Anda di halaman 1dari 32

REFLEKSI KASUS

ILEUS OBSTRUKTIF
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah
Satu Syarat Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter
Bagian Ilmu Bedah
di Rumah Sakit Tentara TK II dr. Soedjono, Magelang

Disusun oleh:
Chellia Devita Riyanti
30101407156

Pembimbing:
Kolonel CKM dr. Akhmad Rusli B., Sp.B, MARS

BAGIAN ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2020
LEMBAR PENGESAHAN
REFLEKSI KASUS
ILEUS OBSTRUKTIF

Disusun dan diajukan untuk memenuhi persyaratan tugas


Kepaniteraan Klinik Departemen Bedah Rumah Sakit TK.II
dr. Soedjono Magelang

Oleh :

Chellia Devita Riyanti


30101407156

Magelang, Juni 2020


Telah dibimbing dan disahkan oleh,

Pembimbing,

Kolonel CKM dr. Akhmad Rusli B., Sp.B, MARS


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan Karunia-Nya

saya dapat menyelesaikan tugas penyusunan laporan kasus yang berjudul “ILEUS

OBSTRUKTIF”.

Adapun laporan kasus ini dibuat untuk memenuhi syarat Kepaniteraan Klinik Bedah

Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang yang dilaksanakan di Rumah

Sakit Tentara TK II dr. Soedjono, Magelang.

Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Kolonel dr. Akhmad Rusli Budi Ansyah,

Sp.B, MARS yang telah membimbing dalam penyelesaian laporan kasus ini serta pihak yang

secara langsung maupun tidak langsung membantu dalam penyusunan laporan kasus ini.

Akhir kata bila ada kekurangan dalam pembuatan laporan kasus ini saya mohon kritik

dan saran yang bersifat membangun menuju kesempurnaan dengan berharap laporan kasus ini

bermanfaat bagi pembacanya.

Magelang, Juni 2020

Penyusun
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : Ny. G
Usia : 70 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Dsn Perengan
MR number : 199***
Ruang : Cempaka

B. Data
Anamnesis

Keluhan Utama: nyeri perut sejak ±4 hari yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke poli bedah umum RST dr. Soedjono pada tanggal 19 Juni 2020 dengan
keluhan nyeri perut sejak ±4 hari yang lalu, semakin lama semakin memberat. Pasien
juga mengeluhkan kalau perutnya semakin membesar dan nyeri yang dirasakan hilang
timbul. Pasien mengeluhkan sulit buang air besar dan sulit kentut. Pasien juga mengalami
penurunan nafsu makan. Buang air kecil tidak ada keluhan, keluhan mual (+) dan muntah
(+) 1x sebelum datang ke rumah sakit.

• Riwayat Penyakit Dahulu

– Riwayat hipertensi :+

– Riwayat DM :-

– Riwayat jantung :-

– Riwayat alergi obat :-


• Riwayat Penyakit Keluarga

– Riwayat hipertensi :-

– Riwayat DM :-

– Riwayat jantung :-

– Riwayat alergi obat :-

• Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien jarang makan buah-buahan dan merupakan anggota BPJS.

• Pemeriksaan Fisik

o Keadaan Umum : Pasien tampak stabil

o Kesadaran : Composmentis

o Status Antropometrik :

• BB : 54 kg

• TB : 154 cm

• BMI : 22,78

• Kesan : normoweight

Vital Sign

o Tekanan Darah : 200/130 mmHg

o Nadi : 113x/menit

o Laju Napas : 20x/menit

o Suhu : 36,4oC
Pemeriksaan Fisik Secara Umum

• Kulit : Rasa gatal (-), pucat (-), petekia (-)

• Kepala : Mesochepal, Nyeri kepala (-), pusing (-)

• Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera icterus (-/-)

• Telinga : Gangguan pendengaran (-/-),  discharge (-/-)

• Hidung : Simetris, nafas cuping hidung (-), epistaksis (-), discharge (-)

• Mulut : Sianosis (-), perdarahan gusi (-), stomatitis(-)

• Tenggorokan : Nyeri telan (-), radang tenggorokan (-)


Pemeriksaan Thorax (Pulmo)
• Leher : Pembesaran kelenjar thiroid (-), pembesaran KGB (-)

ANTERIOR POSTERIOR

EXAMINATION

Inspection – Static RR : 20 x/min, Hiperpigmentasi (-),


Hyperpigmentasi (-), tumor (-), inflammation
tumor (-), (-), spider nevi (-),
inflammation (-), Hemithorax D=S,
spider nevi (-), Diameter AP = LL
Hemithorax D=S,
ICS Normal,
Diameter AP = LL

Inspection – Pergerakan Pergerakan Hemithorax


Dinamic Hemithorax kanan= kanan = kiri
kiri
Muscle retraction
Muscle retraction breathing (-)
breathing (-)
Retraction ICS (-)
Retraction ICS (-)
Palpation Nyeri tekan (-), tumor Nyeri tekan (-),
(-), ICS normal,
Sterm fremitus D=S tumor (-), ICS normal,
Sterm fremitus D=S

Percussion Sonor (+) Sonor (+)

Auscultation SDV normal SDV normal


Whezzing (-)
Whezzing (-)
Ronchi(-)
Ronchi(-)

INTERPRETATIO Normal Normal


N

Pemeriksaan Jantung

INSPEKSI

Ictus cordis tidak terlihat

PALPASI

Ictus cordis teraba di ICS V linea mid clavicula sinistra, thrill (-), pulsus epigastrium (-),
pulsus parasternal (-), sternal lift (-)

PERKUSI

Batas atas jantung : ICS II linea sternalis sinistra

Pinggang jantung : ICS III linea parasternalis sinistra

Kanan jantung : ICS V linea sternalis dextra

Kiri jantung : ICS V linea mid clavicula sinistra

AUSKULTASI

Katup aorta : SD I-II murni, reguler A1<A2


Katup trikuspidal : SD I-II murni, reguler T1<T2

Katup pulmonal : SD I-II murni, reguler P1<P2

Katup mitral : SD I-II murni, M1>M2

Bising :-

INTERPRETASI Normal

Pemeriksaan Abdomen

EXAMINATION RESULTS

Inspection Cembung (+)

Sycatric (-), Striae (-)

Enlargement of vena (-)

Caput medusa (-), Spider nevi (-)

Auscultation Bising usus (+) meningkat

Aorta abdominal bruit (-), A. Lienalis, A. Femoralis (-)

Percussion Hipertimpani

Shifting dullness (-)

Undulation test (-)

Traube’s space (-)


Palpation Nyeri tekan (+)

Nyeri lepas (-)

Mass (-)

Hepatomegali (-), Splenomegali (-)

Hepar, kidney & lien normal

Pemeriksaan Ekstremitas

EKSTREMITAS Superior Inferior


Oedem -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Capillary refill <2 detik <2 detik
Ulkus -/- -/-
Refleks Fisiologis +/+ +/+
Refleks Patologis -/- -/-

Rectal Toucher:

 Pasien saat pemeriksaan colok dubur, pasien berbaring posisi sim (miring ke
lateral), dan pasien diminta untuk mengedan.

Inspeksi

 tidak terdapat benjolan, hematom perianal (-), abses (-).

Palpasi
 Tonus sphingter ani baik, ampulla recti kolaps, nyeri tekan (-), pada sarung
tangan darah (-), lendir (-), feses (-).

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Nilai Nilai normal Satuan

Leukosit 7900 4000 – 10.000 /µL

Eritrosit 4.9 3,7 – 5,8 10^6µL

Hemoglobin 11.1 13,1 – 17,5 g/dl

Hematokrit 36.0 31 – 45 %

Trombosit 332.000 154.000 – 442.000 uL

MCV 73.0 80 – 100 fL

MCH 22.4 22 – 34 Pg

MCHC 30.8 32 – 36 g/dl

Hitung Jenis:
BAS% 0.5 0-1 %
EOS% 1.7 2-4 %
LYM% 23.8 25-40 %
MON% 8.8 2-8 %
NEU% 65.2 50-70 %
BAS# 40 0-100 Ul
EOS# 130 20-80 uL
LYM# 1870 500-5000 uL
MON# 690 120-1200 uL
NEU# 5120 50000-70000 uL
CT/BT
Masa Pembekuan (CT) 13 8-18 Menit

Masa Perdarahan (BT) 4 2-6 Menit

Glukosa Darah

Glukosa Sewaktu 94 60-180 mg/dl

Fungsi Ginjal:
Ureum 33 13-43 mg/dl
Creatinine 0.6 0.6-1.2 mg/dl
Elektrolit:
Kalium 3.70 3.6-5.5 mmol/L
Natrium 132.98 136-144 mEq/l
Klorida 96.88 95-105 mmol/L

Pemeriksaan Rontgen Abdomen 2 posisi:

Kesan:

- Distensi abdomen

- Ileus obstructivus letak tinggi

- Tak tampak tanda-tanda peritonitis / perforasi

- Fecal material tak prominent


- Spondylosis lumbalis

ABNORMALITAS DATA
Anamnesis

1. Nyeri perut

2. Sulit BAB dan kentut

3. Mual (+), muntah (+)

4. Penurunan nafsu makan

Px. Fisik

5. Pemeriksaan abdomen: cembung (+), bising usus (+) meningkat, hipertimpani, nyeri
tekan (+).
6. Pemeriksaan Rectal Toucher: ampulla recti kolaps.

Px. Penunjang

7. Pemeriksaan rontgen abdomen: distensi abdomen, ileus obstruktivus letak tinggi.

Problem List
Ileus obstruktivus
PENATALAKSANAAN

 Assesment

Pasien perempuan, usia 70 tahun dengan diagnosis ileus obstruktivus akan dilakukan
tindakan Laparotomi eksplorasi 19 Juni 2020.

 Planning
Jenis pembedahan : Laparotomi eksplorasi
Jenis anestesi : General Anestesi

Laporan Operasi

1. Pasien direbahkan pada meja operasi dengan posisi terlentang dan lengan yang
diposisikan di sebelah kanan tubuh.
2. Insisi median perdalam lapis demi lapis sampai peritoneum. Dokter menjepit dan
mengangkat lapisan peritoneum menggunakan forcep, di dekat garis sayatan. Tahap ini
dilakukan dengan perlahan-lahan agar tidak melukai usus atau organ lainnya.
3. Tahap berikutnya adalah melakukan eksplorasi. Di sini dokter memeriksa jika terdapat
perdarahan, robekan, cedera, tumor, atau kelainan organ internal lainnya. Tindakan
lanjutan seperti pembersihan, dan pembilasan rongga perut menggunakan kateter,
penjahitan organ yang bocor, atau pengangkatan tumor, di lakukan.
4. Pasang drain.
5. Setelah seluruh proses di lakukan, dokter memeriksa kondisi organ perut dan sekitarnya
sebelum menjahit. Luka operasi tutup lapis demi lapis.
6. Operasi selesai.

Instruksi Pasca Bedah

1. Observasi keadaan umum.

2. Injeksi Ketorolac 1amp/12 jam.

3. Cairan infus RL 20 tpm  sebagai pengganti makanan memperbaiki asupan nutrisi, jika
tidak mampu mengonsumsi makanan dan minuman apapun.
TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI
Ileus adalah gangguan/hambatan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi
usus akut yang segera membutuhkan pertolongan atau tindakan. Ileus ada 2 macam yaitu ileus
obstruktif dan ileus paralitik.
Ileus obstruktif atau disebut juga ileus mekanik adalah keadaan dimana isi lumen saluran
cerna tidak bisa disalurkan ke distal atau anus karena adanya sumbatan/hambatan mekanik yang
disebabkan kelainan dalam lumen usus, dinding usus atau luar usus yang menekan atau kelainan
vaskularisasi pada suatu segmen usus yang menyebabkan nekrose segmen usus tersebut.
Sedangkan ileus paralitik atau adynamic ileus adalah keadaan di mana usus gagal/tidak
mampu melakukan kontraksi peristaltik untuk menyalurkan isinya akibat kegagalan neurogenik
atau hilangnya peristaltik usus tanpa adanya obstruksi mekanik.

ANATOMI USUS
Usus halus merupakan tabung yang kompleks, berlipat-lipat yang membentang dari
pilorus sampai katup ileosekal. Pada orang hidup panjang usus halus sekitar 12 kaki (22 kaki
pada kadaver akibat relaksasi). Usus ini mengisi bagian tengah dan bawah abdomen. Ujung
proksimalnya bergaris tengah sekitar 3,8 cm, tetapi semakin kebawah lambat laun garis
tengahnya berkurang sampai menjadi sekitar 2,5 cm.
Usus halus dibagi menjadi duodenum, jejenum, dan ileum. Pembagian ini agak tidak
tepat dan didasarkan pada sedikit perubahan struktur, dan yang relatif lebih penting berdasarkan
perbedaan fungsi.
Duodenum panjangnya sekitar 25 cm, mulai dari pilorus sampai kepada jejenum.
Pemisahan duodenum dan jejenum ditandai oleh ligamentum treitz, suatu pita muskulofibrosa
yang berorigo pada krus dekstra diafragma dekat hiatus esofagus dan berinsersio pada perbatasan
duodenum dan jejenum. Ligamentum ini berperan sebagai ligamentum suspensorium
(penggantung). Kira-kira duaperlima dari sisa usus halus adalah jejenum, dan tiga perlima
terminalnya adalah ileum. Jejenum terletak di regio abdominalis media sebelah kiri, sedangkan
ileum cenderung terletak di region abdominalis bawah kanan. Jejunum mulai pada juncture
denojejunalis dan ileum berakhir pada juncture ileocaecalis.
Lekukan-lekukan jejenum dan il eum melekat pada dinding posterior abdomen dengan
perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas yang dikenal sebagai messenterium usus
halus. Pangkal lipatan yang pendek melanjutkan diri sebagai peritoneum parietal pada dinding
posterior abdomen sepanjang garis berjalan ke bawah dan ke kanan dari kiri vertebra lumbalis
kedua ke daerah articulatio sacroiliaca kanan. Akar mesenterium memungkinkan keluar dan
masuknya cabang- cabang arteri vena mesenterica superior antara kedua lapisan peritoneum
yang membentuk messenterium.
Usus besar merupakan tabung muskular berongga dengan panjang sekitar 5 kaki (sekitar 1,5 m)
yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani. Diameter usus besar sudah pasti lebih besar
daripada usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5 inci (sekitar 6,5 cm), tetapi makin dekat anus semakin
kecil.
Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon dan rektum. Pada sekum terdapat katup
ileocaecaal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum menempati dekitar dua atau
tiga inci pertama dari usus besar. Katup ileocaecaal mengontrol aliran kimus dari ileum ke
sekum. Kolon dibagi lagi menjadi kolon asendens, transversum, desendens dan sigmoid. Kolon
ascendens berjalan ke atas dari sekum ke permukaan inferior lobus kanan hati, menduduki regio
iliaca dan lumbalis kanan. Setelah mencapai hati, kolon ascendens membelok ke kiri membentuk
fleksura koli dekstra (fleksura hepatik). Kolon transversum menyilang abdomen pada regio
umbilikalis dari fleksura koli dekstra sampai fleksura koli sinistra.

Kolon transversum, waktu mencapai daerah limpa, membengkok ke bawah, membentuk


fleksura kolisinistra (fleksura lienalis) untuk kemudian menjadi kolon descendens.
Kolon sigmoid mulai pada pintu atas panggul. Kolon sigmoid merupakan lanjutan kolon
descendens. Ia tergantung kebawah dalam rongga pelvis dalam bentuk lengkungan. Kolon
sigmoid bersatu dengan rektum di depan sakrum. Rektum menduduki bagian posterior rongga
pelvis. Rektum ke atas dilanjutkan oleh kolon sigmoid dan berjalan turun di depan sekum,
meninggalkan pelvis dengan menembus dasar pelvis. Disisni rektum melanjutkan diri sebagai
anus dalan perineum.

FISIOLOGI USUS
Usus halus mempunyai dua fungsi utama yaitu pencernaan dan absorbsi bahan – bahan
nutrisi, air, elektrolit dan mineral. Proses pencernaan dimulai dalam mulut dan lambung oleh
kerja ptialin, asam klorida dan pepsin terhadap makanan yang masuk. Proses dilanjutkan di
dalam duodenum terutama oleh kerja enzim – enzim pankreas yang menghidrolisis karbohidrat,
lemak, dan protein menjadi zat – zat yang lebih sederhana. Adanya bikarbonat dalam sekret
pankreas membantu menetralkan asam dan memberikan pH optimal untuk kerja enzim – enzim.
Sekresi empedu dari hati membantu proses pencernaan dengan mengemulsikan lemak sehingga
memberikan permukaan yang lebih luas bagi kerja lipase pankreas.

Proses pencernaan disempurnakan oleh sejumlah enzim dalam getah usus (sukus
enterikus). Banyak di antara enzim – enzim ini terdapat pada brush border vili dan mencernakan
zat – zat makanan sambil diabsorbsi. Pergerakan segmental usus halus akan mencampur zat –zat
yang dimakan dengan sekret pankreas, hepatobiliar dan sekresi usus dan pergerakan peristaltik
mendorong isi dari salah satu ujung ke ujung lainnya dengan kecepatan yang sesuai untuk
absorbsi optimal dan suplai kontinu isi lambung. Absorbsi adalah pemindahan hasil akhir
pencernaan karbohidrat, lemak dan protein melalui dinding usus ke sirkulasi darah dan limfe
untuk digunakan oleh sel – sel tubuh. Selain itu, air, elektrolit dan vitamin juga diabsorbsi.

Pergerakan usus halus berfungsi agar proses digesti dan absorbsi bahan – bahan makanan
dapat berlangsung secara maksimal. Pergerakan usus halus terdiri dari:

a. Pergerakan mencampur (mixing) atau pergerakan segmentasi yang mencampur makanan


dengan enzim – enzim pencernaan agar mudah untuk dicerna dan diabsorbsi.
b. Pergerakan propulsif atau gerakan peristaltik yang mendorong makanan ke arah usus
besar.

Kontraksi usus halus disebabkan oleh aktifitas otot polos usus halus yang terdiri dari 2
lapis yaitu lapisan otot longitudinal dan lapisan otot sirkuler. Otot yang terutama berperan pada
kontraksi segmentasi untuk mencampur makanan adalah otot longitudinal. Bila bagian
mengalami distensi oleh makanan, dinding usus halus akan berkontraksi secara lokal. Tiap
kontraksi ini melibatkan segmen usus halus sekitar 1 – 4 cm. Pada saat satu segmen usus halus
yang berkontraksi mengalami relaksasi, segmen lainnya segera akan memulai kontraksi,
demikian seterusnya. Bila usus halus berelaksasi, makanan akan kembali ke posisinya semula.
Gerakan ini berulang terus sehingga makanan akan bercampur dengan enzim pencernaan dan
mengadakan hubungan dengan mukosa usus halus dan selanjutnya terjadi absorbsi.

Kontraksi segmentasi berlangsung oleh karena adanya gelombang lambat yang


merupakan basic electric rhytm (BER) dari otot polos saluran cerna. Proses kontraksi segmentasi
berlangsung 8 sampai 12 kali/menit pada duodenum dan sekitar 7 kali/menit pada ileum.
Gerakan peristaltik pada usus halus mendorong makanan menuju ke arah kolon dengan
kecepatan 0,5 sampai 2 cm/detik, dimana pada bagian proksimal lebih cepat daripada bagian
distal. Gerakan peristaltik ini sangat lemah dan biasanya menghilang setelah berlangsung sekitar
3 sampai 5 cm.

Pengaturan frekuensi dan kekuatan gerakan segmentasi terutama diatur oleh adanya
gelombang lambat yang menghasilkan potensial aksi yang disebabkan oleh adanya sel – sel pace
maker yang terdapat pada dinding usus halus, dimana aktifitas dari sel – sel ini dipengaruhi oleh
sistem saraf dan hormonal.

Aktifitas gerakan peristaltik akan meningkat setelah makan. Hal ini sebagian besar
disebabkan oleh masuknya makanan ke duodenum sehingga menimbulkan refleks peristaltik
yang akan menyebar ke dinding usus halus. Selain itu, hormon gastrin, CCK, serotonin, dan
insulin juga meningkatkan pergerakan usus halus. Sebaliknya sekretin dan glukagon
menghambat pergerakan usus halus.

Setelah mencapai katup ileocaecal, makanan kadang – kadang terhambat selama


beberapa jam sampai seseorang makan lagi. Pada saat tersebut, refleks gastrileal meningkatkan
aktifitas peristaltik dan mendorong makanan melewati katup ileocaecal menuju ke kolon.
Makanan yang menetap untuk beberapa lama pada daerah ileum oleh adanya sfingter ileocaecal
berfungsi agar makanan dapat diabsorbsi pada daerah ini. Katup ileocaecal berfungsi untuk
mencegah makanan kembali dari caecum masuk ke ileum.

Fungsi sfingter ileocaecal diatur oleh mekanisme umpan balik. Bila tekanan di dalam
caecum meningkat sehingga terjadi dilatasi, maka kontraksi sfingter ileocaecal akan meningkat
dan gerakan peristaltik ileum akan berkurang sehingga memperlambat pengosongan ileum. Bila
terjadi peradangan pada caecum atau pada appendiks maka sfingter ileocaecal akan mengalami
spasme, dan ileum akan mengalami paralisis sehingga pengosonga ileum sangat terhambat.

KLASIFIKASI
Berdasarkan lokasi obstruksinya, ileus obstrukif atau ileus mekanik dibedakan menjadi, antara
lain:
1. Ileus obstruktif letak tinggi / High Level Obstruction Ileus / Obstruksi Usus Halus / Small
Bowel Obstruction: Duodenum-Jejunum
2. Ileus obstruktif letak tengah: Ileum Terminal
3. Ileus obstruktif letak rendah / Low Level Obstruction Ileus / Obstruksi Usus Besar /
Large Bowel Obstruction: Colon-Sigmoid-rectum

Selain itu, ileus obstruktif dapat dibedakan menjadi 3 berdasarkan stadiumnya, antara lain:
1. Obstruksi sebagian (partial obstruction)
Obstruksi terjadi sebagian sehingga makanan masih bisa sedikit lewat, dapat flatus dan
defekasi sedikit.
2. Obstruksi sederhana (simple / komplit obstruction)
Menyumbat lumen usus secara total. Obstruksi / sumbatan yang tidak disertai terjepitnya
pembuluh darah (tidak disertai gangguan aliran darah).
3. Obstruksi strangulasi (strangulated obstruction)
Obstruksi disertai dengan terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan
berakhir dengan nekrosis atau gangren.

ETIOLOGI
Penyebab terjadinya ileus obstruksi pada usus halus antara lain:
1. Hernia inkarserata
Usus masuk dan terjepit di dalam pintu hernia. Pada anak dapat dikelola secara
konservatif dengan posisi tidur Trendelenburg. Namun, jika percobaan reduksi gaya berat ini
tidak berhasil dalam waktu 8 jam, harus diadakan herniotomi segera.
2. Non hernia inkarserata, antara lain:
a. Adhesi atau perlekatan usus
Di mana pita fibrosis dari jaringan ikat menjepit usus. Dapat berupa perlengketan
mungkin dalam bentuk tunggal maupun multiple, bisa setempat atau luas. Umunya berasal dari
rangsangan peritoneum akibat peritonitis setempat atau umum. Ileus karena adhesi biasanya
tidak disertai strangulasi.
b. Invaginasi
Disebut juga intususepsi, sering ditemukan pada anak dan agak jarang pada orang muda
dan dewasa. Invaginasi pada anak sering bersifat idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya.
Invaginasi umumnya berupa intususepsi ileosekal yang masuk naik ke kolon ascendens dan
mungkin terus sampai keluar dari rektum. Hal ini dapat mengakibatkan nekrosis iskemik pada
bagian usus yang masuk dengan komplikasi perforasi dan peritonitis. Diagnosis invaginasi dapat
diduga atas pemeriksaan fisik, dan dipastikan dengan pemeriksaan Rontgen dengan pemberian
enema barium.
c. Askariasis
Cacing askaris hidup di usus halus bagian yeyunum, biasanya jumlahnya puluhan hingga
ratusan ekor. Obstruksi bisa terjadi di mana-mana di usus halus, tetapi biasanya di ileum terminal
yang merupakan tempat lumen paling sempit. Obstruksi umumnya disebabkan oleh suatu
gumpalan padat terdiri atas sisa makanan dan puluhan ekor cacing yang mati atau hampir mati
akibat pemberian obat cacing. Segmen usus yang penuh dengan cacing berisiko tinggi untuk
mengalami volvulus, strangulasi, dan perforasi.
d. Volvulus
Merupakan suatu keadaan di mana terjadi pemuntiran usus yang abnormal dari segmen
usus sepanjang aksis longitudinal usus sendiri, maupun pemuntiran terhadap aksis
radiimesenterii sehingga pasase makanan terganggu. Pada usus halus agak jarang ditemukan
kasusnya. Kebanyakan volvulus didapat di bagian ileum dan mudah mengalami strangulasi.
Gambaran klinisnya berupa gambaran ileus obstruksi tinggi dengan atau tanpa gejala dan tanda
strangulasi.
e. Tumor
Tumor usus halus jarang menyebabkan obstruksi usus, kecuali jika menimbulkan
invaginasi. Proses keganasan, terutama karsinoma ovarium dan karsinoma kolon, dapat
menyebabkan obstruksi usus. Hal ini terutama disebabkan oleh kumpulan metastasi di
peritoneum atau di mesenterium yang menekan usus.
f. Batu empedu yang masuk ke ileus
Inflamasi yang berat dari kantong empedu menyebabkan fistul dari saluran empedu
keduodenum atau usus halus yang menyeb abkan batu empedu masuk ke traktus gastrointestinal.
Batu empedu yang besar dapat terjepit di usus halus, umumnya pada bagian ileum terminal atau
katup ileocaecal yang menyebabkan obstruksi. Penyebab obstruksi kolon yang paling sering
ialah karsinoma, terutama pada daerah rektosigmoid dan kolon kiri distal.
PATOGENESIS
Usus di bagian distal kolaps, sementara bagian proksimal berdilatasi. Usus yang
berdilatasi menyebabkan penumpukan cairan dan gas, distensi yang menyeluruh menyebabkan
pembuluh darah tertekan sehingga suplai darah berkurang (iskemik), dapat terjadi perforasi.
Dilatasi dan dilatasi usus oleh karena obstruksi menyebabkan perubahan ekologi, kuman tumbuh
berlebihan sehingga potensial untuk terjadi translokasi kuman.Gangguan vaskularisasi
menyebabkan mortalitas yang tinggi, air dan elektrolit dapat lolosdari tubuh karena muntah.
Dapat terjadi syok hipovolemik, absorbsi dari toksin pada usus yang mengalami strangulasi.
Dinding usus halus kuat dan tebal, karena itu tidak timbul distensi berlebihan atau ruptur.
Dinding usus besar tipis, sehingga mudah distensi. Dinding sekum merupakan bagian kolon yang
paling tipis, karena itu dapat terjadi ruptur bila terlalu tegang. Gejala dan tanda obstruksi usus
halus atau usus besar tergantung kompetensi valvula Bauhini. Bila terjadi insufisiensi katup,
timbul refluks dari kolon ke ileum terminal sehingga ileum turut membesar.

MANIFESTASI KLINIS

a. Nyeri-Kolik
b. Muntah :

 Stenosis Pilorus : Encer dan asam


 Obstruksi usus halus : Berwarna kehijauan
 Obstruksi kolon : onset muntah lama.

c. Perut Kembung (distensi)


d. Konstipasi
e. Tidak ada defekasi
f. Tidak ada flatus
g. Obstruksi usus halus : kolik dirasakan disekitar umbilicus
h. Obstruksi kolon : kolik dirasakan disekitar suprapubik.

Tabel. Perbandingan Klinis bermacam-macam ileus

Macam Nyeri Usus Distensi Muntah Bising usus Ketegangan


ileus borborigmi abdomen
Obstruksi ++ + +++ Meningkat -
simple
tinggi (kolik)
Obstruksi +++ +++ + Meningkat -
simple
rendah (Kolik) Lambat,
fekal
Obstruksi ++++ ++ +++ Tak tentu +
strangulasi
(terus- biasanya
menerus, meningkat
terlokalisir)
Paralitik + ++++ + Menurun -
Oklusi +++++ +++ +++ Menurun +
vaskuler

DIAGNOSIS

1. Anamnesis

 Obstruksi usus halus: nyeri kolik dirasakan disekitar umbilicus.


 Obstruksi kolon: kolik dirasakan disekitar suprapubik.
 Muntah
 Perut Kembung (distensi)
 Konstipasi, Tidak ada defekasi, Tidak ada flatus
Adanya benjolan di perut, inguinal, dan femoral yang tidak dapat kembali
menandakan adanya hernia inkarserata. Invaginasi dapat didahului oleh riwayat
buang air besar berupa lendir dan darah. Pada ileus paralitik e.c. peritonitis dapat
diketahui riwayat nyeri perut kanan bawah yang menetap. Riwayat operasi
sebelumnya dapat menjurus pada adanya adhesi usus. Onset keluhan yang
berlangsung cepat dapat dicurigai sebagai ileus letak tinggi dan onset yang lambat
dapat menjurus kepada ileus letak rendah.
2. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup kehilangan
turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus dilihat adanya
distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen. Inspeksi pada penderita yang
kurus/sedang juga dapat ditemukan “darm contour” (gambaran kontur usus) maupun
“darm steifung” (gambaran gerakan usus).
Palpasi dan Perkusi
Pada palpasi didapatkan distensi abdomen dan perkusi tympani yang menandakan
adanya obstruksi. Palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun
atau nyeri tekan, yang mencakup ‘defance muscular’ involunter atau rebound dan
pembengkakan atau massa yang abnormal.
Auskultasi
Terdengar kehadiran episodik gemerincing logam bernada tinggi dan gelora
(rush) diantara masa tenang. Tetapi setelah beberapa hari dalam perjalanan penyakit
dan usus di atas telah berdilatasi, maka aktivitas peristaltik (sehingga juga bising
usus) bisa tidak ada atau menurun.
3. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium

Tes laboratorium mempunyai keterbatasan nilai dalam menegakkan diagnosis,


tetapi sangat membantu memberikan penilaian berat ringannya dan membantu dalam
resusitasi. Pada tahap awal, ditemukan hasil laboratorium yang normal. Selanjutnya
ditemukan adanya hemokonsentrasi, leukositosis dan nilai elektrolit yang abnormal.
Peningkatan serum amilase sering didapatkan. Leukositosis menunjukkan adanya
iskemik atau strangulasi, tetapi hanya terjadi pada 38% - 50% obstruksi strangulasi
dibandingkan 27% - 44% pada obstruksi non strangulata. Hematokrit yang meningkat
dapat timbul pada dehidrasi. Selain itu dapat ditemukan adanya gangguan elektrolit.
Analisa gas darah mungkin terganggu, dengan alkalosis metabolik bila muntah berat,
dan metabolik asidosis bila ada tanda – tanda shock, dehidrasi dan ketosis.

Radiologi

Adanya dilatasi dari usus disertai gambaran “step ladder” dan “air fluid level”
pada foto polos abdomen dapat disimpulkan bahwa adanya suatu obstruksi. Foto
polos abdomen mempunyai tingkat sensitivitas 66% pada obstruksi usus halus,
sedangkan sensitivitas 84% pada obstruksi kolon.

Foto polos abdomen

Dapat ditemukan gambaran ”step ladder dan air fluid level” terutama pada obstruksi
bagian distal. Pada kolon bisa saja tidak tampak gas. Jika terjadi stangulasi dan
nekrosis, maka akan terlihat gambaran berupa hilangnya muosa yang reguler dan
adanya gas dalam dinding usus. Udara bebas pada foto thoraks tegak menunjukkan
adanya perforasi usus. Penggunaan kontras tidak dianjurkan karena dapat
menyebabkan peritonitis akibat adanya perforasi.

Obstruksi Usus Halus:


Obstruksi Usus Halus akibat adhesi:

Obstruksi Usus Halus akibat ileus batu empedu:

Obstruksi Usus Halus akibat intususepsi:


Stepladder appearance pada Obstruksi usus halus:

Gambaran air-fluid level yang pendek-pendek berbentuk seperti tangga  karena


cairan transudasi berada dalam usus halus yang mengalami distensi.

String of beads sign pada Obstruksi Usus Halus:


Gelembung-gelembung kecil udara yang terperangkap di kolom-kolom di antara
valvulae conniventes.

CT scan kadang – kadang digunakan untuk menegakkan diagnosa pada obstruksi


usus halus untuk mengidentifikasi pasien dengan obstruksi yang komplit dan pada
obstruksi usus besar yang dicurigai adanya abses maupun keganasan.

DIAGNOSIS BANDING

Pada ileus paralitik nyeri yang timbul lebih ringan tetapi konstan dan difus, dan terjadi
distensi abdomen. Ileus paralitik, bising usus tidak terdengar dan tidak terjadi ketegangan
dinding perut. Bila ileus disebabkan oleh prosesinflamasi akut, akan ada tanda dan gejala dari
penyebab primer tersebut. Gastroenteritis akut, apendisitis akut, dan pankreatitis akut juga dapat
menyerupai obstruksi usus sederhana.

KOMPLIKASI
Pada obstruksi kolon dapat terjadi dilatasi progresif pada sekum yang berakhir dengan perforasi
sekum sehingga terjadi pencemaran rongga perut dengan akibat peritonitis umum.

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan obstruksi ileus sekarang dengan jelas telah menurunkan angka morbiditas
dan mortalitas. Hal ini terutama disebabkan telah dipahaminya dengan tepat patogenesis penyakit
serta perubahan homeostasis sebagai akibat obstruksi usus. Pada umumnya penderita mengikuti
prosedur penatalaksanaan dalam aturan yang tetap.

1. Persiapan penderita
Persiapan penderita berjalan bersama dengan usaha menegakkan diagnosa obstruksi ileus
secara lengkap dan tepat. Sering dengan persiapan penderita yang baik, obstruksinya
berkurang atau hilang sama sekali. Persiapan penderita meliputi :
o Penderita dirawat di rumah sakit.
o Penderita dipuasakan
o Kontrol status airway, breathing and circulation.
o Dekompresi dengan nasogastric tube.
o Intravenous fluids and electrolyte
o Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.
2. Operatif

Bila telah diputuskan untuk tindakan operasi, ada 3 hal yang perlu :
 Berapa lama obstruksinya sudah berlangsung.
 Bagaimana keadaan/fungsi organ vital lainnya, baik sebagai akibat obstruksinya
maupun kondisi sebelum sakit.
 Apakah ada risiko strangulasi.

Kewaspadaan akan resiko strangulasi sangat penting. Pada obstruksi ileus yang
ditolong dengan cara operatif pada saat yang tepat, angka kematiannya adalah 1% pada
24 jam pertama, sedangkan pada strangulasi angka kematian tersebut 31%.
Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada
obstruksi ileus :
a) Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah sederhana
untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata non-
strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus ringan.
b) Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati" bagian usus
yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.
c) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi,
misalnya pada Ca stadium lanjut.
d) Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-ujung usus
untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada carcinomacolon,
invaginasi strangulate dan sebagainya.

Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif bertahap, baik
oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya, misalnya pada Ca
sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja, kemudian hari dilakukan reseksi
usus dan anastomosis.

3. Pasca Operasi

Suatu problematik yang sulit pada keadaan pasca bedah adalah distensi usus yang
masih ada. Pada tindakan operatif dekompressi usus, gas dan cairan yang terkumpul
dalam lumen usus tidak boleh dibersihkan sama sekali oleh karena catatan tersebut
mengandung banyak bahan-bahan digestif yang sangat diperlukan. Pasca bedah tidak
dapat diharapkan fisiologi usus kembali normal, walaupun terdengar bising usus. Hal
tersebut bukan berarti peristaltik usus telah berfungsi dengan efisien, sementara ekskresi
meninggi dan absorpsi sama sekali belum baik.
Sering didapati penderita dalam keadaan masih distensi dan disertai diare pasca
bedah. Tindakan dekompressi usus dan koreksi air dan elektrolit serta menjaga
keseimbangan asam basa darah dalam batas normal tetap dilaksanakan pada pasca
bedahnya. Pada obstruksi yang lanjut, apalagi bila telah terjadi strangulasi, monitoring
pasca bedah yang teliti diperlukan sampai selama 6 - 7 hari pasca bedah. Bahaya lain
pada masa pasca bedah adalah toksinemia dan sepsis. Gambaran kliniknya biasanya
mulai nampak pada hari ke 4-5 pasca bedah. Pemberian antibiotika dengan spektrum luas
dan disesuaikan dengan hasil kultur kuman sangatlah penting.

PROGNOSIS
Mortalitas obstruksi tanpa strangulata adalah 5% sampai 8% asalkan operasi dapat segera
dilakukan. Keterlambatan dalam melakukan pembedahan atau jika terjadi strangulasi atau
komplikasi lainnya akan meningkatkan mortalitas sampai sekitar 35% atau 40%.3 Prognosisnya
baik bila diagnosis dan tindakan dilakukan dengan cepat.

DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat, R.; Dahlan, Murnizat; Jusi, Djang. Gawat Abdomen. Dalam Buku Ajar
Ilmu Bedah. Edisi 2. Editor: Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim. Jakarta: EGC, 2003.
Hal: 181-192.

2. Fiedberg, B. and Antillon, M.: Small-Bowel Obstruction. Editor: Vargas, J., Windle,
W.L., Li, B.U.K., Schwarz, S., and Altschuler, S. http://www.emedicine.com. Last
Updated, June 29, 2004.

3. Basson, M.D.: Colonic Obstruction. Editor: Ochoa, J.B., Talavera, F., Mechaber, A.J.,
and Katz, J. http://www.emedicine.com. Last Updated, June 14, 2004.

4. General and laparoscopy surgeon,: Ileus obstruksi. Editor : Dr. A. Yuda Hendaya. Sp B,
FInaCS, FMAS. http://www.dokteryudabedah.com . last Update januari 5, 2010

5. Obstruksi usus kecil. Avialablle at URL. www. learningRadiology.com Accessed on 18


April 2010

6. Evers, BM Usus Kecil. In: Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL, eds.
Sabiston Textbook of Surgery. 18th ed. St. Louis, Mo: WB Saunders; 2008:chap 48

7. Intestinal obstruction. Aviable at URL . www.healthline.com. Accessed 0n 20 April 2010

Anda mungkin juga menyukai