Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN KASUS

TUMOR CEREBRI
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah
Satu Syarat Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter
Bagian Ilmu Bedah
Di Rumah Sakit Tentara TK II dr. Soedjono, Magelang

Disusun oleh:
Andri Tri Atmojo
3010147136

Pembimbing:

Letkol CKM dr. Aditya Wicaksana, Sp.BS

BAGIAN ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2019
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : Ny. EK
Usia : 50 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Sawah Jurang, Bandungan, Magelang
MR number : 184107
Ruang : Melati

B. Data
1. Anamnesis
Keluhan Utama : Lemah anggota gerak sebelah kiri.

Riwayat Penyakit Sekarang

Hari Rabu 8 Mei 2019 pasien mengeluh lemah anggota gerak sebelah
kiri sejak jam 10 pagi (11 jam SMRS) dan merasa kesulitan saat
memakai celana. Kemudian pasien pergi ke klinik lestari untuk
berobat. Oleh dr. Herianto, SpS dirujuk ke RST Soedjono untuk rawat
inap. Keluhan tidak disertai pusing, mual, muntah, demam, bicara
pelo, atau penglihatan kabur.

Dua hari setelah di RS (10/5/2019), anggota gerak pasien sebelah kiri


tidak bisa digerakkan. Keluhan pusing, mual, muntah, demam, bicara
pelo, atau penglihatan kabur disangkal oleh pasien. Pasien mengaku
setiap menguap terkadang tangan kirinya bergerak sendiri tanpa dapat
dikontrol.
Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat DM :-
Riwayat Hipertensi :-
Riwayat operasi pada abdomen :-
Riwayat infeksi pada GIT :-
Riwayat penyakit jantung :-
Riwayat alergi obat :-

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat DM :-
Riwayat Hipertensi :-

Riwayat Kebiasaan
Merokok :-
OR :-
Riwayat Sosial - Ekonomi
JKN Non PBI

C. Pemeriksaan Fisik
• Keadaan umum : Cukup
• Kesadaran : Compos mentis
a. Vital sign
• Tekanan darah : 118/79 mmHg
• Heart rate : 102 x/mnt
• Respiratory rate : 20 x/mnt
• Suhu tubuh : 36,2o C
• Visual Analog Scale : 3 (Nyeri Ringan)
b. Status Antropometri
• Berat Badan : 60 kg
• Tinggi badan : 160 cm
• BMI : 23,4 kg/m² (Normal weight)
c. Umum : Keadaan umum pasien cukup
d. Kulit : Kemerahan (-), Benjolan (-), gatal (-), luka (-),
kuning (-), pucat (-).
e. Kepala : mesocephal, pusing (-), jejas (-)
f. Mata : mata merah (-), konjungtiva anemis (-), sclera
ikterik (-), penglihatan kabur (-).
g. Telinga : berdenging (-), kurang pendengaran (-), discharge
(-).
h. Hidung : simetris, nafas cuping hidung (-), epistaksis (-),
discharge (-).
i. Mulut : simetris, sianosis (-), bibir pucat (-), mukosa
hiperemis (-), deviasi lidah (-), lidah tremor (-), lidah kotor (-), gusi
berdarah (-), stomatitis (-).
j. Tenggorokan : nyeri tenggorokan (-), serak (-), nyeri telan (-)
k. Leher : deviasi trachea (-), pembesaran thyroid (-),
pembesaran kelenjar limfe (-).
l. Dada : sesak nafas (-), nyeri dada (-), nyeri tekan (-)
m. Ekstremitas : oedem ekstremitas bawah (-/-)
PEMERIKSAAN FISIK THORAKS

PULMO:

INSPEKSI ANTERIOR POSTERIOR

RR : 20 x/min,
Hyperpigmentasi (-), Hiperpigmentasi (-),
tumor (-), tumor (-),
inflammation (-), inflammation (-),
Statis
spider nevi (-), spider nevi (-),
Hemithorax D=S, ICS Hemithorax D=S,
Normal, Diameter AP Diameter AP = LL
= LL
Pergerakan
Pergerakan hemithorax
Dinamik Hemithorax kanan =
kanan = kiri
kiri
Nyeri tekan (-) tumor Nyeri tekan (-), tumor
PALPASI (-), ICS normal, Stem (-), ICS normal,
fremitus D=S Sterm fremitus D=S

PERKUSI D= Sonor, S= sonor D= Sonor, S= sonor

SDV normal, ronchi (-) , SDV normal, ronchi (-) ,


AUSKULTASI
wheezing (-) wheezing (-)
JANTUNG:
INSPEKSI Ictus cordis tidak terlihat

Kuat angkat (+), pulsus parasternal (-), sternal lift (-), pulsus
PALPASI
epigastrium(-)
Redup
Kanan jantung : ICS V linea sternalis dextra (N)
Kiri jantung : ICS V linea midcalvicula sinistra 2 cm ke
PERKUSI arah medial (N)
Batas atas jantung : ICS II lineasternalis sinistra (N)
Pinggang jantung : ICS III linea parasternalis sinistra (N)

AUSKULTASI
Mitral : M1 > M2, bising suara jantung (-)
Trikuspid : T1 > T2, bising suara jantung (-)
Aorta : A2 > A1, bising suara jantung (-)
Pulmonal : P2 > P1, bising suara jantung (-)
ABDOMEN:
INSPEKSI hyperpigmentasi (-), sikatrik(-), striae(-),
Bising peristaltik (-)  15 kali/menit, bising pembuluh
AUSKULTASI
darah (-)
Perkusi 4 regio : timpani
Hepar : pekak (-)
PERKUSI
Lien : troube space (-)
Ginjal : nyeri ketok ginjal (-)
Superfisial  Nyeri tekan abdomen (-) hipocondriaca sin
dan flank sin, Massa (-), defence muscular (-)
Dalam  Nyeri (-), Nyeri alih (-)
Rebound tenderness pada titik McBurney (-)
PALPASI
Rovsing sign (-)
Obturator sign (-)
Illiopsoas sign (-)
 Turgor kulit : normal
EKSTREMITAS
EKSTREMITAS Superior Inferior

Oedem -/- -/-

Akral dingin -/- -/-

Capillary refill <2 detik <2 detik

Ulkus -/- -/-

Refleks Fisiologis +/++ +/++

Refleks Patologis -/- -/-

1. Status Neurologis
a. Pemeriksaan Motorik
 Inspeksi : tidak terdapat kelainan di ekstremitas superior et
inferior, dextra et sinistra.
 Palpasi : otot kenyal, tidak ada nyeri
Badan dan Anggota Gerak
1. BADAN
MOTORIK
 Respirasi : DBN
 Duduk : DBN
SENSIBILITAS
 Taktil : DBN
 Nyeri : DBN
 Thermi : Tidak dilakukan
 Diskriminasi 2 titik : DBN
 Posisi : DBN
REFLEK
 Reflek kulit perut : Tidak dilakukan
 Reflek kremaster : Tidak dilakukan
2. ANGGOTA GERAK
MOTORIK
Motorik Superior Inferior
Pergerakan B/T B/T
Kekuatan 555/000 555/000
Tonus Normotonus Normotonus
Klonus - -
Trofi Eutrofi Eutrofi

SENSIBILITAS
Superior Inferior
Taktil DBN DBN
Nyeri DBN DBN
Thermi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Diskriminasi 2 titik DBN DBN
Posisi DBN DBN

REFLEK FISIOLOGIS
Dx Sx
Biceps ++ +++
Triceps ++ ++
Patella ++ ++
Achilles ++ +++

REFLEKS PATOLOGIS
Hoffman - -
Trommer - -
Babinski - -
Chaddock - -
Oppenheim - -
b. Gerakan-gerakan Abnormal
 Tremor :-
 Athetosis :-
 Korea :-
 Hemibalismus :-
c. Alat Vegetatif
 Miksi : DC (+)
 Defekasi : DBN

D. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Nilai Nilai normal Satuan

Leukosit 6.700 4.000-10.000 /uL

Eritrosit 4,8 3.7-5.8 10^6uL

Hb 15,1 13.1-17.5 g/dL

Ht 45 31-45 %

Trombosit 259.000 154.000-442.000 µL

MCV 93 80-100 fL

MCH 31,3 22-34 pg

MCHC 33,8 32-36 g/dL

Gra % 70 50-70 %

Lym % 17 25-40 %

MID % 6 2-8 %

CT 11 8-18 Menit

BT 3 2-6 Menit

Glukosa Sewaktu 96 60-180 mg/dl


Kalium 4,42 3,6-5,5 mmol/L

Klorida 97,16 95-105 mmol/L

SGOT 24 <38 uL

SGPT 25 <40 uL

Head CT Scan Axial Slice, tanpa kontras, //OML, IS 10 mm, Asimetris

Dx klinis : CVA

Kesan :

- Lesi slight hyperdens lobus frontalis dextra (HU 55-78), inhomogen,


perifokal oedem ringan (+), suspect sub acute ICH (Intracerebral
Haemorrhage), DD : Massa
Head CT Scan Axial Slice, tanpa kontras, //OML, IS 10 mm, Asimetris

Dx klinis : SOP

Kesan :

- Curiga meningioma pericarval regio frontalis dextra dengan tumor


bleeding (ukuran perdarahan LK. 2,4x2,9 CM, ukuran tumor LK, 2,4x2,5
CM)
Abnormalitas Data

Anamnesis

1. Kelemahan anggota gerak sebelah kiri

Px. Fisik

1. Kekuatan otot pada anggota gerak sebelah kiri 0

Px.Penunjang

1. Laboratorium DBN
2. Lesi slight hyperdens lobus frontalis dextra (HU 55-78), inhomogen, perifokal
oedem ringan (+), suspect sub acute ICH (Intracerebral Haemorrhage), DD :
Massa.
3. Curiga meningioma pericarval regio frontalis dextra dengan tumor bleeding
(ukuran perdarahan LK. 2,4x2,9 CM, ukuran tumor LK, 2,4x2,5 CM)

Problem List
1. Curiga adanya massa pada otak
2. Intracerebral Hemorrargic (ICH)
Pembahasan Problem List

 Assesment
Pasien perempuan, usia 50 tahun dengan diagnosis tumor cerebri akan
dilakukan tindakan craniotomi.
 Planning
Jenis pembedahan : Craniotomi
Jenis anestesi : General Anestesi
Laporan Operasi

1. Pasien terlentang dengan General Anestesi

2. Asepsis dan penentuan daerah operasi


3. Tindakan craniotomi

Instruksi Pasca Operasi

1. Pindah ruangan ke ICU


2. Awasi keadaan umum/vital sign
3. Infus RL 20 tpm
4. Ceftriaxone 2x1 gr
5. Ketorolac 3x1
6. Dexamethason 3x1
7. Ranitidin 2x1
8. Tramadol 3x100 mg
Follow-up Pasca Operasi

Subjektif Objektif Assessment Planning


Anggota gerak kiri Vital sign : Tumor cerebri Infus RL 20 tpm
masih lemah, makan TD: 119/70 mmHg Ceftriaxone 2x1 gr
sedikit. HR: 95x/mnt Ketorolac 3x1
RR: 15x/mnt Dexamethason 3x1
S: 36,1 ºC Ranitidin 2x1
KU : baik Tramadol 3x100 mg
Kesadaran : CM
GCS : E4V5M6
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Otak


Otak merupakan jaringan yang konsistensinya kenyal menyerupai agar
dan terletak di dalam ruangan yang tertutup oleh tulang, yaitu cranium
(tengkorak), yang secara absolut tidak dapat bertambah volumenya, terutama pada
orang dewasa. Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang
lebih 100 triliun neuron atau dapat diibaratkan sejumlah bintang di langit. Masing-
masing neuron mempunyai 1000 sampai 10.000 korteks sinaps dengan sel saraf
lainnya, sehingga mungkin jumlah keseluruhan sinaps di dalam otak dapat
mencapai 100 triliun.Gambar penampang otak dapat dilihat pada gambar di
bawah

Gambaran Penampang Otak

Jaringan otak dillindungi oleh beberapa pelindung, mulai dari permukaan


luar adalah kulit kepala, tulang tengkorak, meningens (selaput otak), dan likuor
serebrospinal. Meningens terdiri dari tiga lapisan, yaitu : Duramater (meningens
cranial terluar), arakhnoid (lapisan tengah antara duramater dan piamater), dan
piamater (lapisan selaput otak yang paling dalam). Di tempat-tempat tertentu
duramater membentuk sekat-sekat rongga cranium dan membaginya menjadi tiga
kompartemen. Tentorium merupakan sekat yang membagi rongga cranium
menjadi supratentorial dan infratentorial, memisahkan bagian posterior-inferior
hemisfer serebri dari serebelum.
Korteks serebrum mempunyai pola individual (yang berbeda antara
manusia satu dan lainnya) yang ditandai dengan celah-celah yang disebut sulkus
dan birai-birai yang dikenal dengan nama girus. Dengan adanya sulkus di atas,
serebrum dapat dibagi menjadi beberapa lobus ; (1) Lobus frontalis di fosa
anterior; pusat fungsi perilaku, pengambilan keputusan, dan control emosi; (2)
Lobus temporalis di fosa media; pusat pendengaran, keseimbangan, dan emosi-
memori; (3) Lobus oksipitalis di belakang dan di atas tentorium; pusat penglihatan
dan asosiasi; (4) Lobus parietalis di antara ketiganya; pusat evaluasi sensorik
umum dan rasa kecap.

2.2 Definisi Tumor Otak


Tumor otak merupakan suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak (benigna)
ataupun ganas (maligna), membentuk massa dalam ruang tengkorak kepala (intra
cranial) atau di sumsum tulang belakang (medulla spinalis). Neoplasma pada
jaringan otak dan selaputnya dapat berupa tumor primer maupun metastase.
Apabila sel-sel tumor berasal dari jaringan otak itu sendiri, disebut tumor otak
primer dan bila berasal dari organ-organ lain (metastase) seperti ; kanker paru,
payudara, prostat, ginjal dan lain-lain, disebut tumor otak sekunder.

Penegakkan diagnosis pasti tumor otak adalah berdasarkan hasil pemeriksaan


patologi anatomi. Klasifikasi tumor otak primer dan sekunder berdasarkan
patologi anatomi dapat dilihat pada tabel di bawah
Klasifikasi Tumor Otak Primer – Tumor Otak Sekunder

2.3 Epidemiologi

Tumor primer biasanya timbul dari jaringan otak, meningen, hipofisis dan
selaput myelin. Tumor sekunder berasal adalah tumor metastasis yang biasa
berasal dari hampir semua tumor pada tubuh. Tumor metastasis SSP yang melalui
perderan darah yaitu yang paling sering adalah tumor paru-paru dan prostat,
ginjal, tiroid, atau traktus digestivus, sedangkan secara perkontinuitatum masuk ke
ruang tengkorak melalui foramina basis kranii yaitu infiltrasi karsinoma
anaplastik nasofaring.
Pada umumnya tumor otak primer tidak memiliki kecenderungan
bermetastasis, hanya satu yaitu meduloblastoma yang dapat bermetastasis ke
medulla spinalis dan kepermukaan otak melalui peredaran likuor serebrospinalis.
Perbandingan tumor otak primer dan metastasis adalah 4 : 1.
Tumor otak primer (80 %), sekunder (20 %). Tumor primer kira-kira
50% adalah glioma, 20 % meningioma, 15 % adenoma dan 7 % neurinoma. Pada
orang dewasa 60 % terletak di supratentorial, sedangkan pada anak-anak 70 %
terletak di infratentorial. Tumor yang paling banyak ditemukan pada anak adalah
tumor serebellum yaitu meduloblastoma dan astrositoma.Statistik primer adalah
10 % dari semua proses neoplasma dan terdapat 3 – 7 penderita dari 100.000
orang penduduk.
2.4 Etiologi Tumor Otak
Penyebab tumor otak hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti,
walaupun telah banyak penyelidikan yang dilakukan. Adapun faktor-faktor yang
perlu ditinjau sebagai penyebab tumor otak, sebagai berikut:
1. Herediter
Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan kecuali
pada meningioma, astrositoma dan neurofibroma dapat dijumpai pada
anggota-anggota sekeluarga. Sklerosis tuberose atau penyakit Sturge-
Weber yang dapat dianggap sebagai manifestasi pertumbuhan baru,
memperlihatkan faktor familial yang jelas. Selain jenis-jenis neoplasma
tersebut tidak ada bukti-bukti yang kuat untuk memikirkan adanya faktor-
faktor herediter yang kuat pada neoplasma.

2. Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest)


Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan-bangunan
yang mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam tubuh.
Tetapi ada kalanya sebagian dari bangunan embrional tertinggal dalam
tubuh, menjadi ganas dan merusak bangunan di sekitarnya. Perkembangan
abnormal itu dapat terjadi pada kraniofaringioma, teratoma intrakranial
dan kordoma.

3. Radiasi
Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat
mengalami perubahan degenerasi, namun belum ada bukti radiasi dapat
memicu terjadinya suatu glioma. Pernah dilaporkan bahwa meningioma
terjadi setelah timbulnya suatu radiasi.Selain itu pada pasien-pasien
penderita tinea kapitis yang medapat radiasi kepala jangka panjang

4. Virus
Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar
yang dilakukan dengan maksud untuk mengetahui peran infeksi virus
dalam proses terjadinya neoplasma, tetapi hingga saat ini belum ditemukan
hubungan antara infeksi virus dengan perkembangan tumor pada sistem
saraf pusat.

5. Substansi-substansi Karsinogenik
Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas dilakukan.
Kini telah diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik seperti
methylcholanthrone, nitroso-ethyl-urea. Ini berdasarkan percobaan yang
dilakukan pada hewan.

2.5 Klasifikasi Tumor Otak


Klasifikasi yang berkaitan dengan gradasi keganasan berkembang
secara luas seperti konsep pembagian dari Borders (1915) yang
mengelompokkan tumor otak (yang struktur selulernya sejenis) menjadi
empat tingkat anaplasia seluler.

© Grade I : diferensiasi sel 75 – 100%


© Grade II : diferensiasi sel 50 – 75%
© Grade III : diferensiasi sel 25 – 50%
© Grade IV : diferensiasi sel 0 – 25%
Klasifikasi tumor otak berdasarkan World Health Organization
(WHO):
1. TUMOR NEUROEPITHELIAL
1. Tumor Glial
a. Astrositoma
i. Astrositoma Pilositik
ii. Astrositoma Difus
iii.Astrositoma Anaplastik
iv. Glioblastoma
v. Xantoastrositoma Pleomorfik
vi. Astrositoma Subependimal Sel Raksasa
b. Tumor Oligodendroglial
i. Oligodendroglioma
ii. Oligodendroglioma Anaplastik
c. Glioma campuran (Mixed Glioma)
i. Oligoastrositoma
ii. Oligoastrositoma Anaplastik
d. Tumor Ependimal
i. Ependimoma Myxopapilari
ii. Subependimoma
iii.Ependimoma
iv. Ependimoma Anaplastik
e. Tumor Neuroepithelial lainnya
i. Astroblastoma
ii. Glioma Koroid dan ventrikel III
iii.Gliomatomosis serebri
2.Tumor Neuronal dan campuran neuronal – glial
a. Ganglisitoma
b. Gangliglioma
c. Astrositoma desoplastik Infantile
d. Tumor Disembrioplastik Neuroepithelial (BNET)
e. Neurositoma operasi
f. Liponeurositoma Serebelar
g. Paraganglioma
3.Tumor Non-glial
a. Tumor Embrional
i. Ependimoblastoma
ii. Meduloblastoma
iii. Tumor Primitif Neuroektodermal Supratentorial (PNET)
b. Tumor Pleksus Khoroideus
i. Papiloma Pleksus Khoroideus
ii. Karsinoma Pleksus Khoroideus
c. Tumor Parenkim Pineal
i. Pineoblastoma
ii. Pineositoma
iii. Tumor Parenkim Pineal dengan Diferensiasi Intermediet
2. TUMOR MENINGEAL
1. Meningioma
2. Hemangoperisitoma
3. Lesi Melanositik
3. TUMOR GERM CELL
1. Germinoma
2. Karsinoma Embrional
3. Tumor Sinus Endodermal (Yolk sac)
4. Khoriokarsinoma
5. Teratoma
6. Tumor Germ cell bercamputan
4. TUMOR SELLA
i. Adenoma hiposifif
ii. Karsinoma Prostat
iii. Kraningofaringoma
5. TUMOR DENGAN HISTOGENESIS YANG TIDAK JELAS
i. Hemangioblastoma Kapiler
6. LIMFOMA SISTEM SARAF PUSAT PRIMER
7. TUMOR NERVUS PERIFER YANG MEMPENGARUHI SSP
8. TUMOR METASTASIS

1. TUMOR EPITHELIAL
1. Tumor Glial
 Astrositoma
Astrositoma merupakan tumor susunan saraf pusat otak primer
dengan frekuensi kasus 17-30% dari semua glioma dan 11-13% dari
seluruh tumor otak. Tumor ini berasal dari sel astrosit yang
merupakan bagian dari jaringan penunjang otak. Sel ini dinamakan
astrosit karena bentuknya yang menyerupai bintang.
Elvidge dan kawan-kawan membagi astrositoma menjadi tipe-
tipe: piloid, gemistositik dan difusl; namun system gradai yang
popular adalah pembagian atas Grade I sampai IV (bukan berdasarkan
tipe di atas). Kernohan dan kawan-kawan menggabungkan Grade III
dan IV dan menamakannya menjadi astrositoma anaplastik atau
glioblastoma (sesuai dengan derajat anaplasianya). WHO membagi
astrositoma atas subtype: fibriler, protoplasmic, dan gemistositik, dan
tipe-tipe pilositik, subependymal giant cell, astroblastoma, anaplastik.
Astrositoma serebri dapat terjadi pada semua golongan umur
dengan usia kasus rata-rata berkisar antara 35-40 tahun. Astrositoma
yang diferensiasinya baik cenderung pada kelompok usia yang lebih
muda; sedangkan yang anaplastik lebih sering kelompok usia
menengah. Predileksi jenis kelamin kasus usia dewasa didominasi
oleh laki-laki.
Durasi gejala astrositoma Grade I rata-rata: 21 bulan
sedangkan Grade II: 11 bulan. Walaupun sakit kepala dan muntah
bukanlah merupakan keluhan yang tersering, namun 72% astrositoma
serebrum mempunyai keluhan ini, dimana 11% diantaranya cenderung
melibatkan nyeri sebelah saja (75% darinya ipsilateral terhadap
tumor). Muntah dijumpai pada kira-kira 31% kasus. Gejala awal yang
sering adalah kejang (40-75%), baik kejang umum maupun fokal.
Kejang ini merupakan akibat insufisiensi aliran darah yang sesaat
menimbulkan elektrik yang berlebihan. 19% penderita menunjukkan
gejala paresis atau paralisa, 55% parese fasial dan 41% parese tungkai.
Gambaran histopatologi pada low grade astrocytoma adalah
memiliki gambaran sel multipolar dan multinuklear yang atipik.
Sedangkan, gambaran CT-Scan yang merupakan suatu revolusi dalam
mendiagnosis astrositoma dengan akurasi 100% pada low grade
astrocytoma tergambar lesi yang hipodens dengan sedikit atau bahkan
tidak terdapat massa tumor.

Gambaran Histopatologi Low Grade Astrocytoma

Gambaran CT-Scan Low Grade


Astrocytoma

Gradasi Astrositoma :
a. Grade I (Astrositoma Pilositik)
Tumor ini tumbuh secara lambat dan sering berkista.
Tumor ini sering dijumpai pada anak-anak dan dewasa muda.
Tumor ini merupakan tumor glial yang tersering pada anak, sekitar
10% melibatkan bagian serebral dan 85% mengenai serebellum.
Lokasi yang paling sering dijumpai, pada: nervus optikus, kiasma
optikum, hipotalamus, ganglia basalis, hemisfer serebri,
serebellum, dan batang otak. Gambaran histologinya: berupa sel-
sel bipolar dengan serat Rosenthal dan sel-sel multipolar yang
tampak kehilangan teksturnya dengan mikro kista dan granular
bodies.
b. Grade II (Astrositoma Difus)
Karakteristik tumor ini adalah tumbuhnya lambat dan
menginfiltrasi struktur otak di dekatnya. Sekitar 35% tumor otak
astrositik adalah jenis ini. Biasanya mengenai orang-orang usia
dewasa muda dan cenderung untuk menjadi ganas ke arah
astrositoma anaplastik da glioblastoma. Lokasi tumor ini bisa di
mana saja, namun paling sering di daerah serebelar.
Gambaran histopatologis tumor ini berupa fibrilasi yang
berdiferensiasi baik atau gemistositik neoplastik astrosit. Terdapat
varian histologis: astrositoma fibrilari, astrositoma gemistositik.
c. Grade III (Astrositoma Anaplastik) dan Grade IV
(Glioblastoma Multiforme)
Termasuk astrositoma maligna. Biasanya muncul secara
sporadik tanpa kecenderungan familial maupun keterlibatan faktor
lingkungan. Akan tetapi, keduanya dapat menjadi faktor penyulit
pada beberapa kelainan genetic seperti neurofibromatosis tipe 1
dan 2, syndrome Li-Fraumeni, dan syndrome Turcot. Gambaran
mikroskopis tumor ini; tampak adanya peningkatan selularitas,
nukleus atipik, dan aktifitas mitosis yang meningkat dibandingkan
dengan astrositoma difus (Grade II). Sedangkan pada glioblastoma
multiforme, secara mikroskopik akan tampak bersifat anaplastik,
seluler glioma berdiferensiasi buruk, dan juiga seringkali terlihat
sel tumor astrosit pleomorfik dengan nukleus atipik dan aktifitas
mitosis yang tinggi.
Penanganan astrositoma ditujukan untuk menegakkan
diagnose pasti dan perbaikan prognosa, mengurangi-pemulihan
gejala serta memperpanjang harapan hidup. Radioterapi tampaknya
cukup berperan bagi tumor-tumor ini, dimana banyak peneliti yang
mengemukakan adanya harapan hidup yang lebih panjang pada
penderita-penderita tumor yang pascabedahnya diberikan radiasi .
“Five Year Survival” Astrositoma
Peneliti (+) Radioth/ (-) Radioth/
Bloom dkk 49% 36%
Leibel dkk 35% 23%
Levy & Elvige 36% 26%
Uihlein dkk 54% 65%

Gambaran MRI T1 – Axial. Preoperatif dan postoperatif

 Tumor Oligodendroglioma
Tumor oligodendroglioma berasal dari sel-sel oligodendrosit.
Tumor ini banyak ditemukan pada usia dewasa dengan puncak insiden
antara dekade ke empat dan keenam. Derajat rendah muncul pada usia
yang sedikit lebih muda. Pada laki-laki sedikit lebih dominan
dibandingkan wanita. Oligondendroglioma merupakan tumor yang
pertumbuhan nya lambat dan mungkin hanya menyebabkan kejang.
Jika lebih ganas (astrositoma anaplastik dan oligodendroglioma
anaplastik). Bisa menyebabkan kelainan fungsi otak, seperti
kelemahan, hilangnya rasa dan langkah yang goyah.Tumor
oligodendroglioma juga sering berkalsifikasi.

 Tumor Ependimoma
Tumor ini merupakan neoplasma glial yang susunannya
didominasi oleh sel-sel ependim dan mempunyai frekuensi kira-kira
5% dari seluruh glioma. Pada ependimoma klasik, secara
makroskopisnya tumor tampak padat dengan batas yang tegas dan
berasal dari lantai ventrikel IV/ kanalis spinalis. Tumor dapat meluas
hingga sudut serebro pontin melalui foramen Luscka, sisterna
magna, dan foramen magendi.serta dapat mencapai batang otak jika
sudah melalui foramen magnum. Secara histologis akan tampak sel
kolumnar uniform dan sel astrosyte like fibriler yang membentuk
barisan ependimal roossete. Gejala yang ditemukan mual, muntah,
dan nyeri kepala dengan intensitas yang terasa lebih berat di pagi
hari, diplopia, ataksia, hemiparesis dan paresis nervus kranialis.
Pada hasil pemeriksaan CT-Scan dan MRI akan tampak
kontras mengisi daerah tumor di ventrikel lateral. Pasien didapati
mengalami hidrosefalus.Tumor jenis ini memang dapat menutupi
saluran cairan serebrospinalis sehingga menyebabkan hidrosefalus
(ventrikel melebar, jaringan otak tipis).

Gambaran Penumpukan zat


Kontras pada Tumor di
Ventrikel Lateral –
Ependimoma

2. Tumor Neuronal dan campuran neuronal – glial


 Gangliglioma
Tumor ini berisi sel ganglion dan neuron abnormal. Tumor ini
jarang terjadi terhadap seseorang
3. Tumor Non-Glial
a. Tumor Primitive Neuroektodermal Suratentorial (PNET)
Tumor embrional maligna yang memiliki diferensiasi yang
divergen dengan derejat yang bervariasi yang berasal dari matriks
germinal dari primitive neural tube.
b. Tumor Plexus Khoroideus
Pleksus khoroid secara embriologis berasal dari lapisan
ependimal tabung neural. Tumor ini dapat terjadi pada semua
kelompok usia termasuk bayi. 35-45% usia < 20 tahun dan kasus
tertua 74 tahun. Rasio pria dan wanita seimbang. Persentasi gejala
tumor pleksus khoroid biasanya hanya berupa tanda-tanda
peningkatan tekanan intrakranial tanpa disertai gejala neurologis
fokal. Tumor intraventikel IV kadang juga menimbulkan gejala
nistagmus dan ataksia. Secara makroskopis, permukaan tumor
plexus khoroideus berwarna kuning kecoklatan, dengan struktur
yang tampak seperti brokoli dengan batas tegas pada ventrikel, dan
disertai adanya kalsifikasi. Penanganan tumor ini berupa operasi
pengangkatan tumor.

Gambaran MRI T1 – Sagital.


Postkontras. Tumor Plexus
Khoroideus.

c. Meduloblastoma
Tumor ini sering terjadi pada anak, dan bahkan merupakan
tumor primer maligna yang solid dan paling banyak pada anak 30%.
Sekitar 75% kasus tumor ini terjadi pada anak usia kurang 15 tahun.
Sedangkan pada orang dewasa, meduloblastoma sangat jarang yaitu
sekitar 1%. Di Amerika Serikat, insiden tahunan dari tumor ini
diperkirakan sekitar 0,5 setiap 100.000 anak. Tumor ini sebagian besar
berasal dari vermis serebelar (75%) yang meluas hingga ventrikel IV
dan dapat mengisi seluruh ventrikel. Sedangkan sekitar 25% terjadi
pada bagian lateral serebelum. Pada pemeriksaan fisik, dapat dijumpai
papiledema, nistagmus, dan diplopia akibat paresis nervus IV dan VI.
Selain itu, dapat terjadi ataksia, disdiadukokinesia, hipotonia,
dismetria. Pada bayi, keluhan klinis dapat berupa letargi, irritable, dan
dapat terjadi makrosefali yang progresif dengan fontanella anterior
yang membonjol. Durasi rata-rata gejala sebelum operasi adalah 4-5
bulan yang kemudian akan secara progresif memburuk setelah onset.
Penanganan pada tumor ini dapat berupa operasi yang dikombinasikan
dengan radiasi. Tindakan operasi pengangkatan diharapkan minimal
dilakukan sampai sumbatan saluran likuor dapat lancer kembali.
Radioterapi secara bermakna dapat meningkatkan five years survival
penderita.

Gambaran MRI
Meduloblastoma di
Cerebellum

Gambaran Histopatologik Sel Rosette – pseudorosette pada pasien dengan


Meduloblastoma
2. TUMOR MENINGEAL
1. Meningioma
Tumor jinak yang berasal dari selaput yang membungkus
otak (meningen), bisa menyebabkan berbagai gejala yang tergantung
kepada lokasi pertumbuhannya. Para ahli masih belum memastikan
apa penyebab meningioma, namun beberapa teori telah diteliti dan
sebagian besar menyetujui bahwa kromoson yang jelek yang
meyebabkan timbulnya meningioma. Di antara 40% dan 80% dari
meningioma berisi kromosom 22 yang abnormal pada lokus gen
neurofibromatosis 2 (NF2).
Tumor ini tumbuhnya lambat sehingga sering gejala
klinisnya tidak begitu menonjol. Bisa terjadi kelemahan atau mati
rasa, kejang, gangguan penciuman, penonjolan mata dan gangguan
penglihatan. Pada penderita lanjut usia bisa menyebabkan hilang
ingatan dan kesulitan dalam berfikir, mirip dengan yang terjadi pada
penyakit Alzheimer.

Gejala pada pasien meningioma dapat pula spesifik terhadap lokasi


tumor :

 Meningioma falx dan parasagittal : nyeri tungkai


 Meningioma Convexitas : kejang, sakit kepala, defisit
neurologis fokal, perubahan status mental
 Meningioma Sphenoid : kurangnya sensibilitas wajah,
gangguan lapangan pandang, kebutaan, dan penglihatan ganda.
 Meningioma Olfactorius : kurangnya kepekaan penciuman,
masalah visus.
 Meningioma fossa posterior : nyeri tajam pada wajah, mati
rasa, dan spasme otot-otot wajah, berkurangnya pendengaran,
gangguan menelan, gangguan gaya berjalan,
 Meningioma suprasellar : pembengkakan diskus optikus,
masalah visus
 Spinal meningioma : nyeri punggung, nyeri dada dan lengan
 Meningioma Intraorbital : penurunan visus, penonjolan bola
mata
 Meningioma Intraventrikular : perubahan mental, sakit kepala,
pusing

Terapi operatif radikal yang maksimal merupakan


penanganan terpilih untuk tumor ini, peranan radiasi untuk
meningioma yang tidak berhasil diangkat seluruhnya masih belum
terlalu jelas, mengingat secara umum meningioma merupakan
tumor yang relatif radioresisten. Pada umumnya prognosa
meningioma adalah baik, karena pengangkatan tumor yang
sempurna akan memberikan penyembuhan yang permanen. Pada
orang dewasa snrvivalnya relatif lebih tinggi dibandingkan pada
anak-anak, dilaporkan survival rate lima tahun adalah 75%. Pada
anak-anak lebih agresif, perubahan menjadi keganasan lebih besar
dan tumor dapat menjadi sangat besar. Pada penyelidikan
pengarang-pengarang barat lebih dari 10% meningioma akan
mengalami keganasan dan kekambuhannya tinggi.

Gambaran CT-Scan venogram


– potongan koronal
Meningioma di Sinus
Sagitalis Superior

2. Hemangioperisitoma
Tumor ini termasuk golongan tumor yang vaskuler, dengan
terapi definitifnya adalah reseksi. Seperti pada meningioma,
peranan angiografi dan embolisasi juga diharapkan akan
meningatkan efektifitas dan keamanann dari reseksi yang
dilakukan.
3. TUMOR SELLA
1. Kraniofaringioma
Termasuk jenis tumor yang tumbuh lambat dan merupakan
tumor epithelial jinak region sellar. Secara embriologi, tumor ini berasal
dari sisa sel epitel squamosa duktus kraniofaringeal. Pada minggu
keempat gestasi, divertikulum stomadeum yang berasal dari atap kavum
oral akan membentuk kantung rathke (Rathke Pouche) yang akan
bermigrasi kea rah cranial membentuk vesikel Rathke dan bersatu
dengan infundibulum. Vesikel Rathke ini akan membentuk
adenohipofisis yang terdiri dari pars distalasis, tuberalis, dan intermedia
pada jalur sepanjang lintasan migrasinya akan terbentuk duktus
kraniofaringeal.

Gambaran MRI T1 – Postkontras Potongan Koronal (A) dan Sagital (B)


Tumor Kistik Selar dan Supraselar Kraniofaringioma.
2. Adenoma Hipofisis
Tumor ini cukup banyak ditemukan. Bahkan ada yang menyatakan
sebagai jenis tumor ketiga terbanyak setelah glioma dan mengioma.
Beberapa literature menyebutkan tumor ini merupakan 10-15% dari tumor
primer intrakranial. Insiden pertahunnya sekitar 0,5-8,2% per 100.000
individu dengan perbandingan kejadian pada pria dan wanita yang tidak
berbeda.
Kelenjar hipofisis merupakan organ yang berada dalam fossa
hiposfisis atau sela tursika, dan mempunyai berat sekitar 0,5 gr. Organ ini
terdiri dari dua bagian yang berasal dari sel embrional yang berbeda, yaitu
adenohipofisis yang merupakan lobus anterior kelenjar hipofisis, yang
berasal dari kantung Rathke; lobus posteriornya, neurohipofisis yang
berasal dari hipothalamus ventral.
Tanda dan gejala klinis yang tampil pada penderita adenoma hipofise
diakibatkan oleh hipersekresi atau hiposekresi satu atau beberapa hormone
hipofise. Keluhan gangguan penglihatan perlahan dan nyeri kepala pada
20% penderita. Penanganan adenoma pituitari mempunyai tujuan: (1)
dekompresi struktur saraf khususnya traktus penglihatan dan (2) restorasi
sekresi hormonal yang normal.

Gambaran Adenoma
Hipofise

Akromegali pada Seorang Penderita Tumor Adenoma Hipofise


2.6 Tingkah Laku Biologis dan Keganasan Tumor Otak
Keganasan tumor otak yang memberikan implikasi pada prognosisnya
didasari oleh morfologi sitologi tumor dan konsekuensi klinis yang berkaitan
dengan tingkah laku biologis. Sifat-sifat keganasan otak secara klasik didasari
oleh hasil evaluasi morfologi makroskopis dan histologis neoplasma,
dikelompokan atas kategori-kategori:

1. Benigna (jinak) dimana morfologi tumor tersebut makroskopis


menunjukkan batas yang jelas, tidak infiltratif dan hanya mendesak organ-
organ sekitarnya. Di samping itu, biasanya juga dijumpai adanya
pembentukan kapsul serta tidak adanya metastasis maupun rekurensi
setelah dilakukan pengangkatan total. Tampilan histologisnya
menunjukkan struktur sel yang regular, pertumbuhan lambat tanpa mitosis,
densitas sel yang rendah dengan diferensiasi struktur yang jelas
parenkhim, stroma yang tersusun teratur tanpa adanya formasi yang baru.
2. Maligna (ganas), ditandai oleh tampilan makroskopis yang infiltrative
atau ekspansi destruktif tanpa batas yang jelas, tumbuh cepat serta
cenderung membentuk metastasis dan rekurensi pasca-pengangkatan total.
Gambaran histologis menunjukkan meningkatnya selularitas,
pleomorfisme walaupun susunan sel dan jaringannya masih baik,
diferensiasi sel kurang begitu jelas , disporporsi rasio nukleus terhadap
sitoplasma, multinukleus, formasi sel-sel raksasa, tumbuh cepat dengan
mitosis yang banyak, area nekrosis, pertumbuhan patologis dan
neoformasi terutama seperti bentuk-bentuk fistula atau sinusoidal (pintas
arteri-vena).

2.7 Manifestasi Klinis Tumor Otak


Perubahan pada parenkhim intrakranial baik difus maupun regional
akan menampilkan gejala dan tanda gangguan neurologis sehubungan
dengan gangguan pada nukleus spesifik tertentu atau serabut traktus pada
tingkat neurofisiologi dan neuroanatomi tertentu seperti gejala-gejala:
kelumpuhan, gangguan mental, gangguan endokrin, dan sebagainya.
Persentasi klinis sering kali dapat mengarahkan perkiraan kemungkinan
lokasi tumor otak. Secara umum persentasi klinis pada kebanyakan kasus
tumor otak merupakan manifestasi dari peninggian tekanan intrakranial;
namun sebaliknya gejala neurologis yang bersifat progresif, walaupun
tidak jelas ada tanda-tanda peninggian tekanan intrakranial, perlu dicurigai
adanya tumor otak.

Tekanan Tinggi Intrakranial

Trias gejala klasik dari sindroma tekanan tinggi intrakranial adalah:


nyeri kepala, muntah proyekil, dan papiledema. Keluhan nyeri kepala
disini cenderung bersifat intermittent, tumpul, berdenyut dan tidak begitu
hebat terutama di pagi hari karena selama tidur malam PCO2 serebral
meningkat sehingga mengakibatkan peningkatan CBF (Cerebral Blood
Flow) dan dengan demikian mempertinggi tekanan intrakranial. Juga
lonjakan sejenak seperti karena batuk, mengejan atau berbangkis
memperberat nyeri kepala. Nyeri dirasa berlokasi di sekitar daerah frontal
atau oksipital. Penderita sering kali disertai muntah yang “menyemprot”
(proyektil) dan tidak didahului oleh mual. Hal ini terjadi oleh karena
tekanan Intrakranial yang menjadi lebih tinggi selama tidur malam, akibat
PCO2 serebral meningkat. Tumor otak pada bayi yang menyumbat aliran
likuor serebrospinal sering kali ditampilkan dengan pembesaran lingkar
kepala yang progresif dan ubun-ubun besar yang menonjol; sedangkan pada
anak-anak yang lebih besar di mana suturanya relative sudah merapat,
biasanya gejala papiledema terjadi lebih menonjol. Papiledema dapat timbul
pada tekanan intrakranial yang meninggi atau akibat penekanan pada nervus
optikus oleh tumor secara langsung. Papiledema memperlihatkan kongesti
venosa yang jelas, dengan papil yang berwarna merah tua dan perdarahan-
perdarahan di sekitarnya.

Teori mekanisme peninggian tekanan intrakranial, pada tumor otak:

1. Karena adanya obstruksi pada system ventrikel sehingga menghalangi


liquor cerebrospinalis,
2. Adanya massa tumor yang membesar, padahal kapasitas tengkorak
terbatas untuk otak dan liquor saja,
3. Tenaga penyerapan terhadap liquor cerebrospinal terganggu,
4. Karena adanya obstruksi pada system vena, sehingga aliran darah yang
kembali ke vena terhalang,
5. Karena tumor sendiri merupakan stimulasi produksi liquor
cerebrospinalis, sehingga terjadi produksi yang berlebihan, seperti
pada “papiloma plexus”.
Kejang

Gejala kejang pada tumor otak khususnya di daerah supratentorial dapat


berupa kejang umum, psikomotor ataupun kejang fokal. Kejang dapat
merupakan gejala awal yang tunggal dari neoplasma hemisfer otak dan
menetap untuk beberapa lama sampai gejala lainnya timbul.

Perlu dicurigai penyebab bangkitan kejang adalah tumor otak bila:

 Bagkitan kejang pertama kali pada usia lebih dari 25 tahun


 Mengalami post iktal paralisis
 Mengalami status epilepsi
 Resisten terhadap obat-obat epilepsi
 Bangkitan disertai dengan gejala TTIK lain
 Bangkitan kejang ditemui pada 70% tumor otak di korteks, 50% pasien
dengan astrositoma, 40% pada pasen meningioma, dan 25% pada
glioblastoma.

Perdarahan Intrakranial

Bukanlah suatu hal yang jarang bahwa tumor otak diawali dengan
perdarahan intrakranial-subarakhnoid, intraventrikuler atau intraserebral.

Gejala Disfungsi Umum

Abnormalitas umum dari fungsi serebrum bervariasi mulai dari gangguan


fungsi intelektual yang tak begitu hebat sampai dengan koma. Penyebab umum
dari disfungsi serebral ini adalah tekanan intrakranial yang meninggi dan
pergeseran otak akibat gumpalan tumor dan edema perifokal di sekitarnya atau
hidrosefalus sekunder yang terjadi.

Gejala Neurologis Fokal

Perubahan personalitas atau gangguan mental biasanya menyertai tumor-


tumor yang terletak di daerah frontal, temporal, dan hipotalamus, sehingga sering
kali penderiita-penderita tersebut diduga sebagai penyakit nonorganik atau
fungsionil. Gejala afasia agak jarang dijumpai, terutama pada tumor yang berada
di hemisfer kiri (dominan). Tumor-tumor daerah supraselar, nervus optikus dan
hpotalamus dapat mengganggu akuitas visus. Kelumpuhan saraf okulomotorius
merupakan tampilan khas dari tumor-tumor paraselar, dan dengan adanya tekanan
intracranial yang meninggi kerap disertai dengan kelumpuhan saraf abdusens.
Nistagmus biasanya timbul pada tumor-tumor fosa posterior; sedangkan tumor-
tumor supraselar atau paraselar kadang (jarang sekali) menyebabkan
gejalapatognomonik berupa nistagmus ‘gergaji’ (seesaw nystagmus); gerakan
mata diskonjugat, ventrikal dan rotasional di mana masing-masing mata geraknya
saling berlawanan. Kelemahan wajah dan hemiparesis yang berkaitan dengan
gangguan sensorik serta kadang ada efek visual merupakan refleksi kerusakan
yang melibatkan kapsula interna atau korteks yang terkait. Ataksia trukal adalah
pertanda suatu tumor fosa posterior yang terletak di garis tengah. Gangguan
endokrin menunjukkan adanya kelainan pada hipotalamus-hipofise.

2.8 Pemeriksaan Penunjang Tumor Otak


Pemeriksaan sken magnet (MRI) dan sken tomografi computer merupakan
pemeriksaan terpilih untuk mendeteksi adanya tumor-tumor intrakranial. Dalam
hal ini dapat diketahuisecara terperinci letak lokasi tumor dan pengaruhnya
terhadap jaringan sekitarnya, bahkan pada kasus-kasus tertentu dapat pula diduga
jenisnya dengan akurasi yang hamper tepat. Pemeriksaan konvensional seperti:
foto polos kepala, EEG, ekhoensefalografi, dan pemeriksaan penunjang diagnostic
yang invasive seperti: angiografi serebral, pneumoensefalografi sudah jarang
diterapkan, kecuali pada keadaan-keadaan darurat dengan Kendala fasilitas
pemeriksaan mutakhir di atas tidak ada atau sebagai pembantu perencanaan teknik
pembedahan otak.

2.9 Diagnosis Tumor Otak


 Anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
Bagi seorang ahli bedah saraf dalam menegakkan diagnosis tumor otak adalah
dengan mengetahui informasi jenis tumor, karakteristiknya, lokasinya, batasnya,
hubungannya dengan sistem ventrikel, dan hubungannya dengan struktur vital
otak misalnya; sirrkulus willisi dan hipotalamus. Selain itu, juga diperlukan
periksaan radiologis canggih yang invasive maupun non invasive. Pemeriksaan
non invasive mencakup CT-Scan dan MRI bila perlu diberikan kontras agar dapat
mengetahui batas-batas tumor. Pemeriksaan invasif seperti angiografi serebral
yang dapat memberikan gambaran sistem pendarahan tumor, dan hubungannya
dengan sistem pembuluh darah sirkulus willisi.
- Penegakkan diagnosis pada penderita yang dicurigai menderita tumor otak
yaitu melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik neurologik yang teliti. Dari
anamnesis kita dapat mengetahui gejala-gejala yang dirasakan oleh penderita yang
mungkin sesuai dengan gejala-gejala yang telah diuraikan di atas. Misalnya; ada
tidaknya nyeri kepala, muntah dan kejang. Sedangkan melalui pemeriksaan fisik
neurologik mungkin ditemukan adanya gejala seperti edema papil dan deficit
lapangan pandang.

Setelah diagnosa klinik ditentukan, harus dilakukan pemeriksaan yang spesifik


untuk memperkuat diagnosa dan mengetahui letak tumor.

 Elektroensefalografi (EEG)
 Foto polos kepala
 Arteriografi
 Magnetic Resonance Imaging (MRI)
 Computerized Tomografi (CT Scan)
CT Scan merupakan alat diagnostik yang penting dalam evaluasi pasen
yang diduga menderita tumor otak. Sensitifitas CT Scan untuk mendeteksi tumor
yang berpenampang kurang dari 1 cm dan terletak pada basis kranil. Gambaran
CT Scan pada tumor otak, umumnya tampak sebagai lesi abnormal berupa massa
yang mendorong struktur otak disekitarnya. Biasanya tumor otak dikelilingi
jaringan udem yang terlihat jelas karena densitasnya lebih rendah. Adanya
kalsifikasi, perdarahan atau invasi mudah dibedakan dengan jaringan sekitarnya
karena sifatnya yang hiperdens. Beberapa jenis tumor akan terlihat lebih nyata
bila pada waktu pemeriksaan CT Scan disertai dengan pemberian zat kontras.

Penilaian CT Scan pada tumor otak:

Tanda proses desak ruang:

 Pendorongan struktur garis tengah otak


 Penekanan dan perubahan bentuk ventrikel
 Kelainan densitas pada lesi:
 Hipodens
 Hiperdens atau kombinasi
 Kalsifikasi, perdarahan
 Edema perifokal
2.10 Penanganan Tumor Otak
Pemilihan tindakan penanganan yang dapat dilakukan pada penderita
tumor otak tergantung dari beberapa faktor, antara lain :
 Kondisi umum penderita
 Tersedianya alat yang lengkap
 Pengertian penderita dan keluarga
 Luasnya metastasis
Adapun terapi dan modalitas penanganan terhadap tumor otak mencakup
tindakan-tindakan:

 Terapi Kortikosteroid
Biasanya deksametason diberikan 4 – 20 mg intravena setiap 6 jam untuk
mengatasi edema vasogenik (akibat tumor) yang menyebabkan TTIK.
Peranan nya masih kontroversial dalam terapi TTIK. Beberapa efek
samping yang dapat timbul adalah berkaitan dengan penggunaan steroid
lama seperti: penurunan kekebalan, supresi adrenal, hiperglikemia,
hipokalemia, alkalosis metabolic, retensi cairan, penyembuhan luka yang
terlambat, psikosis, miopatia, ulserasi lambung, dan hipertensi.
 Terapi operatif
Tindakan yang bertujuan untuk mendapatkan diagnosa pasti dan
dekompresi internal, mengingat bahwa obat-obatan antiedema otak tidak
dapat diberikan secara terus-menerus. Persiapan prabedah, penanganan
pembiusan, teknik operasi dan penanganan pascabedah sangat berperan
penting dalam menentukan keberhasilan penanganan operatif terhadap
tumor otak.
 Terapi konservatif
o Radioterapi
Tindakan ini untuk tumor-tumor susunan saraf pusat kebanyakan
menggunakan sinar X dan sinar Gamma, disamping juga radiasi
lainnya seperti: proton, partikel alfa, neutron, dan pimeson.
Keberhasilan terapi radiasi pada tumor ganas otak diperankan oleh
beberapa faktor:
1. Terapi yang baik dan tidak melukai struktur kritis lainnya
2. Sensitivitas sel tumor dengan sel normal
3. Tipe sel yang disinar
4. Metastasis yang ada
5. Kemampuan sel normal untuk repopulasi, dan
6. Restrukturisasi dan reparasi sel kanker sewaktu interval
antarfraksi radiasi.

o Kemoterapi
Peranan kemoterapi tunggal untuk tumor ganas otak masih belum
mempunyai nilai keberhasilan yang bermakna sekali. Saat ini yang
menjadi titik pusat perhatian modalitas terapi ini adalah tumor-
tumor otak jenis astrositoma (Grade III dan IV) glioblastoma dan
astrositoma anaplastik beserta variannya. Ada beberapa obat
kemoterapi untuk tumor ganas otak yang saat ini beredar di
kalangan medis yaitu: HU (hidroksiurea), 5-FU (5-Fluorourasil),
PCV (prokarbazin, CCNU, Vincristine), Nitrous Urea (PCNU,
BCNU/Karmustin, CCNU/lomustin, MTX (metotrksat), DAG
(dianhidrogalaktitol) dan sebagainya. Potensi kemoterapi pada
susunan saraf di samping didasarkan oleh farmakologi sendiri juga
perlu dipertimbangkan aspek farmakokinetiknya (transportasi obat
mencapai target) mengingat adanya sawar darah otak. Pemberian
kemoterapi dapat dilakukan melalui intra-arterial (infuse, perfusi),
melalui intratekal/intraventrikuler (punksi lumbal, punksi sisterna,
via pudentz/omyama reservoir); atau intra tumoral.
o Immunoterapi
Yang mendasari modalitas terapi ini adalah anggapan bahwa
tumbuhnya suatu tumor disebabkan oleh adanya gangguan fungsi
immunologi tubuh sehingga diharapkan dengan melakukan
restorasi sistem imun dapat menekan dapat menekan pertumbuhan
tumor.

2.11 Prognosis Tumor Otak


Prognosis tergantung jenis tumor spesifik. Berdasarkan data di
Negara-negara maju, dengan diagnosis dini dan juga penanganan yang
tepat melalui pembedahan dilanjutkan dengan radioterapi, angka
ketahanan hidup 5 tahun (5 years survival) berkisar 50-60% dan angka
ketahanan hidup 10 tahaun (10 years survival) berkisar 30-40%.
DAFTAR PUSTAKA

1. Mardjono, Mahar. Proses neoplasmatik di susunan saraf. Dalam: neurologi


klinis dasar. Jakarta: PT. Dian Rakyat; 2008. hal. 390 – 402.
2. Hakim A.A. Tindakan Bedah pada Tumor Cerebellopontine Angle,
Majalah Kedokteran Nusantara Vol. 38 No 3; 2005.
3. Tumor Otak dalam Buku Ajar Neurologi Klinis edisi I. Yogyakarta; Gajah
Mada University Press; 1999. hal: 201 – 7.
4. Black PB. Brain tumor, review article. The NEJM. 1991 (324):1471-2
5. Snell, Richard S. Neuroanatomi klinik. Jakarta: EGC; 2007.
6. MacDonal, Tobey. Pediatric Medulloblastoma (serial online) 2012 March
1st (diakses 20 Maret 2014). Diunduh dari: URL :
http://emedicine.medscape.com/article/987886-overview.
7. Stephen,Huff. Brain neoplasms.Access on www.emedicine.com. (diakses
20 Maret 2014)

Anda mungkin juga menyukai