TUMOR CEREBRI
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah
Satu Syarat Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter
Bagian Ilmu Bedah
Di Rumah Sakit Tentara TK II dr. Soedjono, Magelang
Disusun oleh:
Andri Tri Atmojo
3010147136
Pembimbing:
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. EK
Usia : 50 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Sawah Jurang, Bandungan, Magelang
MR number : 184107
Ruang : Melati
B. Data
1. Anamnesis
Keluhan Utama : Lemah anggota gerak sebelah kiri.
Hari Rabu 8 Mei 2019 pasien mengeluh lemah anggota gerak sebelah
kiri sejak jam 10 pagi (11 jam SMRS) dan merasa kesulitan saat
memakai celana. Kemudian pasien pergi ke klinik lestari untuk
berobat. Oleh dr. Herianto, SpS dirujuk ke RST Soedjono untuk rawat
inap. Keluhan tidak disertai pusing, mual, muntah, demam, bicara
pelo, atau penglihatan kabur.
Riwayat DM :-
Riwayat Hipertensi :-
Riwayat operasi pada abdomen :-
Riwayat infeksi pada GIT :-
Riwayat penyakit jantung :-
Riwayat alergi obat :-
Riwayat DM :-
Riwayat Hipertensi :-
Riwayat Kebiasaan
Merokok :-
OR :-
Riwayat Sosial - Ekonomi
JKN Non PBI
C. Pemeriksaan Fisik
• Keadaan umum : Cukup
• Kesadaran : Compos mentis
a. Vital sign
• Tekanan darah : 118/79 mmHg
• Heart rate : 102 x/mnt
• Respiratory rate : 20 x/mnt
• Suhu tubuh : 36,2o C
• Visual Analog Scale : 3 (Nyeri Ringan)
b. Status Antropometri
• Berat Badan : 60 kg
• Tinggi badan : 160 cm
• BMI : 23,4 kg/m² (Normal weight)
c. Umum : Keadaan umum pasien cukup
d. Kulit : Kemerahan (-), Benjolan (-), gatal (-), luka (-),
kuning (-), pucat (-).
e. Kepala : mesocephal, pusing (-), jejas (-)
f. Mata : mata merah (-), konjungtiva anemis (-), sclera
ikterik (-), penglihatan kabur (-).
g. Telinga : berdenging (-), kurang pendengaran (-), discharge
(-).
h. Hidung : simetris, nafas cuping hidung (-), epistaksis (-),
discharge (-).
i. Mulut : simetris, sianosis (-), bibir pucat (-), mukosa
hiperemis (-), deviasi lidah (-), lidah tremor (-), lidah kotor (-), gusi
berdarah (-), stomatitis (-).
j. Tenggorokan : nyeri tenggorokan (-), serak (-), nyeri telan (-)
k. Leher : deviasi trachea (-), pembesaran thyroid (-),
pembesaran kelenjar limfe (-).
l. Dada : sesak nafas (-), nyeri dada (-), nyeri tekan (-)
m. Ekstremitas : oedem ekstremitas bawah (-/-)
PEMERIKSAAN FISIK THORAKS
PULMO:
RR : 20 x/min,
Hyperpigmentasi (-), Hiperpigmentasi (-),
tumor (-), tumor (-),
inflammation (-), inflammation (-),
Statis
spider nevi (-), spider nevi (-),
Hemithorax D=S, ICS Hemithorax D=S,
Normal, Diameter AP Diameter AP = LL
= LL
Pergerakan
Pergerakan hemithorax
Dinamik Hemithorax kanan =
kanan = kiri
kiri
Nyeri tekan (-) tumor Nyeri tekan (-), tumor
PALPASI (-), ICS normal, Stem (-), ICS normal,
fremitus D=S Sterm fremitus D=S
Kuat angkat (+), pulsus parasternal (-), sternal lift (-), pulsus
PALPASI
epigastrium(-)
Redup
Kanan jantung : ICS V linea sternalis dextra (N)
Kiri jantung : ICS V linea midcalvicula sinistra 2 cm ke
PERKUSI arah medial (N)
Batas atas jantung : ICS II lineasternalis sinistra (N)
Pinggang jantung : ICS III linea parasternalis sinistra (N)
AUSKULTASI
Mitral : M1 > M2, bising suara jantung (-)
Trikuspid : T1 > T2, bising suara jantung (-)
Aorta : A2 > A1, bising suara jantung (-)
Pulmonal : P2 > P1, bising suara jantung (-)
ABDOMEN:
INSPEKSI hyperpigmentasi (-), sikatrik(-), striae(-),
Bising peristaltik (-) 15 kali/menit, bising pembuluh
AUSKULTASI
darah (-)
Perkusi 4 regio : timpani
Hepar : pekak (-)
PERKUSI
Lien : troube space (-)
Ginjal : nyeri ketok ginjal (-)
Superfisial Nyeri tekan abdomen (-) hipocondriaca sin
dan flank sin, Massa (-), defence muscular (-)
Dalam Nyeri (-), Nyeri alih (-)
Rebound tenderness pada titik McBurney (-)
PALPASI
Rovsing sign (-)
Obturator sign (-)
Illiopsoas sign (-)
Turgor kulit : normal
EKSTREMITAS
EKSTREMITAS Superior Inferior
1. Status Neurologis
a. Pemeriksaan Motorik
Inspeksi : tidak terdapat kelainan di ekstremitas superior et
inferior, dextra et sinistra.
Palpasi : otot kenyal, tidak ada nyeri
Badan dan Anggota Gerak
1. BADAN
MOTORIK
Respirasi : DBN
Duduk : DBN
SENSIBILITAS
Taktil : DBN
Nyeri : DBN
Thermi : Tidak dilakukan
Diskriminasi 2 titik : DBN
Posisi : DBN
REFLEK
Reflek kulit perut : Tidak dilakukan
Reflek kremaster : Tidak dilakukan
2. ANGGOTA GERAK
MOTORIK
Motorik Superior Inferior
Pergerakan B/T B/T
Kekuatan 555/000 555/000
Tonus Normotonus Normotonus
Klonus - -
Trofi Eutrofi Eutrofi
SENSIBILITAS
Superior Inferior
Taktil DBN DBN
Nyeri DBN DBN
Thermi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Diskriminasi 2 titik DBN DBN
Posisi DBN DBN
REFLEK FISIOLOGIS
Dx Sx
Biceps ++ +++
Triceps ++ ++
Patella ++ ++
Achilles ++ +++
REFLEKS PATOLOGIS
Hoffman - -
Trommer - -
Babinski - -
Chaddock - -
Oppenheim - -
b. Gerakan-gerakan Abnormal
Tremor :-
Athetosis :-
Korea :-
Hemibalismus :-
c. Alat Vegetatif
Miksi : DC (+)
Defekasi : DBN
D. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Ht 45 31-45 %
MCV 93 80-100 fL
Gra % 70 50-70 %
Lym % 17 25-40 %
MID % 6 2-8 %
CT 11 8-18 Menit
BT 3 2-6 Menit
SGOT 24 <38 uL
SGPT 25 <40 uL
Dx klinis : CVA
Kesan :
Dx klinis : SOP
Kesan :
Anamnesis
Px. Fisik
Px.Penunjang
1. Laboratorium DBN
2. Lesi slight hyperdens lobus frontalis dextra (HU 55-78), inhomogen, perifokal
oedem ringan (+), suspect sub acute ICH (Intracerebral Haemorrhage), DD :
Massa.
3. Curiga meningioma pericarval regio frontalis dextra dengan tumor bleeding
(ukuran perdarahan LK. 2,4x2,9 CM, ukuran tumor LK, 2,4x2,5 CM)
Problem List
1. Curiga adanya massa pada otak
2. Intracerebral Hemorrargic (ICH)
Pembahasan Problem List
Assesment
Pasien perempuan, usia 50 tahun dengan diagnosis tumor cerebri akan
dilakukan tindakan craniotomi.
Planning
Jenis pembedahan : Craniotomi
Jenis anestesi : General Anestesi
Laporan Operasi
2.3 Epidemiologi
Tumor primer biasanya timbul dari jaringan otak, meningen, hipofisis dan
selaput myelin. Tumor sekunder berasal adalah tumor metastasis yang biasa
berasal dari hampir semua tumor pada tubuh. Tumor metastasis SSP yang melalui
perderan darah yaitu yang paling sering adalah tumor paru-paru dan prostat,
ginjal, tiroid, atau traktus digestivus, sedangkan secara perkontinuitatum masuk ke
ruang tengkorak melalui foramina basis kranii yaitu infiltrasi karsinoma
anaplastik nasofaring.
Pada umumnya tumor otak primer tidak memiliki kecenderungan
bermetastasis, hanya satu yaitu meduloblastoma yang dapat bermetastasis ke
medulla spinalis dan kepermukaan otak melalui peredaran likuor serebrospinalis.
Perbandingan tumor otak primer dan metastasis adalah 4 : 1.
Tumor otak primer (80 %), sekunder (20 %). Tumor primer kira-kira
50% adalah glioma, 20 % meningioma, 15 % adenoma dan 7 % neurinoma. Pada
orang dewasa 60 % terletak di supratentorial, sedangkan pada anak-anak 70 %
terletak di infratentorial. Tumor yang paling banyak ditemukan pada anak adalah
tumor serebellum yaitu meduloblastoma dan astrositoma.Statistik primer adalah
10 % dari semua proses neoplasma dan terdapat 3 – 7 penderita dari 100.000
orang penduduk.
2.4 Etiologi Tumor Otak
Penyebab tumor otak hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti,
walaupun telah banyak penyelidikan yang dilakukan. Adapun faktor-faktor yang
perlu ditinjau sebagai penyebab tumor otak, sebagai berikut:
1. Herediter
Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan kecuali
pada meningioma, astrositoma dan neurofibroma dapat dijumpai pada
anggota-anggota sekeluarga. Sklerosis tuberose atau penyakit Sturge-
Weber yang dapat dianggap sebagai manifestasi pertumbuhan baru,
memperlihatkan faktor familial yang jelas. Selain jenis-jenis neoplasma
tersebut tidak ada bukti-bukti yang kuat untuk memikirkan adanya faktor-
faktor herediter yang kuat pada neoplasma.
3. Radiasi
Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat
mengalami perubahan degenerasi, namun belum ada bukti radiasi dapat
memicu terjadinya suatu glioma. Pernah dilaporkan bahwa meningioma
terjadi setelah timbulnya suatu radiasi.Selain itu pada pasien-pasien
penderita tinea kapitis yang medapat radiasi kepala jangka panjang
4. Virus
Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar
yang dilakukan dengan maksud untuk mengetahui peran infeksi virus
dalam proses terjadinya neoplasma, tetapi hingga saat ini belum ditemukan
hubungan antara infeksi virus dengan perkembangan tumor pada sistem
saraf pusat.
5. Substansi-substansi Karsinogenik
Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas dilakukan.
Kini telah diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik seperti
methylcholanthrone, nitroso-ethyl-urea. Ini berdasarkan percobaan yang
dilakukan pada hewan.
1. TUMOR EPITHELIAL
1. Tumor Glial
Astrositoma
Astrositoma merupakan tumor susunan saraf pusat otak primer
dengan frekuensi kasus 17-30% dari semua glioma dan 11-13% dari
seluruh tumor otak. Tumor ini berasal dari sel astrosit yang
merupakan bagian dari jaringan penunjang otak. Sel ini dinamakan
astrosit karena bentuknya yang menyerupai bintang.
Elvidge dan kawan-kawan membagi astrositoma menjadi tipe-
tipe: piloid, gemistositik dan difusl; namun system gradai yang
popular adalah pembagian atas Grade I sampai IV (bukan berdasarkan
tipe di atas). Kernohan dan kawan-kawan menggabungkan Grade III
dan IV dan menamakannya menjadi astrositoma anaplastik atau
glioblastoma (sesuai dengan derajat anaplasianya). WHO membagi
astrositoma atas subtype: fibriler, protoplasmic, dan gemistositik, dan
tipe-tipe pilositik, subependymal giant cell, astroblastoma, anaplastik.
Astrositoma serebri dapat terjadi pada semua golongan umur
dengan usia kasus rata-rata berkisar antara 35-40 tahun. Astrositoma
yang diferensiasinya baik cenderung pada kelompok usia yang lebih
muda; sedangkan yang anaplastik lebih sering kelompok usia
menengah. Predileksi jenis kelamin kasus usia dewasa didominasi
oleh laki-laki.
Durasi gejala astrositoma Grade I rata-rata: 21 bulan
sedangkan Grade II: 11 bulan. Walaupun sakit kepala dan muntah
bukanlah merupakan keluhan yang tersering, namun 72% astrositoma
serebrum mempunyai keluhan ini, dimana 11% diantaranya cenderung
melibatkan nyeri sebelah saja (75% darinya ipsilateral terhadap
tumor). Muntah dijumpai pada kira-kira 31% kasus. Gejala awal yang
sering adalah kejang (40-75%), baik kejang umum maupun fokal.
Kejang ini merupakan akibat insufisiensi aliran darah yang sesaat
menimbulkan elektrik yang berlebihan. 19% penderita menunjukkan
gejala paresis atau paralisa, 55% parese fasial dan 41% parese tungkai.
Gambaran histopatologi pada low grade astrocytoma adalah
memiliki gambaran sel multipolar dan multinuklear yang atipik.
Sedangkan, gambaran CT-Scan yang merupakan suatu revolusi dalam
mendiagnosis astrositoma dengan akurasi 100% pada low grade
astrocytoma tergambar lesi yang hipodens dengan sedikit atau bahkan
tidak terdapat massa tumor.
Gradasi Astrositoma :
a. Grade I (Astrositoma Pilositik)
Tumor ini tumbuh secara lambat dan sering berkista.
Tumor ini sering dijumpai pada anak-anak dan dewasa muda.
Tumor ini merupakan tumor glial yang tersering pada anak, sekitar
10% melibatkan bagian serebral dan 85% mengenai serebellum.
Lokasi yang paling sering dijumpai, pada: nervus optikus, kiasma
optikum, hipotalamus, ganglia basalis, hemisfer serebri,
serebellum, dan batang otak. Gambaran histologinya: berupa sel-
sel bipolar dengan serat Rosenthal dan sel-sel multipolar yang
tampak kehilangan teksturnya dengan mikro kista dan granular
bodies.
b. Grade II (Astrositoma Difus)
Karakteristik tumor ini adalah tumbuhnya lambat dan
menginfiltrasi struktur otak di dekatnya. Sekitar 35% tumor otak
astrositik adalah jenis ini. Biasanya mengenai orang-orang usia
dewasa muda dan cenderung untuk menjadi ganas ke arah
astrositoma anaplastik da glioblastoma. Lokasi tumor ini bisa di
mana saja, namun paling sering di daerah serebelar.
Gambaran histopatologis tumor ini berupa fibrilasi yang
berdiferensiasi baik atau gemistositik neoplastik astrosit. Terdapat
varian histologis: astrositoma fibrilari, astrositoma gemistositik.
c. Grade III (Astrositoma Anaplastik) dan Grade IV
(Glioblastoma Multiforme)
Termasuk astrositoma maligna. Biasanya muncul secara
sporadik tanpa kecenderungan familial maupun keterlibatan faktor
lingkungan. Akan tetapi, keduanya dapat menjadi faktor penyulit
pada beberapa kelainan genetic seperti neurofibromatosis tipe 1
dan 2, syndrome Li-Fraumeni, dan syndrome Turcot. Gambaran
mikroskopis tumor ini; tampak adanya peningkatan selularitas,
nukleus atipik, dan aktifitas mitosis yang meningkat dibandingkan
dengan astrositoma difus (Grade II). Sedangkan pada glioblastoma
multiforme, secara mikroskopik akan tampak bersifat anaplastik,
seluler glioma berdiferensiasi buruk, dan juiga seringkali terlihat
sel tumor astrosit pleomorfik dengan nukleus atipik dan aktifitas
mitosis yang tinggi.
Penanganan astrositoma ditujukan untuk menegakkan
diagnose pasti dan perbaikan prognosa, mengurangi-pemulihan
gejala serta memperpanjang harapan hidup. Radioterapi tampaknya
cukup berperan bagi tumor-tumor ini, dimana banyak peneliti yang
mengemukakan adanya harapan hidup yang lebih panjang pada
penderita-penderita tumor yang pascabedahnya diberikan radiasi .
“Five Year Survival” Astrositoma
Peneliti (+) Radioth/ (-) Radioth/
Bloom dkk 49% 36%
Leibel dkk 35% 23%
Levy & Elvige 36% 26%
Uihlein dkk 54% 65%
Tumor Oligodendroglioma
Tumor oligodendroglioma berasal dari sel-sel oligodendrosit.
Tumor ini banyak ditemukan pada usia dewasa dengan puncak insiden
antara dekade ke empat dan keenam. Derajat rendah muncul pada usia
yang sedikit lebih muda. Pada laki-laki sedikit lebih dominan
dibandingkan wanita. Oligondendroglioma merupakan tumor yang
pertumbuhan nya lambat dan mungkin hanya menyebabkan kejang.
Jika lebih ganas (astrositoma anaplastik dan oligodendroglioma
anaplastik). Bisa menyebabkan kelainan fungsi otak, seperti
kelemahan, hilangnya rasa dan langkah yang goyah.Tumor
oligodendroglioma juga sering berkalsifikasi.
Tumor Ependimoma
Tumor ini merupakan neoplasma glial yang susunannya
didominasi oleh sel-sel ependim dan mempunyai frekuensi kira-kira
5% dari seluruh glioma. Pada ependimoma klasik, secara
makroskopisnya tumor tampak padat dengan batas yang tegas dan
berasal dari lantai ventrikel IV/ kanalis spinalis. Tumor dapat meluas
hingga sudut serebro pontin melalui foramen Luscka, sisterna
magna, dan foramen magendi.serta dapat mencapai batang otak jika
sudah melalui foramen magnum. Secara histologis akan tampak sel
kolumnar uniform dan sel astrosyte like fibriler yang membentuk
barisan ependimal roossete. Gejala yang ditemukan mual, muntah,
dan nyeri kepala dengan intensitas yang terasa lebih berat di pagi
hari, diplopia, ataksia, hemiparesis dan paresis nervus kranialis.
Pada hasil pemeriksaan CT-Scan dan MRI akan tampak
kontras mengisi daerah tumor di ventrikel lateral. Pasien didapati
mengalami hidrosefalus.Tumor jenis ini memang dapat menutupi
saluran cairan serebrospinalis sehingga menyebabkan hidrosefalus
(ventrikel melebar, jaringan otak tipis).
c. Meduloblastoma
Tumor ini sering terjadi pada anak, dan bahkan merupakan
tumor primer maligna yang solid dan paling banyak pada anak 30%.
Sekitar 75% kasus tumor ini terjadi pada anak usia kurang 15 tahun.
Sedangkan pada orang dewasa, meduloblastoma sangat jarang yaitu
sekitar 1%. Di Amerika Serikat, insiden tahunan dari tumor ini
diperkirakan sekitar 0,5 setiap 100.000 anak. Tumor ini sebagian besar
berasal dari vermis serebelar (75%) yang meluas hingga ventrikel IV
dan dapat mengisi seluruh ventrikel. Sedangkan sekitar 25% terjadi
pada bagian lateral serebelum. Pada pemeriksaan fisik, dapat dijumpai
papiledema, nistagmus, dan diplopia akibat paresis nervus IV dan VI.
Selain itu, dapat terjadi ataksia, disdiadukokinesia, hipotonia,
dismetria. Pada bayi, keluhan klinis dapat berupa letargi, irritable, dan
dapat terjadi makrosefali yang progresif dengan fontanella anterior
yang membonjol. Durasi rata-rata gejala sebelum operasi adalah 4-5
bulan yang kemudian akan secara progresif memburuk setelah onset.
Penanganan pada tumor ini dapat berupa operasi yang dikombinasikan
dengan radiasi. Tindakan operasi pengangkatan diharapkan minimal
dilakukan sampai sumbatan saluran likuor dapat lancer kembali.
Radioterapi secara bermakna dapat meningkatkan five years survival
penderita.
Gambaran MRI
Meduloblastoma di
Cerebellum
2. Hemangioperisitoma
Tumor ini termasuk golongan tumor yang vaskuler, dengan
terapi definitifnya adalah reseksi. Seperti pada meningioma,
peranan angiografi dan embolisasi juga diharapkan akan
meningatkan efektifitas dan keamanann dari reseksi yang
dilakukan.
3. TUMOR SELLA
1. Kraniofaringioma
Termasuk jenis tumor yang tumbuh lambat dan merupakan
tumor epithelial jinak region sellar. Secara embriologi, tumor ini berasal
dari sisa sel epitel squamosa duktus kraniofaringeal. Pada minggu
keempat gestasi, divertikulum stomadeum yang berasal dari atap kavum
oral akan membentuk kantung rathke (Rathke Pouche) yang akan
bermigrasi kea rah cranial membentuk vesikel Rathke dan bersatu
dengan infundibulum. Vesikel Rathke ini akan membentuk
adenohipofisis yang terdiri dari pars distalasis, tuberalis, dan intermedia
pada jalur sepanjang lintasan migrasinya akan terbentuk duktus
kraniofaringeal.
Gambaran Adenoma
Hipofise
Perdarahan Intrakranial
Bukanlah suatu hal yang jarang bahwa tumor otak diawali dengan
perdarahan intrakranial-subarakhnoid, intraventrikuler atau intraserebral.
Elektroensefalografi (EEG)
Foto polos kepala
Arteriografi
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Computerized Tomografi (CT Scan)
CT Scan merupakan alat diagnostik yang penting dalam evaluasi pasen
yang diduga menderita tumor otak. Sensitifitas CT Scan untuk mendeteksi tumor
yang berpenampang kurang dari 1 cm dan terletak pada basis kranil. Gambaran
CT Scan pada tumor otak, umumnya tampak sebagai lesi abnormal berupa massa
yang mendorong struktur otak disekitarnya. Biasanya tumor otak dikelilingi
jaringan udem yang terlihat jelas karena densitasnya lebih rendah. Adanya
kalsifikasi, perdarahan atau invasi mudah dibedakan dengan jaringan sekitarnya
karena sifatnya yang hiperdens. Beberapa jenis tumor akan terlihat lebih nyata
bila pada waktu pemeriksaan CT Scan disertai dengan pemberian zat kontras.
Terapi Kortikosteroid
Biasanya deksametason diberikan 4 – 20 mg intravena setiap 6 jam untuk
mengatasi edema vasogenik (akibat tumor) yang menyebabkan TTIK.
Peranan nya masih kontroversial dalam terapi TTIK. Beberapa efek
samping yang dapat timbul adalah berkaitan dengan penggunaan steroid
lama seperti: penurunan kekebalan, supresi adrenal, hiperglikemia,
hipokalemia, alkalosis metabolic, retensi cairan, penyembuhan luka yang
terlambat, psikosis, miopatia, ulserasi lambung, dan hipertensi.
Terapi operatif
Tindakan yang bertujuan untuk mendapatkan diagnosa pasti dan
dekompresi internal, mengingat bahwa obat-obatan antiedema otak tidak
dapat diberikan secara terus-menerus. Persiapan prabedah, penanganan
pembiusan, teknik operasi dan penanganan pascabedah sangat berperan
penting dalam menentukan keberhasilan penanganan operatif terhadap
tumor otak.
Terapi konservatif
o Radioterapi
Tindakan ini untuk tumor-tumor susunan saraf pusat kebanyakan
menggunakan sinar X dan sinar Gamma, disamping juga radiasi
lainnya seperti: proton, partikel alfa, neutron, dan pimeson.
Keberhasilan terapi radiasi pada tumor ganas otak diperankan oleh
beberapa faktor:
1. Terapi yang baik dan tidak melukai struktur kritis lainnya
2. Sensitivitas sel tumor dengan sel normal
3. Tipe sel yang disinar
4. Metastasis yang ada
5. Kemampuan sel normal untuk repopulasi, dan
6. Restrukturisasi dan reparasi sel kanker sewaktu interval
antarfraksi radiasi.
o Kemoterapi
Peranan kemoterapi tunggal untuk tumor ganas otak masih belum
mempunyai nilai keberhasilan yang bermakna sekali. Saat ini yang
menjadi titik pusat perhatian modalitas terapi ini adalah tumor-
tumor otak jenis astrositoma (Grade III dan IV) glioblastoma dan
astrositoma anaplastik beserta variannya. Ada beberapa obat
kemoterapi untuk tumor ganas otak yang saat ini beredar di
kalangan medis yaitu: HU (hidroksiurea), 5-FU (5-Fluorourasil),
PCV (prokarbazin, CCNU, Vincristine), Nitrous Urea (PCNU,
BCNU/Karmustin, CCNU/lomustin, MTX (metotrksat), DAG
(dianhidrogalaktitol) dan sebagainya. Potensi kemoterapi pada
susunan saraf di samping didasarkan oleh farmakologi sendiri juga
perlu dipertimbangkan aspek farmakokinetiknya (transportasi obat
mencapai target) mengingat adanya sawar darah otak. Pemberian
kemoterapi dapat dilakukan melalui intra-arterial (infuse, perfusi),
melalui intratekal/intraventrikuler (punksi lumbal, punksi sisterna,
via pudentz/omyama reservoir); atau intra tumoral.
o Immunoterapi
Yang mendasari modalitas terapi ini adalah anggapan bahwa
tumbuhnya suatu tumor disebabkan oleh adanya gangguan fungsi
immunologi tubuh sehingga diharapkan dengan melakukan
restorasi sistem imun dapat menekan dapat menekan pertumbuhan
tumor.