Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

Corpus alienum atau benda asing adalah benda yang berasal dari luar atau
dalam tubuh yang dalam keadaan normal tidak ada pada tubuh. Benda asing
dalam suatu organ dapat terbagi atas benda asing eksogen (dari luar tubuh) dan
benda asing endogen (dari dalam tubuh). Benda asing eksogen terdiri dari benda
padat, cair atau gas. Benda asing eksogen padat terdiri dari zat organik seperti
kacang-kacangan (yang berasal dari tumbuhan-tumbuhan), tulang (yang berasal
dari kerangka binatang) dan zat anorganik seperti paku, jarum, peniti, batu, dan
lain-lain. Benda asing eksogen cair dibagi dalam benda cair yang bersifat iritatif,
seperti zat kimia, dan benda cair non-iritatif, yaitu cairan dengan pH 7,4. Benda
asing endogen dapat berupa sekret kental, darah atau bekuan darah, nanah, krusta
(Junizaf, 2008).
Benda asing pada telinga, hidung, dan tenggorok (THT) merupakan masalah
kesehatan keluarga, yang sering terjadi pada anak-anak. Pada anak-anak
cenderung mengeksplorasi tubuhnya, terutama daerah yang berlubang, termasuk
telinga, hidung, dan mulut. Benda-benda asing yang sering ditemukan pada anak-
anak antaranya kacang hijau, manik, mainan, karet penghapus dan terkadang
baterai. Pada orang dewasa yang relatif sering ditemukan adalah kapas cattonbud
yang tertinggal saat membersihkan telinga, potongan korek api, patahan pensil,
kadang-kadang ditemukan serangga kecil seperti kecoa, semut, atau nyamuk
(Boies, 1994).
Diagnosis pada pasien sering terlambat karena penyebab biasanya tidak
terlihat, dan gejalanya tidak spesifik, dan sering terjadi kesalahan diagnosis pada
awalnya. Sebagian besar benda asing pada telinga dan hidung dapat dikeluarkan
oleh dokter yang sudah terlatih dengan komplikasi yang minimal. Pengeluaran
benda asing lazim dilakukan dengan forceps, irigasi dengan air, dan kateter hisap.
Benda asing pada faring atau trakea merupakan keadaan yang darurat dan
memerlukan konsultasi bedah. Hasil pemeriksaan radiografi biasanya normal.
Endoskopi lunak ataupun kaku sering digunakan untuk memperkuat diagnosis dan
untuk mengeluarkan benda asing (Junizaf, 2008).

1
Pengeluaran benda asing harus dilakukan sedini mungkin untuk
menghindari komplikasi yang dapat ditimbulkan misalnya terjadi gangguan
pendengaran, perdarahan pada hidung, gangguan menelan dan lain-lain. Usaha
mengeluarkan benda asing seringkali malah mendorongnya lebih ke dalam
sehingga harus dilakukan secara tepat dan hati-hati. Bila kurang hati-hati atau bila
pasien tidak kooperatif, berisiko trauma yang dapat merusak struktur organ yang
lain. Pada anak-anak harus dipegang sedemikian rupa sehingga tubuh dan kepala
tidak dapat bergerak bebas (Boies, 1994).

2
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1. Identitas Pasien


 Nama : An R.
 Usia : 5,5 tahun.
 Jenis kelamin : Laki-laki.
 Alamat : Bantur.
 Pekerjaan : Pelajar.
 Suku : Jawa.
 Agama : Islam.
 Kunjungan poli : 4 Agustus 2016, pk. 11:00.

2.2. Anamnesis

Keluhan Utama: Pilek berbau (kontrol)(heteroanamnesa dengan ibu pasien)

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang untuk kontrol, setelah sekitar 1 minggu yang lalu
periksa ke poli THT dan didiagnosa terdapat benda asing pada rongga hidung
yang diduga baterai. Saat itu ditawarkan untuk dilakukan ekstraksi corpal
dengan bius total di kamar operasi, tetapi keluarga menolak karena anak tidak
kooperatif dan masalah biaya. Pasien diberikan obat minum dan diminta
untuk kontrol kembali 3 hari kemudian.
Pasien datang ke poli THT dengan keluhan pilek sejak kurang lebih 5
hari. Keluar ingus berwarna kuning kental terutama dari hidung sebelah kiri
dan seringkali berbau karat. Pasien kadang-kadang juga bersin-bersin yang
disertai sedikit darah. Beberapa hari sebelum dibawa ke poli THT ibu pasien
merasakan ada benjolan pada hidung pasien. Batuk (-). Nyeri telan (-). Dari
hasil autoanamnesa dengan pasien maupun heteroanamnesa dengan orang tua

3
pasien tidak didapatkan riwayat pasien memasukkan sesuatu ke dalam
hidungnya.

Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat alergi cuaca atau debu (-)

Riwayat Pengobatan
 Pasien diberikan pengobatan ibuprofen sirup 3 x 200 mg dan amoxicilin
sirup 3 x 250 mg

Riwayat Penyakit Keluarga


 Riwayat alergi cuaca atau debu (-).

2.3 Pemeriksaan Fisik (4 Agustus 2016 pukul 11.00)


1. Keadaan Umum
Pasien tampak ringan, GCS 456.
2. Tanda Vital
a. Tekanan darah : tidak diperiksa.
b. Laju denyut jantung : 92 x/menit reguler.
c. Laju pernapasan : 20 x/menit.
d. Suhu aksiler : 36,8OC
e. BB : 20 kg
3. Kepala
a. Bentuk : normosefal, benjolan massa (-) UUB cekung (-).
b. Ukuran : mesosefal.
c. Rambut : tebal,hitam.
d. Wajah : simetris, bundar, rash (-), sianosis (-), edema (-).
e. Mata
konjungtiva : anemis (-).
sklera : ikterik (+).
palpebra : edema (-).

4
reflek cahaya : (+/+).
pupil : isokor, (+/+), 2mm/2mm..
telinga : bentuk normal, posisi normal, sekret (-).
f. Hidung : cavum nasi kanan dan kiri sekret (+) mukopurulen,
tampak benda asing letak melintang, perlekatan
(+), perforasi septum nasi (+)
g. Mulut : mukosa bibir basah, mucosa sianosis (-).
4. Leher
a. Inspeksi : massa (-/-).
b. Palpasi : pembesaran kelenjar limfa regional (-/-).
5. Thoraks
a. Inspeksi. : bentuk dada kesan normal dan simetris,
retraksi dinding dada (-), tidak didapatkan
deformitas, ginekomastia (-)
b. Jantung:
 Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat.
 Palpasi : ictus cordis teraba di MCL (S) ICS V(S).
 Perkusi : batas jantung normal.
 Auskultasi : S1S2 tunggal, reguler, gallop (-), murmur (-).
c. Paru:
 Inspeksi : gerak nafas simetris pada kedua sisi dinding
dada, retraksi (-), RR 20 kali/menit
 Palpasi : pergerakan dinding dada saat bernafas simetris.
 Perkusi: sonor sonor
sonor sonor
sonor sonor
 Auskultasi : vesikuler di seluruh lapang paru.
- - - -
Rh - - Wh - -
- - - -

5
6. Abdomen
a. Inspeksi : flat, kulit abdomen: jaringan parut (-),
b. Auskultasi : bising usus (+), normal.
c. Perkusi : timpani, shifting dullnes (-).
d. Palpasi : nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba

7. Ekstremitas

Pemeriksaan Atas Bawah


Ekstremitas Kanan Kiri Kanan Kiri
Akral Hangat Hangat Hangat Hangat
Anemis – – – –
Ikterik – – – –
Edema – – – –
Sianosis – – – –
Ptechiae – – – –
Capillary Refill <2 detik <2 detik <2 detik <2 detik
Time

2.4 Pemeriksaan Penunjang.


Ro Water’s dan Skull Lateral 28 Juli 2016

6
Keterangan:
Tampak opasitas berdensitas besi bentuk bulat yang terproyeksi pada midline
cavum nasi.
Kesan tampak penebalan mukosa pada sinus maksilaris dextra sinistra.
Sinus frontalis belum berkembang
Mukosa nasal tidak menebal
Tidak tampak deviasi septum nasi
Kesimpulan:
a. Menyokong corpus alienum berdensitas besi pada midline cavum nasi
b. Kesan sinusitis maksilaris bilateral

2.5 Resume.
An. R/ Laki-laki/ 5,5 tahun
Anamnesis
Keluhan utama: pilek berbau
Pasien datang ke poli THT dengan keluhan pilek sejak kurang lebih 5 hari.
Keluar ingus berwarna kuning kental terutama dari hidung sebelah kiri dan
seringkali berbau karat. Pasien kadang-kadang juga bersin-bersin yang
disertai sedikit darah. Beberapa hari sebelum dibawa ke poli THT ibu pasien
merasakan ada benjolan pada hidung pasien. Batuk (-). Nyeri telan (-). Dari
hasil autoanamnesa dengan pasien maupun heteroanamnesa dengan orang tua

7
pasien tidak didapatkan riwayat pasien memasukkan sesuatu ke dalam
hidungnya.

Pemeriksaan fisik
 Pasien tampak sakit ringan, compos mentis, GCS: 456.
 Tanda vital :
Tekanan darah : tidak diperiksa.
Denyut jantung : 92 x/menit reguler.
Laju pernafasan : 20 x/menit.
Suhu aksiler : 36,8O C.
Berat badan : 20 kg
 Pemeriksaan thorax, abdomen, ekstremitas dalam batas normal
Pemeriksaan status lokalis:
 Telinga : membran timpani D/S intak
 Hidung : cavum nasi kanan dan kiri sekret (+) mukopurulen,
tampak benda asing letak melintang, perlekatan (+),
perforasi septum nasi (+)
 Tenggorokan : faring hiperemi (-/-), tonsil T2/T2

2.6 Diagnosis
Corpus alienum baterai et cavum nasi disertai komplikasi perforasi septum
nasi

2.7 Terapi
- Rencana ekstraksi corpal dengan GA di kamar operasi  orang tua pasien
menolak  ekstraksi corpal di Poli THT dengan suction dan pengait
(hook)
- Per oral : Ibuprofen sirup 3 x 200 mg, amoxicilin sirup 3 x 250 mg.

8
Gambar 2.7 Baterai yang dikeluarkan dari hidung pasien

2.8 Rencana Edukasi


a. Menjelaskan kepada orang tua pasien bahwa seharusnya pengeluaran baterai
dilakukan di kamar operasi karena sudah disertai komplikasi yaitu perforasi
septum nasi.
b. Menjelaskan kepada orang tua pasien jika dilakukan ekstraksi corpal secara
langsung di poli THT maka perforasi septum nasi tidak bisa direpair dan
kemungkinan terjadi perdarahan cukup besar karena anak tidak kooperatif.
c. Menjelaskan kepada orang tua pasien bahwa diharapkan perforasi septum
nasi dapat menutup sendiri, tetapi perlu waktu yang cukup lama.
d. Menjelaskan kepada orang tua pasien untuk rutin kontrol ke poli THT.
e. Menjelaskan kepada orang tua pasien untuk lebih seksama dalam
mengawasi pasien saat bermain sehingga kejadian serupa tidak terulang
kembali.

9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi Hidung


Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah:
a. Pangkal hidung (bridge)
b. Batang hidung (dorsum nasi)
c. Puncak hidung (hip)
d. Ala nasi
e. Kolumela
f. Lubang hidung (nares anterior).

BRIDGE

Gambar 3.1. Anatomi Bagian-bagian Hidung Luar

Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang
dilapisi oleh kulit, jaringan ikat, dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk
melebarkan atau menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari
tulang hidung (os nasal), prosessus frontalis os maksila, dan prosessus nasalis
os frontal. Sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang
tulang rawan yang terletak di bagian bawah hidung, yaitu sepasang kartilago
nasalis lateralis superior, sepasang kartilago nasalis lateralis inferior, dan tepi
anterior kartilago septum (Soepardi et al, 2007).
Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke
belakang dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum
nasi kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk cavum nasi disebut nares
anterior dan lubang belakang disebut nares posterior (koana) yang
menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring (Soepardi et al, 2007).

10
Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi, tepat di
belakang nares anterior disebut vestibulum. Vestibulum dilapisi oleh kulit
yang mempunyai banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang
disebut vibrise (Soepardi et al, 2007).
Tiap kavum mempunyai empat buah dinding yaitu dinding medial,
lateral, inferior, dan superior. Dinding medial ialah septum nasi. Septum
dilapisi oleh perikondium pada bagian tulang rawan dan periosteum pada
bagian tulang, sedangkan luarnya dilapisi oleh mukosa hidung. Pada dinding
lateral terdapat empat buah konka yang terdiri dari konka inferior, media,
superior, dan suprema (Soepardi et al, 2007).
Batas rongga hidung terdiri dari: 1) dinding inferior, merupakan dasar
rongga hidung dan dibentuk oleh os maksila dan os palatum, 2) dinding
superior sangat sempit dan dibentuk oleh lamina kribriformis, yang
memisahkan rongga tengkorak dari rongga hidung, 3) di bagian posterior,
atap rongga hidung dibentuk oleh os sfenoid (Soepardi et al, 2007).
Kompleks osteo meatal (KOM) merupakan celah pada dinding lateral
hidung yang dibatasi oleh konka media dan lamina papirasea. Struktur
anatomi penting yang membentuk KOM adalah prosesus unsinatus,
infundibulum etmoid, hiatus semilunaris, bula etmoid, agger nasi dan resesus
frontal. KOM merupakan unit fungsional yang merupakan tempat ventilasi
dan drainase dari sinus-sinus yang letaknya anterior yaitu sinus maksila,
etmoid anterior dan frontal (Soepardi et al, 2007).

3.2 Fisiologi Hidung


Berdasakan teori struktural, teori evolusioner, dan teori fungsional,
fungsi fisiologis hidung dan sinus paranasal adalah:
a. Fungsi respirasi untuk mengatur kondisi udara, penyaring udara,
humidifikasi, penyeimbang dalam pertukaran tekanan dan mekanisme
imunologik local,
b. Fungsi penghidu karena terdapatnya mukosa olfaktorius dan reservoir
udara untuk menampung stimulus penghidu,

11
c. Fungsi fonetik yang berguna untuk resonansi suara, membantu proses
bicara, dan mencegah hantaran suara sendiri melalui konduksi tulang,
d. Fungsi statik dan mekanik untuk meringankan beban kepala, proteksi
terhadap trauma, dan pelindung panas,
e. Refleks nasal.

3.3 Definisi corpus alienum pada hidung


Corpus alienum di hidung adalah benda asing yang berasal dari luar
tubuh atau dalam tubuh, dimana pada keadaan normal tidak terdapat pada
hidung tersebut (Ballenger J. 2002).

3.4 Epidemiologi
Kasus benda asing di hidung paling sering terjadi pada anak, terutama
usia 2 – 5 tahun. Pada usia 2 – 5 tahun, anak cenderung mengeksplorasi
tubuhnya, terutama daerah yang berlubang termasuk hidung. Mereka dapat
memasukkan benda asing sebagai upaya mengeluarkan sekret atau benda
asing yang sebelumnya ada di dalam hidung, atau untuk mengurangi gatal
atau perih akibat iritasi yang sebelumnya sudah terjadi. Benda asing paling
sering ditemukan adalah sisa makanan, permen, manik-manik, dan kertas.
Kasus baterai logam terjadi pada sekitar 2% kasus (Ballenger J. 2002).
Faktor yang mempermudah terjadinya aspirasi benda asing dalam
hidung antara lain faktor personal (umur, jenis kelamin, pekerjaan, kondisi

12
sosial dan tempat tinggal), kegagalan mekanisme proteksi normal (keadaan
tidur, penurunan kesadaran, alkoholisme, dan epilepsi), ukuran, bentuk, serta
sifat benda asing, serta faktor kecerobohan . Benda asing dapat dapat
menyebabkan morbiditas bahkan mortalitas bila masuk ke saluran nafas
bawah (Ballenger J. 2002).

3.5 Etiologi
Berdasarkan jenis bendanya, etiologi corpus alienum di hidung dapat
dibagi menjadi:
a. Benda asing hidup (benda organik)
1) Lalat
Beberapa kasus miasis hidung yang pernah ditemukan di hidung
manusia dan hewan di Indonesia disebabkan oleh larva lalat dari spesies
Chryssomya bezziana. Lalat dewasa meletakkan telurnya pada pada
jaringan hidup misalnya pada luka, lubang-lubang pada tubuh seperti
hidung, mata, telinga, dan traktus urogenital.
2) Lintah
Lintah merupakan hewan penghisap darah. Pada saat menghisap darah,
lintah mengeluarkan zat penghilang rasa sakit dan mengeluarkan zat
anti pembekuan darah sehingga darah pada pasien tidak akan membeku.
Setelah selesai menghisap darah, lintah akan menjatuhkan diri.
3) Cacing Corpus alienum
Ascaris lumbricoides merupakan nematoda usus yang masih menjadi
masalah di negara berkembang seperti Indonesia. Hidung dapat menjadi
Masuk ke dalam cavum nasi
port d’entry atau tempat cacing tersebut bermigrasi dari usus untuk
mendapatkan oksigen yang lebih banyak.
Bertahan di dalam cavum nasi
b. Benda asing tak hidup (benda anorganik)
Benda asing tak hidup yang tersering adalah manik-manik, baterai logam,
dan kancing
Respon baju. Kasus
pertahanan Terjadi iritasi
baterai logam di hidung merupakan
pada hidung salah satu
kegawatan yang harus segera dikeluarkan karena kandungan zat kimianya
Sel dapat
yang goblet bereaksi
epitel respiratorius Kerusakan komposisi
terhadap mukosa hidung. Berdasarkan dan
kematian sel
kimianya, terdapat 5 jenis baterai yang umum digunakan yaitu :
manganese, silver,
Keluar merkuri, lithium, dan zinc.
mukus
Pembusukan sel-sel
3.6 Patofisiologi jaringan yang
Medium yang baik untuk nekrosis oleh bakteri
pertumbuhan bakteri
13
Foetor Ex Nasi
Sekret
mukopurulen
Berdasarkan literatur, terdapat empat mekanisme kerusakan jaringan
yang mungkin terjadi pada benda asing baterai yaitu: (1) kebocoran isi baterai
yang mengakibatkan terjadinya kerusakan korosif, (2) efek langsung dari arus
listrik pada mukosa dan berakibat pada terbakarnya lapisan mukosa (3)
nekrosis akibat tekanan lokal yang cukup lama pada jaringan, serta (4) efek
lokal toksik karena absorbsi dari kandungan baterai (Thabet et al, 2013).

3.7 Manifestasi Klinis


Hidung tersumbat oleh sekret mukopurulen yang banyak dan berbau di
salah satu rongga hidung tempat adanya benda asing. Kadang disertai nyeri,
demam, epistaksis dan bersin. Pada pemeriksaan tampak mukosa edema
dengan inflamasi mukosa hidung unilateral serta dapat juga terjadi ulserasi
(Mansjoer, A. 2007).
Bila benda asing berupa lintah, terdapat epistaksis berulang yang sulit
berhenti meskipun sudah diberikan koagulan. Pada rinoskopi posterior
tampak benda asing berwarna coklat tua, lunak, dan melekat erat pada
mukosa hidung atau nasofaring (Mansjoer, A. 2007).

3.8 Diagnosis

14
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Gejala yang timbul pada anak akibat adanya benda
asing di hidung adalah hidung tersumbat, rinore unilateral yang kental dan
berbau. Dapat disertai demam dan nyeri. Gejala lain bervariasi sesuai
patogenesisnya. Misalnya benda asing seperti karet busa, sangat cepat
menimbulkan secret yang berbau busuk. Baterai logam di dalam hidung dapat
menimbulkan keluhan rasa terbakar atau panas di hidung (Ballenger J. 2002).
Benda asing hidup yang terdapat di dalam hidung kebanyakan
menimbulkan sensasi benda yang bergerak-gerak. Epitaksis tanpa rasa nyeri
sering menjadi keluhan utama pada pasien dengan lintah di dalam hidungnya
(Ballenger J. 2002).
Pada pemeriksaan rinoskopi anterior, selain benda asing yang dapat
dilihat langsung, akan tampak edema dengan inflamasi mukosa hidung
unilateral, dan dapat terjadi ulserasi. Benda asing biasanya tertutup mukous
sehingga disangka sinusitis. Lintah biasanya sulit dilihat dengan rinoskopi
anterior, sehingga kadang memerlukan pemeriksaan endoskopi. Bila terlihat,
maka akan tampak benda asing berwarna coklat tua dengan perabaan lunak
dan melekat pada mukosa. Pada miasis, hidung tampak bengkak, kemerahan
di sekita mata dan sebagian muka atas. Mukosa hidung nekrotik, kadang-
kadang perforasi septum nasi, serta hidung berbau busuk (Ballenger J. 2002).
Pada benda asing logam direkomendasikan dilakukannya pemeriksaan
penunjang berupa radiologis foto kepala sebagai skrining. Gambaran
radiologis yang ditemukan pada kasus logam berupa radioopak pada foto
kepala.

3.9 Penatalaksanaan
Benda asing pada hidung yang harus diperlakukan sebagai kasus gawat
sehingga harus dikeluarkan secepatnya antara lain baterai dan kapur barus.
Pengeluaran, debridement, dan pembersihan benda asing baterai sebaiknya
dilakukan di kamar operasi di bawah general anestesi dengan pemasangan
stent pada kasus nekrosis yang cukup berat untuk mencegah perkembangan
dari adesi nasal (Thabet et al, 2013).

15
Cara mengeluarkan benda asing di hidung ialah memakai pengait
(hook) yang dimasukkan ke dalam hidung bagian atas, menyusuri atap kavum
nasi sampai menyentuh nasofaring. Setelah itu pengait diturunkan sedikit dan
ditarik ke depan. Dengan cara ini benda asing akan ikut terbawa keluar. Dapat
juga menggunakan forsep alligator, cunam Nortman atau “wire loop”. Bila
benda asing berbentuk bulat, maka sebaiknya digunakan pengait yang
ujungnya tumpul (Rukmin, S., 1999).
Cara lain yaitu dengan menggunakan kateter dengan balon ukuran 5
atau 6 F yang dimasukkan ke dalam hidung melewati benda asing yang
terperangkap, kemudian balon dikembangkan, sehingga benda asing
diharapkan akan keluar ke nares anterior dan mudah diekstraksi. Sebelum
tindakan dilakukan, terlebih dahulu diberikan fenilefrin 0,5% untuk
mengurangi edema mukosa dan lidokain topikal atau spray sebagai analgetik.
Hindari mendorong benda asing dari hidung kearah nasofaring karena akan
menyebabkan masuknya benda asing tersebut ke dalam laring sehingga
menyebabkan sumbatan saluran nafas (Fischer, J.I., et al. 2013).
Benda asing hidup sebaiknya dimatikan terlebih dahulu dengan tetes
minyak parafin atau alkohol sebelum diangkat. Untuk lintah dapat diteteskan
tembakau. Untuk miasis hidung, dianjurkan pemberian reagen tertentu
(misalnya kloroform, premium) yang dapat melemahkan larva, kemudian
larva tersebut diambil satu per satu. Tindakan operatif dengan melakukan
nekrotomi merupakan tindakan alternatif lain yang dilakukan dengan cara
memberikan tetes kloroform terlebih dahulu (Fischer, J.I., et al. 2013).
Pemberian antibiotik sistemik selama 5-7 hari hanya diberikan pada
kasus benda asing di hidung yang telah menimbulkan infeksi pada hidung
maupun sinus (Fischer, J.I., et al. 2013).

3.10 Komplikasi
Perdarahan merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada corpus
alienum di hidung. Edema pada mukosa dapat menyebabkan obstruksi pada
drainase sinus dan tuba eustachius sehingga mengakibatkan sinusitis dan
otitis media akut. Rinolith dapat timbul bila benda asing bertahan selama
bertahun-tahun. Infeksi struktur jaringan di sekitar hidung juga dapat terjadi,

16
seperti selulitis periorbital, meningitis, epiglositis, difteri, dan tetanus
(Fischer, J.I., et al. 2013).

17
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada kasus ini, An.R, berusia 5,5 tahun, datang ke poli THT dengan keluhan
pilek sejak kurang lebih 5 hari. Keluar ingus berwarna kuning kental terutama dari
hidung sebelah kiri dan seringkali berbau karat. Pasien kadang-kadang juga
bersin-bersin yang disertai sedikit darah. Beberapa hari sebelum dibawa ke poli
THT ibu pasien merasakan ada benjolan pada hidung pasien. Batuk (-). Nyeri
telan (-). Dari hasil autoanamnesa dengan pasien maupun heteroanamnesa dengan
orang tua pasien tidak didapatkan riwayat pasien memasukkan sesuatu ke dalam
hidungnya.
Dari hasil pemeriksaan fisik, didapatkan tanda-tanda vital dalam batas
normal. Pemeriksaan rinoskopi anterior didapatkan sekret mukopurulen pada
cavum nasi kanan dan kiri, tampak benda asing letak melintang disertai perlekatan
ke jaringan sekitar serta terdapat perforasi septum nasi. Hasil foto water’s dan
skull lateral menunjang adanya benda asing logam dalam hidung pasien.
Dari hasil anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penujang dapat
disimpulkan bahwa terdapat corpus alienum pada hidung pasien berupa baterai
kancing yang berakibat pada perforasi septum nasal. Karena sudah terjadi
komplikasi akibat dari benda asing yang masuk, maka ekstraksi corpus alienum
direncanakan dilakukan di kamar operasi bersamaan dengan tindakan repair
septum. Dengan alasan biaya dan tidak kooperatifnya anak, orang tua pasien
menolak tindakan di kamar operasi. Ekstraksi korpus alienum baterai kancing
kemudian dilakukan di poli THT dengan menggunakan suction dan pengait
(hook). Saat dilakukan ekstraksi terjadi perdarahan, tetapi tidak masif. Pasien
mendapatkan terapi per oral ibuprofen sirup 3 x 200 mg sebagai anti nyeri dan
anti inflamasi serta amoxicilin sirup 3 x 250 mg sebagai antibiotik. Perforasi
septum nasal yang terjadi diharapkan dapat menutup sendiri karena pasien masih
anak-anak.

18
DAFTAR PUSTAKA

Ballenger J. 2002. Penyakit Telinga Hidung Tenggorok dan Kepala Leher. Edisi
13. Jilid II. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Boies. Penyakit Telinga Luar. Buku Ajar Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorokan,
ed 6, Alih Bahasa Dr. Caroline Wijaya, Penerbit Buku Kedokteran, EGC,
Jakarta, 1994: 78 - 80. 28.

Fischer, J.I., et al. 2013. Nasal Foreign Bodies. http: http://emedicine.


medscape.com/article/763767 diakses pada tanggal 8 Agustus 2016.

Junizaf MH. Benda Asing di Saluran Napas. In: Soepardi EA, Iskandar N. Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher edisi
6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2008. Hal. 259-65.

Medical dictionary. Corpus Alienum. http://medical-dictionary.thefreedictionary.


com/Corpus+alienum diakses pada tanggal 7 Agustus 2016 pukul 11.30.

Mansjoer, A. 2007. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Fakultas Kedokteran


Universitas Indonesia

Rukmin, S., Herawati, S., 1999. Teknik Pemeriksaan Telinga Hidung Tenggorok.
Jakarta: EGC

Soepardi, E. A., dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala-Leher. Edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia

Thabet, M.Hossam, Waleed M. Basha, dan Sherif Askar. Button Battery Foreign
Bodies in Children: Hazards,Management,and Recommendations. BioMed
Research International. 2013.

19

Anda mungkin juga menyukai