ILEUS OBSTRUKTIF
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah
Satu Syarat Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter
Bagian Ilmu Bedah
di Rumah Sakit Tentara TK II dr. Soedjono, Magelang
Disusun oleh:
Chellia Devita Riyanti
30101407156
Pembimbing:
Kolonel CKM dr. Akhmad Rusli B., Sp.B, MARS
Oleh :
Pembimbing,
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan Karunia-Nya
saya dapat menyelesaikan tugas penyusunan laporan kasus yang berjudul “ILEUS
OBSTRUKTIF”.
Adapun laporan kasus ini dibuat untuk memenuhi syarat Kepaniteraan Klinik Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang yang dilaksanakan di Rumah
Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Kolonel dr. Akhmad Rusli Budi Ansyah,
Sp.B, MARS yang telah membimbing dalam penyelesaian laporan kasus ini serta pihak yang
secara langsung maupun tidak langsung membantu dalam penyusunan laporan kasus ini.
Akhir kata bila ada kekurangan dalam pembuatan laporan kasus ini saya mohon kritik
dan saran yang bersifat membangun menuju kesempurnaan dengan berharap laporan kasus ini
Penyusun
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. G
Usia : 70 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Dsn Perengan
MR number : 199***
Ruang : Cempaka
B. Data
Anamnesis
Pasien datang ke poli bedah umum RST dr. Soedjono pada tanggal 19 Juni 2020 dengan
keluhan nyeri perut sejak ±4 hari yang lalu, semakin lama semakin memberat. Pasien
juga mengeluhkan kalau perutnya semakin membesar dan nyeri yang dirasakan hilang
timbul. Pasien mengeluhkan sulit buang air besar dan sulit kentut. Pasien juga mengalami
penurunan nafsu makan. Buang air kecil tidak ada keluhan, keluhan mual (+) dan muntah
(+) 1x sebelum datang ke rumah sakit.
– Riwayat hipertensi :+
– Riwayat DM :-
– Riwayat jantung :-
– Riwayat hipertensi :-
– Riwayat DM :-
– Riwayat jantung :-
• Pemeriksaan Fisik
o Kesadaran : Composmentis
o Status Antropometrik :
• BB : 54 kg
• TB : 154 cm
• BMI : 22,78
• Kesan : normoweight
Vital Sign
o Nadi : 113x/menit
o Suhu : 36,4oC
Pemeriksaan Fisik Secara Umum
ANTERIOR POSTERIOR
EXAMINATION
Pemeriksaan Jantung
INSPEKSI
PALPASI
Ictus cordis teraba di ICS V linea mid clavicula sinistra, thrill (-), pulsus epigastrium (-),
pulsus parasternal (-), sternal lift (-)
PERKUSI
AUSKULTASI
Bising :-
INTERPRETASI Normal
Pemeriksaan Abdomen
EXAMINATION RESULTS
Percussion Hipertimpani
Mass (-)
Pemeriksaan Ekstremitas
Rectal Toucher:
Pasien saat pemeriksaan colok dubur, pasien berbaring posisi sim (miring ke
lateral), dan pasien diminta untuk mengedan.
Inspeksi
Palpasi
Tonus sphingter ani baik, ampulla recti kolaps, nyeri tekan (-), pada sarung
tangan darah (-), lendir (-), feses (-).
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Nilai Nilai normal Satuan
Hematokrit 36.0 31 – 45 %
MCH 22.4 22 – 34 Pg
Hitung Jenis:
BAS% 0.5 0-1 %
EOS% 1.7 2-4 %
LYM% 23.8 25-40 %
MON% 8.8 2-8 %
NEU% 65.2 50-70 %
BAS# 40 0-100 Ul
EOS# 130 20-80 uL
LYM# 1870 500-5000 uL
MON# 690 120-1200 uL
NEU# 5120 50000-70000 uL
CT/BT
Masa Pembekuan (CT) 13 8-18 Menit
Glukosa Darah
Fungsi Ginjal:
Ureum 33 13-43 mg/dl
Creatinine 0.6 0.6-1.2 mg/dl
Elektrolit:
Kalium 3.70 3.6-5.5 mmol/L
Natrium 132.98 136-144 mEq/l
Klorida 96.88 95-105 mmol/L
Kesan:
- Distensi abdomen
ABNORMALITAS DATA
Anamnesis
1. Nyeri perut
Px. Fisik
5. Pemeriksaan abdomen: cembung (+), bising usus (+) meningkat, hipertimpani, nyeri
tekan (+).
6. Pemeriksaan Rectal Toucher: ampulla recti kolaps.
Px. Penunjang
Problem List
Ileus obstruktivus
PENATALAKSANAAN
Assesment
Pasien perempuan, usia 70 tahun dengan diagnosis ileus obstruktivus akan dilakukan
tindakan Laparotomi eksplorasi 19 Juni 2020.
Planning
Jenis pembedahan : Laparotomi eksplorasi
Jenis anestesi : General Anestesi
Laporan Operasi
1. Pasien direbahkan pada meja operasi dengan posisi terlentang dan lengan yang
diposisikan di sebelah kanan tubuh.
2. Insisi median perdalam lapis demi lapis sampai peritoneum. Dokter menjepit dan
mengangkat lapisan peritoneum menggunakan forcep, di dekat garis sayatan. Tahap ini
dilakukan dengan perlahan-lahan agar tidak melukai usus atau organ lainnya.
3. Tahap berikutnya adalah melakukan eksplorasi. Di sini dokter memeriksa jika terdapat
perdarahan, robekan, cedera, tumor, atau kelainan organ internal lainnya. Tindakan
lanjutan seperti pembersihan, dan pembilasan rongga perut menggunakan kateter,
penjahitan organ yang bocor, atau pengangkatan tumor, di lakukan.
4. Pasang drain.
5. Setelah seluruh proses di lakukan, dokter memeriksa kondisi organ perut dan sekitarnya
sebelum menjahit. Luka operasi tutup lapis demi lapis.
6. Operasi selesai.
3. Cairan infus RL 20 tpm sebagai pengganti makanan memperbaiki asupan nutrisi, jika
tidak mampu mengonsumsi makanan dan minuman apapun.
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Ileus adalah gangguan/hambatan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi
usus akut yang segera membutuhkan pertolongan atau tindakan. Ileus ada 2 macam yaitu ileus
obstruktif dan ileus paralitik.
Ileus obstruktif atau disebut juga ileus mekanik adalah keadaan dimana isi lumen saluran
cerna tidak bisa disalurkan ke distal atau anus karena adanya sumbatan/hambatan mekanik yang
disebabkan kelainan dalam lumen usus, dinding usus atau luar usus yang menekan atau kelainan
vaskularisasi pada suatu segmen usus yang menyebabkan nekrose segmen usus tersebut.
Sedangkan ileus paralitik atau adynamic ileus adalah keadaan di mana usus gagal/tidak
mampu melakukan kontraksi peristaltik untuk menyalurkan isinya akibat kegagalan neurogenik
atau hilangnya peristaltik usus tanpa adanya obstruksi mekanik.
ANATOMI USUS
Usus halus merupakan tabung yang kompleks, berlipat-lipat yang membentang dari
pilorus sampai katup ileosekal. Pada orang hidup panjang usus halus sekitar 12 kaki (22 kaki
pada kadaver akibat relaksasi). Usus ini mengisi bagian tengah dan bawah abdomen. Ujung
proksimalnya bergaris tengah sekitar 3,8 cm, tetapi semakin kebawah lambat laun garis
tengahnya berkurang sampai menjadi sekitar 2,5 cm.
Usus halus dibagi menjadi duodenum, jejenum, dan ileum. Pembagian ini agak tidak
tepat dan didasarkan pada sedikit perubahan struktur, dan yang relatif lebih penting berdasarkan
perbedaan fungsi.
Duodenum panjangnya sekitar 25 cm, mulai dari pilorus sampai kepada jejenum.
Pemisahan duodenum dan jejenum ditandai oleh ligamentum treitz, suatu pita muskulofibrosa
yang berorigo pada krus dekstra diafragma dekat hiatus esofagus dan berinsersio pada perbatasan
duodenum dan jejenum. Ligamentum ini berperan sebagai ligamentum suspensorium
(penggantung). Kira-kira duaperlima dari sisa usus halus adalah jejenum, dan tiga perlima
terminalnya adalah ileum. Jejenum terletak di regio abdominalis media sebelah kiri, sedangkan
ileum cenderung terletak di region abdominalis bawah kanan. Jejunum mulai pada juncture
denojejunalis dan ileum berakhir pada juncture ileocaecalis.
Lekukan-lekukan jejenum dan il eum melekat pada dinding posterior abdomen dengan
perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas yang dikenal sebagai messenterium usus
halus. Pangkal lipatan yang pendek melanjutkan diri sebagai peritoneum parietal pada dinding
posterior abdomen sepanjang garis berjalan ke bawah dan ke kanan dari kiri vertebra lumbalis
kedua ke daerah articulatio sacroiliaca kanan. Akar mesenterium memungkinkan keluar dan
masuknya cabang- cabang arteri vena mesenterica superior antara kedua lapisan peritoneum
yang membentuk messenterium.
Usus besar merupakan tabung muskular berongga dengan panjang sekitar 5 kaki (sekitar 1,5 m)
yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani. Diameter usus besar sudah pasti lebih besar
daripada usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5 inci (sekitar 6,5 cm), tetapi makin dekat anus semakin
kecil.
Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon dan rektum. Pada sekum terdapat katup
ileocaecaal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum menempati dekitar dua atau
tiga inci pertama dari usus besar. Katup ileocaecaal mengontrol aliran kimus dari ileum ke
sekum. Kolon dibagi lagi menjadi kolon asendens, transversum, desendens dan sigmoid. Kolon
ascendens berjalan ke atas dari sekum ke permukaan inferior lobus kanan hati, menduduki regio
iliaca dan lumbalis kanan. Setelah mencapai hati, kolon ascendens membelok ke kiri membentuk
fleksura koli dekstra (fleksura hepatik). Kolon transversum menyilang abdomen pada regio
umbilikalis dari fleksura koli dekstra sampai fleksura koli sinistra.
FISIOLOGI USUS
Usus halus mempunyai dua fungsi utama yaitu pencernaan dan absorbsi bahan – bahan
nutrisi, air, elektrolit dan mineral. Proses pencernaan dimulai dalam mulut dan lambung oleh
kerja ptialin, asam klorida dan pepsin terhadap makanan yang masuk. Proses dilanjutkan di
dalam duodenum terutama oleh kerja enzim – enzim pankreas yang menghidrolisis karbohidrat,
lemak, dan protein menjadi zat – zat yang lebih sederhana. Adanya bikarbonat dalam sekret
pankreas membantu menetralkan asam dan memberikan pH optimal untuk kerja enzim – enzim.
Sekresi empedu dari hati membantu proses pencernaan dengan mengemulsikan lemak sehingga
memberikan permukaan yang lebih luas bagi kerja lipase pankreas.
Proses pencernaan disempurnakan oleh sejumlah enzim dalam getah usus (sukus
enterikus). Banyak di antara enzim – enzim ini terdapat pada brush border vili dan mencernakan
zat – zat makanan sambil diabsorbsi. Pergerakan segmental usus halus akan mencampur zat –zat
yang dimakan dengan sekret pankreas, hepatobiliar dan sekresi usus dan pergerakan peristaltik
mendorong isi dari salah satu ujung ke ujung lainnya dengan kecepatan yang sesuai untuk
absorbsi optimal dan suplai kontinu isi lambung. Absorbsi adalah pemindahan hasil akhir
pencernaan karbohidrat, lemak dan protein melalui dinding usus ke sirkulasi darah dan limfe
untuk digunakan oleh sel – sel tubuh. Selain itu, air, elektrolit dan vitamin juga diabsorbsi.
Pergerakan usus halus berfungsi agar proses digesti dan absorbsi bahan – bahan makanan
dapat berlangsung secara maksimal. Pergerakan usus halus terdiri dari:
Kontraksi usus halus disebabkan oleh aktifitas otot polos usus halus yang terdiri dari 2
lapis yaitu lapisan otot longitudinal dan lapisan otot sirkuler. Otot yang terutama berperan pada
kontraksi segmentasi untuk mencampur makanan adalah otot longitudinal. Bila bagian
mengalami distensi oleh makanan, dinding usus halus akan berkontraksi secara lokal. Tiap
kontraksi ini melibatkan segmen usus halus sekitar 1 – 4 cm. Pada saat satu segmen usus halus
yang berkontraksi mengalami relaksasi, segmen lainnya segera akan memulai kontraksi,
demikian seterusnya. Bila usus halus berelaksasi, makanan akan kembali ke posisinya semula.
Gerakan ini berulang terus sehingga makanan akan bercampur dengan enzim pencernaan dan
mengadakan hubungan dengan mukosa usus halus dan selanjutnya terjadi absorbsi.
Pengaturan frekuensi dan kekuatan gerakan segmentasi terutama diatur oleh adanya
gelombang lambat yang menghasilkan potensial aksi yang disebabkan oleh adanya sel – sel pace
maker yang terdapat pada dinding usus halus, dimana aktifitas dari sel – sel ini dipengaruhi oleh
sistem saraf dan hormonal.
Aktifitas gerakan peristaltik akan meningkat setelah makan. Hal ini sebagian besar
disebabkan oleh masuknya makanan ke duodenum sehingga menimbulkan refleks peristaltik
yang akan menyebar ke dinding usus halus. Selain itu, hormon gastrin, CCK, serotonin, dan
insulin juga meningkatkan pergerakan usus halus. Sebaliknya sekretin dan glukagon
menghambat pergerakan usus halus.
Fungsi sfingter ileocaecal diatur oleh mekanisme umpan balik. Bila tekanan di dalam
caecum meningkat sehingga terjadi dilatasi, maka kontraksi sfingter ileocaecal akan meningkat
dan gerakan peristaltik ileum akan berkurang sehingga memperlambat pengosongan ileum. Bila
terjadi peradangan pada caecum atau pada appendiks maka sfingter ileocaecal akan mengalami
spasme, dan ileum akan mengalami paralisis sehingga pengosonga ileum sangat terhambat.
KLASIFIKASI
Berdasarkan lokasi obstruksinya, ileus obstrukif atau ileus mekanik dibedakan menjadi, antara
lain:
1. Ileus obstruktif letak tinggi / High Level Obstruction Ileus / Obstruksi Usus Halus / Small
Bowel Obstruction: Duodenum-Jejunum
2. Ileus obstruktif letak tengah: Ileum Terminal
3. Ileus obstruktif letak rendah / Low Level Obstruction Ileus / Obstruksi Usus Besar /
Large Bowel Obstruction: Colon-Sigmoid-rectum
Selain itu, ileus obstruktif dapat dibedakan menjadi 3 berdasarkan stadiumnya, antara lain:
1. Obstruksi sebagian (partial obstruction)
Obstruksi terjadi sebagian sehingga makanan masih bisa sedikit lewat, dapat flatus dan
defekasi sedikit.
2. Obstruksi sederhana (simple / komplit obstruction)
Menyumbat lumen usus secara total. Obstruksi / sumbatan yang tidak disertai terjepitnya
pembuluh darah (tidak disertai gangguan aliran darah).
3. Obstruksi strangulasi (strangulated obstruction)
Obstruksi disertai dengan terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan
berakhir dengan nekrosis atau gangren.
ETIOLOGI
Penyebab terjadinya ileus obstruksi pada usus halus antara lain:
1. Hernia inkarserata
Usus masuk dan terjepit di dalam pintu hernia. Pada anak dapat dikelola secara
konservatif dengan posisi tidur Trendelenburg. Namun, jika percobaan reduksi gaya berat ini
tidak berhasil dalam waktu 8 jam, harus diadakan herniotomi segera.
2. Non hernia inkarserata, antara lain:
a. Adhesi atau perlekatan usus
Di mana pita fibrosis dari jaringan ikat menjepit usus. Dapat berupa perlengketan
mungkin dalam bentuk tunggal maupun multiple, bisa setempat atau luas. Umunya berasal dari
rangsangan peritoneum akibat peritonitis setempat atau umum. Ileus karena adhesi biasanya
tidak disertai strangulasi.
b. Invaginasi
Disebut juga intususepsi, sering ditemukan pada anak dan agak jarang pada orang muda
dan dewasa. Invaginasi pada anak sering bersifat idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya.
Invaginasi umumnya berupa intususepsi ileosekal yang masuk naik ke kolon ascendens dan
mungkin terus sampai keluar dari rektum. Hal ini dapat mengakibatkan nekrosis iskemik pada
bagian usus yang masuk dengan komplikasi perforasi dan peritonitis. Diagnosis invaginasi dapat
diduga atas pemeriksaan fisik, dan dipastikan dengan pemeriksaan Rontgen dengan pemberian
enema barium.
c. Askariasis
Cacing askaris hidup di usus halus bagian yeyunum, biasanya jumlahnya puluhan hingga
ratusan ekor. Obstruksi bisa terjadi di mana-mana di usus halus, tetapi biasanya di ileum terminal
yang merupakan tempat lumen paling sempit. Obstruksi umumnya disebabkan oleh suatu
gumpalan padat terdiri atas sisa makanan dan puluhan ekor cacing yang mati atau hampir mati
akibat pemberian obat cacing. Segmen usus yang penuh dengan cacing berisiko tinggi untuk
mengalami volvulus, strangulasi, dan perforasi.
d. Volvulus
Merupakan suatu keadaan di mana terjadi pemuntiran usus yang abnormal dari segmen
usus sepanjang aksis longitudinal usus sendiri, maupun pemuntiran terhadap aksis
radiimesenterii sehingga pasase makanan terganggu. Pada usus halus agak jarang ditemukan
kasusnya. Kebanyakan volvulus didapat di bagian ileum dan mudah mengalami strangulasi.
Gambaran klinisnya berupa gambaran ileus obstruksi tinggi dengan atau tanpa gejala dan tanda
strangulasi.
e. Tumor
Tumor usus halus jarang menyebabkan obstruksi usus, kecuali jika menimbulkan
invaginasi. Proses keganasan, terutama karsinoma ovarium dan karsinoma kolon, dapat
menyebabkan obstruksi usus. Hal ini terutama disebabkan oleh kumpulan metastasi di
peritoneum atau di mesenterium yang menekan usus.
f. Batu empedu yang masuk ke ileus
Inflamasi yang berat dari kantong empedu menyebabkan fistul dari saluran empedu
keduodenum atau usus halus yang menyeb abkan batu empedu masuk ke traktus gastrointestinal.
Batu empedu yang besar dapat terjepit di usus halus, umumnya pada bagian ileum terminal atau
katup ileocaecal yang menyebabkan obstruksi. Penyebab obstruksi kolon yang paling sering
ialah karsinoma, terutama pada daerah rektosigmoid dan kolon kiri distal.
PATOGENESIS
Usus di bagian distal kolaps, sementara bagian proksimal berdilatasi. Usus yang
berdilatasi menyebabkan penumpukan cairan dan gas, distensi yang menyeluruh menyebabkan
pembuluh darah tertekan sehingga suplai darah berkurang (iskemik), dapat terjadi perforasi.
Dilatasi dan dilatasi usus oleh karena obstruksi menyebabkan perubahan ekologi, kuman tumbuh
berlebihan sehingga potensial untuk terjadi translokasi kuman.Gangguan vaskularisasi
menyebabkan mortalitas yang tinggi, air dan elektrolit dapat lolosdari tubuh karena muntah.
Dapat terjadi syok hipovolemik, absorbsi dari toksin pada usus yang mengalami strangulasi.
Dinding usus halus kuat dan tebal, karena itu tidak timbul distensi berlebihan atau ruptur.
Dinding usus besar tipis, sehingga mudah distensi. Dinding sekum merupakan bagian kolon yang
paling tipis, karena itu dapat terjadi ruptur bila terlalu tegang. Gejala dan tanda obstruksi usus
halus atau usus besar tergantung kompetensi valvula Bauhini. Bila terjadi insufisiensi katup,
timbul refluks dari kolon ke ileum terminal sehingga ileum turut membesar.
MANIFESTASI KLINIS
a. Nyeri-Kolik
b. Muntah :
DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Laboratorium
Radiologi
Adanya dilatasi dari usus disertai gambaran “step ladder” dan “air fluid level”
pada foto polos abdomen dapat disimpulkan bahwa adanya suatu obstruksi. Foto
polos abdomen mempunyai tingkat sensitivitas 66% pada obstruksi usus halus,
sedangkan sensitivitas 84% pada obstruksi kolon.
Dapat ditemukan gambaran ”step ladder dan air fluid level” terutama pada obstruksi
bagian distal. Pada kolon bisa saja tidak tampak gas. Jika terjadi stangulasi dan
nekrosis, maka akan terlihat gambaran berupa hilangnya muosa yang reguler dan
adanya gas dalam dinding usus. Udara bebas pada foto thoraks tegak menunjukkan
adanya perforasi usus. Penggunaan kontras tidak dianjurkan karena dapat
menyebabkan peritonitis akibat adanya perforasi.
DIAGNOSIS BANDING
Pada ileus paralitik nyeri yang timbul lebih ringan tetapi konstan dan difus, dan terjadi
distensi abdomen. Ileus paralitik, bising usus tidak terdengar dan tidak terjadi ketegangan
dinding perut. Bila ileus disebabkan oleh prosesinflamasi akut, akan ada tanda dan gejala dari
penyebab primer tersebut. Gastroenteritis akut, apendisitis akut, dan pankreatitis akut juga dapat
menyerupai obstruksi usus sederhana.
KOMPLIKASI
Pada obstruksi kolon dapat terjadi dilatasi progresif pada sekum yang berakhir dengan perforasi
sekum sehingga terjadi pencemaran rongga perut dengan akibat peritonitis umum.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan obstruksi ileus sekarang dengan jelas telah menurunkan angka morbiditas
dan mortalitas. Hal ini terutama disebabkan telah dipahaminya dengan tepat patogenesis penyakit
serta perubahan homeostasis sebagai akibat obstruksi usus. Pada umumnya penderita mengikuti
prosedur penatalaksanaan dalam aturan yang tetap.
1. Persiapan penderita
Persiapan penderita berjalan bersama dengan usaha menegakkan diagnosa obstruksi ileus
secara lengkap dan tepat. Sering dengan persiapan penderita yang baik, obstruksinya
berkurang atau hilang sama sekali. Persiapan penderita meliputi :
o Penderita dirawat di rumah sakit.
o Penderita dipuasakan
o Kontrol status airway, breathing and circulation.
o Dekompresi dengan nasogastric tube.
o Intravenous fluids and electrolyte
o Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.
2. Operatif
Bila telah diputuskan untuk tindakan operasi, ada 3 hal yang perlu :
Berapa lama obstruksinya sudah berlangsung.
Bagaimana keadaan/fungsi organ vital lainnya, baik sebagai akibat obstruksinya
maupun kondisi sebelum sakit.
Apakah ada risiko strangulasi.
Kewaspadaan akan resiko strangulasi sangat penting. Pada obstruksi ileus yang
ditolong dengan cara operatif pada saat yang tepat, angka kematiannya adalah 1% pada
24 jam pertama, sedangkan pada strangulasi angka kematian tersebut 31%.
Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada
obstruksi ileus :
a) Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah sederhana
untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata non-
strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus ringan.
b) Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati" bagian usus
yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.
c) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi,
misalnya pada Ca stadium lanjut.
d) Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-ujung usus
untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada carcinomacolon,
invaginasi strangulate dan sebagainya.
Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif bertahap, baik
oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya, misalnya pada Ca
sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja, kemudian hari dilakukan reseksi
usus dan anastomosis.
3. Pasca Operasi
Suatu problematik yang sulit pada keadaan pasca bedah adalah distensi usus yang
masih ada. Pada tindakan operatif dekompressi usus, gas dan cairan yang terkumpul
dalam lumen usus tidak boleh dibersihkan sama sekali oleh karena catatan tersebut
mengandung banyak bahan-bahan digestif yang sangat diperlukan. Pasca bedah tidak
dapat diharapkan fisiologi usus kembali normal, walaupun terdengar bising usus. Hal
tersebut bukan berarti peristaltik usus telah berfungsi dengan efisien, sementara ekskresi
meninggi dan absorpsi sama sekali belum baik.
Sering didapati penderita dalam keadaan masih distensi dan disertai diare pasca
bedah. Tindakan dekompressi usus dan koreksi air dan elektrolit serta menjaga
keseimbangan asam basa darah dalam batas normal tetap dilaksanakan pada pasca
bedahnya. Pada obstruksi yang lanjut, apalagi bila telah terjadi strangulasi, monitoring
pasca bedah yang teliti diperlukan sampai selama 6 - 7 hari pasca bedah. Bahaya lain
pada masa pasca bedah adalah toksinemia dan sepsis. Gambaran kliniknya biasanya
mulai nampak pada hari ke 4-5 pasca bedah. Pemberian antibiotika dengan spektrum luas
dan disesuaikan dengan hasil kultur kuman sangatlah penting.
PROGNOSIS
Mortalitas obstruksi tanpa strangulata adalah 5% sampai 8% asalkan operasi dapat segera
dilakukan. Keterlambatan dalam melakukan pembedahan atau jika terjadi strangulasi atau
komplikasi lainnya akan meningkatkan mortalitas sampai sekitar 35% atau 40%.3 Prognosisnya
baik bila diagnosis dan tindakan dilakukan dengan cepat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat, R.; Dahlan, Murnizat; Jusi, Djang. Gawat Abdomen. Dalam Buku Ajar
Ilmu Bedah. Edisi 2. Editor: Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim. Jakarta: EGC, 2003.
Hal: 181-192.
2. Fiedberg, B. and Antillon, M.: Small-Bowel Obstruction. Editor: Vargas, J., Windle,
W.L., Li, B.U.K., Schwarz, S., and Altschuler, S. http://www.emedicine.com. Last
Updated, June 29, 2004.
3. Basson, M.D.: Colonic Obstruction. Editor: Ochoa, J.B., Talavera, F., Mechaber, A.J.,
and Katz, J. http://www.emedicine.com. Last Updated, June 14, 2004.
4. General and laparoscopy surgeon,: Ileus obstruksi. Editor : Dr. A. Yuda Hendaya. Sp B,
FInaCS, FMAS. http://www.dokteryudabedah.com . last Update januari 5, 2010
6. Evers, BM Usus Kecil. In: Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL, eds.
Sabiston Textbook of Surgery. 18th ed. St. Louis, Mo: WB Saunders; 2008:chap 48