 2010, 317–26.

28. Bisri T. Penanganan Neuroanestesia dan Critical Care: Cedera Ota


k Traumatik. Bandung: FK Unpad. 2012; 83–124, 143-68, 187–20
8.

29. Ertmer C, Aken HV. Fluid therapy in patients with brain injury: wh
at does physiology tell us. Critical Care. 2014; 18: 199.

18
19

Anda mungkin juga menyukai